Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

HARGA DIRI RENDAH ( HDR )


Diajukkan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Praktik Klinik Keperawatan Jiwa
Program Pendidikan Diploma III Keperawatan
Dosen Pembimbing: Asep Edyana, S.Kp., M.Kep

Disusun Oleh:
Delis Sri Hadianti
21.058
II B

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN RUMAH SAKIT DUSTIRA


PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN
Jl. Dr Dustira No. 1 Cimahi 40521, Telp/Fax. 022-6648345, 08812091112
E-Mail : stikesrsdustira@yahoo.com

2023
RUANGAN TANGGAL/ NILAI TANGGAL/ NILAI NILAI
PARAF CI PARAF CI RATA-
KLINIK AKADEMIK RATA

LAPORAN PENDAHULUAN

A. KASUS ( Masalah Utama )


Harga Diri Rendah
B. PROSES TERJADINYA MASALAH
1. Definisi
Menurut NANDA dikutip oleh Direja (2011:142) Harga diri
rendah adalah ”evaluasi diri/perasaan tentang diri atau kemampuan
diri yang negatif dan dipertahankan dalam waktu yang lama”.
Sedangkan menurut Keliat, dalam Fajariyah (2012) Harga diri rendah
adalah “penilaian tentang pencapaian diri dengan menganalisa
seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri”. Sementara menurut
Stuart & Sundeen, dalam Wijayaningsih (2015:49) Harga diri rendah
adalah “penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan
menganalisa seberapa jauh perilaku memenuhi ideal diri”.
Menurut Carpenito, L.J dalam Wijayaningsih (2015:49) bahwa
Harga diri rendah merupakan keadaan dimana individu mengalami
evaluasi diri yang negatif mengenai diri ataupun kemampuan diri.
Menurut Keliat, dalam Yosep (2011:255) Harga diri rendah adalah
”perasaan tidak berharga, tidak berarti dan rendah diri yang
berkepanjangan akibat evaluasi yang negatif terhadap diri sendiri atau
kemampuan diri”.
Self esteem dipengaruhi oleh pengalaman individu dalam
perkembangan fungsi ego, dimana anak-anak yang dapat beradaptasi
terhadap lingkungan internal dan eksternal biasanya memiliki perasaan
aman terhadap lingkungan dan menunjukkan self esteem yang positif.
Sedangkan individu yang memiliki harga diri rendah cenderung untuk
mempersepsikan lingkungannya negatif dan sangat mengancam.
Mungkin pernah mengalami depresi atau gangguan dalam fungsi
egonya.
2. Etiologi
Menurut Fitria (2014) faktor penyebab harga diri rendah yaitu:
a. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi terjadinya harga diri rendah adalah penolakan
orangtua yang tidak realistis, kegagalan berulang kali, kurang
mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan pada orang
lain, ideal diri yang tidak realistis.
b. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi terjadinya harga diri rendah yaitu hilangnya
sebagian anggota tubuh, perubahan penampilan atau bentuk tubuh,
mengalami kegagalan, serta menurunnya produktivitas. Gangguan
konsep diri: harga diri rendah ini dapat terjadi secara situasional
maupun kronik:
1) Situasional : Gangguan konsep diri: harga diri rendah kronis
yang terjadi secara situasional bisa disebabkan oleh trauma
yang muncul secara tiba tiba misalnya harus dioperasi,
mengalami kecelakaan, menjadi korban pemerkosaan, atau
menjadi narapidana sehingga haru masuk penjara. Selain itu,
dirawat dirumah sakit juga bisa menyebabkan rendahnya harga
diri seseorang dikarenakan penyakit fisik, pemasangan alat
bantu yang membuat klien tidak nyaman, harapan yang tidak
tercapai akan struktur, bentuk, dan fungsi tubuh, serta
perlakuan petugas kesehatan yang kurang menghargai klien
dan keluarga.
2) Kronik : Gangguan konsep diri: harga diri rendah biasanya
sudah berlangsung sejak lama yang dirasakan klien sebelum
sakit atau sebelum dirawat. Klien sudah memiliki pemikiran
negatif sebelum dirawat dan menjadi semakin meningkat saat
dirawat. Baik faktor predisposisi maupun presipitasi di atas bila
mempengaruhi seseorang dalam berpikir, bersikap maupun
bertindak maka akan dianggap mempengaruhi terhadap koping
individu tersebut sehingga menjadi tidak efektif (mekanisme
koping individu tidak efektif). Bila kondisi pada klien tidak
mau bergaul dengan orang lain (isolasi sosial: menarik diri),
yang menyebabkan klien asik dengan dunia dan pikirannya
sendiri sehingga dapat muncul perilaku kekerasan.
3. Rentang Respon

