Anda di halaman 1dari 26

15

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Harga Diri (Self Esteem)

Dalam pembahasan self esteem peneliti menguraikan mengenai

pengertian self esteem, pembentukan self esteem, karakteristik seseorang yang

mempunyai self esteem tinggi, dan faktor-faktor yang mempengaruhi.

1. Pengertian Self Esteem

Harga diri (self esteem) menurut Santrock dalam Desmita, adalah

dimensi penilaian yang menyeluruh dari diri. Self-esteem juga sering

disebut dengan self-worth atau self-image.1

Chaplin dalam Subowo & Martiarini mendefinisikan harga diri

adalah penilaian diri yang dipengaruhi oleh sikap interaksi, penghargaan,

dan penerimaan orang lain terhadap individu. 2

Harga diri menurut Santrock dalam Desmita adalah evaluasi

individu terhadap dirinya sendiri secara positif atau negatif. Evaluasi

individu tersebut terlihat dari penghargaan yang ia berikan terhadap

eksistensi dan keberartian dirinya, individu yang memiliki harga diri

positif akan menerima dan menghargai dirinya sendiri sebagaimana

adanya serta tidak cepat-cepat menyalahkan dirinya atas kekurangan atau

ketidak sempurnaan dirinya. Ia selalu merasa puas dan bangga dengan

1
Desmita. Psikologi Perkembangan Peserta Didik, Panduan BagiOrang Tua Dan Guru Dalam
Memahami Psikologi Anak Usia SD, SMP,Dan SMA.(Bandung :PT. Remaja Rosdakarya, 2012),
43
2
E.Subowo&N. Martiarini. Hubungan Antara Harga Diri RemajaDengan Motivasi Berprestasi
Pada Siswa SMK Yosonegoro Magetan.( Jurnal Yosonegoro,2009) Vol.11, No. 2,1-9
15
16

hasil karyanya sendiri dan selalu percaya diri dalam menghadapi berbagai

tantangan. Sebaliknya, individu yang memiliki harga diri negatif merasa

dirinya tidak berguna, tidak berharga, dan selalu menyalahkan dirinya atas

ketidak sempurnaan. Ia cenderung tidak percaya diri dalam melakukan

setiap tugas dan tidak yakin dengan ide-ide yang dimilikinya. 3

Lerner dan Spanier dalam Ghufron, berpendapat bahwa harga diri

adalah tingkat penilaian yang positif atau negative yang dihubungkan

dengan konsep diri seseorang. Harga diri merupakan evaluasi seseorang

terhadap dirinya sendiri secara positif dan juga sebaliknya dapat

menghargai secara negatif. 4 Sementara menurut Slavin harga diri

merupakan nilai yang diberikan masing-masing orang pada karakteristik,

kemampuan, dan perilaku kita sendiri. 5

Mirels dan McPeek dalam Ghufron berpendapat bahwa harga diri

sebenarnya memiliki dua pengertian, yaitu pengertian yang berhubungan

dengan harga diri akademik dan harga diri non-akademik. Contoh harga

diri akademik adalah jika seseorang mempunyai harga diri tinggi karena

kesuksesannya dibangku sekolah, tetapi pada saat yang sama ia tidak

merasa berharga karena penampilan fisiknya kurang meyakinkan,

misalnya postur tubuhnya terlalu pendek. Sementara itu, contoh harga diri

non-akademik adalah jika seorang mungkin memiliki harga diri yang

3
Desmita. Psikologi Perkembangan Peserta Didik, Panduan BagiOrang Tua Dan Guru Dalam
Memahami Psikologi Anak Usia SD, SMP,Dan SMA
4
M. Nur Ghufron&S. Rini Risnawati. Teori-Teori Psikologi.Yogyakarata : Ar-ruzz Media
Group,2010), 40
5
Robert E.Slavin.. Psikologi Pendidikan Teori dan Praktek (edisike sembilan jilid 2). (Jakarta :
PT. Indeks,2011), 29
17

tinggi karena cakap dan sempurna dalam salah satu cabang olahraga.

Tetapi, pada saat yang sama merasa kurang berharga karena kegagalannya

di bidang pendidikan khususnya berkaitan dengan kecakapan verbal. 6

Menurut Ghufron harga diri merupakan hasil penilaian yang

dilakukannya dan perlakuan orang lain terhadap dirinya dan menunjukkan

sejauh mana individu memiliki rasa percaya diri serta mampu berhasil dan

berguna. 7

2. Pembentukan Self Esteem

Menurut Bradshaw (dalam Ghufron, 2010) proses pembentukan

harga diri telah dimulai saat bayi merasakan tepukan pertama kaliyang

diterima orang mengenai kelahirannya. Sedangkan Drajat (dalam Ghufron,

2010) menyebutkan bahwa harga diri sudah terbentuk pada masa kanak-

kanak sehingga seorang anak sangat perlu mendapatkan rasa penghargaan

dari orang tuanya. Proses selanjutnya, hargadiri dibentuk melalui

perlakuan yang diterima individu dariorang lingkungannya, seperti

dimanja dan diperhatikan orang tua dan orang lain. Dengan demikian,

harga diri bukan merupakan faktor yang bersifat bawaan, melainkan faktor

yang dapat dipelajari dan terbentuknya sepanjang pengalaman individu.8

Coopersmith mengungkapkan empat aspek pembentukan harga diri,

yaitu:

1. Kekuatan Individu (Power)

6
M. Nur Ghufron&S. Rini Risnawati. Teori-Teori Psikologi, , 40
7
Ibid..,40
8
Ibid..,41
18

Yaitu dalam arti kemampuan untuk bisa mengatur dan mengontrol

perilaku orang lain. Kemampuan ini ditandai oleh adanya

pengakuan dari rasa hormat yang diterima oleh individu dari orang

lain dan besarannya sumbangan dari pikiran atau pendapat dan

kebenarannya. Keberhasilan ini diukur oleh kemampuan untuk

mempengaruhi aksinya dengan mengontrol perilaku sendiri dan

mempengaruhi orang lain. Pada situasi tertentu, power tersebut

muncul melalui pengakuan dan penghargaan yang diterima oleh

individu dari orang lain dan melalui kualitas penilaian terhadap

pendapat-pendapat dan hak- haknya.

2. Keberartian Individu (Significance)

Keberartian yaitu adanya kepedulian, perhatian dan kasih sayang yang

diterima oleh individu dari orang lain. Keberartian ini di tandai

dengan kehangatan, responsive, minat dan menyukai individu apa

adanya (keberartian diri). Keberartian diri juga menyangkut seberapa

besar individu percaya bahwa dirinya mampu, berarti dan berharga

menurut standard dan nilai pribadi. Penghargaan inilah yang dimaksud

dengan keberartian diri.

3. Kebajikan Individu (Virtue)

Kebajikan yaitu ketaatan atau kepatuhan terhadap aturan-aturan,

norma dan ketentuan-ketentuan yang ada dalam masyarakat dan

agama. Semakin taat terhadap hal-hal yang sudah ditetapkan di


19

masyarakat dan agama, maka semakin besar keampuan individu untuk

dapat dianggap sebagai panutan masyarakat. Oleh sebab itu,

semakin tinggi pula penerimaan masyarakat terhadap individu

tersebut. Hal ini mendorong harga diri yang tinggi.

4. Keberhasilan Individu (Competence)

Keberhasilan dalam arti sukses dan mampu memenuhi tuntutan

profesi. Ditandai oleh keberhasilan individu dalam mengerjakan

bermacam-macam tugas atau pekerjaan dengan baik dan bervariasi

untuk tiap level dan kelompok tertentu.Apabila individu mengalami

kegagalan, maka harga dirinya akan menjadi rendah. Begitu juga

sebaliknya, apabila performansi seseorang sesuai dengan tuntutan dan

harapan, maka ia akan memiliki harga diri yangtinggi.9

3. Karakteristik Seseorang yang Mempunyai Self-Esteem Tinggi

Branden (dalam Ghufron, 2010) mengemukakan bahwa ciri-ciri

orang yang memiliki harga diri tinggi, yaitu (a) mampu menanggulangi

kesengsaraan dan kemalangan hidup, lebih tabah dan ulet, lebih mampu

melawan suatu kekalahan, kegagalan, dan keputusasaan; (b) cenderung

lebih berambisi; (c) memiliki kemungkinan untuk lebih kreatif dalam

pekerjaan dan sebagai sarana untuk menjadi lebih berhasil; (d) memiliki

kemungkinan lebih dalam dan besar dalam membina hubungan

9
Desmita. Psikologi Perkembangan Peserta Didik, Panduan BagiOrang Tua Dan Guru Dalam
Memahami Psikologi Anak Usia SD, SMP,Dan SMA. (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya,2012)
20

interpersonal (tampak) dan tampak lebih gembira dalam menghadapi

realitas. 10

Frey dan Carlock (dalam Ghufron, 2010) mengemukakan bahwa

individu dengan harga diri yang tinggi mempunyai ciri-ciri diantaranya

mampu menghargai dan menghormati dirinya sendiri, cenderung tidak

menjadi perfect, mengenali keterbatasannya, dan berharap untuk tumbuh.

Sebaliknya, individu yang memiliki harga diri rendah mempunyai ciri-ciri

cenderung menolak dirinya dan cenderung tidak puas.11

4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Self Esteem

Harga diri dalam perkembangannya terbentuk dari hasil interaksi

individu dengan lingkungan dan atas sejumlah penghargaan, penerimaan

dan pengertian orang lain terhadap dirinya. Menurut Ghufron ada beberapa

faktor yang mempengaruhi harga diri seseorang diantaranya:

1. Faktor jenis kelamin

Wanita selalu merasa harga dirinya lebih rendah dibandingkan dengan

pria. Seperti: perasaan kurang mampu, kepercayaan diri kurang

mampu dan merasa butuh perlindungan. Hal ini mungkin terjadi

karena peran orang tua dan harapan-harapan masyarakat yang

berbeda-beda, baik pada pria maupun wanita.

2. Inteligensi

Inteligensi sebagai gambaran lengkap kapasitas fungsional individu

sangat erat berkaitan dengan prestasi ,karena pengukuran inteligensi

10
M. Nur Ghufron & S. Rini Risnawati. Teori-Teori Psikologi., 43
11
Ibid, 43
21

selalu berdasarkan kemampuan akademis. Individu dengan harga diri

yang tinggi akan mencapai prestasi akademik yang tinggi dari pada

individu yang memiliki harga diri yang rendah. Selanjutnya,

dikatakan individu dengan harga diri yang tinggi memiliki skor

inteligensi yang lebih baik, taraf aspirasi yang lebih baik dan selalu

berusaha keras.

