Anda di halaman 1dari 78

LAPORAN PENDAHULUAN DAN STRATEGI PELAKSANAAN

STASEKEPERAWATAN JIWA

Disusun Oleh :

SARI OKTAVIA

NIM.22650287

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
PONOROGO 2022
LEMBAR PENGESAHAN

Judul Laporan Pendahuluan : Harga Diri Rendah, Isolasi Sosial, Gangguan Proses Fikir

Waham, Gangguan Persepsi Sensori Halusinasi, Resiko Bunuh

Diri, Defisit Perawatan Diri, dan Perilaku Kekerasan.

Oleh : Sari Oktavia

Dibuat untuk memenuhi tugas mengikuti praktik klinik kesehatan jiwa pada tanggal

05 – 31 Desember 2022 Program Studi Profesi Ners Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas

Muhammadiyah Ponorogo di RSJD dr. Arif Zainudin Surakarta.

Ponorogo, 04 Desember 2022

Penyusun

(....................................)

Pembimbing Lahan Pembimbing Institusi

(...............................................) (...........................................)
LAPORAN PENDAHULUAN
HARGA DIRI RENDAH

I. MASALAH UTAMA
Harga Diri Rendah

II. PROSES TERJADINYA MASALAH


A. Pengertian
Keliat B.A. mendefinisikan harga diri rendah adalah penilaian tentang
pencapaian diri dengan memganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal
diri. Perasaan tidak berharga, tidak berarti dan rendah diri yang berkepanjangan
akibat evaluasi negatif terhadap diri sendiri dan kemampuan diri (Fajariyah,
2012). Menurut NANDA (2015) Harga diri rendah didefinisikan sebagai evaluasi
diri negatif yang berkembang sebagai respons diri terhadap hilangnya atau
berubahnya perawatan diri pada seseorang yang sebelumnya memiliki evaluasi
diri negatif (Wahyuni, 2017).

B. Faktor Predisposisi
1. Biologi
Harapan akan struktur, bentuk dan fungsi tubuh yang tidak tercapai karena
dirawat atau sakit. Stresor fisik atau jasmani yang lain seperti : suhu dingin
atau panas, suara bising, rasa nyeri atau sakit, kelelahan fisik, lingkungan
yg tidak memadai dan pencemaran (polusi) udara atau zat kimia.
2. Psikologi
Penolakan orang tua, harapan orang tua yang tidak realistis, kegagalan yang
berulang, kurang mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan
pada orang lain dan ideal diri yang tidak realistis. Stressor yang lain adalah
konflik, tekanan, krisis dan kegagalan.
3. Sosio kultural
Stereotip peran gender, tuntutan peran kerja, harapan peran budaya, tekanan
dari kelompok sebaya dan perubahan struktur sosial.
Faktor predisposisi gangguan harga diri
1. Penolakan dari orang lain
2. Kurang penghargaan
3. Pola asuh yang salah
4. Kesalahan dan kegagalan yang berulang
5. Tidak mampu mencapai standar yang
ditentukan. (Stuart, 2016:221)

C. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi dapat disebabkan oleh faktor dari dalam atau faktor dari
luar individu terdiri dari:
1. Trauma seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau menyaksikan
peristiwa yang mengancam kehidupan.
2. Ketegangan peran adalah perasaan frustasi ketika individu merasa tidak
adekuat melakukan peran atau melakukan peran yang bertentangan dengan
hatinya atau tidak merasa cocok dalam melakukan perannya. Ada 3 jenis
transisi peran:
a. Perkembangan transisi, yaitu perubahan normatif yang berkaitan
dengan pertumbuhan. Pertumbuhan ini termasuk tahap perkembangan
dalam kehidupan individu atau keluarga dan norma-norma budaya, nilai-
nilai, serta tekanan untuk menyesuaikan diri.
b. Situasi transisi peran, adalah bertambah atau berkurangnya anggota
keluarga melalui peristiwa penting dalam kehidupan individu seperti
kelahiran atau kematian.
c. Transisi peran sehat sakit terjadi akibat pergeseran dari keadaan sehat ke
keadaan sakit. Transisi ini dapat dicetuskan oleh:
1) Perubahan ukuran dan bentuk, penampilan atau fungsi tubuh
2) Perubahan fisik yang berkaitan dengan tumbuh kembang normal
3) Prosedur medis dan perawatan

(Stuart, 2016 : 221).


D. Tanda Gejala
Empat gejala yang menunjukkan masalah harga diri rendah:
1. Fisik
Tanda dan gejala dari respon fisiologi terhadap penurunan harga diri antara
lain penurunan energi, lemah, agitasi, penurunan libido, insomnia atau
hipersomnia, penurunan atau peningkatan nafsu makan, anoreksi dan sakit
kepala (Westermeyer, 2006; Stuart & sundeen, 1998).
2. Kognitif
Kognitif yang muncul pada klien dengan masalah harga diri rendah menurut
Struart & Laraia (2005) dan boyd & Nihart (1998) adalah:
a. Bingung
Kebingungan adalah kumpulan perilaku termasuk tidak adanya perhatian
dan pelupa, perubahan perilaku seperti agresif, bimbang, delusi (efek
dari perilaku) dan ketidakmampuan atau kegagalan dalam kegiatan
sehari-hari (Mehta, Yaffe and Covinsky, 2002 dalam Stuart & Laraia,
2005).
b. Kurangnya memori jangka waktu pendek dan panjang
Memori meliputi kemampuan untuk mengingat atau meniru terhadap
pelajaran atau pengalaman. kerusakan emmori menurut Mohr (2006)
adalah ketidakmampuan untuk mempelajari informasi baru (memori
jangka pendek) dan ketidakmampuan mengingat informasi yang sudah
lama (memori jangka panjang). Gangguan memori berhubungan dengan
kerusakan sosial atau fungsi pekerjaan dan kemunduran diri dari fungsi
sebelumnya.
c. Kurangnya perhatian
Kekacauan perhatian menurut Stuart & Laraia (2005) adalah kerusakan
dalam kemampuan untuk menunjukkan perhatian, mengamati,
memfokuskan dan konsentrasi terhadap realita ekstrernal.
d. Merasa putus asa
e. Merasa tidak berdaya
f. Merasa tidak berguna / berharga
3. Perilaku
Dalam mengubah perilaku klien, dapat dilakukan dengan 3 strategi (WHO,
dalam Notoatmodjo, 2003) yaitu menggunakan kekuatan atau kekuasaan atau
dorongan, pemberian informasi serta diskusi partisipan. Pada klien dengan
harga diri rendah perilaku maladaptif yang ditampilkan antara lain:
a. Kurangnya aktivitas dan menurunnya aktivitas yang menyenangkan
b. Menarik diri
c. Kurang sosialisasi atau keterampilan bersosialisasi
d. Mencederai diri atau resiko bunuh diri
e. Afek
Keliat (2009) mengemukakan beberapa tanda dan gejala harga diri rendah adalah:
1. Mengkritik diri sendiri.
2. Perasaan tidak mampu.
3. Pandangan hidup yang pesimis.
4. Penurunan produkrivitas.
5. Penolakan terhadap kemampuan diri.

Selain tanda dan gejala tersebut, penampilan seseorang dengan harga diri
rendah juga tampak kurang memperhatikan perawatan diri, berpakaian tidak rapi,
selera makan menurun,tidak berani menatap lawan bicara, lebih banyak
menunduk, dan bicara lambat dengan nada suara lemah.
E. Akibat
Harga diri rendah adalah suatu perasaan yang negatif terhadap diri sendiri,
hilang kepercayaan diri dan merasa gagal mencapai keinginan. Dampak dari
masalah harga diri rendah dapat berupa penurunan produktifitas kerja, hubungan
interpersonal yang buruk, perawatan diri yang buruk, dan ketidakpatuhan
terhadap pengobatan.

III. A. Pohon Masalah

Risiko isolasi sosial: menarik diri

Gangguan konsep diri: Harga diri rendah


Core problem

Berduka disfungsional

B. Masalah Keperawatan dan Data yang Perlu Dikaji


DS: Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa, bodoh,
mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri.
DO: Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif
tindakan, ingin mencederai diri atau ingin mengakhiri hidup

IV. DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Gangguan konsep diri: Harga diri rendah
2. Risiko isolasi sosial: menarik diri

V. RENCANA TINDAKAN

Diagnosis
No. Keperawat Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
an
1. Gangguan TUM: 1. Setelah beberapa 1. Bina hubungan saling
konsep diri: Klien memiliki kali interaksi, klien percaya dengan
harga diri konsep diri yang menunjukkan menggunakan prinsip
rendah positif ekspresi wajah kounikasi terapiutik
bersahabat, rasa
TUK: senang, ada kontak
1. Klien mata,mau berjabata
membina tangan, menjawab
hubungan saling salam, dan mau
percaya dengan duduk berdampingan
perawat dengan perawat
2. Klien dapat 2. Setelah beberapa 2.1 Diskusikan dengan klien
mengidentifikasi kali interaksi klien tentang:
aspek positif dan menyebutkan:  Aspek positif klien,
kemampuan  Aspek positif dan keluarga dan lingkungan
yang dimiliki kemampuan yang  Kemampuan yang
dimilik klien dimiliki klien
 Aspek positif
keluarga
 Aspek 2.2. Beri pujian yang realistis,
positif
lingkungan klienhindari memberi penilaian
yang negatif.
3. Klien dapat 3. Setelah beberapa 3.1. Diskusikan dengan klien
menilai kali interaksi klien kemapuan yang dapat
kempuan yang dapat menyebutkan dilaksanakannya.
dimiliki untuk
kemampuan yang
dilaksanakan 3.2.Diskusikan kemampuan
dapat yang dapat dilanjutkan
dilaksanakannya. pelaksanaannya.
4. Klien dapat 4. Setelah beberapa 4.1. Tingkatkan kegiatan
merencanakan kali interaksi sesuai sesuai kondisi klien
kegiatan sesuai membuat rencana
dengan 4.2. Berikan contoh cara
kegiatan harian
kemampuan pelaksanaan kegiatan yang
yang dapat dilakukan klien.
dimilikinya.
2. Risiko TUM: 1. Setelah beberapa 1.1 Bina hubungan saling
isolasi Klien kali interaksi klien percaya dengan:
sosial: dapat menunjukkan  Beri salam setiap interaksi
menarik diri berinteraksi tandatanda percaya  Perkenalkan nama, nama
dengan orang kepada/terhadap panggilan perawat dan
lain perawat: wajah tujuan berkenalan
 Tanyakan dan panggil
cerah, tersenyum,
nama kesukaan klien
TUK: mau berkenalan, ada  Tunjukkan sikap jujur dan
1. Klien dapat kontak mata, menepati janji setiap kali
membina menceritakan berinteraksi
hubungan saling masalahnya dan
percaya bersedia
mengungkapkan
masalahnya

2. Klien mampu 2. Setelah beberapa 2.1. Tanyakan pada klien


menyebutkan kali interaksi klien tentang:
penyebab menyebutkan  Orang yang tinggal
menarik diri minimal satu serumah/teman sekamar
penyebab menarik klien
diri dari: diri  Orang yang paling dekat
dengan klien di
sendiri,orang lain rumah/diruang perawatan
dan lingkungan.  Apa yang membuat klien
dekat dengan orang
tersebut

2.2. Diskusikan dengan klien


penyebab menarik diri atau
tidak mau bergaul dengan
orang lain.

2.3. Beri pujian terhadap


kemampuan klien
mengungkapkan persaannya.
3. Klien mampu 3. Setelah beberapa 3.1 Tanyakan pada klien
menyebutkan kali interaksi dengan tentang:
keuntungan klien dapat
berhubungan menyebutkan  Manfaat hubungan sosial
sosial dan keuntungan  Kerugian menarik
kerugian berhubungan sosial, diri
menarik diri. misalnya: banyak
teman, tidak 3.2. Diskusikan bersama klien
kesepian, bisa tentang manfaat hubungan
diskusi, saling sosial dan kerugian menarik
menolong dan diri.
kerugian menarik
diri, misalnya: 3.3. Beri pujian terhadap
sendiri,kesepian dan kemampuan klien
tidak bisa diskusi. mengungkapkan
perasaannya.

