Anda di halaman 1dari 22

ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS PADA POST BEDAH MAYOR

Dosen Pengampu: Naylil Mawaddah R, M.Kep

Disusun Oleh:

No NAMA NIM
1 Elvina Fitria Maharani 18631706
2 Seftiana Putri Widodo 18631704
3 Eko Bayu Prakoso 18631683
4 Arum Ardiana Azizah 18631678
5 Destria Ardiana Putri 18631655
6 Sari Oktavia 18631651

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKUKTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO

2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat,serta taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah pada
waktunya tentang “Asuhan Keperawatan Kritis Pada Post Bedah Mayor”

Pada kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada dosen
mata kuliah keperawatan kritis yaitu Ibu Naylil Mawaddah R, M.Kep yang telah
memberikan tugas terhadap kami. Kami mengucapkan banyak terimakasih kepada pihak-
pihak yang ikut membantu dalam pembuatan makalah ini.

Kamai jauh dari sempurna. Dan ini merupakan langkah yang baik dari studi yang
sesungguhnya. Oleh karena itu, keterbatasan waktu dan kemampuan kami, maka kritik dan
saran yang membangun senntiasa kami harapkan semoga makalah ini dapat berguna bagi
kami khusunya dan pihak lain yang berkepentingan pada umumnya.

Ponorogo, 2 Oktober 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI....................................................................................................................

BAB I ..............................................................................................................................

1. PENGERTIAN.....................................................................................................
2. ETIOLOGI...........................................................................................................
3. MANIFESTASI KLINIS.....................................................................................
4. PATOFISIOLOGI................................................................................................
5. PARTHWAY.......................................................................................................
6. KOMPLIKASI.....................................................................................................
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG.........................................................................
8. PENATALAKSANAAN.....................................................................................

BAB II..............................................................................................................................

1. PENGKAJIAN.....................................................................................................
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN..........................................................................
3. INTERVENSI......................................................................................................
4. IMPLEMENTASI................................................................................................
5. EVALUASI..........................................................................................................

BAB III.............................................................................................................................

KESIMPULAN................................................................................................................

SARAN............................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1. PENGERTIAN

Operasi adalah semua tindakan pengobatan yang menggunakan cara invasif dengan
membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan di tangani. Pembukaan pada tubuh
dengan membuat sayatan. Setelah bagian yang akan di tangani ditampilkan, dilakukan
tindakan perbaikan yang akan di akhiri dengan penutupan dan penjahitan luka (Wahyu
Sapitri, Mugi Hartoyo, 2015)

Klasifikasi operasi terbagi menajdi dua, yaitu operasi minor dan operasi mayor. Operasi
minor adalah operasi yang secara umum bersifat selektif, bertujuan untuk memperbaiki
fungsi tubuh, mengangkat lesi pada kulit dan memperbaiki defomitos, contohnya pencabutan
gigi, pengangkatan kutil, kuretase, operasi katarak, operasi katarak, dan arthoskopi. Operasi
mayor adalah operasi bersifat selektif, urgen, dan emergension. Tujuan dari operasi ini adalah
untuk menyelamatkan nyawa, mengangkat atau memperbaiki bagian tubuh, memperbaiki
fungsi tubuh dan meningkatkan kesehatan, contohnya koleksistektomi, nefrektomi,
kolostomi, histerektomi, mastektomi, amputasi, dan oprasi akibat trauma (Kurniawan et al.,
2018)

Post Operasi adalah masa setelah dilakukan pembedahan yang dimulai saat pasient
dipindahlanke ruang pemulihan dan berakhir sampai evaluasi selanjutnya. Proses
keperawatan pascaoperasi pada praktiknya akan dilakukan secara berkelanjutan baik di ruang
pemulihan, ruang intensif, dan ruang rawat inap bedah. Fase pascaoperasi adalah suatu
dimana pasien sudah masuk di ruang pulih sadar sampai pasien dalam kondisi sadar betul
untuk dibawa keruang rawat inap.

1. ETIOLOGI

Prosedur bedah pada dasarnya terbagi pada tiga kelompok besar, yang di dalamnya
masih akan terbagi lagi sesuai kategorinya.berikut rincianya.

1. Kelompok operasi berdasarkan tujuan

Kelompok pertama ini menggolongkan prosedur bedah berdasarkan tujuan dari


tindakan medis ini dilakukan. Pada dasarnya operasi dianggap sebagai metode pengobatan,
namun tindakan medis ini dapat digunakan untuk:

A) Mendiagnosis

Operasi yang digunakan untuk mediagnosis penyakit tertentu, seperti operasi biopsi
yang sering dilakukan untuk memastikan dugaan adanya kanker pda atau tumor pada bagian
tubuh tertentu.

B) Mencegah

Tak hanya mengobati, bedah dilakukan juga untuk mencegah suatu kondisi yang lebih
buruk lagi.

1
C) Menghilangkan

Operasi ini dilakukan dengan tujuan untuk mengangkat sejumlah jaringan dalam
tubuh.