3. Kondisi fisik

Adanya hubungan yang konsisten antara daya tarik fisik dan tinggi

badan dengan harga diri. Individu dengan kondisi fisik yang menarik

cenderung memiliki harga diri yang tinggi dibandingkan individu

yang memiliki kondisi fisik yang kurang menarik.

4. Lingkungan keluarga

Peran keluarga sangat menentukan bagi perkembangan harga diri

seorang anak. Dalam keluarga, seorang anak mengenal orang tuanya

yang mendidik dan membesarkannya serta sebagai dasar untuk

bersosialisasi dalam lingkungan yang lebih besar. Keluarga harus

menemukan suatu kondisi dasar untuk mencapai perkembangan harga

diri anak yang baik. Perlakuan adil, pemberian kesempatan untuk aktif

dan mendidik yang demokratis akan membuat anak mendapat harga

diri yang tinggi. Dan orang tua yang sering memberikan hukuman dan

larangan dengan tanpa disertai alasan, akan menyebabkan anak merasa

tidak berharga atau memiliki harga diri yang rendah.


22

5. Lingkungan sosial

Pembentukan harga diri dimulai dari seseoraang yang menyadari

dirinya berharga atau tidak. Hal ini merupakan hasil dari proses

lingkungan, penghargaan, penerimaan dan perlakuan orang lain

terhadap dirinya. 12

Seperti telah diuraikan pada bagian sebelumnya, siswa yang

memiliki motivasi tinggi, tentu juga dibekali self esteem yang tinggi.

Sebaliknya, jika siswa tersebut memiliki motivasi rendah, tentu juga

memiliki self esteem yang rendah. Branden (dalam Ghufron, 2010) juga

menjelaskan bahwa tanpa dibekali self esteem yang sehat, individu akan

mengalami kesulitan untuk mengatasi tantangan hidup maupun untuk

merasakan berbagai kebahagiaan dalam hidupnya. Orang yang memiliki

self esteem tinggi, yaitu mampu menanggulangi kesengsaraan dan

kemalangan hidup, cenderung lebih berambisi, memiliki kemungkinan

untuk lebih kreatif dalam pekerjaan dan sebagai sarana untuk menjadi

lebih berhasil, memiliki kemungkinan lebih dalam dan besar dalam

membina hubungan interpersonal dan tampak lebih gembira dalam

menghadapi realitas. 13

B. Motivasi

1. Pengertian Motivasi

12
Ibid, 46
13
Ibid, 47
23

Sebelum mengacu pada pengertian motivasi, terlebih dahulu kita

menelaah pengidentifikasian kata motif dan motivasi. Pada dasarnya motif

merupakan pengertian yang melingkupi penggerak. Alasan-alasan atau

dorongan-dorongan dalam diri manusialah yang menyebabkan manusia

berbuat sesuatu. Semua tingkah laku pada hakikatnya mempunyai motif.

Sebagaimana yang diungkapkan oleh Alex Sobur motif merupakan

dorongan, hasrat, keinginan dan tenaga penggerak lainnya yang berasal

dari dalam dirinya, untuk melakukan sesuatu. Motif itu memberi tujuan

dan arah kepada tingkah laku kita. Juga berbagai kegiatan yang biasanya

kita lakukan sehari-hari mempunyai motif tersendiri.14

Secara etimologis, motif atau dalam bahasa Inggrisnya motive,

berasal dari kata motion, yang berarti “gerakan” atau “sesuatu yang

bergerak”. Jadi istilah “motif” erat kaitannya dengan “gerak”, yakni

gerakan yang dilakukan oleh manusia atau disebut juga perbuatan atau

tingkah laku. Motif dalam psikologi berarti rangsangan, dorongan atau

pembangkit tenaga bagi terjadinya suatu tingkah laku.15

Ada beberapa pendapat pengertian motif. Menurut Winkel dalam

bukunya Psikologi pengajaran, “motif adalah daya penggerak dalam diri

seseorang untuk melakukan sesuatu, demi mencapai tujuan tertentu”.16

Sebagaimana yang diungkapkan oleh Sardiman bahwa kata “motif”,

diartikan sebagai daya upaya yang mendorong seseorang untuk melakukan

sesuatu. Dan motif dapat dikatakan sebagai penggerak dari dalam dan di

14
Alex Sobur, Psikologi Umum (Bandung: Pustaka Setia, 2003), 267.
15
Ibid, 268.
16
W.S Winkel, Psikologi Pengajaran (Jakarta: Grafindo, 1996), 151.
24

dalam subjek untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi mencapai

suatu tujuan.17

Menurut Ngalim Purwanto bahwa yang dimaksud “motif adalah

segala sesuatu yang mendorong seseorang untuk bertindak melakukan

sesuatu”.18 Atau seperti yang dikatakan oleh Sartain dalam bukunya

Understanding of Humman Behavior yang kemudian juga dikutip oleh

Purwanto bahwa motif adalah suatu pernyataan yang kompleks di dalam

suatu organisme yang mengarahkan tingkah laku/perbuatan kesuatu tujuan

atau parangsang. 19

Meskipun para ahli memberikan pengertian tentang motif dengan

“bahasa” dan titik tekan yang berbeda-beda, sesuai dengan bidang ilmu

yang ia pelajari, pada dasarnya juga ada kesamaan pendapat yang dapat

ditarik mengenai motif ini, yakni bahwa motif adalah kondisi seseorang

yang mendorong untuk mencari suatu kepuasan atau mencari tujuan. Jadi

motif adalah suatu alasan atau dorongan yang menyebabkan seseorang

berbuat sesuatu, melalui tindakan atau bersikap tertentu.

