Anda di halaman 1dari 78

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI

BLOK PANCA INDERA

Oleh :
KELOMPOK A-07
Ketua : Denisha Oktavia F.S 1102017062
Sekertaris : Anida Hasna P 1102017026
Anggota : Audi Beryl Javier 1102016034
Khaira Romadhona Y 1102016096
Arin Cahyaningtyas 1102017038
Chyntya Rizky Maharani 1102017057
Clarisza Nadira 1102017058
Deviyani Puspita S 1102017066
Iffaty Farraz S.M 1102017106
Imam Rahmatullah M 1102017107

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI

2020/2021
DAFTAR ISI

Daftar Isi .......................................................................................................................... 2

Praktikum Fisiologi I ....................................................................................................... 3

I. Lensa Tipis ................................................................................................................. 4


II. Penglihatan I: Uji Visus dan Buta Warna .................................................................. 11
Uji Visus Mata ................................................................................................................. 11
Tes Buta Warna ............................................................................................................... 15
III. Penglihatan II: Perimeter ........................................................................................... 18
Praktikum Fisiologi II ...................................................................................................... 25

I. Tes Penala .................................................................................................................. 30


II. Audiometri ................................................................................................................. 32
Praktikum Fisiologi III ..................................................................................................... 37

I. Perasaan Subyektif Panas dan Dingin ...................................................................... 38


II. Titik-titik Panas, Dingin, Tekan, dan Nyeri di Kulit ................................................ 39
III. Lokalisasi Taktil ....................................................................................................... 42
IV. Diskriminasi Taktil ................................................................................................... 44
V. Perasaan Iringan (After Image) ................................................................................ 46
VI. Daya Membedakan Berbagai Sifat Benda................................................................ 47
VII. Tafsiran Sikap........................................................................................................... 48
VIII. ....................................................................................................................Waktu
Reaksi ....................................................................................................................... 50
IX. Pengecapan ............................................................................................................... 53
X. Penghidu ................................................................................................................... 58
Praktikum Fisiologi IV .................................................................................................... 62

I. Sikap dan Keseimbangan Badan ................................................................................ 63


Percobaan Pada Katak ..................................................................................................... 65
Percobaan Pada Manusia ................................................................................................. 67
II. Percobaan Keseimbangan Pada Manusia................................................................... 69
A. Percobaan dengan Kursi Barany 1 ....................................................................... 72
B. Tes Penyimpangan Penunjukkan (Pas Pointing Test of Barany)......................... 73
C. Kesan Sensasi....................................................................................................... 73
D. Percobaan Sederhana untuk Kanalis Semisirkularis Horisontalis ....................... 74
Daftar Pustaka .................................................................................................................. 76
PRAKTIKUM I

OPTIK GEOMETRIS DAN OPTIK FISIS DALAM DETEKSI CAHAYA OLEH MATA
DAN DAYA PISAH LENSA

LENSA TIPIS

I. Tujuan Percobaan
Menentukan jarak fokus lensa cembung (konvergen) dan cekung (divergen) serta
sifat bayangan.

II. Alat dan Bahan


1. Bangku optik yang berbentuk rel berskala dengan tiang statif tempat lensa, benda,
cermin, benda, dan tabir (layar).
2. Lensa cembung dan cekung
3. Tabir, cermin, benda berbentuk panah, dan penggaris berskala.
4. Lampu proyektor sebagai sumber cahaya

III. Teori Dasar


A. Rumus Gauss
Benda nyata yang terletak di depan lensa konvergen dapat membentuk
bayangan nyata di belakang lensa. Bayanngan ini dapat ditangkap oleh tabir
dibelakang lensa sehingga dapat terlihat. Secara sederhana pembentukan bayangan
tersebut diperlihatkan pada gambar 1.

Gambar 1. Diagram pembentukan bayangan lensa konvergen f= titik fokus, O= pusat sumbu optik
lensa.

Jika tebal lensa diabaikan maka dapat dibuktikan bahwa


1 =1 + 1
f b v

f=b.v
b+v
(1)
Persamaan ini berlaku umum dengan ketentuan
f = jarak titik fokus lensa, bertanda (+) untuk lensa konvergen dan (-) untuk
divergen
v = jarak benda terhadap pusat sumbu optik lensa, bertanda (+) untuk
benda nyata dan negatif untuk benda maya
b = jarak bayangan terhadap pusat sumbu optik lensa, bertanda (+) untuk
bayangan nyata dan negatif untuk bayangan maya

Bayangan nyata terletak dibelakang lensa dan dapat ditangkap oleh tabir
sementara benda maya terletak didepan lensa dan tidak dapat ditangkap oleh tabir.
Selanjutnya benda maya terletak dibelakang lensa dan biasanya dihasilkan oleh
bayangan komponen optik leinnya (lensa dan cermin).
Disamping itu perbesaran yang didefinisikan sebagai perbandingan besar
bayangan terhadap objek dapat diperoleh dari persamaan

m = tinggi bayangan = - b.
tinggi benda v
(2)
Munculnya tanda negatif hanya karena keinginan agar jika m positif untuk
bayangan tegak dan negatif untuk bayangan terbalik. Jika dihilangkan tanda negatif
dari rumus (2) maka perjanjiannya akan terbalik.

B. Rumus Bessel
Jika jarak antara benda dan tabir dibuat tetap dan lebih besar dari 4f maka
terdapat dua kedudukan lensa positif yang akan menghasilkan bayangan tajam
diperkecil dan diperbesar pada tabir.

Gambar 2. Dua kedudukan lensa positif yang membentuk bayangan tajam pada tabir.
Pada gambar tersebut, posisi-b dan posisi-k masing-masing menyatakan
posisi lensa yang menghasilkan bayangan tajam diperbesar dan diperkecil,
sedangkan
a = jarak benda ke tabir
d = jarak antara dua kededekan lensa yang menghasilkan bayangna
tajam yang diperbesar dan diperkecil.
vb = jarak benda ke lensa yang menghasilkan bayangan diperbesar
bb = jarak bayangan ke lensa yang menghasilkan bayangan diperbesar
vk = jarak benda ke lensa yang menghasilkan bayangan diperkecil
bk = jarak bayangan ke lensa yang menghasilkan bayangan diperkecil
Mengacu pada gambar 2 terlihat bahwa:

d = vk – vb (3a)
=bb – bk (3b)
=bb – vb (3c)
Mengingat bahwa a = vb + bb maka diperoleh
vb = a – d
2
bb = a + d
2
(4)

Substitusi persamaan (4) ke persamaan (1) menghasilkan


f = a2 – d2
4a
(5)
Perhatikan bahwa a dan d selalu positif.
C. Gabungan Lensa dengan Cermin Datar

Misalkan benda diletakkan pada bidang fokus lensa dan dibelakang lensa
terdapat cermin datar.
Gambar 3. Menentukan panjang fokus lensa (+) dengan bantuan cermin datar.

Oleh lensa, berkas sinar yang berasal dari benda akan dibiaskan dalam
berkas sejajar sehingga terbentuk bayangan di tempat tak berhingga. Selanjutnya
oleh cermin datar berkas ini akan dipantulkan dan kemudian dibiaskan kembali oleh
lensa sehingga berbentuk bayangan sama besar pada bidang fokus/benda.
D. Rumus lensa Gabungan
Untuk tujuan tertentu sering digunakan gabungan beberapa lensa. Dalam
analisis pembentukan bayangan lensa gabungan ini dapat dibayangkan seolah-olah
menjadi sebuah lensa dengan jaarak fokus fg. Untuk gabungan dua lensa fg
dirumuskan sebagai :
1 =1 + 1 – t .
fg f1 f2 f1 f2
(6)
dengan t adalah jarak dua sumbu optik lensa.
Jika kedua lensa itu tipis dan diimpitkan maka t = 0 sehingga :
1 =1 + 1
fg f1 f2
E. Pembentukan Bayangan oleh gabungan lensa Konvergen-Divergen
Lensa negatif akan selalu membentuk bayangan maya dari benda nyata
tetapi dari benda maya dapat dibentuk bayangan nyata. Atas dasar ini maka
diperlikan bantuan lensa positif dengan susunan seperti gambar berikut.
Gambar 4. Pembentukan bayangan oleh gabungan lensa konvergen dan divergen, O- adalah
bayangan nyata yang dibentuk oleh lensa positif dan bayangan ini menjadi objek/
benda maya lensa divergen (-).
B- adalah nyata yang dibentuk lensa divergen dari benda O-

IV. Jalannya Percobaan


4-1. Menentukan Jarak Fokus Lensa Konvergen
Merujuk pada teori diatas maka penentuan jarak fokus lensa konvergen dapat
dilakukan dengan tiga cara, yaitu Bessel, Gauss dan berbantuan cermin datar.

4-1-A. Cara Gauss


1. Ambil benda berbentuk panah dan ukur tingginya sebanyak 5 kali. Isikan
pada tabel data.
2. Ambil tabir dan lensa konvergen yang akan diukur jarak fokusnya
3. Meletakkan benda, lensa, dan tabir pada rel optik sehingga berbentuk seperti
gambar 1.
4. Mengatur posisi benda, lensa dan tabir pada rel optik sehingga terbantuk
bayangan tajam diperkecil.
5. Mengukur v,b, tinggi bayangan h’, dan posisi bayangan apakah tegak atau
terbalik. Mengisikan hasil ini pada tabel data.
6. Menggeser lensa mendekati benda sejarak 2 cm dan mengatur posisi tabir
sehingga terbentuk bayangan tajam. melakukan pengukuran seperti langkah
5.
7. mengulangi langkah 6 terus menerus selama masih mungkin.
4-1-B. Cara Bessel
1. Mengukur tinggi benda yang berbentuk anak panah dan mencatat hasilnya.
Mengulangi pengukuran ini sampai 5 kali.
2. Menempatkan benda didepan lampu sorot.
3. Menempatkan tabir sejarak sekitar 100 cm dibelakang benda.
4. Menempatkan lensa yang akan diukur jarak fokusnya diantara lensa dan
tabir. Susunan posisi benda, lensa dan tabir akan seperti gambar 2.
5. Menggeser-geser lensa untuk melihat sekilas apakah terbentuk bayangan
tajam diperbesar dan diperkecil. Jika tidak terjadi anda mungkin perlu
menaikkan/menurunkan posisi lensa dan benda agar sinar dari benda tepat
jatuh pada lensa atau menggeser posisi tabir.
6. Jika langkah 5 berhasil, mengaturlah posisi lensa secara halus untuk
mendapatkan bayangan tajam diperbesar dan diperkecil.
7. Mencatat kedua posisi lensa (vb dan bk), tinggi bayangan dan mencatat
apakah bayangan terbalik atau tegak.
8. Mengisikan hasil hasil pengukuran ini pada tabel data.
9. Mengulangi langkah 6 dan 7 sampai 5 kali. Pada setiap pengulangan posisi
lensa harus digeser-geser.
4-1-C. Dengan bantuan Cermin datar
1. Menempatkan benda, lensa (+) dan tabir sehingga terbentuk susunan seperti
gambar 3.
2. Menggeser posisi benda benda sehingga pada bidang benda terbentuk
bayangan yang sama besar dengan benda.
3. Mencatat jarak benda ke lensa (lihat tabel data).
4. Mengulangi percobaan ini sampai 5 kali.
4-2. Menentukan Jarak Fokus Lensa Divergen
1. Ambil lensa konvergen dan lensa divergen yang akan ditentukan jarak
fokusnya.
2. Tempatkan benda, lensa konvergen, dan tabir dibelakang lensa
3. Aturlah posisi lensa dan tabir sehingga terbentuk bayangan tajam pada tabir.
4. Catat posisi benda, lensa dan tabir.
5. Letakkan lensa divergan diantara tabir dan lensa konvergen. Perhatikan
bayangan pada tabir akan kabur atau hilang.
6. Atur posisi lensa divergan dan tabir sehingga terbentuk bayangan tajam.
7. Catat posisi lensa divergen dan tabir.
8. Berdasarkan posisi ini, maka hitunglah v+, b+, d, b+, dan b- dan hasilnya
diisikan pada table data. Variable d adalah jarak antara lensa konvergen dan
divergen.
9. Ulangi percobaan di atas sebanyak sampai 5 kali.

V. Tugas pada Laporan Akhir


5-1-A. Cara Gauss
1. Hitung m berdasarkan perbandingan tinggi benda dan bayangan.
2. Hitung m berdasar persamaan (2) dan berdasarkan hasil ini tentukan posisi
bayangan (tegak atau terbalik).
3. Buatlah table ringkasan perhitungan tugas 1 dan 2.
4. Buat tabel harga 1/v terhadap 1/b.
5. Buat grafik 1/v terhadab 1/b.
6. Berdasarkan grafik tersebut tentukan f lensa.
5-1-B. Cara Bessel
Berdasarkan data percobaan, hitung jarak focus lensa dengan persamaan (5).

5-1-C. Dengan Bantuan Cermin Datar


Berdasarkan data jarak benda, anda langsung mendapatkan jarak focus, f = v.
Buat table ringkasan hasil perhitungan jarak focus kekuatan lensa (dalam Dioptri)
dari ketiga cara di atas.
Beri catatan/ulasan mengapa terjadi perbedaan hasil dari ketiga cara di atas.
Catatan: 1 dioptri = 100/f[cm], jadi lensa dengan f = 25 cm akan berkekuatan 4
dioptri.

5-2. Jarak Fokus Lensa Divergen


Tentukan f lensa divergen hasil percobaan.

Data Percobaan 1 : Lensa Tipis


Hari/tanggal : Rabu / 12 Februari 2020
4-1. Menentukan Jarak Fokus Lensa Konvergen
4-1-A. Cara Gauss
No v (cm) b f (cm)
(cm)
1 69 31 21,39
2 54 35 21,23
3 44 41 21,22
4 37 49 21,08
5 30 71 21,09
f=b.v
b+v
f = 69 . 31
69 + 31
= 21,39
f = 54 . 35
54 + 35
= 21,23
f = 44 . 41
44 + 41
= 21,22
f = 37 . 49
37 + 49
= 21,08
f = 30 . 71
30 + 71
= 21,09
4-1-B. Cara Bessel
4-1-B. Cara Bessel
No a (cm) vb (cm) vk (cm) d f (cm)
(cm)
1 97 30 65 35 21,09
2 92 33 59 26 21,16
3 87 36 51 15 21,10

4-2. Lensa Divergen


No v+ (cm) b+ (cm) v- (cm) d (cm) b- (cm)
1 34 56 -11 45 21
2 49 37 -11 26 20
3 62 33 -6 27 6
4 69 31 -4 27 4
5 46 40 -7 33 7

VI. Kesimpulan
Ada dua cara untuk menghitung panjang fokus lensa yaitu Gauss dan Bessel, menurut
hasil praktikum lensa positif akan membentuk bayangan terbalik dan nyata. Lensa negatif
tidak akan menbentuk bayangan tanpa di bantu lensa positif.
Semakin jauh jarak benda dengan lensa maka jarak lensa positif dengan layar semakin
kecil dan sebaliknya semakin dekat jarak benda semakin dekat pula bayangannya. Dalam
hal ini jarak sangat berpengaruh pada fokus lensa.
Lensa Cmbung (+) / Konvergen menghasilkan bayangan nyata, terbalik, diperbesar.
Sedangkan Lensa Cekung (-) / Divergen menghasilkan bayangan maya, tegak, diperkecil.
PRAKTIKUM FISIOLOGI II

PENDENGARAN

I. Dasar Teori
Pendengaran adalah persepsi saraf mengenai energi suara. Gelombang suara adalah getaran
udara yang merambat dan terdiri dari daerah-daerah bertekanan tinggi karena kompresi
(pemampatan) molekul-molekul udara yang berselang seling dengan daerah-daerah bertekanan
rendah karena penjarangan molekul tersebut. (Sherwood, 2001).

Sewaktu suatu gelombang suara mengenai jendela oval, tercipta suatu gelombang tekanan
di telinga dalam. Gelombang tekanan menyebabkan perpindahan mirip-gelombang pada
membran basilaris terhadap membrana tektorium. Sewaktu menggesek membrana tektorium,
sel-sel rambut tertekuk. Hal ini menyebabkan terbentuknya potensial aksi. Apabila
deformitasnya cukup signifikan, maka saraf-saraf aferen yang bersinaps dengan sel-sel rambut
akan terangsang untuk melepaskan potensial aksi dan sinyal disalurkan ke otak (Corwin,
2001).

Frekuensi gelombang tekanan menentukan sel-sel rambut yang akan berubah dan, neuron
aferen yang akan melepaskan potensial aksi. Misalnya, sel-sel rambut yang terletak dibagian
membrana basilaris dekat jendela oval adalah sel-sel yang mengalami perubahan oleh suara
berfrekuensi tinggi, sedangkan sel-sel rambut yang terletak dimembrana basilaris yang paling
jauh dari jendela oval adalah sel-sel yang mengalami perubahan oleh gelombang berfrekuensi
rendah. Otak menginterpretasikan suatu suara berdasarkan neuron-neuron yang diaktifkan.
Otak menginterpretasikan intensitas suara berdasarkan frekuensi impuls neuron dan jumlah
neuron aferen yang melepaskan potensial aksi (Corwin, 2001).

Penghantaran (konduksi) gelombang bunyi ke cairan di telinga dalam melalui membran


timpani dan tulang-tulang pendengaran, yang merupakan jalur utama untuk pendengaran
normal, disebut hantaran osikular. Gelombang bunyi juga menimbulkan getaran membran
timpani kedua yang menutupi fenestra rotundum. Proses ini, yang tidak penting untuk
pendengaran normal, disebut hantaran udara. Hantaran jenis ketiga, hantaran tulang, adalah
penyaluran getaran dari tulang-tulang tengkorak ke cairan di telinga dalam. Hantaran tulang
yang cukup besar terjadi apabila kita menempelkan garpu tala atau benda lain yang bergetar
langsung ke tengkorak. Jaras ini juga berperan dalam penghantaran bunyi yang sangat keras
(Ganong, 2002).