Daftar Pustaka
Fitria, Nita. (20212). “Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan
dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan”. Jakarta: Salemba Medika.
Sutejo. (2019). “Keperawatan Jiwa Konsep dan Praktik Asuhan Keperawatan
Kesehatan Jiwa: Gangguan Jiwadan Psikososial”. Yogyakarta: Pustaka Baru Press.
STRATEGI PELAKSANAAN
Harga Diri Rendah
SP 1

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien :
a. Data Subjektif
1) Klien mengatakan tidak PD sebagai seoarang Ibu karena tidak mampu
menjalankan peran sebagai Ibu rumah tangga.
b. Data Objektif
1) Klien tampak tenang dan kooperatif
2) Klien tampak kurang percaya diri
2. Diagnosa Keperawatan
Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah
3. Tujuan :
a. Pasien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
b. Pasien dapat menilai kemampuan yang masih dapat digunakan
c. Pasien dapat memilih kegiatan yang akan dilatih sesuai dengan kemampuan yang
dimiliki
d. Pasien dapat melakukan kegiatan yang dipilih sesuai dengan kemampuan

4. Tindakan
Keperawatan SP I P
a. Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki pasien
b. Membantu pasien menilai kemampuan pasien yang masih dapat digunakan
c. Membantu pasien memilih kegiatan yang akan dilatih sesuai dengan kemampuan
pasien
d. Melatih pasien dengan kegiatan yang dipilih sesuai kemampuan, misal merapikan
tempat tidur
e. Membimbing pasien memasukan dalam jadwal kegiatan harian
B. Strategi Komunikasi
1. Orientasi
a. Salam Terapeutik
“Assalamualaikum wr.wb. Bu, perkenalkan nama saya....Ibu bisa memanggil saya
mbak...... Saya mahasiswa.........yang bertugas pada pagi hari ini. Saya disini akan
membantu menyelesaikan masalah yang Ibu hadapi. Kalau boleh tau nama Ibu
siapa ya?”
“Senang dipanggil siapa, Bu?”
b. Evaluasi Validasi
“Bagaimana keadaan Ibu hari ini? Tampaknya Ibu segar?”
c. Kontrak
1) Topik
“Ibu, bagaimana kalau kita mengobrol tentang kamampuan dan kegiatan yang
pernah Ibu lakukan? Setelah itu kita akan nilai kegiatan mana yang masih
dapat Ibu lakukan di rumah sakit.”
2) Waktu
“Bagaimana bu apakah Ibu mau? waktunya mau 10 menit atau 15 menit?”
3) Tempat
“Karena Ibu bersedia, dimana kita mau berbincang-bincang? bagaimana kalau
kita bicarakan masalah ini di taman?”
2. Kerja
“Sekarang coba Ibu cerita apa kegiatan Ibu sehari hari dirumah mulai dari bangun
tidur?”
“Oh bagus ya bu, selain mandi dan makan kemudian apalagi, Bu?”
“Wah bagus sekali ya bu ada 5 kemampuan dan kegiatan yang Ibu miliki. Nah, Ibu
dari ke 5 kegiatan ini yaitu sikat gigi, keramas, membersihkan tempat tidur, mandi,
dan makan apa yang masih bisa Ibu kerjakan di rumah sakit?”
“Bagus sekali, Ibu ada 2 kegiatan yang masih bisa Ibu kerjakan dirumah sakit ini
yaitu membersihkan tempat tidur dan makan, bagaimana kalau kita merapihkan
tempat tidur, bagaimana bu apa Ibu mau?”
“Ya sudah, kita menuju tempat tidur Ibu ya?”
“Ibu sebelum kita merapikan tempat tidur, kita pindahkan dulu ya bantalnya. Bagus
Ibu, sekarang kita angkat seprainya, sekarang kita pasang lagi seprainya dengan yang
baru, nah sekarang kita mulai lipat dari yang atasnya ya? Iya bagus, sekarang yang
sebelah ujung kakinya tarik dan masukan yang pinggirnya kedalam. Pemasangan
seprainya sudah selesai sekarang kita ambil bantalnya dan letakan diatas, iya bagus
Ibu, Ibu sudah bisa merapihkan tempat tidurnya dengan baik, coba Ibu perhatikan dan
bedakan dengan
yang tadi sebelum dirapihkan, sekarang menjadi lebih rapi kan bu?”
3. Terminasi
a. Evaluasi
1) Evaluasi Subjektif
“Bagaimana perasaan Ibu setelah kita mengobrol dan latihan merapihkan
tempat tidurnya?”
2) Evaluasi Objektif
“Ternyata Ibu banyak memiliki kemampuan yang dapat dilakukan dirumah
sakit ini, salah satunya merapihkan tempat tidur yang sudah Ibu praktekan
dengan baik sekali.”
b. Rencana Tindak Lanjut
“Nah, kemampuan ini dapat dilakukan juga dirumah setelah pulang nanti.
Sekarang mari kita masukan ke jadwal harian. Ibu mau berapa sekali sehari
merapihkan tempat tidur? Bagus 2x, yaitu pagi jam berapa? lalu sehabis istirahat
jam 4 sore ya bu.”
c. Kontrak yang Akan Datang
1) Topik
“Besok pagi kita latihan lagi ya bu kegiatan yang mampu dilakukan dirumah
sakit selain merapihkan tempat tidur, yaitu mencuci piring. Bersedia, Bu?”
2) Waktu
“Jam berapa kita akan latihan mencuci piring besok? Bagaimana kalau jam 8
pagi?”
3) Tempat
“Dimana kita bakan latihan cuci piring? Bagaimana kalau di dapur saja?”
LAPORAN PENDAHULUAN
ISOLASI SOSIAL
I. MASALAH UTAMA
Isolasi Sosial

II. PROSES TERJADINYA MASALAH


a. Pengertian

Isolasi sosial merupakan suatu sikap dimana individu menghindari diri dari
interaksi dengan orang lain. Individu merasa bahwa dia kehilangan hubungan akrab
dan ditak mempunyai kesempatan untuk membagi perasaan, pikiran, prestasi, atau
kegagalan. Ia mempunyai kesulitan untuk berhubungan secara spontan dengan orang
lain, yang dimanifestasikan dengan sikap memisahkan diri, tidak ada perhatian dan
tidak sanggup membagi pengamatan dengan orang lain (Balitbang, 2007 ).
b. Faktor Predisposisi
1. Faktor tumbuh kembang
Pada masa tumbuh kembang seorang individu, ada perkembangan tugas yang
harus terpenuhi agar tidak terjadi gangguan dalam hubungan sosial. Tugas
perkembangan ini pada masing-masing tahap tumbuh kembang mempunyai
spesifikasi sendiri-sendiri. Bila tugas-tugas dalam perkembangan ini tidak
terpenuhi, misalnya pada fase oral dimana tugas dalam membentuk rasa
saling percaya tidak terpenuhi, akan menghambat fase perkembangan
selanjutnya.
2. Faktor komunikasi keluarga
Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan faktor pendukung untuk
terjadinya gangguan dalam hubungan sosial atau isolasi sosial. Dalam teori
ini termasuk komunikasi yang tidak jelas (double blind) dimana seorang
anggota keluarga menerima pesan yang sering bertentanggan dalam waktu
bersamaan ekspresi emosi yang tinggi dalam keluarga untuk berhubungan di
luar lingkungan keluarga (pingit).
3. Faktor sosial budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan sosial merupakan satu
faktor pendukung untuk terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Hal ini
disebabkan oleh norma yang dianut oleh keluarga yang salah, dimana setiap
anggota keluarga yang tidak produktif diasingkan dari orang lain (lingkungan
sosial). Misalnya pada usia lanjut, penyakit kronis dan penyandang cacat.
Tidak nyata harapan dalam hubungan sosial dengan orang lain merupakan
faktor pendukung terjadinya gangguan hubungan sosial.
4. Faktor biologi
Faktor keturunan juga merupakan faktor pendukung terjadinya gangguan
dalam hubungan sosial. Organ tubuh yang jelas mengalami perubahan adalah
otak misalnya : pada pasien schizofrenia terdapat abnormal dari organ
tersebut adalah atropi otak, menurunkan berat otak secara dramatis,
perubahan ukuran dan bentuk sel-sel dalam limbik dan daerah kortikol
(Keliat, 1994).

c. Faktor Presipitasi
1. Faktor perkembangan
Tiap gangguan dalam pencapaian tugas perkembangan akan mencetuskan
seorang sehingga mempunyai masalah respon sosial maladaptif. Sistem
keluarga yang terganggu dapat menunjang perkembangan respon maladaptif.
Beberapa orang percaya bahwa individu yang mempunyai masalah ini adalah
orang yang tidak berhasil memisahkan dirinya dari orang tua. Norma
keluarga mungkin tidak mendukung hubungan keluarga dengan pihak lain di
luar keluarga. Peran keluarga sering kali tidak jelas. Orang tua pecandu
Alkohol dan penganiaya anak juga dapat mempengaruhi seseorang berespon
sosial maladaptif. Organisasi anggota keluarga bekerjasama dengan tenaga
profesional untuk mengembangkan gambaran yang lebih tepat tentang
hubungan antara kelainan jiwa dengan stres keluarga. Pendekatan kolaboratif
sewajarnya mengurangi menyalahkan keluarga oleh tenaga profesional.
2. Faktor Biologi
Faktor genetik dapat menunjang terhadap respon sosial maladaptif.
3. Faktor Sosial-kultural
Isolasi sosial merupakan faktor dalam gangguan berhubungan. Ini akibat dari
norma yang tidak mendukung pendekatan orang lain, atau tidak menghargai
anggota masyarakat yang tidak produktif, seperti lansia, orang cacat dan
berpenyakit kronis. Isolasi dapat terjadi karena menghadapi norma, perilaku
dan sistem nilai yang berbeda dari kelompok budaya mayoritas. Harapan
yang
tidak realistik terhadap hubungan merupakan faktor yang berkaitan dengan
gangguan ini.

d. Tanda Gejala
Tanda dan gejala klien isolasi sosial yaitu:
1. Kurang spontan.
2. Apatis (acuh terhadap lingkungan)
3. Ekspresi wajah kurang berseri.
4. Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri.
5. Tidak ada atau kurang komunikasi verbal
6. Mengisolasi diri
7. Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya
8. Asupan makanan dan minuman terganggu.
9. Retensi urine dan feses.
10. Aktivitas menurun.
11. Kurang energi atau tenaga.
12. Rendah diri.
13. Postur tubuh berubah.
III. A. Pohon Masalah

Resti mencederai diri, orang lain, dan lingkungan

PPS: Halusinasi

Isolasi Sosial: menarik diri

Harga diri rendah kronis

B. Masalah Keperawatan dan Data yang Perlu Dikaji


DS:
 Klien mengatakan malas bergaul dengan orang lain.
 Klien mengatakan dirinya tidak ingin ditemani perawat dan meminta
untuk sendirian.
 Klien mengatakan tidak mau berbicara dengan orang lain.
 Tidak mau berkomunikasi.
 Data tentang klien biasanya didapat dari keluarga yang mengetahui
keterbatasan klien.
DO:
 Kurang spontan.
 Apatis (anti terhadap linglungan)
 Ekspresi wajah kurang berseri.
 Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri.
 Tidak ada atau kurang komunikasi verbal.
 Mengisolasi diri.
 Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya.
 Asupan makanan dan minuman terganggu.
 Retensi urine dan feses.
 Aktivitas menurun.
 Kurang berenergi atau bertenaga.
 Rendah diri.
 Postur tubuh berubah.
IV. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Isolasi Sosial: menarik diri.
2. Harga Diri Rendah Kronis.
3. Perubahan Persepsi Sensori : Halusinasi
4. Resti mencederai diri, keluarga, dan lingkungan

V. RENCANA TINDAKAN

Diagnosis
No. Keperawat Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
an
1. Isolasi Tujuan Umum: 1. Klien dapat  Bina hubungan saling
Sosial: klien dapat mengungkapkan percaya dengan
menarik diri berinteraksi perasaan dan menggunakan prinsip
dengan orang keberadaannya komunikasi terapeutik.
lain sehingga secara verbal.
tidak terjadi
halusinasi.

Tujuan Khusus:
1. Klien dapat
membina
hubungan saling
percaya.
2. Klien dapat 2. Klien dapat  Kaji pengetahuan klien
menyebutkan menyebutkan tentang perilaku menarik
penyebab penyebab menarik diri dan tanda-tandanya.
diri yang berasal  Berikan kesempatan pada
menarik diri.
dari diri klien untuk
sendiri, orang lain mengungkapkan perasaan
dan lingkungan. penyebab menarik diri atau
tidak mau bergaul.
 Diskusikan bersama klien
tentang perilaku menarik
diri, tanda dan gejala.
 Berikan pujian terhadap
kemampuan klien
mengungkapkan
perasaanya.
3. Klien dapat 3. Klien dapat  Kaji pengetahuan klien
menyebutkan menyebutkan tentang keuntungan dan
keuntungan keuntungan manfaat bergaul dengan
berhubungan orang lain.
berhubungan
dengan orang
lain dan dengan orang lain.  Beri kesempatan pada klien
kerugian tidak untuk mengungkapkan
berhubungan perasaannya tentang
dengan orang keuntungan berhubungan
lain. dengan orang lain.
 Diskusikan bersama klien
tentang manfaat
berhubungan dengan orang
lain.
 Kaji pengetahuan klien
tentang kerugian bila tidak
berhubungan dengan orang
lain.
 Beri kesempatan pada klien
untuk mengungkapkan
perasaan tentang kerugian
bila tidak berhubungan
dengan orang lain.
 Diskusikan bersama klien
tentang kerugian tidak
berhubungan dengan orang
lain.
 Beri reinforsement positif
terhadap kemampuan
mengungkapkan perasaan
tentang kerugian tidak
berhubungan dengan orang
lain.
4. Klien dapat  Klien dapat  Kaji kemampuan klien
melaksanakan menyebutkan membina hubungan dengan
hubungan sosial kerugian tidak orang lain.
secara bertahap. berhubungan  Dorong dan ban bantu klien
dengan orang untuk berhubungan dengan
lain. orang lain.
 Klien dapat  Beri reinforcement positif
menyebutkan terhadap keberhasilan yang
kerugian tidak telah dicapai.
berhubungan  Bantu klien mengevaluasi
dengan orang manfaat berhubungan
lain. dengan orang lain.
 Diskusikan jadwal harian
yang dapat dilakukan
bersama klien dalam
mengisi waktu.
 Motivasi klien untuk
mengikuti kegiatan terapi
aktivitas kelompok
sosialisasi.
 Beri reinforcement atas
kegiatan klien.

5. Klien dapat 5. Klien dapat  Dorong klien untuk


mengungkapkan mendemonstrasika mengungkapkan
perasaannya n hubungan sosial perasaannya bila
setelah secara bertahap. berhubungan dengan orang
berhubungan lain.
dengan orang  Diskusikan dengan klien
lain. manfaat berhubungan
dengan orang lain.
 Beri reinfocement positif.

6. Klien dapat 6. Klien dapat  BHSP dengan keluarga.


memberdayakan mengungkapkan  Diskusikan dengan angota
sistem perasaan setelah keluarga tentang perilaku
pendukung atau berhubungan menarik diri, penyebab,
keluarga atau dengan orang lain dan cara keluarga
keluarga mampu menghadapi klien.
mengembangka  Dorong anggota keluaga
n kemampuan untuk memberikan
klien untuk dukungan kepada klien
berhubungan berkomunikasi dengan
dengan orang orang lain.
lain.  Anjurkan angota keluarga
secara rutin dan bergantian
mengunjungi klien minimal
1 kali seminggu.
 Beri reinforcement positif.