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Aktualisasi Konsep Diri Harga Diri Keracunan


Depersonalisasi
Diri Positif Rendah Identitas

Gambar 3. Rentang Respon Harga Diri Rendah


( Sumber :Keliat, 1999 dalam Direja, 2011:143)

Harga diri rendah merupakan komponen Episode Depresi


Mayor, dimana aktifitas merupakan bentuk hukuman atau
punishment. Depresi adalah emosional normal manusia, tapi secara
klinis dapat bermakna patologik apabila mengganggu perilaku
sehari-hari menjadi pervasif dan muncul bersama penyakit lain.
Tanda dan gejala yang dimunculkan sebagai perilaku telah
dipertahankan dalam waktu yang lama atau kronik menjadi
mengatakan hal yang negatif tentang diri sendiri dalam waktu yang
lama dan terus menerus, mengekspresikan sikap malu/minder/rasa
bersalah, kontak mata kurang atau tidak ada dan selalu mengatakan
ketidakmampuan/kesulitan untuk mencoba sesuatu hal, bergantung
kepada orang lain, tidak asertif, pasif dan hipoaktif, bimbang dan
ragu-ragu serta menolak umpan balik positif dan membesarkan
umpan balik negatif mengenai dirinya.
4. Pohon Masalah
Resiko Tinggi (Resti) Perilaku Kekerasan

Effect Perubahan Persepsi Sensori : Halusinasi

Isolasi Sosial

Core Problem
Harga Diri Rendah Kronis

Causa Koping Individu Tidak Efektif


Gambar 4. Pohon Masalah Harga Diri Rendah

(Fitria, 2014:10)

