Anda di halaman 1dari 20

2.

LANDASAN TEORI

2.1. VALUE
2.1.1 Definisi value (nilai)
Definisi Value adalah central desires or beliefs regarding final states or
desirable conducts that transcend specific situation, guide the choice and
evaluation of our decision and, therefore, of our conducts,becoming an integral
part of our way of being and acting, to the point of shaping our character. Yang
artinya adalah pusat keinginan atau kepercayaan perihal keputusan akhir yang
mengarahkan pilihan, mengevaluasi keputusan kita dan menjadi bagian dari cara
kita bertindak dan sesuatu yang membentuk karakter kita. (Schwartz, 1987 di
dalam Argandona, 2002)
Value, dapat diartikan sebagai sesuatu yang menjadi acuan ideal bagi
individu-individu dalam berperilaku/bertindak. Value merupakan konsepsi-
konsepsi yang ada dalam alam pikiran masyarakat/organisasi mengenai hal-hal
yang dianggap berarti dalam hidup. (Koentjaraningrat, 1974 dalam Furqon, 2010)
Values are an indicator of the kind of responsibility adapted by the
employees of the corporation. Yang artinya adalah indikator dari berbagai macam
tanggung jawab yang diadopsi oleh karyawan dari sebuah perusahaan. (Schnebel,
2000)
Values merupakan suatu tuntutan atau suatu pedoman yang mendasari
bagaimana seseorang atau sebuah organisasi berpikir, mengambil keputusan,
bersikap dan bertindak. (Leksana, 2004)
Values adalah pemahaman yang berkaitan dengan norma yang berlaku
yang menunjukkan sesuatu yang benar atau salah, baik atau buruk, penting atau
tidak penting, merupakan tingkatan kedua dari budaya (Artifact, Values, Basic
Underlying Assumptions). (Schein, n.d. dalam Yuliati, 2006 dalam Kasidin, 2010)
Values merupakan gambaran mengenai apa yang diinginkan, pantas,
berharga dan memengaruhi perilaku sosial dari orang yang memiliki value itu.
(Lawang, 1984 dalam Sudarmi, 2009)

8
Universitas Kristen Petra
Dari beberapa definisi values diatas penulis menyimpulkan definisi value
yang sesuai dengan penelitian pada PT. Mitra Perwinda Sukses, yaitu beberapa
pusat keinginan atau kepercayaan perihal keputusan akhir yang menunjukkan
sesuatu yang benar atau salah, baik atau buruk, penting atau tidak penting dalam
mengambil keputusan, bersikap dan bertindak dalam kehidupan sehari-hari.

2.1.2 Fungsi value


Rokeach mengajukan tiga fungsi utama dari value (Danandjaja,1986):
1. Sebagai ukuran baku yang mengarahkan kegiatan seseorang. Value
berfungsi untuk banyak hal yang berbeda-beda. Rokeach mengatakan
bahwa value sebagai ukuran baku dapat:
a. Mengarahkan kita untuk menentukan posisi dalam masalah-masalah
sosial
b. Memberikan kecenderungan kepada kita untuk lebih mementingkan
ideologi politik atau agama yang kita anut
c. Sebagai ukuran baku untuk menentukan bagaimana seseorang
menampilkan diri terhadap orang lain dan diri sendiri
d. Sebagai ukuran baku untuk menilai orang lain dan kita sendiri
e. Value memungkinkan orang untuk mengadakan perbandingan antara
dirinya sendiri dengan orang lain
f. Value menjadi ukuran baku untuk menentukan bagaimana cara
meyakinkan orang lain. Dengan ukuran baku tersebut dapatlah orang
menentukan mana keyakinan, sikap dan sebagainya orang lain yang
perlu diubah
g. Value memungkinkan seseorang untuk mengadakan rasionalisasi,
sebagai mekanisme mempertahankan diri, sikap, perbuatan atau
keyakinan yang mungkin secara pribadi atau oleh lingkungan sosialnya
kurang dapat diterima.
2. Sebagai rencana umum (general plans) untuk menyelesaikan konflik dan
mengambil keputusan. Sistem nilai memberikan pedoman bagi seseorang
untuk dapat memilih diantara value-value yang pada saat dan situasi
tertentu diaktifkan. Dengan demikian ia dapat menghindari atau

9
Universitas Kristen Petra
menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tuntutan-tuntutan yang
bertentangan terhadap dirinya sendiri. Mengenai hal ini Rokeach
mengatakan: “a value system is a learned organization of principles and
rules to help one choose between alternatives, resolve conflicts and make
decision.”
3. Sebagai fungsi motivasi, beda dengan fungsi ukuran baku dan rencana
umum, yang memberikan pengarahan dari saat ke saat, Value-value atau
sistem value juga mempunyai fungsi motivasi yang berjangka panjang.
Sebagai sesuatu yang di idealkan value memberikan motivasi pada
seseorang untuk mencapainya, baik value yang instrumental, maupun yang
terminal. Kalau secara hipotesis kita menganggap value sebagai sesuatu
yang benar-benar dapat dilepaskan dari aspek-aspek perilaku manusia,
maka tidak sulit untuk mengerti bahwa value secara mandiri tidak saja
dapat mempengaruhi perilaku manusia, tapi juga merupakan sesuatu yang
didambakan, baik sebagai cara maupun tujuan akhir.
Value berfungsi sebagai kompas (pedoman) guna mengarahkan
perilaku karyawan ke arah penetapan sasaran, value membantu karyawan
menerjemahkan value ke dalam kinerja pekerjaan yang spesifik, value
menjelaskan aktivitas mana yang sangat terkait dengan nilai-nilai dan
sasaran perusahaan, value memberikan penghargaan kepada karyawan
yang mengejar nilai-nilai perusahaan. (Kasidin, 2010)
Melihat dari kedua fungsi value diatas, penulis memilih
menggunakan fungsi value yang dikemukakan oleh Kasidin, karena fungsi
value yang dikemukakan oleh Rokeach lebih bersifat umum sedangkan
fungsi value yang dikemukakan oleh Kasidin sudah lebih fokus ke dalam
perusahaan sehingga lebih sesuai dengan penelitian penulis yang
dilakukan pada PT. Mitra Perwinda Sukses.

