Anda di halaman 1dari 42

ASKEP JIWA PADA GANGGUAN KONSEP DIRI

DISUSUN OLEH:

1. ABDUL AJIS RAHANGIAR


2. MARSELIUS THAROB
3. PUTRESIA JEVIWRA
4. SITI DURIAH SETHER
5. ASTRA KARTILA NGABALIN
6. DESI CLEMENSIA RAHARUSUN
7. SUMAYA LETSOIN
8. LENI MA4RLINA METURAN
9. FEBRIYANTI RUMRAH

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDOSEIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALUKU
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN TUAL
TAHUN AKADEMI 2020
PEMBAHASAN

1.1 DEFINISI KONSEP DIRI


Konsep diri adalah pengetahuan individu tentang diri (mis; “Saya
kuat dalam matematika”). Konsep diri adalah citra subjektif dari diri dan
percampuran yang kompleks dari perasaan, sikap dan persepsi bawah
sadar maupun sadar. Konsep diri memerikan kita kerangka acuan yang
mempengaruhi manajemen kita terhadap situasi dan hubungan kita dengan
orang lain. (Potter & Perry, 2005)
Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan, dan pendirian
yang diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam
berhubungan dengan orang lain. (Stuart and Sudeen, 1998).
Konsep diri adalah merefleksikan pengalaman interaksi sosial,
sensasinya juga didasarkan bagaimana orang lain memandangnya.
Konsep diri sebagai cara memandang individu terhadap diri secara utuh
baik fisik, emosi, intelektual, sosial dan spiritual. Penting diingat bahwa
konsep diri ini bukan pandangan orang lain pada kita melainkan
pandangan kita sendiri atas diri kita yang diukur dengan standar penilaian
orang lain. (Muhith, 2015)

2.2 DIMENSI KONSEP DIRI


Secara umum menurut pendapat para ahli ada 3 dimensi konsep diri,
Calhom dan Acocella (1995) misalnya menyebutkan ke 3 dimensi
tersebut, yakni:
1. Dimensi pengetahuan
2. Dimensi pengharapan
3. Dimensi penilaian
Dimensi konsep diri:
1. Dimensi Pengetahuan
Dimensi pengetahuan (kognitif) mencakup segala sesuatu yang kita
pikirkan tentang diri kita sendiri sebagai pribadi, seperti saya pintar,
saya cantik, saya anak baika dan seterusnya.
2. Dimensi Pengharapan
Dimensi pengharapan yakni pengharapan bagi diri kita sendiri.
Pengharapan ini merupakan self-ideal atau diri yang dicita-citakan.
Cita-cita diri meliputi dambaan, aspirasi, harapan, keinginan bagi diri
kita, atau menjadi manusia seperti apa yang kita inginkan.
3. Dimensi PenilaiaN
Dimensi ketiga yakni penilaian kita terhadap diri sendiri. Penilaian
diri sendiri merupakan pandangan kita tentang harga atau kewajaran
kita sebagai pribadi.

2.3 PERKEMBANGAN KONSEP DIRI


Konsep diri bukan merupakan faktor bawaan atau herediter.
Konsep diri merupakan faktor bentukan dari pengalaman individu selama
proses perkembangan dirinya menjadi dewasa. Proses pembentukan tidak
terjadi dalam waktu singkat melainkan melalui proses interaksi secara
berkesinambungan. Burns (1979) menyatakan bahwa konsep diri
berkembang terus sepanjang hidup manusia, namun pada tahap tertentu,
perkembangan konsep diri mulai berjalan dalam tempo yang lebih lambat.
Secara bertahap individu akan mengalami sensasi dari badannya dan
lingkungannya, dan individu akan mulai dapat membedakan keduanya.
Lebih lanjut Cooley (dalam Partosuwido, 1992) menyatakan bahwa konsep
diri terbentuk berdasarkan proses belajar tentang nilai-nilai, sikap, peran,
dan identitas dalam hubungan interaksi simbolis antara dirinya dan
berbagai kelompok primer, misalnya keluarga. Hubungan tatap muka
dalam kelompok primer tersebut mampu memberikan umpan balik kepada
individu tentang bagaimana penilaian orang lain terhadap dirinya. Dan
dalam proses perkembangannya, konsep diri individu dipengaruhi dan
sekaligus terdistorsi oleh penilaian dari orang lain (Sarason, 1972). Dengan
demikian bisa dikatakan bahwa proses pertumbuhan dan perkembangan
individu menuju kedewasaan sangat dipengaruhi oleh lingkungan asuhnya
karena seseorang belajar dari lingkungannya
Tanda-tanda individu yang memiliki konsep diri yang positif adalah:
1. Yakin akan kemampuan dalam mengatasi masalah. Orang ini
mempunyai rasa percaya diri sehingga merasa mampu dan yakin untuk
mengatasi masalah yang dihadapi, tidak lari dari masalah, dan percaya
bahwa setiap masalah pasti ada jalan keluarnya.
2. Merasa setara dengan orang lain. Ia selalu merendah diri, tidak
sombong, mencela atau meremehkan siapapun, selalu menghargai
orang lain.
3. Menerima pujian tanpa rasa malu. Ia menerima pujian tanpa rasa malu
tanpa menghilangkan rasa merendah diri, jadi meskipun ia menerima
pujian ia tidak membanggakan dirinya apalagi meremehkan orang lain.
4. Menyadari bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasaan dan
keinginan serta perilaku yang tidak seharusnya disetujui oleh
masyarakat. Ia peka terhadap perasaan orang lain sehingga akan
menghargai perasaan orang lain meskipun kadang tidak di setujui oleh
masyarakat.
5. Mampu memperbaiki karena dia sanggup mengungkapkan aspek-
aspek kepribadian tidak disenangi dan berusaha mengubahnya. Dia
mampu untuk mengintrospeksi dirinya sendiri sebelum
menginstrospeksi orang lain dan mampu untuk mengubahnya menjadi
lebih baik agar diterima di lingkungannya.
Dasar konsep diri positif adalah penerimaan diri. Kualitas ini lebih
mengarah kekerendahan hati dan kekedermawanan dari pada
keangkuhan dan keegoisan. Orang yang mengenal dirinya dengan baik
merupakan orang yang mempunyai konsep diri yang positif.

Ciri-ciri konsep diri pada anak dan remaja yang memiliki konsep diri negatif
adalah:
1. Peka terhadap kritik. Orang ini sangat tidak tahan kritik yang
diterimanya dan mudah marah atau naik pitam, hal ini berarti dilihat
dari faktor yang mempengaruhi dari individu tersebut belum dapat
mengendalikan emosinya, sehingga kritikan dianggap sebagi hal yang
salah. Bagi orang seperti ini koreksi sering dipersepsi sebagai usaha
untuk menjatuhkan harga dirinya. Dalam berkomunikasi orang yang
memiliki konsep diri negatif cenderung menghindari dialog yang
terbuka, dan bersikeras mempertahankan pendapatnya dengan
berbagai logika yang keliru.
2. Responsif sekali terhadap pujian. Walaupun dia mungkin berpura-pura
menghindari pujian, dia tidak dapat menyembunyikan antusiasmenya
pada waktu menerima pujian. Buat orang seperti ini, segala macam
embel-embel yang menjunjung harga dirinya menjadi pusat perhatian.
Bersamaan dengan kesenangannya terhadap pujian, merekapun
hiperkritis terhadap orang lain.
3. Cenderung bersikap hiperkritis. Ia selalu mengeluh, mencela atau
meremehkan apapun dan siapapun. Mereka tidak pandai dan tidak
sanggup mengungkapkan penghargaan atau pengakuan pada
kelebihan orang lain.
4. Cenderung merasa tidak disenangi oleh orang lain. Ia merasa tidak
diperhatikan, karena itulah ia bereaksi pada orang lain sebagai musuh,
sehingga tidak dapat melahirkan kehangatan dan keakraban
persahabatan, berarti individu tersebut merasa rendah diri atau bahkan
berperilaku yang tidak disenangi, misalkan membenci, mencela atau
bahkan yang melibatkan fisik yaitu mengajak berkelahi (bermusuhan).
5. Bersikap pesimis terhadap kompetisi. Hal ini terungkap dalam
keengganannya untuk bersaing dengan orang lain dalam membuat
prestasi. Dia akan menganggap tidak akan berdaya melawan
persaingan yang merugikan dirinya.

