BAB 2
ELEMEN ELEMEN BUDAYA ORGANISASI
Itulah sebabnya Schein dan Rousseau menganggap bahwa akar dari budaya
organisasi bukan terletak pada nilai-nilai organisasi tetapi pada asumsi
dasarnya.
Hal senada namun dengan bahasa berbeda diungkapkan oleh
Bath Consulting Group. Diwakili oleh salah seorang konsultannya Peter
Hawkins, Bath Consulting Group dengan merujuk dan mengembangkan konsep
budaya organisasi yang dibangun oleh Edgar Schein mengatakan bahwa
komponen budaya organisasi yang ideal terdiri dari tiga unsur yakni:
mindset, emotional ground dan motivational roots. Mindset yang identik
dengan nilai-nilai organisasi adalah organizational "world view" yakni
cara pandang organisasi terhadap lingkungan yang menentukan apa yang
dianggap benar dan apa yang dianggap keliru. Cara pandang ini pada
akhirnya mempengaruhi "ways of thinking" orangorang yang bekerja pada
organisasi tersebut dan sekaligus membatasi perilaku mereka.
Menurut Bath Consulting Group, organizational world view berakar
pada dua landasan yaitu; emotional ground dan motivational roots.
Emotional ground diartikan sebagai alam bawah sadar yang berkaitan
dengan emosi dan kebutuhan organisasi (unconscious emotional states
and needs). Alam bawah sadar ini menjadi landasan bagi organisasi
dalam mempersepsi setiap kejadian. Sedangkan motivational roots adalah
akar yang menghubungkan tujuan dan motivasi masing-masing individu di
dalam organisasi dengan organisasi secara keseluruhan.
Meski masing-masing teoritisi organisasi mempunyai pendapat
yang berbeda tentang komponen idealistik budaya organisasi, mereka pada
dasarnya sepakat bahwa elemen yang bersifat idealistik ini merupakan ruhnya
organisasi (the soul of the organization) karena karakteristik sebuah
organisasi sangat bergantung pada elemen ini.Itulah sebabnya elemen ini
sering disebut pula sebagai inti dari budaya organisasi (core of culture) dan
karena ini pulalah budaya organisasi sering juga disebut sebagai ruhnya
organisasi.
24
Elemen yang bersifat behavioral adalah elemen yang kasat mata, muncul
ke permukaan dalam bentuk perilaku sehari-hari para anggotanya dan
bentukbentuk lain seperti desain dan arsitektur organisasi. Bagi orang luar
organisasi, elemen ini sering dianggap sebagai representasi dari budaya
sebuah organisasi sebab elemen ini mudah diamati, dipahami dan
diinterpretasikan meski interpretasinya kadang-kadang tidak sama dengan
interpretasi orang-orang yang terlibat langsung dalam organisasi. Itu
sebabnya ketika orang luar organisasi mencoba mengidentifikasi dan
memahami budaya sebuah organisasi, cara yang paling mudah yang bisa
mereka lakukan adalah dengan mengamati bagaimana para anggota
organisasi berperilaku dan kebiasaan-kebiasaan lain yang mereka
lakukan. Davis menyebutnya sebagai daily belief praktik sehari-hari
sebuah organisasi.
Dalam bahasa Hofstede, kebiasaan tersebut muncul dalam bentuk
praktik-praktik manajemen apakah sebuah organisasi lebih
berorientasi pada proses atau hasil; lebih peduli pada kepentingan
karyawan atau pekerjaan; lebih parochial atau profesional; lebih terbuka
atau tertutup dan lebih pragmatik atau normatif. Sedangkan Collins and
Porras, menyebutnya sebagai orientasi organisasi ke depan (envision
future) atau Yang dalam terminologi masyarakat Cina.
Sementara itu dua sumber terakhir (Schein dan Rousseau)
mengatakan bahwa kebiasaan sehari -hari muncul dalam bentuk artefak
termasuk di dalamnya adalah perilaku para anggota organisasi. Artefak
bisa berupa bentuk/arsitektur bangunan, logo atau jargon, cara
berkomunikasi, cara berpakaian, atau cara bertindak yang bisa dipahami
oleh orang luar organisasi.