2.1.3 Kategori value


Luhmann dan Habermas menjabarkan ada 3 kategori dari values,
yaitu(Schnebel, 2000):
1. Objective economic principles

10
Universitas Kristen Petra
Berhubungan dengan sistem rasional (contohnya profitable oriented, untuk
memenuhi aturan yuridiksi yang mapan untuk menanggapi kekuatan dari
sistem politik). Kita difokuskan pada pengertian pokok dari aturan-aturan
ini, terpisah dari pengertian secara subjektif.
2. Subjective company characteristic
Karakteristik dan value berhubungan dengan budaya perusahaan dan
tradisi (contohnya gaya kepemimpinan, kualitas produk, macam produk,
jenis-jenis kerjasama dan struktur organisasi). Mereka dibuat untuk
memberdayakan organisasi manajerial dan dengan tujuan untuk bersaing
dengan perusahaan lain.
3. Individual values dan arbitrary preferences
“Team values” atau value yang berhubungan dengan kelompok sosial di
dalam perusahaan (jika mereka bukan bagian dari spesifikasi organisasi)
juga dimasukkan ke dalam tingkatan ini. Kita fokus pada proses
komunikasi dan bukan pada pengertian dari value yang spesifik atau
kesenangan dari individu.

2.1.4 Orientasi value


Pada dasarnya manusia memang tidak pernah bebas nilai, dan oleh
karenanya setiap pikiran dan tindakan manusia selalu dilandasai oleh nilai-nilai
tertentu yang diyakininya. Demikian pula dalam bidang bisnis, setiap manajer
memiliki nilai-nilai tertentu yang akan mewarnai setiap pikiran dan tindakan
manajerialnya. Eduard Spranger, seorang filsuf Jerman, berhasil mengembangkan
klasifikasi yang dapat digunakan untuk membandingkan tipe-tipe manusia ke
dalam 6 (enam) macam orientasi value, yaitu (Guth, 1965 dalam Mustamu, 2001
dalam http://mustamu.wordpress.com/2009/01/12/memahami-vmos/ diakses pada
tanggal 14 September 2012) :
1. Theoritical man: sangat berminat untuk menemukan kebenaran secara
sistematis dengan menggunakan kemampuan kognitifnya. Ketertarikannya
pada hal-hal yang bersifat empirik, kritis, dan rasional.
2. Economic man: terutama berorientasi kepada apa yang berguna dan
bersifat praktikal serta kesejahteraan yang “tangible”.

11
Universitas Kristen Petra
3. Aesthetic man: bersifat kreatif serta sangat menghargai simetri dan
harmoni.
4. Social man: mencintai hal-hal yang bersifat altruistik dan filantropis.
Manusia dipahami sebagai baik, simpatik, dan tidak mementingkan diri
sendiri. Cinta dianggap sebagai komponen yang paling penting dalam
hubungan antar manusia.
5. Political man: berorientasi pada power dan segala hal diarahkan untuk
mencapai kekuasaan, pengaruh, dan pengakuan.
6. Religious man: nilai yang paling dominan adalah kesatuan (unity) selalu
mengkaitkan dirinya dengan alam semesta dan mistis.
Dalam penelitiannya terhadap para manajer tingkat atas yang belajar di
Harvard, Guth menemukan bahwa seoarang manajer bisnis (businessman)
cenderung memiliki kombinasi dari 3 nilai, yaitu: manusia ekonomis, teoritis, dan
politis. Pada prinsipnya nilai ekonomis dan politis sangatlah sesuai dengan
stereotype tentang praktisi bisnis. Tetapi pada kenyataannya nilai teoritis
sangatlah dibutuhkan oleh manajer puncak dalam kerangka mendorong
pendekatan-pendekatan kognitif dan rasional untuk mewujudkan kepentingan nilai
ekonomis dan politisnya. Pada gilirannya nilai yang dianut para manajer akan
mempengaruhi bagaimana mereka menyusun, menjalankan, dan mengevaluasi
strategi perusahaan dalam rangka mewujudkan visi dan misi. Oleh karenanya
sangatlah dipahami jika ternyata nilai pribadi (personal value) seorang manajer
akan mempengaruhi strategi perusahaan. Hal ini terjadi akibat pengaruh nilai-nilai
tersebut dalam proses formasi strategi perusahaan. (Guth, 1965 dalam Mustamu,
2001 dalam http://mustamu.wordpress.com/2009/01/12/memahami-vmos/ diakses
pada tanggal 14 September 2012)
Menurut Kluckhohn dan Strodtbeck, konsepsi mengenai isi dari nilai
budaya yang secara universal ada dalam tiap kebudayaan menyangkut sedikitnya
lima hal, yaitu 1) masalah human nature, atau makna hidup manusia; 2) masalah
man nature, atau makna dari hubungan manusia dengan alam sekitarnya; 3)
masalah time, atau persepsi manusia mengenai waktu; 4) masalah activity, atau
soal makna dari pekerjaan, karya dan amal perbuatan manusia, dan 5) masalah
relational, atau hubungan manusia dengan sesama manusia. Kelima masalah