Untuk memeriksa pendengaran :

1. Pemeriksaan dengan menggunakan garpu tala merupakan tes kualitatif, yaitu:


a. Tes Rinne
 Tujuan: untuk membandingkan hantaran melalui udara dan hantaran melalui tulang
pada telinga yang diperiksa.
 Cara: garpu tala digetarkan dan tangkainya diletakkan di prosesus mastoideus.
Setelah tidak terdengar garpu tala dipegang di depan telinga kira-kira 2,5 cm. Bila
masih terdengar disebut Rinne (+), bila tidak terdengar disebut Rinne (-). Dalam
keadaan normal hantaran melalui udara lebih panjang daripada hantaran tulang.

b. Tes Weber
 Tujuan: untuk membandingkan hantaran tulang telinga kiri dengan telinga kanan.
 Cara: garpu tala digetarkan dan tangkai garpu tala diletakkan di garis tengah dahi
atau kepala. Bila bunyi terdengar lebih keras pada salah satu telinga disebut
lateralisasi ke telinga tersebut. Bila terdengar sama atau tidak terdengar disebut tidak
ada lateralisasi. Bila pada telinga yang sakit (lateralisasi pada telinga yang sakit)
berarti terdapat tuli konduktif pada telinga tersebut,bila sebaliknya (lateralisasi pada
telinga yang sehat) berarti pada telinga yang sakit terdapat tuli saraf.

c. Tes Schwabach
 Tujuan: membandingkan hantaran tulang orang yang diperiksa dengan pemeriksa
yang pendengarannya normal.
 Cara: garpu tala digetarkan dan tangkai garpu tala diletakkan pada prosesus
mastoideus sampai tidak terdengar bunyi kemudian dipindahkan ke prosesus
mastoideus pemeriksa yang pendengarannya dianggap normal. Bila masih dapat
mendengar disebut memendek atau tuli saraf, bila pemeriksa tidak dapat mendengar,
pemeriksaan diulang dengan cara sebaliknya. Bila pasien masih mendengar, disebut
memanjang atau terdapat tuli konduktif. Jika kira-kira sama mendengarnya disebut
sama dengan pemeriksa.
Tes Tes Weber Tes Diagnosis
Rinne Schwabach

Positif Tidak ada Normal


lateralisasi Sama dengan
pemeriksa

Lateralisasi
Negatif ke telinga Tuli konduktif
Memanjang
yang sakit

Positif Lateralisasi
ke telinga Memendek Tuli
yang sehat sensorineural

Catatan: Pada tuli konduktif <30 dB, Rinne bisa masih positif

Secara fisiologik telinga dapat mendengar nada antara 20 sampai 18.000 Hz. Untuk
pendengaran sehari-hari yang paling efektif antara 500-2.000 Hz. Oleh karena itu untuk
memeriksa pendengaran dipakai garpu tala 512, 1.024, dan 2.048 Hz. Penggunaan ketiga
garpu tala ini penting untuk pemeriksaan secara kualitatif. Bila salah satu frekuensi ini
terganggu penderita akan sadar adanya gangguan pendengaran. Bila tidak mungkin
menggunakan ketiga garpu tala itu, maka diambil 512 Hz karena penggunaan garpu tala
ini tidak terlalu dipengaruhi suara bising disekitarnya (Soepardi et al, 2007).

2. Pemeriksaan dengan menggunakan Audiometer merupakan tes kuantitatif


Audiometri nada murni

Teknik untuk mengidentifikasi prilaku dari kehilangan kemampuan mendengar dan


untuk mendapatkan tingkat pendengaran dengan cara merekam respon dari pasien setelah
memberikan pasien tersebut rangsangan auditory dengan berbagai intensitas level.
Untuk pemeriksaan audiogram, dipakai grafik AC (air conductor) yaitu dibuat dengan
garis lurus penuh (intensitas yang diperiksa antara 125 – 8000 Hz) dan grafik BC (bone
conductor) yaitu dibuat dengan garis terputus-putus (intensitas yang diperiksa 250 – 4000
Hz). Untuk telinga kiri dipakai warna biru, sedangkan telinga kanan warna merah.
Pemeriksaan audiometri nada murni bisa didapatkan tuli sensorineural pada frekwensi
tinggi (umumnya 3000 – 6000 Hz) dan pada frekwensi 4000 Hz sering terdapat takik
(notch) yang patognomonik untuk jenis ketulian ini.

Tes audiometri yang sederhana merupakan tes terhadap suara mesin dengan hantaran
udara untuk masing-masing telinga dengan frekuensi tertentu (500, 1000, 2000, 4000 dan
6000 Hz). Tes audiometri yang kompleks dilakukan dalam ruangan kedap suara
dan masing-masing telinga dengan frekuensi (250, 500, 1000, 2000, 3000,4000, 6000 dan

8000 Hz)

Pure Tone Audiometry Merupakan bunyi yang hanya mempunyai satu frekuensi, dinyatakan
dalam jumlah getaran per detik.
Memberikan gambaran yang luas mengenai tingkat kehilangan pendengaran pasien dan
penyebabnya. Pasien akan memberikan respon terhadap rangsangan tone yang diberikan.
Tone yang diberikan dengan cara dari frekuensi rendah ke tinggi .

Tone sebesar 30dB diberikan kepada pasien sebagai rangsangan awal, jika respon
positif maka level tone diturunkan sebesar 10 dB sampai pasien tidak memberikan respon.
Pada rangsangan pertama jika pasien tidak mendengar maka level tone dinaikkan 10 dB
HL sampai terdengar oleh pasien kemudian diturunkan per 5 dB atau naik 5 dB HL.
Frekuensi yang diujikan berkisar 125-500 Hz.

Tone Decay Test (TDT)


Digunakan untuk mendeteksi kelainan pada jalur sensorineural. Prosedurnya, operator
memilih frekuensi kemudian pasien mendapat rangsangan dan memberikan respon lagi
pada saat tidak menerima rangsangan, durasi diantara keduanya diukur. Tone yang dipakai
diberikan dari frekuensi, tinggi ke rendah. Dengan 30 dB pada saat pertama kemudian
selama 1 menit pasien mendengarkan maka tone level diturunkan dengan skala 5 dB, hal
ini diulangi sampai tone tidak terdengar selama kurang dari 1 menit

Short Increment Sensitivity Index (SISI)


SISI untuk mendeteksi penyakit di cochlea atau recrocochlear lesions. Menggambarkan
kapasitas pasien untuk mendeteksi perbedaan kenaikan intensitas 1 dB yang dalam rentan
waktu 5 detik pada frekuensi tertentu. Operator akan menset frekuensi pada 20 dB, Tone
yang diberikan dengan madulasi singkat 1 dB diatas carrier tone setiap 5 detik. Kenaikan
1 dB dipresentasikan dengan interval 300 ms, dengan rise time danfall time sebesar 50 ms.
Respon pasien pada saat dapat membedakan perbedaan level adalah yang diukur.
Bekesy Audiometry
Test audiometry yang dijalankan secara automatis. Karena frekuensi dan intensita
akanturun dan naik secara otomatis
Speech Audiometry
Pure tone audiometry adalah test pada sensitivitas pasien sedangkan speech audiometry
mengacu pada integritas seluruh sistem auditory (mengacu kemampuan mendengarkan dan
mengerti pembicaraan)

II. Pelaksanaan Praktikum

Tujuan :

1. Mahasiswa dapat melakukan pemeriksaan fungsi pendengaran.


2. Mengukur ketajaman pendengaran dengan menggunakan Audiometer (Pemeriksaan
Audiometer)
3. Menmbuat kesimpulan menegenai “hearing loss” dari hasil pemeriksaan audiometer sehingga
dapat menetapkan apakah pendengaran orang percobaan dalam batas-batas normal atau tidak
Alat yang diperlukan :

1. Audiometer merek ADC lengkap dengan telepon telinga dan formulir


2. Penala berfrekuensi 256
3. Kapas untuk menyumbat telinga

I. TES PENALA

A. Tata Kerja
Pemeriksaan Pendengaran dengan Penala
a. Cara Rinne
1. Getarkanlah penala (frekuensi 256) dengan cara memukulkan salah satu ujung jarinya
ke telapak tangan. Jangan sekali-kali memukulkannya pada benda yang keras.
2. Tekanlah ujung tangkai penala pada processus mastoideus salah satu telinga o.p.
3. Tanyakanlah kepada o.p. apakah ia mendengar bunyi penala mendengung di telinga
yang diperiksa, bila demikian o.p. harus segera memberi tanda bila dengungan bunyi
itu menghilang.
4. Pada saat itu pemeriksa mengangkat penala dari processus mastoideus o.p. dan
kemudian ujung jari penala ditempatkan sedekat-dekatnya di depan liang telinga yang
sedang diperiksa itu.
5. Catatlah hasil pemeriksaan Rinne sebagai berikut :
Positif : Bila o.p. masih mendengar dengungan secara hantaran aerotimpanal.
Negatif : Bila o.p. tidak mendengar dengungan secara hantaran aerotimpanal.
b. Cara Webber
1. Getarkanlah penala (frekuensi 256) dengan cara seperti nomor A.1.
2. Tekankanlah ujung tangkai penala pada dahi o.p. di garis median.
3. Tanyakan kepada o.p. apakah ia mendengar dengungan bunyi penala sama kuat di
kedua telinganya atau terjadi lateralisasi.
4. Bila pada o.p. tidak terdapat lateralisasi, maka untuk menimbulkan lateralisasi secara
buatan, tutuplah salah satu telinganya dengan kapas dan ulangi pemeriksaan.
c. Cara Schwabach
1. Getarkanlah penala (frekuensi 256) dengan cara seperti no A.1.
2. Tekankanlah ujung tangkai penala pada processus mastoideus salah satu telinga o.p.
3. Suruhlah o.p. mengacungkan tangannya pada saat dengungan bunyi menghilang.
4. Pada saat itu dengan segera pemeriksa memindahkan penala dari processus mastoideus
o.p. ke processus mastoideus sendiri. Pada pemeriksaan ini telinga si pemeriksa
dianggap normal. Bila dengungan penala setelah dinyatakan berhenti oleh o.p. masih
dapat didengar oleh si pemeriksa maka hasil pemeriksaan ialah Schwabach
memendek.
5. Apabila dengungan penala setelah dinyatakan berhenti oleh o.p. juga tidak dapat
didengar oleh si pemeriksa maka hasil pemeriksaan mungkin Schwabach normal atau
Schwabach memanjang. Untuk memastikan hal ini maka dilakukan pemeriksaan
sebagai berikut :
Penala digetarkan, ujung tangkai penala mula-mula ditekankan ke processus mastoideus si
pemeriksa sampai tidak terdengar lagi. Kemudian ujung tangkai penala segera
ditekankan ke processus mastoideus o.p.. bila dengungan (setelah dinyatakan berhenti
oleh si pemeriksa) masih dapat didengar oleh o.p. hasil pemeriksaan adalah
Schwabach memanjang. Bila dengungan setelah dinyatakan berhenti oleh si
pemeriksa juga tidak dapat didengar oleh o.p. maka hasil pemeriksaan adalah
Schwabach normal.

B. Hasil Pengamatan
Tabel Pengamatan Pemeriksaan Pendengaran

Cara Rinne

Telinga Cara
Orang Telinga (penala Cara
(penala Scha
Perco digetarkan Web
digetarka wab
baan pada processus ber
n lewat ach
mastoideus)
udara)
Kan Kiri Kan Ki
a a r
n n i

Wita + + + + Lateralisa Schwaba


(OP1 si ke ch
) kanan norm
= kiri al
426.6 Hz

Puspita + + + + Lateralisa Schwaba


(OP2 si ke ch
) kanan norm
= kiri al
288 Hz

Radi + + + + Lateralisa Schwaba


(OP3 si ke ch
) kanan norm
= kiri al

Intan + + + + Lateralisa Schwaba


(OP4 si ke ch
) kanan norm
= kiri al
512 Hz

C. Pembahasan
Pada percobaan rinne, bertujuan untuk membandingkan hantaran melalui udara dan
hantaran melalui tulang pada telinga yang diperiksa. Saat penala digetarkan pada processus
mastoideus, terdengar suara dengungan, baik ditelinga kiri maupun telinga kanan, seluruh
orang percobaan. Begitu pula saat penala digetarkan di udara ,tanpa menyentuh processus
mastoideus, suara dengungan terdengar jelas.
Pada percobaan cara webber, bertujuan untuk membandingkan hantaran tulang telinga kiri
dengan telinga kanan. Saat penala yang sudah digetarkan ditaruh pada dahi, semua orang
percobaan memperoleh hasil yang sama, yaitu lateralisasi pada telinga kanan dan kiri. Hal ini,
menandakan bahwa telinga semua orang percobaan normal terhadap dengungan yang terjadi.

Pada percobaan schwabach, bertujuan membandingkan hantaran tulang orang yang


diperiksa dengan pemeriksa yang pendengarannya normal. Saat dengungan penala suda tidak
terdengar lagi oleh orang percobaan juga tidak terdengar oleh si pemeriksa, begitu pula
sebaliknya. Hal ini berlaku pada semua orang percobaan dan pemeriksanya sehingga hasil
pemeriksaan tersebut adalah schwabach normal.

D. Kesimpulan
Dari hasil pemeriksaan pendengaran didapatkan bahwa semua orang percobaan dapat mendengar
dengungan penala dengan baik. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa telinga orang
percobaan masih bekerja secara normal.

II. AUDIOMETRI

Keterangan teknis mengenai audiometer.

p- VI. 4. 1 Apa guna audiometer dan bagaimana cara kerjanya?

Pada bagian muka audiometer ADC terdapat berbagai tombol dan skala yang berfungsi sebagai
berikut :

Tombol 1 (T) : Tombol utama.

Gunanya untuk menghidupkan atau mematikan alat

Tombol 2 (T2) : Tombol frekwensi nada.


Dengan menggunakan T2 ini kita memilih frekwensi nada yang dapat
dibangkitkan oleh Alat. Frekwensi tersebut dapat dibaca pada skala (82) yang
dinayatakan dalam satuan hertz.

p-VIA. 2 Apa yang dimaksud dengan frekwensi hertz?

Tombol 3 (T3) : Tombol kekuatan nada.

Dengan tombol ini kita dapat mengatur kekuatan nada, kekuatan nada dapat
dibaca pada skala (51) yang dinyatakan dengan dB

p-VIA. 3 Apa yang dimaksud dengan satuan dB?

Tombol 4 (T4) : Tombol pemilih telepon telinga.

Bila tombol ini menunjukkan ke “B”, berarti nada yang dihantarkan ketelepon
berwarna black. Bila tombol menunjuk ke “G” yang bekerja hanya telepon grey.

Tombol 5 (T5) : Tombol penghubung nada.

Dengan memutar tombol ini kekiri, nada akan terdengar ditelepon bila tombol
dilepas, nada tidak terdengar lagi

p-VIA.A 4 Apa yang dimaksud dengan pemutusan nada pada periksaan?


A. Tata Kerja
Pemeriksaan Pendengaran dengan Audiometri

1. Pemeriksaan menyiapkan alat sebagai berikut :


a. Memutar tombol utama T1 pada “off”
b. Memutar tombol frekuensi nada (T2) pada 125.
c. Memutar tombol kekuatan nada (T3) pada 10 Db.
p- VIA. 5 Apa arti fisiologis intensitas 0 dp pada a/at ?
2. Hubungkan audiometer dengan sumbu listrik (125V) dan putar T1 ke “ON”, S1 danS2
akan menyala, bila tidak demikian halnya maka melaporkan pada supervisor.
3. Menyuruh orang percobaan duduk membelakangi audiometer dan memasang telepon pada
telingnya, sehingga telepon “black” ditelinga kiri.
4. Memberikan petunjuk pada orang percobaan untuk mengacungkan tangannya ke
atas pada saat mulai dan selama ia mendengar nada melalui salah satu telepon danmenuru
nkan tangannya pada saat nada mulai tidak terdengar lagi.
5. Menunggu 2 menit untuk “memanaskan” alat
6. Memutar T5 ke kiri dan mempertahankannya selama pemeriksaan
7. Memutar tombol kekuatan nada T3 perlahan-lahan searah dengan jarum jam sampaiorang
percobaan mengacungkan tangannya keatas.
8. Meneruskan memutar tombol tersebut sebesar 10 dB dan kemudian memutar tombolT3
tersebut perlahan-lahan berlawanan dengan jarum jam sampai orang percobaa
nmenurunkan tangannya. Mencatat angka dB pada saat itu
9. Mengulangi tindakan 7 dan 8 dua kali lagi dan mengambil angka terkecil sebagai “hearing
loss” orang percobaan pada frekuensi 125 Hz.
10. Selama percobaan ini T5 dilepaskan sekalikali pada waktu orang percobaanmengacungka
n tangannya untuk menguji apakah orang percobaan benar-benar mendengar nada atau
hanya pura-pura mendengar.
11. Mengukur “hearing loss” untuk telinga yang sama dengan cara yang sama pula
padafrekuensi 250, 500, 1000, 2000, 4000, 8000, 12.000 Hz dan mencatat data
hasil pengukuran pada formulir yang telah disediakan.
12. Mengulangi seluruh pengukuran ini pada telinga yang lainnya.
13. Membuat audiogram orang percobaan pada formulir yang telah disediakan dengan data
yang diperoleh pada pengukuran
B. Hasil Pengamatan

C. Pembahasan
Untuk pemeriksaan audiogram, dipakai grafik AC yaitu dibuat dengan garis lurus penuh
(intensitas yang diperiksa antara 125 – 8000 Hz) dan grafik BC yaitu dibuat dengan garis
terputus-putus (intensitas yang diperiksa 250 – 4000 Hz). Untuk telinga kiri dipakai warna
biru, sedangkan telinga kanan warna merah.
Pada hasil pemeriksaan bertujuan untuk memberikan gambaran luar mengenai tingkat
kehilangan pendengaran pasien dan penyebabnya. Pasien akan memberikan respon terhadap
rangsangan tone yang diberikan. Tone yang diberikan dengan cara dari frekuensi rendah ke
tinggi .
Pada awal, tone sebesar 30dB diberikan kepada pasien sebagai rangsangan awal, jika
respon positif maka level tone diturunkan sebesar 10 dB sampai pasien tidak memberikan
respon. Pada rangsangan pertama jika pasien tidak mendengar maka level tone dinaikkan 10
dB HL sampai terdengar oleh pasien kemudian diturunkan per 5 dB atau naik 5 dB HL.
Frekuensi yang diujikan berkisar 125-500 Hz.

