Anda di halaman 1dari 17

NILAI, SIKAP, KEPRIBADIAN, EMOSI, DAN KEPUASAN KERJA

DALAM LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah:


Perilaku Organisasi Pendidikan Islam

Dosen Pengampu:
Dr. Hj. Sulistyorini, M.Pd.

Disusun oleh:
Yayuk Winarti

21129501094
Kelas A

PROGRAM DOKTOR MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SAYYID ALI RAHMATULLAH
TULUNGAGUNG
2021
A. PENDAHULUAN

Dalam manajemen, fungsi utama pada organisasi adalah dalam hal pengawasan.
Organisasi perlu memantau para pekerjanya terhadap nilai, sikap, kepribadian, emosi,
dan kepuasan kerja yang memilki hubungan dengan perilaku. Apakah ada pengaruh
antara kepuasan atau ketidakpuasan karyawan pada pekerjaan di tempat bekerja. Dalam
organisasi, nilai, sikap, kepribadian, emosi, dan kepuasan kerja amatlah penting karena
merupakan komponen perilakunya.
Pada umumnya, penelitian menyimpulkan bahwa individu mencari konsistensi di
antara sikap mereka serta antara sikap dan perilaku mereka. Seseorang bisa memiliki
ribuan sikap, sikap kerja berisi evaluasi positif atau negatif yang dimiliki oleh karyawan
tentang aspek-aspek lapangan kerja mereka, ada tiga sikap yaitu, kepuasan kerja,
keterlibatan pekerjaan, dan komitmen organisasional. Seseorang dengan tingkat kepuasan
kerja yang tinggi memiliki perasaan-perasaan positif tentang pekerjaan tersebut,
sementara seseorang yang tidak puas memiliki perasaan-perasaan yang negatif tentang
pekerjaan tersebut.
Keterlibatan pekerjaan, mengukur sampai tingkat mana individu secara psikologis
memihak pekerjaan mereka dan menganggap penting tingkat kinerja yang dicapai
sebagai bentuk penghargaan diri. Karyawan yang mempunyai tingkat keterlibatan
pekerjaan yang tinggi sangat memihak dan benar-benar peduli dengan bidang pekerjaan
yang mereka lakukan. Tingkat keterlibatan pekerjaan dan pemberian wewenang yang
tinggi benar-benar berhubungan dengan kewargaan organisasional dan kinerja pekerjaan.
Keterlibatan pekerjaan yang tinggi berarti memihak pada pekerjaan tertentu seorang
individu, sementara komitmen organisosial yang tingi berarti memihak organisasi yang
merekrut individu tersebut. Penilaian seorang karyawan tentang seberapa ia merasa puas
atau tidak puas dengan pekerjaan merupakan penyajian yang rumit dari sejumlah elemen
pekerjaan yang berlainan. Berbagai studi independen, yang diadakan diantara para
pekerja AS selama 30 tahun terakhir, pada umumnya menunjukkan bahwa mayoritas
pekerja merasa puas dengan pekerjaan mereka. Meskipun jarak persentasinya lebar,
tetapi lebih banyak individu melaporkan bahwa mereka merasa puas dibandingkan tidak
puas.
Lalu apakah yang menyebabkan kepuasan kerja? Dari segi kepuasan kerja (kerja
itu sendiri, bayaran, kenaikan jabatan, pengawasan, dan rekan kerja), menikmati kerja itu
sendiri hampir selalu merupakan segi yang paling berkaitan erat dengan tingkat kepuasan
kerja yang tinggi secara keseluruhan.

B. PEMBAHASAN
1. Nilai dalam Perilaku Organisasi
a. Pengertian Nilai
Menurut Sofyandi dkk dalam Wijaya, menyatakan bahwa nilai adalah suatu
modus (cara) perilaku atau keadaan akhir dari eksistensi yang khas lebih dapat
disukai secara pribadi atau sosial dari pada suatu modus perilaku atau keadaan akhir
eksistensi yang berlawanan atau kebalikannya.
Menurut Gibson dkk, Nilai-nilai atau Values adalah kesadaran, hasrat afektif
atau keinginan orang yang menunjukkan perilaku mereka. Nilai-nilai personal
individu menunjukkan perilaku didalam dan diluar pekerjaan. Apabila serangkaian
nilai-nilai orang adalah penting, maka akan menunjukkan orang dan juga
mengembangkan perilaku konsisten untuk semua situasi.
McShane dkk, berpendapat bahwa nilai-nilai adalah keyakinan yang stabil
dan evaluatif yang menunjukkan prefensi kita untuk hasil atau tindakan dalam
berbagai situasi. Nilai-nilai ini berfungsi sebagai pedoman moral yang mengarahkan
motivasi, keputusan dan mendefinisikan siapa kita sebagai individu dan sebagai
anggota kelompok dan nilai-nilai yang sama.
Berdasarkan pendapat para ahli, dapat disimpulkan bahwa nilai merupakan
suatu cara untuk menilai hasil akhir seseorang dalam melakukan aktifitas, baik
secara personal maupun secara kelompok. Yang mana nilai juga sebagai pedoman
yang mengarah pada motivasi kerja sesorang agar mencapai tingkat kepuasan kerja
yang maksimal.