12
Universitas Kristen Petra
tersebut sering disebut sebagai orientasi nilai budaya (value orientation).
(Koentjaraningrat, 1990 dalam arif, 2009)
Felly mengklasifikasikan variasi orientasi nilai budaya yang
dikembangkan oleh Kluckhohn dan Strodtbeck tersebut sebagai nilai budaya
konservatif, nilai budaya progresif dan nilai budaya transisional. Ketiga klasifikasi
itu adalah sebagai berikut(Felly, 1994 dalam Arif, 2009):
1) Orientasi nilai budaya konservatif
Orientasi nilai budaya ini memandang hidup itu buruk, kerja hanya untuk
menjamin kelangsungan hidup, orientasi waktu ke masa lalu, alam
dipersepsikan sangat dahsyat maka manusia harus tunduk terhadap hukum
alam, serta memiliki orientasi sosial vertikal.
2) Orientasi nilai budaya progresif
Orientasi nilai budaya ini memandang hidup itu buruk tetapi harus
diperjuangkan agar lebih baik, kerja semata-mata untuk mendapatkan prestasi
yang tinggi, orientasi waktu ke masa depan, hasrat yang tinggi untuk
menguasai alam, serta memiliki rasa kemandirian yang kuat.
3) Orientasi nilai budaya transisional
Orientasi nilai budaya ini merupakan peralihan dari nilai budaya konservatif
ke nilai budaya progresif. Nilai budaya transisional ini ditandai sebagai
dengan memandang hidup itu baik, kerja dilakukan untuk mendapatkan
kedudukan, orientasi waktu ke masa kini, serta memiliki hubungan kolektif
yang kuat.

Schwartz (1994) menyimpulkan bahwa ada empat orientasi value,


yaitu(Schwartz, 1994 dalam Shafer, 2006):
a. Self-transcendence. Terdiri dari value-value alturistik yang bersifat umum
dan mengarah pada kebajikan
b. Self-enhancement. Terdiri dari ambisi yang mengarah ke kemampuan dan
pencapaian dari pribadi seseorang
c. Openess. Terdiri dari tiga tipe value, yaitu pengarah diri, stimulasi dan
hedonisme
d. Conservation. Terdiri dari tradisi, kesesuaian dan keamanan.

13
Universitas Kristen Petra
Dari tiga orientasi value dari Felly, Kluckhorn & Strodbeck dan Schwartz
ketiganya sama-sama menekankan pada orientasi nilai terhadap budaya yang
dimana Felly menekankan orientasi value lebih kepada cara pandang seseorang
terhadap hidup dan apa yang harus dilakukan, lalu Kluckhorn & Strodbeck lebih
menekankan ke hubungan, baik itu berhubungan dengan hidup manusia, alam,
waktu, pekerjaan dan hubungan sesama manusia, sedangkan Schwartz lebih
berorientasi kepada orientasi value individu dari seseorang. Sementara orientasi
value yang dikemukakan Edward Spranger lebih fokus pada personal value yang
membentuk karakter individu.

2.1.5. Macam-macam value


Menurut Walter G. Everett, nilai (value) dibagi menjadi lima bagian
sebagai berikut(Everett, n.d. dalam Sudarmi, 2009):
a. Nilai-nilai ekonomi (economic values) yaitu nilai-nilai yang berhubungan
dengan sistem ekonomi. Hal ini berarti nilai-nilai tersebut mengikuti harga
pasar.
b. Nilai-nilai rekreasi (recreation values) yaitu nilai-nilai permainan pada
waktu senggang, sehingga memberikan sumbangan untuk
menyejahterakan kehidupan maupun memberikan kesegaran jasmani dan
rohani.
c. Nilai-nilai perserikatan (association values) yaitu nilai-nilai yang meliputi
berbagai bentuk perserikatan manusia dan persahabatan kehidupan
keluarga, sampai dengan tingkat internasional.
d. Nilai-nilai kejasmanian (body values) yaitu nilai-nilai yang berhubungan
dengan kondisi jasmani seseorang.
e. Nilai-nilai watak (character values) nilai yang meliputi semua tantangan,
kesalahan pribadi dan sosial termasuk keadilan, kesediaan menolong,
kesukaan pada kebenaran, dan kesediaan mengontrol diri.
Macam-Macam nilai (value) Menurut Prof.Dr.Notonagoro (Notonagoro,
n.d. dalam Sudarmi, 2009):
a. Nilai Material adalah segala sesuatu yang berguna bagi unsur manusia.

14
Universitas Kristen Petra
b. Nilai Vital adalah segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat
mengandalkan kegiatan atau aktivitas .
c. Nilai Kerohanian adalah segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia.
Nilai Kerohanian dibedakan atas empat Macam :
a) Nilai Kebenaran atau kenyataan, yakni bersumber dari unsur akal
manusia ( Nalar, Ratio, Budi, Cipta )
b) Nilai Keindahan, yakni bersumber dari unsur rasa manusia ( Perasaan,
Estetika )
c) Nilai Moral atau Kebaikan, yakni bersumber dari unsur kehendak atau
kemauan ( Karsa, etika )
d) Nilai Religius, yakni merupakan nilai ke-Tuhanan, kerohanian yang
tinggi, dan mutlak yang bersumber dari keyakinan atau kepercayaan
manusia.
Macam-macam value yang dikemukakan oleh Walter. G Everett
merupakan macam-macam value secara umum sedangkan macam-macam value
menurut Prof.Dr.Notonagoro merupakan bagian dari macam value yang
dikemukakan Walter. G Everett. Penulis menggunakan macam value yang di
kemukakan Prof.Dr.Notonagoro untuk meneliti tentang core beliefs dan core
value pada PT. Mitra Perwinda Sukses.

