LANDASAN TEORI
2.1. VALUE
2.1.1 Definisi value (nilai)
Definisi Value adalah central desires or beliefs regarding final states or
desirable conducts that transcend specific situation, guide the choice and
evaluation of our decision and, therefore, of our conducts,becoming an integral
part of our way of being and acting, to the point of shaping our character. Yang
artinya adalah pusat keinginan atau kepercayaan perihal keputusan akhir yang
mengarahkan pilihan, mengevaluasi keputusan kita dan menjadi bagian dari cara
kita bertindak dan sesuatu yang membentuk karakter kita. (Schwartz, 1987 di
dalam Argandona, 2002)
Value, dapat diartikan sebagai sesuatu yang menjadi acuan ideal bagi
individu-individu dalam berperilaku/bertindak. Value merupakan konsepsi-
konsepsi yang ada dalam alam pikiran masyarakat/organisasi mengenai hal-hal
yang dianggap berarti dalam hidup. (Koentjaraningrat, 1974 dalam Furqon, 2010)
Values are an indicator of the kind of responsibility adapted by the
employees of the corporation. Yang artinya adalah indikator dari berbagai macam
tanggung jawab yang diadopsi oleh karyawan dari sebuah perusahaan. (Schnebel,
2000)
Values merupakan suatu tuntutan atau suatu pedoman yang mendasari
bagaimana seseorang atau sebuah organisasi berpikir, mengambil keputusan,
bersikap dan bertindak. (Leksana, 2004)
Values adalah pemahaman yang berkaitan dengan norma yang berlaku
yang menunjukkan sesuatu yang benar atau salah, baik atau buruk, penting atau
tidak penting, merupakan tingkatan kedua dari budaya (Artifact, Values, Basic
Underlying Assumptions). (Schein, n.d. dalam Yuliati, 2006 dalam Kasidin, 2010)
Values merupakan gambaran mengenai apa yang diinginkan, pantas,
berharga dan memengaruhi perilaku sosial dari orang yang memiliki value itu.
(Lawang, 1984 dalam Sudarmi, 2009)
8
Universitas Kristen Petra
Dari beberapa definisi values diatas penulis menyimpulkan definisi value
yang sesuai dengan penelitian pada PT. Mitra Perwinda Sukses, yaitu beberapa
pusat keinginan atau kepercayaan perihal keputusan akhir yang menunjukkan
sesuatu yang benar atau salah, baik atau buruk, penting atau tidak penting dalam
mengambil keputusan, bersikap dan bertindak dalam kehidupan sehari-hari.
9
Universitas Kristen Petra
menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tuntutan-tuntutan yang
bertentangan terhadap dirinya sendiri. Mengenai hal ini Rokeach
mengatakan: “a value system is a learned organization of principles and
rules to help one choose between alternatives, resolve conflicts and make
decision.”
3. Sebagai fungsi motivasi, beda dengan fungsi ukuran baku dan rencana
umum, yang memberikan pengarahan dari saat ke saat, Value-value atau
sistem value juga mempunyai fungsi motivasi yang berjangka panjang.
Sebagai sesuatu yang di idealkan value memberikan motivasi pada
seseorang untuk mencapainya, baik value yang instrumental, maupun yang
terminal. Kalau secara hipotesis kita menganggap value sebagai sesuatu
yang benar-benar dapat dilepaskan dari aspek-aspek perilaku manusia,
maka tidak sulit untuk mengerti bahwa value secara mandiri tidak saja
dapat mempengaruhi perilaku manusia, tapi juga merupakan sesuatu yang
didambakan, baik sebagai cara maupun tujuan akhir.