b. Tipe Nilai
Ada beberapa pendekatan dalam melakukan klasifikasi tipe nilai-nilai,
diantaranya adalah:
1) Terminal dan Instrumental Values
Terminal values adalah keadaan akhir nilai-nilai yang diharapkan, tujuan
orang ingin mencapai selama hidupnya. Sedangkan instrumental values adalah
cara berperilaku yang disukai atau sarana bagi seseorang untuk mencapai terminal
values. Banyak studi mencatat bahwa nilai-nilai bervariasi di antara kelompok
orang dalam pekerjaan atau kategori yang sama, sebagai manajer korporasi,
anggota perserikatan, orang tua tau murid, cenderung mempunnyai nilai-nilai
sama. Studi lain menunjukkan adanya perbedaan terminal value dan instrumental
value dari mereka yang berada dalam posisi berbeda. Dengan bahasa yang lebih
sederhana, dapat dikatakan bahwa terminal value adalah keadaan nilai pada akhir
suatu proses. Sedangkan instrumental value merupakan nilai untuk menuju pada
tercapainya terminal value.
2) Scwartz Value Theory
Scwartz meyakini nilai-nilai bersifat motivasional. Apabila prestasi
seseorang dihargai akan mengakibatkan orang tersebut bekerja keras untuk
mendapatkan promosi di pekerjaan.

c. Macam-macam Nilai
Menurut Greert Hofstede, berdasarkan hasil penelitiannya
menyimpulkan ada 6 variasi nilai untuk menganalisisnya.
1) Power distance (jarak kekuasaan), yaitu hingga sejauh mana anggota masyarakat
yang memiliki kekuasaan yang rendah menerima distribusi kekuasaan yang tidak
sama.
2) Quantity and Quality (kuantitas dan kualitas kehidupan). Kuantitas kehidupan
adalah sampai tingkatan mana nilai-nilai seperti ketegasan perolehan unag dan
bahan material, serta persaingan itu gagal. Kulitas kehidupan adalah sampai
tingkat mana orang menghargai hubungan dan memperlihatkan kepekaan dan
keprihatinan untuk kesejahteraan orang lain.
3) Individualism Vs Collectivision (indivudualisme lawan kolektif) yaitu seseorang
lebih memperhatikan diri sendiri dbandingkan collectivism yang menghendaki
seseorang yang mempunyai tanggung jawab yang lebih luas yaitu tanggug jawab
sosial.
4) Uncertainty avoidance (penghindaran ketidakpastian) yaitu atribut budaya yang
menggambarkan sejauh mana suatu masyarakat merasa terancam oleh situasi
yang tak pasti dan ambigu dan mencoba menghindari situasi itu.
5) Long term and short tern orintation (prientasi jangka panjang dan jangka pendek).
Orientasi jangka panjang adalah dimana nila-nilai yang dipakai oleh masyarakat
atau organisasi berorientasi ke masa depan serta menghargai penghematan dan
ketekunan. Sementara orang yang berorintasi jangka pendek menghargai masa
lampau dan masa sekarang serta menekankan penghargaan akan tradisi dan
mematuhi kewajiban sosial.
6) Masculinity, yaitu pembagian peran antara pria dan wanita, yang didalamnya pria
memiliki sifat memaksa dan memiliki peran yang dominan sementara wanita
memiliki peran yang lebih banyak berhubungan dengan perhatian pada kualitas
kehidupan dan hubungan.

d. Fungsi Nilai
Dari segi fungsinya, nilai memiliki dua fungsi, yaitu fungsi utama dan fungsi
langsung, adapun fungsi utama nilai sebagai berikut;
Nilai sebagai standar, fungsinya yaitu: pertama, membimbing individu dalam
mengambil posisi tertentu dalam social issues tertentu; kedua, memengaruhi individu
untuk lebih menyukai ideologi politik tertentu dibanding ideologi poitik yang lain;
ketiga, mengarahkan cara menampilkan diri pada orang lain; keempat, melakukan
evaluasi dan membuat keputusan; kelima, mengarahkan tampilan tingkah laku
membujuk dan memengaruhi orang lain, memberi tahu individu akan keyakinan,
sikap, nilai, dan tingkah laku individu lain yang berbeda, yang bisa diprotes dan
dibantah, bisa dipengaruhi dan diubah. Sistem nilai sebagai rencana umum dalam
memecahkan konflik dan pengambilan keputusan.
Fungsi langsung yaitu fungsi ini mengarahkan tingkah laku individu dalam
situasi sehari-hari, sedangkan fungsi tidak langsungnya adalah mengekspresikan
kebutuhan dasar sehingga nilai dikatakan memiliki fungsi motivasional. Nilai
berperan sebagai standar yang mengarahkan tingkah laku. Nilai membimbing
individu untuk memasuki suatu situasi dan cara individu bertingkah laku dalam
situasi tersebut. Danandjaja mengemukakan bahwa nilai memberi arah pada sikap,
keyakinan dan tingkah laku seseorang, serta memberi pedoman untuk memilih
tingkah laku yang diinginkan pada setiap individu. Karena nilai berpengaruh pada
tingkah laku sebagai dampak dari pembentukan sikap dan keyakinan sehingga dapat
dikatakan bahwa niliai merupakan faktor penentu dalam bebagai tingkah laku sosial.