Daftar Pustaka

Fitria, Nita. (20212). “Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan
dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan”. Jakarta: Salemba Medika.
Sutejo. (2019). “Keperawatan Jiwa Konsep dan Praktik Asuhan Keperawatan
Kesehatan Jiwa: Gangguan Jiwadan Psikososial”. Yogyakarta: Pustaka Baru Press.
STRATEGI PELAKSANAAN
ISOLASI SOSIAL
SP 1
A. Proses Keperawatan
1 Kondisi Klien
a. Data subjektif
1) Klien mengatakan malas berinteraksi dengan orang lain
2) Klien mengatakan orang-orang jahat dengan dirinya
3) Klien merasa oranglain tidak selevel
b. Data objektif
1) Klien tampak menyendiri
2) Klien tampak mengurung diri
3) Klien tidak mau berbicara dengan oranglain
2 Diagnosa keperawatan
Isolasi sosial
3 Tujuan
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya
b. Mengidentifikasi penyebab isolasi sosial pasien
c. Klien mampu menyebutkan keuntungan dan kerugian hubungan
dengan oranglain
d. Klien dapat melaksanakan hubungan sosial secara bertahap
e. Klien mampu menejlaskan perasaan setelah berhubungan dengan
orang lain
f. Klien mendapat dukungan keluarga dalam memperluas hubungan sosial
g. Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik.
4 Tindakan keperawatan
a. Membina hubungan saling percaya
b. Mengidentifikasi penyebab isolasi sosial pasien
c. Berdiskusi tentang pasien dengan keuntungan berinteraksi dengan oranglain
d. Mengajarkan pasien dengan berkenalan dengan satu orang
e. Menganjurkan pasien membuat kegiatan latihan berbincang-bincang
dengan orang lain dalam kegiatan harian
B. Proses Penatalaksanaan
1. Fase orientasi
a. Salam terapeutik
Assalamualaikum, selamat pagi bu...perkenalkan saya..bisa di panggil..saya
mahasiswa unmuh ponorogo yang akan dinas di ruangan melati selama 3
minggu. Hari ini saya dinas pagi dari jam 07.00 sampai jam 14.00 siang, saya
akan merawat ibu selama di rumah sakit ini, nama ibu siapa, senangnya ibu di
panggil siapa?
b. Evaluasi/validasi
Bagaimana perasaan ibu hari ini...o...jadi ibu merasa bosan tidak
berguna, Apakah ibu masih suka menyendiri ?
c. Kontrak waktu
Topik : baiklah ibu, bagaimana kalau kita berbicara tentang perasaan bu, dan
kemampuan yang ibu miliki, apakah bersedia bu? Tujuannya agar ibu dan saya
dapat mengenal sekaligus ibu dapat mengetahui keuntungan berinteraksi
dengan orang lain
Waktu : berapa lama ibu mau berbincang-bincang dengan saya? Bagaimana
kalau 10 menit saja ya?
Tempat : ibu mau berbincang-bincang dimana? Bagaimana jika di ruang tamu?
2. Fase kerja
 Dengan siapa ibu tinggal serumah ?
 Siapa yang paling dekat dengan ibu?
 Apa yang menyebabkan ibu dekat dengan orang tersebut ?
 Siapa anggota keluarga dan teman ibu yang tidak dekat dengan ibu?
 Apa yang membuat ibu tidak dekat dengan oranglain
 Apa saja kegiatan yang biasa ibu lakukan saat bersama dengan keluarga?
 Bagaimana dengan teman-teman yang lain?
 Apakah ada pengalaman yang tidak menyenangkan ketika bergaul dengan
orang lain?
 Apa yang menghambat ibu dalam berteman atau bercakap-cakap dengan
orang lain?
 Menurut ibu apa keuntungan kita mempunyai teman ?
Wah benar kita mempunyai teman untuk bercakap-cakap
 Apa lagi bu ?(sampai pasien mampu menyebutkan beberapa lagi)
 Nah kalau kerugian kita tidak mempunyai teman apa bu? Ya apa lagi ibu ?
(sampai menyebutkan beberapa) jadi banyak juga ruginya ya jika kita tidak
memiliki teman
“ kalau begitu saya ingin belajar berteman dengan orang lain”
Nah untuk memulainya (sekarang ibu latihan berkenalan dengan saya
terlebih dahulu, begini ibu untuk berkenalan dengan orang lain dengan
orang lain kita sebutkan dahulu nama kita dan nama panggilan yang kita
sukai. Contohnya : nama saya anissa, lebih senang di panggil nissa,
selanjutnya ibu bisa menanyakan nama orang lain yang ibu ajak berteman
maupun berkenalan, contohnya : nama bapak siapa? Senangnya di panggil
apa pak?
Ayo bu coba di praktekkan! Misalnya ibu belum kenal dengan saya.
Ayo bu di coba..bagus ibu..di coba lagi bu...sedikit lagi bu..bagus sekali
ibu...
Setelah berkenalan dengan ibu orang itu dia ajak ngobrol tentang hal-hak
yang menyenangkan, misalnya : tentang keluarga, tentang hobi, pekerjaan
dan lainnya.
Nah bagaimana kita sekarang bercakap-cakap dengan teman ibu (dampingi
di sebelah pasien).
3. Terminasi
a. Evaluasi subjektif dan objektif
Bagaimana perasaan ibu setelah kita berlatih kenalan?
Nah sekarang coba ulangi dan peragakan kembali cara berkenalan dengan
orang lain.
b. RTL
Baiklah ibu, dalam suatu hari mau berapa kali ibu latihan bercakap-cakap
dengan teman? Dua kali ya ibu? Baiklah jam berapa ibu akan latihan? Ini ada
jadwal kegiatan, kita isi pas jam 11.00 dan 15.00, kegiatan ibu adalah
bercakap- cakap dengan teman sekamar, jika ibu melakukannya dengan
mandiri, maka ibu tulis M, sebaliknya jika ibu tidak melakukan sama sekali
maka di tulis T. Apakah ibu mengerti? Coba ibu ulangi! Naah bagus itu bu..
c. Kontrak yang akan datang
Topik : baikalh ibu bagaimana kalau besok kita berbincang-bincang tentang
pengalaman ibu, bercakap-cakap dengan teman baru dan latihan bercakap-
cakap dengan topik tertentu, apakah ibu bersedia?
Waktu :
Ibu mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 11.00
Tempat : ibu maunya dimana kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau di
ruang tamu ? baiklah ibu besok saya akan mesini lagi pada jam 11.00, samapai
jumpa besok bu, saya permisi dulu nggeh bu. Assalamualaikum wr.wb
LAPORAN PENDAHULUAN
WAHAM
I. MASALAH UTAMA
Gangguan proses fikir (waham)
II. PROSES TERJADINYA MASALAH
A. Pengertian
Waham adalah keyakinan yang salah secara kokoh dipertahankan
walaupun walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan
realita normal (Stuart dan Sundeen, 2012).
Waham adalah keyakinan yang salah yang didasarkan oleh kesimpulan
yang salah tentang realita eksternal dan dipertahankan dengan kuat. Waham
merupakan gangguan dimana penderitanya memiliki rasa realita yang berkurang
atau terdistorsi dan tidak dapat membedakan yang nyata dan yang tidak nyata
(Victoryna, 2020)
B. Faktor Predisposisi
Menurut World Health Organization (2016) :
1) Biologis
Pola keterlibatan keluarga relative kuat yang muncul di kaitkan dengan delusi
atau waham. Dimana individu dari anggota keluarga yang di manifestasikan
dengan gangguan ini berada pada resiko lebih tinggi untuk mengalaminya di
bandingkan dengan populasi umum.Studi pada manusia kembar juga
menunjukan bahwa ada keterlibatan factor.
2) Teori Psikososial
Perkembangan skizofrenia sebagai suatu perkembangan disfungsi
keluarga.Konflik diantara suami istri mempengaruhi anak. Bayaknya masalah
dalam keluarga akan mempengaruhi perkembangan anak dimana anak tidak
mampu memenuhi tugas perkembangan dimasa dewasanya. Beberapa ahli
teori menyakini bahwa individu paranoid memiliki orang tua yang dingin,
perfeksionis, sering menimbulkan kemarahan,perasaan mementingkan diri
sendiri yang berlebihan dan tidak percaya pada individu. Klien menjadi orang
dewasa yang rentan karena pengalaman awal ini.
3) Teori Interpersonal
Dikemukakan oleh Priasmoro (2018) di mana orang yang mengalami psikosis
akan menghasilkan suatu hubungan orang tua-anak yang penuh dengan
ansietas
tinggi.Hal ini jika di pertahankan maka konsep diri anak akan mengalami
ambivalen.
4) Psikodinamika
Perkembangan emosi terhambat karena kurangnya rangsangan atau perhatian
ibu,dengan ini seorang bayi mengalami penyimpangan rasa aman dan gagal
untuk membangun rasa percayanya sehingga menyebabkan munculnya ego
yang rapuh karena kerusakan harga diri yang parah,perasaan kehilangan
kendali,takut dan ansietas berat.Sikap curiga kepada seseorang di
manifestasikan dan dapat berlanjut di sepanjang kehidupan. Proyeksi
merupakan mekanisme koping paling umum yang di gunakan sebagai
pertahanan melawan perasaan
C. Faktor Presipitasi
1) Biologi
Stress biologi yang berhubungan dengan respon neurologik yang maladaptif
termasuk:
a) Gangguan dalam putaran umpan balik otak yang mengatur proses
informasi
b) Abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang
mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi
rangsangan.
2) Stres lingkungan
Stres biologi menetapkan ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi
dengan stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
3) Pemicu gejala
Pemicu merupakan prekursor dan stimulus yang yang sering menunjukkan
episode baru suatu penyakit. Pemicu yang biasa terdapat pada respon
neurobiologik yang maladaptif berhubungan dengan kesehatan. Lingkungan,
sikap dan perilaku individu (Direja, 2011)
D. Tanda dan Gejala Tanda dan gejala
Menurut Direja, (2011) Tanda dan gejala pada klien dengan Waham
Adalah : Terbiasa menolak makan, tidak ada perhatian pada perawatan diri,
Ekspresi wajah sedih dan ketakutan, gerakan tidak terkontrol, mudah tersinggung,
isi pembicaraan tidak sesuai dengan kenyataan dan bukan kenyataan, menghindar
dari orang lain, mendominasi pembicaraan, berbicara kasar, menjalankan kegiatan
keagamaan secara berlebihan.

Untuk mendapatkan data waham saudara harus melakukan observasi perilaku


berikut ini :
a) Waham kebesaran
Meyakini bahwa ia memiliki kebesaran atau kekuasaan khusus , diucapkan
berulang kali tetapi tidak sesuai kenyataan.
Contoh : “saya ini pejabat di departemen kesehatan lho..” atau “saya punya
tambang emas”
b) Waham curiga
Meyakini bahwa ada seseorang atau kelompok yang berusaha merugikan /
mencederai dirinya , diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai kenyataan.
Contoh : “saya tahu… seluruh saudara ingin mneghancurkan hidup saya
karena merasa iri dengan kesuksesan saya.”
c) Waham agama
Memiliki keyakinan terhadap suatu agama secara berlebihan , diucapkan
berulang kali tetapi tidak sesuai kenyataan.
Contoh : “kalau saya masuk surge saya harus menggunakan pakaian putih
setiap hari.”
d) Waham somatic
Meyakini bahwa tubuh atau bagian tubuhnya terganggu / terserang penyakit ,
diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai kenyataan.
Contoh : “saya sakit kanker” , setelah pemeriksaan laboratorium tidak
ditemukan tanda – tanda kanker namun pasien terus mengatakan bahwa ia
terserang kanker.
e) Waham nihilistic
Meyakini bahwa dirinya sudah tidak ada di dunia / meninggal, diucapkan
berulang kali tetapi tidak sesuai kenyataan.
Contoh : “ini kana lam kubur ya , semua yang ada adalah roh – roh”.
III. A. POHON MASALAH
Perilaku kekerasan

waham

Isolasi sosial

Harga diri rendah


Pohon masalah, (Fitria, 2009, dikutip Direja, 2011).
B. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI
A. Resiko tinggi perilaku kekerasan
DS :
1) Merasa sebagi orang
hebat DO :
2) Marah-marah tanpa sebab
B. Gangguan Proses Pikir : Waham
DS : mengungkapkan isi waham
DO :
1) Menunjukkan perilaku sesuai isi waham
2) Isi pikiran tidak sesuai realita
3) Isi pembicaraan sulit dimengerti
C. Isolasi sosial
DS :
1) Merasa orang lain menjauh
2) Merasa tidak ada yang
mengerti Do :
1) menyendiri
D. Harga diri rendah
DS :
1) pandangan hidup yang pesimis
2) penolakan pada kemampuan
diri DO :
1) penurunan produktifitas
2) tidak berani menatap lawan bicara
3) lebih banyak menundukan kepala
IV. DIAGNOSAKEPERAWATAN
1. Resiko tinggi perilaku kekerasan b.d resiko menciderai diri sendiri lingkungan
dan orang lain
2. Gangguan proses pikir : waham b.d gangguan proses berfikir
3. Isolasi sosial b.d kecurigaan
4. Harga diri rendah kronis b.d gangguan konsep diri