Diskriminasi nada (kemampuan membedakan berbagai frekuensi gelombang suara yang


datang) bergantung pada bentuk dan sifat membrana basilaris yang menyempit dan
kaku diujung jendela ovalnya dan lebar serta lentur di ujung helikotremanya. Berbagai daerah
di membrana basilaris secara alamiah bergetar secara maksimum pada frekuensi yang
berbeda.Ujung sempit paling dekat jendela oval bergetar maksimum pada nada-nada tinggi
sedangkan ujung lebar paling dekat dengan helikotrema bergetar maksimum pada nada-nada
rendah
Dengan membaca audiogram ini kita dapat mengetahui jenis dan derajat kurang
pendengaran seseorang. Gambaran audiogram rata-rata sejumlah orang yang berpendengaran
normal merupakan nilai ambang baku pendengaran untuk nada murni. Derajat ketulian
menurut ISO, yaitu :

Pemeriksaan ini menghasilkan grafik nilai ambang pendengaran pasien pada stimulus nada
murni. Nilai ambang diukur dengan frekuensi yang berbeda-beda. Secara kasar bahwa
pendengaran yang normal grafik berada diatas. Grafiknya terdiri dari skala decibel, suara
dipresentasikan dengan aerphon (air kondution) dan skala skull vibrator (bone conduction).
Bila terjadi air bone gap maka mengindikasikan adanya CHL. Turunnya nilai ambang
pendengaran oleh bone conduction menggambarkan SNHL.
D. Menjawab Pertanyaan
p- VI. 4. 1 Apa guna audiometer dan bagaimana cara kerjanya?

Jawab:
Teknik untuk mengidentifikasi prilaku dari kehilangan kemampuan mendengar dan untuk
mendapatkan tingkat pendengaran dengan cara merekam respon dari pasien setelah
memberikan pasien tersebut rangsangan auditory dengan berbagai intensitas level.
p-VIA. 2 Apa yang dimaksud dengan frekwensi hertz?

Jawab:

Hertz adalah jumlah getaran setiap satuan waktu. Standar Internasional untuk frekuensi. Hertz
menyatakan banyaknya gelombang dalam waktu satu detik (1 Hertz = 1 gelombang per detik).
p-VIA. 3 Apa yang dimaksud dengan satuan dB?

Jawab:

Desibel merupakan ukuran yang digunakan untuk menentukan nilai kebisingan suatu tempat
dengan membandingkan antara lemah kuatnya amplitudo yang ditransmisi dengan gangguan
dalam proses transmisi tersebut.

p-VIA.A 4 Apa yang dimaksud dengan pemutusan nada pada periksaan?

Jawab:

Maksud pemutusan nada pada pemeriksaan adalah melepas tombol sehingga nada tidak terdengar
lagi untuk menguji apakah orang percobaan benar-benar mendengar atau hanya pura-pura
mendengar

p- VIA. 5 Apa arti fisiologis intensitas 0 dB pada a/at ?


Jawab:
Dalam fisika, 0 dB sama dengan tingkat tekanan yang mengakibatkan gerakan molekul udara
dalam keadaan udara diam, yang hanya dapat terdeteksi dengan menggunakan instrumen
fisika, dan tidak akan terdengar oleh telinga manusia. Oleh karena itu, di dalam audiologi
ditetapkan tingkat 0 yang berbeda, yang disebut 0 Db klinis atau 0 audioetrik. Nol inilah yang
tertera dalam audiogram, yang merupakan gafik tingkat ketunarunguan. Nol audiometrik
adalah intensitas bunyi terendah yang dapat terdeteksi oleh telinga orang rata-rata dengan
telinga yang sehat pada frekuensi 1000Hz

E. Kesimpulan
Semakin tinggi frekuensi suara maka intensitas yang dapat didengar semakin rendah. Bila terjadi
air bone gap maka mengindikasikan adanya CHL. Turunnya nilai ambang pendengaran oleh
bone conduction menggambarkan SNHL. Dari hasil pemeriksaan pendengaran didapatkan
bahwa orang percobaan memberikan respon terhadap rangsangan tone yang diberikan (dari
frekuensi rendah ke tinggi). Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa fungsi pendengaran
telinga orang percobaan masih tuli ringan “mild hearing loss” pada saat AC telinga kanan
(35dB), telinga kiri (30dB) sedangkan BC telinga kiri (35dB) → (liat hasil pengamatan serta
batas ambang pendengaran menurut ISO).
PRAKTIKUM III
PENDENGARAN DAN KESEIMBANGAN

3.I. PENDENGARAN
Tujuan Percobaan

Pada akhir latihan ini mahasiswa harus dapat :

1. Mengukur ketajaman pendengaran dengan menggunakan audiometer (Pemeriksaan


audiometer).
2. Membuat kesimpulan mengenai “hearing loss” dari pemeriksaan audiometer sehingga dapat
menetapkan apakah pendengaran orang percobaan dalam batas normal atau tidak.

Teori Dasar

Gelombang suara terdiri dari daerah-daerah pemampatan dan penjarangan molekul udara yang
berlangsung secara bergantian
 Pendengaran adalah persepsi saraf mengenai energi suara
 Gelombang suara adalah getaran udara yang merambat dan terdiri dari daerah-daerah
bertekanan tinggi karena kompresi (pemampatan) molekul-molekul udara yang berselang-
seling dengan daerah-daerah bertekanan rendah karena penjarangan (rarefaction) molekul
tersebut
 Gelombang suara juga dapat berjalan melalui medium selain udara, misalnya air
 Suara ditandai oleh :
a. Nada
Ditentukan oleh frekuensi getaran. Semakin tinggi frekuensi getaran, semakin tinggi nada.
Telinga manusia dapat mendeteksi gelombang suara dengan frekuensi 20-20.000 siklus per
detik, tetapi paling peka terhadap frekuensi antara 1.000 dan 4.000 siklus per detik.
b. Intensitas atau kepekakan (kekuatan)
Bergantung pada amplitudo gelombang suara, atau perbedaan tekanan antara daerah
pemampatan yang bertekanan tinggi dan daerah penjarangan yang bertekanan rendah.
Semakin besar amplitudo, semakin keras (pekak) suara
Kepekakan dinyatakan dalam desibel (dB), yaitu ukuran logaritmik intensitas
dibandingkan dengan suara teredam (terhalus) yang dapat terdengar
c. Kualitas suara atau warna nada (timbre)
Bergantung pada nada tambahan (overtone), yaitu frekuensi tambahan yang menimpa nada
dasar

Telinga luar dan tengah mengubah gelombang suara dari hantaran udara menjadi getaran cairan
di telingan dalam

Sel rambut di organ Corti mengubah gerakan cairan menjadi sinyal saraf
 Telinga mengubah gelombang suara di udara menjadi gerakan-gerakan berosilasi membrana
basilaris yang membengkokkan pergerakan maju mundur rambut-rambut di sel reseptor.
Perubahan bentuk mekanis rambut-rambut tersebut menyebabkan pembukaan dan penutupan
(secara bergantian) saluran di sel reseptor, yang menimbulkan perubahan potensial berjenjang
di reseptor, sehingga mengakibatkan perubahan kecepatan pembentukan potensial aksi yang
merambat ke otak.

Diskriminasi nada bergantung pada daerah membrana basilaris yang bergetar; diskriminasi
kepekakan suara bergantung pada amplitudo getaran
 Diskriminasi nada, yaitu kemampuan membedakan berbagai frekuensi gelombang suara yang
datang bergantung pada bentuk dan sifat membrana basilaris, yang menyempit dan kaku di
ujung jendela ovalnya dan lebar serta lentur di ujung helikotremanya. Ujung sempit paling dekat
jendela oval bergetar maksimum pada nada-nada tinggi, sedangkan ujung lebar paling dekat
dengan helikotrema bergetar maksimum pada nada-nada rendah. Nada-nada tambahan dengan
berbagai frekuensi menyebabkan banyak titik di sepanjang membrana basilaris ikut bergetar
secara simultan, tetapi dengan intensitas yang lebih rendah daripada nada dasar, sehingga SSP
mampu membedakan warna nada (diskriminasi warna nada).
 Diskriminasi intensitas (kepekakan). Bergantung pada amplitudo getaran.

Korteks pendenganran dipetakan berdasarkan nada


 Setiap daerah di membrana basilaris berhubungan dengan daerah tertentu di korteks
pendengaran dalam lobus temporalis.
 Jalur saraf antara organ Corti dan korteks pendengaran melibatkan beberapa sinaps dalam
perjalanannya, terutama adalah sinaps di batang otak dan nukleus genikulatus medialis
talamus. Batang otak menggunakan masukan pendengaran untuk kewaspadaan dan arousal.
Talamus menyortir dan memancarkan sinyal ke atas. Sinyal pendengaran dari kedua telinga
disalurkan ke kedua lobus temporalis karena serat-seratnya bersilangan secara parsial di
batang otak

Alat Percobaan

1. Audiometer merek ADC. Lengkap dengan telepon telinga dan formulir.


2. Penala berfrekuensi 256.
3. Kapas untuk menyumbat teliga.

I. AUDIOMETRI

Keterangan teknis mengenai audiometer.


p- VI. 4. 1 Apa guna audiometer dan bagaimana cara kerjanya?

Audiometer berguna untuk menguji pendengaran.


Cara kerja audiometer : Prinsip kerja audiometer yaitu menghasilkan nada murni yang akan
direspon oleh pasien pada frekuensi-frekuensi 125 Hz hingga 8000 Hz dalam pita satu oktaf.

Pada bagian muka audiometer ADC terdapat berbagai tombol dan skala yang berfungsi sebagai
berikut :
Tombol 1 (T) : Tombol utama.
Gunanya untuk menghidupkan atau mematikan alat

Tombol 2 (T2) : Tombol frekwensi nada.

Dengan menggunakan T2 ini kita memilih frekwensi nada yang dapat


dibangkitkan oleh Alat. Frekwensi tersebut dapat dibaca pada skala (82) yang
dinayatakan dalam satuan hertz.

p-VIA. 2 Apa yang dimaksud dengan frekwensi hertz?

Frekuensi adalah benyaknya getaran yang terjadi dalam kurun waktu satu detik. Frekuensi
memiliki satuan hertz / Hz.

Tombol 3 (T3) : Tombol kekuatan nada.

Dengan tombol ini kita dapat mengatur kekuatan nada, kekuatan nada dapat
dibaca pada skala (51) yang dinyatakan dengan dB

p-VIA. 3 Apa yang dimaksud dengan satuan dB?

Satuan untuk mengukur intensitas suara.


Intensitas suara adalah banyaknya energi yang melewati satu satuan luas setiap satu satuan
waktu (detik).

Tombol 4 (T4) : Tombol pemilih telepon telinga.

Bila tombol ini menunjukkan ke “B”, berarti nada yang dihantarkan ketelepon
berwarna black. Bila tombol menunjuk ke “G” yang bekerja hanya telepon grey.

Tombol 5 (T5) : Tombol penghubung nada.

Dengan memutar tombol ini kekiri, nada akan terdengar ditelepon bila tombol
dilepas, nada tidak terdengar lagi

p-VIA.A 4 Apa yang dimaksud dengan pemutusan nada pada periksaan?

Untuk menguji apakah orang pemeriksaan benar-benar mendengar nada atau hanya pura-pura
mendengar
Tata Kerja

1. Pemeriksaan menyiapakan alat sebagai berikut :

a. Putar tombol utama (T1) pada “off”


b. Putar tombol frekuensi nada (T2) pada 125
c. Putar tombol kekuatan nada (T3) pada -10dp

p- VIA. 5 Apa arti fisiologis intensitas 0 dB pada alat ?


Dalam fisika, 0 dB sama dengan tingkat tekanan yang mengakibatkan gerakan molekul
udara dalam keadaan udara diam, yang hanya dapat terdeteksi dengan menggunakan
instrumen fisika, dan tidak akan terdengar oleh telinga manusia. Oleh karena itu, di
dalam audiologi ditetapkan tingkat 0 yang berbeda, yang disebut 0 Db klinis atau 0
audioetrik. Nol inilah yang tertera dalam audiogram, yang merupakan gafik tingkat
ketunarunguan. Nol audiometrik adalah intensitas bunyi terendah yang dapat terdeteksi
oleh telinga orang rata-rata dengan telinga yang sehat pada frekuensi 1000Hz.

2. Hubungkan audiometer dengan sumbu lisrik (125V) dan putar T1 ke “on”, S1 dan S2 akan
menyala, bila tidak demikian halnya laporkan pada supervisor.
3. Suruhlah orang percobaan duduk membelakangi audiometer dan pasanglah telepon pada
telinganya sehingga telepon “black” di telinga kiri.
4. Berikan petunjuk pada orang percobaan untuk mengacungkan tangannya ke atas pada saat
mulai dan selama ia mendengar nada melalui salah satu telepon, dan menurunkan
tangannya pada saat nada mulai tidak terdengar lagi.
5. Tunggulah 2 menit lagi untuk “memanaskan” alat.
6. Putarlah T5 ke kiri dan pertahankan selama pemeriksaan.
7. Putarlah tombol kekuatan nada T3 perlahan-lahan searah dengan jarum jam sampai orang
percobaan mengacungkan tangannya ke atas.
8. Teruskanlah memutar tombol tersebut sebesar 10 db dan kemudian putarlah tombol T3
tersebut perlahan-lahan berlawanan dengan jarum jam sampai orang percobaan
menurunkan tangannya. Catatlah angka db pada saat itu.
9. Ulangi tindakan 7 & 8 dua kali lagi dan ambillah angka terkecil sebagai “hearing loss”
orang percobaan pada frekuensi 125 Hz.
10. Selama pecobaan ini lepaskanlah sekali-kali T5 pada waktu orang percobaan
mengacungkan tangannya untuk menguji apakah orang percobaan benar-benar mendengar
nada atau hanya pura-pura mendengar.
11. Ukurlah, “hearing loss” untuk telinga yang sama denga cara yang sama pula pada frekuensi
250, 500, 1000, 2000, 4000, 8000, 12000 Hz dan catatlah data hasil pengukuran pada
formulir yang telah disediakan.
12. Ulangi seluruh pengukuran ini untuk telinga yang lain.
13. Buatlah audiogram orang percobaan pada formulir yang telah disediakan dengan data yang
diperoleh pada pengukuran.
Hasil Data

Analisa Data
Diskriminasi nada (kemampuan membedakan berbagai frekuensi gelombang suara
yang datang) bergantung pada bentuk dan sifat membrana basilaris yang menyempit dan
kaku di ujung jendela ovalnya dan lebar serta lentur di ujung helikotremanya. Berbagai
daerah di membrana basilaris secara alamiah bergetar secara maksimum pada frekuensi
yang berbeda. Ujung sempit paling dekat jendela oval bergetar maksimum pada nada-nada
tinggi sedangkan ujung lebar paling dekat dengan helikotrema bergetar maksimum pada
nada-nada rendah.

Kesimpulan
Semakin tinggi frekuensi suara maka intensitas yang dapat didengar semakin rendah.
3.2. SIKAP DAN KESEIMBANGAN BADAN

TUJUAN:

Pada akhir latihan ini mahasiswa harus dapat:

1. Mengemukakan pelbagai reaksi perubahan sikap badan katak oleh perasangan kanalis
semisirkularis dan reaksi 11 menegakkan badan” setelah ekstirpasi labirin.
2. Menyebutkan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi reaksi perubahan sikap diatas.
3. Mendemonstrasikan kepentingan kedudukan kepala dan mata dalam mempertahankan
keseimbangan badan pada manusia.
4. Mendemonstrasikan dan menerangkan pengaruh percepatan sudut :
a. Dengan kursi Barany terhadap :
 Gerakan bola mata
 Tes penyimpangan penunjukkan
 Tes jatuh
 Kesan (sensasi)
b. Dengan berjalan mengelilingi statif

ALAT DAN BINATANG PERCOBAAN YANG DIPERLUKAN :

1. Katak
2. Papan fiksasi katak + gejala beker.
3. Ether + kapas + jarum pentul
4. Skalpel + gunting halus + pinset halus + bor halus
5. Kursi putar barany
6. Tongkat atau statif yang panjang
7. Bak berisi air

TEORI DASAR

Keseimbangan adalah kemampuan untuk mempertahankan kesetimbangan tubuh ketika


di tempatkan di berbagai posisi.
Definisi menurut O’Sullivan, keseimbangan adalah kemampuan untuk mempertahankan
pusat gravitasi pada bidang tumpu terutama ketika s aat posisi tegak. Selain itu menurut
Ann Thomson, keseimbangan adalah kemampuan untuk mempertahankan tubuh dalam
posisi kesetimbangan maupun dalam keadaan statik atau dinamik, serta menggunakan
aktivitas otot yang minimal.

Keseimbangan juga bisa diartikan sebagai kemampuan relatif untuk mengontrol pusat
massa tubuh (center of mass) atau pusat gravitasi (center of gravity) terhadap bidang
tumpu (base of support).

Keseimbangan melibatkan berbagai gerakan di setiap segmen tubu h dengan di dukung


oleh sistem muskuloskleletal dan bidang tumpu. Kemampuan untuk menyeimbangkan
massa tubuh dengan bidang tumpu akan membuat manusia mampu untuk beraktivitas
secara efektif dan efisien.

Keseimbangan terbagi atas dua kelompok, yaitu keseimbangan statis : kemampuan tubuh
untuk menjaga kesetimbangan pada posisi tetap (sewaktu berdiri dengan satu kaki, berdiri
diatas papan keseimbangan); keseimbangan dinamis adalah kemampuan untuk
mempertahankan kesetimbangan ketika bergerak.

Keseimbangan merupakan interaksi yang kompleks dari integrasi/interaksi sistem sensorik


(vestibular, visual, dan somatosensorik termasuk proprioceptor) dan muskuloskeletal (otot, sendi,
dan jar lunak lain) yang dimodifikasi/diatur dalam otak (kontrol motorik, sensorik, basal ganglia,
cerebellum, area asosiasi) sebagai respon terhadap perubahan kondisi internal dan eksternal.
Dipengaruhi juga oleh faktor lain seperti, usia, motivasi, kognisi, lingkungan, kelelahan, pengaruh
obat dan pengalaman terdahulu.