5. Tanda Dan Gejala


Menurut Fitria (2014) tanda dan gejala klien dengan gangguan harga
diri rendah adalah:
a. Mengkritik diri sendiri
b. Perasaan tidak mampu
c. Pandangan hidup yang pesimistis
d. Tidak menerima pujian
e. Penurunan produktivitas
f. Penolakan terhadap kemampuan diri
g. Kurang memprihatikan perawatan diri
h. Berpakaian tidak rapi
i. Selera makan kurang
j. Tidak berani menatap lawan bicara
k. Lebih banyak menunduk
l. Bicara lambat dengan nada suara lemah
Sementara menurut Fajariansyah (2012) tanda dan gejala harga diri
rendah adalah :
a. Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan tindakan
terhadap penyakit (rambut botak karena terapi)
b. Rasa bersalah terhadap kepada dirinya sendiri (mengkritik /
menyalahkan diri sendiri)
c. Gangguan hubungan sosial (menarik diri)
d. Percaya diri kurang (sukar mengambil keputusan)
e. Mencederai diri (akibat dari harga diri yang rendah disertai harapan
yang suram, mungkin klien akan mengakhiri kehidupannya.
6. Mekanisme Koping
Mekanisme koping pasien harga diri rendah menurut Ridhyalla
Afnuhazi (2015) adalah:
a. Jangka Pendek
1) Kegiatan yang dilakukan untuk lari sementara dari krisis:
pemakaian obat-obatan, kerja keras, nonton TV terus menerus.
2) Kegiatan mengganti identitas sementara (ikut kelompok sosial,
keagaman, politik).
3) Kegiatan yang memberi dukungan sementara (kompetisi
olahraga kontes popularitas).
4) Kegiatan mencoba menghilangkan identitas sementara
(penyalahgunaan obat).
b. Jangka Panjang
1) Menutup identitas
2) Identitas negatif: asumsi yang bertentangan dengan nilai dan
harapan masyarakat.
7. Komplikasi
Harga diri rendah dapat beresiko terjadinya isolasi social : menarik
diri, isolasi sosial menarik diri adalah gangguan kepribadian yang tidak
fleksibel pada tingkah laku yang maladaptif, mengganggu fungsi
seseorang dalam hubungan sosial (DepKes RI, 1998, dalam
Wijayaningsih, 2015:52).
Isolasi sosial menarik diri sering ditunjukan dengan perilaku antara
lain:
Data Subjektif
a. Mengungkapkan enggan untuk memulai hubungan ataupun
pembicaraan.
b. Mengungkapkan perasaan malu untuk berhubungan dengan orang
lain.
c. Mengungkapkan kekhawatiran terhadap penolakan oleh orang lain.
Data Objektif:
a. Kurang spontan dalam diajak bicara.
b. Apatis.
c. Ekspresi wajah kosong.
d. Menurun/tidak adanya komunikasi verbal.
e. Bicara dengan suara pelan dan tidak ada kontak mata saat bicara.
8. Penatalaksanaan
Menurut Prabowo (2014) terapi pada gangguan jiwa skizofrenia
dewasa ini sudah dikembangkan sehingga penderita tidak mengalami
diskriminasi bahkan metodenya lebih manusiawi dari pada masa
sebelumnya. Terapi yang dimaksud meliputi :
a. Psikofarmaka
b. Berbagai jenis obat psikofarmaka yang beredar dipasaran yang
hanya diperoleh dengan resep dokter, dapat dibagi dalam 2
golongan yaitu golongan generasi pertama (typical) dan golongan
kedua (atypical). Obat yang termasuk golongan generasi pertama
misalnya:
1) Chlorpromazine HCL
Indikasi : Skizofrenia dan kondisi yang berhubungan dengan
psikosis, trankulisasi dan kontrol darurat untuk gangguan perilaku.
Terapi tambahan untuk gangguan perilaku karena retardasi mental.
Kontraindikasi : Penekanan sumsung tulang, gangguan hati atau
ginjal berat, sindrom reye; koma karena barbiturat atau alkohol,
anak kurang 6 tahun. Efek samping: Ikterus, hipotensi postural dan
depresi pernapasan, diskrasia darah, distonia akut, diskinesia
tardiv, gangguan penglihatan, reaksi ekstrapiramidal (dosis tinggi).
2) Haloperidol
Indikasi : Skizofrenia akut dan kronik, status ansietas, gelisah dan
psikis labil disertai dengan mudah marah, menyerang, astenia,
delusi, halusinasi.
Kontraindikasi : Depresi endogen tanpa agitasi, gangguan saraf
dengan gejala piramidal atau ekstrapiramidal, kondisi koma,
depresi SSP berat. Efek samping: Hipertonia dan gemetar pada
otot, gerakan mata yang tidak terkendali, hipotensi ortostatik,
galaktore. Obat yang termasuk generasi kedua misalnya :
a) Risperidone
Indikasi : Terapi skizofrenia akut dan kronik dan kondisi
psikosi lain. Meringankan gejala afektif yang berhubungan
dengan skizofrenia.
Kontraindikasi : Pasien demensia dengan riwayat serangan
brovaskular atau serangan iskemik sepintas, hipertensi, atau
DM, intoleransi galaktosa, defisiensi lapp laktase atau
malabsorpsi glukosa-galaktosa, laktasi.
Efek samping : Penurunan jumlah neutrofil dan trombosit,