2. Sikap Dalam Perilaku Organisai


a. Pengertian sikap
Menurut Winardi sikap adalah determinan perilaku, karena mereka berkaitan
dengan persepsi, kepribadian, dan motivasi. Sikap (atitude) adala pernyataan
evaluatif baik yang menyenangkan maupun tidak menyenangkan terhadap objek,
individu atau peristiwa. Hal ini mencerminkan bagaimana perasaan seseorang
tentang sesuatu. Menurut Kreitner dan Kinicki dalam Stephen, sikap adalah sebagai
suatu kecenderungan yang dipelajari untuk merespon dengan cara menyenangkan
atau tidak menyenangkan secara konsisten berkenaan dengan objek tertentu.
Dapat disimpulkan bahwa sikap adalah kecendrungan pernyataan seseorang,
baik menyenangkan maupun tidak menyenangkan yang mencerrminkan bagaimana
merasa tentang orang, objek atau kejadian dalam lingkungannya.
b. Komponen Sikap
Perbedaan antara sikap dan nilai-nilai diperjelas dengan mempertimbangkan
adanya tiga komponen sikap, yaitu affective, cognitive, dan behavioral. Namun,
perlu dicatat bahwa sikap kita secara menyeluruh terhadap seseorang atau sesuatu
adalah fungsi pengaruh kombinasi dari tiga komponen tersebut.
Affective Component merupakan perasaan atau emosi yang dimiliki seseorang
tentang objek atau situasi tertentu. Cognitive Component merupakan keyakinan atau
Gagasan yang dimiliki orang tentang objek atau situasi. Behavioral Component
menunjukkan bagaimana bermaksud atau mengharapkan bertindak terhadap
seseorang atau sesuatu.
Sedangkan komponen sikap menurut McShane dan Von Glinow terdiri dari
beliefs, feelings, dan behavioral intentions, yang dapat dijelaskan sebagai berikut;
Belief merupakan persepsi yang ditimbulkan tentang objek sikap, yang kita yakin
benar. Feelings atau perasaan mencerminkan evaluasi positif atau negatif dari sikap
objek. sementara orang berpikir bahwa meger adalah baik, sedangkan lainnya
berpikir bahwa meger itu buruk. Suka atau tidak suka kita terhadap meger
merupakan penilaian perasaan. Behavioral Intentions merupakan motivasi untuk
terikat dalam perilaku tertentu menurut objek sikap.