Value berfungsi sebagai kompas (pedoman) guna mengarahkan
perilaku karyawan ke arah penetapan sasaran, value membantu karyawan
menerjemahkan value ke dalam kinerja pekerjaan yang spesifik, value
menjelaskan aktivitas mana yang sangat terkait dengan nilai-nilai dan
sasaran perusahaan, value memberikan penghargaan kepada karyawan
yang mengejar nilai-nilai perusahaan. (Kasidin, 2010)
Melihat dari kedua fungsi value diatas, penulis memilih
menggunakan fungsi value yang dikemukakan oleh Kasidin, karena fungsi
value yang dikemukakan oleh Rokeach lebih bersifat umum sedangkan
fungsi value yang dikemukakan oleh Kasidin sudah lebih fokus ke dalam
perusahaan sehingga lebih sesuai dengan penelitian penulis yang
dilakukan pada PT. Mitra Perwinda Sukses.
10
Universitas Kristen Petra
Berhubungan dengan sistem rasional (contohnya profitable oriented, untuk
memenuhi aturan yuridiksi yang mapan untuk menanggapi kekuatan dari
sistem politik). Kita difokuskan pada pengertian pokok dari aturan-aturan
ini, terpisah dari pengertian secara subjektif.
2. Subjective company characteristic
Karakteristik dan value berhubungan dengan budaya perusahaan dan
tradisi (contohnya gaya kepemimpinan, kualitas produk, macam produk,
jenis-jenis kerjasama dan struktur organisasi). Mereka dibuat untuk
memberdayakan organisasi manajerial dan dengan tujuan untuk bersaing
dengan perusahaan lain.
3. Individual values dan arbitrary preferences
“Team values” atau value yang berhubungan dengan kelompok sosial di
dalam perusahaan (jika mereka bukan bagian dari spesifikasi organisasi)
juga dimasukkan ke dalam tingkatan ini. Kita fokus pada proses
komunikasi dan bukan pada pengertian dari value yang spesifik atau
kesenangan dari individu.
11
Universitas Kristen Petra
3. Aesthetic man: bersifat kreatif serta sangat menghargai simetri dan
harmoni.
4. Social man: mencintai hal-hal yang bersifat altruistik dan filantropis.
Manusia dipahami sebagai baik, simpatik, dan tidak mementingkan diri
sendiri. Cinta dianggap sebagai komponen yang paling penting dalam
hubungan antar manusia.
5. Political man: berorientasi pada power dan segala hal diarahkan untuk
mencapai kekuasaan, pengaruh, dan pengakuan.
6. Religious man: nilai yang paling dominan adalah kesatuan (unity) selalu
mengkaitkan dirinya dengan alam semesta dan mistis.
Dalam penelitiannya terhadap para manajer tingkat atas yang belajar di
Harvard, Guth menemukan bahwa seoarang manajer bisnis (businessman)
cenderung memiliki kombinasi dari 3 nilai, yaitu: manusia ekonomis, teoritis, dan
politis. Pada prinsipnya nilai ekonomis dan politis sangatlah sesuai dengan
stereotype tentang praktisi bisnis. Tetapi pada kenyataannya nilai teoritis
sangatlah dibutuhkan oleh manajer puncak dalam kerangka mendorong
pendekatan-pendekatan kognitif dan rasional untuk mewujudkan kepentingan nilai
ekonomis dan politisnya. Pada gilirannya nilai yang dianut para manajer akan
mempengaruhi bagaimana mereka menyusun, menjalankan, dan mengevaluasi
strategi perusahaan dalam rangka mewujudkan visi dan misi. Oleh karenanya
sangatlah dipahami jika ternyata nilai pribadi (personal value) seorang manajer
akan mempengaruhi strategi perusahaan. Hal ini terjadi akibat pengaruh nilai-nilai
tersebut dalam proses formasi strategi perusahaan. (Guth, 1965 dalam Mustamu,
2001 dalam http://mustamu.wordpress.com/2009/01/12/memahami-vmos/ diakses
pada tanggal 14 September 2012)
Menurut Kluckhohn dan Strodtbeck, konsepsi mengenai isi dari nilai
budaya yang secara universal ada dalam tiap kebudayaan menyangkut sedikitnya
lima hal, yaitu 1) masalah human nature, atau makna hidup manusia; 2) masalah
man nature, atau makna dari hubungan manusia dengan alam sekitarnya; 3)
masalah time, atau persepsi manusia mengenai waktu; 4) masalah activity, atau
soal makna dari pekerjaan, karya dan amal perbuatan manusia, dan 5) masalah
relational, atau hubungan manusia dengan sesama manusia. Kelima masalah
12
Universitas Kristen Petra
tersebut sering disebut sebagai orientasi nilai budaya (value orientation).
