Anda di halaman 1dari 34

Tren, Issue & Evidence Based Practice

(Sistem Integumen)

Oleh : Ns. Sri Sakinah, S.Kep., M.Kep


Tren & Issue Keperawatan
(Kasus Dermatitis Atopik)
Penelitian ini dilakukan secara retrospektif dengan mengevaluasi rekam medik pasien baru
DA yang mendapat mendapat pengobatan pengobatan topikal topikal di Divisi Alergi
Imunologi.

Data penelitian ini didapatkan pada kunjungan awal, 83 pasien (25,4%) kontrol 1 kali, 79
pasien membaik (95,2%), 47 pasien (14,4%) kontrol 2 kali, 43 pasien membaik (91,5%) serta
23 pasien (7%) kontrol >3 kali dan membaik (95,7%)
Hasil
Penatalaksanaan topikal DA membutuhkan pendekatan yang berbeda untuk setiap pasien dan
bertahap sesuai tingkat keparahan DA

• Langkah pertama adalah hidrasi kulit untuk memperbaiki fungsi sawar kulit, mencegah
peningkatan TEWL dan kulit kering. Hidrasi kulit dengan aplikasi emolien dilakukan
terutama setelah berendam dalam air hangat. Emolien, baik dalam bentuk krim maupun
salep merupakan pilihan terapi pertama pada DA ringan

• Langkah kedua pada DA sedang, mengatasi peradangan kulit dengan agen anti inflamasi
topikal. DA sedang-berat dapat diberikan krim kaya seramid atau FLG, bersamasama
pemberian steroid topikal atau calcineurin inhibitor.

• Kotrikosteroid potensi lemah atau calcineurin inhibitor direkomendasikan sebagai terapi


pemeliharaan, sedangkan kortikosteroid potensi sedang-kuat digunakan sebagai langkah
ketiga pada DA sedang-berat atau saat terjadi eksaserbasi dan hanya dalam waktu singkat.
• Kortikosteroid topikal merupakan pengobatan topikal yang paling banyak diberikan pada
pasien DA Kortikosteroid topikal dapat digunakan pada orang dewasa dan anak-anak dan
merupakan andalan terapi antiinflamasi dan dapat bertindak pada berbagai sel kekebalan,
termasuk limfosit T, monosit, makrofag, dan sel dendritik, mengganggu proses antigen dan
menekan pelepasan sitokin proinflamasi.

• Kortikosteroid topikal biasanya dimasukkan ke dalam regimen pengobatan setelah


kegagalan lesi untuk menanggapi perawatan kulit yang baik dan biasa menggunakan
pelembap saja. Potensi kortikosteroid topikal harus disesuaikan dengan derajat keparahan
dan daerah DA

• Kortikosteroid topikal potensi ringan sebaiknya digunakan untuk DA ringan, area baiknya
digunakan untuk DA ringan, area wajah, dan leher potensi sedang untuk DA sedang,
potensi kuat untuk DA yang parah atau kekambuhan yang parah
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa ada pengaruh Pengobatan topikal pada pasien
dermatitis atopik dibukti atopik dibuktikan dengan hasil penelitian yang hasil penelitian yang
menunjukkan 66 pasien membaik pasien membaik (91,7%); 34 pasien (13,4%) kontrol 2 kali,
31 pasien membaik (91,2%); serta 14 pasien (5,5%) kontrol >3 kali dan semuanya membaik
(100%)

Edukasi pasien sangat diperlukan pada penatalaksanaan DA, meliputi penjelasan yang lengkap
mengenai perjalanan DA (patogenesis penyakit dalam bahasa awam yang mudah dimengerti),
faktor yang dapat mencetuskan atau memperparah, maupun faktor yang dapat mengurangi
gejala, dan terapi jangka pendek maupun panjang dapat memodifikasi dan mengkontrol
penyakit
Evidence Based Practice
(Kasus Luka Bakar, Dermatitis & Acne)
Konsep Evidence Based Practice
Evidence-based practice ialah suatu strategi dalam memperoleh pengetahuan dan keterampilan
untuk dapat meningkatkan tingkah laku yang positif dengan menggabungkan bukti penelitian
terbaik sehingga evidence-based practice dapat diterapkan ke dalam praktik keperawatan dan
membuat suatu keputusan perawatan kesehatan yang lebih baik