3. Kepribadian dalam Perilaku Organisasi


Berdasarkan psikologi, Gordon Allport menyatakan bahwa kepribadian sebagai
suatu organisasi (berbagai aspek psikis dan fisik) yang merupakan suatu struktur dan
sekaligus proses. Jadi, kepribadian merupakan sesuatu yang dapat berubah. Secara
eksplisit Allport menyebutkan, kepribadian secara teratur tumbuh dan mengalami
perubahan.
Sedangkan menurut Gordon W. Allport (Calvin S. Hall dan Gardner Lindzey,
2005) kepribadian adalah organisasi dinamis dalam diri individu sebagai sistem psiko-
fisik yang menentukan caranya yang unik dalam menyesuaikan diri terhadap
lingkungannya. Kata kunci dari pengertian kepribadian adalah penyesuaian diri.
Scheneider (1964) mengartikan penyesuaian diri sebagai “suatu proses respons individu
baik yang bersifat behavioral maupun mental dalam upaya mengatasi kebutuhan-
kebutuhan dari dalam diri, ketegangan emosional, frustrasi dan konflik, serta
memelihara keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan tersebut dengan tuntutan
(norma) lingkungan.
Merujuk pada beberapa pendapat para ahli tersebut, dapat diambil kesimpulan,
kepribadian adalah keseluruhan cara di mana seorang individu bereaksi dan berinteraksi
dengan individu lain. Kepribadian paling sering dideskripsikan dalam istilah sifat yang
bisa diukur yang ditunjukkan oleh seseorang. Disamping itu kepribadian sering
diartikan dengan ciri-ciri yang menonjol pada diri individu.
Sedangkan yang dimaksud dengan unik adalah kualitas perilaku itu khas sehingga
dapat dibedakan antara individu satu dengan individu lainnya. Keunikannya itu
didukung oleh keadaan struktur psiko-fisiknya, misalnya konstitusi dan kondisi fisik,
tampang, hormon, segi kognitif dan afektifnya yang saling berhubungan dan
berpengaruh, sehingga menentukan kualitas tindakan atau perilaku individu yang
bersangkutan dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
Berkaitan dengan kepribadian individu, terdapat beberapa teori kepribadian yang
sudah banyak dikenal, diantaranya : teori Psikoanalisa dari Sigmund Freud, teori
Analitik dari Carl Gustav Jung, teori Sosial Psikologis dari Adler, Fromm, Horney dan
Sullivan, teori Personologi dari Murray, teori Medan dari Kurt Lewin, teori Psikologi
Individual dari Allport, teori Stimulus-Respons dari Throndike, Hull, Watson, teori The
Self dari Carl Rogers dan sebagainya. Sementara itu, Abin Syamsuddin (2003)
mengemukakan tentang aspek-aspek kepribadian, yang di dalamnya mencakup :
1. Karakter yaitu konsekuen tidaknya dalam mematuhi etika perilaku, konsiten tidaknya
dalam memegang pendirian atau pendapat.
2. Temperamen yaitu disposisi reaktif seorang, atau cepat lambatnya mereaksi terhadap
rangsangan-rangsangan yang datang dari lingkungan.
3. Sikap; sambutan terhadap objek yang bersifat positif, negatif atau ambivalen.
4. Stabilitas emosi yaitu kadar kestabilan reaksi emosional terhadap rangsangan dari
lingkungan. Seperti mudah tidaknya tersinggung, marah, sedih, atau putus asa.
5. Responsibilitas (tanggung jawab) adalah kesiapan untuk menerima risiko dari
tindakan atau perbuatan yang dilakukan. Seperti mau menerima risiko secara wajar,
cuci tangan, atau melarikan diri dari risiko yang dihadapi.
6. Sosiabilitas yaitu disposisi pribadi yang berkaitan dengan hubungan interpersonal.
Seperti : sifat pribadi yang terbuka atau tertutup dan kemampuan berkomunikasi
dengan orang lain.
Setiap individu memiliki ciri-ciri kepribadian tersendiri, mulai dari yang
menunjukkan kepribadian yang sehat atau justru yang tidak sehat. Dalam hal ini,
Elizabeth (Syamsu Yusuf, 2003) mengemukakan ciri-ciri kepribadian yang sehat dan
tidak sehat, sebagai berikut :
1. Kepribadian yang sehat
a. Mampu menilai diri sendiri secara realisitik; mampu menilai diri apa adanya
tentang kelebihan dan kekurangannya, secara fisik, pengetahuan, keterampilan
dan sebagainya.
b. Mampu menilai situasi secara realistik; dapat menghadapi situasi atau kondisi
kehidupan yang dialaminya secara realistik dan mau menerima secara wajar, tidak
mengharapkan kondisi kehidupan itu sebagai sesuatu yang sempurna.
c. Mampu menilai prestasi yang diperoleh secara realistik; dapat menilai keberhasilan
yang diperolehnya dan meraksinya secara rasional, tidak menjadi sombong,
angkuh atau mengalami superiority complex, apabila memperoleh prestasi yang
tinggi atau kesuksesan hidup. Jika mengalami kegagalan, dia tidak mereaksinya
dengan frustrasi, tetapi dengan sikap optimistik.
d. Menerima tanggung jawab; dia mempunyai keyakinan terhadap kemampuannya
untuk mengatasi masalah-masalah kehidupan yang dihadapinya.
e. Kemandirian; memiliki sifat mandiri dalam cara berfikir, dan bertindak, mampu
mengambil keputusan, mengarahkan dan mengembangkan diri serta
menyesuaikan diri dengan norma yang berlaku di lingkungannya.
f. Dapat mengontrol emosi; merasa nyaman dengan emosinya, dapat menghadapi
situasi frustrasi, depresi, atau stress secara positif atau konstruktif , tidak
destruktif (merusak)
g. Berorientasi tujuan; dapat merumuskan tujuan-tujuan dalam setiap aktivitas dan
kehidupannya berdasarkan pertimbangan secara matang (rasional), tidak atas
dasar paksaan dari luar, dan berupaya mencapai tujuan dengan cara
mengembangkan kepribadian (wawasan), pengetahuan dan keterampilan.
h. Berorientasi keluar (ekstrovert); bersifat respek, empati terhadap orang lain,
memiliki kepedulian terhadap situasi atau masalah-masalah lingkungannya dan
bersifat fleksibel dalam berfikir, menghargai dan menilai orang lain seperti
dirinya, merasa nyaman dan terbuka terhadap orang lain, tidak membiarkan
dirinya dimanfaatkan untuk menjadi korban orang lain dan mengorbankan orang
lain, karena kekecewaan dirinya.
i. Penerimaan sosial; mau berpartsipasi aktif dalam kegiatan sosial dan memiliki
sikap bersahabat dalam berhubungan dengan orang lain.
j. Memiliki filsafat hidup; mengarahkan hidupnya berdasarkan filsafat hidup yang
berakar dari keyakinan agama yang dianutnya.
k. Berbahagia; situasi kehidupannya diwarnai kebahagiaan, yang didukung oleh
faktor-faktor achievement (prestasi),acceptance (penerimaan), dan affection
(kasih sayang).