TATA KERJA:

I. PERCOBAAN PADA KATAK

1. Letakkan seekor katak di papan fiksasi dan tutuplah dengan gelas beker.
2. Peganglah papan fiksasi dan gelas beker itu dengan kedua belah tangan dan
gerakkanlah keatas, kebawah, putarlah kekanan dan ke kiri.
3. Perhatikan dengan seksama perubahan-perubahan sikap pada katak:
a. Posisi kepala
b. Fleksi/ekstensi ekstremitas

4. Bukalah gelas beker dan palingkan kepala katak ke kanan, perhatikan sikap dan
kedudukan kakinya.
P. VI. 4.6 .Apa maksud kita memalingkan kepala katak ?
Jawab: Melihat sikap dan kedudukan kaki yang normal bila kepala
katak dimiringkan ke kanan

5. Masukkan katak itu kedalam bak yang berisi air dan perhatikan gerakan kaki dan
arah berenangnya.

6. Buanglah labirin kanan katak itu dengan cara sebagai berikut:


a. Biuslah katak itu dengan cara memasukkannya bersama-sama dengan kapas
yang telah dibasahi dengan eter kedalam gelas beker yang ditelungkupkan.
b. Setelah katak itu terbius, letakkan katak itu telentang di papan fiksasi dan
sematkan jarum-jarum pentul pada kakinya.
P. VIA. 4.7.Bagaimana kita mengetahui bahwa katak sudah terbius ?
Jawab: Cara mengetahuinya adalah katak yang terbius maka pergerakannya
kurang dan tidak begitu aktif daripada saat katak tersebut dalam keadaan tidak
terbius (normal), ditusuk dengan jarum pentul  tidak memberikan respons.
c. Fiksasi rahang atas katak dengan jarum pentul pada papan fiksasi dan bukalah
mulutnya selebar-lebarnya.
d. Guntinglah selaput lendir rahang atas di garis median dengan gunting halus
sesuai dengan garis y pada gambar.
e. Bebaskan selaput lendir itu dari jaringan dibawahnya dan doronglah ke lateral.
Cegah perdarahan sedapat-dapatnya.
f. Perhatikan dasar tengkorak katak terutama os parabasalenya yang membayang.
g. Rusaklah labirin kanan dengan jalan member os parabasale di tempat yang di
beri tanda X secara hati-hati sedalam ± 1-2 mm (sampai terasa bahwa bor telah
menembus tulang yang keras)
h. Bersihkan daerah operasi dengan kapas dan kembalikan selaput lender
ketempat semula, dengan demikian alat keseimbangan kanan telah dibuang.

7. Setelah efek pembiusan pada katak menghilang, ulangi tindakan no. 1 s/d no. 5
8. Buanglah sekarang labirin kiri dengan cara yang sama seperti sub. 6 dengan
demikian kedua alat keseimbangan telah dibuang
9. Ulangi sekarang tindakan no.1 s/d no.5
10. Catatlah hasil pengamatan saudara pada formulir yang disediakan.

DATA HASIL ANALISIS

Perubahan-perubahan sikap pada katak di dalam gelas beker setelah digoyangkan kekiri dan ke
kanan :

-posisi kepala lurus kekanan

-ekstermitas pada posisi ekstensi


-Gerakan kaki dan arah berenangnya setelah dimasukkan kedalam air miring kekanan.

-saat labirin kanan dirusak arah berenang katak ke arah kanan,sebaliknya.

-saat kedua labirin dirusak arah berenang katak lurus

KESIMPULAN

Aparatus vestibularis mendeteksi perubahan posisi dan gerakan kepala. Kanalis


semisirkularis mendeteksi akselarasi atau deselarasi anguler atau rotasional kepala.
Ketika seseorang berada dalam posisi tegak, rambut-rambut pada utrikulus berorientasi
secara vertikal dan rambut-rambut sakulus berjajar secara horizontal.

II. Percobaan pada Manusia

Pengaruh kedudukan kepala dan mata yang normal terhadap keseimbangan badan:

1. Suruhlah orang percobaan berjalan mengikuti suatu garis lurus dengan mata terbuka dan
kepala serta badan sikap yang biasa. Perhatikan jalannya dan tanyakan apakah ia
mengalami kesukaran dalam mengikuti garis lurus tersebut.
2. Ulangi percobaan di atas (no.1) dengan mata tertutup
3. Ulangi percobaan di atas (no. 1 dan 2) dengan:
a. Kepala dimiringkan dengan kuat ke kiri
b. Kepala dimiringkan dengan kuat ke kanan
P.VI.4.8. Bagaimana pengaruh sikap kepala dan mata terhadap keseimbangan badan?

Jawab: Ketika mata terbuka masukan informasi keseimbangan berasal dari mata dan posisi kepala,
maka jika mata tertutup dengan kepala, tubuh cenderung ingin jatuh ke arah kepala miring dan
diseimbangkan dengan berjalan berlawanan dengan miringnya kepala supaya tidak jatuh,
Hasil Pengamatan dan Analisa Data
Perlakuan Hasil

Jalan lurus ke depan jalan lurus, tidak terjadi deviasi

Jalan lurus ke depan dengan mata tertutup jalan lurus, tidak terjadi deviasi

Jalan lurus ke depan dengan kepala dimiringkan Terjadi sedikit deviasi ke kanan
dengan kuat ke kiri
Jalan lurus ke depan dengan kepala dimiringkan Terjadi deviasi ke kanan
dengan kuat ke kiri serta mata tertutup

Jalan lurus ke depan dengan kepala dimiringkan Terjadi sedikit deviasi ke kiri
dengan kuat ke kanan

Jalan lurus ke depan dengan kepala dimiringkan Terjadi deviasi ke kiri


dengan kuat ke kanan serta mata tertutup

Kesimpulan
Mata (visual) sangat berpengaruh dengan keseimbangan atau arah berjalan kita.
III. PERCOBAAN KESEIMBANGAN PADA MANUSIA

Tujuan
Pada akhir latihan ini mahasiswa harus dapat:
1. Mendemonstrasikan kepentingan kedudukan kepala dan mata dalam mempertahankan
keseimbangan badan pada manusia
2. Mendemonstrasikan dan menerangkan pengaruh percepatan sudut :
a. Dengan kursi barany terhadap :
- Gerakan bola mata
- Tes penyimpangan penunjukan
- Tes jatuh (sensasi)
b. Dengan berjalan mengelilingi statif

Dasar Teori
Keseimbangan adalah kemampuan untuk mempertahankan kesetimbangan tubuh ketika di
tempatkan di berbagai posisi.
Definisi menurut O’Sullivan, keseimbangan adalah kemampuan untuk mempertahankan pusat
gravitasi pada bidang tumpu terutama ketika saat posisi tegak. Selain itu menurut Ann
Thomson, keseimbangan adalah kemampuan untuk mempertahankan tubuh dalam posisi
kesetimbangan maupun dalam keadaan statik atau dinamik, serta menggunakan aktivitas otot
yang minimal.
Keseimbangan juga bisa diartikan sebagai kemampuan relatif untuk mengontrol pusat massa
tubuh (center of mass) atau pusat gravitasi (center of gravity) terhadap bidang tumpu (base of
support).
Keseimbangan melibatkan berbagai gerakan di setiap segmen tubuh dengan di dukung oleh
sistem muskuloskleletal dan bidang tumpu. Kemampuan untuk menyeimbangkan massa tubuh
dengan bidang tumpu akan membuat manusia mampu untuk beraktivitas secara efektif dan
efisien.
Keseimbangan terbagi atas dua kelompok, yaitu keseimbangan statis : kemampuan tubuh untuk
menjaga kesetimbangan pada posisi tetap (sewaktu berdiri dengan satu kaki, berdiri diatas
papan keseimbangan); keseimbangan dinamis adalah kemampuan untuk mempertahankan
kesetimbangan ketika bergerak.
Keseimbangan merupakan interaksi yang kompleks dari integrasi/interaksi sistem sensorik
(vestibular, visual, dan somatosensorik termasuk proprioceptor) dan muskuloskeletal (otot,
sendi, dan jar lunak lain) yang dimodifikasi/diatur dalam otak (kontrol motorik, sensorik, basal
ganglia, cerebellum, area asosiasi) sebagai respon terhadap perubahan kondisi internal dan
eksternal. Dipengaruhi juga oleh faktor lain seperti, usia, motivasi, kognisi, lingkungan,
kelelahan, pengaruh obat dan pengalaman terdahulu.
Fisiologi Keseimbangan
Kemampuan tubuh untuk mempertahankan keseimbangan dan kestabilan postur oleh aktivitas
motorik tidak dapat dipisahkan dari faktor lingkungan dan sistem regulasi yang berperan dalam
pembentukan keseimbangan. Tujuan dari tubuh mempertahankan keseimbangan adalah :
menyanggah tubuh melawan gravitasi dan faktor eksternal lain, untuk mempertahankan pusat
massa tubuh agar seimbang dengan bidang tumpu, serta menstabilisasi bagian tubuh ketika
bagian tubuh lain bergerak.
Komponen-komponen pengontrol keseimbangan adalah :
Sistem informasi sensoris
Sistem informasi sensoris meliputi visual, vestibular, dan somatosensoris.
a. Visual
Visual memegang peran penting dalam sistem sensoris. Cratty & Martin (1969) menyatakan
bahwa keseimbangan akan terus berkembang sesuai umur, mata akan membantu agar tetap
fokus pada titik utama untuk mempertahankan keseimbangan, dan sebagai monitor tubuh
selama melakukan gerak statik atau dinamik. Penglihatan juga merupakan sumber utama
informasi tentang lingkungan dan tempat kita berada, penglihatan memegang peran penting
untuk mengidentifikasi dan mengatur jarak gerak sesuai lingkungan tempat kita berada.
Penglihatan muncul ketika mata menerima sinar yang berasal dari obyek sesuai jarak pandang.
Dengan informasi visual, maka tubuh dapat menyesuaikan atau bereaksi terhadap perubahan
bidang pada lingkungan aktivitas sehingga memberikan kerja otot yang sinergis untuk
mempertahankan keseimbangan tubuh.
b. Sistem vestibular
Komponen vestibular merupakan sistem sensoris yang berfungsi penting dalam keseimbangan,
kontrol kepala, dan gerak bola mata. Reseptor sensoris vestibular berada di dalam telinga.
Reseptor pada sistem vestibular meliputi kanalis semisirkularis, utrikulus, serta sakulus.
Reseptor dari sistem sensoris ini disebut dengan sistem labyrinthine. Sistem labyrinthine
mendeteksi perubahan posisi kepala dan percepatan perubahan sudut. Melalui refleks vestibulo-
occular, mereka mengontrol gerak mata, terutama ketika melihat obyek yang bergerak. Mereka
meneruskan pesan melalui saraf kranialis VIII ke nukleus vestibular yang berlokasi di batang
otak. Beberapa stimulus tidak menuju nukleus vestibular tetapi keserebelum, formatio
retikularis, thalamus dan korteks serebri.
Nukleus vestibular menerima masukan (input) dari reseptor labyrinth, retikular formasi, dan
serebelum. Keluaran (output) dari nukleus vestibular menuju ke motor neuron melalui medula
spinalis, terutama ke motor neuron yang menginervasi otot-otot proksimal, kumparan otot pada
leher dan otot-otot punggung (otot-otot postural). Sistem vestibular bereaksi sangat cepat
sehingga membantu mempertahankan keseimbangan tubuh dengan mengontrol otot-otot
postural.
c. Somatosensoris
Sistem somatosensoris terdiri dari taktil atau proprioseptif serta persepsi-kognitif. Informasi
propriosepsi disalurkan ke otak melalui kolumna dorsalis medula spinalis. Sebagian besar
masukan (input) proprioseptif menuju serebelum, tetapi ada pula yang menuju ke korteks
serebri melalui lemniskus medialis dan talamus.
Kesadaran akan posisi berbagai bagian tubuh dalam ruang sebagian bergantung pada impuls
yang datang dari alat indra dalam dan sekitar sendi. Alat indra tersebut adalah ujung-ujung saraf
yang beradaptasi lambat di sinovia dan ligamentum. Impuls dari alat indra ini dari reseptor raba
di kulit dan jaringan lain , serta otot di proses di korteks menjadi kesadaran akan posisi tubuh
dalam ruang.
Respon otot-otot postural yang sinergis (Postural muscles response synergies)
Respon otot-otot postural yang sinergis mengarah pada waktu dan jarak dari aktivitas kelompok
otot yang diperlukan untuk mempertahankan keseimbangan dan kontrol postur. Beberapa
kelompok otot baik pada ekstremitas atas maupun bawah berfungsi mempertahankan postur
saat berdiri tegak serta mengatur keseimbangan tubuh dalam berbagai gerakan. Keseimbangan
pada tubuh dalam berbagai posisi hanya akan dimungkinkan jika respon dari otot-otot postural
bekerja secara sinergi sebagai reaksi dari perubahan posisi, titik tumpu, gaya gravitasi, dan
aligment tubuh.
Kerja otot yang sinergi berarti bahwa adanya respon yang tepat (kecepatan dan kekuatan) suatu
otot terhadap otot yang lainnya dalam melakukan fungsi gerak tertentu.
Kekuatan otot (Muscle Strength)
Kekuatan otot umumnya diperlukan dalam melakukan aktivitas. Semua gerakan yang
dihasilkan merupakan hasil dari adanya peningkatan tegangan otot sebagai respon motorik.
Kekuatan otot dapat digambarkan sebagai kemampuan otot menahan beban baik berupa beban
eksternal (eksternal force) maupun beban internal (internal force). Kekuatan otot sangat
berhubungan dengan sistem neuromuskuler yaitu seberapa besar kemampuan sistem saraf
mengaktifasi otot untuk melakukan kontraksi. Sehingga semakin banyak serabut otot yang
teraktifasi, maka semakin besar pula kekuatan yang dihasilkan otot tersebut.
Kekuatan otot dari kaki, lutut serta pinggul harus adekuat untuk mempertahankan
keseimbangan tubuh saat adanya gaya dari luar. Kekuatan otot tersebut berhubungan langsung
dengan kemampuan otot untuk melawan gaya garvitasi serta beban eksternal lainnya yang
secara terus menerus mempengaruhi posisi tubuh.
Adaptive systems
Kemampuan adaptasi akan memodifikasi input sensoris dan keluaran motorik (output) ketika
terjadi perubahan tempat sesuai dengan karakteristik lingkungan.
Lingkup gerak sendi (Joint range of motion)
Kemampuan sendi untuk membantu gerak tubuh dan mengarahkan gerakan terutama saat
gerakan yang memerlukan keseimbangan yang tinggi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi keseimbangan
1) Pusat gravitasi (Center of Gravity-COG)
Pusat gravitasi terdapat pada semua obyek, pada benda, pusat gravitasi terletak tepat di tengah
benda tersebut. Pusat gravitasi adalah titik utama pada tubuh yang akan mendistribusikan massa
tubuh secara merata. Bila tubuh selalu ditopang oleh titik ini, maka tubuh dalam keadaan
seimbang. Pada manusia, pusat gravitasi berpindah sesuai dengan arah atau perubahan berat.
Pusat gravitasi manusia ketika berdiri tegak adalah tepat di atas pinggang diantara depan dan
belakang vertebra sakrum ke dua.
Derajat stabilitas tubuh dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu : ketinggian dari titik pusat
gravitasi dengan bidang tumpu, ukuran bidang tumpu, lokasi garis gravitasi dengan bidang
tumpu, serta berat badan.
2) Garis gravitasi (Line of Gravity-LOG)
Garis gravitasi merupakan garis imajiner yang berada vertikal melalui pusat gravitasi dengan
pusat bumi. Hubungan antara garis gravitasi, pusat gravitasi dengan bidang tumpu adalah
menentukan derajat stabilitas tubuh.
3) Bidang tumpu (Base of Support-BOS)
Bidang tumpu merupakan bagian dari tubuh yang berhubungan dengan permukaan tumpuan.
Ketika garis gravitasi tepat berada di bidang tumpu, tubuh dalam keadaan seimbang. Stabilitas
yang baik terbentuk dari luasnya area bidang tumpu. Semakin besar bidang tumpu, semakin
tinggi stabilitas. Misalnya berdiri dengan kedua kaki akan lebih stabil dibanding berdiri dengan
satu kaki. Semakin dekat bidang tumpu dengan pusat gravitasi, maka stabilitas tubuh makin
tinggi.
Keseimbangan Berdiri
Pada posisi berdiri seimbang, susunan saraf pusat berfungsi untuk menjaga pusat massa tubuh
(center of body mass) dalam keadaan stabil dengan batas bidang tumpu tidak berubah kecuali
tubuh membentuk batas bidang tumpu lain (misalnya : melangkah). Pengontrol keseimbangan
pada tubuh manusia terdiri dari tiga komponen penting, yaitu sistem informasi sensorik (visual,
vestibular dan somatosensoris), central processing dan efektor.
Pada sistem informasi, visual berperan dalam contras sensitifity (membedakan pola dan
bayangan) dan membedakan jarak. Selain itu masukan (input) visual berfungsi sebagai kontrol
keseimbangan, pemberi informasi, serta memprediksi datangnya gangguan. Bagian vestibular
berfungsi sebagai pemberi informasi gerakan dan posisi kepala ke susunan saraf pusat untuk
respon sikap dan memberi keputusan tentang perbedaan gambaran visual dan gerak yang
sebenarnya. Masukan (input) proprioseptor pada sendi, tendon dan otot dari kulit di telapak
kaki juga merupakan hal penting untuk mengatur keseimbangan saat berdiri static maupun
dinamik
Central processing berfungsi untuk memetakan lokasi titik gravitasi, menata respon sikap, serta
mengorganisasikan respon dengan sensorimotor. Selain itu, efektor berfungsi sebagai perangkat
biomekanik untuk merealisasikan renspon yang telah terprogram si pusat, yang terdiri dari
unsur lingkup gerak sendi, kekuatan otot, alignment sikap, serta stamina.
Postur adalah posisi atau sikap tubuh. Tubuh dapat membentuk banyak postur yang
memungkinkan tubuh dalam posisi yang nyaman selama mungkin. Pada saat berdiri tegak,
hanya terdapat gerakan kecil yang muncul dari tubuh, yang biasa di sebut dengan ayunan tubuh.
Luas dan arah ayunan diukur dari permukaan tumpuan dengan menghitung gerakan yang
menekan di bawah telapak kaki, yang di sebut pusat tekanan (center of pressure-COP). Jumlah
ayunan tubuh ketika berdiri tegak di pengaruhi oleh faktor posisi kaki dan lebar dari bidang
tumpu.
Posisi tubuh ketika berdiri dapat dilihat kesimetrisannya dengan : kaki selebar sendi pinggul,
lengan di sisi tubuh, dan mata menatap ke depan. Walaupun posisi ini dapat dikatakan sebagai
posisi yang paling nyaman, tetapi tidak dapat bertahan lama, karena seseorang akan segera
berganti posisi untuk mencegah kelelahan.