D) Mengembalikan

Operasi juga dilakukan untuk mengembalikan suatu fungsi tubuh menjadi normal
kembali.

E) Paliatif

Jenis operasi ini ditunjukkan mengurangi rasa sakit yang dirasakan oleh pasien yang
biasanya mengalami penyakit kronis stadium akhir.

2. Kelompok operasi berdasarkan tingkat resiko

Setiap operasi bedah pasti memiliki resiko, tetapi tingkat resikonya tentu berbeda-
beda. Berikut adalah pengelompokkan operasi berdasarkan tingkat resikonya:

A) Bedah Mayor

Merupakan operasi yang dilakukan di bagian tubuh seperti kepala, dada, dan perut. Salah
satu contoh operasi ini adalah: operasi cangkok organ, operasi tumor otak, atau operasi
jantung.

B) Bedah minor

Kebalikan dari tindakan bedah mayor, operasi ini tidak membuat pasiennya harus
menunggu lama untuk pilih kembali. Bahkan dalam beberapa jenis operasi, pasien
diperbolehkan pulang pada hari yang sama, contohnya operasinya adalah seperti biopsi pada
jaringan payudara

3. Kelompok operasi berdasarkan teknik


A) Operasi bedah terbuka

Metode ini biasanya disebut dengan operasi konvensional, yaitu tindakan medis yang
membuat sayatan pada bagian tubuh dengan menggunakan psiau khusus. Contohnya adalah
operasi jantung dll

B) Laparaskopi

Jika sebelumnya operasi dilakukan dengan menyayat bagian tubuh, pada laparaskopi, ahli
bedah hanya akan menyayat sedikit dan membiarkan alat seperti selang masuk ke dalam
lubang yang telah dibuat, untuk mengetahui masalah yang terjadi di dalam tubuh

2
2. MANIFESTASI KLINIS
1. Sistem Kardiovaskuler
a. Pendarahan
 Tekanan darah menurun
 Meningkatkan denyut jantung dan pernafasan
 Denyut nadi lemah, kulit dingin, lembab, pucat, serta gelisah
 Eksternal : peningkatan drainase yang mengandungdarah pada balutan atau melalui
drine
b. Hipoksia
2. Sistem Pernafasan
 Depresi pernafasan: pernafasan yang dangkal dan lambat serta batuk yang lemah
 Frekuensi , irama, kedalaman ventilasi pernafasan, kesimetrisan gerakan dinding
dada, bunyi nafas abnormal, dan membran mukosa.
3. Sistem Persyarafan
a) Tingkat kesadaran (GCS) : coma
4. Sistem Traktus Uniranius
a) Retensi urine
5. Sistem Gastroistestinal
 Mual, muntah
 Belum flaktus atau defekasi
6. Luka Operasi
 Infeksi: luka yang masih basah dan ada pengumpalan cairan (mungkin dapat
disebabkan beberapa factor adalah seperti diabetes melitus, imunosupresi, keganasan,
dan mall nutrisi.

3. PATOFISIOLOGI

Operasi adalah semua tindakan pengobatan yang menggunakan cara invasif dengan
membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani. Pembukaan tubuh ini
umumnya dilakukan dengan membuat sayatan. Setelah bagian yang akan ditangani
ditampilkan, dilakukan tindakan perbaikan yang akan diakhiri dengan penutupan dan
penjahitan luka (Syamsuhidajat, 2010).

Pembedahan pada dasarnya merupakan trauma yang akan menimbulkan perubahan faal,
sebagai respon terhadap trauma. Gangguan faal tersebut meliputi tanda- tanda vital serta
organ-organ vital seperti sistem respirasi, sistem kardiovaskular, panca indera (SSP), sistem
urogenital, sistem pencernaan dan luka operasi.

1. Sistem Kardiovaskuer

Pasien mengalami komplikasi kardiovaskular akibat kehilangan darah secara aktual dan
potensial dari tempat pembedahan, balans cairan, efek samping anastesi, ketidakseimbangan
elektrolit dan depresi mekanisme resulasi sirkulasi normal.

3
Masalah yang sering terjadi adalah pendarahan. Kehilangan darah terjadi secara eksternal
melalui drain atau insisi atau secara internal luka bedah. Pendarahan dapat menyebabkan
turunnya tekanan darah: meningkatnya kecepatan denyut jantung dan pernafasan (denyut nadi
lemah, kulit dingin, lembab, pucat, serta gelisah). Apabila pendarahan terjadi secara
eksternal, memperhatikan adanya peningkatan drainase yang mengandungi darah pada
balutan atau melalui drain.

2. Sistem Pernafasan

Obat anastesi tertentu dapat menyebabkan depresi pernafasan sehingga perlu waspada
terhadap pernafasan yang dangkal dan lambat serta batuk yang lemah. Frekuensi, irama,
kedalaman ventilasi pernafasan, kesimetrisan gerakan dinding dada, bunyi nafas dan
membrane mukosa dimonitor.