2.4 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONSEP DIRI


Menurut Stuart dan Sudeen (1991) ada beberapa faktor-faktor yang
mempengaruhi perkembangan konsep diri. Faktor-foktor tersebut terdiri
dari teori perkembangan, Significant Other (orang yang terpenting atau
yang terdekat) dan Self Perception (persepsi diri sendiri), untuk lebih
jelasnya mari kita baca lebih lanjut tentang “Faktor yang mempengaruhi
Konsep Diri” berikut ini:
2.4.1 Teori perkembangan.
Konsep diri belum ada waktu lahir, kemudian berkembang secara
bertahap sejak lahir seperti mulai mengenal dan membedakan
dirinya dan orang lain. Dalam melakukan kegiatannya memiliki
batasan diri yang terpisah dari lingkungan dan berkembang melalui
kegiatan eksplorasi lingkungan melalui bahasa, pengalaman atau
pengenalan tubuh, nama panggilan, pangalaman budaya dan
hubungan interpersonal, kemampuan pada area tertentu yang
dinilai oleh diri sendiri atau masyarakat serta aktualisasi diri dengan
merealisasi potensi yang nyata.
2.4.2 Significant Other (orang yang terpenting atau yang terdekat)
Dimana konsep diri dipelajari melalui kontak dan pengalaman
dengan orang lain, belajar diri sendiri melalui cermin orang lain yaitu
dengan cara pandangan diri merupakan interprestasi diri
pandangan orang lain terhadap diri, anak sangat dipengaruhi orang
yang dekat, remaja dipengaruhi oleh orang lain yang dekat dengan
dirinya, pengaruh orang dekat atau orang penting sepanjang siklus
hidup, pengaruh budaya dan sosialisasi.
2.4.3 Self Perception (persepsi diri sendiri)
Yaitu persepsi individu terhadap diri sendiri dan penilaiannya, serta
persepsi individu terhadap pengalamannya akan situasi tertentu.
Konsep diri dapat dibentuk melalui pandangan diri dan pengalaman
yang positif. Sehingga konsep merupakan aspek yang kritikal dan
dasar dari prilaku individu. Individu dengan konsep diri yang positif
dapat berfungsi lebih efektif yang dapat berfungsi lebih efektif yang
dapat dilihat dari kemampuan interpersonal, kemampuan intelektual
dan penguasaan lingkungan. Sedangkan konsep diri yang negatif
dapat dilihat dari hubungan individu dan sosial yang terganggu.

2.5 RENTANG RESPON KONSEP DIRI


Dari rentang respon adaptif sampai respon maladaptif, terdapat lima
rentang respons konsep diri yaitu aktualisasi diri, konsep diri positif, harga
diri rendah, kekacauan identitas, dan depersonalisasi. Seorang ahli,
Abraham Maslow mengartikan aktualisasi diri sebagai individu yang telah
mencapai seluruh kebutuhan hirarki dan mengembangkan potensinya
secara keseluruhan.
2.5.1.1 Aktualisasi diri merupakan pernyataan tentang konsep diri
yang positif dengan melatarbelakangi pengalaman nyata yang
suskes dan diterima, ditandai dengan citra tubuh yang positif
dan sesuai, ideal diri yang realitas, konsep diri yang positif,
harga diri tinggi, penampilan peran yang memuaskan,
hubungan interpersonal yang dalam dan rasa identitas yang
jelas.
2.5.1.2 Konsep diri positif merupakan individu yang mempunyai
pengalaman positif dalam beraktivitas diri, tanda dan gejala
yang diungkapkan dengan mengungkapkan keputusan akibat
penyakitnya dan mengungkapkan keinginan yang tinggi.
Tanda-tanda individu yang memiliki konsep diri yang positif
adalah: Yakin akan kemampuan dalam mengatasi masalah.
Seseorang ini mempunyai rasa percaya diri sehingga merasa
mampu dan yakin untuk mengatasi masalah yang dihadapi,
tidak lari dari masalah, dan percaya bahwa setiap masalah
pasti ada jalan keluarnya. Merasa setara dengan orang lain. Ia
selalu merendah diri, tidak sombong, mencela atau
meremehkan siapapun, selalu menghargai orang lain.
Menerima pujian tanpa rasa malu. Ia menerima pujian tanpa
rasa malu tanpa menghilangkan rasa merendah diri, jadi
meskipun ia menerima pujian ia tidak membanggakan dirinya
apalagi meremehkan orang lain. Menyadari bahwa setiap
orang mempunyai berbagai perasaan dan keinginan serta
perilaku yang tidak seharusnya disetujui oleh masyarakat. Ia
peka terhadap perasaan orang lain sehingga akan menghargai
perasaan orang lain meskipun kadang tidak disetujui oleh
masyarakat. Mampu memperbaiki karena ia sanggup
mengungkapkan aspek-aspek kepribadian tidak disenangi dan
berusaha mengubahnya. Ia mampu untuk mengintrospeksi
dirinya sendiri sebelum menginstrospeksi orang lain, dan
mampu untuk mengubahnya menjadi lebih baik agar diterima
di lingkungannya.
2.5.1.3 Harga diri rendah adalah penilaian individu tentang nilai
personal yang diperoleh dengan menganalisa seberapa baik
perilaku seseorang sesuai dengan ideal diri. Harga diri rendah
adalah transisi antara respon konsep diri yang adaptif dengan
konsep diri yang maladaptif. Tanda dan gejala yang
ditunjukkan sperti perasaan malu terhadap diri sendiri, akibat
tindakan penyakit, rasa bersalah terhadap diri sendiri, dan
merendahkan martabat. Tanda dan gejala yang lain dari harga
diri rendah diantaranya rasa bersalah pada diri sendiri,
mengkritik diri sendiri atau orang lain, menarik diri dari realitas,
pandangan diri yang pesimis, perasaan tidak mampu,
perasaan negative pada dirinya sendiri, percaya diri kurang,
mudah tersinggung dan marah berlebihan.
2.5.1.4 Kekacauan identitas adalah kegagalan individu
mengintegrasikan aspek-aspek. Identitas mencakup rasa
internal tentang individualitas, keutuhan, dan konsistensi dari
seseorang sepanjang waktu dan dalam berbagai situasi.
Pencapaian identitas diperlukan untuk hubungan yang intim
karena identitas seseorang diekspresikan dalam berhubungan
dengan orang lain. Seksualitas juga merupakan salah satu
identitas. Rasa identitas ini secara kontinu timbul dan
dipengaruhi oleh situasi sepanjang hidup. Kekacauan identitas
dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor yang dapat dikenal
dengan stressor identitas. Biasanya pada masa remaja,
identitas banyak mengalami perubahan, yang meyebabkan
ketidakamanan dan ansietas. Remaja mencoba untuk
menyesuaikan diri dengan perubahan fisik, emosional, dan
mental akibat peningkatan kematangan. Stressor identitas
diantaranya kehilangan pekerjaan, perkosaan, perceraian,
kelalaian, konflik dengan orang lain, dan masih banyak lagi.
Identitas masa kanak-kanak dalam kematangan aspek
psikososial, merupakan ciri-ciri masa dewasa yang harmonis.
2.5.1.5 Depersonalisasi adalah perasaan yang tidak realistik dan
asing terhadap diri sendiri yang berhubungan dengan
kecemasan, kepanikan serta tidak dapat membedakan dirinya
dengan orang lain. Tanda dan gejala yang ditunjukkan yaitu
dengan tidak adanya rasa percaya diri, ketergantungan, sukar
membuat keputusan, masalah daalam hubungan
interpersonal, ragu dan proyeksi. Jika seseorang memiliki
perilaku dengan depersonalisasi, berarti orang tersebut telah
mengalami gangguan dalam konsep dirinya. Orang dengan
gangguan depersonalisasi mengalami persepsi yang
menyimpang pada identitas, tubuh, dan hidup mereka yang
membuat mereka tidan nyaman, gejala-gejala kemungkinan
sementara atau lama atau berulang untuk beberapa tahun.
Orang dengan gangguan tersebut seringkali mempunyai
kesulitan yang sangat besar untuk menggambarkan gejala-
gejala mereka dan bisa merasa takut atau yakin bahwa
mereka akan gila. Gangguan depersonalisasi seringkali hilang
tanpa pengobatan. Pengobatan dijamin hanya jika gangguan
tersebut lama, berulang, atau menyebabkan gangguan.
Psikoterapi psikodinamis, terapi perilaku, dan hipnotis telah
efektif untuk beberapa orang. Obat-obat penenang dan
antidepresan membantu seseorang dengan gangguan
tersebut