V. RENCANA TINDAKAN
PERENCANAAN
No DIAGNOSA
TUJUAN KRITERIA EVALUASI INTERVENSI

1. Perubahan TUM: Setelah ... X ... menit, Bina hub. Saling


proses pikir : Klien dapat interaksi klien: percaya dengan klien:
waham mengontrol a. Mau menerima a. Beri salam
wahamnya kehadiran perawat b. Perkenalan diri,
TUK 1: disampingnya tanyakan nama,
Klien dapat b. Mengatakan mau serta nama
membina menerima bantuan panggilan yang
hubungan perawat disukai
saling c. Tidak menunjukkan c. Jelaskan tujuan
percaya tanda-tanda curiga interaksi
dengan d. Mengijinkan duduk d. Yakinkan klien
perawat disamping dalam keadaan
aman dan perawat
siap menolong
dan
mendampinginya
e. Yakinkan bahwa
kerahasiaan klien
akan tetap terjaga
f. Tunjukan sikap
terbuka dan jujur
g. Perhatikan
kebutuhan dasar
dan bantu pasien
memenuhinya
TUK 2: Setelah ... X.. menit, Bantu klien
Klien dapat interaksi klien: mengidentifikasi
mengidentifi a. Dapat menyebutkan kebutuhan yang tidak
kasi stresor kejadian sesuai terpenuhi serta
atau pencetus dengan urutan waktu kejadian yang
wahamnya serta harapan atau menjadi faktor
kebutuhan dasar yang pencetus wahamnya.
tidak terpenuhi a. Diskusikan
seperti harga diri, dnegan klien
rasa aman, dsb tentang kejadian-
b. Dapat menyebutkan kejadian
hubungan antara traumatik yang
kejadian traumatik menimbulkan rasa
kebutuhan tidak takut, ansietas
terpenuhi dengan maupun perasaan
wahamnya. tidk dihargai
b. Diskusikan
kebutuhan atau
harapan yang
tidak terpenuhi
dan kejadian
traumatik
c. Diskusikan
dengan klien
antara kejadian-
kejadian tersebut
dengan
wahamnya
TUK 3: Setelah...X... menit, Bantu klien
Klien dapat interaksi klien: mengidentifikasi
mengidentifi a. Menyebutkan keyakinan yang selah
kasi perbedaan tentang situasi yang
wahamnya pengalaman nyata nyata (bila klien
dengan pengalaman sudsha siap)
wahamnya a. Diskusikan
dnegna klien
pengalaman
wahamnya tanpa
berargumentasi
b. Katakan kepada
klien akan
keraguan perawat
terhadap
pernyataan klien
c. Diskusikan
frekuensi,
intensitas dan
durasi terjadinya
waham
d. Diskusikan
dnegna klien
respon perasaan
terhadap waham
TUK 4: Setelah ...X... menit, a. Diskusikan hobi
Klien dapat interaksi klien dapat: atau aktivitas
melakukan a. Melakukan aktivitas yang disukainya
teknik yang konstruktif b. Anjurkn klien
distraksi sesuai dengan memilih dan
sebagai cara minatnya yang dapat melakukan
menghentika mengalihkan fokus aktivitas yang
n pikiran klien dari wahamnya membutuhkan
yang terpusat perhatian sebagai
pada pengisi waktu
wahamnya. luang
c. Libatkan klien
pada topik-topik
yang nyata
d. Anjurkan klien
untuk
mempertahankan
atau
meningkatkan
kesehatan dan
pemulihannya
e. Beri penghargaan
bagi setiap usaha
yang positif
TUK 5 Setelah...X... menit, a. Diskusikan
Klien dapat interaksi klien: dengan klien
memanfaatk a. Mendemonstrasikan tentang manfaat
an obat penggunaan obat dan kerugian
dengan baik yang baik tidak minum obat
b. Menyebutkan akibat b. Pantau klien saat
berhenti minum obat penggunaan obat,
tanpa konsultasi beri pujian jika
dengan dokter klien
menggunakan
obat dengan
benar
c. Diskusikan akibat
klien berhenti
minum obat tanpa
konsultasi dngan
dokter
d. Anjurkan klien
untuk konsultasi
kepada perawat
atau dokter jika
terjadi hal-hal
yang tidak
diinginkan.

Daftar Pustaka

Stuart dan Sundeen . 2005 . Buku Keperawatan Jiwa . Jakarta : EGC .


Keliat, Budi Anna. 2006. Kumpulan Proses Keperawatan Masalah Jiwa. Jakarta : FIK,
Universitas Indonesia

Aziz R, dkk. 2003. Pedoman asuhan keperawatan jiwa. Semarang: RSJD Dr.
AminoGondoutomo.
Victoryna, F., Wardani, I. Y., & Fauziah, F. (2020). Penerapan Standar Asuhan
Keperawatan Jiwa Ners untuk Menurunkan Intensitas Waham Pasien Skizofrenia.
Jurnal Keperawatan Jiwa, 8(1), 45-52. https://doi.org/10.26714/jkj.8.1.2020.45-52
Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia Ed 1. 2016. Definisi dan Indikator Diagnostik.
Jakarta: Tim Pokja SDKI DPP PPNI.
World Health Organization. (2016). Scizofrenia. : https://www.who.int/news-
room/fact-sheets/detail/schizophrenia
STRATEGI PELAKSANAAN
WAHAM
SP 1
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
S : Klien mengatakan bahwa dirinya adalah seorang bos yang kaya dan
mempunyai toko emas yang banyak.
O : Klien tampak mendominasi pembicaraan, isi pembicaraan tidak sesuai dengan
realitas.
2. Diagnosa Keperawatan
Gangguan proses pikir : waham
3. Tujuan Keperawatan :
1) Membina hubungan saling percaya dengan klien
2) Membantu orientasi realita pada klien
3) Membantu pasien memenuhi kebutuhannya
4. Tindakan Keperawatan
- Bina hubungan saling percaya dengan klien
- SP I :
1) Bantu orientasi realita pada klien
2) Diskusikan kebutuhan yang tidak terpenuhi oleh klien
3) Bantu pasien memenuhi kebutuhannya
4) Anjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
B. Strategi Tindakan
1. Fase Orientasi
a. Salam Terapeutik :
“Selamat pagi pak, perkenalkan nama saya ...., saya mahasiswa..........yang
akan praktek di ruangan ini selama 2 minggu ke depan. Saya hari ini dinas pagi
dari pukul 07.00-14.00, saya yang akan merawat Bapak pagi ini.”
a. Evaluasi/validasi :
“Bagaimana perasaan bapak hari ini ?Nama Bapak siapa?Senangnya dipanggil apa?”
b. Kontrak

Topik : “Bapak, bisa kita berbincang-bincang tentang apa yang Bapak rasakan
sekarang?”
Tempat : “Bapak mau kita berbincang-bincang di mana?”
Waktu : “Berapa lama Bapak mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau
15 menit?”
2. Fase Kerja
“Saya mengerti Bapak merasa bahwa Bapak adalah seorang…., tapi yang Bapak
rasakan tidak dirasakan oleh orang lain”
“Tampaknya Bapak gelisah sekali, bisa Bapak ceritakan apa yang Bapak rasakan?”
“O... jadi bang B merasa takut nanti diatur-atur oleh orang lain dan tidak punya hak
untuk mengatur diri abang sendiri?”
“Siapamenurut Bapak yang sering mengatur-atur diri Bapak?”
“Jadi ibu yang terlalu mengatur-ngatur Bapak, juga kakak dan adik Bapak yang lain?”
“Kalau Bapak sendiri inginnya seperti apa?”
“O... bagus Bapak sudah punya rencana dan jadwal untuk diri sendiri”
“Coba kita bersama-sama tuliskan rencana dan jadwal tersebut”
“Wah..bagus sekali, jadi setiap harinya Bapak ingin ada kegiatan diluar rumah karena
bosan kalau di rumah terus ya”
3. Fase Terminasi
a. Evaluasi Subyektif
“ Bagaimana perasaan bapak… setelah kita berbincang-bincang ?
b. Evaluasi Obyektif
“Coba bapak sebutkan hal apa saja yang tadi sudah kita perbincangkan.”
c. Rencana Tindak lanjut
“ karena waktu kita sudah habis kali ini, bagaimana kalau kita lanjutkan besog
pagi.”
d. Kontrak
 Topik : Bagaimana kalau besok kita berbicara tentang hobi bapak?.
 Tempat : mau dimana kita diskusi ?
 Waktu : “Besog jam 9 pagi y pak, kalau begitu saya pamit dulu. Selamat
Pagi pak.”
LAPORAN PENDAHULUAN
HALUSINASI

I. MASALAH UTAMA
Ganggguan Persepsi sensori: Halusinai
II. PROSES TERJADINYA MASALAH
A. Pengertian
Halusinasi adalah persepsi yang salah atau persepsi sensori yang tidak sesuai
dengan kenyataan seperti melihat bayangan atau suara suara yang sebenarnya tidak
ada.(Yudi hartono;2012;107)
B. Faktor Predisposisi
1. Biologis
a) Hambatan perkembangan khususnya korteks frontal,temporal dan citim limbik
.Gejala yang mungkin timbul adalah hambatan dalam belajar,daya ingat dan
berbicara
b) Pertumbuhan dan perkembangan individu pada pranatal,perinatal neonatus dan
kanak kanak
2. Psikologis
Keluarga,pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon
psikologis diri klien,sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi ganguan
orientasi realitas adalah penolakan atau kekerasan dalam hidup klien. Penolakan
dapat dirasakan dari keluarga,pengasuh atau teman yang bersikap
dingin,cemas,tidak peduli atau bahkan terlalu melindungi sedangkan kekerasan
dapat bisa berupa konflik dalam rumah tangga merupakan lingkungan resiko
gangguan orientasi realitas.
3. Sosial
Kehidupan sosial budaya dapat pula mempengaruhi gangguan orientasi
realitas seperti kemiskinan,konflik sosial,budaya,kehidupan yang terisolir disertai
stres yang menumpuk. (Yudi hartono;2012;108)
C. Faktor Presipitasi
1. Stresor Sosial Budaya
Stress dan kecemasan akan meningkat bila terjadi penurunan stabilitas keluarga,
perpisahan dengan orang yang penting, atau diasingkan dari kelompok dapat
menimbulkan halusinasi.
2. Faktor Biokimia
Penelitian tentang dopamin, norepinetrin, indolamin, serta zat halusigenik diduga
berkaitan dengan gangguan orientasi realitas termasuk halusinasi.
3. Faktor Psikologis
Intensitas kecemasan yang ekstream dan memanjang disertai terbatasnya
kemampuan mengatasi masalah memungkinkan berkembangnya gangguan
orientasi realistis. Pasien mengembangkan koping untuk menghindari kenyataan
yang tidak menyenangkan.
4. Faktor Perilaku
Perilaku yang perlu dikaji pada pasien dengan gangguan orientasi realitas
berkaitan dengan perubahan proses pikir, afektif persepsi, motorik, dan social.
D. Jenis-Jenis Halusinasi
Beberapa jenis halusinasi ini sering kali menjadi gejala penyakit
tertentu,seperti skizofrenia.Namun terkadang juga dapat disebabkan oleh
penyalahgunaan narkoba, demam,depresi atau demensia,berikut ini jenis jenis
halusianasi yang mungkin saja mengintai pikiran manusia
1. Halusinasi Pendengaran (Audio)
Ini adalah jenis halusinasi yang menunjukan persepsi yang salah dari
bunyi,musik,kebisingan atau suara.Mendengar suara ketika tidak ada stimulus
pendengaran adalah jenis yang paling umum dari halusinasi audio pada penderita
gangguan mental.Suara dapat didengar baik di dalam kepala maupun di luar
kepala seseorang dan umumnya dianggap lebih parah ketika hal tersebut datang
dari luar kepala,suara bisa datang berupa suara wanita maupun suara pria yang
akrab atau tidak akrab.Pada penderita skizofrenia gejala umum adalah
mendengarkan suara suara dua orang atau lebihyang berbicara pada satu sama
lain,ia mendengar suara berupa kritikan atau komentar tentang dirinya ,prilaku
atau pikirannya.
2. Halusinasi penglihatan
Ini adalah sebuah persepsi yang salah pada pandangan.isi dari halusinasi
dapat berupa apa saja tetapi biasanya orang atau tokoh seperti
manusia.Misalnya,seseorang merasa ada orang berdiri di belakangnya
3. Halusinasi Pengecapan (Gustatorius)
Ini adalah sebuah persepsi yang salah mengenai rasa.biasanya pengalaman
ini tidak menyenangkan.Misalnya seorang individu mungkin mengeluh telah
mengecap rasa logam secara terus menerus.Jenis halusinasi ini sering terlihat di
beberapa gangguan medis seperti epilepsi dibandingkan pada gangguan mental
4. Halusinasi penciuman (Olfaktori)
Halusinasi ini melibatkan berbagai bau yang tidak ada.bau ini biasanya
tidak menyenangkan seperti mau muntah ,urin,feses asap atau daging
busuk .Kondisi ini juga sering disebut sebagai Phantosmia dan dapat diakibatkan
oleh adanya kerusakan saraf di bagian indra penciuman.Kerusakan mungkin ini
mungkin disebabkan oleh virus,trauma,tumor otak atau paparan zat zat beracun
atau obat obatan
5. Halusinasi sentuhan (Taktil)
Ini adalah sebuah persepsi atau sensasi palsu terhadap sentuhan atau suatu
yang terjadi di dalam atau pada tubuh .Halusinasi sentuhan ini umumnya merasa
seperti ada suatu yang merangkak di bawah atau pada kulit.
6. Halusinasi somatik
Ini mengacu paX CASda saat seseorang mengalami perasaan tubuh
mereka merasakan nyeri yang parah misalnya akibat mutilasi atau pergeseran
sendi.pasien juga melaporkan bahwa ia juga mengalami penyerahan oleh hewan
pada tubuh mereka seperti ular merayap dalam perut. (Yudi hartono;2012;109)
E. Tanda dan Gejala
1. Tanda gejala bagi klien yang mengalami halusinasi adalah sebagai berikut:
Bicara,senyum dan tertawa sendiri
2. Mengatakan mendengar suara
3. Merusak diri sendiri/orang lain/lingkungan
4. Tidak dapat membedakan hal yang nyata dan yang mistis
5. Tidak dapat memusatkan konsentrasi
6. Pembicaraan kacaw terkadang tidak masuk akap
7. Sikap curiga dan bermusuhan
8. Menarik diri,menghindar dari orang lain
9. Sulit membuat keputusan
10. Ketakutan
11. Mudah tersinggung
12. Menyalahkan diri sendiri/orang lain
13. Tidak mampu memenuhu kebutuhan sendiri
14. Muka merah kadang pucat
15. Ekspresi wajah tegang
16. Tekanan darah meningkat
17. Nadi cepat
18. Banyak keringat(Yudi Hartono ;2012;109)
F. Akibat
Akibat dari halusinasi adalah resiko mencederai diri sendiri,orang lain dan
lingkungan.ini diakibatkan karena klien berada di bawah halusinasinya yang meminta
dia untuk melakukan sesuatu hal diluar kesadarannya.(Iskandar;2012;56)
III. A. POHON MASALAH
Resiko mencederai diri sendri dan orang lain

Perubahan persepsi sensori Halusinasi

Isolasi sosial (Menarik diri)


B. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI
1. Resiko mencederai diri, orang lsin dan lingkungan
DS:
 Klien mengatakan benci atau kesal pada orang seseorang.
 Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika
sedang kesal atau marah.
 Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa
lainnya DO:
 Mata merah, wajah agak marah
 Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai, berteriak, menjerit,
memukul diri sendiri/ orang lain.
 Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
 Merusak dan melempar barang-barang.
2. Perubahan sensori perseptual : halusinasi
DS:
 Klien mengatakan mendengar bunyi yang tidak berhubungan dengan
stimulus nyata.
 Klien menggatakan melihat gambaran tanpa ada stimulus yang nyata
 Klien mengatakan mencium bau tanpa stimulus
 Klien merasa makan sesuatu
 Klien merasa ada sesuatu pada kulitnya
 Klien tajut pada suara/bunyi/gambar yang dilihat dan didengar
 Klien ingin memukul/melempar barang-barang
DO:
 Klien berbicara dan tertawa sendiri
 Klien seperti mendengar/ melihat sesuatu
 Klien berbicara ditengah kalimat untuk mendengarkan sesuatu
 Diorientasi.
3. Isolasi sosial : menarik diri
DS:
 Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa,
bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap
diri sendiri.
DO:
 Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif
tindakan, ingin mencederai diri/ingin mengakhiri hidup, apatis, ekspresi
sedih, komunikasi verbal kurang, aktivitas menurun, kurang
memperhatikan kebersihan.
IV. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Perubahan sensori persepsi : halusinasi berhubungan dengan menarik diri

V. RENCANA TINDAKAN
NO. DIAGNOSA PERENCANAAN
TUJUAN KRITERIA HASIL INTERVENSI
1. Perubahan TUK 1 : Klien 1. Klien menyatakan 1. Bina hubungan saling
sensori dapat mengalami halusinasi percaya antara perawat
persepsi: mengenal 2. Klien menyebutkan dan
halusinasi halusinasinya halusinasi yang klien
dan latihan dialami 2. Diskusiskan dengan
a. Isi klien tentnag halusinasi
b. Waktu yang
c. Frekuensi dialami
d. Situasi dan kondisi a. Tanyakan apakah
yang menimbulkan mengalami sesuatu
halusinasi. (halusinasi
3. Klien menyatakan dengar)
yang b. Katakan bahwa
dilakukan saat perawat percaya
halusinasi klien mengalami hal
muncul yang sama .
4. Klien menyampaikan c. Katakan bahwa ada
apa klien lain yang
yang dilakukan untuk mengalami hal
mengatasi perasaan yang sama .
tersebut. d. Katakan bahwa
5. Klien menyampaikan perawat akan membantu
dampak yang akan klien .
dialaminya bila klien 2. Klien tidak sedang
menikmati berhalusinasi klarifikasi
halusinasinya Tentang adanya
6. Klien mampu pengalaman halusinasi ,
mengenal cara diskusikandengan klien :
baru untuk mengontrol a. Isi , waktu dan
halusinasi frekuensi terjadinya
halusinasi
(pagi , siang , sore ,
malam , atau sering dan
kadang-kadang )
b. Situasi dan kondisi
yang menimbulkan atau
tidak
menimbulkan halusinas
3. Diskusikan dengan
klien apa yang dirasakan
jika
terjadi halusinasi dan beri
kesempatan untuk
mengungkapkan
perasaannya .
a. Marah
b. Takut
c. Sedih,senang, cemas
jengkel
4. Diskusikan dengan
klien apa yang dilakukan
untuk
mengatasi perasan
tersebut.
a. Jika cara yang
digunakan adaptif beri
pujian .
b. Jika cara yang
digunakan maladaptif
diskusikan kerugian cara
tersebut .
5. Diskusikan tentang
dampak yang akan
dialaminya
bila klien menikmati
halusinasinya .
6. Jelaskan cara
mengontrol halusinasi :
hardik , obat ,
bercakap-cakap ,
melakukan kegiatan .
Latih cara mengontrol
halusinasi dengan
menghardik :
a. Katakan pada diri
sendiri nahwa “ini tidak
nyata!, saya tidak mau
dengar “
b. Masukan pada jadual
kegiatan untuk latihan
menghardik , beri pujian .
TUK 2 : 1. Klien mampumenya 1. Evaluasi kegiatan
Klien dapat mpaikan mengahardik . beri pujian
mengontrol kemampuan 2. Latih cara
dengan obat menghardik mengontrol halusinasi
2. Klien mampu dengan obat , jelaskan
menyampaikan a. Jenis
/praktekan cara obat b. Guna
. 3.Klienmampu c. Dosis
merencanakan d. Frekuensi
jadwal minum obat e. Cara Kontinuitas
minum obat
3. Masukan pada jadual
kegaitan untuk latihan
menghardik dan minum
obat .
TUK 3 :Klien 1. klien mampu 1. Evaluasi kegiatan
dapat menyampaikan menghardik dan minum
mengontrol kemampuan obat .
dengan menghardik beri pujian.
bercakap- dan minum 2. Jelaskan cara
cakap obat . bercakap-cakap dan
2. Klien mampu melakukan
menyampaikan kegiatan untuk
praktekan mengontrol halusinasi :
cara bercakap-cakap a.Meminta orang lain
3.Klien mampu
merencanakan/jadwal untuk bercakap-cakap.
bercakapcakap . b. Menyampaikan
manfaat bercakap-
cakap1. Evaluasi
kegiatan menghardik dan
minum obat .
beri pujian.
2. Jelaskan cara
bercakap-cakap dan
melakukan
kegiatan untuk
mengontrol halusinasi :
a.Meminta orang lain
untuk bercakap-cakap .
b. Menyampaikan
manfaat bercakap-cakap
3. Masukan pada jadual
kegiatan untuk latihan
menghardik , minum
obat dan bercakap-cakap
.
TUK 4 : 1. Klien mampu 1. Evaluasi kegiatan
Klien dapat menyampaikan latihan menghardik dan
mengontrol kemampuan minum
dengan menghardik, minum obat dan bercakap-cakap
melakukan obat . beri pujian
aktifitas dan bercakap-cakap. 2. Latih cara
terjadwal . 2. Klien mampu mengontrol halusinasi
menyampaikan dan dengan melakukan
praktekan aktifitas yang kegiatan harian (mulai 2
dapat dilakukan. kegiatan ) :
3. Klien mampu a. Diskusikan dengan
merencanakan/jadwal klien kegiatan yang dapat
aktifititas yang akan dilakukan
dilakukan b. Anjurkan klien
memilih dua untuk
dilatih
c. Latih dau cara
yang dipilih
d. Latih dua car
ayang terpilih .
3. Masukan jadwal
kegiatan untuk latihan
menghardik ,
minum obat , bercakap-
cakap dan kegiatan
harian
a. Evaluasi kegiatan
latihan menghardik dan
obat dan bercakap-cakap
dan kegiatan harian. beri
pujian
b. Latih kegiatan harian .
c. Nilai kemampuan yang
telah mandiri .
d.Nilai apakah halusinasi
terkontrol .
TUK 5:Klien 1. Keluarga 1. Diskusikan masalah
dapat menyampaikan yang dirasakan dalam
dukungan masalah dalam merawat merawat
keluarga pasien . pasein , jelaskan
untuk 2. Menjelaskan cara- pengertian tanda dan
mengontrol cara gejala ,
halusinasi : membantu klien dalam proses terjadinya
keluarga mengontrol halusinasi halusinasi.
mengenal 3. Keluarga a. Jelaskan pengertian
masalah mempraktekan tanda dan gejala ,
halusinasi dan cara menghardik . penyebab dan proses
melatih terjadinya halusinasi
klien b. Tindakan yang telah
menghardik dilakukan klien selama di
halusinasi rumah sakit dalam
mengontrol halusinasi
dan
kemajuan yang telah
dialami oleh klien .
c. Dukungan yang bisa
diberikan oleh keluarga
d. untuk meningkatkan
kemampuan klien dalam
mengontrol halusinasi .
2. Diskusikan dengan
keluarga hal-hal yang
perlu
dilakukankeluarga dalam
mengontrol halusinasi :
a. Anjurkan keluarga
untuk mempraktekan 4
cara
mengontrol halusinasi
dengan 4 cara , yaitu :
Menghardik , minum
obat , bercakap-cakap ,
dan melakukan aktifitas .
b. Ingatkan klien waktu :
menghardik , minum
obat , bercakap-cakap
dan melakukan aktifitas .
c. Bantu jika klien
mengalami hambatan
dalam
mengontrol halusinasi .
d. Berikan pujian atas
keberhasilan klien .
3. Latih cara merawat :
menghardik dan anjurkan
membantu pasein sesuai
jadwal dan memberikan
pujian .

Daftar Pustaka

1. Yudi Hartono Dkk;2012;Buku ajar keperawatan jiwa;Jakarta;salemba medika


2. Iskandar Dkk;2012;Asuhan Keperawatan Jiwa;Bandung;Refika aditama
3. Budi ana dkk;2011;Keperawatan kesehatan jiwa;jakarta;EGC
4. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia Ed 1. 2016. Definisi dan Indikator Diagnostik.
Jakarta: Tim Pokja SDKI DPP PPNI.
STRATEGI
PELAKSANAAN
HALUSINASI
SP 1

C. Proses Keperawatan
5. Kondisi Klien :
c. Data Subjektif
1) Klien mengatakan mendengar suara laki-laki yang mengejeknya.
2) Klien mengatakan suara itu datang ketika sendiri di kamar.
d. Data objektif :
1) Klien tampak tertawa sendiri.
2) Klien tampak mengarahkan telinganya ke suatu tempat.
6. Diagnosa Keperawatan
Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi
7. Tujuan
1. Pasien mampu mengidentifikasi jenis halusinasi
2. Pasien mampu mengidentifikasi isi halusinasi
3. Pasien mampu mengidentifikasi waktu halusinasi
4. Pasien mampu mengidentifikasi frekuensi halusinasi
5. Pasien mampu mengidentifikasi siruasi yang menimbulkan halusinasi
6. Pasien mampu mengidentifikasi respon terhadap halusinasi
7. Pasien mampu mengontrol halusinasi (menghardik) dan memasukkannya
kedalam jadwal kegiatan harian
8. Tindakan
Keperawatan SP I P
a. Identifikasi jenis halusinasi pasien
b. Identifikasi isi halusinasi pasien
c. Identifikasi waktu halusinasi pasien
d. Identifikasi frekuensi halusinasi pasien
e. Identifikasi siruasi yang menimbulkan halusinasi
f. Identifikasi respon pasien terhadap halusinasi
g. Latih pasien cara kontrol halusinasi dengan cara menghardik
h. Bimbing pasien untuk memasukkannya kedalam jadwal kegiatan harian.
D. Strategi Komunikasi
1. Orientasi
a. Salam Terapeutik
“Assalamualaikum wr.wb. Bu, perkenalkan nama saya ......, Ibu bisa memanggil
saya mbak Muna. Saya mahasiswa......yang bertugas pada pagi hari ini. Saya
disini
akan membantu menyelesaikan masalah yang Ibu hadapi. Kalau boleh tau nama
Ibu siapa ya?”
b. Evaluasi Validasi
“Bagaimana perasaan Ibu saat ini?
“Apakah Ibu masih mendengar suara-suara yang tidak ada wujudnya? Apakah
mengganggu Ibu ?
c. Kontra
k
1) Topik
“Baiklah bu, bagaimana kalau kita berbincang-bincang tentang suara yang
mengganggu Ibu dan cara mengontrol suara-suara tersebut, Apakah
Ibu bersedia?”
2) Waktu
“Berapa lama Ibu mau berbincang-bincang? Waktunya mau 15 menit atau 20
menit?”
3) Tempat
“Karena Ibu bersedia, dimana kita mau berbincang-bincang? bagaimana kalau
kita bicarakan masalah ini di taman?”

2. Kerja
“Apakah Ibu mendengar suara tanpa ada wujudnya? Saya percaya Ibu
mendengar suara tersebut, tetapi saya sendiri tidak mendengar suara itu.”
“Apakah Ibu mendengarnya trus menerus atau sewaktu-waktu?”
“Kapan yang paling sering Ibu mendengar suara itu?”
“Berapa kali dalam sehari Ibu mendengarnya?”
“Pada keadaan apa suara itu terdengar? Apakah pada waktu sendiri?”
“Apa yang Ibu rasakan ketika mendengar suara itu?”
“Kemudian apa yang Ibu lakukan?”
“Apakah dengan cara tersebut suara-suara itu hilang?”
“Apa yang Ibu alami itu namanya Halusinasi. Ada empat cara untuk mengontrol
halusinasi yaitu menghardik, menemui orang lain, minum obat, dan melakukan
aktifitas.”
“Bagaimana kalau kita latih cara yang pertama dahulu, yaitu dengan
menghardik, apakah Ibu bersedia?”
“Bagaimana kalau kita mulai ya.. baiklah saya akan mempraktekan dahulu baru
Ibu mempraktekkan kembali apa yang telah saya lakukan.”
“Begini bu jika suara itu muncul katakan saja: (Pergi, pergi! Saya tidak mau
dengar! kamu suara palsu!) sambil menutup kedua telinga Ibu. seperti ini ya bu.
coba sekarang Ibu praktekan lagi seperti yang saya lakukan tadi. Bagus sekali
bu, coba sekali lagi bu. wah bagus sekali bu”
3. Terminasi
a. Evaluasi
1) Evaluasi Subyektif
“Bagaimana perasaan ibu setelah kita bercakap-cakap?”
2) Evaluasi Obyektif
“Coba ulangi sekali lagi cara mengatasi suara-suara tersebut bu!”
b. Rencana Tindak Lanjut
“Kalau suara itu muncul lagi silakan coba cara tersebut ya, Bu.”
“Bagaimana kalau kita buat jadwal latihannya, mau jam berapa saja latihannya? “
“Bila Ibu melakukan tanpa bantuan, tulis M, bila Ibu melakukan dengan bantuan,
tulis B dan bila tidak melakukan tulis T”
c. Kontrak
1) Topik
“Baik lah Ibu bagaimana kalau besok kita berbincang-bincang tentang
cara yang kedua yaitu dengan menemui orang lain untuk mencegah
suara- suara itu muncul, apakah Ibu bersedia?”
2) Waktu
“Kapan kita akan berbincang-bincang? bagaimana kalau besok jam 08.00 WIB
selama 15 menit?”
3) Tempat
“Dimana kita akan berbincang-bincang ? Bagaimana kalau di ruang tamu
saja?” “Baiklah sampai jumpa besok bu, Wassalamualaikum wr.wb.”
LAPORAN PENDAHULUAN

RESIKO BUNUH DIRI

I. MASALAH UTAMA

Resiko Bunuh Diri

II. PROSES TERJADINYA MASALAH

A. Pengertian

Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat

mengakhiri kehidupan. Perilaku bunuh diri yang tampak pada seseorang

disebabkan karena stres yang tinggi dan kegagalan mekanisme koping yang

digunakan dalam mengatasi masalah ( Akemat,2009 dalam damayanti,2012).