3. Sistem Persyarafan

Setelah dilakukan pembedahan, pasien memiliki tingkat kesadaran yang berbeda. Oleh
karena itu, seorang harus memonitor tingkat respon pasien dengan berbagai cara. Misalnya
dengan memonitor fungsi pendengaran atau penglihatan. Apakah pasien dapat berespon
dengan baik ketika diberi stimulus atau tidak sama sekali. Ataupun juga dapat memonitor
tingkat kesadaran dengan menentukan Skala Koma Glasgow / Glasgow Coma Scale (GCS).
GCS ini memberikan 3 bidang fungsi neurologik: memberikan gambaran pada tingkat
responsif pasien dan dapat digunakan dalam mengevaluasi motorik pasien, verbal, dan respon
membuka mata

4. Sistem Perkemihan

Retensi urine paling sering terjadi pada kasus-kasus pembedahan rektum, anus, vagina,
herniofari dan pembedahan pada daerah abdomen bawah. Penyebabnya adalah adanya
spasme spinkter kandung kemih.

5. Sistem Gastrointestinal

Setelah pembedahan, harus dipantau apakah pasien telah flatus atau belum. Intervensi
untuk mencegah komplikasi gastrointestinal akan mempercepat kembalinya eleminasi normal
dan asupan nutrisi. Pasien yang menjalani bedah pada struktur gastrointestinal membutuhkan
waktu beberapa hari agar diitnya kembali normal. Peristaltik normal mungkin tidak akan
terjadi dalam waktu 2-3 hari. Sebaliknya pasien yang saluran gastrointestinalnya tidak
dipengaruhi langsung oleh pembedahan boleh mengkonsumsi makanan setelah pulih dari
pengaruh anastesi, tindakan tersebut dapat mempercepat kembalinya eliminasi secara normal.

6. Luka Operasi

Prosedur pembedahan biasanya dilakukan dengan meminimalisasi resiko infeksi dengan


menggunakan alat yang steril. Maka, kemungkinan luka tersebut untuk terjadi infeksi adalah
juga minimal. Namun, jika ada risiko diidentifikasi luka tersebut bermasalah, seperti ada luka
yang masih basah dan ada pengumpulan cairan, maka hal tersebut mungkin dapat disebabkan

4
beberapa faktor. Antaranya adalah seperti diabetes mellitus, imunosupresi, keganasan dan
malnutrisi, cara penutupan luka, infeksi dan apa pun yang mungkin menyebabkan penekanan
berlebihan pada luka

4. KOMPLIKASI

Komplikasi yang muncul pada pasien post bedah diantaranya:

1. Pernapasan

Komplikasi pernapasan yang mungkin timbul termasuk hipoksemia yang tidak terdeteksi,
atelektasis, bronkhitis, bronkhopneumonia, pneumonia lobaris, kongesti pulmonal hipostatik,
plurisi, dan superinfeksi. Gagal pernapasan merupakan fenomena pasca-operasi, biasanya
karena kombinasi kejadian. Kelemahan otot setelah pemulihan dari relaksan yang tidak
adekuat, depresi sentral dengan opioid dan zat anestesi, hambatan batuk dan ventilasi
alveolus yang tak adekuat sekunder terhadap nyeri luka bergabung untuk menimbulkan gagal
pernapasan restriktif dengan retensi CO2sertakemudian narkosis CO2, terutama jika PO2
dipertahankan dengan pemberian oksigen.

2. Kardiovaskuler

Komplikasi kardiovaskuler yang dapat terjadi antara lain hipotensi, hipertensi, aritmia
jantung, dan payah jantung. Hipotensi didefinisikan sebagai tekanan darah systole kurang
dari 70 mmHg atau turun lebih dari 25% dari nilai sebelumnya. Hipotensi dapat disebabkan
oleh hipovolemia yang diakibatkan oleh perdarahan, overdosis obat anestetika, penyakit
kardiovaskuler seperti infark miokard, aritmia, hipertensi, dan reaksi hipersensivitas obat
induksi, obat pelumpuh otot, dan reaksi transfusi. Hipertensi dapat meningkat pada
periode induksi dan pemulihan anestesia. Komplikasi hipertensi disebabkan oleh analgesik
dan hipnosis yang tidak adekuat, batuk, penyakit hipertensi yang tidak diterapi, dan ventilasi
yang tidak adekuat.