Evidence-based practice ialah kerangka kerja untuk menguji, mengevaluasi dan


menerapkan temuan penelitian dengan tujuan meningkatkan pelayanan keperawatan yang
akan diberikan kepada pasien
Tujuan Evidence Based Practiced

1. Memberikan data pada perawat praktisi berdasarkan bukti ilmiah agar dapat memberikan
perawatan secara efektif dengan menggunakan hasil penelitian yang terbaik
2. Menyelesaikan masalah yang ada pada pemberian pelayanan kepada pasien
3. Mencapai kesempurnaan dalam pemberian asuhan keperawatan, jaminan standar kualitas
dan memicu inovasi
4. Mencapai suatu peningkatan pada perawatan pasien, konsistensi perawatan pasien, hasil
perawatan pasien dan pengendalian biaya
5. Penerapan evidence-based practice sangat penting bagi perawat dalam berkomunikasi secara
efektif dengan pasien dan tim kesehatan dalam pengambilan keputusan dan rencana
perawatan yang akan diberikan
Penatalaksanaan Evidence-based Practice

1. Menumbuhkan semangat penyelidikan;


2. Menanyakan pertanyaan klinik dengan menggunakan format PICO/PICOT;
3. Mencari dan mengumpulkan bukti-bukti (artikel penelitian) yang paling relevan dengan
PICO/PICOT;
4. Melakukan penilaian kritis terhadap bukti-bukti (artikel penelitian)
5. mengintegrasikan bukti-bukti (artikel penelitian) terbaik dengan salah satu ahli di klinik
serta memperhatikan keinginan dan manfaatnya bagi pasien dalam membuat keputusan
atau perubahan;
6. Mengevaluasi outcome dari perubahan yang telah diputuskan berdasarkan bukti-bukti
7. Menyebarluaskan hasil dari evidence-based practice
Pertanyaan Klinis Menggunakan PICO/PICOT Format

P : Populasi pasien atau disease of interest

I : Intervensi atau Issues of Interest

C : Compare/Intervensi pembanding/ kelompok pembanding

O : Outcomes/hasil-hasil yang diharapkan

T : Time frame (batas waktu


Jenis-jenis Pertanyaan Klinis
1. Intervention question : Meneliti mengenai keefektifan dari suatu treatment/intervensi
2. Diagnostic question : Meneliti mengenai manfaat, keakuratan, seleksi, atau interpretasidari
suatu alat/instrumen
3. Prognostic question : Meneliti mengenai keadaan pasien terkait kondisi tertentu atau
mengidentifikasi faktor-faktor yang mungkin mengubah prognosis pasien
4. Etiology question : Meneliti mengenai hubungan sebab akibat dan sesuatu yang mungkin
merugikan
5. Meaning question : Meneliti mengenai makna dari sesuatu hasil
Mengintegrasikan Bukti-Bukti

Clinical expertise (CE),


Ini merupakan bagian yang paling penting dalam proses EBP decision making.
Contoh: saat follow up untuk evaluasi hasil, CE mencatat bahwa saat treatment kasus acute otitis media
first-line antibiotik tidak effective. Artikel terbaru menyatakan Antibiotik A mempunyai manfaat yang
lebih baik dari pada Antibiotik B sebagai second-line antibiotik pada anak-anak.

Pasien
Jika kualitas evidence bagus dan intervensi sangat memberikan manfaat, akan tetapi jika hasil diskusi
dengan pasien menghasilkan suatu alasan yang membuat pasien menolak treatment, maka intervensi
tersebut tidak bisa diaplikasikan
Mengevaluasi Out Come
Langkah ini penting, untuk menilai dan mendokumentasikan dampak dari perubahan pelayanan
berdasarkan EBP dalam kualitas pelayanan kesehatan/ manfaatnya bagi pasien.
1. Menilai apakah perubahan yang terjadi saat mengimplementasikan hasil EBP di klinik sesuai
dengan apa yang tertulis dalam artikel.
2. Jika hasil tidak sesuai dengan artikel-artikel yang ada
3. Apakah treatment dilaksanakan sesuai dengan SOP di artikel; apakah pasien kita mirip dengan
sample penelitian dalam artikel tersebut
Menyebarluaskan Hasil Dari EBP

Dessiminasi, dilakukan untuk meng-share hasil EBP sehingga perawat dan tenaga kesehatan yang lain
mau melakukan perubahan bersama dan atau menerima perubahan tersebut untuk memberikan
pelayanan perawatan yang lebih baik.