Resiko bunuh diri adalah resiko untuk mencederai diri sendiri yang

dapat mengancam kehidupan. Bunuh diri merupakan kedaruratan psikiatri

Karena merupakan perilaku untuk mengakhiri kehidupannya. Perilaku bunuh

diri disebabkan karena stress yang tinggi dan berkepanjangan dimana individu

gagal dalam melakukan mekanisme koping yang digunakan dalam mengatasi

masalah. Beberapa alasan individu mengakhiri kehidupan adalah kegagalan

untuk beradaptasi, sehingga tidak dapat menghadapi stress, melakukan

hubungan yang berarti, perasaan marah/ bermusuhan, bunuh diri dapat

merupakan hukuman pada diri sendiri, cara untuk mengakhiri keputusasaan

(Stuart, 2006).

B. Faktor Predisposisi

Menurut Damaiyanti (2012)

1. Diagnosis Psikiatri

Lebih dari 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan cara

bunuh diri mempunyai riwayat gangguan jiwa. Tiga gangguan jiwa yang dapat
membuat individu berisiko untuk melakukan tindakan bunuh diri adalah

gangguan efektif, penyalagunaan zat, dan skizofrenia.

2. Sifat kepribadian

Tiga tipe keperibadian yang erat hubungannya dengan besarnya resiko

bunuh diri adalah antipati, impulsif, dan depresi

3. Lingkungan psikososial

Pengalaman kehilangan, kehilangan dukungan sosial, kejadian-kejadian

negatif dalam hidup, penyakit kronis, perpisahan dan bahkan perceraian.

Kekuatan dukungan sosial sangat penting dalam menciptakan intervensi

yang terapiutik, dengan terlebih dahulu mengetahui penyebab maslah,

respon seorang dalam menghadapi masalah tersebut, dan lain-lain.

4. Riwayat keluarga

Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan faktor

penting yang dapat menyebabkan seseorang melakukan tindakan bunuh

diri.

5. Faktor Biokimia

Data menunjukkan bahwa pada klien dengan resiko bunuh diri terjadi

peningkatan zat-zat kimia yang terdapat di dalam otak seperti serotonim,

adrenalin, dan dopamine. Peningkatan zat tersebut dapat dilihat melalui

rekaman gelombang otak Electro Encephalo Graph (EEG).

C. Faktor Presipitasi

Perilaku destruktif diri dapat ditimbulkan oleh stres yang berlebihan yang

dialami oleh individu. Pencetusnya sering kali berupa kejadian hidup yang

memalukan. Faktur lain yang dapat menjadi pencetus adalah melihat atau

membaca melalui medaia mengenai orang yang melakukan bunuh diri ataupun
percobaan bunu diri. Bagi individu yang emosinya labil, hal tersebut menjadi

sangat rentan.

D. Tanda Dan Gejala


1. Mempunyai ide untuk bunuh diri

2. Mengungkapkan keinginan untuk mati

3. Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan

4. Inpulsif

5. Menunjukkan perilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi


sangat patuh).

6. Memiliki riwayat percobaan bunuh diri

7. Verbal terselubung ( berbicara tentang kematian, menayakan tentang


obat dosis mematikan)

8. Status emosional ( harapan, penolakan, cemas meningkat, panik,


marah dan mengasingkan diri).

9. Kesehatan mental( secara klinis, klien terlihat sebagai orang depresi,


psikosis dan menyalagunakan narkoba)

10. Kesehatan fisik (biasanya pada klien dengan penyakit kronik


atau terminal)

11. Pengangguran (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, atau


mengalami kegagalan dalam karier)

12. Umur 15-19 tahun atau diatas 45 tahun

13. Status perkawinan (mengalami kegagalan dalam perkawinan)

14. Pekerjaan

15. Konflik interpersonal

16. Latar belakang keluarga

17. Orientasi seksual

18. Sumber-sumber personal

19. Sumber-sumber sosial


20. Menjadi korban perilaku kekerasan saat kecil

III. A. POHON MASALAH

Resiko mencederai diri sendiri,


orang lain dan lingkungan

Resiko Bunuh Diri

Harga Diri Rendah

(Keliat, 2009)

B. MASALAH KEPERAWATAN

a. Resiko Perilaku bunuh diri

Data subjektif :

1. Mengungkapkan Keinginan bunuh diri

2. Mengungkapkan keinginan untuk mati

3. Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan.

4. Ada riwayat berulang percobaan bunuh diri sebelumnya dari

keluarga

5. Berbicara tentang kematian, menanyakan tentang dosis obat

yang mematikan

b. Data Objektif :

1. Implusif

2. menunjukkan perilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi

sangat patuh )

3. ada riwayat penyakit fisik (penyakit kronis atau penyakit terminal)


4. penganggguran (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan , atau

kegagalan dalam karier).

IV. DIAGNOSA KEPERAWATAN

a. Resiko Bunuh Diri

V. RENCANA TINDAKAN

NO DIAGNOSA PERENCANAAN

TUJUAN INTERVENSI

1 Resiko Bunuh Diri Tujuan Umum : a. Perkenalan diri dengan


Tidak terjadi perilaku klien
yang mengrah bunuh b. Tanggapi pembicaran
diri klien dengn sabar dan
tidak menyangkal
Tujuan Khusus : c. Bicara dengan tegas, jelas
1. Klien dapat dan jujur
membina d. Bersifat hangat bersahabat
hubungan e. Temani klien saat
saling percaya keinginan mencederai diri
meningkat
2. Klien dapat a. Jauhkan klien dari benda
terlindungi dari benda yang dapat
perilaku bunuh membahayakan
diri b. Tempatkan klien di
ruangan yang tentang dan
selalu terlihat oleh
perawat
c. Awasi klien seacara ketat
setiap hari
3. Klien dpat a. Dengarkan keluhan yang
mengekspresikn dirasakan
perasaanya b. Bersikap empati untuk
meningkatkan ungkapan
keragaman, ketakutan dan
keputusannya
c. Beri dorongan untuk
mengungkapkan mengapa
dan bagaaiana harapannya
d. Beri waktu dan
kesempatan untuk
menceritakan arti
penderitan, kematian dll
e. Beri dukungan pada
tindakan atau ucapan
klien
yang menunjukkan
keinginan harga diri
4. Klien dapat a. Bantu untuk memahami
meningkatkan bahwa klien dapat
harga diri mengatasi keputusannya
b. Kaji dan keerahkan
sumber internal individu
c. Bantu mengidentifikasi
suber-sumber harapan
(missal : hubungan antar
sesame, keyakinan)

5. Klien dapat a. Ajarkan untuk


menggunakan mengidentifikasi
koping yang pengalaman pengalaman
adaptif yang menyenangkan
setiap hari missal:
berjalan-jalan, membaca
buku favorit
b. Bantu untuk mengenali
hal hal yang dia cintai dan
yang dia sayangi dan
pentingnya terhadap
kehidupan orang
lain,mengesaampingkan
tentang kegagalan dalam
kesehatan
c. Beri dorongan untuk
berbagi keprihatinan pada
orang lain yang
mempunyai suatu
masalah dan atau
penyakit yang sama dan
telah mempunyai
pengalaman positing
dalam mengatasi masalah
tersebut dengn
koping yang efekttif.

DAFTAR PUSTAKA

Damayanti,M dkk. 2012. Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama

Keliat.B.A. 2009. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: ECG

Stuart,Gw. 2006. Buku saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Jakarta:EGC


STRATEGI PELAKSANAAN
RESIKO BUNUH DIRI
SP 1
A. Proses keperawatan
1. Kondisi klien
a. DS :
1) Klien mengatakan ada yang menyuruh bunuh diri
2) Klien menyatakan lebih baik mati saja
3) Klien mengatakan sudah bosan hidup
b. DO :
1) Ekpresi murung
2) Tak bergairah
3) Ada bekas percobaan bunuh diri
2. Diagnosa : Resiko Bunuh Diri
3. Tujuan :
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya
b. Klien dapat terlindung dari perlaku bunuh diri
4. Tindakan Keperawatan
a. Membina hubungan saling percaya
b. Melindungi klien dari perilaku bunuh diri
c. Modifikasi lingkungan klien :
Jauhkan dari benda – benda yang dapat digunakan untuk bunuh diri
Tempatkan klien di ruangan yang nyaman dan mudah terlihat oleh perawat
d. Awasi klien secara ketat setiap saat
e. Mengajarkan cara mengendalikan dorongan bunuh diri
f. Masukkan dalam jadwal kegiatan klien
B. STRATEGI KOMUNIKASI
1. FASE ORIENTASI
a. Salam Terapeutik
Selamat pagi bapak, perkenalkan nama saya B saya mahasiswa dari........Kalau
boleh tahu nama bapak siapa? Bapak biasanya dipanggil siapa?
b. Evaluasi atau Validasi
Bagaimana perasaan bapak hari ini? Bagaimana tidurnya semalam pak?
c. Kontrak
Topik : Bapak bagaimana kalau kita bicara mengenai apa yang bapak rasakan
selama ini?
Tempat : Kita berbicara dimana pak? Bagaimana kalau kita berbicara
ditaman? Waktu : Bagaimana kalau kita berbicara sekarang pak? Bapak bisa?
Cuma 30 menit saja pak
2. FASE KERJA
( Sebelumnya perawat harus melakukan modifikasi lingkungan pasien dulu, yaitu
dengan menjauhkan benda-benda yang dapat digunakan untuk bunuh diri )
“ Bagaimana perasaan bapak setelah mengalami kejadian ini? Apakah dengan
kegagalan yang bapak alami ini bapak merasa paling menderita di dunia ini?
Apakah bapak masih merasa bersalah atau mempersalahkan diri sendiri? Maaf pak
kalau boleh tahu mengapa bapak ingin mengakhiri hidup? Padahal bapak kan
masih terbilang muda. Jika iya, bapak menggunakan cara apa? Apakah bapak
tidak takut mati? Jika bapak masih ada rasa takut, kenapa bapak tidak mencoba
melawan keinginan tersebut? Apakah bapak sudah mempunyai seorang anak? “
Apa yang akan bapak lakukan kalau keinginan bunuh diri muncul? “.
Bapak kalau boleh saya menyarankan, bapak bisa menceritakan masalah bapak
kepada orang yang bisa bapak percaya, saya juga bersedia mendengarkan cerita
bapak, saya akan menemani bapak. Masih ada banyak cara lain untuk
menyelesaikan masalah, bukan dengan jalan mengakhiri kehidupan. Saya yakin
bapak adalah orang yang kuat dan bisa menjadi seorang bapak yang baik untuk
anak bapak nantinya, dan saya juga yakin sekali kalau anak bapak nanti menjadi
anak yang berbakti kepada orang tua. Bila keinginan bunuh diri tersebut muncul,
bapak bisa melawannya dengan mencoba selalu berfikir positif. Bapak bisa
menceritakan masalah bapak kepada orang yang dipercaya, termasuk para perawat
disini. Kami akan menemani bapak terus, jadi para perawat disini setia menemani
bapak kapanpun.
“ Saya percaya bapak adalah orang yang kuat dan dapat mengatasi masalah “
3. FASE TERMINASI
a. Evaluasi Respon Klien
Data Subyektif
“ Bagaimana perasaan bapak setelah bercerita sebentar dengan saya? “.
Data Obyektif
Pasien tidak menunjukkan keinginan untuk bunuh diri selama fase kerja dan
klien bersedia berbagi cerita untuk mengalihkan bila keinginan bunuh diri
muncul.
b. Rencana Tindak Lanjut
“ Baiklah bapak, bagaimana kalau nanti kita bercerita kembali mengenai
pengalaman bapak yang menyenangkan dan kegiatan yang bapak sukai? “.
c. Kontrak Akan Datang
Topik : “ Baiklah bapak, saya rasa cukup perbincangan kita untuk pertemuan
kali ini. Saya senang sekali bisa berbincang- bincang dengan bapak,
bagaimana kalau nanti kita lanjutkan untuk berbicara mengenai aktivitas
bapak .
Waktu : “ Menurut bapak enaknya jam berapa? Bagaimana kalau nanti sore jam
15.00 saya temani bapak jalan-jalan sambil berbincang-bincang? “.
Tempat : “ Bapak melakukan ho? Bagaimana kalau ditaman? Terima kasih
pak sudah mau berbagi cerita dengan saya “.
LAPORAN PENDAHULUAN
PERILAKU KEKERASAN
I. MASALAH UTAMA
Perilaku Kekerasan

II. PROSES TERJADINYA MASALAH


a. Pengertian

Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai
seseorang secara fisik maupun psikologis. Berdasarkan definisi tersebut maka
perilaku kekerasan dapat dilakukakn secara verbal, diarahkan pada diri sendiri, orang
lain dan lingkungan. Perilaku kekerasan dapat terjadi dalam dua bentuk yaitu sedang
berlangsung kekerasan atau perilaku kekerasan terdahulu (riwayat perilaku
kekerasan). Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun
orang lain dan lingkungan yang dirasakan sebagai ancaman (Kartika Sari, 2015:137).
b. Faktor Predisposisi
Faktor pengalaman yang dialami tiap orang yang merupakan faktor predisposi,
artinya mungkin terjadi/mungkin tidak terjadi perilaku kekerasan jika faktor
berikut dialami oleh individu:
1. Psikologis
Menurut Townsend (1996, dalam jurnal penelitian) Faktor psikologi perilaku
kekerasan meliputi:
a. Teori Psikoanalitik, teori ini menjelaskan tidak terpenuhinya kepuasan
dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan
membuat konsep diri yang rendah. Agresif dan kekerasan dapat
memberikan kekuatan dan meningkatkan citra diri (Nuraenah, 2012:
30).
b. Teori pembelajaran, perilaku kekerasan merupakan perilaku yang
dipelajarai, individu yang memiliki pengaruh biologik terhadap
perilaku kekerasan lebih cenderung untuk dipengaruhioleh peran
eksternal (Nuraenah, 2012: 31).
2. Perilaku, reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan, sering
mengobservasi kekerasan dirumah atau diluar rumah, semua aspek ini
menstiumulasi individu mengadopsi perilaku kekerasan (Eko Prabowo, 2014:
hal 142).
3. Sosial budaya, proses globalisasi dan pesatnya kemajuan teknologi informasi
memberikan dampak terhadap nilai-niali sosial dan budaya pada masyarakat.
Di sisi lain, tidak semua orang mempunyai kemampuan yang sama untuk
menyesuaikan dengan berbagai perubahan, serta mengelola konflik dan stress
(Nuraenah, 2012: 31).
4. Bioneurologis, banyak bahwa kerusakan sistem limbik, lobus frontal, lobus
temporal dan ketidakseimbangan neurotransmitter turut berperan dalam
terjadinya perilaku kekerasan (Eko Prabowo, 2014: hal 143).