3. Perdarahan

Penatalaksanaan perdarahan seperti halnya pada pasien syok. Pasien diberikan posisi
terlentang dengan posisi tungkai kaki membentuk sudut 20 derajat dari tempat tidur
sementara lutut harus di jaga tetap lurus. Penyebab perdarahan harus dikaji dan diatasi.
Luka bedah harus selalu diinspeksi terhadap perdarahan. Jika perdarahan terjadi, kassa st
eril dan balutan yang kuat dipasangkan dan tempat perdarahan ditinggikan pada posisi
ketinggian jantung. Pergantian cairan koloid disesuaikan dengan kondisi pasien (Majid et al,
2011). Manifestasi klinis meliputi gelisah, gundah, terus bergerak, merasa haus, kulit dingin-
basah-pucat, nadi meningkat, suhu turun, pernafasan cepat dan dalam, bibir dan konjungtiva
pucat dan pasien melemah. Penatalaksanaan pasien dibaringkan seperti pada posisi pasien
syok, sedatif atau analgetik diberikan sesuai indikasi, inspeksi luka bedah, balut kuat jika
terjadi perdarahan pada luka operasi dan transfusi darah atau produk darah lainnya.

5
4. Hipertermia maligna

Hipertermi malignan sering kali terjadi pada pasien yang dioperasi. Angka
mortalitasnya sangat tinggi lebih dari 50%, sehingga diperlukan penatalaksanaan yang
adekuat. Hipertermi malignan terjadi akibat gangguan otot yang disebabkan oleh agen
anastetik. Selama anastesi, agen anastesi inhalasi (halotan, enfluran) dan relaksan otot
(suksinilkolin) dapat memicu terjadinya hipertermi malignan.

5. Hipotermia

Hipotermia adalah keadaan suhu tubuh dibawah 36,6 oC (normotermi : 36,6oC-37,5oC).


Hipotermi yang tidak diinginkan mungkin saja dialami pasien sebagai akibat suhu rendah di
kamar operasi (25oC-26,6oC), infus dengan cairan yang dingin, inhalasi gas-gas dingin,
aktivitas otot yang menurun, usia lanjut atau obat-obatan yang digunakan (vasodilator,
anastetik umum, dan lain-lain).Pencegahan yang dapat dilakukan untuk menghindari
hipotermi yang tidak diinginkan adalah atur suhu ruangan kamar operasi pada suhu
ideal (25 oC - 26,6 oC), janganlebih rendah dari suhu tersebut, caiaran intravena dan
irigasi dibuat pada suhu 37 oC, gaun operasi pasien dan selimut yang basah harus
segera diganti dengan gaun dan selimut yang kering.

6
PATHWAYS
Pasca operatif

Efek anestesi umum Efek


B1 (breathing)
intervensi B6 (bone) Sistem
sistem Pernafasan
B5 (bowel) Sistem moskuloskeletal, integritas
B2 (blood) Sistem B3 (brain) B4 (bladder) Sistem kulit
pencernaan
kardiovaskular Sistem saraf perkemihan
Respon depresi
pernafasan: Kontrol Kontrol peristaltik usus
Kontrol
kepatenan jalan nafas Kontrol kesadaran kemampuan menurun Respon resiko posisi bedah
Depresi mekanisme
(lidah) menurun masih menurun Otot berkemih (tromboembosis,
regulasi sirkulasi
normal. Perdarahan Kemampuan parastesia, nyeri tekan)
Kontrol batuk efektif
pasca operasi orientasi masih Resiko tinggi Adanya luka bedah, Adanya
dan muntah menurun
Penurunan curah menurun aspirasi Muntah sistem drainase Penurunan
jantung Perubahan Gangguan Penurunan kontrol otot dan
kemampuan kontrol eliminasi mobilitas usus keseimbangan
suhu tubuh Perubahan Penurunan
elektrolit dan kesadaran, Nyeri,
metabolisme Resiko Kecemasan Ketidakfektifan Kerusakan
Ketidak efektifan cedera vaskular jalan nafas integritas kulit
jalan nafas Mual

Resiko Injuri,
Resiko tinggi penurunan perfusi jaringan, Nyeri
Resiko tinggi CO menurun, Hipotermi,
Hipertermi maligna, Resiko tinggi
Gangguan pertukaran
trombosis vena provunda, Ketidak gas
seimbangan cairan dan elektrolit Kekurangan volume
7
cairan
6. PENATALAKSANAAN KEGAWATAN POST BEDAH MAYOR

Komplikasi yang muncul pada pasien pasca-operasi bedah mayor komplikasi yang akan
muncul saat pascaoperasi diantaranya:

1. Pernapasan

Komplikasi pernapasan yang mungkin timbul termasuk hipoksemia yang tidak terdeteksi,
atelektasis, bronkhitis, bronkhopneumonia, pneumonia lobaris, kongesti pulmonal hipostatik,
plurisi, dan superinfeksi (Smeltzer & Bare, 2001). Gagal pernapasan merupakan fenomena
pasca-operasi, biasanya karena kombinasi kejadian. Kelemahan otot setelah pemulihan dari
relaksan yang tidak adekuat, depresi sentral dengan opioid dan zat anestesi, hambatan batuk
dan ventilasi alveolus yang tak adekuat sekunder terhadap nyeri luka bergabung untuk
menimbulkan gagal pernapasan restriktif dengan retensi CO2sertakemudian narkosis CO2,
terutama jika PO2 dipertahankan dengan pemberian oksigen.