Alat yang diperlukan


Kursi barany + tongkat/statif yang panjang.
Cara Kerja
A. Percobaan dengan kursi Barany
1. Nistagmus
a. Suruh orang percobaan duduk tegak di kursi Barany dengan kedua tangannya
memegang erat tangan kursi.
b. Tutup kedua matanya dengan sapu tangan dan menundukkan kepala o.p 30°
kedepan.
P.1.1.. Apa maksud tindakan penundukan o.p 30 derajat kedepan?
Jawab: Agar canalis semisirkularis anterior sejajar dengan bidang bumi.
c. Putarlah kursi ke kanan 10 kali dalam 20 detik secara teratur dan tanpa sentakan.
d. Hentikan pemutaran kursi secara tiba-tiba.
e. Bukalah sapu tangan dan suruhlah lagi o.p melihat jauh kedepan.
f. Perhatikan adanya Nistagmus. Tetapkanlah arah komponen lambat dan cepat
nistagmus tersebut.
P.1.2.. Apa yang dimaksud dengan rotatory nistagmus dan postrotatory nystagmus?
Jawab: Nistagmus horizontal : nistagmus yang gerakannya berada mata disekitar
aksisvisual. Post-rotatory nistagmus adalah keadaan normal yang ditemukan pada
hewan pasca pemutaran yang terjadi akibat pergerakan kupula sewaktu rotasi
dihentikan memilikiarah berlawanan.

B. Test penyimpangan penunjukan (Pas Pointing Test of Barany)


1. Suruh o.p duduk tegak di kursi Barany dan tutuplah kedua matanya dengan sapu
tangan.
2. Periksa sendiri tepat dimuka kursi Barany sambil mengulurkan tangan kearah o.p
3. Suruhlah o.p meluruskan lengan kanannya kedepan sehingga dapat menyentuh jari
tangan pemeriksa yang telah diulurkan sebelumnya.
4. Suruhlah o.p mengangkat lengan kanannya keatas dan kemudian dengan cepat
menurunkan kembali sehingga dapat menyentuh jari pemeriksa lagi. Tindakan no.
1 s/d 4 merupakan persiapan untuk tes yang sesungguhnya sebagai berikut :
a. Suruhlah sekarang o.p dengan kedua tangannya memegang erat tangan kursi.
b. Putarlah kursi ke kanan 10 kali dalam 20 detik secara teratur tanpa sentakan.

A. Kesan sensasi
1. Gunakan orang percobaan yang lain
2. Suruh o.p duduk dikursi Barany dan tutuplah kedua matanya dengan sapu tangan.
3. Putarlah kursi Barany tersebut ke kanan dengan kecepatan yang berangsur-angsur
bertambah dan kemudian mengurangi kecepatan putarannya secara berangsur-angsur
sampai terhenti.
4. Tanyakan kepada o.p arah perasaan berputar
a. Sewaktu kecepatan putar masih bertambah
b. Sewaktu kecepatan putar menetap
c. Sewaktu kecepatan putar dikurangi
d. Segera setelah kursi dihentikan.
5. Berikan keterangan tentang mekanisme terjadinya arah perasaan berputar yang
dirasakan oleh o.p.

B. Percobaan sederhana untuk kanalis semisirkularis horizontal


1. Suruhlah o.p dengan mata tertutup dan kepala ditundukan 30°, berputar sambil
berpegangan pada tongkat atau statif, menurut arah jarum jaram sebanyak 10 kali
dalam 30 detik.
2. Suruhlah o.p berhenti, kemudian membuka matanya dan berjalan lurus ke muka.
3. Perhatikan apa yang terjadi
4. Ulangi percobaan ini dengan berputar menurut arah yang berlawanan dengan arah
jarum jam.
P. B.1.a. Apa yang saudara harapkan terjadi pada o.p. ketika berjalan lurus ke muka
setelah berputar 10 kali searah dengan jarum jam?
Jawab : o.p. akan berjalan miring ke kanan, tidak lurus ke depan
P.B.1.b. Bagaimana keterangannya?
Jawab : Karena endolimf bergerak lebih lambat namun bersifat menyusul jadi ketika
terdapat penghentian putaran, endolimf masih cenderung mengikuti perputaran
tersebut.

Hasil
A. Percobaan dengan kursi barany :
Pada percobaan ini, setelah o.p diputar dengan kursi ke kanan sebanyak 10 kali. Maka
pada mata o.p terjadi nistagmus horizontal.
B. Test penyimpangan penunjukan (Pas Pointing Test of Barany) :
Pada o.p terjadi nistagmus dan o.p masih bisa menunjuk dengan deviasi ke arah kanan.
A. Kesan Sensasi :
Dengan adanya sensasi dari arah kanan, maka reaksi tubuh pasien bergerak kesebelah kiri.
B. Percobaan Sederhana Untuk Kanalis Semisirkularis Horizontal :
Setelah diputar baik searah maupun berlawanan arah jarum jam, maka o.p berjalan miring ke
arah kiri.

Kesimpulan
Aparatus vestibularis mendeteksi perubahan posisi dan gerakan kepala. Kanalis semisirkularis
mendeteksi akselarasi atau deselarasi anguler atau rotasional kepala. Ketika seseorang berada
dalam posisi tegak, rambut-rambut pada utrikulus berorientasi secara vertikal dan rambut-
rambut sakulus berjajar secara horizontal.

IV. RESONANSI BUNYI


1. Tujuan
Tujuan percobaan resonansi bunyi ini adalah sebagai berikut :
a. Memahami gejala resonansi bunyi.
b. Menentukan frekuensi suatu garpu tala.
c. Menentukan kecepatan bunyi di udara dengan cara resonansi.

2. Alat-alat :

1. Alat-alat resonansi yang terdiri dari:

a. Pipa pembuluh kaca

b. Suatu reservoir air

2. Lima buah garpu tala

3. Pipa karet

4. Pemukul garpu penala

5. Statif

3. Teori

Sebuah garpu tala yang telah diketahui frekuensinya (f) digetarkan di atas ujung pipa kaca
yang berisi kolom udara dan sebagian dengan cairan. Dengan mengatur kedudukan
permukaan air dalam pipa dengan kran yang dihubungkan dengan reservoir maka akan
terjadi resonansi kolom udara sehingga terdengar bungi dengung pada panjang kolom
tertentu.

Terjadinya resonansi yang pertama jika :

h=¼λ

Terjadinya resonansi yang kedua jika :

h=¾ λ
Terjadinya resonansi yang ketiga jika :

h = 5/4 λ

Terjadinya resonansi yang ke-n jika :

h =(2n+1) / 4 λ

h = panjang dari permukaan air sampai ujung pipa.

Intensitas

Intensitas didefinisikan sebagai energi yang dipindahkan tiap satuan luas tiap satuan waktu.
Karena energi tiap satuan waktu kita ketahui sebagai pengertian daya, maka intensitas bisa
dikatakan juga daya tiap satuan luas. Secara matematis :

Keterangan :

I : Intensitas bunyi (W/m2)


P : Energi tiap waktu atau daya (W)
A : Luas (m2)

Intensitas bunyi maksimum bila kolom udara beresonansi dengan garpu tala. Kolom udara
beraksi seperti sebuah tabung yang tertutup disalah satu ujungnya. Pola gelombang tegak
terdiri dari sebuah titik simpul dipermukaan air dan sebuah titik perut di dekat ujung
terbuka. Karena frekuensi sumber adalah tetap dan laju bunyi didalam kolom udara
mempunyai sebuah nilai yang pasti, maka resonansi terjadi pada sebuah panjang
gelombang spesifik.

4. Prosedur percobaan:

A. Menentukan kecepatan bunyi di udara

1. Siapkan perkakas alat resonansi lengkap dengan reservoirnya yang berisi air garam

2. Atur permukaan air dalam pipa kaca sampai kira-kira diujung pipa dengan
menaikkan reservoir air

3. Garpu tala yang frekuensinya telah diketahui (f) getarkan di ujung pipa dan serentak
turunkan permukaan air dalam pipa serta dengarkan kapan terjadi resonansi

4. Tandailah pipa kaca, dimana terjaadi resonansi yang pertama,kedua, str.


5. Ukurlah panjang dari pemukaan air dalam pipa sampai ujung pipa dimana terjadi
resonansi

6. Hitunglah kecepatan bunyi dalam udara

Hasil Pengamatan

Percobaan A.1 dengan besar frekuensi garpu tala f = 128Hz

No h λ V

1 78 λ=4h = 312 39.936

2 75 λ=4/3h = 100 12.800

3 72 λ=4/5h = 57,6 7.373

V rata2 = 20.036 cm/s

Percobaan A.2 dengan besar frekuensi garpu tala f = 128Hz

No H λ V

1 78 λ=4h = 312 39.936

2 75 λ=4/3h = 100 12.800

3 71 λ=4/5h = 56,8 7.270

V rata2 = 20.002 cm/s

Percobaan A.3 dengan besar frekuensi garpu tala f = 128Hz

No H λ V

1 76 λ=4h = 304 38.912

2 73 λ=4/3h = 97,3 12.454

3 71 λ=4/5h = 56,8 7.270

V rata2 = 19.545 cm/s

Percobaan A.4 dengan besar frekuensi garpu tala f = 128Hz


No H λ V

1 74 λ=4h = 296 37.888

2 73 λ=4/3h = 97,3 12.454

3 72 λ=4/5h = 57,6 7.373

V rata2 = 19.283 cm/s

Percobaan A.5 dengan besar frekuensi garpu tala f = 128Hz

No h λ V

1 77 λ=4h = 308 39.424

2 75 λ=4/3h = 100 12.800

3 74 λ=4/5h = 59,2 7.578

V rata2 = 19.934 cm/s

Analisis Data

Setelah didapatkan data-data dari hasil pengamatan,didapatkan bahwa kecepatan rata-


ratanya adalah 19.760 cm/s. Berarti dengan kecepatan tersebut gelombang udara dapat di
hantarkan pada tabung resonansi tersebut melalui media hantar berupa air.

Kesimpulan

 Gelombang adalah getaran yang merambat dengan laju tertentu melalui medium tertentu

 Penyampaian gelombang suara agar manusia dapat mendengar merupakan aplikasi dari
konsep resonansi bunyi.

 Jika media atau pengahantar mengalami kelainan,gelombang suara tidak akan bisa di
interpretasikan.
SISTEM SENSORIK

I. TUJUAN
1. Membedakan perasaan subjektif panas dan dingin
2. Menetapkan adanya titik-titik panas, dingin, tekan dan nyeri dikulit.
3. Memriksa daya menentukan tempat rangsangan taktil (lokalisasi taktil).
4. Memeriksa daya membedakan dua titik tekan (diskriminasi taktil) pada perangsangan serentak
(simultan) dan perangsangan berurutan (suksetif).
5. Menentukan adanya perasaan iringan dan menerangkan mekanisme terjadinya (afterimage).
6. Memeriksa daya membedakan berbagai sifat benda:
a. Kekerasan permukaan
b. Bentuk
c. Bahan pakaian
7. Memriksa daya menetukan sikap anggota tubuh.
8. Mengukur waktu reaksi.
9. Menyebutkan faktor-faktor sikap anggota tubuh.

II. BAHAN DAN ALAT


1. 3 waskom dengan air bersuhu 20˚C, 30˚C dan 40˚C.
2. Gelas beker dan thermometer kimia.
3. Alcohol atau eter.
4. Es.
5. Kerucut kuningan + bejana berisi kikiran kuningan + estesiometer rambut Frey dan jarum.
6. Pensil + jangka + pelbagai jenis amplas + benda-benda kecil + bahan-bahan pakaian.
7. Mistar pengukur reaksi.

III. PELAKSANAAN PRAKTIKUM

I. Perasaan Subyektif Panas dan Dingin


A. Dasar Teori
Temperatur reseptor/ thermoreseptor merupakan free nerve ending yang terletak pada dermis, otot
skeletal, liver, hipotalamus. Reseptor dingin tiga/ empat kali lebih banyak daripada reseptor panas.
Tidak ada strukur yang membedakan reseptor dingin dan panas.
Sensasi temperature diteruskan pada jalur yang sama dengan sensasi nyeri. Mereka dikirim ke formation
retikularis, thalamus dan korteks primer sensoris. Thermoreseptor merupakan phasic reseptor, aktif
bila temperature berubah, tetapi cepat beradaptasi menjadi temperature yang stabil.
B. Tata Kerja
1. Sediakan 3 waskom masing-masing berisi air suhu 200.300,400C
2. Masukkan tangan kanan ke dalam air bersuhu 200 dan tangan kiri ke dalam 40 0 +- 2 menit. Catat
kesan yang sdr alami!
3. Masukkan kedua tangan itu segera serentak ke dalam air bersuhu 30 0C. catat kesan yang sdr
alami!
4. Tiup perlahan-lahan kulit punggung tangan yang kering dari jarak +_ 10 cm
5. Basahi kulit punggung tangan tersebut dengan air dan tiup sekali lagi dengan kecepatan seperti
diatas. Bandingkan kesan yang sdr alami hasil tiupan pada sub 4 dan 5!
6. Olesi sebagian kulit punggung tangan dengan alcohol atau eter
VII.2. Apakah ada perbedaan antara ke 3 hasil akhir tindakan pada sub 4,5 dan 6 apa sebabnya ?
C. Hasil Pengamatan dan Pembahasan
o.p.: Puput Indah P.
Tangan kanan ke dalam air bersuhu 200 dan tangan kiri ke dalam 40 0 +- 2 menit:
Baskom berisi 200  lama-lama tidak dingin
Baskom berisi 400  lama-lama tidak panas

Tangan segera serentak ke dalam air bersuhu 300C.:

Baskom 400  dingin


Baskom 200  hangat

Antara kesan hasil tiupan pada sub 4 dan 5 tidak ada perubahan.

D. Menjawab Pertanyaan
Apakah ada perbedaan antara ke 3 hasil akhir tindakan pada sub 4,5 dan 6 apa sebabnya ?
Jawab:
 tangan kanan  kering di pegang masih terasa lembab
 tangan kiri  benar-benar kering saat dipegang
Sebab: eter/alkohol lebih cepat menguap saat terkena udara luar
E. Kesimpulan
Terdapat perbedaan subyektif antara rasa panas dan dingin

II. Titik-titik panas, dingin, tekan, dan nyeri di kulit


A. Dasar Teori
Reseptor sensorik
Reseptor sensorik berupa sel-sel khusus atau proses sel yang memberikan informasi tentang
kondisi di dalam dan diluar tubuh kepada susunan saraf pusat. Indera peraba dikulit adalah indera
yang digunakan untuk merasakan sensitivitas temeperatur, nyeri, sentuhan, tekanan, getaran dan
proprioseptif.
Adapun indera-indera khusus pada tubuh kita seperti penciuman, penglihatan, perasa pada lidah,
keseimbangan dan pendengaran. Sensasi yang dating pada tubuh kita diterima oleh reseptor yang
khusus yang strukturnya lebih kompleks daripada reseptor pada kulit. Reseptor ini terletak pada indera
khusus pada manusia seperti mata, telinga dimana reseptornya dilindungi oleh jaringan-jaringan
disekitarnya.
a. Nosiseptor
Reseptor nyeri/nosiseptor terletak pada daerah superficial kulit, kapsul sendi, dalam periostes tulang
sekitar dinding pembuluh darah. Jaringan dalam dan organ visceral mempunyai beberapa
nosiseptor. Reseptor nyeri merupakan free nerve ending dengan daerah reseptif yang luas,
sebagai hasilnya sering kali sulit membedakan sumber rasa nyeri yang tepat.
Nosiseptor sensitive terhadap temperature yang ekstrim, kerusakan mekanis dan kimia seperti
mediator kimia yang dilepaskan sel yang rusak. Bagaimanapun juga rangsangan yang kuat akan
diterima oleh ketiga tipe reseptor. Untuklah kita bias merasakan sensasi rasa nyeri yang
disebabkan oleh asam, panas, luka yang dalam. Rangsangan pada dendrite di nosiseptor
menimbulkan depolarisasi, bila segmen akson mencapai batas ambang dan terjadi potensial aksi
di susunan saraf pusat
b. Thermoreseptor
Temperatur reseptor/ thermoreseptor merupakan free nerve ending yang terletak pada dermis, otot
skeletal, liver, hipotalamus. Reseptor dingin tiga/ empat kali lebih banyak daripada reseptor panas.
Tidak ada strukur yang membedakan reseptor dingin dan panas.
Sensasi temperature diteruskan pada jalur yang sama dengan sensasi nyeri. Mereka dikirim ke
formation retikularis, thalamus dan korteks primer sensoris. Thermoreseptor merupakan phasic
reseptor, aktif bila temperature berubah, tetapi cepat beradaptasi menjadi temperature yang stabil.
c. Mechanoreseptor
Mechanoreseptor sangat sensitif terhadap rangsangan yang terjadi pada membrane sel. Membran sel
memiliki regulasi mekanis ion channel dimana bias terbuka ataupun tertutup bila ada respon
terhadap tegangan, tekanan dan yang bias menimbulkan kelainan pada membrane. Terdapat tiga
jenis mechanoreseptor antara lain:
- Tactile reseptor memberikan sensasi sentuhan, tekanan dan getaran. Sensasi sentuhan
memberikan inforamsi tentang bentuk atau tekstur, dimana tekanan memberikan sensasi
derajat kelainan mekanis. Sensasi getaran memberikan sensasi denyutan/ debaran.
- Baroreseptor untuk mendeteksi adanya perubahan tekanan pada dinding pembuluh darah dan
pada tractus digestivus, urinarius dan system reproduksi.
- Proprioseptor untuk memonitor posisi sendi dan otot, hal ini merupakan struktur dan fungsi
yang kompleks pada reseptor sensoris.
d. Chemoreseptor
Spesialisasi pada neuron chemoreseptor dapat dideteksi dengan perubahan kecil dari konsentrasi
kimia. Umumnya chemoreseptor berespon terhadap substansi water-soluble dan lipid soluble yang
larut dalam cairan.
Chemoreseptor tidak mengirim informasi pada korteks primer sensoris, jadi kita tidak tahu adanya
sensai yang diberikan kepada reseptor tersebut. Saat informasi datang lalu diteruskan menuju
batang otak yang merupakan pusat otonomik yang mengatur pusat respirasi dan fungsi
cardiovascular
Reflek mempunyai waktu reaksi yang terukur, waktu yang dibutuhkan dari saat perangsangan sampai
timbulnya respon tersebut disebut waktu refelks. Respon dari aksi reflex yang sederhana akan lebih
cepat ketimbang respons dari aksi reflex yang kompleks. Waktu reaksi dipengaruhi oleh intensitas
rangsangan dan kompleksitas aksi reflex. Pada umumnya makin kuat intensitas rangsangan maka
waktu reaksi makin pendek sedangkan makin komleks aksi reflex maka waktu reaksi makin lama.
B. Tata Kerja
1. Letakkan punggung tangan kanan diatas sehelai kertas dan tarik garis pada pinggir tangan dan
jari-jari sehingga terdapat lukisan tangan
2. Gambarkan ditelapak tangan suatu daerah 3 x 3 cm dan gambarkan pula dilukisan tangan pada
kertas
3. Tutup mata o.p dan letakkan punggung tangan kanannya santai di meja
4. Selidiki secara teratur menurut garis-garis sejajar titik-titik yang memberikan kesan panas yang
jelas pada telapak tangan tersebut dengan menggunakan kerucut kuningan yang telah dipanasi.
Cara memanasi kerucut kuningan yaitu dengan menempatkannya dalam bejana berisi kikiran
kuningan yang di rendam dalam airpanas bersuhu 500 C. tandai titik-titik panas yang diperoleh
dengan tinta
5. Ulangi penyelidikan yang serupa pada sub 4 dengan kerucut kuningan yang telah didinginkan dgn
cara menempatkandi dalam bejana air es
6. Selidiki pula menurut cara diatas titik-titik yang memberikan kesan tekan dengan menggunakan
estesioner rambut Frey dan titik-titik yang memberikan kesan nyeri dengan jarum
7. Gambar dengan symbol yang berbeda semua titik yang diperoleh pada lukisan tangan di kertas
VII.3. Menurut teori, kesan apakah yang diperoleh bila titik dingin dirangsang oleh benda panas?
Bagaimana keterangannya ?
C. Hasil Pengamatan dan Pembahasan
o.p.: Puput Indah