c. Faktor Presipitasi
Secara umum seseorang akan marah jika dirinya merasa terancam, baik berupa
injury secara fisik, psikis atau ancaman knsep diri. Beberapa faktor pencetus
perilaku kekerasan adalah sebagai berikut:
1. Konsis klien: kelemahan fisik, keputusasaan, ketidakberdayaan, kehidupan
yang penuh dengan agresif dan masa lalu yang tidak menyenangkan.
2. Interaksi: penghinaan, kekerasan, kehilangan orang, merasa terancam baik
internal dari permasalahan diri klien sendiri maupun eksternal dari
lungkungan.
3. Lingkungan: panas, padat dan bising

d. Tanda Gejala
1. Muka merah dan tegang
2. Pandangan tajam
3. Mengatupkan rahang dengan kuat
4. Mengepalkan tangan
5. Jalan mondar-mandir
6. Bicara kasar
7. Suara tinggi, menjerit atau berteriak
8. Mengancam secara verbal atau fisik
9. Melempar atau memukul benda atua orang lain
10. Merusak barang atau benda
11. Tidak memiliki kemampuan mencegah atau mengendalikan perilaku
kekerasan

III. A. Pohon Masalah


Resiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan


Resiko perilaku kekerasan


Perilaku kekerasan

B. Masalah Keperawatan dan Data yang Perlu Dikaji


i. Perilaku kekerasan
1. Data subjektif
 Klien mengancam
 Klien mengumpat dengan kata-kata mutiara
 Klien mengatakan dendam, dan jengkel
 Klien mengatakan ingin berkelahi
 Klien meyalahkan dan menuntut
 Klien meremehkan
2. Data objektif
 Mata melotot / pandangan tajam
 Tangan mengepal
 Rahang mengatup
 Wajah memerah dan tegang
 Postur tubuh kaku
 Suara keras

IV. DIAGNOSA KEPERAWATAN


Diagnosis keperawatan dari pohn masalah pada gambar adalah sebagai berikut
(Mukhripah Damaiyanti, 2012: hal 106).
1. Risiko perilaku kekerasan terhadap diri sendiri dan orang lain
2. Harga diri rendah kronik
V. RENCANA TINDAKAN

Diagnosis
No. Keperawat Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
an
1. Risiko Tujuan Umum: 1. Klien mau  Beri salam dan panggil
perilaku Klien dapat membalas salam nama klien
kekerasan melanjutkan 2. Kien mau berjabat  Sebutkan nama perawat
terhadap hubungan peran tangan sambil berjabat tangan
diri sendiri sesuai denga 3. Klien mau  Jelaskan maksud
menyebutkan hubungan interaksi
dan orang tanggung jawab
nama  Jelaskan tentang kontrak
lain 4. Klien mau kontak yang akan dibuat
Tujuan Khusus mata  Beri rasa aman dan
a. TUK I : Klien 5. Klien mau sikap empati
dapat membina mengetahui nama  Lakukan kontak singkat
hubungan saling perawat tapi sering
percaya 6. Klien mau
menyediakan
waktu untuk
kontak
TUK II : Klien 1. Klien dapat  Beri kesempatan
dapat mengungkapkan mengungkapkan
mengidentifikasi perasaannya perasaannya
penyebab 2. Klien dapat  Bantu klien
perilaku mengungkapkan mengungkap
penyebab perasaannya
kekerasan
perasaan
jengkel/jengkel
(dari diri sendiri,
orang lain dan
lingkungan)
TUK III : Kien 1. Klien dapat  Anjurkan klien
dapat mengungkapkan mengungkapkan yang
mengidentifikasi perasaan saat dialami saat
tanda-tanda marah atau jengkel marah/jengkel
perilaku 2. Klien dapat  Observasi tanda-tanda
kekerasan menyimpulkan perilaku kekerasan pada
tanda-tanda klien
jengkel/kesal yang  Simpulkan bersama
dialami klien tanda-tanda klien
saat jengkel/marah yang
dialami
TUK IV : Klien 1. Klien dapat  Anjurkan klien
dapat mengungkapkan mengungkapkan
mengidentifikasi perilaku kekerasan perilaku kekerasan yang
perilakuk yang dilakukan biasa dilakukan klien
kekerasan yang 2. Klien dapat  Bantu klien dapat
biasa bermain peran bermain peran dengan
dilakukan dengan perilaku perilaku kekerasan yang
kekerasan yang biasa dilakukan
dilakukan  Bicarakan dengan klien
3. Klien dapat apakah dengan cara
mengetahui cara yang klien lakukan
yang biasa dapat masalahnya selesai
menyelesaikan
masalah atau tidak
TUK V : Klien Klien dapat  Bicarakan akibat
dapat mengungkapkan kerugian dari cara yang
mengidentifikasi akibat dari cara yang dilakukan klien
akibat perilaku dilakukan klien  Bersama klien
kekerasan menyimpulkan akibat
cara yang dilakukan
oleh klien
 Tanyakan pada klien
apakah ingin
mempelajari cara baru
yang sehat
TUK VI: Klien Klien dapat  Tanyakan pada klien
dapat melakukan cara apakah ingin
mengidentifikasi berespn terhadap mempelajari cara baru
cara konstruktif kemarahan secara  Beri pujian jika klien
dalam berespon konstruktif menemukan cara yang
terhadap sehat
kemarahan  Diskusikan dengan klien
secara mengenai cara lain
konstruktif
TUK VII : Klien Klien dapat  Bantu klien memilih
dapat mengontrol perilaku cara yang tepat untuk
mengontrol kekerasana. klien
perilaku 1. Fisik: olahragadan  Bantu klien
kekerasan menyiram tanaman mengidentifikasi
2. Verbal: manfaat cara yang
mengatakan secra dipilih
langsung dan tidak  Bantu klien
menyakiti menstimulasi cara
3. Spiritual: tersebut
sembahyang,  Berikan reinforcement
berdoa atau ibadah positif atas keberhasilan
yang lain klien menstimulasi cara
tersebut
 Anjurkan klien
menggunakan cara yang
telah dipilihnya jika
klien sedang
kesal/jengkel

TUK VIII : 1. Keluarga klien  Identifikasi kemampuan


Klien mendapat dapat keluarga merawat klien
dukungan menyebutkan cara dari sikap apa yang telah
keluarga dalam merawat klien dilakukan keluarga
mengontrol yang berperikalu terhadap klien selam ini
perilaku kekerasan  Jelaskan peran serta
kekerasan 2. Keluarga klien keluarga daælam
meras puas dalam perawatan klien
merawat klien  Jelaskan cara merawat
klien
 Bantu keluarga
mendemonstrasikan cara
merawat klen
 Bantu keluarga
mengungkapkan
perasaannya setelah
melakukan demonstrasi
TUK IX: Klien 1. Klien dapat  Jelaskan jenis-jenis obat
dapat meyebutkan obat- yang diminum klien
menggunakan obatan yang  Diskusikan manfaat
obat dengan diminum dan minum obat dan
benar (sesuai kegunaannya kerugian berhenti
program 2. Klien dapat minum obat tanpa izin
pengobatan) minum obat sesuai dokter
dengan program  Klien dapat
pengobatan meyebutkan obat-obatan
yang diminum dan
kegunaannya
 Klien dapat minum obat
sesuai dengan program
pengobatan

Daftar Pustaka
Fitria, Nita. (20212). “Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan
dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan”. Jakarta: Salemba Medika.
Sutejo. (2019). “Keperawatan Jiwa Konsep dan Praktik Asuhan Keperawatan
Kesehatan Jiwa: Gangguan Jiwadan Psikososial”. Yogyakarta: Pustaka Baru Press.
Kartika Sari. 2015. “Buku Ajar Kesehatan Mental”. Semarang: UPT UNDIP. Press
Semarang.
Eko, Prabowo. (2014). “Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa”. Yogyakarta:
Nuha Medika.
STRATEGI PELAKSANAAN
RESIKO PERILAKU KEKERASAN
SP 1
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien

a. Data Subyektif :
1) Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
2) Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jikasedang
kesal atau marah.
3) Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
b. Data Obyektif :
1) Mata merah, wajah agak merah.
2) Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai.
3) Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
4) Merusak dan melempar barang-barang.

2. Diagnosa keperawatan
Resiko Perilaku kekerasan/ngamuk

3. Tujuan
a. Pasien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.
b. Pasien dapat mengidentifikasi tanda dan gejala perilaku kekerasan.
c. Pasien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang dilakukan
d. Pasien dapat menyebutkan akibat perilaku kekerasan
e. Pasien dapat menyebutkan cara mengontrol perilaku kekerasannya.
f. Pasien dapat mengontrol perilaku kekerasannya secara fisik I (nafas dalam) dan
memasukkannya kedalam jadwal kegiatan harian.
4. Tindakan
Keperawatan SP I P
a. Mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan
b. Mengidentifikasi tanda dan gejala perilaku kekerasan
c. Mengidentifikasi perilaku kekerasan yang dilakukan
d. Mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan
e. Mengajarkan cara mengontrol perilaku kekerasan
f. Melatih pasien cara kontrol perilaku kekerasan fisik I (nafas dalam)
g. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
B. Strategi Komunikasi
1. Orientasi
a. Salam Terapeutik
“Assalamualaikum wr.wb. Selamat pagi, Pak. Perkenalkan nama saya...., panggil
saja mbak Muna. Saya adalah mahasiswa dari.....”
“Hari ini saya dinas pagi dari pukul 07.00-14.00. Saya yang akan merawat bapak.
Nama Bapak siapa dan suka dipanggil apa?”
“Baiklah mulai sekarang saya akan panggil Bapak Deny saja, ya”
b. Evaluasi Validasi
“Bagaimana perasaan Bapak saat ini?”
“Saya lihat Bapak sering tampak marah dan kesal, sekarang Bapak
masih merasa kesal atau marah?”
“Kalau boleh tahu, sudah berapa lama Bapak Deny disini?”
“Apakah Bapak Deny masih ingat siapa yang membawa kesini?”
c. Kontrak :
1) Topik
“Bagaimana kalau kita berbincang-bincang tentang hal-hal yang membuat
Bapak Deny marah dan bagaimana cara mengontrolnya?”
2) Waktu
“Berapa lama Bapak punya waktu untuk berbincang-bincang dengan saya?
Bagaimana kalau 15 menit saja?”
3) Tempat
“Bapak senangnya kita berbicaranya dimana?”
“Dimana saja boleh kok, asal Bapak merasa nyaman.”
“Baiklah, berarti kita berbicara di teras ruangan ini saja ya, Pak”
2. Kerja
“Nah, sekarang coba Bapak ceritakan, Apa yang membuat Bapak Deny merasa
marah? ”
“Apakah sebelumnya Bapak pernah marah? Penyebabnya apa? Samakah dengan yang
sekarang?”
“Lalu saat Bapak sedang marah apa yang Bapak rasakan? Apakah Bapak merasa
sangat kesal, dada berdebar-debar lebih kencang, mata melotot, rahang terkatup
rapat dan
ingin mengamuk?”
“Setelah itu apa yang Bapak lakukan? ”
“Apakah dengan cara itu marah/kesal Bapak dapat terselesaikan?”
“Ya tentu tidak, apa kerugian yang Bapak Deny alami?”
“Menurut Bapak adakah cara lain yang lebih baik? Maukah Bapak belajar cara
mengungkapkan kemarahan dengan baik tanpa menimbulkan kerugian?”
”Jadi, ada beberapa cara untuk mengontrol kemarahan, Bapak. Salah satunya adalah
dengan cara fisik. Jadi melalui kegiatan fisik, rasa marah Bapak dapat tersalurkan.”
”Ada beberapa cara, bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu? Namanya teknik
nafas dalam”
”Begini Pak, kalau tanda-tanda marah tadi
sudah Bapak rasakan, maka Bapak berdiri atau duduk dengan rileks, lalu tarik nafas
dari hidung, tahan sebentar, lalu keluarkan/tiup perlahan–lahan melalui mulut.
Sekarang saya praktikan terlebih dahulu, nanti bapak bisa lihat saya dan bisa bapak
lakukan sendiri”
“Ayo Pak coba lakukan apa yang saya praktikan tadi, bapak berdiri atau duduk
dengan rileks, tarik nafas dari hidung, bagus, tahan, dan tiup melalui mulut. Nah,
lakukan 5 kali. “
“Bagus sekali, Bapak sudah bisa melakukannya”
“Nah, Bapak Deny. Tadi telah melakukan latihan teknik relaksasi nafas
dalam, sebaiknya latihan ini Bapak lakukan secara rutin, sehingga bila sewaktu-waktu
rasa marah itu muncul Bapak sudah terbiasa melakukannya”
3. Terminasi
a. Evaluasi
1) Evaluasi Subyektif
“Bagaiman perasaan Bapak setelah kita berbincang-bincang dan melakukan
latihan teknik relaksasi nafas dalam tadi? Ya, betul, dan kelihatannya Bapak
terlihat sudah lebih rileks”.
2) Evaluasi Obyektif
“Coba Bapak sebutkan lagi apa yang membuat Bapak marah, lalu apa yang
Bapak rasakan dan apa yang akan Bapak lakukan untuk meredakan rasa
marah”. “Coba tunjukan pada saya cara teknik nafas dalam yang benar.
“Wah, bagus, Bapak Deny masih ingat semua...”
b. Rencana Tindak Lanjut
“Bapak, nanti apabila bapak merasa marah atau kesal terhadap sesuatu bapak
ulangi lagi seperti apa yang sudah kita pelajari hari ini ya.”
“Bagaimana kalau kegiatan ini rutin dilakukan 5 kali dalam 1 hari dan di tulis
dalam jadwal kegiatan harian Bapak?”
c. Kontrak yang akan datang
1) Topik
“Nah, Pak Deny. Cara yang kita praktikkan tadi baru salah satunya saja. Masih
ada cara yang bisa digunakan untuk mengatasi marah Bapak. Cara yang kedua
yaitu dengan teknik memukul bantal”
2) Waktu
“Bagaimana kalau kita latihan cara yang kedua ini besok, jam 08.00.
Bagaimana kalau 15 menit lagi saja?”
3) Tempat
“Kita latihannya dimana, Pak? Bagaiman kalau di ruangan ini saja lagi, Pak”
“Baik bapak Deny, kalau begitu saya pamit dulu dan bertemu lagi besok sesuai
waktu dan tempat yang sudah kita sepakati tadi ya pak.”
“Wassalammualaikum wr.wb.”
LAPORAN PENDAHULUAN
DEFISIT PERAWATAN DIRI