2.6 PENYEBAB GANGGUAN KONSEP DIRI


Menurut “Stuart & sundeen, 1995”. Ada berbagai hal yang dapat
menyebabkan gangguan konsep diri antara lain :
2.6.1 Pola asuh orang tua
Pola asuh orang tua menjadi faktor yang signifikan dalam
mempengaruhi konsep diri yang telah terbentuk sejak lahir. Sikap
positif yang ditunjukkan oleh orang tua, maka akan menumbuhkan
konsep dan pemikiran yang positf. Sedangkan sikap negative yang
ditunjukkan oleh orang tua, akan menimbulkan asumsi bahwa
dirinya tidak cukup berhargauntuk dikasihi, untuk disayangi dan
dihargai.
2.6.2 Kegagalan
Kegagalan yang terus-menerus dialami seringkali akan
menimbulkan pertanyaan kepada diri sendiri dan berakhir dengan
kesimpulan bahwa semua penyebab terletak pada kelemahan diri
sendiri. Kegagalan sering membuat seseorang merasa dirinya tidak
berguna.
2.6.3 Depresi
Orang yang sedang mengalami depresi akan mempunyai pemikiran
yang cenderung lebih negative dalam memandang dan merespon
segala sesuatu termasuk dalam menilai diri sendiri.
2.6.4 Kritik internal
Terkadang, mengkritik diri sendiri memang dibutuhkan untuk
menyadarkan seseorang akan perbuatan yang telah dilakukan.
Kritik diri sendiri sering berfungsi sebagai regulator atau rambu-
rambu dalam bertindak atau berprilaku. Agar keberadaan kita dapat
diterima oleh masyarakat dan dapat beradaptasi diri dengan baik.
2.6.5 Merubah diri
Terkadang diri kita sendiri yang menyebabkan persoalan akan
bertambah rumit dengan berfikir yang tidak-tidak (negative)
terhadap suatu keadaan atau terhadap diri kita sendiri. Namun
dengan sifatnya yang dinamis, konsep diri dapat mengalami
perubahan kearah yang lebih positif

2.7 PEMBAGIAN KONSEP DIRI


Konsep diri terbagi menjadi beberapa bagian. Pembagian Konsep diri
tersebut di kemukakan oleh Stuart and Sundeen (2006), yang terdiri dari :
2.7.1 Citra Tubuh ( Body Image )
Gambaran diri adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya
secara sadar dan tidak sadar. Sikap ini mencakup persepsi dan
perasaan tentang ukuran, bentuk, fungsi penampilan dan potensi
tubuh saat ini dan masa lalu yang secara berkesinambungan
dimodifikasi dengan pengalaman baru setiap individu (Stuart and
Sundeen , 2006). Sejak lahir individu mengeksplorasi bagian
tubuhnya, menerima stimulus dari orang lain, kemudian mulai
memanipulasi lingkungan dan mulai sadar dirinya terpisah dari
lingkungan ( Keliat , 2005 ).
Gambaran diri ( Body Image ) berhubungan dengan
kepribadian. Cara individu memandang dirinya mempunyai dampak
yang penting pada aspek psikologinya. Citra tubuh adalah sikap,
presepsi keyakinan, dan pengetahuan individu terhadap tubuhnya
baik sadar maupun tak sadar. Pandangan yang realistis terhadap
dirinya menerima dan mengukur bagian tubuhnya akan lebih rasa
aman, sehingga terhindar dari rasa cemas dan meningkatkan harga
diri (Keliat, 2005). Individu yang stabil, realistis dan konsisten
terhadap gambaran dirinya akan memperlihatkan kemampuan yang
mantap terhadap realisasi yang akan memacu sukses dalam
kehidupan. Banyak faktor dapat yang mempengaruhi gambaran diri
seseorang, seperti, munculnya Stresor yang dapat menggangu
integrasi gambaran diri.
Stresor-stresor tersebut dapat berupa:
1. Operasi.
Seperti: mastektomi, amputsi, luka operasi yang semuanya
mengubah gambaran diri. Demikian pula tindakan koreksi
seperti operasi plastik, protesa dan lain-lain.
2. Kegagalan fungsi tubuh.
Seperti hemiplegi, buta, tuli dapat mengakibatkan depersonlisasi
yaitu tadak mengkui atau asing dengan bagian tubuh, sering
berkaitan dengan fungsi saraf.
3. Waham yang berkaitan dengan bentuk dan fungsi tubuh.
Seperti sering terjadi pada klien gangguan jiwa, klien
mempersiapkan penampilan dan pergerakan tubuh sangat
berbeda dengan kenyataan.
4. Tergantung pada mesin.
Seperti: klien intensif care yang memandang imobilisasi sebagai
tantangan, akibatnya sukar mendapatkan informasi umpan balik
engan penggunaan lntensif care dipandang sebagai gangguan.
5. Perubahan tubuh.
Hal ini berkaitan dengan tumbuh kembang dimana seseorang
akan merasakan perubahan pada dirinya seiring dengan
bertambahnya usia. Tidak jarang seseorang menanggapinya
dengan respon negatif dan positif. Ketidakpuasan juga
dirasakan seseorang jika didapati perubahan tubuh yang tidak
ideal.
6. Umpan balik interpersonal yang negatif.
Umpan balik ini adanya tanggapan yang tidak baik berupa
celaan, makian sehingga dapat membuat seseorang menarik
diri.
7. Standard sosial budaya
Hal ini berkaitan dengan kultur sosial budaya yang berbeda-
setiap pada setiap orang dan keterbatasannya serta
keterbelakangan dari budaya tersebut menyebabkan pengaruh
pada gambaran diri individu, seperti adanya perasaan minder.

2.7.2 Ideal Diri.


Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana ia harus
berperilaku berdasarkan standart, aspirasi, tujuan atau penilaian personal
tertentu (Stuart and Sundeen, 2006). Standart dapat berhubungan dengan
tipe orang yang akan di inginkan atau sejumlah aspirasi, cita-cita, nilai- nilai
yang ingin di capai. Ideal diri akan mewujudkan cita-cita, nilai-nilai yang
ingin dicapai. Ideal diri akan mewujudkan cita– cita dan harapan pribadi
berdasarkan norma sosial (keluarga budaya) dan kepada siapa ingin
dilakukan. Ideal diri mulai berkembang pada masa kanak–kanak yang di
pengaruhi orang yang penting pada dirinya yang memberikan keuntungan
dan harapan pada masa remaja ideal diri akan di bentuk melalui proses
identifikasi pada orang tua, guru dan teman (Keliat, 2005).
Menurut Ana Keliat (2005) ada beberapa faktor yang
mempengaruhi ideal diri yaitu :
a. Kecenderungan individu menetapkan ideal pada batas
kemampuannya.
b. Faktor budaya akan mempengaruhi individu menetapkan ideal
diri.
c. Ambisi dan keinginan untuk melebihi dan berhasil, kebutuhan
yang realistis, keinginan untuk mengklaim diri dari kegagalan,
perasan cemas dan rendah diri.
d. Kebutuhan yang realistis.
e. Keinginan untuk menghindari kegagalan.
f. Perasaan cemas dan rendah diri.

. Ideal diri ini hendaknya ditetapkan tidak terlalu tinggi, tetapi masih
lebih tinggi dari kemampuan agar tetap menjadi pendorong dan masih
dapat dicapai (Keliat, 2005).

2.7.3 Peran
Peran adalah sikap dan perilaku nilai serta tujuan yang diharapkan dari
seseorang berdasarkan posisinya di masyarakat (Keliat, 2005). Peran yang
ditetapkan adalah peran dimana seseorang tidak punya pilihan, sedangkan
peran yang diterima adalah peran yang terpilih atau dipilih oleh individu.
Posisi dibutuhkan oleh individu sebagai aktualisasi diri. Harga diri yang
tinggi merupakan hasil dari peran yang memenuhi kebutuhan dan cocok
dengan ideal diri. Posisi di masyarakat dapat merupakan stresor terhadap
peran karena struktur sosial yang menimbulkan kesukaran, tuntutan serta
posisi yang tidak mungkin dilaksanakan (Keliat, 2005). Stress peran terdiri
dari konflik peran yang tidak jelas dan peran yang tidak sesuai atau peran
yang terlalu banyak.
Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam menyesuaikan diri dengan
peran yang harus di lakukan menurut Stuart and sundeen, 2006 adalah :
1. Kejelasan prilaku dengan penghargaan yang sesuai dengan peran.
2. Konsisten respon orang yang berarti terhadap peran yang
dilakukan.
3. Kesesuain dan keseimbangan antara peran yang di emban.
4. Keselarasan budaya dan harapan individu terhadap perilaku peran.
5. Pemisahan situasi yang akan menciptakan ketidak sesuain perilaku
peran.
Menurut Stuart and Sunden Penyesuaian individu terhadap
perannya di pengaruhi oleh beberapan faktor, yaitu:
1. Kejelasan prilaku yang sesuai dengan perannya serta pengetahuan
yang spesifik tentang peran yang diharapkan.
2. Konsistensi respon orang yang berarti atau dekat dengan
peranannya.
3. Kejelasan budaya dan harapannya terhadap prilaku perannya.
4. Pemisahan situasi yang dapat menciptakan ketidak selarasan.