Bentuk-bentuk dessiminasi:
1. Melalui oral presentasi
2. Melalui panel presentasi
3. Melalui roundtable presentasi
4. Melalui poster presentasi
5. Melalui small-group presentasi
6. Melalui podcast/vodcast presentasi
7. Melalui community meetings
8. Melalui hospital/organization-based & professional committee meetings.
9. Melalui journal clubs
10. Melalui publishing
Persyaratan Dalam Penerapan EBP

Tingkatan Hirarki dari penerapan EBP Tingkatan hirarki digunakan untuk mengukur kekuatan
suatu evidence dari rentang tingkatan rendah menuju ke tingkatan tinggi :
1. Laporan fenomena atau kejadian yang temuai sehari – hari
2. Studi kasus
3. Studi lapangan atau laporan deskriptif
4. Studi percobaan tanpa penggunaan teknik pengambilan sampel secara acak (random)
5. Studi percobaan yang menggunakan setidaknya ada satu kelompok pembanding dan
menggunakan sampel secara acak
6. Systemic reviews untuk kelompok bijak bestari atau meta analisa yaitu pengkajian berbagai
penelitian yang ada dengan tingkat kepercayaan yang tinggi
Model Implmentasi Evidenc Evidence Based Practice

1. Model Settler
Merupakan seperangkat perlengkapan atau media penelitian untuk meningkatkan penerapan
Evidence Based. 5 langkah dalam Model settler :
1) Fase 1 : Persiapan.
2) Fase 2 : Validasi.
3) Fase 3 : Perbandingan evaluasi dan pengambilan keputusan.
4) Fase 4 : Translasi dan aplikasi.
5) Fase 5 : Evaluasi
Model Implmentasi Evidenc Evidence Based Practice

2. Model IOWA Model of Evidence Evidence Based Practice Practice to Promote Promote
Quality Quality Care
Model IOWA diawali dari pemicu atau masalah. Pemicu / masalah ini sebagai focus masalah.
Jika masalah mengenai prioritas dari suatu organisasi tim segera dibentuk. Tim terdiri dari
stakeholders, klinisian, staf perawat dan tenaga kesehatan lain yang dirasakan penting untuk
diliatkan dalam EBP.
Model Implmentasi Evidenc Evidence Based Practice

3. Model konseptual Rosswurm dan Larrabee


Model ini disebut juga dengan model Evidence Based Practice Change yang terdiri dari 6
langkah yaitu :
1) Tahap 1 : mengkaji kebutuhan untuk perubahan praktis
2) Tahap 2 : tentukkan evidence terbaik
3) Tahap 3 : kritikal analisis evidence
4) Tahap 4 : design perubahan dalam praktek
5) Tahap 5 : implementasi dan evaluasi perubahan
6) Tahap 6 : integrasikan dan maintain perubahan dalam praktek
Pelaksanaan Evidence Based Practice Pada Luka Bakar

Kulit merupakan salah satu organ tubuh yang rentan terjadi kerusakan, salah satunya akibat

suhu tinggi dapat menyebabkan luka bakar. Penyembuhan luka bakar sangat tergantung

dengan manajemen luka yang baik. Terdapat banyak bahan obat-obatan yang dapat

mempercepat kesembuhan luka bakar, antara lain adalah madu.


Pelaksanaan Evidence Based Practice Pada Luka Bakar

Madu berperan sebagai antibakteri dan saat ini sudah dimanfaatkan dalam tatalaksana
luka bakar. Madu memiliki beberapa sumber nutrisi yang kaya akan asam amino,
karbohidrat, protein, vitamin dan mineral yang berperan dalam mempercepat
penyembuhan kulit.