Berawal dari kata “motif” diatas, maka motivasi dapat diartikan

sebagai daya penggerak yang telah menjadi aktif. Motif dapat menjadi

aktif pada saat-saat tertentu, terutama bila kebutuhan untuk mencapai

tujuan sangat dirasakan/mendesak. Sehigga semakin mendesaknya suatu

tujuan, maka akan semakin kuat pula motivasi seseorang, dan sebaliknya.

17
Sardiman A.M, Interaksi & Motivasi Belajar Mengajar (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003),
73.
18
Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1998), 60.
19
Ibid.
25

Berkaitan dengan pengertian motivasi, ada beberapa para ahli yang

mendefinisikan tentang motivasi adalah sebagai berikut:

a. Menurut Ngalim Purwanto “motivasi adalah “pendorongan”, yakni

usaha yang disadari untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang agar

ia tergerak hatinya untuk bertindak melakukan sesuatu sehingga

mencapai hasi atau tujuan tertentu”.20

b. Abraham Maslow berpendapat, “Motivasi is contant, never ending,

fluctuanting and complex, and that it is an almost universal

characteristic af particulary every organisme state of affairs”.21

Definisi dari Abraham Maslow ini diartikan oleh Fudyartanto, yakni

“motivasi adalah konstant (tetap), tidak pernah berakhir, berfluktuasi

dan kompleks, dan hal itu merupakan karakteristik universal pada tiap

kegiatan organisme. Dari penerjemahan tersebut, fudyartanto sendiri

menyimpulkan bahwa motivasi adalah usaha untuk membangkitkan

kegiatan dalam mencapai suatu tujuan. 22

c. Menurut James O. Whittaker yang diartikan oleh Wasty Soemanto,

bahwa ‘‘motivasi adalah kondisi-kondisi atau keadaan yang

mengaktifkan atau memberi dorongan kepada makhluk untuk

bertingkah laku mencapai tujuan yang ditimbulkan oleh motivasi

tersebut’’.23 Apa yang dikemukakan oleh Whittaker mengenai

motivasi ini berlaku umum, baik pada manusia maupun hewan.

20
Purwanto, Psikologi Pendidikan, 71.
21
Ki RBS Fudyartanto, Psikologi Pendidikan (Yogyakarta: Global Pustaka Utama, 2002), 71.
22
Ibid.
23
Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan (Jakarta: Rineka Cipta, 1998), 205.
26

d. John W. Santrock mengatakan, “motivasi adalah proses yang memberi

semangat, arah dan kegigihan perilaku. Artinya, perilaku yang

termotivasi adalah perilaku yang penuh energi, terarah dan bertahan

lama”. 24

e. Menurut McDonald yang dikutip oleh Oemar Hamalik, “Motivasi is a

energy change within the person characterized by affective arousal

and anticipatory goal reactions”. Motivasi adalah suatu perubahan

energi di dalam pribadi seseorang yang ditandai dengan timbulnya

afektif dan reaksi untuk mencapai tujuan. 25 Perumusan ini

mengandung tiga unsur yang saling berkaitan sebagai berikut:

1. Bahwa motivasi dimulai dari adanya perubahan energi dalam

diri individu. Perubahan-perubahan dalam motivasi timbul dari

perubahan-perubahan tertentu di dalam sistem neurofisiologis

yang ada pada organisme manusia. Karena hal ini menyangkut

perubahan energi manusia (walaupun motivasi itu muncul dari

dalam manusia), penampakannya akan menyangkut kegiatan fisik

manusia. Misalnya adanya perubahan dalam sistem pencernaan

akan menimbulkan motif lapar.

2. Motivasi ditandai dengan munculnya perasaan/feeling, afeksi

seseorang. Dalam hal ini motivasi relevan dengan persoalan

kejiwaan afeksi dan emosi yang dapat menentukan tingkah laku

manusia. Misalnya Amir terlibat dalam suatu diskusi, karena dia

24
John W. Santrock, Psikologi Pendidikan (Jakarta: Kencana, 2007), 510.
25
Oemar Hamalik, Psikologi Belajar dan Mengajar (Bandung: Sinar Baru, 1992), 173.
27

merasa tertarik pada masalah yang akan dibicarakan, dia akan

berbicara dengan kata-kata dan suara yang lancar dan tepat.