2. Kepribadian yang tidak sehat


a. Mudah marah (tersinggung)
b. Menunjukkan kekhawatiran dan kecemasan
c. Sering merasa tertekan (stress atau depresi)
d. Bersikap kejam atau senang mengganggu orang lain yang usianya lebih muda atau
terhadap binatang
e. Ketidakmampuan untuk menghindar dari perilaku menyimpang meskipun sudah
diperingati atau dihukum
f. Kebiasaan berbohong
g. Hiperaktif
h. Bersikap memusuhi semua bentuk otoritas
i. Senang mengkritik/mencemooh orang lain
j. Sulit tidur
k. Kurang memiliki rasa tanggung jawab
l. Sering mengalami pusing kepala (meskipun penyebabnya bukan faktor yang
bersifat organis)
m. Kurang memiliki kesadaran untuk mentaati ajaran agama
n. Pesimis dalam menghadapi kehidupan
o. Kurang bergairah (bermuram durja) dalam menjalani kehidupan
Faktor-faktor Penentu Kepribadian
1. Faktor Keturunan
Keturunan merujuk pada faktor genetika seorang individu. Tinggi fisik, bentuk wajah,
gender, temperamen, komposisi otot dan refleks, tingkat energi dan irama biologis
adalah karakteristik yang pada umumnya dianggap, entah sepenuhnya atau secara
substansial, dipengaruhi oleh siapa orang tua dari individu tersebut, yaitu komposisi
biologis, psikologis, dan psikologis bawaan dari individu.
Terdapat tiga dasar penelitian yang berbeda yang memberikan sejumlah
kredibilitas terhadap argumen bahwa faktor keturunan memiliki peran penting dalam
menentukan kepribadian seseorang. Dasar pertama berfokus pada penyokong genetis
dari perilaku dan temperamen anak-anak. Dasar kedua berfokus pada anak-anak
kembar yang dipisahkan sejak lahir. Dasar ketiga meneliti konsistensi kepuasan kerja
dari waktu ke waktu dan dalam berbagai situasi.
Penelitian terhadap anak-anak memberikan dukungan yang kuat terhadap
pengaruh dari faktor keturunan.Bukti menunjukkan bahwa sifat-sifat seperti perasaan
malu, rasa takut, dan agresif dapat dikaitkan dengan karakteristik genetis bawaan
Temuan ini mengemukakan bahwa beberapa sifat kepribadian mungkin dihasilkan
dari kode genetis sama yang memperanguhi faktor-faktor seperti tinggi badan dan
warna rambut.
Para peneliti telah mempelajari lebih dari 100 pasangan kembar identik yang
dipisahkan sejak lahir dan dibesarkan secara terpisah. Ternyata peneliti menemukan
kesamaan untuk hampir setiap ciri perilaku, ini menandakan bahwa bagian variasi
yang signifikan di antara anak-anak kembar ternyata terkait dengan faktor genetis.
Penelitian ini juga memberi kesan bahwa lingkungan pengasuhan tidak begitu
memengaruhi perkembangan kepribadian atau dengan kata lain, kepribadian dari
seorang kembar identik yang dibesarkan di keluarga yang berbeda ternyata lebih mirip
dengan pasangan kembarnya dibandingkan kepribadian seorang kembar identik
dengan saudara-saudara kandungnya yang dibesarkan bersama-sama.

2. Faktor lingkungan
Faktor lain yang memberi pengaruh cukup besar terhadap pembentukan
karakter adalah lingkungan di mana seseorang tumbuh dan dibesarkan oleh norma
dalam keluarga, teman dan kelompok sosial; dan pengaruh-pengaruh lain yang
seorang manusia dapat alami. Faktor lingkungan ini memiliki peran dalam membentuk
kepribadian seseorang. Sebagai contoh, budaya membentuk norma, sikap, dan nilai
yang diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya dan menghasilkan
konsistensi seiring berjalannya waktu sehingga ideologi yang secara intens berakar di
suatu kultur mungkin hanya memiliki sedikit pengaruh pada kultur yang lain.
Misalnya, orang-orang Amerika Utara memiliki semangat ketekunan, keberhasilan,
kompetisi, kebebasan, dan etika kerja protes yang terus tertanam dalam diri mereka
melalui buku, sistem sekolah, keluarga, dan teman, sehingga orang-orang tersebut
cenderung ambisius dan agresif bila dibandingkan dengan individu yang dibesarkan
dalam budaya yang menekankan hidup bersama individu lain, kerja sama, serta
memprioritaskan keluarga daripada pekerjaan dan karier.