Sepanjang kehidupan individu sering menghadapi perubahan-


perubahan peran, baik yang sifatnya menetap atau sementara yang
sifatnya dapat karena situasional. Hal ini, biasanya disebut dengan
transisi peran. Transisi peran tersebut dapat dikategorikan menjadi
beberapa bagian, seperti:
1. Transisi Perkembangan.
Setiap perkembangan dapat menimbulkan ancaman pada
identitas. Setiap perkembangan harus dilalui individu dengan
menjelaskan tugas perkembangan yang berbeda-beda. Hal ini
dapat merupakan stresor bagi konsep diri.
2. Transisi Situasi.
Transisi situasi terjadi sepanjang daur kehidupan, bertambah
atau berkurang orang yang berarti melalui kelahiran atau
kematian, misalnya status sendiri menjadi berdua atau menjadi
orang tua. Perubahan status menyebabkan perubahan peran
yang dapat menimbulkan ketegangan peran yaitu konflik peran,
peran tidak jelas atau peran berlebihan.
3. Transisi Sehat Sakit.
Stresor pada tubuh dapat menyebabkan gangguan gambaran
diri dan berakibat diri dan berakibat perubahan konsep diri.
Perubahan tubuh dapat mempengaruhi semua kompoen konsep
diri yaitu gambaran diri, identitas diri peran dan harga diri.
Masalah konsep diri dapat di cetuskan oleh faktor psikologis,
sosiologi atau fisiologi, namun yang penting adalah persepsi
klien terhadap ancaman.

2.7.4 Identitas
Identitas adalah kesadarn akan diri sendiri yang bersumber dari
observasi dan penilaian yang merupakan sintesa dari semua aspek konsep
diri sendiri sebagai satu kesatuan yang utuh (Stuart and Sudeen, 1991).
Seseorang yang mempunyai perasaan identitas diri yang kuat akan yang
memandang dirinya berbeda dengan orang lain. Kemandirian timbul dari
perasaan berharga (aspek diri sendiri), kemampuan dan penyesuaian diri.
Seseorang yang mandiri dapat mengatur dan menerima dirinya. Identitas
diri terus berkembang sejak masa kanak-kanak bersamaan dengan
perkembangan konsep diri.
Hal yang penting dalam identitas adalah jenis kelamin (Keliat, 2005).
Identitas jenis kelamin berkembang sejak lahir secara bertahap dimulai
dengan konsep laki-laki dan wanita banyak dipengaruhi oleh pandangan
dan perlakuan masyarakat terhadap masing-masing jenis kelamin tersebut.
Perasaan dan prilaku yang kuat akan indentitas diri individu dapat
ditandai dengan:
 Memandang dirinya secara unik.
 Merasakan dirinya berbeda dengan orang lain.
 Merasakan otonomi : menghargai diri, percaya diri, mampu diri,
menerima diri dan dapat mengontrol diri.
 Mempunyai persepsi tentang gambaran diri, peran dan konsep diri
Karakteristik identitas diri dapat dimunculkan dari prilaku dan
perasaan seseorang, seperti:
 Individu mengenal dirinya sebagai makhluk yang terpisah dan
berbeda dengan orang lain.
 Individu mengakui atau menyadari jenis seksualnya.Individu mengakui
dan menghargai berbagai aspek tentang dirinya, peran, nilai dan
prilaku secara harmonis.
 Individu mengaku dan menghargai diri sendiri sesuai dengan
penghargaan lingkungan sosialnya.
 Individu sadar akan hubungan masa lalu, saat ini dan masa yang
akan dating.
 Individu mempunyai tujuan yang dapat dicapai dan di realisasikan
(Meler dikutip Stuart and Sudeen, 1991)

2.7.5 Harga diri


Harga diri adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai
dengan menganalisa seberapa jauh prilaku memenuhi ideal diri (Stuart
and Sundeen, 2006). Frekuensi pencapaian tujuan akan menghasilkan
harga diri yang rendah atau harga diri yang tinggi. Jika individu sering
gagal, maka cenderung harga diri rendah. Harga diri diperoleh dari diri
sendiri dan orang lain. Aspek utama adalah di cintai dan menerima
penghargaan dari orang lain (Keliat, 2005). Biasanya harga diri sangat
rentan terganggu pada saat remaja dan usia lanjut.
Dari hasil riset ditemukan bahwa masalah kesehatan fisik
mengakibatkan harga diri rendah. Harga diri tinggi terkait dengam ansietas
yang rendah, efektif dalam kelompok dan diterima oleh orang lain.
Sedangkan harga diri rendah terkait dengan hubungan interpersonal yang
buruk dan resiko terjadi depresi dan skizofrenia. Gangguan harga diri dapat
digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap diri sendiri termasuk
hilangnya percaya diri dan harga diri. Harga diri rendah dapat terjadi secara
situasional (trauma) atau kronis (negatif self evaluasi yang telah
berlangsung lama) dan dapat di ekspresikan secara langsung atau tidak
langsung (nyata atau tidak nyata).

2.8 MASALAH KEPERAWATAN GANGGUAN KONSEP DIRI


Gangguan konsep diri adalah suatu kondisi dimana individu
mengalami kondisi pembahasan perasaan, pikiran atau pandangan dirinya
sendiri yang negatif. Gangguan konsep diri dapat juga disebabkan adanya
stresor. (Muhith, 2015) & (Potter & Perry, 2005)
Masalah keperawatan gangguan konsep diri terbagi menjadi
beberapa bagian yaitu
2.8.1 Gangguan Citra Tubuh
Gangguan citra tubuh adalah perubahan persepsi tentang
tubuh yang diakibatkan oleh perubahan ukuran bentuk, struktur,
fungsi, keterbatasan, makna, dan objek yang sering kontak dengan
tubuh. Gangguan tersebut diakibatkan kegagalan dalam
penerimaan diri akibat adanya persepsi yang negatif terhadap
tubuhnya secara fisik. (Muhith, 2015)
Perubahan penampilan (ukuran dan bentuk), seperti
amputasi atau perubahan penampilan wajah merupakan stresor
yang sangat jelas mempengarui citra tubuh. Mastektomi, kolostomi,
dan ileostomy dapat mengubah penampilan dan fungsi tubuh,
meski perubahan tersebut tidak tampak ketika individu yang
bersangkutan mengenakan pakaian. Meskipun tidak terlihat oleh
orang lain, perubahan tubuh ini mempunyai efek signifikan pada
individu. (Potter & Perry, 2005)
Klien dengan gangguan citra tubuh mempresepsikan saat ini
dia mengalami sesuatu kekurangan dalam menjaga integritas
tubuhnya dimana dia merasa ada yang kurang dalam hal integritas
tubuhnya sehingga ketika berhubungan dengan lingkungan sosial
merasa ada yang kurang dalam struktur tubuhnya. Persepsi yang
negatif akan struktur tubuhnya ini menjadikan dia malu
berhubungan dengan orang lain. (Muhith, 2015)
Tanda dan gejala gangguan citra tubuh:
 Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang
berubah.
 Tidak menerima perubahan tubuh yang telah terjadi atau
akan terjadi.
 Menolak penjelasan perubahan tubuh.
 Persepsi negatif pada tubuh.
 Preokupasi dengan bagian tubuh yang hilang.
 Mengungkapkan keputusasaan.
 Mengungkapkan ketakutan. (Muhith, 2015)
2.8.2 Gangguan Ideal Diri
Gangguan ideal diri adalah ideal diri yang terlalu tinggi, sukar
dicapai, tidak realistis, ideal diri yang samar, dan tidak jelas serta
cenderung menuntut. Pada klien yang dirawat di rumah sakit
umunya ideal dirinya dapat terganggu atau ideal diri klien terhadap
hasil pengobatan yang terlalu tinggi dan sukar di capai. (Muhith,
2015)
Tanda dan gejala gangguan ideal diri:
 Mengungkapkan keputusan akibat penyakitnya, misal saya
tidak bisa ikut ujian karena sakit, saya tidak bisa lagi jadi
peragawati karena bekas luka operasi di wajah saya, kaki
saya yang dioperasi membuat saya tidak bisa lagi main bola.
 Mengungkapkan keinginan yang terlalu tinggi, misal saya pasti
bisa sembuh pada hal prognosa penyakitnya buruk; setelah
sehat saya akan sekolah lagi padahal penyakitnya
mengakibatkan tidak mungkin lagi sekolah. (Muhith, 2015)