3. Motivasi ditandai oleh reaksi-reaksi untuk mencapai tujuan. Jadi

motivasi dalam hal ini sebenarnya merupakan respon dari suatu

aksi, yakni tujuan. Motivasi memang muncul dari dalam diri

manusia, namun kemunculannya karena terangsang/terdorong

oleh adanya unsur lain, dalam hal ini adalah tujuan. Tujuan ini

akan menyangkut soal kebutuhan. Misalnya Dewi ingin mendapat

hadiah, maka ia akan belajar, mengikuti ceramah, bertanya,

membaca buku, mengikuti tes dan sebagainya. 26

Dengan ketiga elemen di atas, maka dapat dikatakan bahwa

motivasi itu sebagai sesuatu yang kompleks. Motivasi akan menyebabkan

terjadinya perubahan energi yang ada pada diri manusia, sehingga akan

terhanyut dengan persoalan gejala kejiwaan, perasaan dan juga emosi yang

kemudian bertindak atau melakukan sesuatu. Semua ini didorong karena

adanya tujuan.

Menurut kebanyakan definisi motivasi menurut beberapa pendapat

di atas mengandung tiga komponen pokok, yaitu menggerakkan,

mengarahkan dan menopang tingkah laku manusia:

a) Menggerakkan berarti menimbulkan kekuatan pada individu,

memimpin seseorang untuk bertindak dengan cara tertentu. Misalnya

26
Sardiman, Interaksi & Motivasi Belajar Mengajar, 74.
28

kekuatan dalam hal ingatan, respon-respon efektif dan kecenderungan

mendapat kesenangan.

b) Motivasi juga mengarahkan atau menyalurkan tingkah laku. Dengan

demikian ia menyediakan suatu orientasi tujuan. Tingkah laku

diarahkan terhadap sesuatu.

c) Untuk menjaga dan menopang tingkah laku, lingkungan sekitar harus

menguatkan (reinforce) intensitas dan arah dorongan-dorongan dan

ketakutan-ketakutan individu.

Berdasarkan uraian di atas, penulis dapat disimpulkan bahwa

motivasi adalah suatu kekuatan yang mendorong manusia untuk

melakukan sesuatu, menentukan arah perbuatan manusia. Motivasi

merupakan berbagai macam kondisi dalam (mental) maupun kondisi luar

(fisik) individu yang berpengaruh dalam menetapkan kekuatan atau

intensitas perbuatan untuk mencapai tujuan. Motivasi akan menyebabkan

terjadinya suatu perubahan yang ada pada diri manusia dan merupakan

serangkaian kondisi-kondisi tertentu, sehingga seseorang mau dan ingin

melakukan sesuatu.

Jadi perbedaan antara motif dan motivasi yakni, motif adalah daya

dalam diri seseorang yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu,

atau keadaan seseorang yang menyebabkan kesiapannya untuk memulai

serangkaian tingkah laku atau perbuatan. Sedangkan motivasi adalah suatu

proses untuk menggiatkan motif-motif menjadi perbuatan atau tingkah

laku untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan, atau keadaan dan
29

kesiapan dalam diri individu yang mendorong tingkah lakunya untuk

berbuat sesuatu dalam mencapai tujuan.

2. Pengertian Motivasi Belajar

Dalam dunia pendidikan antara motivasi dan belajar merupakan

dua istilah yang tidak bisa dipisahkan, bahkan selalu bertalian, sehingga

karena eratnya seakan-akan tidak ada aktivitas belajar jika tanpa motivasi,

sebab motivasi merupakan dorongan dasar yang bisa menimbulkan

aktivitas belajar.

Motivasi merupakan dorongan yang ada dalam hati dan jiwa

manusia yang mempunyai sifat abstrak akan tetapi eksistensinya dapat

diketahui melalui gejala-gejala yang tampak berupa perbuatan atau

membimbing manusia untuk bergerak, berkembang, memajukan dan

mengembangkan potensi atau fitrah yang dimilikinya.

Adapun beberapa pendapat tentang definisi motivasi belajar, antara

lain sebagai berikut:

a. Menurut Amir Daien Indrakusuma, “motivasi belajar adalah kekuatan-

kekuatan atau tenaga-tenaga yang dapat memberikan dorongan kepada

kegiatan belajar murid”.27

b. Tadjab dalam bukunya Ilmu Jiwa Pendidikan mengemukakan,

“motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak psikis di dalam

diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, menjamin kelangsungan

27
Amir Daien Indrakusuma, Pengantar Ilmu Pengetahuan (Surabaya: Usaha Nasional, 1973), 162.
30

kegiatan belajar dan memberikan arah pada kegiatan belajar demi

mencapa suatu tujuan”. 28

c. Menurut Ki RBS Fudyartanto dalam bukunya Psikologi Pendidikan,

“motivasi belajar maksudnya adalah mendorong atau memberi

semangat kepada individu yang melakukan kegiatan belajar, agar lebih

giat belajar dan prestasinya meningkat lebih baik”. 29

d. Hamzah B. Uno dalam bukunya Teori Motivasi & Pengukurannya juga

mengemukakan, “hakikat motivasi belajar adalah dorongan internal dan

eksternal pada siswa yang sedang belajar untuk mengadakan perubahan

tingkah laku”.30

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa motivasi belajar adalah

segala penggerak atau dorongan psikis siswa untuk menimbulkan kegiatan

belajar untuk mencapai suatu tujuan.

Pentingnya motivasi berhubungan erat dengan bangkitnya minat

siswa dalam belajar dan perluasannya menimbulkan motivasi sebagai

dasar utama dari perbuatan pelajar. Guru harus selalu memberi semangat

untuk menemukan stimulus yang akan menimbulkan perasaan-perasaan

senang atau memuaskan supaya minat belajar bertahan lama yang cukup

baginya untuk menguasai bahan-bahan pelajaran.