2.2. CORE VALUE


Core value adalah kumpulan kepercayaan dari sebuah organisasi yang
dimana memberikan keunggulan bersaing bagi organisasi tersebut. (Avery, 2004
dalam Kwak, 2009)
Core value adalah sesuatu yang digunakan untuk membimbing manajemen
dan karyawan dalam memutuskan pilihan yang dapat muncul setiap saat.
(Nugroho, 2011)
Core value adalah sesuatu yang berperan sebagai kompas internal
perusahaan yang memberikan arahan yang jelas bagi perusahaan dan merupakan
kunci dalam menetapkan keputusan dan kebijakan di dalam perusahaan.
(Sherman, 2005)

15
Universitas Kristen Petra
Dari 3 definisi core value diatas definisi yang dikemukakan oleh Kwak
mengemukakan tentang core value dalam sebuah organisasi, sedangkan Nugroho
dan Sherman lebih mengemukakan definisi core value pada lingkungan
perusahaan. Penulis lebih memilih gabungan dari kedua definisi yang
dikemukakan oleh Sherman dan Nugroho yaitu Core value adalah kunci yang
digunakan untuk membimbing manajemen dan karyawan dalam memutuskan dan
menetapkan keputusan dan kebijakan di dalam perusahaan.

2.3. CORE BELIEFS


Core beliefs adalah keyakin yang dimiliki oleh seseorang bahwa perilaku
yang dilakukannya adalah sesuatu yang benar.(“Konseling Kognitif-Perilaku
Sebagai Cara Efektif dalam Mengurangi Mencontek Siswa Sekolah Dasar”, 2009)
Core beliefs adalah pernyataan yang perlu dipegang direksi dan karyawan
dalam menghadapi hambatan dan ketidakpastian. Pernyataan ini untuk mendorong
semangat manajemen dan karyawan dalam menghadapi hambatan dan
ketidakpastian.(Nugroho, 2011)
Core beliefs menurut jurnal “Konseling Kognitif-Perilaku Sebagai Cara
Efektif dalam Mengurangi Mencontek Siswa Sekolah Dasar” dan Nugroho
memiliki inti yang sama yaitu core beliefs adalah sebuah keyakinan yang
dipegang untuk menghadapi hambatan dan ketidakpastian. Tetapi definisi core
beliefs dari Nugroho sudah lebih mengarah pada lingkungan perusahaan sehingga
lebih cocok untuk diterapkan dalam penelitian ini.

2.4. PERUSAHAAN KELUARGA


Para wirausaha selalu menjadi ujung tombak bagi kemajuan ekonomi
sebuah negara. Tak ayal di negara-negara yang relatif maju perekonomiannya
selalu bertebaran para wirausaha yang tangguh. Mereka inilah sebenarnya
pencetak keajaiban ekonomi. Para wirausaha ini selain mempunyai ide inovatif
juga mempunyai kemampuan bagaimana merealisasikan gagasan-gagasannya.
Langkah yang ditempuh untuk mewujudkan idenya, tentunya adalah membuat
sebuah badan usaha yang berbadan hukum. Agar dapat merealisasikan ide sesuai
keinginannya, maka perusahaan harus berada dalam kendalinya. Dan ketika

16
Universitas Kristen Petra
idenya terealisasi yang muncul adalah perusahaan keluarga. Perusahaan keluarga
merupakan suatu fenomena tersendiri dalam dunia bisnis. Selain jumlahnya yang
sangat banyak, perusahaan keluarga juga mempunyai andil yang cukup signifikan
bagi pendapatan negara. (Susanto, 2007)

2.4.1 Definisi Perusahaan Keluarga


Ada beberapa ahli yang mengemukakan definisi dari perusahaan keluarga.
Suatu perusahaan dinamakan perusahaan keluarga apabila terdiri dari dua atau
lebih anggota keluarga yang mengawasi keuangan perusahaan. (Ward dan Arnoff,
2002 dalam Susanto, 2007).
Ada pula yang menyatakan suatu organisasi dinamakan perusahaan
keluarga apabila paling sedikit ada keterlibatan dua generasi dalam keluarga itu
dan mereka mempengaruhi kebijakan perusahaan. (Donnelley, 2002 dalam
Susanto, 2007)
Menurut Andres definisi perusahaan keluarga adalah perusahaan yang
sahamnya minimal 25% dimiliki oleh keluarga tertentu ataupun jika kurang dari
25%, terdapat anggota keluarga yang mempunyai jabatan pada Dewan Direksi
atau Dewan Komisaris perusahaan. (Andres, 2006 dalam Muslimin 2009)
Dari ketiga definisi perusahaan keluarga menurut ahli di atas, penulis
mengambil definisi menurut Donnelley karena lebih sesuai dengan keadaan
perusahaan keluarga pada umumnya. Penulis tidak mengambil definisi perusahaan
keluarga menurut Ward dan Arnoff karena menurut penulis, peran anggota
keluarga bukan hanya terbatas untuk mengawasi keuangan perusahaan saja.
Sedangkan definisi menurut Andres sebenarnya dapat digunakan tetapi penelitian
ini lebih terfokus pada proses transfering value sehingga penulis lebih
menekankan pada perusahaan keluarga yang telah mengalami lintas generasi.
2.4.2. Jenis Perusahaan Keluarga
Dalam terminologi bisnis, ada dua jenis perusahaan keluarga, yaitu:
(Susanto, 2007)
a. Family Owned Enterprise (FOE)
Yaitu perusahaan yang dimiliki oleh keluarga tetapi dikelola oleh eksekutif
profesional yang berasal dari luar lingkaran keluarga. Dalam hal ini