hiperglikemia, eksaserbasi dari diabetes, agitasi, gangguan
cemas, gelisah, sakit kepala, sedasi, mengantuk,elelahan yang
menyeluruh, pusing, kesulitan berkonsentrasi, gejala
ekstrapiramidal,tremor,rigiditas, hipersalivasi, bradikinesia,
akatisia, distonia akut, penglihatan kabur, hipotensi, hipertensi,
rinitis, peningkatan BB, konstipasi, dispepsia, mual/muntah,
nyeri lambung, peningkatan enzim hati, pembengkakan,
pruritus, eksantema, fotosentivitas, otot lemas, inkontinensia,
priapismus, gangguan orgasme.
b) Olanzapine
Indikasi : Terapi akut dan pemeliharaan untuk skizofrenia dan
psikosis lain dengan gejala-gejala positif (seperti delusi,
halusinasi, gangguan berpikir, hostilitas/bermusuhan, curiga)
dan gejala-gejala negarif (seperti flattered effect, penarikan diri
secara emosional dan sosial, kesulitan berbicara) menonjol.
Mengurangi gejala-gejala afektif sekunder yang umumnya
berhubungan dengan skizofrenia dan gangguan terkait. Terapi
untuk episode manik sedang hingga berat. Mencegah
kekambuhan gangguan bipolar.
Kontraindikasi : Hipersensitivitas, diketahui beresiko
mengalami glaukoma sudut sempit.
Efek samping : Somnolen, peningkatan BB, eosinofilia,
peningkatan kadar proklatin, kolesterol, glukosa dan
trigliserida, glukosuria, peningkatan nafsu makan, pusing,
akatisia, parkinsonisme, diskinesia, hipotensi ortostatik, efek
antikolinergik, peningkatan enzim transaminase hati sepintas
yang asimtomatik, ruam kulit, astenia, kelelahan menyeluruh,
edema.
c) Quentiapine
Indikasi : Terapi skizofrenia episode depresi dan episode manik
yang menyertai gangguan bipolar.
Kontraindikasi : Penggunaan bersama dengan seperti
penghambat HIV-protease, antijamurazol, eritromisin,
klaritromisin dan nefazodon.
Efek samping : Samnolen, pusing, konstipasi, mulut kering,
astenia ringan, rinitis, dispepsia, periningkatan BB, hipotensial
postural atau hipotensi ortostatik, takikardi, sinkop, edema
perifer, peningkatan serum transaminase, penurunan jumlah
hitung neutrofil, hiperglikemia.
d) Aripiprazole
Indikasi : Terapi akut untuk skizofrenia pada dewasa dan
remaja. Terapi rumat pada dewasa dengan skizofrenia dan
gangguan bipolar. Terapi untuk mania akut dan episode
campuran dari gangguan bipolar pada anak, remaja, dan
dewasa. Terapi tambahan untuk gangguan depresi mayor.
Efek samping : Sakit kepala, mual, muntah, konstipasi, cemas,
insomnia, kepala terasa ringan, somnolen, akatisia, dispepsia,
agitasi. (Hawari, 2001 di kutip oleh Prabowo, 2014)
f. Psikoterapi Terapi kerja baik sekali untuk mendorong penderita
bergaul lagi dengan orang lain, penderita lain, perawat dan dokter.
Maksudnya supaya ia tidak mengasingkan diri lagi karena bila ia
menarik diri ia dapat membentuk kebiasaan yang kurang baik.
Dianjurkan untuk mengadakan permainan atau latihan bersama.
(Maramis, 2005 dikutip oleh Prabowo, 2014)
g. Terapi kejang listrik Electro convulsive therapy adalah pengobatan
untuk menimbulkan kejang granmall secara artificial dengan
melewatkan aliran listrik melalui elektrode yang dipasang satu atau
dua temples. Therapi kejang listrik diberikan pada skizofrenia yang
tidak mempan dengan terapi neuroleptika oral atau injeksi, dosis
terapi kejang listrik 4-5 joule/detik. (Maramis, 2005 dikutip oleh
Prabowo, 2014) d. Terapi Modalitas Terapi modalitas atau perilaku
merupakan pengobatan untuk skizofrenia yang ditujukan pada
kemampuan dan kekurangan pasien. Teknik perilaku menggunakan
latihan keterampilan sosial untuk meningkatkan kemampuan
sosial. Kemampuan memenuhi diri sendiri dan latihan praktis
dalam komunikasi interpersonal. Terapi kelompok bagi skizofrenia
biasanya memusatkan pada rencana dan masalah dalam hubungan
kehidupan yang nyata. Sedangkan, terapi aktivitas kelompok
dibagi empat, yaitu terapi aktivias kelompok stimulus kognitif atau
persepsi, therapy aktivitas kelompok stimulus sensori, terapi
aktivitas kelompok stimulus realita dan therapy aktivitas kelompok
sosialisasi.
Dari empat jenis terapi aktivitas kelompok diatas yang paling
relevan dilakukan pada individu dengan gangguan konsep diri
harga diri rendah adalah therapy aktivitas kelompok stimulasi dan
terkait dengan pengalaman atau kehidupan untuk didiskusikan
dalam kelompok, hasil diskusi kelompok dapat berupa kesepakatan
persepsi atau alternatif penyelesaian masalah. (Keliat & Akemat,
2005 dikutip oleh Prabowo, 2014)