Sebagaimana yang diungkapkan Chalidjah Hasan, “motivasi

sebagai gejala psikologi menjadi amat penting dalam pengembangan dan

28
Tadjab, Ilmu Jiwa Pendidikan (Surabaya: Karya Abditama, 1994), 102.
29
Ki RBS Fudyartanto, Psikologi Pendidikan, 258
30
Hamzah B. Uno dalam bukunya Teori Motivasi & Pengukurannya (Analisis Dibidang
Pendidikan) (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), 31.
31

pembinaan potensi individu karena potensi motivasi menjadi satu kekuatan

seseorang untuk melakukan sesuai dengan yang diinginkan serta tingkat

kekuatannya untuk mencapai keinginan tersebut”.31

3. Fungsi Motivasi dalam belajar

Motivasi sangat berperan dalam belajar, dengan motif inilah siswa

menjadi tekun dalam belajar, sehingga belajarnya akan optimal. Semakin

tepat motivasi yang diberikan, maka akan semakin berhasil belajar

tersebut. Jadi motif senantiasa menentuan intensitas usaha belajar bagi

para siswa.

Adapun fungsi motivasi menurut Djamarah ada tiga, yaitu:

a. Motivasi sebagai pendorong timbulnya perbuatan

Awal mulanya anak didik tidak ada hasrat untuk belajar, tetapi karena

ada sesuatu yang dicari, maka muncullah motivasi untuk belajar. tanpa

motivasi tidak akan timbul perbuatan seperti belajar. Jadi, motivasi

yang berfungsi sebagai pendorong ini mempengaruhi sikap apa yang

seharusnya anak didik ambil dalam rangka belajar.

b. Motivasi sebagai pengarah perbuatan

Artinya mengarahkan perbuatan kepada pencapaian tujuan yang

diinginkan. Sehingga anak didik yang mempunyai motivasi mampu

menyeleksi mana perbuatan yang harus dilakukan dan mana perbuatan

uyang tidak dilakukan.

c. Motivasi sebagai penggerak perbuatan

31
Hasan, Dimensi-dimensi Psikologi Pendidikan, 42.
32

Yakni berfungsi sebagai mesin mobil. Besar kecilnya motivasi akan

menentukan cepat atau lambatnya suatu pekerjaan. Dorongan psikologis

yang melahirkan sikap terhadap anak didik ini merupakan suatu

kekuatan yang tak terbendung, yang kemudian menjelma dalam bentuk

gerakan psikofisik. Sehingga anak didik melakukan aktivitas belajar

dengan segenap jiwa dan raganya.32

4. Unsur-Unsur Yang Mempengaruhi Motivasi Belajar Siswa

Belajar adalah suatu hal yang diwajibkan untuk semua siswa di

sekolah. Namun dalam pelaksanaannya selalu ada hambatan-hambatan

yang membuat siswa malas untuk belajar. Menurut Dimyati dan Mudjiono

terdapat beberapa unsur yang mempengaruhi motivasi belajar siswa, antara

lain:

a. Cita-cita atau aspirasi siswa

Motivasi belajar tampak pada keinginan anak sejak kecil seperti

keinginan berjalan, makan-makanan yang lezat, berebut mainan, dapat

membaca, dapat menyanyi, dan lain-lain. Keberhasilan mencapai

keinginan tersebut menumbuhkan kemauan bergiat bahkan dikemudian

hari menimbulkan cita-cita dalam kehidupan.

Dari segi pembelajaran, penguatan dengan hadiah atau juga

hukuman akan dapat mengubah keinginan menjadi kemauan, dan

kemudian kemauan menjadi cita-cita. 33

b. Kemampuan siswa

32
Djamarah, Psikologi Belajar,123.
33
Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran (Jakarta: PT. Rineka CIpta, 2006), 97.
33

Keinginan siswa perlu dibarnegi dengan kemampuan atau

kecakapan untuk mencapainya. Kemampuan ini meliputi beberapa

aspek yang terdapat dalam diri siswa, misalnya pengamatan, perhatian,

dan daya piker fantasi, dengan kemampuan yang dimilikinya akan

memperkuat motivasi siswa untuk melakukan tugas-tugas

perkembangan.

c. Kondisi siswa

Kondisi siswa yang meliputi kondisi jasmani dan rohani

mempengaruhi motivasi belajar. Siswa yang sedang sakit, lapar, atau

marah-marah akan menganggu perhatian belajar. Sebaliknya siswa yang

sehat, kenyang dan gembira akan mudah memusatkan perhatian.

d. Kondisi Lingkungan Siswa

Lingkungan siswa dapat berupa keadaan alam lingkungan tempat

tinggal (keluarga). Pergaulan sebaya dan kehidupan kemasyarakatan.

Sebagai anggota masyarakat maka siswa dapat terpengaruh oleh

lingkungan sekitar. Bencana alam, tempat tinggal yang akan

mengganggu kesungguhan belajar, sebaliknya lingkungan sekolah yang

indah, pergaulan siswa yang rukun akan memperkuat motivasi belajar. 34

e. Unsur-unsur dinamis dalam belajar dan pembelajaran

34
Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pengajaran…,99.
34

Siswa memiliki perasaan, perhatian, keamanan, ingatan dan

pikiran yang mengalami perubahan dank arena pengalaman hidup.