(Koentjaraningrat, 1990 dalam arif, 2009)
Felly mengklasifikasikan variasi orientasi nilai budaya yang
dikembangkan oleh Kluckhohn dan Strodtbeck tersebut sebagai nilai budaya
konservatif, nilai budaya progresif dan nilai budaya transisional. Ketiga klasifikasi
itu adalah sebagai berikut(Felly, 1994 dalam Arif, 2009):
1) Orientasi nilai budaya konservatif
Orientasi nilai budaya ini memandang hidup itu buruk, kerja hanya untuk
menjamin kelangsungan hidup, orientasi waktu ke masa lalu, alam
dipersepsikan sangat dahsyat maka manusia harus tunduk terhadap hukum
alam, serta memiliki orientasi sosial vertikal.
2) Orientasi nilai budaya progresif
Orientasi nilai budaya ini memandang hidup itu buruk tetapi harus
diperjuangkan agar lebih baik, kerja semata-mata untuk mendapatkan prestasi
yang tinggi, orientasi waktu ke masa depan, hasrat yang tinggi untuk
menguasai alam, serta memiliki rasa kemandirian yang kuat.
3) Orientasi nilai budaya transisional
Orientasi nilai budaya ini merupakan peralihan dari nilai budaya konservatif
ke nilai budaya progresif. Nilai budaya transisional ini ditandai sebagai
dengan memandang hidup itu baik, kerja dilakukan untuk mendapatkan
kedudukan, orientasi waktu ke masa kini, serta memiliki hubungan kolektif
yang kuat.
13
Universitas Kristen Petra
Dari tiga orientasi value dari Felly, Kluckhorn & Strodbeck dan Schwartz
ketiganya sama-sama menekankan pada orientasi nilai terhadap budaya yang
dimana Felly menekankan orientasi value lebih kepada cara pandang seseorang
terhadap hidup dan apa yang harus dilakukan, lalu Kluckhorn & Strodbeck lebih
menekankan ke hubungan, baik itu berhubungan dengan hidup manusia, alam,
waktu, pekerjaan dan hubungan sesama manusia, sedangkan Schwartz lebih
berorientasi kepada orientasi value individu dari seseorang. Sementara orientasi
value yang dikemukakan Edward Spranger lebih fokus pada personal value yang
membentuk karakter individu.
14
Universitas Kristen Petra
b. Nilai Vital adalah segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat
mengandalkan kegiatan atau aktivitas .
c. Nilai Kerohanian adalah segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia.
Nilai Kerohanian dibedakan atas empat Macam :
a) Nilai Kebenaran atau kenyataan, yakni bersumber dari unsur akal
manusia ( Nalar, Ratio, Budi, Cipta )
b) Nilai Keindahan, yakni bersumber dari unsur rasa manusia ( Perasaan,
Estetika )
c) Nilai Moral atau Kebaikan, yakni bersumber dari unsur kehendak atau
kemauan ( Karsa, etika )
d) Nilai Religius, yakni merupakan nilai ke-Tuhanan, kerohanian yang
tinggi, dan mutlak yang bersumber dari keyakinan atau kepercayaan
manusia.
Macam-macam value yang dikemukakan oleh Walter. G Everett
merupakan macam-macam value secara umum sedangkan macam-macam value
menurut Prof.Dr.Notonagoro merupakan bagian dari macam value yang
dikemukakan Walter. G Everett. Penulis menggunakan macam value yang di
kemukakan Prof.Dr.Notonagoro untuk meneliti tentang core beliefs dan core
value pada PT. Mitra Perwinda Sukses.