2.8.3 Gangguan Peran


Gangguan penampilan peran adalah berubah atau
berhenti fungsi peran yang disebabkan oleh penyakit, proses
menua, putus seklah, putus hubungan kerja. Peran membentuk
pola perilaku yang diterima secara sosial yang berkaitan dengan
fungsi seorang individu dalam berbagai kelompok sosial. (Potter &
Perry, 2005) & (Muhith, 2015)
Sepanjang hidup seseorang menjalani berbagai perubahan
peran. Perubahan normal yang berkaitan dengan pertumbuhan dan
maturasi mengakibatkan transisi perkembangan.
Transisi tersebut antara lain:
 Transisi situasi, terjadi ketika orangtua, pasangan hidup, atau
teman dekat meninggal atau orang pindah rumah, menikah,
bercerai, atau ganti pekerjaan.
 Transisi sehat-sakit adalah gerakan dari keadaan yang sehat
atau sejahtera kea rah sakit atau sebaliknya.
Perubahan fungsi peran atau bahkan berhentinya fungsi
peran yang biasa dilakukan tersebut menyebabkan seseorang
harus menyesuaikan dengan suasana baru sesuai dengan peran
pengganti yang didapatkan atau seseorang harus mampu
menyesuaikan dengan kondisi yang dialami setelah kehilangan
fungsi peran yang biasa dilakukan.
Masing-masing dari transisi ini dapat mengancam konsep
diri yang mengakbatkan konflik peran, ambiguitas peran, atau
ketegangan peran. (Potter & Perry, 2005) & (Muhith, 2015)
1. Konflik Peran
Konflik peran adalah tidak adanya kesesuaian harapan peran.
Jika seseorang diharuskan untuk secara bersamaan
menerima dua peran atau lebih yang tidak konsisten,
berlawanan, atau sangat eksklusif, maka dapat terjadi konflik
peran. Terdapat tiga jenis dasar konflik peran yaitu
interpersonal, antar-peran, dan peran personal. Konflik
interpersonal terjadi ketika satu orang atau lebih mempunyai
harapan yang berlawanan atau tidak cocok secara individu
dalam peran tertentu. Konflik antar-peran terjadi ketika
tekanan atau harapan yang berkaitan dengan satu peran
melawan tekanan atau harapan yang saling berkaitan. Konflik
personal terjadi ketika tuntutan peran melanggar nilai personal
individu. (Potter & Perry, 2005)
2. Ambiguitas Peran
Ambiguitas peran mencakup harapan peran yang tidak jelas.
Ketika terdapat ketidakjelasan harapan, maka orang menjadi
tidak pasti apa yang harus dilakukan, bagaimana harus
melakukannya, atau keduanya. Ambiguitas peran sering
terjadi pada masa remaja. Remaja mendapat tekanan dari
orang tua, teman sebaya, dan media untuk menerima peran
seperti orang dewasa, namun tetap dalam peran sebagai anak
yang tergantung. (Potter & Perry, 2005)
3. Ketegangan Peran
Ketegangan peran merupakan gabungan dari konflik peran
dan ambiguitas. Ketegangan peran dapat diekspresikan
sebagai perasaan frustasi ketika seseorang merasakan tidak
adekuat atau tidak sesuai dengan peran. Kelebihan beban
peran terjadi ketika individu tidak dapat memutuskan tekanan
mana yang harus dipatuhi karena jumlah tuntutan yang
banyak dan konflik prioritas. Jika individu tidak mampu
beradaptasi dengan stresor tersebut, kesehatan mereka juga
akan beresiko terganggu. (Potter & Perry, 2005)
Tanda dan gejala gangguan peran:
 Mengingkari ketidakmampuan menjalankan peran.
 Ketidakpuasan peran.
 Kegagalan menjalankan peran yang baru.
 Ketegangan menjalani peran yang baru.
 Kurang tanggung jawab.
 .Apatis / bosan / jenuh dan putus asa. (Muhith, 2015)

2.8.4 Gangguan Identitas


Gangguan identitas adalah kekaburan atau ketidakpastian
memandang diri sendiri, penuh dengan keragu-raguan, sukar
menetapkan keinginan dan tidak mampu mengambil keputusan.
(Muhith, 2015)
Identitas dipengaruhi oleh stresor sepanjang hidup. Masa
remaja adalah waktu banyak terjadi prubahan, yang menyebabkan
ketidakamanan dan ansietas. Remaja mencoba menyesuaikan diri
dengan perubahan fisik, emosional, dan mental akibat peningkatan
kematangan. Seseorang yang lebih dewasa biasanya mempunyai
identitas yang lebih stabil dan karenanya konsep diri berkembang
lebih kuat. (Potter & Perry, 2005)
Bingung identitas terjadi karena seseorang tidak mempertahankan
identitas personal yang jelas, konsisten, terus sadar. Kebingungan
identitas dapat terjadi kapan saja dalam kehidupan jika seseorang
tidak mampu beradaptasi dengan stresor identitas. Dalam stress
yang ekstrem seorang individu dapat mengalami depresonalisasi,
yaitu suatu keadaan dimana realitas eksternal dan internal atau
perbedaan antara diri dan orag lai tidak dapat ditetapkan. (Potter &
Perry, 2005)
Persepsi-persepsi dalam gangguan identitas antara lain
(Muhith, 2015):
2.8.4.1 Persepsi psikologis
 Bagaimana watak saya sebenarnya?
 Apa yang membuat saya bahagia atau sedih?
 Apa yang dapat sangat mencemaskan saya?
2.8.4.2 Persepsi sosial
 Bagaimana orang lain memandang saya?
 Apakah mereka menghargai saya bahagia atau sedih?
 Apakah mereka membenci atau menyukai saya?
2.8.4.3 Persepsi fisik
 Bagaimana pandangan saya terhadap penampilan saya?
 Apakah saya orang yang cantik atau jelek?
 Apakah tubuh saya kuat atau lemah?