Pengalaman dengan teman sebayanya berpengaruh pada motivasi dan

perilaku belajar. Lingkungan siswa yang berupa lingkungan alam.

Lingkungan tempat tinggal, dan pergaulan juga mengalami perubahan.

Lingkungan budaya siswa yang berupa surat kabar, majalah, radio,

televisi dan film semakin menjangkau siswa. Kesemua lingkungan

tersebut medinamiskan motivasi belajar siswa.

f. Upaya guru dalam membelajarkan siswa

Upaya yang dimaksud disini adalah bagiamana guru

mempersiapkan diri dalam mebelajarkan siswa mulai dan penguasaan

materi, cara menyampaikannya, menarik perhatian siswa, mengevaluasi

hasil belajar siswa. Bila upaya tersebut dilaksanakan dengan

berorientasi pada kepentingan siswa, maka diharapkan upaya tersebut

menimbulkan motivasi belajar siswa. Dalam hal ini guru harus mampu

untuk mengendalikan kelas yang dipegangnya.

5. Indikator Motivasi Belajar

Motivasi dan belajar merupakan dua hal yang saling

mempengaruhi. Belajar adalah perubahan tingkahlaku secara relativ

permanen dan secara potensial terjadi sebagai hasil dari praktik atau

penguatan yang dilandasi tujuan untuk mencapai tujuan tertentu.

Motivasi belajar dapat timbul karena faktor intrinsik berupa hasrat

dan keinginan berhasil dan dorongan kebutuhan belajar, harapan akan


35

cita-cita. Sedangkan faktor ekstrinsiknya adalah adanya penghargaan.

Lingkungan belajar yang kondusif dan kegiatan belajar yang menarik,

kegiatan belajar yang menarik harus diciptakan oleh seorang guru,

melalui berbagai cara, misalnya dengan metode belajar yang disukai

siswa, dengan kedekatan guru dalam pembelajaran dan lain-lain.

Motivasi belajar yang ada pada diri siswa memiliki ciri-

ciri/indikator sebagai berikut:

a. Tekun menghadapi tugas.

b. Ulet menghadapi kesulitan

c. Tidak memerlukan dorongan dari luar untuk berprestasi

d. Ingin mendalami bahan atau bidang pengetahuan yang diberikan

e. Selalu berusahan berprestasi sebaik mungkin

f. Menunjukkan minat terhadap macam-macam masalah

g. Senang dan rajin belajar, penuh semangat, tidak cepat bosan dengan

tugas-tugas rutin, dapat mempertahankan pendapatnya

h. Mengejar tujuan-tujuan jangka panjang (dapat menunda pemuasan

kebutuhan sesaat yang ingin dicapai kemudian).

i. Senang mencari dan memecahkan soal-soal.35

Sementara Abin Syamsuddin mengatakan bahwa, meskipun

motivasi sebagai kekuatan dalam diri seseorang namun keberadaannya

merupakan suatu substansi yang tidak dapat diamati. Sehingga yang

35
Hamzah B. Uno dan Masri Kuadrat, Mengelola Kecerdasan Dalam Pembelajaran: Sebuah
Konsep pembelajaran Berbasis Kecerdasan (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), 21-22.
36

dapat diteliti ialah mengidentifikasi indikator-indikatornya dalam term-

term tertentu, antara lain:

a. Durasinya kegiatan (berapa lama kemampuan penggunaan waktunya

untuk melakukan kegiatan).

b. Frekuensinya kegiatan (berapa sering kegiatan dilakukan dalam

periode waktu tertentu).

c. Persistentsinya (ketetapan dan kelekatannya) pada tujuan kegiatan.

d. Ketabahan, keuletan dan kemampuannya dalam menghadapi

rintangan dan kesulitan untuk mencapai tujuan.

e. Devosi (pengabdian) dan pengorbanan (uang, tenaga, pikiran bahkan

jiwanya atau nyawanya) untuk mencapai tujuan.

f. Tingkatan aspirasinya (maksud, rencana, cita-cita, sasaran atau

target, dan idolanya).

g. Tingkatan kualifikasi prestasi atau produk atau output yang dicapai

dari kegiatannya (berapa banyak, memadai atau tidak, memuaskan

atau tidak).

h. Arah sikapnya terhadap sasaran kegiatan (like or dislike, positif atau

negatif). 36

Siswa yang termotivasi dalam belajarnya dapat dilihat dari

karakteristik tingkah laku yang menyangkut minat, ketajaman,

perhatian, konsentrasi dan ketekunan. Siswa yang memiliki motivasi

36
Abin Syamsuddin Makmun, Psikologi Kependidikan Perangkat Sistem Pengajaran Modul
(Bandung: Remaja Rosdakarya, 1998), 30.
37

rendah dalam belajarnya menampakkan keengganan, cepat bosan dan

berusaha menghindar dari kegiatan belajar. Motivasi menjadi salah satu

faktor yang turut menentukan belajar yang efektif.