17
Universitas Kristen Petra
keluarga berperan sebagai pemilik dan tidak melibatkan diri dalam operasi
di lapangan agar pengelolaan perusahaan berjalan secara professional.
Dengan pembagian peran ini, anggota keluarga dapat mengoptimalkan diri
dalam fungsi pengawasan. Seringkali, perusahaan tipe ini merupakan
lanjutan dari usaha yang semula dikelola oleh keluarga yang mendirikan
b. Family Business Enterprise (FBE)
Yaitu perusahaan yang dimiliki dan dikelola oleh anggota keluarga
pendirinya. Jadi, baik kepemimpinan maupun pengelolaannya dipegang
oleh pihak yang sama yaitu keluarga. Perusahaan keluarga tipe ini
dicirikan oleh dipegangnya posisi-posisi kunci dalam perusahaan oleh
anggota keluarga. Di Indonesia, kebanyakan perusahaan keluarga berjenis
FBE dimana para anggota keluarga juga menjadi pengelolanya. Dalam
perjalanannya, seiring dengan tumbuh kembang perusahaan, dinamikanya
juga semakin kompleks. Dinamika yang tinggi tentu saja menuntut
kompetensi yang tinggi bagi pengelolanya. Jika kebutuhan akan
kompetensi ini tidak terpenuhi oleh anggota keluarga maka dibutuhkan
suntikan tenaga dari luar lingkungan keluarga. Berangkat dari tuntutan
semacam ini, tumbuh kembang perusahaan membuat perusahaan keluarga
bermetamorfosa dari FBE menjadi FOE.

2.4.3. Karakteristik Perusahaan Keluarga


Perusahaan keluarga dicirikan terutama dengan kepemilikan dan
keterlibatan yang signifikan dari keluarga dalam manajemen. Dengan sendirinya
anggota keluarga akan mengantisipasi bahwa kepemimpinan (leadership) dan
pengawasan (control) dilakukan oleh keluarga dan akan diturunkan kepada
generasi penerus. Pengambilan keputusan dan kebijakan, penyusunan strategi dan
kegiatan bisnis sehari-hari dilakukan oleh keluarga. Penekanan ada pada kontrol
dan peran aktif. Karakteristik ini memang unik, sehingga jika seorang profesional
hendak bergabung ke dalam perusahaan keluarga, ia harus mengantisipasinya.
Kepemilikan yang signifikan dari keluarga terjadi tatkala suatu keluarga memiliki
semua porsi pengawasan perusahaan dan berperan aktif dalam menetapkan

18
Universitas Kristen Petra
strategi dan menjalankan bisnis setiap hari. Berikut ini beberapa karakteristik lain
dari perusahaan keluarga, antara lain: (Susanto, 2007)
a. Keterlibatan Anggota Keluarga
Keterlibatan anggota keluarga dimulai apabila anak-anak atau generasi
kedua sudah mulai masuk ke manajemen. Sejak kecil anak-anak sudah
dimagangkan apabila orang tua menginginkan mereka terlibat dalam
perusahaan keluarga. Keterlibatannya sudah tinggi, komitmennya terhadap
bisnis juga tinggi karena sejak kecil sudah bergelut dalam bisnis itu, dan
menyadari bahwa kebutuhan makan dan sekolah dibiayai dari bisnis itu.
Komitmen menjadi lebih tinggi bagi generasi penerus karena kemauan
orang tuanya agar meneruskan bisnisnya. Sejak awal anak sudah melihat
liku-liku perkembangan perusahaan. Ia tentu merasa harus membantu
membesarkan dan ingin membuktikan bahwa dirinya bisa mengerjakan hal
yang sama dan bahkan melambungkan bisnis keluarganya.
b. Lingkungan Pembelajaran yang Saling Berbagi
Generasi penerus sering mempunyai kurva pembelajaran (learning curve)
yang cepat. Anggota keluarga sudah magang atau belajar sejak kecil,
sudah menjaga toko, dan sudah tahu apa yang dibicarakan di meja makan.
Ketika bertemu anggota keluarga yang lain atau bahkan dalam pertemuan
keluarga pun mereka berdiskusi mengenai bisnis. Disini ada pembelajaran
yang dibagikan antar anggota keluarga.
Anggota keluarga yang menjadi generasi penerus mungkin belum pernah
bekerja secara penuh, tetapi jiwa bisnis mereka sudah meresap dan
mendarah daging sehingga kurva pembelajaran menjadi lebih cepat bagi
mereka. Dengan sendirinya pendekatan pribadi dan tingkat kepercayaan
menjadi tinggi sehingga keluarga lebih stabil dan konservatif, yang dengan
sendirinya punya komitmen jangka panjang.
c. Tingginya Saling Keterandalan
Alangkah enaknya bekerja di perusahaan yang semua pekerjanya dapat
diandalkan, sehingga perusahaan dapat berjalan, meskipun pimpinannya
tidak ada di tempat. Misalnya, seorang anggota keluarga mau ke dokter
dua hari, atau berobat ke luar negeri selama seminggu. Ia tidak merasa