2.8.5 Gangguan Harga Diri


Harga diri adalah rasa dihormati, diterima, kompeten dan
bernilai. Gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan
yang negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa
gagal mencapai keinginan. Gangguan harga diri identik dengan
harga diri yang rendah. Orang dengan harga diri rendah sering
merasa tidak dicintai dan sering mengalami depresi dan ansietas.
(Potter & Perry, 2005) & (Muhith, 2015)
Banyak stresor yang mempengaruhi harga diri seseorang
(bayi, usia bermain, prasekolah, dan remaja) seperti
ketidakmampuan memenuhi harapan orangtua, kritik yang tajam,
hukuman yang tidak konsisten, persaingan antar saudara
sekandung, dan kekalahan berulang dapat menurunkan nilai diri.
Stresor yang mempengaruhi harga diri orang dewasa mencakup
ketidakberhasilan dalam pekerjaan dan kegagalan dalam
berhubungan. (Potter & Perry, 2005)
Menurut beberapa ahli dikemukakan faktor-Fator yang
mempengaruhi gangguan harga diri, seperti:
2.8.5.1 Perkembangan individu.
Faktor predisposisi dapat dimulai sejak masih bayi, seperti
penolakan orang tua menyebabkan anak merasa tidak
dicintai dan mengkibatkan anak gagal mencintai dirinya
dan akan gagal untuk mencintai orang lain. Pada saat
anak berkembang lebih besar, anak mengalami kurangnya
pengakuan dan pujian dari orang tua dan orang yang
dekat atau penting baginya. Ia merasa tidak adekuat
karena selalu tidak dipercaya untuk mandiri, memutuskan
sendiri akan bertanggung jawab terhadap prilakunya.
Sikap orang tua yang terlalu mengatur dan mengontrol,
membuat anak merasa tidak berguna.
2.8.5.2 Ideal diri tidak realistis.
Individu yang selalu dituntut untuk berhasil akan merasa
tidak punya hak untuk gagal dan berbuat kesalahan. Ia
membuat standart yang tidak dapat dicapai, seperti cita-
cita yang terlalu tinggi dan tidak realistis. Yang pada
kenyataan tidak dapat dicapai membuat individu
menghukum diri sendiri dan akhirnya percaya diri akan
hilang.
2.8.5.3 Gangguan fisik dan mental
Gangguan ini dapat membuat individu dan keluarga
merasa rendah diri.
2.8.5.4 Sistim keluarga yang tidak berfungsi
Orang tua yang mempunyai harga diri yang rendah tidak
mampu membangun harga diri anak dengan baik. Orang
tua memberi umpan balik yang negatif dan berulang-ulang
akan merusak harga diri anak. Harga diri anak akan
terganggu jika kemampuan menyelesaikan masalah tidak
adekuat. Akhirnya anak memandang negatif terhadap
pengalaman dan kemampuan di lingkungannya.
2.8.5.5 Pengalaman traumatik yang berulang
Misalnya akibat aniaya fisik, emosi dan seksual.
Penganiayaan yang dialami dapat berupa penganiayaan
fisik, emosi, peperangan, bencana alam, kecelakan atau
perampokan. Individu merasa tidak mampu mengontrol
lingkungan. Respon atau strategi untuk menghadapi
trauma umumnya mengingkari trauma, mengubah arti
trauma, respon yang biasa efektif terganggu. Akibatnya
koping yang biasa berkembang adalah depresi dan denial
pada trauma.
Gangguan harga diri yang disebut harga diri rendah dapat
terjadi secara:
 Situasional, yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba.
Contoh: harus operasi, kecelakaan, dicerai suami,
putus sekolah, putus hubungan kerja, perasaan malu
karena sesuatu yang terjadi (korban pemerkosaan,
dituduh KKN, dipenjara tiba-tiba).
 Kronik, yaitu perasaan negative terhadap diri telah
berlangsung lama.
Contoh: sebelum sakit atau sebelum dirawat seseorang
telah memiliki cara berpikir yang negatif. Kejadian sakit
dan dirawat akan menambah persepsi negatif terhadap
dirinya. (Muhith, 2015)

Tanda dan gejala gangguan harga diri:


 Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit
dan akibat tindakan terhadap penyakit. Misalnya
maludan sedih karena rambut jadi botak setelah dapat
terapi sinar pada penderita kanker.
 Rasa bersalah terhadap diri sendiri. Misalnya ini tidak
akan terjadi jika saya segera ke rumah sakit,
menyalahkan atau mengejek diri sendiri.
 Merendahkan martabat. Misalnya saya tidak bisa, saya
tidak mampu, saya orang bodoh dan tidak tahu apa-
apa.
 Gangguan hubungan sosial, seperti menarik diri. Klien
tidak ingin bertemu dengan orang lain dan lebih suka
sendiri.
 Percaya diri kurang. Klien sukar mengambil keputusan,
misalnya memilih alternatif tindakan.
 Mencederai diri. Akibat harga diri yang rendah dan
disertai harapan yang suram mungkin klien ingin
mengakhiri keidupan. (Muhith, 2015)
KONSEP DASAR

A. MASALAH UTAMA
Gangguan konsep diri : Harga Diri Rendah
B. PROSES TERJADINYA MASALAH
1. Pengertian
Harga diri adalah penilaian individu tentang nilai personal yang
diperoleh dengan menganalisa seberapa baik perilaku seseorang sesuai
dengan diri sendiri tanpa syarat, walaupun melakukan kesalahan,
kekalahan dan kegagalan, tetap merasa sebagai seseorang yang penting
dan berharga.
Harga diri rendah adalah evaluasi diri dan perasaan tentang diri
sendiri atau kemampuan diri yangnegatif yang dapat secara langsung atau
tidak langsung diekspresikan. (Towsend, 1998).
Harga diri rendah adalah menolak dirinya sebagai sesuatu yang
berharga dan tidak dapat bertanggung jawab atas kehidupan sendiri, gagal
menyesuaikan tingkah laku dancita – cita. (Fk.UNDIP , 2001 )
Kesimpulan harga diri rendah adalah perasaan negatif terhadap diri
sendiri, hilang percayaan diri, harga diri serta menolak dirinya. Tidak dapat
bertanggung jawab atas kehidupan sendiri serta gagal dalam
menyesuaikan tingkah laku dan cita-cita.
2. Tanda-tanda klien dengan harga diri rendah adalah :
a. Perasaan malu terhadap diri sendiri adalah akibat penyakit dan akibat
tindakan terhadap penyakit.
b. Rasa bersalah terhadap diri sendiri
c. Merendahkan martabat
d. Gangguan hubungan sosial seperti menarik diri
e. Percaya diri kurang
f. Menciderai diri
(Stuart dan Sudden ; 1998, hal 230)

3. Faktor-faktor
a. Faktor predisposisi
1. Penolakan orang tua
2. Harapan orang tua yang tidak realistis
3. Kegagalan yang berulang kali
4. Kurang mempunyai tanggung jawab personal
5. Ketergantungan kepada orang lain
6. Ideal diri tidak realistis
b. Faktor presipitasi
1. Citra tubuh yang tidak sesuai
2. Keluhan fisik
3. Ketegangan peran yang dirasakan
4. Perasaan tidak mampu
5. Penolakan terhadap kemampuan personal
6. Perasaan negatif mengenai tubuhnya sendiri

C. POHON MASALAH
Isolasi Sosial = Menarik diri

Gangguan konsep diri = Harga diri Masalah Utama


rendah

Koping individu tidak efektif

D. MASALAH KEPERAWATAN
1. Isolasi Sosial : Menarik diri
Data :
a. Apatis (acuh terhadap lingkungan)
b. Komunikasi verbal menurun atau tidak ada. Klien tidak bercakap-
cakap dengan klien lain atau perawat
c. Mengisolasi diri (menyendiri)
d. Tidak atau c dengan orang lain
e. Aktifitas menurun
f. Harga diri rendah
2. Gangguan konsep diri : Harga diri rendah
Data :
a. Malu terhadap diri sendirfffdi akibat penyakit
b. Rasa bersalah terhadap diri sendiri
c. Merendahkan martabat
d. Gangguan hubungan sosial : menarik diri
e. Percaya diri kurang
f. Menciderai diri

E. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Isolasi sosial : Menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah
2. Gangguan konsep diri : Harga diri rendah berhubungan dengan
koping individu tidak efektif

F. RENCANA KEPERAWATAN
o Isolasi sosial : Menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah
 Tujuan umum
Klien tidak menarik diri dan mampu berhubungan dengan orang lain
secara optimal
 Tujuan khusus
TUK 1 : Klien dapat membina hubungan saling percaya
o Kriteria hasil
Ekspresi wajah bersahabat, tidak acuh, ada kontak mata, mau
berjabat tangan, mau menyebutkan nama, mau bercakap-cakap
dan mengutarakan masalah yang dihadapi
o Intervensi
Bina hubungan saling percaya dengan mengungkapkan prinsip
hubungan therapeutik
1. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
2. Perkenalkan diri dengan sopan
3. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggialan yang
disukai klien
4. Jelaskan tujuan pertemuan
5. Jujur dan menepati janji
6. Selalu kontak mata selama interaksi
7. Tunjukan sikap empati dan penuh perhatian pada klien
TUK 2 : Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek
positif yang dimiliki
o Kriteria hasil
Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif
yang dimiliki
o Intervensi
1. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien
2. Bantu klien mengekspresikan dan menggambarkan
perasaan serta pikirannya
3. Tekankan bahwa kekuatan untuk berubah tergantung pada
klien sendiri
4. Identifikasi stresor yang relevan dan penilaian klien terhadap
stresor tersebut
5. Dukung kekuatan, ketrampilan dan respon koping yang
efektif
6. Utamakan memberi pujian therapeutik
7. Tingkatkan keterlibatan keluarga dan kelompok untuk
memberikan dukungan untuk mempertahankan kemajuan
dan perkembangan klien

TUK 3 : Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan


o Kriteria hasil
Klien menilaim kemampuan yang digunakan
o Intervensi
1. Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih dapat
digunakan
2. Dukung kekuatan, ketrampilan dan respon koping yang
adaptif
3. Utamakan memberi pujian therapeutik
4. Libatkan keluarga dalam perawatan klien