2. Kardiovaskuler

Komplikasi kardiovaskuler yang dapat terjadi antara lain hipotensi, hipertensi, aritmia
jantung, dan payah jantung (Baradero et al, 2008). Hipotensi didefinisikan sebagai tekanan
darah systole kurang dari 70 mmHg atau turun lebih dari 25% dari nilai sebelumnya.
Hipotensi dapat disebabkan oleh hipovolemia yang diakibatkan oleh perdarahan, overdosis
obat anestetika, penyakit kardiovaskuler seperti infark miokard, aritmia, hipertensi, dan
reaksi hipersensivitas obat induksi, obat pelumpuh otot, dan reaksi transfusi. Hipertensi
dapat meningkat pada periode induksi dan pemulihan anestesia. Komplikasi hipertensi
disebabkan oleh analgesik dan hipnosis yang tidak adekuat, batuk, penyakit hipertensi yang
tidak diterapi, dan ventilasi yang tidak adekuat (Baradero et al, 2008).

3. Perdarahan

Penatalaksanaan perdarahan seperti halnya pada pasien syok. Pasien diberikan posisi
terlentang dengan posisi tungkai kaki membentuk sudut 20 derajat dari tempat tidur
sementara lutut harus di jaga tetap lurus. Penyebab perdarahan harus dikaji dan diatasi.
Luka bedah harus selalu diinspeksi terhadap perdarahan. Jika perdarahan terjadi, kassa st
eril dan balutan yang kuat dipasangkan dan tempat perdarahan ditinggikan pada posisi
ketinggian jantung. Pergantian cairan koloid disesuaikan dengan kondisi pasien (Majid et al,
2011).Manifestasi klinis meliputi gelisah, gundah, terus bergerak, merasa haus, kulit dingin-
basah-pucat, nadi meningkat, suhu turun, pernafasan cepat dan dalam, bibir dan konjungtiva
pucat dan pasien melemah. Penatalaksanaan pasien dibaringkan seperti pada posisi pasien
syok, sedatif atau analgetik diberikan sesuai indikasi, inspeksi luka bedah, balut kuat jika
terjadi perdarahan pada luka operasi dan transfusi darah atau produk darah lainnya.

4. Hipertermia maligna

Hipertermi malignan sering kali terjadi pada pasien yang dioperasi. Angka
mortalitasnya sangat tinggi lebih dari 50%, sehingga diperlukan penatalaksanaan yang
adekuat. Hipertermi malignan terjadi akibat gangguan otot yang disebabkan oleh agen

8
anastetik. Selama anastesi, agen anastesi inhalasi (halotan, enfluran) dan relaksan otot
(suksinilkolin) dapat memicu terjadinya hipertermi malignan.

5. Hipotermia

Hipotermia adalah keadaan suhu tubuh dibawah 36,6 oC (normotermi : 36,6oC-37,5oC).


Hipotermi yang tidak diinginkan mungkin saja dialami pasien sebagai akibat suhu rendah di
kamar operasi (25oC-26,6oC), infus dengan cairan yang dingin, inhalasi gas-gas dingin,
aktivitas otot yang menurun, usia lanjut atau obat-obatan yang digunakan (vasodilator,
anastetik umum, dan lain-lain).Pencegahan yang dapat dilakukan untuk menghindari
hipotermi yang tidak diinginkan adalah atur suhu ruangan kamar operasi pada suhu
ideal (25 oC - 26,6 oC), janganlebih rendah dari suhu tersebut, caiaran intravena dan
irigasi dibuat pada suhu 37 oC, gaun operasi pasien dan selimut yang basah harus
segera diganti dengan gaun dan selimut yang kering.

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan darah perifer lengkap

Tes darah ini dilakukan untuk memeriksa kesehatan Anda secara keseluruhan dan
mendeteksi berbagai gangguan yang ada, misalnya terjadi anemia (menurunnya kadar
hemoglobin) dan infeksi (meningkatkan leukosit alias sel darah putih). Tes ini bisa dilakukan
sebelum maupun sesudah operasi.

2. Memeriksa kesehatan jantung dengan elektokardiografi (EKG/ rekam jantung)

Tes ini dapat memperlihatkan aktivitas listrik jantung yang biasanya dilakukan sebelum
operasi. Dari tes ini bisa dilihat irama jantungnya apakah normal atau tidak misalnya aritmia
atau disritmia. Selain itu, EKG juga membantu menemukan adanya kerusakan otot di
jantung, membantu menemukan penyebab nyeri dada, denyut jantung berdebar-debar
(palpitasi), dan murmur jantung.

3. Scan sinar-X

Sinar-X dapat membantu mendiagnosis penyebab sesak napas, nyeri dada, batuk, dan
demam tertentu. Sinar-X juga bisa melihat ada tidaknya kelainan jantung, pernapasan, dan
paru-paru. Dari hasil rontgen sinar-X ini juga bisa dilihat kondisi tulang dan jaringan di
sekitarnya tanpa melakukan tindakan yang invasif. Sinar-X bisa digunakan sebelum maupun
sesudah operasi dilakukan.