15
Universitas Kristen Petra
Dari 3 definisi core value diatas definisi yang dikemukakan oleh Kwak
mengemukakan tentang core value dalam sebuah organisasi, sedangkan Nugroho
dan Sherman lebih mengemukakan definisi core value pada lingkungan
perusahaan. Penulis lebih memilih gabungan dari kedua definisi yang
dikemukakan oleh Sherman dan Nugroho yaitu Core value adalah kunci yang
digunakan untuk membimbing manajemen dan karyawan dalam memutuskan dan
menetapkan keputusan dan kebijakan di dalam perusahaan.
16
Universitas Kristen Petra
idenya terealisasi yang muncul adalah perusahaan keluarga. Perusahaan keluarga
merupakan suatu fenomena tersendiri dalam dunia bisnis. Selain jumlahnya yang
sangat banyak, perusahaan keluarga juga mempunyai andil yang cukup signifikan
bagi pendapatan negara. (Susanto, 2007)
17
Universitas Kristen Petra
keluarga berperan sebagai pemilik dan tidak melibatkan diri dalam operasi
di lapangan agar pengelolaan perusahaan berjalan secara professional.
Dengan pembagian peran ini, anggota keluarga dapat mengoptimalkan diri
dalam fungsi pengawasan. Seringkali, perusahaan tipe ini merupakan
lanjutan dari usaha yang semula dikelola oleh keluarga yang mendirikan
b. Family Business Enterprise (FBE)
Yaitu perusahaan yang dimiliki dan dikelola oleh anggota keluarga
pendirinya. Jadi, baik kepemimpinan maupun pengelolaannya dipegang
oleh pihak yang sama yaitu keluarga. Perusahaan keluarga tipe ini
dicirikan oleh dipegangnya posisi-posisi kunci dalam perusahaan oleh
anggota keluarga. Di Indonesia, kebanyakan perusahaan keluarga berjenis
FBE dimana para anggota keluarga juga menjadi pengelolanya. Dalam
perjalanannya, seiring dengan tumbuh kembang perusahaan, dinamikanya
juga semakin kompleks. Dinamika yang tinggi tentu saja menuntut
kompetensi yang tinggi bagi pengelolanya. Jika kebutuhan akan
kompetensi ini tidak terpenuhi oleh anggota keluarga maka dibutuhkan
suntikan tenaga dari luar lingkungan keluarga. Berangkat dari tuntutan
semacam ini, tumbuh kembang perusahaan membuat perusahaan keluarga
bermetamorfosa dari FBE menjadi FOE.
18
Universitas Kristen Petra
strategi dan menjalankan bisnis setiap hari. Berikut ini beberapa karakteristik lain
dari perusahaan keluarga, antara lain: (Susanto, 2007)
a. Keterlibatan Anggota Keluarga
Keterlibatan anggota keluarga dimulai apabila anak-anak atau generasi
kedua sudah mulai masuk ke manajemen. Sejak kecil anak-anak sudah
dimagangkan apabila orang tua menginginkan mereka terlibat dalam
perusahaan keluarga. Keterlibatannya sudah tinggi, komitmennya terhadap
bisnis juga tinggi karena sejak kecil sudah bergelut dalam bisnis itu, dan
menyadari bahwa kebutuhan makan dan sekolah dibiayai dari bisnis itu.
Komitmen menjadi lebih tinggi bagi generasi penerus karena kemauan
orang tuanya agar meneruskan bisnisnya. Sejak awal anak sudah melihat
liku-liku perkembangan perusahaan. Ia tentu merasa harus membantu
membesarkan dan ingin membuktikan bahwa dirinya bisa mengerjakan hal
yang sama dan bahkan melambungkan bisnis keluarganya.
b. Lingkungan Pembelajaran yang Saling Berbagi
Generasi penerus sering mempunyai kurva pembelajaran (learning curve)
yang cepat. Anggota keluarga sudah magang atau belajar sejak kecil,
sudah menjaga toko, dan sudah tahu apa yang dibicarakan di meja makan.