O.P. merasa panas ketika kerucut kuningan yg


telah didiamkan terlebih dahulu di air panas,
diletakkan pada titik2 P. Dan merasa dingin
ketika kerucut kuningan diletakkan pada titik D
D. Menjawab Pertanyaan
Menurut teori, kesan apakah yang diperoleh bila titik dingin dirangsang oleh benda panas? Bagaimana
keterangannya ?
Jawab:
Perubahan suhu tubuh dikedua arah mengubah aktivitas sel-peningkatan suhu mempercepat reaksi-reaksi
kimia sel, sedangkan penurunan suhu memperlambat reaksi-reaksi tersebut. Karena fungsi sel sensitif
terhadap fluktuasi suhu internal maka manusia secara homeostasis mempertahankan suhu tubuh pada
tingkat yang optimal agar metabolisma sel berlangsung stabil. Panas berlebihan berakibat lebih serius
darpada pendinginan. Bahkan peningkatan moderat suhu tubuh mulai menyebabkan malfungsi syaraf
dan denaturasi protein ireversibel.
E. Kesimpulan
Titik panas,dingin,tekan dan nyeri berbeda pada tiap tempat di kulit

III. Lokalisasi Taktil


A. Dasar Teori
Reseptor taktil adalah Mekanoreseptor, Mekanoreseptor berespons terhadap perubahan bentuk
dan penekanan fisik dengan mengalami depolarisasi dan menghasilkan potensial aksi. Apabila
depolarisasinya cukup besar, maka serat saraf yang melekat ke reseptor akan melepaskan potensial
aksi dan menyalurkan informasi ke korda spinalis dan otak. Reseptor taktil yang berbeda memiliki
kepekaan dan kecepatan mengirim impuls yang berbeda pula. Kemampuan membedakan rangsangan
kulit oleh satu ujung benda dari dua ujung disebut diskriminasi dua titik. Tubuh bervariasi dalam
kemampuan membedakan dua titik pada tingkat derajat pemisaha bervariasi. Normalnya dua titik
terpisah 2-4mm. Dapat dibedakan pada ujung jari tangan, 30-40mm dapat dibedakan pada dorsum
pedis. Sensasi taktil dibawa ke korda spinalis oleh satu dari tiga jenis neuron sensorik : serat tipe A
beta yang besar, serat tipe A delta yang kecil, dan serat tipe C yang paling kecil. Kedua jenis serat tipe
A mengandung mielin dan menyalurkan potensial aksi dengan sangat cepat; semakin besar serat
semakin cepat transmisinya dibanding serat yang lebih kecil. Informasi taktil yang dibawa dalam serat
A biasanya terlokalisasi baik. Serat C yang tidak mengandung mielin dan menyalurkan potensial aksi
ke korda spinalis jauh lebih lambat daripada serat A. Hampir semua informasi mengenai sentuhan,
tekanan, dan getaran masuk ke korda spinalis melalui akar dorsal saraf spinal yang sesuai. Setelah
bersinap di spina, informasi dengan lokalisasi dibawa oleh serat-serat A yang melepaskan potensial
aksi dengan cepat (beta dan delta) di kirim ke otak melalui sistem lemniskus kolumna dorsalis. Serat-
serat saraf dalam sisitem ini menyebrang dari kiri ke kanan di batang otak sebelum bersinaps di
talamus. Informasi mengenai suhu dan sentuhan yang lokalisasi kurang baik di bawa ke korda spinalis
melalui serat-serat C yang melepaskan potensial aksi secara lambat. Info tersebut dikirim ke daerah
retikularis di batang otak dan kemudian ke pusat-pusat yang lebih tinggi melalui serat di sitem
anterolateral.
Indera raba (taktil): reseptor taktil adalah alat indera yang paling luas, terletak diseluruh permukaan
kulit dan beberapa selaput lendir. Ada dua fungsi penting yaitu untuk survival; dengan mengidentifikasi
sentuhan ringan secara umum, temperatur, dan rasa nyeri. Sedangkan fungsi diskriminasi yang
berkembang kemudian, penting untuk mengenal tekstur, bentuk, lokasi akurat dari suatu sentuhan dan
berperan penting dalam perkembangan persepsi tubuh, keterampilan motorik halus dan praksis.
Reseptor indera taktil terletak pada kulit dan beberapa lokasi selaput lendir. Indera
taktil memberikan informasi tentang kualitas benda-benda yang diraba (keras, halus, dsb), arah gerak
dari input taktil dan lokasi dari input tersebut (= fungsi diskriminatif). Selain itu system taktil juga
menerima rasa raba halus, nyeri dan temperatur (=fungsi protektif).
Reseptor taktil, terdapat paling sedikit 6 jenis reseptor, tapi sebenrnya masih banyak reseptor taktil
yang serupa.
1. Beberapa ujung saraf bebas, yang terdapat di jumpai di semua bagian kulit dan jaringan-jaringan
lain,dapat mendeteksi rabaan dan tekanan.
2. Reseptor raba dengan sensitivitas khusus,yakni badan meisner, yang meupakan juluran saraf
bermeilin dari sensorik besar meilin jenis (A&B). Reseptor ini terutama peka terhadap pergerakkan
objek di atas permukaan kulit seperti juga terhadap getaran berfrekuensi rendah.
3. Ujung jari dan daerah-daerah lainnya yang mengandung banyak sekali badan meissner biasanya
juga mengandung reseptor taktil yang ujung nya meluas,yang salah satu jenis nya diskus Merkel.
Berperan penting dalam melokalisasi sensasi raba di daerah permukaan tubuh yang spesifik dan
menentukan bentuk apa yang dirasakan.
4. Pergerakkan sedikit saja pada setiap rambut tubuh akan merangsang serabut saraf yang pangkal
nya melilit.jadi setiap rambut, dan bagian dasar serabut saraf yang disebut organ ujung rambut.
Reseptor ini dapat mendeteksi, pergerakkan objek pada permukaan tubuh atau kontak awal
dengan tubuh.
5. Ruffini reseptor ini berguna untuk menjalarkan sinyal perubahan bentuk jaringan yang terus-
menerus, missal nya sinyal raba dan tekan yang besar dan berkepanjangan.
6. Badan paccini . reseptor ini hanya dapat dirangang oleh penekkanan local jaringan yang cepat
karena reseptor ini beradaptasi dalam waktu sepersekian detik.
B. Tata Kerja
1. Tutup mata orang percobaan dan tekankan ujung pensil pada suatu titik di kulit ujung jari nya.
2. Suruh sekarang orang percobaan melokalisasi tempat yang baru d rangsang tadi dengan ujung
sebuah pensil pula.
3. Tetapkan jarak antara titik rangsang dang titik yang d tunjuk.
4. Ulangi percobaaan ini sampai 5 kali dan tentukan jarak rata-rata untuk kulit ujung jari,telapak
tangan,lengan bawah,lengan atas dan tengkuk.
VII.4. Apakah kemampuan lokalisasi taktil seseorang sama besarnya untuk seluruh bagian tubuh?

VII.5. Apakah istilah kemampuan seseorang untuk menentukan tempat rangsang taktil?

C. Hasil Pengamatan dan Pembahasan


o.p : Puspita Sari

N Ujung Telapak Lengan Lengan Tengkuk


o jari tangan bawah atas

1 0,3 0,6 2,3 1,5 1,5

2 Sesuai 1 1,5 1 Sesuai


titik titik

3 1,9 1,6 1 1 0,8

4 Sesuai 0,5 2 1 1,5


titik

5 0,8 0,8 1,3 1,5 1

o.p. : R. Ayu Aprilia

No. Ujung Telapak Lengan Lengan Tengkuk


Jari Tangan Bawah Atas

1 0 cm 0,5 cm 1 cm 2 cm 1 cm

2 0 cm 0,7 cm 0,8 cm 0,5 cm 1,5 cm

3 0 cm 1 cm 3 cm 1,5 cm 0,5 cm

4 0,3 cm 0,2 cm 0,5 cm 1 cm 2 cm

5 0,3 cm 0 cm 1 cm 1,5 cm 1,5 cm

Rata2 0,36 2,4 cm 6,3 cm 6,5 cm 6,5 cm


cm

Lokalisasi taktil di tiap bagian tubuh berbeda, dan paling sulit melokalisasi di lengan bawah dapat terlihat
di hasil percobaan dimana jarak perangsangan dan lokalisasi nya berbeda cukup jauh.

Jika kurang dari 5 cm maka hasilnya adalah baik, dan jika lebih dari 5 cm maka hasilnya adalah tidak baik
pada syaraf perabanya.

 TPL (Two Point Localization) lebih peka pada bagian yang menonjol, seperti hidung, mata, bibir,
dan lain-lain; merupakan suatu system yang bersifat menyebar dan melingkar
 Waktu mempengaruhi sehingga ada penyebaran sensasi.
D. Menjawab Pertanyaan
VII.4. Apakah kemampuan lokalisasi taktil seseorang sama besarnya untuk seluruh bagian tubuh?
Jawab: kemampuan lokalisasi taktil tidak sama besarnya di seluruh bagian tubuh, reseptor taktil
yang berbeda memiliki kepekaan dan kecepatan mengirim impuls yang berbeda pula.

VII.5. Apakah istilah kemampuan seseorang untuk menentukan tempat rangsang taktil?

Jawab: Topognosia, sensasi somatik (sensasi eksteroseptif =propioseptif)

E. Kesimpulan
Kemampuan lokalisasi taktil seseorang tidak sama besar pada seluruh bagian tubuh,
Hampir semua informasi mengenai sentuhan, tekanan, dan getaran masuk ke korda spinalis melalui akar
dorsal saraf spinal yang sesuai. TPL (lokalisasi taktil) lebih peka pada bagian yang menonjol, seperti
hidung, mata, bibir, dan lain-lain.

IV. Diskriminasi Taktil


A. Dasar Teori
Kemampuan panca indra untuk membedakan keberadaan 2 titik yang mendapat rangsangan sangat
dipengaruhi oleh mekanisme inhibisi lateral yang meningkatkan derajat kontras pada pola spasial
yang disadari.
Setiap jaras sensorik bila dirangsang, secara simultan akan menghasilkan sinyal inhibitorik lateral; sinyal
ini menyebar ke sisi sinyal eksitatorik dan menghambat neuron yang berdekatan. Sebagai contoh, ingat
lah neuron yang dirangsang di nukleus kolumna dorsalis. Selain dari pusat sinyal eksitatorik, jaras
lateral pendek juga menjalarkan sinyal inhibitorik ke neuron di sekitarnya. Jadi, sinyal ini lewat melelui
interneuron tambahan yang mensekresi transmitter inhibitorik.
Pentingnya inhibisi lateral adalah bahwa inhibisi ini menghambat penyebaran sinyal eksitatorik ke lateral
sehingga meningkatkan derajat kontras dalam pola sensorik yang dirasakan di korteks serebralis.
B. Tata Kerja
1. Tentukan secara kasar ambang membedakan dua titik untuk ujung jari dengan menempatkan
kedua ujung sebuah jangka secara serentak (simultan) pada kulit ujung jari.
2. Dekatkan kedua ujung jangka itu sampai dibawah ambang dan kemudian jauhkan berangsur-
angsur sehingga kedua ujung jangka itu tepat dapat dibedakan sebagai 2 titik.
VII.6. Bagaimana caranay saudara mengatahui bahwa jarak antar kedua ujung jangka dibawah
ambang diskriminasi taktil?
3. Ulangi percobaan ini dari suatu jarak permulaan diatas ambang. Ambil angka ambang terkecil
sebagai ambang diskriminasi taktil tempat itu.
4. Lakukan percobaan diatas sekali lagi, tetapi sekarang dengan menempatkan kedua ujung jangka
secara berturut-turut (suksetif).
5. Tentukan dengan cara yang sama (simultan dan suksetif) ambang membedakan dua titik ujung
jari, tengkuk, bibir, pipi dan lidah.
6. Berikan sekarang jarak kedua ujung jangka yang sebesar-besarnya yang masih dirasakan oleh
kulit pipi depan telinga sebagai satu titik. Dengan jarak ini gerakan jangka itu dengan ujungnya
pada kulit kearah pipi muka, bibir atas dan bibir bawah. Arah gerakan harus tegak lurus terhadap
garis yang menghubungkan kedua ujung jangka.
7. Catat apa yang saudara alami.
C. Hasil Pengamatan dan Pembahasan
o.p.: Radi Tri H.

Ambang Diskriminasi Taktil

Ujung Jari : 0,3 cm

Pipi : 1,25 cm

Tengkuk : 2,1 cm

Bibir bawah : 0,3 cm

Bibir atas : 0,3 cm

Bagian yang terbesar ambang diskriminasi taktilnya yakni tengkuk, dan yang terkecil di bibir dan ujung jari.
Ini membuktikan bahwa sentuhan dua titik di tengkuk sulit dibedakan, karena reseptor peraba lebih
banyak namun lapang reseptif kecil di ujung jari atau bibir.

D. Menjawab Pertanyaan:
Bagaimana caranya saudara mengatahui bahwa jarak antar kedua ujung jangka dibawah ambang
diskriminasi taktil?
Jawab:
Dengan bertanya ke OP apakah ia bisa membedakan sentuhan yang terasa satu atau dua titik, jika terasa
dua titik dimana sebelumnya ia merasa satu, maka itu ambang diskriminsi taktilnya.
Apabila kedua titik menyentuh lapangan reseptif yang sama, keduanya akan dirasakan sebagai satu titik.
Seseorang dapat menentukan jarak minimal sebagai 2 titik yang terpisah dan bukan menjadi satu yang
mencerminkan dari ukuran lapangan reseptif di daerah tersebut. Ambang 2 titik berkisar antara 2mm
di ujung jari. Bila di kulit betis terangsang 48mm.
E. Kesimpulan
Apabila kedua titik menyentuh lapangan reseptif yang sama, keduanya akan dirasakan sebagai satu titik

V. Perasaan Iringan (After Image)


A. Dasar Teori
Sistem saraf mempunyai sirkuit , salah satunya adalah sikuit reverberasi atau sirkuit bolak balik
(oscilatory).Sirkuit ini dapat disebabkan oleh adanya umpan balik positif di dalam sirkuit neuron. Umpan
balik ini ditujukan untuk merangsang kembali masukan sirkuit yang sama sehingga sirkuit itu dapat
mengeluarkan letupan berulang-ulang untuk waktu yang lama. Umpan balik positif ini dapat terjadi
apabila suatu neuron memiliki percabangan ke neuron lain yang memiliki percabangan yang menuju
kembali ke neuron sebelumnya.
Adanya sirkuit reverberasi atau sirkuit bolak balik sehingga rangsangan yang telah diteruskan oleh satu
neuron kembali kembali lagi kepada neuron tersebut sehingga menimbulkan perasaan iringan (after
image).
B. Tata Kerja
1. Letakkan sebuah pensil antara kepala dan daun telinga dan biarakan ditempat itu selama saudara
melakukan percobaan VI.
2. Setelah saudara selesai dengan percobaan VI angkatlah pensil dari telinga saudara dan apakah
yang saudara rasakan setelah pensil itu diambil.
P.VII.7 Bagaimana mekanisme terjadinya perasaan iringan?
C. Hasil Pengamatan dan Pembahasan
o.p.: Radi Tri H.

Masih terasa adanya pensil di telinga saat pensil diambil

Perasaan iringan = normal

D. Menjawab Pertanyaan
Bagaimana mekanisme terjadinya perasaan iringan?

Jawab:

Adanya adaptasi reseptor terhadap rangsangan benda yang dihasilkan melalui tekanan, getaran dan sifat
sifat fisik benda, mengakibatkan kita terbiasa dalam memakai benda tersebut. sehingga pada saat
mencopot benda, reseptor-reseptor tersebut memperlihatkan suatu “off reseptor” dan adanya sirkuit
reverberasi atau sirkuit bolak balik menyebabkan kita menyadari bahwa benda telah di copot.
Mekanisme adaptasi ini dilakukan oleh badan paccini.