C. MASALAH YANG MUNGKIN MUNCUL


1. Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah Kronis
2. Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi
3. Isolasi Sosial : Menarik Diri
D. DATA YANG PERLU DIKAJI
Gangguan konsep diri : harga diri rendah kronis
1. Tanda dan Gejala Mayor
a. Data Subjektif
1) Menilai diri negative (mis. tidak berguna, tidak tertolong)
2) Merasa malu/bersalah
3) Merasa tidak mampu melakukan apapun
4) Meremehkan kemampuan mengatasi masalah
5) Merasa tidak memiliki kelebihan atau kemempuan positif
6) Melebih-lebihkan penilaian negative tentang diri sendiri
7) Menolak penilaian positif tentang diri sendiri
b. Data Objektif
1) Enggan mencoba hal baru
2) Berjalan menunduk
3) Postur tubuh menunduk
2. Tanda dan Gejala Minor
a. Data Subjektif
1) Merasa sulit konsenterasi
2) Sulit tidur
3) Mengungkapkan keputusasaan
b. Data Objektif
1) Kontak mata kurang
2) Lesu dan tidak bergairah
3) Berbicara pelan dan lirih
4) Pasif
5) Perilaku tidak asertif
6) Mencari penguatan secara berlebihan
7) Bergantung pada pendapat orang lain
8) Sulit mendapat keputusan.
E. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Harga diri rendah.kronis
F. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

DIAGNOSA
NO TUJUAN INTERVENSI
KEPERAWATAN
1. Harga Diri Rendah Kronis Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan SP 1 :
selama….pertemuan diharapkan harga diri Mengindentifikasi kemampuan dan
meningkat dengan kriteria hasil : aspek positif yang dimiliki pasien.
Indikator Awal Akhir SP 2 :
Penilaian diri positif a. Menilai kemampuan yang dapat di
Perasaan memiliki gunakan.
kelebihan atau b. Menetapkan/ memilih kegiatan
kemampuan positif sesuai kemampuan.
Penerimaan penilaian c. Melatih kegiatan sesuai kemampuan
positif terhadap diri yang dipilih 1.
sendiri SP 3 :
Minat mencoba hal baru Melatih kegiatan sesuai kemampuan
Berjalan menampakkan yang dipilih 2.
wajah SP 4 :
Melatih kegiatan sesuai kemampuan
DIAGNOSA
NO TUJUAN INTERVENSI
KEPERAWATAN
Keterangan : yang dipilih 3.
1 : Menurun
2 : Cukup menurun
3 : Sedang
4 : Cukup meningkat
5 : Meningkat

Anda mungkin juga menyukai