4. Urinalisis

Urinalisis atau yang sering disebut dengan tes urine adalah tes yang dilakukan untuk
menganalisis urine yang keluar dari tubuh. Dengan dilakukan tes ini maka dapat diperkirakan
kondisi ginjal dan kandung kemih. Apakah ada tanda-tanda infeksi di ginjal atau kandung
kemih, atau apakah ada masalah yang memerlukan perawatan di ginjal atau kandung kemih.

9
5. MRI (Magnetic Resonance Imaging)

MRI adalah salah satu tes yang non-invasif (tindakan tanpa melukai kulit seperti disuntik
atau disayat). MRI adalah tes yang menggunakan magnet kuat, gelombang radio, dan
komputer untuk bisa memberikan gambar mendetail di dalam tubuh Anda. Tidak seperti
sinar-X dan CT scan, MRI tidak menggunakan radiasi.

6. Endoskopi

Endoskopi adalah alat untuk melihat kondisi dalam tubuh baik sebelum operasi maupun
setelah operasi. Endoskopi ini digunakan untuk memeriksa bagian saluran pencernaan.
Endoskopi dilakukan dengan memasukan tabung kecil bercahaya dan dengan kamera yang
masuk ke dalam saluran pencernaan. Biasanya alat endoskopi ini akan dimasukkan dalam
mulut dan terus menyusuri saluran pencernaan untuk melihat kondisi di sepanjang saluran
pencernaaan. Sembari alat masuk ke dalam tubuh, kamera pada tabung akan menangkap
gambar yang disajikan dalam monitor TV berwarna.

10
BAB II

PEMBAHASAN

KASUS ASUHAN KEPERAWATAN

Nama Paisen : Tn. S

Usia : 38 Tahun

Diagnosa Medis : Gagal Jantung

Tindakan Operasi : CABG

Post Op. Hari ke :1

Tanggal Masuk : 25 September 2021

Tanggal Pengkajian : 26 September 2021

1. PENGKAJIAN

1. PENGKAJIAN PRIMER

A : Jalan nafas paten,apne, obstruksi (+), sputum (+) agak banyak + darah yang
keluar dari mulut, batuk (-), ronchi (+)

B. : Tampak ekspani dada (+), RR 27x/menit,pernafasan reguler, kuat simetris


kiri/kanan, pernafasan dada, penggunaan otot bantu pernafasan (-) terpasang ETT, terpasang
ventilator SIMV Ps.10, PEEP. 5, SaO2 99%, tidal volume 300 ml.

C. : TD : 85/65 mmHg, N : 100x/menit, jantung reguler, nadi teraba denyutan lemah,


akral dingin, CRT >3 detik, sianosis (-), tanda-tanda perubahan (+), ada lebab pada pelipis
dan leher kanan distensi vena jugularis

D. : GCS : E : 3 V : 2 M: 5

2. RIWAYAT KESEHATAN

- Keluhan Utama : sesak nafas, nyeri dada, kelemahan, palpitasi dan napas cepat

- Riwayat kesehatan sekarang : sesak nafas, nyeri dada, kelemahan, nafas cepat, palpitasi

- Riwayat Kesehatan dahulu : pasien sebelumnya belum pernah menjalani bedah jantung

- Riwayat penyakit keluarga : Tidak ada anggota keluarga yang mengalami kelainan jantunh
hingga dilakukan pembedahan

Pola Aktifitas sehari-hari

a.Pola nutrisi

11
b.Pola eliminasi

c.Pola personal hygiene

d.Pola istirahat dan tidur

e. Pola aktivitas dan latihan

f. Seksualitas / reproduksi

g. Persepsi diri / konsep diri

h. Kognitif diri / konsep diri

i. Kognitif perseptual

• Pemeriksaan Fisik

- Kesadaran : Apatis

- Keadaan umum : keadaan lemas

- TTV

Nadi : 78 x/menit

TD : 85/65 mmHg

RR : 27 x/menit

Suhu : 38,5℃

- Kepala dan leher

Rambut : Keriting, ada lesi, distribusi merata

Wajah : Normal, konjungtiva agak merah muda

Hidung : Tidak ada polip

Mulut : Bersih

Leher : tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid

- Thorax & Jantung

Inspeksi : terdapat bekas jahitan luka

Palpasi : adanya nyeri tekan

P : nyeri bertambah jika digunakan bergerak dan berkurang saat


istirahat

12
Q : seperti tertusuk

R : didaerah dada

S:5

T : waktu bergerak

Perkusi :-

Auskultasi : terdengar BJ 1 & 2

- Paru

Inspeksi : pengembangan paru kanan dan kiri simetris

Palpasi : tidak ada otot bantu pernafasan

Perkusi :-

Auskultasi : weezing

- Abdomen

Inspeksi : Bulat datar

Palpasi : tidak ada nyeri tekan

Perkusi :-

Auskultasi : bising usus (+) 20 x/menit

- Ekstremitas

Eks atas : ada clubbing fingers, terdapat oedema

Eks bawah : ada clubbing fingers, terdapat oedema

- Sistem integumen : turgor kulit kembali > 1 detik

- Genetalia : bersih, normal, tidak ada penyakit kelamin, tidak ada hemoroid, dan
terpasang kateter