Perasaan iringan terjadi karena adanya impuls yang terus beredar dalam lingkaran rantai neuron daerah
yang terangsang, walaupun stimulus sudah tidak ada lagi.
E. Kesimpulan
Adanya adaptasi reseptor terhadap rangsangan benda yang dihasilkan melalui tekanan, getaran dan sifat-
sifat fisik benda,mengakibatkan kita terbiasa dalam memakai benda tersebut

VI. Daya Membedakan Berbagai Sifat Benda


A. Dasar Teori
B. Tata Kerja
a. Kekasaran permukaan benda
1. Dengan mata tertutup suruh orang percobaan meraba-raba permukaan amplas yang derajat
kekasaran yang berbeda-beda.
2. Perhatikan kemampuan orang percobaanm untuk membedakan derajat kekasaran amplas.
b. Bentuk benda
1. Dengan mata tertutup suruh orang percobaan memegang-megang benda-benda kecil yang
saudara berikan.
2. Suruh orang percobaan menyebutkan nama/bentuk benda-benda itu.
c. Bahan pakaian
1. Dengan mata tertutup suruh orang percobaan meraba-raba bahan-bahan pakaian yang
saudara berikan.
2. Suruh orang percobaan setiap kali menyebutkan jenis/bentuk benda-benda itu.
VII.8. Bila orang percobaan membuat kesalahan dalam membedakan sifat benda (ukuran, bentuk,
berat, permukaan), apa kelainan neurologis yang di deritanya?

C. Hasil Pengamatan dan Pembahasan


o.p.: Radi Tri H.
a. Kekasaran permukaan benda
Kemampuan membedakan derajat kekasaran = normal
b. Bentuk benda
Membedakan bentuk benda = normal
c. Bahan pakaian
Kemampuan membedakan bahan = normal

Tidak ada kelainan pada daya membedakan berbagai sifat benda

D. Menjawab Pertanyaan:
Bila orang percobaan membuat kesalahan dalam membedakan sifat benda (ukuran, bentuk, berat,
permukaan), apa kelainan neurologis yang di deritanya?
Jawab:

Terjadi lesi pada lobus parietal yang tidak dominan.gangguannya disebut “agnosia”.jika pasien mempunyai
daya visus normal dan tidak dapat mengenali benda itu,disebut “agnosia visual”.jika ketidakmampuan
seorang pasien mengenali sebuah benda dengan palpasi tanpa adanya gangguan sensorik di sebut
“agnosia taktil”

Bentuk : Asterogsia (agnosia aktif)

Berat : Baragnosia

Kekasaran Permukaan : Thigmanesthesia

E. Kesimpulan
Kemampuan dapat membedakan berbagai sifat benda menunjukkan bahwa sifat sensoris baik

VII. Tafsiran Sikap


A. Dasar Teori
Baik disadari maupun tidak, tubuh kita selalu melakukan gerak. Bahkan seseorang yang tidak memiliki
kesempurnaan pun akan tetap melakukan gerak. Saat kita tersenyum,mengedipkan mata atau
bernapas sesungguhnya telah terjadi gerak yang disebabkanoleh kontrasi otot.
Gerak terjadi begitu saja. Gerak terjadi melalui mekanisme rumit dan melibatkan banyak bagian
tubuh.Terdapat banyak komponen – komponen tubuh yang terlibat dalam grak iniBaik itu disadari
maupun tidak disadari. Gerak adalah suatu tanggapan tehadap rangsangan baik itu dari dalam tubuh
maupun dari luar tubuh. Gerak merupakan pola koordinasi yang sangat sederhana untuk menjelaskan
penghantaran impuls oleh saraf.
Seluruh mekanisme gerak yang terjadi di tubuh kita tak lepas dari peranan system saraf. Sistem saraf ini
tersusun atas jaringan saraf yang di dalamnya terdapat sel-sel saraf atau neuron. Meskipun system
saraf tersusun dengan sangat kompleks, tetapi sebenarnya hanya tersusun atas 2 jenis sel,yaitu sel
saraf dan sel neuroglia.
Adapun berdasarkan fungsinya system saraf itu sendiri dapat dibedakan atas tiga jenis :
1. Sel saraf sensorik
Sel saraf sensorik adalah sel yang membawa impuls berup rangsangan dari reseptor (penerima
rangsangan), ke system saraf pusat (otak dan sumsum tulang belakang).Sel saraf sensorik disebut
juga dengan sel saraf indera,karena berhubungan dengan alat indra.
2. Sel saraf Motorik
Sel saraf motorik berfungsi membawa impuls berupa tanggapan dari susunan saraf pusat (otak atau
sumsum tulang belakang) menuju to atau kelenjar tubuh. Sel saraf motorik disebut juga dengan
sel saraf penggerak,karena berhubungan erat dengan otot sebagai alat gerak.
3. Sel saraf penguhubung
Sel saraf penguhubung disebut juga dengan sel saraf konektor,hal ini disebabkan karena fungsinya
meneruskan rangsangan dari sel saraf sensorik ke sel saraf motorik.

Namun pada hakikatnya sebenarnya system saraf terbagi menjadi du kelompok besar :

1. Sistem saraf sadar


Adalah system saraf yang mengatu tau mengkoordinasikan semua kegiatan yang dapat diatur menurut
kemauan kita. Contohnya, melempar bola,berjalan,berfikir,menulis,berbicara dan lain-lain.
Saraf sadar pun terbagi menjadi dua :
a. Saraf pusat terdiri dari :
Otak: Merupakan pusat kesadaran,yang letaknya di rongga tengkorak.
Sumsum tulang belakang: Sumsum tulang belakang berfungsi menghantarkan impuls
(rangsangan) dari dan ke otak,serta mengkoordinasikan gerak refleks. Letaknya pada ruas-
ruas tulang belakang, yakni dari ruas-ruas tulag leher hingga ke ruas-ruas tulang pinggang
yang kedua. Dan dalam sumsum ini terdapat simpul-simpul gerak refleks.
b. Saraf Tepi:
Sistem saraf tepi terdiri dari saraf-saraf yang berada di luar system saraf pusat (otak dan sumsum
ulang belakang). Artinya system saraf tepi merupakan saraf yang menyebar pada seluruh
bagian tubuh yang melayani organ-organ tubh tertentu, sepeti kulit, persendian, otot, kelenjar,
saluran darah dan lain-lain.
2. Susunan saraf tak sadar.
a. Susunan saraf simpatis
b. Susunan saraf parasimpatis
Gerak pada umumnya terjadi secara sadar, namun, ada pula gerak yang terjadi tanpa disadari yaitu
gerak refleks. Impuls pada gerakan sadar melalui jalan panjang, yaitu dari reseptor, ke saraf
sensori, dibawa ke otak untuk selanjutnya diolah oleh otak, kemudian hasil olahan oleh otak,
berupa tanggapan, dibawa oleh saraf motor sebagai perintah yang harus dilaksanakan oleh
efektor.

B. Tata Kerja
1. Suruh orang percobaan duduk dan tutup matanya
2. Pegang dan gerakkan secara pasif lengan bawah orang percobaan kedekat kepalanya, ke dekat
dadanya, ke dekat lututnya dan akhirnya gantungkan di sisi badannya.
3. Tanyakan setiap kali sikap dan lokasi lengan orang percobaan
4. Suruh orang percobaan dengan telunjuknya menyentuh telinga, hidung dan dahinya dengan
perlahan-lahan setelah setiap kali mengangkat lurus lengannya
5. Perhatikan apakah ada kesalahan.
VII.9. Bila orang percobaan membuat kesalahan dalam melokalisasi tempat-tempat yang diminta,
apa nama neurologis yang dideritanya?
C. Hasil Pengamatan dan Pembahasan
o.p.: R.A. Nurafrilya
Dari hasil percobaan, subjek dapat meniru atau mensinkronkan gerakan asisten dengan tangannya:
1. Telinga
2. Mulut dan hidung
3. Alis, mata, dan hidung
4. Kuping
Jadi, subjk singkron melakukan gerakan antara subjek dan asisten.

Gerak adalah suatu tanggapan tehadap rangsangan baik itu dari dalam tubuh maupun dari luar tubuh.
Gerak merupakan pola koordinasi yang sangat sederhana untuk menjelaskan penghantaran impuls
oleh saraf. Seluruh mekanisme gerak yang terjadi di tubuh kita tak lepas dari peranan system saraf.
Sistem saraf ini tersusun atas jaringan saraf yang di dalamnya terdapat sel-sel saraf atau neuron.

Sistem syaraf memiliki fungsi sebagai berikut :

1. Pusat koordinasi segala aktivitas tubuh


2. Pusat kesadaran, memori dan intelegansi
3. Higher mental process, yaitu reasoning (penalaran), thinking (berpikir), judgement (pengambilan
keputusan).
Seperti yang telah dijelaskan pada teori diatas, jalan dari gerak reflex ini adalah mulai dari stimulus diterima
reseptor, kemudian impus tersebut dibawa oleh saraf sensorik menuju sum-sum tulang belakang,
kemudian impul dilanjutkan oleh saraf motorik, kemudian diterima oleh efektor maka terjadilah
respon/tanggapan. Pasien dapat melakukan gerakan yang diperintah oleh pemeriksa dengan benar.
Pasien normal dan tidak mengalami gangguan neurologis.

D. Menjawab Pertanyaan
Bila orang percobaan membuat kesalahan dalam melokalisasi tempat-tempat yang diminta, apa nama
neurologis yang dideritanya?
Jawab:
Dysdiadochokinesis
E. Kesimpulan
Jika tafsiran sikap benar, maka daya menentukan sikap anggota tubuh baik.

VIII. Waktu Reaksi


A. Dasar Teori
Waktu reaksi (reaction time) merupakan waktu antara pemberian rangsangan sampai dengan
timbulnya respon terhadap rangsangan tersebut. Parameter waktu reaksi ini dipakai untuk pengukuran
performansi. Yang mempengaruhi performansi kerja diantaranya tingkat kelelahan, kondisi motivasi,
rasa bosan, konsentrasi, dan kondisi psikologis manusia lainnya. Hal tersebut akan mengakibatkan
waktu reaksi yang berbeda-beda antara satu kondisi dengan kondisi lainnya. Kondisi-kondisi tersebut
dipengaruhi oleh lingkungan baik secara fisik (penerangan, temperatur, getaran, dll) maupun secara
psikologis (suasana hati, motivasi, dll) dan kerja itu sendiri.

Oleh karena itu, perlu adanya pengkajian lebih lanjut tentang waktu reaksi dalam hubungannya
dengan aktivitas kerja. Waktu reaksi menjadi hal yang sangat penting dan signifikan dalam pengukuran
performansi kerja. Dalam praktikum ini, akan diteliti bagaimana perbandingan waktu reaksi sederhana
sebelum dan sesudah melakukan aktivitas fisik.

Waktu reaksi merupakan interval waktu yang diperlukan seseorang untuk memberikan reaksi
terhadap sinyal atau rangsangan yang muncul ketika seseorang memberikan respon tentang sesuatu
yang didengar, dilihat, atau dirasakan. Ada berbagai macam eksperimen waktu reaksi:

 Simple Reaction Time Experiment


Pada eksperimen ini hanya ada satu jenis stimulus dan satu reaksi. Contohnya percobaan waktu reaksi
terhadap cahaya, reaksi terhadap bunyi pada lokasi yang telah ditentukan dan tetap.

 Recognition Reaction Time Experiment


Terdapat banyak stimulus. Pada stimulus tertentu, subjek harus memberi respon sedangkan ada
beberapa yang subjek tidak boleh merespon. Ada 2 jenis, yaitu symbol recognition (subjek
menghafal lima buah huruf, kemudian subjek hanya bereaksi pada huruf yang dihafal tersebut) dan
tone/sound recognition (subjek menghafal frekuensi dari bunyi, kemudian subjek hanya bereaksi
pada frekuensi yang dihafalkan).

 Choice Reaction Time Experiment


Subjek harus merespon stimulus yang diberikan berupa huruf yang ditampilkan di layar, kemudian
menekan tombol huruf/keyboard yang sesuai dengan stimulus yang diberikan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi waktu reaksi:

1. Arousal
Arousal atau state of attention, dalam hal ini didalamnya termasuk tekanan darah. Waktu reaksi akan
menjadi cepat bila tekanan darah ada di level tengah (dalam keadaan normal), dan akan melambat
bila praktikan terlalu santai atau terlalu tegang

2. Usia
Waktu reaksi menjadi berkurang mulai usia bayi hingga akhir 20-an, bertambah pada usia 50-60 tahun,
lalu melambat pada usia 70 tahun keatas. Penurunan waktu reaksi pada orang dewasa mungkin
disebabkan karena orang dewasa lebih hati-hati merespon sebuah stimulus. Orang dewasa juga
cenderung mencurahkan pikirannya pada satu stimulus dan mengabaikan stimulus yang lainnya.

3. Jenis kelamin
Biasanya laki-laki memiliki waktu reaksi yang lebih cepat daripada wanita.

4. Right handed vs left handed


Orang kidal, banyak menggunakan otak kanan, dimana otak kanan banyak digunakan untuk berpikir
mengenai hal-hal yang berkaitan dengan kreativitas, dan hal-hal yang berkaitan dengan ruang
(misal: membidik sasaran). Maka banyak peneliti bernaggapan bahwa orang kidal memiliki waktu
reaksi yang lebih cepat dibanding dengan orang yang tidak kidal.

5. Direct vs peripheral vision


Waktu reaksi akan lebih cepat bila stimulus diberikan ketika subyek melihat tepat pada titik stimulus
(direct vision), dan dapat melambat bila stimulus diberikan disekitar pandangan mata (peripheral
vision).

6. Practice and errors


Ketika seorang subyek melakukan hal yang baru atau belum pernah dilakukan sebelumnya, maka
waktu reaksinya akan lebih lambat bila dibandingkan dengan subyek yang sudah terlatih atau efek
pembelajaran.

7. Kelelahan
Waktu reaksi akan melambat bila subyek sedang mengalami kelelahan.

8. Gangguan
Adanya gangguan pada saat stimulus diberikan dapat meningkatkan waktu reaksi.

9. Peringatan akan stimulus


Waktu reaksi akan menjadi lebih cepat apabila ada peringatan yang diberikan kepada subyek sebelum
stimulus tersebut diberikan.

10. Alkohol
Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat menurunkan waktu reaksi.

11. Faktor lingkungan


Pencahayaan, temperatur, dll.

12. Faktor psikologi


Suasana hati, tekanan, dll.

B. Tata Kerja
1. Suruh orang percobaan duduk dan meletakkan lengan bawah dan tangannya di tepi meja dengan
ibu jari dan telunjuk berjarak 1 cm siap menjepit
2. Pemeriksa memegang mistar pengukur waktu reaksi pada titik hitam dengan menempatkan garis
tebal diantara dan setinggi ibu jari dan telunjuk orang percobaan tanpa menyentuh jari-jari orang
percobaan
3. Dengan tiba-tiba pemeriksa melepaskan mistar tersebut dan orang percobaan harus mengangkat
selekas-lekasnya. Ulangi percobaan ini sebanyak 5 kali
4. Tetapkan waktu reaksi orang percobaan (rata-rata dari ke 5 hasil yang diperoleh)
C. Hasil Pengamatan
o.p.: R.A. Nurafrilya

NO. Waktu
Reaksi

I. 0,26

II. 0,15

III. 0,19

IV. 0,17

V. 0,14

(rata- 0,182
rata)

Dari hasil percobaan, didapatkan kesimpulan bahwa waktu reaksi o.p normal. Karena masih di bawah rata-
rata waktu reaksi manusia yang normal yaitu 0,5 s.
D. Menjawab Pertanyaan
Apa yang menentukan waktu reaksi seseorang ?
Jawab:
Faktor-faktor yang mempengaruhi waktu reaksi seseorang adalah : usia, jenis kelamin, suhu tubuh,
kesiapan bertindak, indera penerima rangsang yang terlibat, dan banyaknya reseptor yang distimuli.
E. Kesimpulan
Waktu reaksi seseorang dtentukan oleh kecepatan dan ketanggapannya
IX. Pengecapan

A. Dasar Teori
Reseptor adalah ujung perifer khusus neuron-neuron aferen; reseptor berespon terhadap
rangsangan tertentu, mengubah bentuk-bentuk energi rangsangan menjadi sinyal listrik serta bahasa
sistem saraf. Reseptor untuk pengcapan adalah kuncup pengecap, yaitu suatu kemoreseptor yang
terletak terutama di lidah tetapi juga terdapat pada palatum lunak dan epiglotis. Kuncup pengecap
terdapat pada tonjolan mukosa lidah yang disebut papilla. Masing-masing kuncup pengecap
merupakan sekumpulan sel penunjang dan sel sensorik yang memiliki rambut dan menonjol
membentuk pori-pori pengecap serta dibasahi oleh saiva.

Pada papilla didapatkan taste buds yang berfungsi untuk menerima rangsangan bahan kimia dari
luar. Pada sisi atas dan sisi samping lidah banyak dijumpai papilla pengecap, yang jumlahnya ditaksir
2000 buah dan terletak tersebar diatas lidah.

Tunas pengecap adalah bagian pengecap yang ada di pinggir lidah adalah kumpulan otot rangka
pada bagian lantai mulut yang dapat membantu pencernaan makanan dengan mengunyah dan
menelan. Lidah dikenal sebagai indera pengecap yang banyak memiliki struktur tunas pengecap. Lidah
juga turut membantu dalam tindakan bicara.

Struktur lainnya yang berhubungan dengan lidah sering disebut lingual, dari bahasa latin lingua
atau glossal dari bahasa yunani. Sebagian besar lidah tersusun atas otot rangka yag terlekat pada
tulang hyoideus, tulang rahang bawah dan processus styloideus di tulang pelipis. Terdapat dua jenis
otot pada lidah yaitu otot ekstrinsik dan instrinsik.