19
Universitas Kristen Petra
was-was karena tahu bahwa adiknya mempunyai komitmen dan ilmu yang
sama dengan dirinya, sehingga ia merasa aman-aman saja.
d. Kekuatan Emosi
Perusahaan keluarga dikelola secara emosional sehingga rasa kekeluargaan
di dalamnya tinggi. Karyawan perusahaan dianggap sebagai keluarga
sendiri. Para manajer perusahaan keluarga menggunakan pendekatan
pribadi dan memberikan kepercayaan kepada karyawannya. Oleh karena
itu perusahaan keluarga lebih konservatif karena keluarga memiliki
komitmen berjangka panjang terhadap bisnisnya, dan cenderung menjadi
loyal terhadap visi, misi, dan nilai-nilai pendiri.
e. Kekaburan Fungsi
Seringkali dalam perusahaan keluarga, orang-orang yang mempunyai
posisi formal seperti dewan komisaris atau pemegang saham masih setiap
hari datang ke perusahaan dan terlibat dalam operasi perusahaan sehari-
hari. Seharusnya komisaris dan dewan penasihat tidak perlu banyak
mengintervensi kegiatan operasional agar tidak mengakibatkan kerancuan
dan kebingungan di pihak karyawan. Hal ini disebabkan pemilik atau
pendiri punya rasa memiliki yang masih tinggi serta mencintai pekerjaan
dan pengembangan bisnisnya. Ada pula yang tidak pernah libur atau cuti.
Pagi, siang maupun malam, bahkan ketika sedang jalan-jalan pun,
pikirannya masih ke bisnis, karena bisnis sudah menyatu dengan hidupnya.
Tidak mengherankan jika pendiri yang mengembangkan perusahaan dari
kecil menjadi besar tidak memiliki hobi karena selalu mengurusi
bisnisnya. Itulah sebabnya pada saat suksesi atau menyerahkan bisnisnya
kepada anak-anaknya, mereka menjadi bingung karena memang hanya
bekerja yang bisa dilakukan dan dinikmati. Karena tidak mempunyai hobi,
dan bekerja bertahun-tahun hanya menngeluti dunia itu, mereka tidak tahu
apa yang akan dilakukan tanpa pekerjaannya.
f. Kepemimpinan Ganda
Di setiap fungsi dan divisi tentu ada yang menjadi pimpinan. Namun
demikian, intervansi dari pihak keluarga tetap tinggi. Meskipun sudah ada

20
Universitas Kristen Petra
eksekutif profesional, komisaris masih turun ke bagian operasional
sehingga membingungkan anak buah.

Sedangkan menurut Tugiman, ia mengemukakan bahwa karakteristik


perusahaan keluarga dalam konteks usaha kecil adalah (1) posisi kunci dipegang
keluarga, (2) keuangan perusahaan cenderung berbaur dengan keuangan keluarga,
(3) tidak adanya mekanisme pertanggung jawaban yang ketat, (4) motivasi kerja
tinggi, (5) tidak adanya kekhususan dalam manajemen. Memang dengan
karakteristik seperti ini, perusahaan keluarga sangatlah lentur terhadap perubahan
lingkungan. Hal inilah yang menjadi alasan utama sebuah perusahaan keluarga
cepat beradaptasi dan menemukan bentuk bisnis yang cocok dan dengan segera
dapat meraih peluang dan sekaligus dapat menampik kendala yang ada.
Keluwesan dan kecepatan menyesuaikan dengan lingkungan yang berubah itu
menyebabkan keberhasilan dan sekaligus kegagalan perusahaan keluarga.
Seringkali keluwesan itu menyebabkan tumpang tindih tugas dan peran yang
justru merupakan sumber konflik. (Tugiman, 1995 dalam Wahjono 2009)
Dari dua karakteristik keluarga diatas penulis lebih memilih menggunakan
karakteristik perusahaan keluarga menurut Susanto karena yang dikemukakan
adalah karakteristik perusahaan besar pada umumnya, sedangkan karakteristik
menurut Tugiman lebih cenderung pada perusahaan kecil sehingga karakteristik
perusahaan keluarga dari Susanto lebih cocok untuk digunakan untuk meneliti PT.
Mitra Perwinda Sukses

2.4.4 Pengaruh Nilai-nilai Keluarga


Nilai-nilai keluarga membentuk pilihan tujuan memodifikasi kemampuan
untuk mentoleransi resiko dan mempengaruhi ide mengenai pengajaran dan
pembelajaran. Nilai-nilai ini muncul dalam keputusan keluarga yang pada
gilirannya membentuk strategi bisnis dan pendekatan terhadap perencanaan
strategis. (Susanto, 2007)