Ketika bertemu anggota keluarga yang lain atau bahkan dalam pertemuan
keluarga pun mereka berdiskusi mengenai bisnis. Disini ada pembelajaran
yang dibagikan antar anggota keluarga.
Anggota keluarga yang menjadi generasi penerus mungkin belum pernah
bekerja secara penuh, tetapi jiwa bisnis mereka sudah meresap dan
mendarah daging sehingga kurva pembelajaran menjadi lebih cepat bagi
mereka. Dengan sendirinya pendekatan pribadi dan tingkat kepercayaan
menjadi tinggi sehingga keluarga lebih stabil dan konservatif, yang dengan
sendirinya punya komitmen jangka panjang.
c. Tingginya Saling Keterandalan
Alangkah enaknya bekerja di perusahaan yang semua pekerjanya dapat
diandalkan, sehingga perusahaan dapat berjalan, meskipun pimpinannya
tidak ada di tempat. Misalnya, seorang anggota keluarga mau ke dokter
dua hari, atau berobat ke luar negeri selama seminggu. Ia tidak merasa
19
Universitas Kristen Petra
was-was karena tahu bahwa adiknya mempunyai komitmen dan ilmu yang
sama dengan dirinya, sehingga ia merasa aman-aman saja.
d. Kekuatan Emosi
Perusahaan keluarga dikelola secara emosional sehingga rasa kekeluargaan
di dalamnya tinggi. Karyawan perusahaan dianggap sebagai keluarga
sendiri. Para manajer perusahaan keluarga menggunakan pendekatan
pribadi dan memberikan kepercayaan kepada karyawannya. Oleh karena
itu perusahaan keluarga lebih konservatif karena keluarga memiliki
komitmen berjangka panjang terhadap bisnisnya, dan cenderung menjadi
loyal terhadap visi, misi, dan nilai-nilai pendiri.
e. Kekaburan Fungsi
Seringkali dalam perusahaan keluarga, orang-orang yang mempunyai
posisi formal seperti dewan komisaris atau pemegang saham masih setiap
hari datang ke perusahaan dan terlibat dalam operasi perusahaan sehari-
hari. Seharusnya komisaris dan dewan penasihat tidak perlu banyak
mengintervensi kegiatan operasional agar tidak mengakibatkan kerancuan
dan kebingungan di pihak karyawan. Hal ini disebabkan pemilik atau
pendiri punya rasa memiliki yang masih tinggi serta mencintai pekerjaan
dan pengembangan bisnisnya. Ada pula yang tidak pernah libur atau cuti.
Pagi, siang maupun malam, bahkan ketika sedang jalan-jalan pun,
pikirannya masih ke bisnis, karena bisnis sudah menyatu dengan hidupnya.
Tidak mengherankan jika pendiri yang mengembangkan perusahaan dari
kecil menjadi besar tidak memiliki hobi karena selalu mengurusi
bisnisnya. Itulah sebabnya pada saat suksesi atau menyerahkan bisnisnya
kepada anak-anaknya, mereka menjadi bingung karena memang hanya
bekerja yang bisa dilakukan dan dinikmati. Karena tidak mempunyai hobi,
dan bekerja bertahun-tahun hanya menngeluti dunia itu, mereka tidak tahu
apa yang akan dilakukan tanpa pekerjaannya.
f. Kepemimpinan Ganda
Di setiap fungsi dan divisi tentu ada yang menjadi pimpinan. Namun
demikian, intervansi dari pihak keluarga tetap tinggi. Meskipun sudah ada
20
Universitas Kristen Petra
eksekutif profesional, komisaris masih turun ke bagian operasional
sehingga membingungkan anak buah.