Sifat-sifat Kepribadian
Berbagai penelitian awal mengenai struktur kepribadian berkisar di seputar upaya
untuk mengidentifikasikan dan menamai karakteristik permanen yang menjelaskan
perilaku individu seseorang. Karakteristik yang umumnya melekat dalam diri seorang
individu adalah malu, agresif, patuh, malas, ambisius, setia, dan takut. Karakteristik-
karakteristik tersebut jika ditunjukkan dalam berbagai situasi, disebut sifat-sifat
kepribadian. Sifat kepribadian menjadi suatu hal yang mendapat perhatian cukup besar
karena para peneliti telah lama meyakini bahwa sifat-sifat kepribadian dapat membantu
proses seleksi karyawan, menyesuaikan bidang pekerjaan dengan individu, dan
memandu keputusan pengembangan karier.

4. Emosi dalam Perilaku Organisasi


Emosi merupakan suatu keadaan dimana seseorang meluapkan pikiran dan
perasaanya termasuk sikap maupun tingkah laku yang dikeluarkan dalam bentuk
ekspresi tertentu. Emosi juga diartikan sebagai reaksi terhadap seseorang atau suatu
kejadian. Biasanya pengungkapan emosi bisa ditunjukkan ketika seseorang sedang
marah, kecewa, merasa senang kepada sesuatu, atau takut terhadap sesuatu.
Sebuah organisasi yang berjalan baik adalah organisasi yang berhasil meniadakan
frustasi, takut, marah, benci, marah, gembira, dan sebagainya. Emosi-emosi tersebut
adalah antithesis dari rasionalitas. Beberapa emosi, terutama bila ditampilkan pada saat
yang salah, dapat mengurangi kinerja karyawan. Namun realitasnya tetap saja bahwa
karyawan membawa serta satu komponen emosi bersama mereka ke tempat kerjanya
dan tidak ada studi yang komprehensif tanpa mempertimbangkan peran dari emosi di
tempat kerja.
Berkaitan dengan emosi, ada 3 hal yang terjalin erat satu sama lain, yaitu
pengaruh (affect), emosi, dan suasana hati (mood). Pengaruh meliputi kisaran luas
perasaan yang dialami orang, merupakan satu konsep yang meliputi baik emosi maupun
suasana hati. Sedangkan, suasana hati adalah perasaan yang cenderung menjadi kurang
intens dibandingkan emosi, dan yang kekurangan stimulus kontekstual.
Emosi adalah reaksi terhadap suatu objek, bukan suatu sifat. Sedangkan suasana
hati tidak dikaitkan dengan suatu objek. Emosi dapat berubah menjadi suasana hati bila
kita kehilangan fokus pada objek yang kontekstual.
Berkaitan dengan perilaku organisasi, emosi dapat terjadi apabila karyawan
mengekspresikan secara organisasional emosi yang diinginkannya selama transaksi
antar pribadi. Dulunya konsep ini dikembangkan berkaitan dengan pekerjaan-pekerjaan
jasa, namun dewasa ini konsep tersebut telah menjadi relevan dengan hampir setiap
pekerjaan. Dalam tuntutannya, karyawan perlu membedakan antara emosi yang
dirasakan dengan emosi yang ditunjukkan agar tidak terjadi dilema.
Emosi ada beberapa jenis, yaitu
a. Berdasarkan Varietas. Riset mengidentifikasi ada enam emosi yang universal, yaitu
kemarahan, ketakutan, kesedihan, kegembiraan, kejijikan, dan kejutan. Enam emosi
ini dapat dikonseptualisasikan sebagai terus ada sepanjang satu kontinum, di mana
semakin dekat jarak dua emosi apa pun pada kontinum tersebut, akan semakin
membingungkan orang. Contohnya adalah, kebahagiaan dan kejutan sering
dikacaukan, sementara kebahagiaan dan kemuakan jarang sekali.
b. Berdasarkan Intensitas. Ekspresi yang berbeda dari intensitas emosi yang sama bisa
disebabkan dari kepribadian ataupun tuntutan di tempat kerja. Ada orang yang
terkendali, tidak pernah memperlihatkan rasa marah, namun ada pula yang
sebaliknya. Tentu saja hal ini harus disesuaikan dengan pekerjaan. Presenter
misalnya, harus menunjukkan intensitas emosi yang sesuai dengan acara yang
dibawakannya.
c. Berdasarkan Frekuensi dan durasi. Frekuensi dan durasi yang diperlukan untuk
tenaga kerja emosional juga harus disesuaikan dengan kemampuan frekuensi dan
durasi yang dimiliki karyawan.
r
a. Pengertian Kepuasan Kerja
Sesuai dengan kodratnya, manusia memiliki kebutuhan dan keinginan yang
beraneka ragam, hal tersebut baik berupa jenis maupun tingkatnya, hal ini berarti
kebutuhn setiap manusia akan berubah sesua dengan zamannya. Maka dari itu
manusia dari waktu ke waktu selalu berusaha untuk memenuhi dan memuaskan
kebutuhan tersebut, adapun bagaimana caranya manusia tersebut agar bisa memenuhi
kebutuhnnya adalah dengan cara bekerja. Dengan bekerja manusia akan
bisa memenuhi
kebutuhannya setiap hari. Dan apabila kebutuhan manusia telah terpenuhi, maka hal
tersebut akan memeberikan rasa puas kepada manusia. Dan sebaliknya apabila
munusia tidak dapat memnuhi keinginannya, maka manusia akan mengalami
ketidakpuasan.
Roobins dan Judge dalam Astadi memberikan definisi kepuasan kerja sebagai
perasaan positif tentang pekerjaan sebagai hasil evaluasi dari karakteristiknya.
sedangkan McShane dan Von Glinow memandang kepuasan kerja sebagai evaluasi
seseorang atas pekerjaannya dan konteks pekerjaan. Merupakan penilaian terhadap
karakteristik pekerjaan, lingkungan kerja, dan pengalaman emosional di pekerjaan
yang dirasakan.
Dari beberapa pendapat para ahli disimpulkan bahwa kepuasan keja adalah
merupakan tingkat perasaan senang seseorang sebagai penilaian positif terhadap
pekerjaannya dan lingkungan tempat pekerjaannya.