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan ventilasi perfusi


2. Nyeri akut b.d apen pencedera fisik ( post op. Mayor)
3. Pola napas tidak efektif b.d peningkatan sekresi
4. Kerusakan integritas kulit b.d luka pembedahan, drain dan drainage

13
2. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan Tujuan / Kriteria Hasil Intervensi


1 Gangguan pertukaran gas SLKI : SIKI:
Definisi: Setelah dilakukan asuhan Pemantauan Respirasi
Kelebihan atau keperawatan 3x24 jam Observasi:
kekurangan ogksigenasi maka diharapkan ada Monitor frekwensi, irama,
dan atau eleminasi peningkatan pertukaran kedalaman, dan upaya napas
karbondioksida pada gas, dengan kriteria hasil Monitor pola napas
memberan alveolus Tingkat kesadaran Monitor kemampuan batuk
Penyebab meningkat efektif
Ketidak seimbangan Bunyi napas tambahan Monitor produksi sputum
ventilasi pervusi nberkurang Monitor adanya sumbatan
Tanda dan Gejala Pusing berkurang jalan napas
Mayor Pengelihatan kabur Palpasi kesimetrisan ekspans
Subjektif berkurang paru
Dispnea Napsa cuing hidung tidak Auskultasi bunyi napas
Objektif ada Monitor saturasi oksigen
PCO2 Monitor AGD
Meningkat/menurun Monitor hasil Xray toraks
PO2 menurun Terapiutik
Takikardia Atur interval pemantauan
pH aeteri meningkat / respirasi sesuai dengan
menurun kondisi pasien
Bunyi napas tambahan Dokumentasikan hasil
Gejala dan Tanda pemantauan
Minor Edukasi
Subjektif Jelaskan dan prosedur
Pusing pemantauan
Penglihatan Kabur Informasikan hasil
Objektif pemantauan, jika perlu
Sianosis
Diaforensis
Gelisah
Napas Cuping Hidung
Pola napas abnormal
Warna kulit abnormal
Kesadaran menurun
2 Nyeri akut b/d agen SLKI: Setelah dilakukan SIKI
cedera fisik asuhan keperawatan 3x24 Manajemn nyeri
Definisi: jam maka diharapkan ada Observasi:
Pengalaman sensorik atau penurunan nyeri, dengan Identifikasi skala nyeri
emosional yang berkaitan kriteria hasil Identifikasi nyeri non verbal
dengan kerusakan Identifikasi faktor yang
jaringan actual tu Kriteria Hasil : memperberat dan
fungsinal, dengan onset Keluhan nyeri menurun memperingan nyeri
mendadak atau lambat Gelisah menurun Terapeutik:
dan berintensitas ringan Kesulitan tidur berkurang Berikan teknik

14
hingga berat yang nonfarmakologis untuk
berlangsung kurang dari 3 mengurangi nyeri
bulan Kontrol lingkungan yang
Penyebab: memperberat rasa nyeri
Agen pencedera fisiologis Fasilitasi istirahat dan tidur
Gelaja tanda mayor Pertimbangkan usmber dan
Subjektif: jens nyeri
Mengeluh nyeri Edukasi:
Objektif: Jelaskan pnyebab, periode,
Tampak meringis dan pemicu nyeri
Gelisah Jelaskan strategi meredakan
nyeri
Anjurkan monitor nyeri
secara mandiri
Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
Ajarkan teknik
nonfarmakolois untuk
mengurangi rasa nyeri
3 Pola Nafas Tidak Efektif SLKI SIKI
Definisi Setelah dilakukan asuhan Managemen jalan napas
Inspirasi dan atau keperawatan 3x24 jam Observasi
ekspirasinyang tidak maka diharapkan ada Monitor posisi selanh
memberikan ventilasi peningkatan pola nafas endotrakeal terutama setelah
adekuat efektif, dengan kriteria mengubah posisi
Penyebab hasil Monitor tekanan balon ETT
Depresi pusat pernafasan Ventilasi semenit setiap 4-8jam
Hambatan upaya nafas meningkat Monitor kulit area stomomis
Deformitas dinding dada Diameter thoraks anterior- Terapiutik
Deformitas tulang dada posteriormengecil Kurangi tekanan balon secara
Gangguan neuromuscular Tekanan ekspirasi periodic setiap shif
Gangguan neurologis menurun Pasang OPA ontuk mencegah
Imaturasi neurologis Tekanan inspirasi menurun ETT tergigit
Penurunan energy Penggunaan otot bantu Cegah ETT terlipat
Obesitas napas menurun Berikan volume pre oksigen
Posisi tubuh yang Lakukan penghisapan lender
menghambat ekspansi kurang dari 15 detik juka di
paru perlukan
Sindrom hipoventilasi Ganti fiksasi ETT setiap
Gejala dan tanda Mayor 24jam
Subjektif
Disnepnea
Objektif
Penggunaan otot bantu
pernapasan
Fase ekspirasi memanjang
Pola napas abnormal
Gejala dan tanda Minor
Subjektif
Ortopnea

