Anda di halaman 1dari 13

ELEMEN-ELEMEN

BUDAYA ORGANISASI
CHOIRIATUL AFIFAH ( 154115367 )
DEWI KARTIKA ( 154115324 )
FIDAYATUL NUROHMAWATI ( 154115322 )
LIYA WIDARYANTI ( 154115248 )
WIDHI DIAN KUSUMA ( 154115351 )
ELEMEN-ELEMEN BUDAYA ORGANISASI
Secara umum dapat disimpulkan bahwa elemen budaya organisasi terdiri dari dua
elemen pokok yaitu elemen yang bersifat idealistik dan elemen yang bersifat
behavioral.
ELEMEN-ELEMEN BUDAYA ORGANISASI

Elemen yang bersifat idealistik adalah elemen yang menjadi ideologi organisasi yang
tidak mudah berubah walaupun di sisi lain organisasi secara natural harus selalu berubah
dan beradaptasi dengan lingkungannya.Elemen ini juga bersifat terselubung (elusive),
tidak tampak kepermukaan (hidden) dan hanya orang-orang tertentu saja yang tahu apa
sesungguhnya ideologi mereka dan mengapa organisasi tersebut didirikan.Elemen
idealistik biasanya dinyatakan secara formal dalam bentuk pernyataan visi atau misi
organisasi, dengan tujuan agar ideologi organisasi tetap lestari.
Elemen ini merupkan ruh nya organisasi ( the soul of the organization ) karena
karakteristik sebuah organisasi sangat bergantung pada elemen ini.

Elemen yang bersifat behavioral adalah elemen yang kasat mata, muncul kepermukaan
dalam bentuk perilaku sehari-hari para anggotanya dan bentuk-bentuk lain seperti desain
dan arsitektur organisasi.
KETERKAITAN ANTARA ELEMEN IDEALISTIK DAN
BEHAVIORAL

Seperti yang dikatakan oleh Jocano kedua elemen tersebut (elemen yang idealistik
dan behavioral) merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan sebab keterkaitan
kedua elemen itulah yang membentuk budaya. Hanya saja elemen kedua yang
bersifat behavioral lebih rentan terhadap perubahan dibanding elemen pertama.
Penyebabnya adalah karena elemen behavioral bersinggungan langsung dengan
lingkungan eksternal organisasi sehingga ketika budaya sebuah organisasi terpaksa
harus berubah. Elemen pertama (idealistik ) jarang mengalami perubahan di
samping karena falsafah hidup organisasi juga karena letaknya terselubung.
Menurut Schein keterkaitan antar elemen
budaya seperti
Artefak dan kreasi manusia
Kasat mata tetapi seringkali orang luar tidak
• Teknologi bisa memahami arti yang sesungguhnya
• Seni
• Pola perilaku manusia

Memperoleh perhatian yang


Values (Nilai-Nilai) lebih besar

Asumsi dasar
• Hubungan manusia dengan alam
• Hubungan manusia dengan realitas,
waktu dan runag
• Hubungan manusia dengan sifat
dasarnya
• Hubungan manusia dengan aktifitasnya Diterima apa adanya, tidak kasat mata dan
• Hubungan antar manusia preconscious
ASUMSI DASAR
Asumsi dasar merupakan inti budaya organisasi yang artinya budaya sebuah
organisasi dalam banyak hal sangat dipengaruhi oleh asumsi-asumsi yang berlaku di
organisasi tersebut.
Schein, menggunakan konsep nilai yang dibangun Kluckhohn and Strodtbeck sebagai
landasannya. Dalam bukunya Variation in value orientation, mengatakan
“orientasi nilai adalah sesuatu yang kompleks yang secara definitif merupakan
prinsip-prinsip yang terpola (berurutan) hasil dari saling peran antara tiga elemen
proses evaluatif yang berbeda-elemen kognitif, afektif dan direktif, di mana ketiga
elemen yang saling berinteraksi tersebut menjadikan cara bertindak dan cara berfikir
seseorang dalam mengatasi masalah-masalah umum yang dihadapinya cenderung
berurutan dan terarah”.
Tampilan asumsi dasar, dipermukaan biasanya berujud dalam bentuk norma, standar
atau nilai-nilai organisasi.
NILAI-NILAI ORGANISASI
Nilai-nilai organisasi secara spesifik adalah keyakinan yang dipegang teguh seseorang atau
sekelompok orang mengenai tindakan dan tujuan yang “seharusnya” dijadikan landasan atau
identitas organisasi dalam menjalankan aktivitas bisnis, menetapkan tujuan-tujuan organisasi
atau memilih tindakan yang patut dijalankan di antara beberapa alternatif yang ada.

Martha Brown menegaskan bahwa nilai-nilai organisasi dipengaruhi oleh nilai-nilai


masyarakat karena organisasi sering disebut sub sistem dari sub sosial yang lebih besar.
Pengaruh ini kemungkinan bisa menimbulkan konflik karena boleh jadi nilai-nilai organisasi
belum tentu kompatibel dengan nilai-nilai masyarakat.

Secara hirarkhis peran utama nilai-nilai organisasi adalah sebagai jembatan atau intermediary
antara asumsi dasar dengan artefak. Nilai-nilai organisasi selanjutnya akan menjadi pedoman
berperilaku (code of conduct) bagi orang dalam organisasi dan menjadi dasar untuk
mendesain organisasi secara keseluruhan. Atau dengan kata lain bentuk pengejawantahan
nilai-nilai organisai akan tampak pada artefaknya.
TIPOLOGI NILAI-NILAI ORGANISASI
Tipe Nilai-nilai Organisasi Menurut Kabanoff dan Daly
Bisa dibedakan menjadi 4 macam tipe yaitu : Elite, meritocratic, leadership, dan collegial.