21
Universitas Kristen Petra
2.4.5 Pengaruh Nilai-nilai Terhadap Visi Perusahaan Keluarga
Visi sering gagal karena pimpinan memperlakukan orang-orang dalam
organisasi sebagai sumber daya, bukan sebagai orang-orang yang memiliki hati
dan value. Visi yang memfokuskan pada ukuran-ukuran finansial seperti
profitabilitas akan gagal membangkitkan emosi dan komitmen para anggotanya.
Visi yang seperti ini mengabaikan adanya dorongan manusia untuk tampil
berbeda dibandingkan dengan orang lain. Sebuah visi yang efektif mencakup kata-
kata yang menggambarkan tujuan-tujuan fundamental organisasi, yaitu untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhan sosial yang sesuai. Menurut Goran Lindahl dari
ABB, pada akhirnya manajer tidak loyal kepada atasan, bahkan organisasi
tertentu, namun kepada seperangkat value yang mereka percaya serta mampu
memuaskan hati mereka. Nilai-nilai/value dan budaya, seperti halnya visi, berisi
prinsip-prinsip yang memandu orang-orang pada berbagai tingkatan untuk
memformulasikan strategi keseharian yang konsisten. HP misalnya, memiliki
nilai-nilai seperti kepercayaan dan penghormatan terhadap individu, prestasi,
integritas, kerja tim, fleksibilitas dan inovasi. Sedangkan Merck, sebuah
perusahaan yang menghasilkan produk-produk farmasi, memiliki nilai-nilai
tanggung jawab sosial perusahaan, keunggulan yang nyata seluruh aspek
perusahaan, inovasi berbasis ilmu pengetahuan, kejujuran dan integritas, dan
keuntungan dari hasil karya yang memberi manfaat bagi kemanusiaan. Nilai-nilai
ini ditunjukkan melalui tindakan-tindakan. Nilai-nilai ini juga dapat ditunjukkan
melalui pernyataan tertulis. Nilai-nilai ini dapat tertanam dalam visi dan strategi
organisasi. (Susanto, 2007)

2.4.6. Suksesi Perusahaan Keluarga


Suksesi yang bisa diartikan sebagai suatu proses perubahan yang
berlangsung satu arah secara teratur yang terjadi didalam suatu komunitas dalam
jangka waktu tertentu hingga terbentuk komunitas baru yang berbeda dengan
komunitas semula. Secara gamblang, suksesi adalah penggantian kepemimpinan
dari suatu komunitas. Hal ini sangatlah lumrah terjadi di dalam sebuah komunitas,
suksesi adalah bentuk dari sebuah dinamika kepemimpinan. Dalam perjalanannya,
sebuah komunitas harus memiliki seorang pemimpin, namun bukan berarti sang

22
Universitas Kristen Petra
pemimpin adalah sosok yang abadi, sebab tidak ada yang abadi di dunia ini.
(Makna Sebuah Suksesi. (2010, November 8). STM Bunda Kandung.)
Suksesi senantiasa terkait dengan pergantian antar generasi atau
multigenerasi. Isu-isu multigenerasi yang muncul bermacam-macam. Salah
satunya adalah tidak adanya keinginan generasi lama untuk berbagi kekuasaan
dengan generasi penerus. Suksesi merupakan sesuatu yang krusial dan membuat
pendiri merasa enggan untuk melakukannya. Keengganan itu seringkali terjadi
karena kekhawatiran akan matinya perusahaan, keengganan untuk menyerahkan
kendali atas perusahaan, ketakutan akan hilangnya identitas diri, atau bahkan
perasaan cemburu atau rivalry dari para suksesornya. Alasan lain tidak
dipersiapkannya suksesi adalah pendiri merasa generasi muda tidak tertarik untuk
berpartisipasi di perusahaan, atau sulit untuk menentukan anak mana yang
berkompeten untuk meneruskan bisnisnya, Sedangkan anak dari orang yang
melakukan suksesi merasa memiliki beban untuk memajukan perusahaan
sebagaimana orang tuanya dengan kemampuan yang dia miliki atau beban untuk
mempersatukan anggota keluarga bila terjadi konflik internal. (Susanto, 2007)
Dari kedua teori suksesi diatas dari artikel “Makna Sebuah Suksesi”
mengemukakkan tentang apa itu suksesi sedangkan Susanto mengemukakkan
tentang hambatan-hambatan yang terjadi ketika akan melakukan suksesi, dan
keduanya saling berkaitan satu sama lain. Penulis menggunakan keduanya karena
keduanya berhubungan dengan proses transfer nilai yang menjadi fokus penelitian
ini.

2.5 BUDAYA ORGANISASI


Menurut Sidal (2003) budaya perusahaan dibagi menjadi 6 model, antara
lain (Yusuf, 2011):
1. Budaya Perusahaan Autoritarian
Budaya perusahaan jenis ini bertumpu pada command and control. Kuasa
dan autoritas dalam perusahaan biasanya terpusat kepada pemimpinnya yang
seringkali disanjung sebagai hero. Pekerja akan diharapkan untuk memperlihatkan
kesetiaan yang tinggi kepada pemimpin. Arahan dan peraturan dibuat dari atas
menuju ke dasar perusahaan. Bentuk budaya ini sering dilaksanakan dalam