21
Universitas Kristen Petra
2.4.5 Pengaruh Nilai-nilai Terhadap Visi Perusahaan Keluarga
Visi sering gagal karena pimpinan memperlakukan orang-orang dalam
organisasi sebagai sumber daya, bukan sebagai orang-orang yang memiliki hati
dan value. Visi yang memfokuskan pada ukuran-ukuran finansial seperti
profitabilitas akan gagal membangkitkan emosi dan komitmen para anggotanya.
Visi yang seperti ini mengabaikan adanya dorongan manusia untuk tampil
berbeda dibandingkan dengan orang lain. Sebuah visi yang efektif mencakup kata-
kata yang menggambarkan tujuan-tujuan fundamental organisasi, yaitu untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhan sosial yang sesuai. Menurut Goran Lindahl dari
ABB, pada akhirnya manajer tidak loyal kepada atasan, bahkan organisasi
tertentu, namun kepada seperangkat value yang mereka percaya serta mampu
memuaskan hati mereka. Nilai-nilai/value dan budaya, seperti halnya visi, berisi
prinsip-prinsip yang memandu orang-orang pada berbagai tingkatan untuk
memformulasikan strategi keseharian yang konsisten. HP misalnya, memiliki
nilai-nilai seperti kepercayaan dan penghormatan terhadap individu, prestasi,
integritas, kerja tim, fleksibilitas dan inovasi. Sedangkan Merck, sebuah
perusahaan yang menghasilkan produk-produk farmasi, memiliki nilai-nilai
tanggung jawab sosial perusahaan, keunggulan yang nyata seluruh aspek
perusahaan, inovasi berbasis ilmu pengetahuan, kejujuran dan integritas, dan
keuntungan dari hasil karya yang memberi manfaat bagi kemanusiaan. Nilai-nilai
ini ditunjukkan melalui tindakan-tindakan. Nilai-nilai ini juga dapat ditunjukkan
melalui pernyataan tertulis. Nilai-nilai ini dapat tertanam dalam visi dan strategi
organisasi. (Susanto, 2007)
22
Universitas Kristen Petra
pemimpin adalah sosok yang abadi, sebab tidak ada yang abadi di dunia ini.
(Makna Sebuah Suksesi. (2010, November 8). STM Bunda Kandung.)
Suksesi senantiasa terkait dengan pergantian antar generasi atau
multigenerasi. Isu-isu multigenerasi yang muncul bermacam-macam. Salah
satunya adalah tidak adanya keinginan generasi lama untuk berbagi kekuasaan
dengan generasi penerus. Suksesi merupakan sesuatu yang krusial dan membuat
pendiri merasa enggan untuk melakukannya. Keengganan itu seringkali terjadi
karena kekhawatiran akan matinya perusahaan, keengganan untuk menyerahkan
kendali atas perusahaan, ketakutan akan hilangnya identitas diri, atau bahkan
perasaan cemburu atau rivalry dari para suksesornya. Alasan lain tidak
dipersiapkannya suksesi adalah pendiri merasa generasi muda tidak tertarik untuk
berpartisipasi di perusahaan, atau sulit untuk menentukan anak mana yang
berkompeten untuk meneruskan bisnisnya, Sedangkan anak dari orang yang
melakukan suksesi merasa memiliki beban untuk memajukan perusahaan
sebagaimana orang tuanya dengan kemampuan yang dia miliki atau beban untuk
mempersatukan anggota keluarga bila terjadi konflik internal. (Susanto, 2007)
Dari kedua teori suksesi diatas dari artikel “Makna Sebuah Suksesi”
mengemukakkan tentang apa itu suksesi sedangkan Susanto mengemukakkan
tentang hambatan-hambatan yang terjadi ketika akan melakukan suksesi, dan
keduanya saling berkaitan satu sama lain. Penulis menggunakan keduanya karena
keduanya berhubungan dengan proses transfer nilai yang menjadi fokus penelitian
ini.
