Disusun Oleh:
No NAMA NIM
1 Elvina Fitria Maharani 18631706
2 Seftiana Putri Widodo 18631704
3 Eko Bayu Prakoso 18631683
4 Arum Ardiana Azizah 18631678
5 Destria Ardiana Putri 18631655
6 Sari Oktavia 18631651
2021
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat,serta taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah pada
waktunya tentang “Asuhan Keperawatan Kritis Pada Post Bedah Mayor”
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada dosen
mata kuliah keperawatan kritis yaitu Ibu Naylil Mawaddah R, M.Kep yang telah
memberikan tugas terhadap kami. Kami mengucapkan banyak terimakasih kepada pihak-
pihak yang ikut membantu dalam pembuatan makalah ini.
Kamai jauh dari sempurna. Dan ini merupakan langkah yang baik dari studi yang
sesungguhnya. Oleh karena itu, keterbatasan waktu dan kemampuan kami, maka kritik dan
saran yang membangun senntiasa kami harapkan semoga makalah ini dapat berguna bagi
kami khusunya dan pihak lain yang berkepentingan pada umumnya.
Penulis
ii
DAFTAR ISI....................................................................................................................
BAB I ..............................................................................................................................
1. PENGERTIAN.....................................................................................................
2. ETIOLOGI...........................................................................................................
3. MANIFESTASI KLINIS.....................................................................................
4. PATOFISIOLOGI................................................................................................
5. PARTHWAY.......................................................................................................
6. KOMPLIKASI.....................................................................................................
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG.........................................................................
8. PENATALAKSANAAN.....................................................................................
BAB II..............................................................................................................................
1. PENGKAJIAN.....................................................................................................
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN..........................................................................
3. INTERVENSI......................................................................................................
4. IMPLEMENTASI................................................................................................
5. EVALUASI..........................................................................................................
BAB III.............................................................................................................................
KESIMPULAN................................................................................................................
SARAN............................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1. PENGERTIAN
Operasi adalah semua tindakan pengobatan yang menggunakan cara invasif dengan
membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan di tangani. Pembukaan pada tubuh
dengan membuat sayatan. Setelah bagian yang akan di tangani ditampilkan, dilakukan
tindakan perbaikan yang akan di akhiri dengan penutupan dan penjahitan luka (Wahyu
Sapitri, Mugi Hartoyo, 2015)
Klasifikasi operasi terbagi menajdi dua, yaitu operasi minor dan operasi mayor. Operasi
minor adalah operasi yang secara umum bersifat selektif, bertujuan untuk memperbaiki
fungsi tubuh, mengangkat lesi pada kulit dan memperbaiki defomitos, contohnya pencabutan
gigi, pengangkatan kutil, kuretase, operasi katarak, operasi katarak, dan arthoskopi. Operasi
mayor adalah operasi bersifat selektif, urgen, dan emergension. Tujuan dari operasi ini adalah
untuk menyelamatkan nyawa, mengangkat atau memperbaiki bagian tubuh, memperbaiki
fungsi tubuh dan meningkatkan kesehatan, contohnya koleksistektomi, nefrektomi,
kolostomi, histerektomi, mastektomi, amputasi, dan oprasi akibat trauma (Kurniawan et al.,
2018)
Post Operasi adalah masa setelah dilakukan pembedahan yang dimulai saat pasient
dipindahlanke ruang pemulihan dan berakhir sampai evaluasi selanjutnya. Proses
keperawatan pascaoperasi pada praktiknya akan dilakukan secara berkelanjutan baik di ruang
pemulihan, ruang intensif, dan ruang rawat inap bedah. Fase pascaoperasi adalah suatu
dimana pasien sudah masuk di ruang pulih sadar sampai pasien dalam kondisi sadar betul
untuk dibawa keruang rawat inap.
1. ETIOLOGI
Prosedur bedah pada dasarnya terbagi pada tiga kelompok besar, yang di dalamnya
masih akan terbagi lagi sesuai kategorinya.berikut rincianya.
A) Mendiagnosis
Operasi yang digunakan untuk mediagnosis penyakit tertentu, seperti operasi biopsi
yang sering dilakukan untuk memastikan dugaan adanya kanker pda atau tumor pada bagian
tubuh tertentu.
B) Mencegah
Tak hanya mengobati, bedah dilakukan juga untuk mencegah suatu kondisi yang lebih
buruk lagi.
1
C) Menghilangkan
Operasi ini dilakukan dengan tujuan untuk mengangkat sejumlah jaringan dalam
tubuh.
D) Mengembalikan
Operasi juga dilakukan untuk mengembalikan suatu fungsi tubuh menjadi normal
kembali.
E) Paliatif
Jenis operasi ini ditunjukkan mengurangi rasa sakit yang dirasakan oleh pasien yang
biasanya mengalami penyakit kronis stadium akhir.
Setiap operasi bedah pasti memiliki resiko, tetapi tingkat resikonya tentu berbeda-
beda. Berikut adalah pengelompokkan operasi berdasarkan tingkat resikonya:
A) Bedah Mayor
Merupakan operasi yang dilakukan di bagian tubuh seperti kepala, dada, dan perut. Salah
satu contoh operasi ini adalah: operasi cangkok organ, operasi tumor otak, atau operasi
jantung.
B) Bedah minor
Kebalikan dari tindakan bedah mayor, operasi ini tidak membuat pasiennya harus
menunggu lama untuk pilih kembali. Bahkan dalam beberapa jenis operasi, pasien
diperbolehkan pulang pada hari yang sama, contohnya operasinya adalah seperti biopsi pada
jaringan payudara
Metode ini biasanya disebut dengan operasi konvensional, yaitu tindakan medis yang
membuat sayatan pada bagian tubuh dengan menggunakan psiau khusus. Contohnya adalah
operasi jantung dll
B) Laparaskopi
Jika sebelumnya operasi dilakukan dengan menyayat bagian tubuh, pada laparaskopi, ahli
bedah hanya akan menyayat sedikit dan membiarkan alat seperti selang masuk ke dalam
lubang yang telah dibuat, untuk mengetahui masalah yang terjadi di dalam tubuh
2
2. MANIFESTASI KLINIS
1. Sistem Kardiovaskuler
a. Pendarahan
Tekanan darah menurun
Meningkatkan denyut jantung dan pernafasan
Denyut nadi lemah, kulit dingin, lembab, pucat, serta gelisah
Eksternal : peningkatan drainase yang mengandungdarah pada balutan atau melalui
drine
b. Hipoksia
2. Sistem Pernafasan
Depresi pernafasan: pernafasan yang dangkal dan lambat serta batuk yang lemah
Frekuensi , irama, kedalaman ventilasi pernafasan, kesimetrisan gerakan dinding
dada, bunyi nafas abnormal, dan membran mukosa.
3. Sistem Persyarafan
a) Tingkat kesadaran (GCS) : coma
4. Sistem Traktus Uniranius
a) Retensi urine
5. Sistem Gastroistestinal
Mual, muntah
Belum flaktus atau defekasi
6. Luka Operasi
Infeksi: luka yang masih basah dan ada pengumpalan cairan (mungkin dapat
disebabkan beberapa factor adalah seperti diabetes melitus, imunosupresi, keganasan,
dan mall nutrisi.
3. PATOFISIOLOGI
Operasi adalah semua tindakan pengobatan yang menggunakan cara invasif dengan
membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani. Pembukaan tubuh ini
umumnya dilakukan dengan membuat sayatan. Setelah bagian yang akan ditangani
ditampilkan, dilakukan tindakan perbaikan yang akan diakhiri dengan penutupan dan
penjahitan luka (Syamsuhidajat, 2010).
Pembedahan pada dasarnya merupakan trauma yang akan menimbulkan perubahan faal,
sebagai respon terhadap trauma. Gangguan faal tersebut meliputi tanda- tanda vital serta
organ-organ vital seperti sistem respirasi, sistem kardiovaskular, panca indera (SSP), sistem
urogenital, sistem pencernaan dan luka operasi.
1. Sistem Kardiovaskuer
Pasien mengalami komplikasi kardiovaskular akibat kehilangan darah secara aktual dan
potensial dari tempat pembedahan, balans cairan, efek samping anastesi, ketidakseimbangan
elektrolit dan depresi mekanisme resulasi sirkulasi normal.
3
Masalah yang sering terjadi adalah pendarahan. Kehilangan darah terjadi secara eksternal
melalui drain atau insisi atau secara internal luka bedah. Pendarahan dapat menyebabkan
turunnya tekanan darah: meningkatnya kecepatan denyut jantung dan pernafasan (denyut nadi
lemah, kulit dingin, lembab, pucat, serta gelisah). Apabila pendarahan terjadi secara
eksternal, memperhatikan adanya peningkatan drainase yang mengandungi darah pada
balutan atau melalui drain.
2. Sistem Pernafasan
Obat anastesi tertentu dapat menyebabkan depresi pernafasan sehingga perlu waspada
terhadap pernafasan yang dangkal dan lambat serta batuk yang lemah. Frekuensi, irama,
kedalaman ventilasi pernafasan, kesimetrisan gerakan dinding dada, bunyi nafas dan
membrane mukosa dimonitor.
3. Sistem Persyarafan
Setelah dilakukan pembedahan, pasien memiliki tingkat kesadaran yang berbeda. Oleh
karena itu, seorang harus memonitor tingkat respon pasien dengan berbagai cara. Misalnya
dengan memonitor fungsi pendengaran atau penglihatan. Apakah pasien dapat berespon
dengan baik ketika diberi stimulus atau tidak sama sekali. Ataupun juga dapat memonitor
tingkat kesadaran dengan menentukan Skala Koma Glasgow / Glasgow Coma Scale (GCS).
GCS ini memberikan 3 bidang fungsi neurologik: memberikan gambaran pada tingkat
responsif pasien dan dapat digunakan dalam mengevaluasi motorik pasien, verbal, dan respon
membuka mata
4. Sistem Perkemihan
Retensi urine paling sering terjadi pada kasus-kasus pembedahan rektum, anus, vagina,
herniofari dan pembedahan pada daerah abdomen bawah. Penyebabnya adalah adanya
spasme spinkter kandung kemih.
5. Sistem Gastrointestinal
Setelah pembedahan, harus dipantau apakah pasien telah flatus atau belum. Intervensi
untuk mencegah komplikasi gastrointestinal akan mempercepat kembalinya eleminasi normal
dan asupan nutrisi. Pasien yang menjalani bedah pada struktur gastrointestinal membutuhkan
waktu beberapa hari agar diitnya kembali normal. Peristaltik normal mungkin tidak akan
terjadi dalam waktu 2-3 hari. Sebaliknya pasien yang saluran gastrointestinalnya tidak
dipengaruhi langsung oleh pembedahan boleh mengkonsumsi makanan setelah pulih dari
pengaruh anastesi, tindakan tersebut dapat mempercepat kembalinya eliminasi secara normal.
6. Luka Operasi
4
beberapa faktor. Antaranya adalah seperti diabetes mellitus, imunosupresi, keganasan dan
malnutrisi, cara penutupan luka, infeksi dan apa pun yang mungkin menyebabkan penekanan
berlebihan pada luka
4. KOMPLIKASI
1. Pernapasan
Komplikasi pernapasan yang mungkin timbul termasuk hipoksemia yang tidak terdeteksi,
atelektasis, bronkhitis, bronkhopneumonia, pneumonia lobaris, kongesti pulmonal hipostatik,
plurisi, dan superinfeksi. Gagal pernapasan merupakan fenomena pasca-operasi, biasanya
karena kombinasi kejadian. Kelemahan otot setelah pemulihan dari relaksan yang tidak
adekuat, depresi sentral dengan opioid dan zat anestesi, hambatan batuk dan ventilasi
alveolus yang tak adekuat sekunder terhadap nyeri luka bergabung untuk menimbulkan gagal
pernapasan restriktif dengan retensi CO2sertakemudian narkosis CO2, terutama jika PO2
dipertahankan dengan pemberian oksigen.
2. Kardiovaskuler
Komplikasi kardiovaskuler yang dapat terjadi antara lain hipotensi, hipertensi, aritmia
jantung, dan payah jantung. Hipotensi didefinisikan sebagai tekanan darah systole kurang
dari 70 mmHg atau turun lebih dari 25% dari nilai sebelumnya. Hipotensi dapat disebabkan
oleh hipovolemia yang diakibatkan oleh perdarahan, overdosis obat anestetika, penyakit
kardiovaskuler seperti infark miokard, aritmia, hipertensi, dan reaksi hipersensivitas obat
induksi, obat pelumpuh otot, dan reaksi transfusi. Hipertensi dapat meningkat pada
periode induksi dan pemulihan anestesia. Komplikasi hipertensi disebabkan oleh analgesik
dan hipnosis yang tidak adekuat, batuk, penyakit hipertensi yang tidak diterapi, dan ventilasi
yang tidak adekuat.
3. Perdarahan
Penatalaksanaan perdarahan seperti halnya pada pasien syok. Pasien diberikan posisi
terlentang dengan posisi tungkai kaki membentuk sudut 20 derajat dari tempat tidur
sementara lutut harus di jaga tetap lurus. Penyebab perdarahan harus dikaji dan diatasi.
Luka bedah harus selalu diinspeksi terhadap perdarahan. Jika perdarahan terjadi, kassa st
eril dan balutan yang kuat dipasangkan dan tempat perdarahan ditinggikan pada posisi
ketinggian jantung. Pergantian cairan koloid disesuaikan dengan kondisi pasien (Majid et al,
2011). Manifestasi klinis meliputi gelisah, gundah, terus bergerak, merasa haus, kulit dingin-
basah-pucat, nadi meningkat, suhu turun, pernafasan cepat dan dalam, bibir dan konjungtiva
pucat dan pasien melemah. Penatalaksanaan pasien dibaringkan seperti pada posisi pasien
syok, sedatif atau analgetik diberikan sesuai indikasi, inspeksi luka bedah, balut kuat jika
terjadi perdarahan pada luka operasi dan transfusi darah atau produk darah lainnya.
5
4. Hipertermia maligna
Hipertermi malignan sering kali terjadi pada pasien yang dioperasi. Angka
mortalitasnya sangat tinggi lebih dari 50%, sehingga diperlukan penatalaksanaan yang
adekuat. Hipertermi malignan terjadi akibat gangguan otot yang disebabkan oleh agen
anastetik. Selama anastesi, agen anastesi inhalasi (halotan, enfluran) dan relaksan otot
(suksinilkolin) dapat memicu terjadinya hipertermi malignan.
5. Hipotermia
6
PATHWAYS
Pasca operatif
Resiko Injuri,
Resiko tinggi penurunan perfusi jaringan, Nyeri
Resiko tinggi CO menurun, Hipotermi,
Hipertermi maligna, Resiko tinggi
Gangguan pertukaran
trombosis vena provunda, Ketidak gas
seimbangan cairan dan elektrolit Kekurangan volume
7
cairan
6. PENATALAKSANAAN KEGAWATAN POST BEDAH MAYOR
Komplikasi yang muncul pada pasien pasca-operasi bedah mayor komplikasi yang akan
muncul saat pascaoperasi diantaranya:
1. Pernapasan
Komplikasi pernapasan yang mungkin timbul termasuk hipoksemia yang tidak terdeteksi,
atelektasis, bronkhitis, bronkhopneumonia, pneumonia lobaris, kongesti pulmonal hipostatik,
plurisi, dan superinfeksi (Smeltzer & Bare, 2001). Gagal pernapasan merupakan fenomena
pasca-operasi, biasanya karena kombinasi kejadian. Kelemahan otot setelah pemulihan dari
relaksan yang tidak adekuat, depresi sentral dengan opioid dan zat anestesi, hambatan batuk
dan ventilasi alveolus yang tak adekuat sekunder terhadap nyeri luka bergabung untuk
menimbulkan gagal pernapasan restriktif dengan retensi CO2sertakemudian narkosis CO2,
terutama jika PO2 dipertahankan dengan pemberian oksigen.
2. Kardiovaskuler
Komplikasi kardiovaskuler yang dapat terjadi antara lain hipotensi, hipertensi, aritmia
jantung, dan payah jantung (Baradero et al, 2008). Hipotensi didefinisikan sebagai tekanan
darah systole kurang dari 70 mmHg atau turun lebih dari 25% dari nilai sebelumnya.
Hipotensi dapat disebabkan oleh hipovolemia yang diakibatkan oleh perdarahan, overdosis
obat anestetika, penyakit kardiovaskuler seperti infark miokard, aritmia, hipertensi, dan
reaksi hipersensivitas obat induksi, obat pelumpuh otot, dan reaksi transfusi. Hipertensi
dapat meningkat pada periode induksi dan pemulihan anestesia. Komplikasi hipertensi
disebabkan oleh analgesik dan hipnosis yang tidak adekuat, batuk, penyakit hipertensi yang
tidak diterapi, dan ventilasi yang tidak adekuat (Baradero et al, 2008).
3. Perdarahan
Penatalaksanaan perdarahan seperti halnya pada pasien syok. Pasien diberikan posisi
terlentang dengan posisi tungkai kaki membentuk sudut 20 derajat dari tempat tidur
sementara lutut harus di jaga tetap lurus. Penyebab perdarahan harus dikaji dan diatasi.
Luka bedah harus selalu diinspeksi terhadap perdarahan. Jika perdarahan terjadi, kassa st
eril dan balutan yang kuat dipasangkan dan tempat perdarahan ditinggikan pada posisi
ketinggian jantung. Pergantian cairan koloid disesuaikan dengan kondisi pasien (Majid et al,
2011).Manifestasi klinis meliputi gelisah, gundah, terus bergerak, merasa haus, kulit dingin-
basah-pucat, nadi meningkat, suhu turun, pernafasan cepat dan dalam, bibir dan konjungtiva
pucat dan pasien melemah. Penatalaksanaan pasien dibaringkan seperti pada posisi pasien
syok, sedatif atau analgetik diberikan sesuai indikasi, inspeksi luka bedah, balut kuat jika
terjadi perdarahan pada luka operasi dan transfusi darah atau produk darah lainnya.
4. Hipertermia maligna
Hipertermi malignan sering kali terjadi pada pasien yang dioperasi. Angka
mortalitasnya sangat tinggi lebih dari 50%, sehingga diperlukan penatalaksanaan yang
adekuat. Hipertermi malignan terjadi akibat gangguan otot yang disebabkan oleh agen
8
anastetik. Selama anastesi, agen anastesi inhalasi (halotan, enfluran) dan relaksan otot
(suksinilkolin) dapat memicu terjadinya hipertermi malignan.
5. Hipotermia
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan darah perifer lengkap
Tes darah ini dilakukan untuk memeriksa kesehatan Anda secara keseluruhan dan
mendeteksi berbagai gangguan yang ada, misalnya terjadi anemia (menurunnya kadar
hemoglobin) dan infeksi (meningkatkan leukosit alias sel darah putih). Tes ini bisa dilakukan
sebelum maupun sesudah operasi.
Tes ini dapat memperlihatkan aktivitas listrik jantung yang biasanya dilakukan sebelum
operasi. Dari tes ini bisa dilihat irama jantungnya apakah normal atau tidak misalnya aritmia
atau disritmia. Selain itu, EKG juga membantu menemukan adanya kerusakan otot di
jantung, membantu menemukan penyebab nyeri dada, denyut jantung berdebar-debar
(palpitasi), dan murmur jantung.
3. Scan sinar-X
Sinar-X dapat membantu mendiagnosis penyebab sesak napas, nyeri dada, batuk, dan
demam tertentu. Sinar-X juga bisa melihat ada tidaknya kelainan jantung, pernapasan, dan
paru-paru. Dari hasil rontgen sinar-X ini juga bisa dilihat kondisi tulang dan jaringan di
sekitarnya tanpa melakukan tindakan yang invasif. Sinar-X bisa digunakan sebelum maupun
sesudah operasi dilakukan.
4. Urinalisis
Urinalisis atau yang sering disebut dengan tes urine adalah tes yang dilakukan untuk
menganalisis urine yang keluar dari tubuh. Dengan dilakukan tes ini maka dapat diperkirakan
kondisi ginjal dan kandung kemih. Apakah ada tanda-tanda infeksi di ginjal atau kandung
kemih, atau apakah ada masalah yang memerlukan perawatan di ginjal atau kandung kemih.
9
5. MRI (Magnetic Resonance Imaging)
MRI adalah salah satu tes yang non-invasif (tindakan tanpa melukai kulit seperti disuntik
atau disayat). MRI adalah tes yang menggunakan magnet kuat, gelombang radio, dan
komputer untuk bisa memberikan gambar mendetail di dalam tubuh Anda. Tidak seperti
sinar-X dan CT scan, MRI tidak menggunakan radiasi.
6. Endoskopi
Endoskopi adalah alat untuk melihat kondisi dalam tubuh baik sebelum operasi maupun
setelah operasi. Endoskopi ini digunakan untuk memeriksa bagian saluran pencernaan.
Endoskopi dilakukan dengan memasukan tabung kecil bercahaya dan dengan kamera yang
masuk ke dalam saluran pencernaan. Biasanya alat endoskopi ini akan dimasukkan dalam
mulut dan terus menyusuri saluran pencernaan untuk melihat kondisi di sepanjang saluran
pencernaaan. Sembari alat masuk ke dalam tubuh, kamera pada tabung akan menangkap
gambar yang disajikan dalam monitor TV berwarna.
10
BAB II
PEMBAHASAN
Usia : 38 Tahun
1. PENGKAJIAN
1. PENGKAJIAN PRIMER
A : Jalan nafas paten,apne, obstruksi (+), sputum (+) agak banyak + darah yang
keluar dari mulut, batuk (-), ronchi (+)
D. : GCS : E : 3 V : 2 M: 5
2. RIWAYAT KESEHATAN
- Keluhan Utama : sesak nafas, nyeri dada, kelemahan, palpitasi dan napas cepat
- Riwayat kesehatan sekarang : sesak nafas, nyeri dada, kelemahan, nafas cepat, palpitasi
- Riwayat Kesehatan dahulu : pasien sebelumnya belum pernah menjalani bedah jantung
- Riwayat penyakit keluarga : Tidak ada anggota keluarga yang mengalami kelainan jantunh
hingga dilakukan pembedahan
a.Pola nutrisi
11
b.Pola eliminasi
f. Seksualitas / reproduksi
i. Kognitif perseptual
• Pemeriksaan Fisik
- Kesadaran : Apatis
- TTV
Nadi : 78 x/menit
TD : 85/65 mmHg
RR : 27 x/menit
Suhu : 38,5℃
Mulut : Bersih
12
Q : seperti tertusuk
R : didaerah dada
S:5
T : waktu bergerak
Perkusi :-
- Paru
Perkusi :-
Auskultasi : weezing
- Abdomen
Perkusi :-
- Ekstremitas
- Genetalia : bersih, normal, tidak ada penyakit kelamin, tidak ada hemoroid, dan
terpasang kateter
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
13
2. Intervensi Keperawatan
14
hingga berat yang nonfarmakologis untuk
berlangsung kurang dari 3 mengurangi nyeri
bulan Kontrol lingkungan yang
Penyebab: memperberat rasa nyeri
Agen pencedera fisiologis Fasilitasi istirahat dan tidur
Gelaja tanda mayor Pertimbangkan usmber dan
Subjektif: jens nyeri
Mengeluh nyeri Edukasi:
Objektif: Jelaskan pnyebab, periode,
Tampak meringis dan pemicu nyeri
Gelisah Jelaskan strategi meredakan
nyeri
Anjurkan monitor nyeri
secara mandiri
Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
Ajarkan teknik
nonfarmakolois untuk
mengurangi rasa nyeri
3 Pola Nafas Tidak Efektif SLKI SIKI
Definisi Setelah dilakukan asuhan Managemen jalan napas
Inspirasi dan atau keperawatan 3x24 jam Observasi
ekspirasinyang tidak maka diharapkan ada Monitor posisi selanh
memberikan ventilasi peningkatan pola nafas endotrakeal terutama setelah
adekuat efektif, dengan kriteria mengubah posisi
Penyebab hasil Monitor tekanan balon ETT
Depresi pusat pernafasan Ventilasi semenit setiap 4-8jam
Hambatan upaya nafas meningkat Monitor kulit area stomomis
Deformitas dinding dada Diameter thoraks anterior- Terapiutik
Deformitas tulang dada posteriormengecil Kurangi tekanan balon secara
Gangguan neuromuscular Tekanan ekspirasi periodic setiap shif
Gangguan neurologis menurun Pasang OPA ontuk mencegah
Imaturasi neurologis Tekanan inspirasi menurun ETT tergigit
Penurunan energy Penggunaan otot bantu Cegah ETT terlipat
Obesitas napas menurun Berikan volume pre oksigen
Posisi tubuh yang Lakukan penghisapan lender
menghambat ekspansi kurang dari 15 detik juka di
paru perlukan
Sindrom hipoventilasi Ganti fiksasi ETT setiap
Gejala dan tanda Mayor 24jam
Subjektif
Disnepnea
Objektif
Penggunaan otot bantu
pernapasan
Fase ekspirasi memanjang
Pola napas abnormal
Gejala dan tanda Minor
Subjektif
Ortopnea
15
Objektif
Pernapasan pursed-lip
Pernapasan cuping hidung
Diameter thoraks anterior-
posterior meningkat
Ventilasi semenit
menurun
Kapasitas vital menurun
Tekanan ekspirasi
menurun
Tekanan inspirasi
menurun
Ekskursi dada berubah
3. IMPLEMENTASI
16
pemicu nyesi
Memberikan analgetik secara
tepat
BAB III
17
KESIMPULAN
SARAN
KESIMPULANA
Operasi minor adalah operasi yang secara umum bersifat selektif, bertujuan untuk
memperbaiki fungsi tubuh, mengangkat lesi pada kulit dan memperbaiki defomitos,
contohnya pencabutan gigi, pengangkatan kutil, kuretase, operasi katarak, operasi katarak,
dan arthoskopi.
Tujuan dari operasi ini adalah untuk menyelamatkan nyawa, mengangkat atau
memperbaiki bagian tubuh, memperbaiki fungsi tubuh dan meningkatkan kesehatan,
contohnya koleksistektomi, nefrektomi, kolostomi, histerektomi, mastektomi, amputasi, dan
oprasi akibat trauma (Kurniawan et al., 2018) Post Operasi adalah masa setelah dilakukan
pembedahan yang dimulai saat pasient dipindahlanke ruang pemulihan dan berakhir sampai
evaluasi selanjutnya.
Pada dasarnya operasi dianggap sebagai metode pengobatan, namun tindakan medis
ini dapat digunakan untuk: Mendiagnosis Operasi yang digunakan untuk mediagnosis
penyakit tertentu, seperti operasi biopsi yang sering dilakukan untuk memastikan dugaan
adanya kanker pda atau tumor pada bagian tubuh tertentu.
Bahkan dalam beberapa jenis operasi, pasien diperbolehkan pulang pada hari yang
sama, contohnya operasinya adalah seperti biopsi pada jaringan payudara Kelompok operasi
berdasarkan teknik Operasi bedah terbuka Metode ini biasanya disebut dengan operasi
konvensional, yaitu tindakan medis yang membuat sayatan pada bagian tubuh dengan
menggunakan psiau khusus.
DAFTAR PUSTAKA
18
Kurniawan, A., Kurnia, E., & Triyoga, A. (2018). Pengetahuan Pasien Pre Operasi Dalam
Persiapan Pembedahan. Jurnal Penelitian Keperawatan, 4(2).
https://doi.org/10.32660/jurnal.v4i2.325
Wahyu Sapitri, Mugi Hartoyo, W. M. (2015). Pengaruh Pemberian Terapi Djikir Terhadap
Penurunan Tingkat Kecemasan Pasien Pre Operasi Bedah Mayor Di Rsud Ambarawa. Jurnal
Ilmu Keperawatan Dan Kebidanan (JIKK).
http://ejournal.stikestelogorejo.ac.id/index.php/ilmukeperawatan/article/view/421
19