b. Faktor-faktor yang Memengaruhi Kepuasan Kerja


Menurut Kreitner dan Kinicki ada lima faktor yang dapat mempengaruhi
kepuasan kerja yaitu sebagai berikut :
1. Pemenuhan kebutuhan (Need fulfillment)
Kepuasan ditentukan oleh tingkatan karakteristik pekerjaan memberikan
kesempatan pada individu untuk memenuhi kebutuhannya.

2. Perbedaan (Discrepancies)
Kepuasan merupakan suatu hasil memenuhi harapan. Pemenuhan harapan
mencerminkan perbedaan antara apa yang diharapkan dan apa yang diperoleh
individu dari pekerjaannya. Bila harapan lebih besar dari apa yang diterima, orang
akan tidak puas. Sebaliknya individu akan puas bila menerima manfaat diatas
harapan.
3. Pencapaian Nilai (Value Attainment)
Kepuasan merupakan hasil dari persepsi pekerjaan memberikan pemenuhan
nilai kerja individual yang penting.
4. Keadilan (Equity)
Kepuasan merupakan fungsi dari seberapa adil individu diperlakukan di
tempat kerja.
5. Komponen Genetik (Genetic components)
Kepuasan kerja merupakan fungsi sifat pribadi dan faktor genetik. Hal ini
menyiratkan perbedaan sifat individu mempunyai arti penting untuk menjelaskan
kepuasan kerja di samping karakteristik lingkungan pekerjaan.

c. Mengukur Kepuasan Kerja


Untuk melaksanakan pengukuran kepuasan kerja dapat dilakukan melalui
beberapa pendekatan, yaitu: pengukuran kepuasan kerja dilihat sebagai konsep global,
kepuasan kerja dilihat sebagai konsep permukaan, dan kepuasan kerja dilihat sebagai
fungsi kebutuhan yang terpunahkan.
1. Pengukuran kepuasan kerja dilihat sebagai konsep global.
Konsep ini merupakan konsep satu dimensi, semacam ringkasan psikologi
dari semua aspek pekerjaan yang disukai atau tidak disukai dari satu jabatan.
Pengukuran ini dilakukan dengan menggunakan kuesioner satu pertanyaan.
2. Pengukuran kepuasan kerja dilihat sebagai konsep permukaan.
Konsep ini menggunakan konsep facet (permukaan) atau komponen, yang
menganggap bahwa kepuasan karyawan dengan berbagai aspek situasi kerja yang
berbeda itu bervariasi secara bebas dan harus diukur dan secara terpisah.
3. Pengukuran kepuasan kerja dilihat sebagai kebutuhan yang terpenuhkan.
Konsep ini merupakan suatu pendekatan terhadap pengukuran kepuasan kerja
yang tidak menggunakan asumsi bahwa semua orang memiliki perasaan yang sama
mengenai aspek tertentu dalam situasi kerja.
d. Dampak Kepuasan dan Ketidakpastian Kerja
Dampak perilaku kepuasan dan ketidakpuasan kerja telah banyak diteliti dan
dikaji. Beberapa hasil penelitian menunjukkan tentang dampak kepuasan kerja
terhadap produktivitas, ketidakhadiran dan keluarnya pengawai, dan dampak terhadap
kesehatan.
1. Dampak terhadap produktivitas
Hubungan antara produktivitas dan kepuasan kerja sangat kecil. Vroom
mengatakan bahwa produktivitas dipengauhi oleh banyak faktor-faktor moderator
di samping kepuasan kerja. Lawler dan Porter mengharapkan produktivitas yang
tinggi menyebabkan peningkatan diri kepuasan kerja jika tenaga kerja
memersepsikan bahwa ganjaran intrinsik dan ganjaran ekstrinsik yang diterima
kedua-duanya adil dan wajar di sosiasisaikan dengan prestasi kerja yang unggul.
2. Dampak terhadap ketidakhadiran dan keluarnya tenaga kerja
Ketidakhadiran dan berhenti bekerja merupakan jenis jawaban-jawaban
yang secara kualitatif berbeda. Ketidakhadiran lebih spontan sifatnya dan demikian
kurang mencerminkan ketidakpuasan kerja. Lain halnya dengan berhenti atau
keluar dari pekerjaan. Perilaku ini akan mempunyai akibat-akibat ekonomis yang
besar, maka lebih besar kemungkinan ia berhubungan dengan ketidakpuasan kerja.
3. Dampak terhadap Kesehatan
Meskipun jelas bahwa kepuasan kerja berhubungan dengan kesehatan,
hubungan kausalnya masih tidak jelas. Diduga bahwa kepuasan kerja menunjang
tingkat dari fungsi fisik dan mental dan kepuasan sendiri merupakan tanda dari
kesehatan. Tingkat dan kepuasan kerja dan kesehatan mungkin saling
mengukuhkan sehingga peningkatan dari yang satu dapat meningkatkan yang lain
dan sebaliknya yang satu mempunyai akibat yang negatif juga pada yang lain.