TUK 4 : Klien dapat merencanakan kegiatan harian


1. Dukung klien untuk merencanakan kegiatan harian
2. Rencanakan kegiatan bersama klien, aktivitas yang dapat
dilakukan setiap hari sesuai kemampuan (kegiatan sendiri,
kegiatan dengan bantuan sebagian, kegiatan dengan
bantuan total)
3. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien
4. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh dilakukan
5. Libatkan keluarga dalam perawatan klien

TUK 5 : Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan


kemampuannya
o Kriteria hasil
Klien melakukan kegiatan sesuai dengan kondisi dan
kemampuannya
o Intervensi
1. Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang
telah direncanakan
2. Beri pujian atas keberhasilan klien
3. Beri dukungan yang sesuai dan positif untuk
mempertahankan kemajuan dan pertumbuhannya
4. Libatkan keluarga dalam perawatan klien

TUK 6 : Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada


o Kriteria hasil
Klien memanfaatkan sistem pendukung yang ada
o Intervensi
1. Berikan pendidikan kesehatan kepada keluarga tentang cara
merawat klien dengan harga diri rendah
2. Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat
3. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah sesuai
dengan keadaan klien
TINJAUAN KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. I DENGAN GANGGUAN HARGA
DIRI RENDAH DI RUANG PRIA RUMAH SAKIT HATI KUDUS LANGGUR

A. PENGKAJIAN

I. IDENTITAS KLIEN
1) Nama : Tn. I
2) Umur : 31 Tahun
3) Alamat : Ngabang
4) Status Perkawinan : Menikah
5) Agama : Islam
6) Suku/Bangsa : kei / Indonesia
7) Pendidikan : SD
8) Pekerjaan : Petani
II. KELUHAN UTAMA
Klien mengatakan disuruh ibu dan istri nya untuk melanjutkan berobat,
sering menyendiri dikamar, bicara sedikit, sulit komunikasi.
III. ALASAN MASUK
2 bulan sebelum masuk RS klien sering menyendiri, membanting barang,
bicara sedikit, sulit komunikasi, bicara sendiri dan sulit tidur.
IV. FAKTOR PREDISPOSISI
1. Klien pernah mengalami gangguan jiwa ±3 tahun yang lalu, pernah
rawat jalan di RSUD. KS
2. Kontrol tidak rutin, pengobatan kurang berhasil
3. Klien mengatakan bahwa didalam keluarganya tidak ada anggota
keluarga yang mengalami gangguan jiwa.
4. Klien mempunyai pengalaman masalalu yang tidak menyenangkan
yaitu ia jatuh dari sepeda.
V. PEMERIKSAAN FISIK
1. Tanda – tanda vital :
 Tekanan darah : 130/80 mmHg
 Nadi : 84 x/menit
 Suhu : 36,5 ºC
 Pernafasan : 26 x/menit
Ukuran :
 Tinggi badan : 169 cm
 Berat badan : 62 Kg
2. Kondisi Fisik
Klien tidak mengeluh sakit apa – apa, tidak ada kelainan fisik

VI. PSIKOSOSIAL
1. Genogram

Ket :
: Laki - laki

: Tinggal serumah : Klien

: Perempuan
: Meninggal

2. Konsep Diri
 Citra Tubuh : Klien mengatakan bagian tubuh yang paling disukai
adalah mata karena bisa melihat.
 Identitas : Klien mengatakan anak ke-5 dari 5 bersaudara.
 Peran : Klien mengatakan di dalam keluarganya atau dirumah
sebagai anak.
 Ideal diri : Klien mengatakan ingin cepat sembuh dan pulang, merasa
bosan dan ingin bekerja lagi.
 Harga diri : Klien mengatakan malu berhadapan langsung dengan
orang lain selain ibu dan adiknya,klien merasa tidak pantas jika
berada diantara orang lain, kurang interaksi sosial.
Masalah Keperawatan : harga diri rendah
3. Hubungan Sosial
 Orang yang dekat dengan klien adalah ibu, istri dan ke dua anak ny.
 Peran serta kelompok / masyarakat : sebelum klien sakit sering
mengikuti gotong royong didesanya.
 Hambatan dalam hubungan dengan orang lain: selama klien rawat
jalan / berobat jalan temannya berkurang karena klien malu
berkomunikasi.
Masalah Kepeawatan : Menarik diri
4. Spiritual
Klien mengatakan jarang sholat dalam 5x sehari, jika sholat klien shabis
sholat klien berdoa agar cepat sembuh.

VII. STATUS MENTAL


1. Penampilan : Penampilan klien kurang rapi, klien menggunakan baju
yang disediakan di RS
2. Pembicaraan : Klien berbicara lambat tetapi dapat tercapai dan dapat
dipahami.
3. Aktivitas Motorik : Klien labih banyak menunduk, aktivitas klien
menyesuaikan.
4. Alam perasaan : Klien mengatakan bosan di RS ingin cepat sembuh
dan pulang, klien sedih belum bisa bertemu ibu ,dan keluarganya.
5. Afek : Klien tidak sesuai dalam berfikir, bicara klien lambat
6. Interaksi selama wawancara: Kontak mata kurang karena
menunduk,sesekali klien menengadah,selalu menjawab jika ditanya.
7. Persepsi : Halusinasi saat pengkajian tidak ditemukan.
8. Pola Fikir : Tidak ada waham.
9. Tingkat kesadaran : Klien sadar hari, tanggal dan waktu saat
pengkajian, hari jum’at tanggal 14 november 2020 jam 10.30 WIB,hari
berikutnya juga klien sadar hari sabtu tanggal 15 november 2020.
10. Memori : Daya ingat jangka panjang klien masih ingat masa
lalunya.
11. Tingkat konsentrasi dan berhitung : Klien berhitung lancar, contoh 20
– 15= 5
12. Kemampuan Penilaian : Klien mampu menilai antara masuk kamar
setelah makan atau membiarkan kursi tidak rapi, klien memilih
membereskan kursi.
13. Daya Tilik Diri : Klien tahu dan sadar bahwa dirinya dirumah sakit jiwa.

VIII. MEKANISME KOPING


1. Klien mampu berbicara dengan orang lain,terlihat malu
2. Klien mampu menjaga kebersihan diri sendiri
3. Klien mampu jika ada masalah tidak menceritakan kepada orang
lain,lebih suka diam.
Masalah Keperawatan : Koping Individu Tidak Efektif.

IX. MASALAH PSIKOSOSIAL DAN LINGKUNGAN


1. Masalah berhubungan dengan lingkungan : Klien menarik diri dari
lingkungan
2. Masalah dengan kesehatan (-)
3. Masalah dengan perumahan :Klien tinggal dengan kedua orang
tua dan 2 saudaranya.
4. Masalah dengan Ekonomi : Kebutuhan klien dipenuhi oleh
ibunya.
X. MASALAH KEPERAWATAN
1. Harga Diri Rendah
2. Menarik Diri
3. Koping Individu Tidak Efektif

XI. POHON MASALAH


Menarik Diri _ _ _ _ ( Efek )

Harga Diri Rendah _ _ _ ( Core problem )

Koping Individu Tidak Efektif _ _ _ ( Causa / Penyebab )

XII. ANALISA DATA


No Data Etiologi Problem

1. Ds : Harga diri Rendah Menarik Diri


- Klien mengatakan sering
menunduk, kurangnya
interaksi sosial
Do “
- Klien tampak menyendiri

2. Ds : Koping Individu Harga Diri Renda


- Klien mengatakan teman Tidak Efektif
berkurang semenjak sakit
- Klien malu dengan teman
karena klien merasa tidak
pantas diantara mereka
Do :
- Klien tampak malu saat
berbicara

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Menarik Diri berhubungan dengan Harga Diri Rendah
2. Harga Diri Rendah berhubungan dengan Koping Individu Tidak
Efektif