Dengan memperhatikan beberapa indikator di atas, maka

pendekatan dan pengukuran yang dapat dilakukan untuk mengetahui

motivasi antara lain:

a. Tes tindakan (performance test) disertai observasi untuk

memperoleh informasi dan data tentang persistensi, keuletan,

ketabahan dan kemampuan menghadapi masalah, durasi dan

frekuensinya.

b. Kuesioner dan inventori terhadap subjeknya untuk mendapat

informasi tentang devosi dan pengorbanannya, aspirasinya.

c. Mengarang bebas untuk mengetahui cita-cita dan aspirasinya.

d. Tes prestasi dan skala sikap untuk mengetahui kualifikasi dan arah

sikapnya.37

C. Remaja

1. Batasan Usia Remaja

Hurlock, membagi masa remaja menjadi dua bagian, yaitu masa remaja

awal dan masa remaja akhir. Awal masa remaja dimulai dari usia 13 tahun

sampai 16 atau 17 tahun. Masa remaja akhir dimulai dari usia 16 tahun atau

17 tahun sampai 18 tahun, yaitu usia matang secara hukum. 38

37
Abin Syamsuddin Makmun, Psikologi Kependidikan Perangkat Sistem Pengajaran Modul, 30.
38
Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang
Kehidupan (Jakarta: Erlangga, 1980), 206.
38

2. Ciri-ciri masa remaja akhir

Ada beberapa ciri pokok yang penting dalam masa remaja akhir, yaitu:

a. Kestabilan bertambah

Dalam masa ini telah menunjukkan kestabilan yang bertambah,

bilamana dibandingkan dengan masa remaja awal. Perubahan ini

nampak dalam hal minat-minatnya, hal pemilihan jabatan, pakaian,

rekreasi dan tingkah laku yang berhubungan dengan emosinya, serta

lebih dapat mengadakan penyesuaian-penyesuaian dalam banyak aspek

kehidupan.

b. Lebih matang dalam cara menghadapi masalah

Pada masa ini cara-cara dalam mengahadapi masalah adalah lebih

matang. Dan makin lama makin dapat menyelesaikan masalah-masalah

sendiri, sehingga ia lebih pandai menyesuaikan diri, lebih berbahagia,

lebih mudah dan menyenangkan dalam pergaulan.

c. Ikut campur tangan dari orang dewasa berkurang

Masa ini dimana masa remaja yang telah matang tingkah lakunya, telah

lebih banyak perhatiannya terhadap perencanaan dan persiapan masa

depannya dan tidak bersikap menentang lagi terhadap orang dewasa,

maka orang dewasa tidak terlalu memikirkannya dan mengkhawatirkan

keadaannya serta tidak banyak ikut campur tangan Bdengannya.

d. Ketenangan emosional bertambah

Oleh karena anak remaja dalam masa ini lebih mendapatkan kebebasan,

maka ia akan mendapatkan ketenangan emosional. Dan pada masa ini


39

sedikit demi sedikit akan dapat menguasai emosi-emosinya.

e. Pikiran realistis bertambah

Remaja akhir telah mulai menilai dirinya sebagaimana adanya,

menghargai miliknya, keluarganya, orang-orang lain seperti keadaan

sesungguhnya. 39

D. Hubungan Antara Motivasi Belajar dengan Harga Diri / Self Esteem

Seperti telah diuraikan pada bagian sebelumnya, siswa yang memiliki

motivasi tinggi, tentu juga dibekali self esteem yang tinggi. Sebaliknya, jika

siswa tersebut memiliki motivasi rendah, tentu juga memiliki self esteem yang

rendah. Menurut Branden self esteem merupakan kepercayaan diri pada

kemampuan kita dalam menghadapi tantangan hidup, keyakinan akan diri kita

memiliki hak untuk bahagia, perasaan berharga, berjasa, berhak untuk

menyatakan kebutuhan dan keinginan kita, dan menikmati buah dari usaha

kita.40

Branden juga menjelaskan bahwa tanpa dibekali self esteem yang sehat,

individu akan mengalami kesulitan untuk mengatasi tantangan hidup maupun

untuk merasakan berbagai kebahagiaan dalam hidupnya. Orang yang

memiliki self esteem tinggi, yaitu mampu menanggulangi kesengsaraan dan

kemalangan hidup, lebih tabah dan ulet, lebih mampu melawan suatu

kekalahan, kegagalan, dan keputusasaan; cenderung lebih berambisi;

39
Soesilowindradini , Psikologi Perkembangan (Masa Remaja),(Surabaya: Usaha Nasional, 1985),
203.
40
Nathaniel Branden. Kiat Jitu Meningkatkan Harga Diri.( Jakarta: Pustaka Delapratasa,2007),
78.
40

memiliki kemungkinan untuk lebih kreatif dalam pekerjaan dan sebagai

sarana untuk menjadi lebih berhasil; memiliki kemungkinan lebih dalam dan

besar dalam membina hubungan interpersonal (tampak) dan tampak lebih

gembira dalam menghadapi realitas. 41

Individu yang mempunyai harga diri rendah sering menunjukkan perilaku

yang kurang aktif, tidak percaya diri dan tidak mampu mengekspresikan diri.

Sebaliknya individu yang mempunyai harga diri yang tinggi cenderung

dengan penuh keyakinan, mempunyai kompetensi dan sanggup mengatasi

masalah-masalah kehidupan. Semakin tinggi harga diri seseorang, maka

semakin hormat dan bijak dalam memperlakukan orang lain. 42

41
Ibid, 67
42
Ibid, 89

Anda mungkin juga menyukai