e. Etika dalam Kepuasan Kerja


Kepuasan kerja adalah lebih dari sekadar memperbaiki perilaku kerja dan
kepuasan pelanggan. Kepuasan kerja juga merupakan masalah etika yang
memengaruhi reputasi organisasi dalam komunitas.
Orang menggunakan sebagian besar wakunya untuk bekerja dalam organisasi,
dan banyak masyarakat sekarang banyak megharapkan perusahaan menyediakan
lingkungan kerja yang aman dan menyenangkan. Orang dibeberapa negara dengan
ketat memonitor peringkat perusahaan terbaik sebagai tempat bekerja. Ini merupakan
indikasi bahwa kepuasan pekerja adalah nilai kebaikan yang dipertimbagkan sebagai
kemauan baik pada employers. Kebaikan ini menjadi nyata ketika organisasi
mempunyai kepuasan kerja rendah. Perusahaan berusaha menyembunyikan fakta ini,
dan ketika masalah etika menjadi publik, pemimpin korporasi biasanya cepat
memperbaiki situasi.

C. KESIMPULAN
1. Nilai dalam perilaku organisasi merupakan suatu cara untuk menilai hasil akhir
seseorang dalam melakukan aktifitas, baik secara personal maupun secara kelompok.
Yang mana nilai juga sebagai pedoman yang mengarah pada motivasi kerja seseorang
agar mencapai tingkat kepuasan kerja yang maksimal.
2. Sikap dalam perilaku organisasi merupakan kecendrungan pernyataan seseorang, baik
menyenangkan maupun tidak menyenangkan yang mencerrminkan bagaimana merasa
tentang orang, objek atau kejadian dalam lingkungannya.
3. Kepribadian dalam perilaku organisasi adalah keseluruhan cara di mana seorang
individu bereaksi dan berinteraksi dengan individu lain. Kepribadian paling sering
dideskripsikan dalam istilah sifat yang bisa diukur yang ditunjukkan oleh seseorang.
4. Emosi merupakan suatu keadaan dimana seseorang meluapkan pikiran dan perasaanya
termasuk sikap maupun tingkah laku yang dikeluarkan dalam bentuk ekspresi tertentu.
Berkaitan dengan perilaku organisasi, emosi dapat terjadi apabila karyawan
mengekspresikan secara organisasional emosi yang diinginkannya selama transaksi
antar pribadi.
5. Kepuasan kerja dalam perilaku organisasia merupakan tingkat perasaan senang
seseorang sebagai penilaian positif terhadap pekerjaannya dan lingkungan tempat
pekerjaannya.
D. DAFTAR PUSTAKA
James L. Gibson dkk.2000. Organizations. New York: McGraw-Hill
Kreitner,Robert. dkk. 2001. Organizational Behavior. New York: McGrawHill
Mc shane, Steven, dkk. 2010. Organizational Behavior. New York: McGraw-Hill
Wibowo. 2015. Perilaku dalam organisasi. Jakarta: Rajawali Pers
Wijaya, Candra .2017. Perilaku oraganisasi. Medan: LPPI
Winardi, J. 2009. Manajemen Perilaku Organisasi. Jakarta: Prenada Media Grup
P Robbins , Stephen., dkk. 2012. Perilaku Organisasi. Jakarta: Salemba Empat
Pangarso, Astadi. 2016. Perilaku Organisasi. Yogyakarta: Depulish
Rivai Veithzal. 2009. Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi. Rajawali Pers. Bandung

Anda mungkin juga menyukai