23
Universitas Kristen Petra
perusahaan yang berukuran kecil, seperti perusahaan keluarga, syarikat kecil dan
firma sederhana. Azas kepercayaan didasarkan kepada unsur nepotisme,
kronisme, atau pribadi. Dengan demikian, hubungan personal yang erat dengan
pihak atasan adalah faktor penting dalam kelancaran pekerjaan dan kenaikan
pangkat.
2. Budaya Perusahaan Birokratik
Budaya perusahaan birokratik ini berasaskan kepada konsep bahwa
perusahaan diurus dengan kaedah yang bersifat impersonal, rasional, autoritas,
dan formalitas. Impersonal artinya setiap pekerja takluk kepada peraturan dan
prosedur yang sama dan harus menerima layanan yang sama. Peraturan dan
prosedur tersebut dilaksanakan secara formal untuk mengingatkan pekerja akan
etika dan keperluan yang dikehendaki. Jabatan dalam perusahaan disusun
mengikuti hirarki agar tanggung jawab, penyeliaan, autoritas dan akuntabilitas
jelas dan mudah diikuti.
3. Budaya Perusahaan Fungsional
Perusahaan-perusahaan kerja di daerah Barat sering menerapkan budaya
perusahaan fungsional atau project-based ini. Kerja dalam perusahaan dibagi dan
ditugaskan kepada individu atau sekelompok orang tertentu. Proyek yang paling
penting akan diserahkan kepada pekerja atau sekumpulan pekerja yang paling
berkemampuan. Apabila proyek tersebut selesai, maka tugas individu atau
kumpulan tersebut selesai dan akan dibentuk kumpulan baru pula untuk
melaksanakan proyek yang lain. Oleh karena itu, struktur kumpulan tersebut
fleksibel dan interaksi didasarkan pada kemahiran dan saling menghormati.
4. Budaya Perusahaan Individualistik
Pada perusahaan yang melaksanakan model budaya seperti ini individu
tertentu menjadi tumpuan utama, karena mempunyai reputasi, kredibilitas,
kepandaian, dan keterampilan. Kenaikan pangkat sepenuhnya bergantung kepada
meritokrasi, karena setiap orang perlu membuktikan bahwa mereka memberi
sumbangan yang lebih daripada orang lain kepada perusahaan.
5. Budaya Perusahaan Tawar Menawar
Budaya perusahaan jenis ini, serikat pekerja merupakan bagian utama
dalam perusahaan. Serikat pekerja berfungsi untuk menjaga kepentingan pekerja

24
Universitas Kristen Petra
dan membantu pengurusan mencapai tujuan perusahaan. Perundingan dan tawar
menawar berlangsung berdasarkan perundangan dan prosedur yang diakui oleh
kedua belah pihak, yaitu antara perusahaan dan serikat pekerja tersebut.
6. Budaya Perusahaan Kolektif
Perusahaan sangat menghargai para karyawannya dan menganggap
mereka sebagai “pemilik proses kerja”, sehingga lebih mengetahui tentang sistem
dan tata cara melaksanakan kerja dibandingkan orang lain. Oleh sebab itu, pekerja
diberi peluang untuk mengemukakan cadangan dan kreativitas untuk memperbaiki
proses kerja, sistem dan prosedur.

2.6 KAITAN ANTARA VALUE DENGAN PERUSAHAAN KELUARGA


Dari semua konsep value yang dikemukakan oleh para pakar, memiliki
kesimpulan yang sama, yang membedakan hanyalah penggunaan kata-kata dan
penulisannya saja. Kesimpulannya antara lain, value adalah beberapa pusat
keinginan atau kepercayaan perihal keputusan akhir yang menunjukkan sesuatu
yang benar atau salah, baik atau buruk, penting atau tidak penting dalam
mengambil keputusan, bersikap dan bertindak dalam kehidupan sehari-hari.
Mengenai isu transfering value, transfering value sangatlah penting. Karena value
di dalam suatu perusahaan menjadi salah satu pendorong perusahaan untuk
mencapai visinya, transfering value bertujuan untuk mentransfer value yang ada
di dalam perusahaan kepada seluruh elemen perusahaan, khususnya pada calon
suksesor perusahaan. Penulis membagi nilai-nilai perusahaan menjadi dua, yaitu
core value dan core beliefs. Untuk Core value penulis menggunakan indikator
manajemen, Sumber Daya Manusia dan kebijakan. Sedangkan untuk core beliefs
penulis menggunakan indikator keyakinan. Dalam penelitian ini, penulis
menggunakan empat indikator dalam core value dan core beliefs sebagai dasar
untuk meneliti objek penelitian.

2.7. KAITAN ANTARA VALUES DENGAN BUDAYA PERUSAHAAN


Values adalah yaitu beberapa pusat keinginan atau kepercayaan perihal
keputusan akhir yang menunjukkan sesuatu yang benar atau salah, baik atau
buruk, penting atau tidak penting dalam mengambil keputusan, bersikap dan

25
Universitas Kristen Petra
bertindak dalam kehidupan sehari-hari. Dari pengertian dari values tersebut values
membentuk perilaku untuk mengambil keputusan, bersikap dan bertindak dalam
kehidupan sehari-hari sehingga values yang ditanamkan terus-menerus tersebut
akan membentuk sebuah budaya perusahaan.

26
Universitas Kristen Petra
2.8 KERANGKA PEMIKIRAN

Transfering value pada PT. Mitra Perwinda Sukses

Core Value Core Beliefs

Manajemen Sumber Kebijakan Keyakinan


Daya
Manusia

Implementasi Transfering Value


pada PT. Mitra Perwinda Sukses

Gambar 2.1
Transfering Value dalam PT. Mitra Perwinda Sukses
Sumber: Nugroho, 2011, Sherman 2005 diolah oleh penulis

Penulis menganalisa transfering value didasarkan pada empat aspek dalam


core value dan core beliefs, yaitu: manajemen, Sumber Daya Manusia, kebijakan
dan keyakinan. Setelah itu, penulis melihat bagaimana implementasi empat aspek
core value dan core beliefs tersebut pada PT. Mitra Perwinda Sukses.

27
Universitas Kristen Petra

Anda mungkin juga menyukai