C. INTERVENSI KEPERAWATAN
Tgl. Dx.Keperaw Tujuan Kriteria Hasil Intervensi
atan
14- Menarik Diri TUM
11- berhubungan -Klien dapat  Klien ekspresi 1. Beri salam / panggil
20 dengan berhubungan wajah bersahabat. nama
harga Diri dengan orang  Klien menunjukan 2. yang disukai
Rendah lain secara rasa senang. 3. Jelaskan BHSP
optimal.  Klien mau kontak dengan komunikasi
-Klien dapat mata. terapeutik
membina  Klien mau 4. Memperkenalkan diri
hubungan saling berjabat tangan. dengan sopan
percaya  Klien mau 5. Tanyakan nama

membalas salam. lengkap dan panggilan

 Klien mau duduk tujuan

berdampingan. 6. Jujur dan menepati


janji
 dengan perawat.
7. Tunjukan sikap empati
 Klien mau
dan menerima klien
menyebut nama
apa adanya
dan mau
8. Lakukan kontak
mengutaraka
singkat tapi sering
masalah yang
dihadapi.
-Klien dapat  Klien mampu 1. Diskusikan
mengidentifikasi mengidentifikasi kemampuan dan
kemampuan dan kemampuan yang aspek positif yang
aspek positif dimiliki dimiliki
yang dimiliki  Aspek positif 2. Hindarkan dari
keluarga penilaian yang negatif
 Aspek positif 3. Utamakan pemberian
lingkungan yang pujian yang realistic
dimiliki klien
 Klien mampu 1. Diskusikan
-Klien dapat menilai kemampuan yang
menilai kemampuan yang dapat digunakan
kemampuan dimiliki selama selama sakit
yang dimiliki sakit 2. Diskusikan
kemampuan yang
dapat ditunjukan
penggunaannya
-Klien dapat  Klien dapat 1. Rencanakan bersama
menetapkan membuat rencana klien aktifitas yang
perencanaan kegiatan harian dapat dilakukan setiap
kegiatan sesuai hari
dengan - Kegiatan mandiri
kemampuannya - Dibantu sebagian
- Dengan bantuan total
Tingkatkan kegiatan
sesuai dengan
toleransi kondisi klien
2. Beri contoh cara
pelaksanaan kegiatan
yang boleh klien
lakukan
-Klien dapat  Klien melakukan 1. Beri kesempatan klien
melakukan kegiatan yang untuk mencoba
kegiatan sesuai kegiatan yang telah
kondisi sakit dan sesuai direncanakan
kemampuannya dengankondisi 2. Beri pujian atas
sakit dan keberhasilan klien
kemampuannya 3. Diskusikan
kemungkinan
melaksanakan
dirumah.
-Klien dapat  Klien dapat 1. Beri pendidikan
memanfaatkan memanfaatkan kesehatan cara
sistem system perawatan klien
pendukung yang pendukung dengan Harga Diri
ada dikeluarga secara Rendah
optimal 2. Bantu keluarga
 Klien daoat menyiapkan
memanfaatkan lingkungan di rumah.
system
pendukung
dilingkungan
sekitar.
14 - Harga Diri TUM
11 - Rendah -Klien dapat
20 berhubungan melakukan
dengan keputusan yang
Koping efektif untuk
Individu mengendalikan
Tidak Efektif situasi
kehidupan yang
demikian
menurunkan
perasaan
rendah diri  Klien mampu 1. Lakukan pendekatan
-Klien dapat duduk dengan baik,
menbina berdampingan menerima klien apa
hubungan adanya dan bersikap
terapeutik dengan perawat empati
dengan perawat  Klien mampu 2. Cepat mengendalikan
berbincang - perasaan dan reaksi
bincang dengan perawatan diri sendiri
perawat misalnya rasa
 Klien mampu marah ,empati.
merespon 3. Sediakan waktu untuk
tindakan perawat berdiskusi dan bina
hubungan yang sopan.
4. Berikan kesempatan
kepada klien untuk
merespon.
-Klien dapat  Klien dapat 1. Tunjukan emosional
mengenali dan mengungkapkan yang sesuai
mengekspresika perasaannya 2. Gunakan tekhnik
n emosinya  Klien mampu komunikasi terapeutik
mengenali terbuka,
emosinya dan 3. Bantu klien
dapat mengekspresikan
mengekspresikan perasaannya
nya 4. Bantu klien
mengidentifikasikan
situasi kehidupan yang
tidak berada dalam
kemampuan dan
mengontrolnya
5. Dorong untuk
menyatakan secara
verbal perasaan –
perasaan yang
berhubungan dengan
ketidak mampuannya.
-Klien dapat  Klien dapat 1. Diskusikan masalah
memodifikasi mengidentifikasi yang dihadapi klien
pola kognitif pemikiran yang dengan memintanya
yang negative negatif untuk
 Klien dpat menyimpulkannya
menurunkan 2. Identifikasi pemikiran
penilaian yang negatif klien dan bantu
negatifpada untuk menurunkan
dirinya. melalui interupsi dan
substitusi
3. Evaluasi ketetapan
persepsi logika dan
kesimpulan yang
dibuat klien
4. Kurangi penilaian klien
yang negatif terhadap
dirinya
5. Bantu klien menerima
nilai yang dimilikinya
atau perilakunya atau
perubahan yang terjadi
pada dirinya.
-Klien dapat  Klien mampu 1. Libatkan klien dalam
berpartisipasi menentukan menetapkan tujuan
dalam kebutuhan untuk yang ingin dicapai
mengambil perawatan pada 2. Motivasi klien untuk
keputusan yang dirinya membuat jadwal
berkenan  Klien dapat aktivitas perawatan
dengan berpartisipasi dirinya
perawatan dalam 3. Berikan privasi sesuai
dirinya pengambilan kebutuhan yang
keputusan ditentukan
4. Berikan reinsforcement
posotif tentang
pencapaian kegiatan
yang telah sesuai
dengan keputusan
yang ditentukannya

D. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN


Tanggal / No Implementasi Evaluasi
Jam
15 1 1. Bina hubungan saling S:
november 1 percaya dengan :  Klien menjawab salam dan mengatakan
2020  Menyapa klien dengan selamat pagi,menyebutkan nama dan
Jam ramah alamat
12.30  Memperkenalkan diri O:
dengan sopan  Klien mau berjabat tangan
 Menanyakan nama  Klien mau duduk berdampingan dengan
lengkap serta alamat perawat
klien  Klien mau mengutarakan masalahnya
 Menunjukan sikap A : SP 1 tercapai
empati, jujur dan Pp :
menempati janji Lanjutkan SP 2 adakan kontrak waktu
 Menanyakan masalah pertemuan berikutnya.
yang dihadapi Pk :
Anjurkan klien untuk dapat menyapa
perawat jika bertemu dan percaya jika
perawat akan membantu masalah yang
dihadapi
15 2. Bina hubungan S:
november terapeutik dengan  Klien mau duduk berdampingan dengan
2020 perawat dengan : perawat
Jam  Pendekatan dengan baik O:
15.30 ,menerima klien apa  Klien mampu berbincang – bincang
adanya dengan perawat
 Mengidentifikasi  Klien mampu merespon tindakan perawat.
perasaan dan reaksi A : SP 2 tercapai
perawatan diri sendiri P:
 Menyediakan waktu -Lanjutkan SP 3 adakan kontrak waktu
untuk bina hubungan pertemuan berikutnya.
yang sopan
 Menberikan kesempatan -Anjurkan klien mampu
untuk merespon berkomunikasi,mampu memulai berbicara
dan tidak janggung.

S:
16 3. Mengidentifikasi  Klien mengatakan cara penilaian positif
november kemampuan dan aspek tidak boleh berfikir jelek terhadap orang
2020 positif yang dimiliki lain,sopan santun dan ramah yang
Jam dengan : diutamakan.
17.00  Membantu O:
mengidentifikasi dengan  Klien dapat mengungkapkan perasaannya
aspek yang positif A : SP 3 teratasi sebagian
 Mendorong agar P:
berpenilaian positif -lanjutkan SP 1 keluarga
 Membantu
mengungkapkan -Anjurkan klien untuk mempertahankan
perasaannya hubungan saling percaya berinteraksi
secara terarah.
DAFTAR PUSATAKA

Keliat, Budi.A., Panjaitan, R.U., & Daulima, N.H.C. 2005. Proses keperawatan
kesehatan jiwa,Edisi 2. Jakarta : EGC

Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses dan
Praktik Edisi 4. Jakarta: EGC

Stuart & Sundeen. (2006). Keperwatan psikiatrik: Buku Saku Keperawatan Jiwa
Edisi 5 Jakarta EGC

Muhith, Abdul. 2015. Pendidikan Keperawatan Jiwa Teori dan Aplikasi. Jakarta:
ANDI

Stuart, G.W. dan Sudeen, S.J. (1995). “Principles And Practice Of Psychiatric
Nursing”. (6th ed). St. Louis : Mosby year book

Town send, M.C. (1998). “Diagnosa Keperawatan Psikiatri : Pedoman untuk


pembuatan rencana keperawatan”. Jakarta : EGC (terjemahan)

Anda mungkin juga menyukai