Keterkaitan antara Elemen Idealistik dan Behavioral
Secara umum bisa dikatakan bahwa kedua elemen budaya
organisasi tersebut (elemen yang idealistik dan behavioral) bukan elemen
yang terpisah satu sama lain, sama seperti halnya Yin dan Yang. Seperti
dikatakan oleh Jocano keduanya merupakan satu kesatuan yang tidak
25
Gambar 2.1
LAPISAN-LAPISAN BUDAYA ORGANISASI
Sumber : Hofstede et al. (1991:11)
Gambar 2.2.
B AGI AN-B AGI AN B UDAYA O RGANIS AS I
YANG TERLIHAT DAN TIDAK TERLIHAT
Sumber : Rousseau dalam Sobirin (2007:157)
Gambar 2.3.
THE CULTURAL DYNAMICS MODEL
Sumber : Hatch (1997:363)
Gambar 2.4
E L E ME N -E L E ME N DA N I NT E R A KS I A NT AR E L E ME N
BUDAYA ORGANISASI
Sumber : Schein (2004:26)
2.5.1. Artefak
Brown (1998:12) menyatakan artefak merupakan elemen budaya yang
kasat mata yang mudah diobservasi oleh seseorang atau sekelompok orang baik
orang dalam maupun orang luar organisasi. Bisa dikatakan bahwa artefak
merupakan pintu masuk bagi orang luar untuk memahami budaya sebuah
organisasi.Di antara elemen budaya yang ada, maka artefak merupakan elemen
budaya yang bersinggungan langsung dengan lingkungan eksternal. Bagi orang
luar, jika ingin memahami budaya suatu organisasi yang pertama-tama mereka
lakukan adalah memahami artefaknya.
Secara umum, menurut Brown (1998:12) artefak dapat dikelompokkan
sebagai artefak fisik dan artefak sosial dalam organisasi. Artefak budaya
organisasi adalah penyusunan obyek fisik, pola-pola perilaku dan ekspresi
32
organisasi juga menunjukkan bahwa mereka merupakan anggota tim yang loyal
kepada organisasi.
Mempelajari cerita organisasi harus waspada bahwa cerita yang sama
mungkin saja disampaikan secara berbeda oleh orang yang berbeda. Cerita
dalam organisasi merupakan indikator dari nilai-nilai dan kepercayaan, aturan-
aturan dan prosedur-prosedur formal dan informal. Konsekuensi apabila
melanggar aturan atau tidak patuh kepada aturan yang ada serta status dan struktur
kekuasaan dalam suatu organisasi.
Mitos-mitos; Menurut Brown (1998:19-21) mitos-mitos biasanya
tersebar dalam organisasi dalam bentuk naratif dan seringkali tidak bisa
dipisahkan dari cerita-cerita kecuali bahwa mereka menggambarkannya sangat
baik. Sementara mitos sering terbentuk dalam cerita, mitos organisasi juga bisa
berwujud sebagai kepercayaan-kepercayaan individu tentang bagaimana
segala sesuatu di dunia ini berjalan. Mitos merupakan kepercayaan-kepercayaan
tanpa pembenaran, seringkali terbalut dalam cerita dan dimana mempengaruhi
bagaimana pelaku-pelaku organisasi memahami dan menanggapi situasi sosial
mereka.
Boje dalam Brown (1998:19) menyatakan terdapat empat tipe dasar dari
mitos organisasi, dimana masing-masing memiliki pertimbangan yang berbeda :
1) Mitos yang menciptakan, menjaga dan membenarkan kejadian masa lalu,
masa sekarang atau kegiatan masa depan dan konsekuensi-
konsekuensinya.
2) Mitos yang menjaga dan mengikuti kepentingan-kepentingan politik
dan sistem nilai.
3) Mitos yang membantu menjelaskan dan menciptakan hubungan sebab
akibat di bawah kondisi pengetahuan yang tidak lengkap.
4) Mitos yang merasionalkan kegiatan-kegiatan yang kompleks dan turbulens
dan kejadian-kejadian untuk membiarkan kegiatan yang bisa diprediksi.
Upacara-upacara, kebiasaan-kebiasaan dan ritual; Upacara-upacara
seringkali merupakan kegiatan yang sangat diingat oleh para karyawan.
Upacara-upacara bisa dipandang sebagai perayaan-perayaan dari budaya
35