I. MASALAH UTAMA
Defisit Perawatan Diri

II. PROSES TERJADINYA MASALAH


A. Pengertian

Defisit perawatan diri adalah suatu keadaan seseorang mengalami kelainan dalam
kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas kehidupan sehari-hari
secara mandiri. Tidak ada keinginan untuk mandi secara teratur, tidak menyisir
rambut, pakaian kotor, bau badan, bau napas, dan penampilan tidak rapi. Defisit
perawatan diri merupakan salah satu masalah yang timbul pada pasien gangguan
jiwa. Pasien gangguan jiwa kronis sering mengalami ketidakpedulian merawat diri.
Keadaan ini merupakan gejala perilaku negatif dan menyebabkan pasien dikucilkan
baik dalam keluarga maupun masyarakat.
B. Faktor Predisposisi
1. Perkembangan: Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga
perkembangan inisiatif terganggu.
2. Biologis: Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan
perawatan diri.
3. Kemampuan realitas turun: Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan
realitas yang kurang menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan
termasuk perawatan diri.
4. Sosial : Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri
lingkungannya. Situasi lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan dalam
perawatan diri.
C. Faktor Presipitasi

Yang merupakan faktor presiptasi deficit perawatan diri adalah kurang penurunan
motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas, lelah/lemah yang dialami
individu sehingga menyebabkan individu kurang mampu melakukan perawatan diri.
D. Tanda Gejala
Adapun tanda dan gejala defisit perawatan diri menurut Fitria (2009) adalah
sebagai berikut:
1. Mandi/hygine
Klien mengalami ketidakmampuan dalam membersihkan badan, memperoleh
atau mendapatkan suber air, mengatur suhu atau aliran air mandi,
mendapatkan perlengkapan mandi, mengeringkan tubuh, serta masuk dan
keluar kamar mandi.
2. Berpakaian/berhias
Klien mempunyai kelemahan dalam meletakan atau mengambil potongan
pakaian, menenggalkan pakaian serta memperoleh atau menukar pakaian. Dan
juga memiliki ketidakmampuan dalam mengenakan pakaian dalam, memilih
pakaian, menggunakan alat tambahan, menggunakan kancing tarik,
melepaskan pakaian, menggunakan kaos kaki, mempertahankan penampilan
pada tingkat yang memuaskan, mengambil pakain dan mengenakan sepatu.
3. Makan
Klien mempunyai ketidakmampuan dalam menelan makanan, mempersiapkan
makanan, menangani perkakas, mengunyah makanan, menggunakan alat
tambahan, mendapatkan makanan, memanipulasi makanan dalam
mulut,mengambil makanan dari wadah dan memasukannya ke dalam mulut,
mengambil cangkir atau gelas, serta mencerna cukup makanan dengan aman.
4. Eliminasi
Klien memiliki keterbatasan atau ketidakmampuan dalam mendapatkan
jamban atau kamar kecil, duduk atau bangkit dari jamban, memanipulasi
pakaian untuk toileting, membersihkan diri setelah BAB/BAK dengan tepat
dan menyiram toilet atau kamar kecil.
Menurut Depkes (2000) Tanda dan gejala klien dengan defisit perawatan diri
adalah:
1. Fisik
a. Badan bau, pakaian kotor
b. Rambut dan kulit kotor
c. Kuku panjang dan kotor
d. Gigi kotor disertai mulut bau
e. Penampilan tidak rapih
2. Psikologis
a. Malas, tidak ada inisiatif
b. Menarik diri, isolasi diri
c. Merasa tak berdaya, rendah diri dan merasa hina.
3. Sosial
a. Interaksi kurang
b. Kegiatan kurang
c. Tidak mampu berperilaku sesuai norma
d. Cara makan tidak teratur
e. BAK dan BAB di sembarang tempat, gosok gigi dan mandi tidak mampu
mandiri.

III. A. Pohon Masalah

Isolasi sosial

Defisit Perawatan Diri

Koping individu tidak efektif

B. Masalah Keperawatan dan Data yang Perlu Dikaji


1. Defisit perawatan
diri DS :
a. Pasien merasa lemah
b. Pasien merasa tidak berdaya
c. Pasien mengatakan malas untuk mandi
d. Pasien mengatakan malas untuk beraktivitas
DO :
a. Pasien terlihat kotor
b. Pasien tercium bau
c. Pasien terlihat lesu
d. Penampilan tidak rapi
e. Menggunakan pakaian tidak sesuai
f. Kuku panjang dan kotor
g. Rambut acak acakan
2. Isolasi Sosial
a. Pasien mengatakan tidak mau berinteraksi
b. Pasien mengatakan malas
bicara DO :
a. Kontak mata kurang
b. Berbicara berbelit-belit
c. Pembicaraan lambat namun tepat tujuan
3. Harga Diri
Rendah DS :
a. Pasien mengatakan tubuhnya terlalu kurus
b. Pasien mengatakan Merasa jelek.
c. Pasien merasa tidak berguna lagi
d. Pasien mengatakan merasa malu dan
minder kepada orang banyak
DO :
a. Kontak mata kurang
b. Menghindar dari orang lain
c. Menarik diri

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Defisit Perawatan Diri
D. RENCANA TINDAKAN

Diagnosis
No. Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
Keperawatan

1. Defisit  Melakukan  Kebersihan diri  Identifikasi


Perawatan Diri kebersihan  Berdandan atau o Kebersihan diri
diri secara berhias o Berdandan
mandi  Makan o Makan
 Melakukan  BAB/BAK o BAB/BAK
berhias/ber  Mampu  Jelaskan pentingnya
dandan melakukan cara kebersihan diri
secara baik merawat diri  Jelaskan alat dan cara
 Melakukan kebersihan diri
makan  Masukan dalam jadwal
dengan kegiatan pasien
baik  Jelaskan pentingnya
 Melakukan berdandan
BAB/BAK  Latih cara berdandan
secara untuk laki-laki
mandiri o Berpakaian
o Menyisir rambut
o Bercukur
 Masukan dalam jadwal
kegiatan pasien
 Jelaskan cara dan alat
makan yang benar
 Jelaskan cara
mempersiapkan
makanan
 Jelaskan cara
merapikan peralatan
makan setelahmakan
 Peragakan cara
merapikan peralatan
makan setelah makan
 Praktikan makan sesuai
dengan tahapan
makanan yang baik
 Latih kegiatan makan
 Masukan dalam jadwal
kegaiatn pasien
 Evaluasi kemampuan
pasien
 Latih cara BAB/BAK
yang sesuai
o Jelaskan tempat
BAB/BAK yang
sesuai
o Jelaskan cara
membersihkan diri
setelah BAB/BAK

Daftar Pustaka
Fitria, Nita. (2012). “Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan
dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan”. Jakarta: Salemba Medika.
Sutejo. (2019). “Keperawatan Jiwa Konsep dan Praktik Asuhan Keperawatan
Kesehatan Jiwa: Gangguan Jiwadan Psikososial”. Yogyakarta: Pustaka Baru Press.
STRATEGI PELAKSANAAN
Defisit Perawatan Diri
SP 1

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
a. Data Subyektif
Klien mengatakan malas mandi dan lebih enak tidak ganti baju.
b. Data Obyektif
Klien terlihat kotor, rambut tidak disisir, baju agak kotor, bau dan menolak
diajak mandi.
2. Diagnosa
Keperawatan Defisit
Perawatan Diri

3. Tujuan
a. Pasien mampu menjelaskan pentingnya kebersihan diri
b. Pasien mampu menjelaskan dan mempraktekkan cara menjaga kebersihan diri,
kemudian memasukkannya kedalam jadwal kegiatan harian
4. Tindakan
Keperawatan SP I P
a. Jelaskan pentingnya kebersihan diri
b. Jelaskan cara menjaga kebersihan diri
c. Latih cara menjaga kebersihan diri, kemudian bimbing untuk memasukkannya
kedalam jadwal kegiatan harian
B. Strategi Komunikasi
1. Orientasi
a. Salam Terapeutik
“Assalamualaikum wr.wb. Bu, perkenalkan nama saya ....., Ibu bisa memanggil
saya,,,... Saya mahasiswa ....yang bertugas pada pagi hari ini. Saya disini akan
membantu menyelesaikan masalah yang Ibu hadapi. Kalau boleh tau nama Ibu
siapa ya?”
b. Evaluasi Validasi
“Bagaimana perasaan ibu saat ini ?”
“Apakah ibu sudah mandi ?”
c. Kontrak
1) Topik
“Baiklah bu, bagaimana kalau kita berbincang-bincang tentang kebersihan
diri? Apakah ibu bersedia?”
2) Waktu
“Berapa lama kita akan berbincang-bincang ? Bagaimana kalau 10 menit saja?”
1) Tempat
“Dimana enaknya kita duduk untuk berbincang-bincang, bu ? Bagaimana
kalau di ruang tamu saja ?”
2. Kerja
a. Masalah kebersihan diri
“Berapa kali ibu mandi dalam sehari? Menurut ibu apa kegunaan mandi?“
“Apa alasan ibu sehingga tidak bisa merawat diri? Menurut ibu apa manfaatnya
kalau kita menjaga kebersihan diri?”
“Kira-kira tanda-tanda orang yang merawat diri dengan baik seperti apa? Kalau
kita tidak teratur menjaga kebersihan diri masalah apa menurut ibu yang bisa
muncul?“ “Sekarang apa saja alat untuk menjaga kebersihan diri, seperti kalau
kita mandi, cuci rambut, gosok gigi apa saja yang disiapkan? Benar sekali, ibu
perlu menyiapkan pakaian ganti, handuk, sabun sikat gigi, odol, shampo serta
sisir. Wah bagus sekali, ibu bisa menyebutkan dengan benar.”
b. Masalah berdandan
“Apa yang ibu lakukan untuk merawat rambut dan muka? Kapan saja Ibu
menyisir rambut? Bagaimana dengan bedakan? Apa tujuan kita sisiran dan
berdandan?“ “Jadi bisakah ibu sebutkan alat yang digunakan untuk berdandan?
Betul, bagus sekali sisir, bedak dan lipstik.”
c. Masalah makan dan minum
“Berapa kali ibu makan sehari? Iya bagus ibu makan 3 kali sehari. Kalau minum
sehari berapa gelas bu? Betul, minum 10 gelas perhari. Apa saja yang disiapkan
untuk makan? Dimana ibu makan?“
“Bagaimana cara makan yang baik menurut ibu? Apa yang dilakukan sebelum
makan? Apa pula yang dilakukan setelah makan?”
d. Masalah BAB dan BAK
“Berapa kali ibu BAB sehari? Kalau BAK berapa kali? Dimana biasanya ibu
BAB/BAK? Bagaimana membersihkannya?”
“Kita sudah bicara tentang kebersihan diri, berdandan, berpakaian, makan dan
minum serta BAB dan BAK.”
“Sekarang bisakah ibu cerita bagaimana cara melakukan mandi, keramas dan
gosok gigi. Ya benar.”
“Pertama ibu bisa siram seluruh tubuh ibu termasuk rambut lalu ambil shampo
gosokkan pada kepala ibu sampai berbusa lalu bilas sampai bersih, selanjutnya
ambil sabun, gosokkan diseluruh tubuh secara merata lalu siram dengan air
sampai bersih, jangan lupa sikat gigi pakai odol, giginya disikat mulai dari arah
atas ke bawah.”
“Gosok seluruh gigi ibu mulai dari depan ke belakang. Bagus lalu kumur-kumur
sampai bersih. Terakhir siram lagi seluruh tubuh ibu sampai bersih lalu keringkan
dengan handuk.”
“Ibu bagus sekali melakukannya. Selanjutnya ibu bisa pasang baju dan sisir
rambutnya dengan baik.
3. Terminasi
a. Evaluasi
1) Evaluasi Subyektif
“Bagaimana perasaan ibu setelah kita mendiskusikan tentang pentingnya
kebersihan diri, manfaat dan alat serta cara melakukan kebersihan diri?“
2) Evaluasi Obyektif
“Sekarang coba ibu ulangi lagi tanda-tanda bersih dan rapi? Apa saja alat
untuk menjaga kebersihan diri, bagaimana cara menjaga kebersihan diri?
Bagus sekali ibu sudah menjawabnya dengan benar. Bagaimana perasaan ibu
setelah mandi? Coba lihat dicermin, lebih bersih dan segar ya.”

b. Rencana Tindak Lanjut


“Baiklah ibu. Kalau mandi yang paling baik sehari berapa kali bu? Ya bagus
mandi 2 kali sehari, sikat gigi 2 kali sehari, keramas 2 kali seminggu. Nanti ibu
masukkan ke jadwal ya bu.”
“Bila ibu melakukan tanpa bantuan, tulis M, bila ibu melakukan dengan bantuan,
tulis B dan bila tidak melakukan tulis T”
c. Kontrak yang Akan Datang
1) Topik
“Baiklah ibu bagaimana kalau besok kita berbincang-bincang tentang cara
berdandan. Apakah ibu bersedia?”
2) Waktu
“Kapan kita akan berbincang-bincang? bagaimana kalau besok jam 08.00 WIB
selama 15 menit?”
4) Tempat
“Dimana kita akan berbincang-bincang ? Bagaimana kalau di ruang tamu saja?”
“Baiklah sampai jumpa besok bu, Wassalamualaikum wr.wb.”

Anda mungkin juga menyukai