15
Objektif
Pernapasan pursed-lip
Pernapasan cuping hidung
Diameter thoraks anterior-
posterior meningkat
Ventilasi semenit
menurun
Kapasitas vital menurun
Tekanan ekspirasi
menurun
Tekanan inspirasi
menurun
Ekskursi dada berubah

4 Kerusakan Integritas Kulit


Definisi

3. IMPLEMENTASI

No Diagnose keperawatan Tindakan Evaluasi


1. Gangguan pertukaran gas Memonitor pola nafas
Memonitor kemampuan pasien
untuk batuk efektif
Memonitor bagaimana saturasi
oksigen
Memonitar prodeuksi skutum
Mengatur intereval respirasi
apakah sesuai dengan kondisi
pasien
Menjelaskan dan
memberitahukan kepada pasien
tentang prosedur pemantauan
2 Nyeri akut b.d agen cedera Mengidentifikasi skala nyeri
fisik Mengidentifikasi factor yang
memperberat dan
memperingan nyeri
Memberikan Teknik
farmakologis untuk
mengurangi nyeri
Mengkontrol lingkungan yang
dapat memperberat rasa nyeri
Memfasilitasi tempatbuntuk
istirahat dan tidur
Menjelaskan penyebab dan

16
pemicu nyesi
Memberikan analgetik secara
tepat

3. Pola nafas tidak efektif Memonitor posisi selang


endotrakeal terutama setelah
menganti posisi tidur
Memonitor tekanan ETTsetiap
4-8 jam
Mencegah ETT terlipat
Menganti ETT setiap 24 jam
Melakukan penghisapan lendir
kurang dari 15 detik jika
diperlukan

BAB III

17
KESIMPULAN

SARAN

Dalam pembuatan asuhan keperawatan ini terdapat beberapa referensi, sehingga


diharapkan untuk mahasisawa yang akan membuat asuhan keperawatan mengenai post mayor
mencari refernsi sehingga dapat digunakan sebgai bahan acuan untuk manajemen kritis dan
kegawatdaruratan post mayor

KESIMPULANA

Operasi minor adalah operasi yang secara umum bersifat selektif, bertujuan untuk
memperbaiki fungsi tubuh, mengangkat lesi pada kulit dan memperbaiki defomitos,
contohnya pencabutan gigi, pengangkatan kutil, kuretase, operasi katarak, operasi katarak,
dan arthoskopi.

Tujuan dari operasi ini adalah untuk menyelamatkan nyawa, mengangkat atau
memperbaiki bagian tubuh, memperbaiki fungsi tubuh dan meningkatkan kesehatan,
contohnya koleksistektomi, nefrektomi, kolostomi, histerektomi, mastektomi, amputasi, dan
oprasi akibat trauma (Kurniawan et al., 2018) Post Operasi adalah masa setelah dilakukan
pembedahan yang dimulai saat pasient dipindahlanke ruang pemulihan dan berakhir sampai
evaluasi selanjutnya.

Pada dasarnya operasi dianggap sebagai metode pengobatan, namun tindakan medis
ini dapat digunakan untuk: Mendiagnosis Operasi yang digunakan untuk mediagnosis
penyakit tertentu, seperti operasi biopsi yang sering dilakukan untuk memastikan dugaan
adanya kanker pda atau tumor pada bagian tubuh tertentu.

Bahkan dalam beberapa jenis operasi, pasien diperbolehkan pulang pada hari yang
sama, contohnya operasinya adalah seperti biopsi pada jaringan payudara Kelompok operasi
berdasarkan teknik Operasi bedah terbuka Metode ini biasanya disebut dengan operasi
konvensional, yaitu tindakan medis yang membuat sayatan pada bagian tubuh dengan
menggunakan psiau khusus.

DAFTAR PUSTAKA

18
Kurniawan, A., Kurnia, E., & Triyoga, A. (2018). Pengetahuan Pasien Pre Operasi Dalam
Persiapan Pembedahan. Jurnal Penelitian Keperawatan, 4(2).
https://doi.org/10.32660/jurnal.v4i2.325

Wahyu Sapitri, Mugi Hartoyo, W. M. (2015). Pengaruh Pemberian Terapi Djikir Terhadap
Penurunan Tingkat Kecemasan Pasien Pre Operasi Bedah Mayor Di Rsud Ambarawa. Jurnal
Ilmu Keperawatan Dan Kebidanan (JIKK).
http://ejournal.stikestelogorejo.ac.id/index.php/ilmukeperawatan/article/view/421

19

Anda mungkin juga menyukai