23
Universitas Kristen Petra
perusahaan yang berukuran kecil, seperti perusahaan keluarga, syarikat kecil dan
firma sederhana. Azas kepercayaan didasarkan kepada unsur nepotisme,
kronisme, atau pribadi. Dengan demikian, hubungan personal yang erat dengan
pihak atasan adalah faktor penting dalam kelancaran pekerjaan dan kenaikan
pangkat.
2. Budaya Perusahaan Birokratik
Budaya perusahaan birokratik ini berasaskan kepada konsep bahwa
perusahaan diurus dengan kaedah yang bersifat impersonal, rasional, autoritas,
dan formalitas. Impersonal artinya setiap pekerja takluk kepada peraturan dan
prosedur yang sama dan harus menerima layanan yang sama. Peraturan dan
prosedur tersebut dilaksanakan secara formal untuk mengingatkan pekerja akan
etika dan keperluan yang dikehendaki. Jabatan dalam perusahaan disusun
mengikuti hirarki agar tanggung jawab, penyeliaan, autoritas dan akuntabilitas
jelas dan mudah diikuti.
3. Budaya Perusahaan Fungsional
Perusahaan-perusahaan kerja di daerah Barat sering menerapkan budaya
perusahaan fungsional atau project-based ini. Kerja dalam perusahaan dibagi dan
ditugaskan kepada individu atau sekelompok orang tertentu. Proyek yang paling
penting akan diserahkan kepada pekerja atau sekumpulan pekerja yang paling
berkemampuan. Apabila proyek tersebut selesai, maka tugas individu atau
kumpulan tersebut selesai dan akan dibentuk kumpulan baru pula untuk
melaksanakan proyek yang lain. Oleh karena itu, struktur kumpulan tersebut
fleksibel dan interaksi didasarkan pada kemahiran dan saling menghormati.
4. Budaya Perusahaan Individualistik
Pada perusahaan yang melaksanakan model budaya seperti ini individu
tertentu menjadi tumpuan utama, karena mempunyai reputasi, kredibilitas,
kepandaian, dan keterampilan. Kenaikan pangkat sepenuhnya bergantung kepada
meritokrasi, karena setiap orang perlu membuktikan bahwa mereka memberi
sumbangan yang lebih daripada orang lain kepada perusahaan.
5. Budaya Perusahaan Tawar Menawar
Budaya perusahaan jenis ini, serikat pekerja merupakan bagian utama
dalam perusahaan. Serikat pekerja berfungsi untuk menjaga kepentingan pekerja
24
Universitas Kristen Petra
dan membantu pengurusan mencapai tujuan perusahaan. Perundingan dan tawar
menawar berlangsung berdasarkan perundangan dan prosedur yang diakui oleh
kedua belah pihak, yaitu antara perusahaan dan serikat pekerja tersebut.
6. Budaya Perusahaan Kolektif
Perusahaan sangat menghargai para karyawannya dan menganggap
mereka sebagai “pemilik proses kerja”, sehingga lebih mengetahui tentang sistem
dan tata cara melaksanakan kerja dibandingkan orang lain. Oleh sebab itu, pekerja
diberi peluang untuk mengemukakan cadangan dan kreativitas untuk memperbaiki
proses kerja, sistem dan prosedur.
25
Universitas Kristen Petra
bertindak dalam kehidupan sehari-hari. Dari pengertian dari values tersebut values
membentuk perilaku untuk mengambil keputusan, bersikap dan bertindak dalam
kehidupan sehari-hari sehingga values yang ditanamkan terus-menerus tersebut
akan membentuk sebuah budaya perusahaan.
26
Universitas Kristen Petra
2.8 KERANGKA PEMIKIRAN
Gambar 2.1
Transfering Value dalam PT. Mitra Perwinda Sukses
Sumber: Nugroho, 2011, Sherman 2005 diolah oleh penulis
27
Universitas Kristen Petra