Lidah memiliki permukaan yang kasar karena adanya tonjolan yang diseut papilla. Papilla terdiri
dari dua sel yaitu sel penyokong dan sel pengecap. Sel pengecap berfungsi sebagai reseptor,
sedangkan sel penyokong berfungsi untuk menopang. Terdapat tiga jenis papilla yaitu :

1. Papilla filiformis (fili = benang) : berbentuk seperti benang halus


2. Papilla sirkumvalata (sirkum = bulat) : berbentuk bulat, tersusun seperti huruf V dibelakang lidah
3. Papilla fungiformis (fungi = jamur) : berbentuk seperti jamur
Pengecapan merupakan fungsi utama dari taste buds, tetapi inder penghidu pun sangat berperan dalam
persepsi pengecapan. Indera pengecapan memungkinkan kita merasakan tekstur lembut atau kasar,
at-zat yang terkandung dalam makanan, serta rasa makanan itu sendiri. Makna pentingnya adalah
bahwa pengecapan memungkinkan manusia memilih makanan sesuai keinginannya. Sensasi
pengecapan terjadi karena rangsangan terhadap berbagai reseptor pengecapan, ada sedikitnya 13
reseptor kimia yang ada pada sel-sel pengecapan, antara lain :
a. 2 reseptor Natrium
b. 2 reseptor Kalium
c. 1 reseptor Klorida
d. 1 reseptor Inosin
e. 1 reseptor Manis
f. 1 reseptor Pahit
g. 1 reseptor Glutamat, dan
h. 1 reseptor Ion hydrogen
Kemampuan reseptor tersebut dikumpulkan menjadi kategori yang umum disebut sensasi pengecapan
utama tentunya disuaikan dengan area saraf, yaitu :

1. Kuncup pengecapan yang sensitif terhadap rasa manis terletak di ujing lidah
2. Substansi asam dirasakan terutama dibagian samping lidah
3. Substansi asin dapat dirasakan hampir seluruh area lidah, tetapi resptornya terkumpul dibagian
samping lidah
4. Susbtansi pahit akan menstimulasi kuncup pengecap dibagian belakang lidah
Rasa umami (bahasa Jepang), artinya lezat, untuk menyatakan rasa kecap yang menyenangkan secara
kualitatif. Rasa ini dominan ditemukan pada L-glutamat (terdapat pada ekstrak daging dan keju)

B. Alat dan Bahan


1. Empat buah pinggan kecil berisi :
a. Larutan asam cuka
b. Larutan NaCl 10%
c. Larutan kopi
d. Larutan gula 5%
2. Aplikator (batang kecil dengan salah satu ujungnya diberi kapas)
3. Peta rasa
4. Kertas hisap/saring
C. Tata Kerja
1. Meminta pasangan praktikum berkumur, kemudian mengeringkan lidahnya dengan kertas hisap
2. Mencelupkan aplikator dalam larutan asam. Membuang larutan dengan menekan sisi pinggang
3. Menyentuh aplikator pada daerah ujung, sepanjang sisi, tengah, dan belakang lidah pasangan
praktikan
4. Menulia (+) pada daerah peta yang sesuai jika praktikan merasakan laruta tersebut. Menulis (-)
pada daerah peta rasa yang sesuai jika daerah tertentu disentuh tidah sensitif terhadap larutan
yang diuji.
5. Mengulangi prosedur diatas dengan menggunakan ketiga larutan lainnya, satu demi satu.
D. Hasil Pengamatan dan Pembahasan
o.p : Rachmah

Ujung Sepanjang Tengah Belakang


Bahan
lidah sisi lidah lidah lidah

Larutan
asam - + - -
cuka

NaCl 10% + + + -

Larutan Kopi - - - +

Larutan gula
+ - - -
5%

Rasa klasik yang dapat dirasakan manusia (manis, asin, asam, pahit dan umami) ternyata melakukan
mekanisme transduksi yang berbeda-beda dan terjadi di sel reseptor yang berbeda pula. 2 dari
mekanisme ini merupakan ionotrophic (rasa asin dan asam) dan sisanya (rasa manis, umami dan
pahit) merupakan metabrotropic

 Tranduksi Rasa Manis


Rasa manis dimulai dengn melekatnya molekul gula pada porus perasa. Kemudian hal ini akan
mengaktifkan stimulator yang terdapat pada sitoplasma yang terdapat pada membran. Stimulator
(protein G) akan teraktivasi selanjutnya akan mengaktifkan enzim adenilat siklase. Enzim ini akan
mengaktifkan pembentukan Camp dari ATP. Terjadinya peningkatan camp akan mengakibatkan
terstimulasinya enzim sitoplasma lainnya. Hal ini akan membuat ion K dapat keluar sehingga
mengakibatkan depolarisasi pada puting pengecap. Hal ini akan mengakibatkan terlepasnya
neotransmiter ke sinaps dan selanjutnya akan diteruskan ke otak.
 Tranduksi Rasa Asin
Rasa asin disebabkan masuknya ion Na. Masuknya ion Na mengakibatkan tertutupnya saluran keluar
ion K. Depolarisasi mengakibatkan neotransmiter keluar, dan impuls bisa diterima oleh otak.
 Tranduksi Rasa Pahit
Transduksi pahit akan berikatan dengan reseptor pada membran. Pelekatan ii akan mengakibatkan
teraktivasinya protein G lainnya yang kemudian akan mengaktifkan enzim fosfolipase. Enzim ini
akan membuat IP3 yang merupan senyawa yang larut daam sitoplasma yang terdapat dalam RE.
Berikatan IP3 dengan reseptor akan membuat terbukanya ion Ca. Maka ion Ca akan keluar menuju
Sitoplasma. Peningkatan ion Ca akan membuat saluran K terbuka dan terjadi sinaps.
 Tranduksi Rasa Asam
Tidak sepeti rasa manis dan pahit, ras asam terjadi karena konsentrasi proteon atau ion H. Membran
sanyat permeable terhadap proton ini. Masuknya proton akan membuat depolarisasi akibatnya
neotransmiter dilepaskan ke sinaps.
E. Menjawab Pertanyaan
Jelaskan mekanisme jalannya impuls pada percobaan diatas sehingga anda dapat merasakan rasa
manis, asam, dan lainnya sebagainya !
Jawab:
Setiap kuncup pengecap terdiri dari dua macam sel, yaitu sel pengecap dan sel penunjang, pada sel
pengecap terdapat silia (rambut gustatori) yang memanjang ke lubang pengecap. Zat-zat kimia dari
makanan yang kita makan, mencapai kuncup pengecap melalui lubang-lubang pengecap (taste pores).
Kuncup-kuncup pengecap dapat merespon empat rasa dasar, yaitu manis, masam, asin dan pahit
melalui mekanisme transduksi.
Transduksi tersebut akan menimbulkan sinyal elektrik atau sinaps pada sel pengecap. Sinyal elektrik
sensasi rasa tersebut aka ndisalurkan melalui 3 pathway (Boroditsky, 1999) :
1. Saraf chorda tympani (cabang N.VII) dari lidah bagian depan dan samping
2. Saraf glosso-pharyngeal (N.IX)  dari lidah bagian pangkal
3. Saraf vagus (N.X)  dari mulut dan laring

Ketiga saraf tersebut membentuk koneksi ke batang otak pada bagian NST (nucleus of solitary tract)
di medulla oblongata sebelum mencapai thalamus dan akhirnya akan disalurkan ke daerah insula dan
korteks operkulum frontal di bagian lobus frontal otak (korteks sensoris primer) untuk diolah
(Boroditsky, 1999)
F. Kesimpulan
Setelah melakukan percobaan tentang senssasi rasa pada reseptor pengecap dapat disimpulkan
bahwa :
1. Pengenalan rasa oleh otak terjadi karena tranduksi rasa pada lidah
2. Waktu sensasi adalah waktu yang diperlukan oleh reseptor untuk mengenali dan menanggapi
rangsangan dan diteruskan keotak sehingga akan dikenali rasanya.
3. Sel–sel reseptor untuk pengecapan adalah sel–sel ephitelium yang telah termodifikasi yang
diorganisasikan menjadi kuncup pengecapan yang tersebar di sejumlah bagian permukaan lidah
dan mulut.
4. Dari tiap rasa makanan dan minuman otak mengintegrasikan input yang berbeda dari kuncup
pengecapan, dan mempersiapkan cita rasa yang kompleks.
5. Reseptor rasa manis terletak pada ujung lidah, reseptor rasa asin terletak pada tepi depan lidah,
reseptor rasa asam terletak ditepi belakang lidah dan reseptor rasa pahit terletak di pangkal lidah.
X. PENGHIDU

A. Tujuan Percobaan
Untuk membuktikan bahwa zat yang dibaui adalah zat yang berupa gas, serta membedakan wewangian
mulai dari bau yang tidak enak sampai yang enak.
B. Dasar Teori
Sensasi wangi/ bau terjadi karena adanya interaksi zat dengan reseptor indera penciuman yang
diteruskan ke otak berupa sinyal listrik. Reseptor ini merupakan sel saraf yang berupa benang halus.
Pada satu ujung sel saraf berinteraksi dengan zat berbau, sedangkan ujung yang lainnya berkumpul
dalam suatu tulang menuju bagian otak yang bertugas menerjemahkan sensasi dari indra penciuman.
Serangkaian proses terjadi dalam benang halus, dimulai dari interaksi molekul dengan reseptor sampai
dihasilkannya sinyal listrik.

Interaksi molekul dengan sel saraf reseptor akan menyebabkan reseptor teraktifkan. Suatu protein
yang berpasangan dengan reseptor (protein G) akan teraktifkan juga. Protein G yang teraktifkan akan
menstimulasi pembentukan cAMP, melalui pembentukan enzim adnylate cyclase III. cAMP merupakan
suatu molekul pembawa pesan yang dapat mengatifkan suatu mekanisme transfer ion, sehingga
akhirnya dapat dikirim informasi mengenai “wangi/bau” molekul ke otak berupa sinyal listrik.

Setiap satu sensasi wangi terdiri dari beberapa campuran zat “berbau” yang akan menstimulasi
reseptor. Kemudian dalam otak terdapat suatu system pemetaan yang menerjemahkan sensai wangi
ini. Itulah sebabnya meskipun hanya ditemukan 1000 sel saraf penciuman, tapi kita dapat mengenal
10000 jenis wewangian. Indra penciuman akan cepat beradatasi.

Sering kita merasa tidak lagi mencium wangi parfum yang telah kita semprotkan, padahal orang
lain yang baru bertemu dengan kita masih bisa menciumnya. Terjadinya fenomena ini dapat dijelaskan
dengan mekanisme berikut. Saat transfer ion untuk pengiriman sinyal ke otak, Memungkinkan
masuknya ion Ca2+, ion Ca2+ akan mengikat protein calmodulin (CaM). Kompleks Ca2+/Ca Mini dapat
mengaktifkan enzim PDE yang selanjutnya dapat merusak molekul cAMP (molekul pembawa pesan
yang dapat mengaktifkan transfer ion dan bertanggung jawab dalam pengiriman sinyal ke otak),
akibatnya pengiriman sinyal ke otak yang membawa informasi sensasi wangi terhenti.

Saraf cranial (olfactory) manusia dapat membedakan berbagai macam bau karena
memiliki banyak reseptor pembau, namun kemampuan tersebut ditentukan oleh prinsip-prinsip
komposisi (komponen principle). Organ pembau hanya memiliki 7 reseptor namun dapat membaui
lebih dari 600 aroma. Sistem olfaction dapat menerima stimulus benda-benda kimia sehingga
reseptornya disebut chemoreseptor. Sistem olfaction terdapat di hidung bagian atas (concha nasal
superior) yang peka terhadap penciuman dan lebih dekat ke saraf olfactorius.
Penciuman pada manusia secara umum dipengarui oleh :

 Fisik : Lebih sensitif terhadap bau, hidung mancung lebih peka atau lebih sensitif
 Psikologis : Wanita yang sedang PMS lebih sensitif
Kemampuan membau makhluk hidup tergantung pada :

1. Susunan rongga hidung : hidung mancung lebih baik dalam membaui


2. Variasi fisiologis : pada wanita PMS dan ibu hamil muda, penciumannya lebih peka
3. Spesies : anjing (karena kemampuan survive tergantung pada pembauan jadi
lebih peka pembauannya)
4. Konsentrasi bau : bau busuk akan lebih tercium
C. Alat dan Bahan
Empat buah zat :
1. Parfum
2. Teh
3. Kopi bubuk
4. Minyak kayu putih
D. Cara Kerja
- Siapkan 4 jenis zat yang mempunyai bau yang berbeda
- Baui atau ciumkan ke empat zat tersebut satu persatu
- Catat hasilnya
E. Hasil Pengamatan
o.p : Rachmah

Zat Pembau Respon Penciuman

Kopi (+)

Tembakau (+)

F. Pembahasan
Indra pembau berfungsi untuk menerima bau suatu zat terlarut dalam udara atau air. Reseptor
pembau terletak pada langit-langit rongga hidung, pada bagian yang disebut epitelium olfaktori.
Epitelium olfaktori terdiri dari sel-sel reseptor dan sel-sel penyokong. Sel resptor olfaktori berbentuk
silindris dan mempunyai filamen-filamen seperti rambut pada permukaan bebasnya. Akson sel
olfaktorius berjalan menuju bulbus olfaktorius pada sistem saraf pusat.

Reseptor Pembau adalah komoreseptor yang dirangsang oleh molekul–molekul larutan dalam
cairan hidung. Sensasi wangi/ bau terjadi karena adanya interaksi zat dengan reseptor indera
penciuman yang diteruskan ke otak berupa sinyal listrik. Interaksi molekul dengan sel saraf reseptor
akan menyebabkan reseptor teraktifkan. Suatu protein yang berpasangan dengan reseptor (protein G)
akan teraktifkan juga. Protein G yang teraktifkan akan menstimulasi pembentukan cAMP. cAMP
merupakan suatu molekul pembawa pesan yang dapat mengatifkan suatu mekanisme transfer ion,
sehingga akhirnya dapat dikirim informasi mengenai “wangi/bau” molekul ke otak berupa sinyal listrik.

G. Menjawab Pertanyaan
Jelaskan mekanisme jalannya impuls pada percobaan diatas sehingga anda dapat mencium bau!
Jawab:

Reseptor Pembau adalah komoreseptor yang dirangsang oleh molekul–molekul larutan dalam
cairan hidung. Reseptor pembau merupakan reseptor jauh (tele reseptor) karena lintasan pembauan
tidak memiliki hubungan dalam thalamus dan tidak terdapat di daerah proyeksi pada neocortex
penciuman (Ganong, 1979).

Membrana offactoria terletak pada bagian superior rongga hidung. Di bagian medical ia melipat
keatas concana superior dan bahkan ada yang berada di concha media. Organon olfacus terdapat di
dataran medical concha nasalis superior dan pada dataran septumasi yang berhadapan dengan
concha masalis superior. Saat seseorang menarik nafas maka sesi bili rasa pembaunya akan lebih
kuat karena letak organon olfacus disebelah atasnya. Sensai pembauan tergantung pada konsentrasi
penguapan, misalnya skatol (bau busuk pada facces) karena konsentrasinya pekat maka baunya
busuk (Guyton, 1983).

Impuls–impuls bau dihantarkan oleh filum olfactetorium yang bersinopsis dengan cabang–cabang
dendrit sel mitral dan disebut sinopsis glomerulus. Neurit sel mitral meninggalkan bulbus olfactorius
untuk berjalan di dalam area medialis dan berakhir di dalam area. Pusat pembauan ada di uncus.
Neurit – beurit sel mitral mempunyai cabang – cabang yang menuju ke sel granula akan mengadakan
sinaps di sinopsis axomatis. Sebagian dari neurit – neurit sel mitral berjalan dalam stria lateralis dan
berakhir dalam uncus, sebagian dari neurit tersebut berjalan di dalam stria medialis dan berakhir di
dalam area septialis ( Radiopoetro, 1986), (Ganong, 1979)
Gambar mekanisme impuls penghidu

H. Kesimpulan
1. Indra pembau berfungsi untuk menerima bau suatu zat terlarut dalam udara atau air. Reseptor
pembau terletak pada langit-langit rongga hidung, pada bagian yang disebut epitelium olfaktori.
Reseptor Pembau adalah komoreseptor yang dirangsang oleh molekul–molekul larutan dalam
cairan hidung. Sensasi wangi/ bau terjadi karena adanya interaksi zat dengan reseptor indera
penciuman yang diteruskan ke otak berupa sinyal listrik.
2. Saraf cranial (olfactory) manusia dapat membedakan berbagai macam bau karena memiliki
banyak reseptor pembau, namun kemampuan tersebut ditentukan oleh prinsip-prinsip komposisi
(komponen principle). Organ pembau hanya memiliki 7 reseptor namun dapat membaui lebih dari
600 aroma
3. Impuls–impuls bau dihantarkan oleh filum olfactetorium yang bersinopsis dengan cabang–cabang
dendrit sel mitral dan disebut sinopsis glomerulus. Neurit sel mitral meninggalkan bulbus olfactorius
untuk berjalan di dalam area medialis dan berakhir di dalam area. Pusat pembauan ada di uncus.
Neurit – beurit sel mitral mempunyai cabang – cabang yang menuju ke sel granula akan
mengadakan sinaps di sinopsis axomatis. Sebagian dari neurit – neurit sel mitral berjalan dalam
stria lateralis dan berakhir dalam uncus, sebagian dari neurit tersebut berjalan di dalam stria
medialis dan berakhir di dalam area septialis.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim . (2010). Lima Alat Indera. http://organisasi.org/. 21 Maret 2010. 22.00.

Drs. H. Syaifuddin, AMK. 2003. Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan. Penerbit Buku
Kedokteran EGC : Jakarta

Ganong,F.William. 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran ed.20. Jakarta:EGC


http://neurowww.cwru.edu/faculty/strowbridge/OlfactoryBulb/bulb1.htm
Lumbantobing, S. M. Saraf Otak. Dalam Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2010. h. 2530
Panji.2009.sistem syaraf perifer. http://panji1102.blogspot.com/2008/03/sistem-saraf-perifer-divisi-
aferen.htm. tanggal akses 3-10-2009
Radiopoetro, R. 1986. Psikologi Faal 1. Yogyakarta : Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi UGM.
Seksi Laboratorium Psikologi Faal, 2001, Petunjuk Praktikum Psikologi Faal, Yogyakarta : Laboratorium
Psikologi Faal Fakultas Psikologi UGM
Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem ed.2. Jakarta:EGC
Sloane, Ethel. 2002. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: EGC
Sunny Kumar. 2011. The Neural Basis of Olfaction diunduh pada http://www.yalescientific.org/2011/05/the-
neural-basis-of-olfaction/

Anda mungkin juga menyukai