Di dalam madu juga terdapat senyawa organik seperti polypenol dan glykosida yang
bersifat sebagai antiviral dan antibakteri yang dapat menekan infeksi yang merupakan
salah satu penghambat penyembuhan luka bakar
Pelaksanaan Evidence Based Practice Pada Luka Bakar

Madu terbukti dapat menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli, Listeria

monocytogenes, dan Staphylococcus aureus. Nutrisi yang baik, kandungan kandungan

antiviral da antiviral dan antibakteri antibakteri iniliah yang iniliah yang membuat

membuat madu efektif sebagai tatalaksana masalah kulit, terutama luka bakar.
Pelaksanaan Evidence Based Practice Pada Luka Bakar

Patofisiologi
• Kerusakan kulit akibat luka bakar menyebabkan kehilangan cairan terjadi akibat penguapan
yang berlebihan di derajat 1
• Penumpukan cairan pada bula di luka bakar derajat 2
• Pengeluaran cairan dari keropeng luka bakar derajat 3
• Bila luas luka bakar kurang dari 20%, biasanya masih terkompensasi oleh keseimbangan cairan
tubuh namun jika lebih dari 20% resiko syok hipovolemik akan muncul dengan tanda-tanda
seperti gelisah, pucat, dingin, nadi lemah dan cepat, serta penurunan tekanan darah dan
produksi urin.
• Kulit manusia dapat mentoleransi suhu 44 C (111 F) relatif selama 6 jam sebelum mengalami
cedera termal.
Pelaksanaan Evidence Based Practice Pada Luka Bakar

Fase Luka Bakar

1. Fase akut/syok/awal.

2. Fase subaut/flow/hipermetabolik,

3. Fase lanjut
Pelaksanaan Evidence Based Practice Pada Dermatitis

Dermatitis atopik (DA) adalah keradangan kulit yang bersifat gatal, menahun, residif,
dan dapat terjadi pada bayi, anak, serta dewasa. Pengobatan DA dibagi menjadi
pengobatan sistemik dan topikal.

Pengobatan topikal merupakan lini pertama dari pengobatan DA ringan sampai


sedang yang merupakan bentuk tersering penyakit DA. Selain itu pengobatan
dermatitis bisa dengan DA. Selain itu pengobatan dermatitis bisa dengan kompres
aloe vera
Pelaksanaan Evidence Based Practice Pada Dermatitis

Patofisiologi
• Pada dermatitis kontak iritan kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh
bahan iritan melalui kerja kimiawi maupun fisik.
• Dengan rusaknya membran lipid keratinosit maka fosfolipase akan diaktifkan dan membebaskan
asam arakidonik akan membebaskan prostaglandin dan leukotrin yang akan menyebabkan dilatasi
pembuluh darah dan transudasi dari faktor sirkulasi dari komplemen dan system kinin
• Juga akan menarik neutrofil dan limfosit serta mengaktifkan sel mast yang akan membebaskan
histamin, prostaglandin dan leukotrin.
• PAF akan mengaktivasi platelets yang akan menyebabkan perubahan vaskuler.
• Diacil gliserida akan merangsang ekspresi gen dan sintesis protein
Pelaksanaan Evidence Based Practice Pada Acne

Acne vulgaris merupakan penyakit kulit yang umum terjadi pada remaja dan dewasa.

dewasa. Terapi topikal topikal untuk akne dapat digunakan digunakan sebagai monoterapi

maupun kombinasi dengan terapi sistemik. Terapi topikal yang digunakan dalam

penelitian ini adalah tretinoin dan nicotinamide, dan terapi sistemiknya adalah zinc
Pelaksanaan Evidence Based Practice Pada Acne

Patogenesis Acne
Akne memiliki patogenesis yang multifaktorial, tetapi secara umum dapat
diidentifikasikan ke dalam empat faktor, yaitu :
1. Hiperproliferasi epidermis folikular.
2. Produksi sebum yang berlebihan.
3. Inflamasi.
4. Aktivitas Propionibacterium acnes.
Pelaksanaan Evidence Based Practice Pada Acne

Patofisiologi
• Hiperproliferasi epidermis folikular menyebabkan pembentukan pembentukan lesi
primer akne, yaitu mikrokomedo mikrokomedo yang membuat penyumbatan folikel.
• Terjadinya hiperproliferasi epidermis folikular dipengaruhi oleh penurunan asam
linoleat kulit dan adanya peningkatan aktivitas IL-1
• Menyebabkan infundibulum atau folikel rambut bagian atas menjadi hiperkeratotik
dan bertambahnya keratinosit sehingga menyumbat muara folikel rambut
• Hormon androgen juga berperan pada juga berperan pada folikel keratinosit untuk
menstimulasi hiperproliferasi melalui dihidrotestosteron (DHT) sebagai poten
androgen serta bekerja pada aktivitas sebosit yang berlebih
Literatur Review
Evidence Based Practice
Thank You

Anda mungkin juga menyukai