Elite merupakan tipe nilai-nilai organisasi yang merepresentasikan “ketidakmerataan secara


murni” dalam hal kekuasaan tidak terdistribusi secara merata yang dikombinasikan dengan
orientasi ketidakmertaaan lainnya.

Tipe meritocratic merupakan kombinasi antara nilai-nilai efisiensi (performance dan reward)
dengan nilai-nilai kesetaraan (equality) yakni afiliasi, teamwork, commitment, participation
dan normative.

Tipe leadership merupakan nilai-nilai ketidakmerataan kekuasaan seperti pada tipe elite
(authority, performance, and reward) tetap dipertahankan di samping ditekankan pula
pentingnya nilai-nilai kohesivitas (afiliasi, teamwork, commitment, dan leadership).

Collegial merupakan tipe nilai-nilai organisasi yang menekankan pentingnya nilai-nilai


kesetaraan seperti afiliasi, teamwork, commitment, participation dan normative.
TIPOLOGI NILAI-NILAI ORGANISASI

Tipe Nilai-nilai Organisasi Menurut Wiener

Wiener menggunakan perspektif anggota organisasi sebagai dasar pijakannya yakni


sejauh mana espoused values dianggap sentral dan sejauh mana nilai-nilai tersebut di-
shared para anggota organisasi. Digunakan dua ukuran yaitu
1. Indeks intensitas – untuk mengukur tingkat persetujuan para anggota organisasi
terhadap nilai-nilai inti/sentral organisasi ; 2. indeks keluasan – untuk mengukur tingkat
sharing para anggota organisasi terhadap nilai-nilai inti tersebut.
Ditetapkan dua dimensi nilai yang pertama adalah Fokus dari nilai-nilai tersebut yang
dibedakan lebih lanjut menjadi dua kategori yakni apakah nilai-nilai tersebut bersifat
fungsional atau elitist. Functional values merupakan nilai-nilai oraganisasi yang menjadi
pedoman bagi anggota organisasi untuk melakukan aktivitas sehari-hari (mode of
conduct) dengan fokus utama untuk mencapai tujuan organisasi. Elitist Values di sisi lain
merupakan nilai-nilai organisasi yang menekankan pada arti penting atau kebanggaan
terhadap organisasi.
Dimensi kedua adalah asal muasal nilai-nilai organisasi yakni apakah nilai-nilai tersebut
berasal dari tradisi organisasi atau berasal dari pimpinan yang karismatik.
Dari dua dimensi tersebut maka didapat empat nilai tipe nilai organisasi seperti
1. Functional – traditional values yaitu nilai-nilai organisasi yang bersifat fungsional dan
berasal dari generasi sebelumnya.
2. Elitist – charismatic values merupakan sistem nilai yang dikhawatirkan tidak memberi
kontribusi keberhasilan organisasi jangka panjang.
3. Functional – charismatic values adalah tipe nilai-nilai organisasi yang merupakan
representasi dari tipe nilai yang bersifat fungsional yang diyakini akan memberi
kontribusi terhadap efektifitas organisasi dan bersifat transisional.
4. Elitist – traditional values adalah tipe nilai yang mensinyalkan adanya nilai-nilai elitist
yang stabil dan bertahan dari satu generasi ke generasi berikutnya.
ARTEFAK

Artefak adalah elemen budaya yang kasat mata yang mudah diobservasi oleh seseorang
atau sekelompok orang baik orang dalam maupun luar organisasi (visible dan
observable).
Atau dengan kata lain artefak merupakan bentuk komunikasi budaya diantara orang
dalam organisasi dan antara orang dalam dengan orang-orang luar organisasi. Dikatakan
demikian karena di antara elemen-elemen budaya organisasi lainnya – asumsi dasar dan
values, artefak merupakan elemen budaya organisasi yang bersinggungan secara
langsung dengan lingkungan eksternal.
Itulah sebabnya bagi orang luar, jika ingin memahami budaya sebuah organisasi yang
pertama-tama mereka lakukan adalah memahami artefaknya. Dengan mengobservasi,
mendeteksi, atau mengamati bagian luar organisasi yang kasat mata boleh jadi orang
luar bisa menyimpulkan seperti apa budaya sebuah organisasi. Namun bisa jadi
penilaiannya keliru kalau hanya dari artefaknya saja. Artinya apa yang tersurat dari
artefak belum tentu merupakan siratan budaya secara keseluruhan. Orang luar harus
secara hati-hati menginterpretasikan artefak agar bisa diketahui makna sebenarnya dari
artefak tersebut.
Jika artefak bagi orang luar adalah pintu masuk untuk memahami budaya sebuah
organisasi secara keseluruhan, artefak bagi orang dalam, merupakan sarana untuk
memperkokoh pemahaman, pengakuan, dan penjiwaan mereka terhadap budaya
yang sedang berjalan.

Contoh : Cerita (story) tentang mengejar lalat bagi McDonald hanyalah salah satu
contoh artefak, yang awalnya sebuah upaya untuk meningkatkan para karyawan
untuk menjaga kebersihan restoran. Yang lama-kelamaan berubah menjadi values
dan seterusnya menjadi budaya perusahaan tersebut. Tapi tidak semua artefak bisa
berfungsi seperti yang terjadi di McDonald. Kasus PT PERSERO Garuda Indonesia
misalnya mengganti logo lama menjadi logo baru dengan harapan bisa
meningkatkan semangat kinerja perusahaan. Namun pada waktu itu tetap saja
mengalami kerugian sehingga ada kesan bahwa perubahan logo hanya sia-sia
belaka walaupun harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit.
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai