Oleh :
UNIVERSITAS JEMBER
2022/2023
Surat Pernyataan Integritas Penyusunan Resume
Demikianlah Surat Pernyataan ini kami buat dengan sebenar-benarnya, untuk dapat
dipergunakan sebagaimana mestinya, dan kepada yang berkepentingan untuk
menjadikan maklum.
Nugrahaini Mahardikawati
210810301069
2
PENDAHULUAN
Pengetahuan atas etika dapat menjadi dasar membuka kesadaran diri akuntan
untuk berperilaku etis, kesadaran untuk berperilaku etis tidak serta merta timbul begitu
saja, melainkan melalui keseluruhan proses dalam akumulasi pengalaman hidup
akuntan sebagai manusia. Dari keberadaan dan keadaan diri seorang pimpinan pada
skala organisasi yang relatif kecil merupakan kunci yang menentukan
keberlangsungan praktik di organisasi tersebut. Namun demikian didapati pula bahwa
keberadaan diri individu tidak dapat dilepaskan dari konteks-konteks sosial yang
melingkupinya. Akuntan sebagai individu yang berkehendak mempunyai seperangkat
pengetahuan dari akumulasi pengalaman hidupnya. Pengetahuan etika harus telah
menjadi satu dalam keseluruhan hidup akuntan, dalam konteks profesionalisme,
pengetahuan etika ini menjadi bagian yang tidak bisa ditawar oleh akuntan. Ini
dikarenakan profesionalisme masyarakat unsur etika (dalam diskusi lain dikenal
sebutan integritas atau karakter), selain keharusan untuk dimilikinya unsur keahlian
(skill) dan pengetahuan (knowledge).
Dalam profesi akuntan kita mengenal banyak organisasi profesi akuntan baik di
tingkat nasional yaitu IAl maupun internasional seperti IFAC. Kode etik yang dibuat
oleh IAI di Indonesia mengacu pada kode etik Internasional. Hal inilah yang menjadi
awal permasalahan muncul. Beberapa hal yang diatur dalam kode etik tentu tidak
sesuai dengan budaya yang ada di Indonesia sehingga terkadang membuat akuntan
hanya mengedepankan individualistis dan materialistik semata. Pada kesempatan kali
ini penulis akan membahas tentang praktik etika dan integrasi ESQ dalam KAP.
Pembahasan kali ini menekankan pada contoh kasus Madia dan KAP yang dimilikinya
yaitu KAP Drs. Madia Subakti, mengenai praktik etika dan integrasi ESQ dalam KAP
cukup menarik untuk disimak dan dicermati. Madia dan KAPnya mengajarkan banyak
hal bagi para akuntan dan KAP lainnya. Madia dapat mengubah model kerja KAPnya
tak hanya berlandaskan materiil saja melainkan juga memberi bantuan kepada
kliennya. Hal ini tentu merupakan langkah Madia yang dapat menjadi cerminan bagi
akuntan yang lain. Budaya yang sosial di Indonesia tentu harus menjadi pertimbangan
KAP dalam bersikap di samping memang tetap perlu mengedepankan beberapa
prinsip akuntan atau auditor yang lain. Jika hal ini dapat dijalankan secara beriringan
tentu KAP dan kliennya dapat merasakan manfaat yang sama. Topik ini menarik untuk
dibahas karena kita dapat mengetahui bagaimana praktik etika dan integrasi ESQ
dalam KAP.
3
PEMBAHASAN
4
Madia dikenal sebagai sosok manusia yang mempunyai tabiat dan sejarah
terkesan keras seolah mengekspresikan latar dirinya sebagai anak yang terlahir dari
keluarga biasa dalam kultur petani yang sebagian dari kehidupannya pernah dijalani di
sawah, dia merasakan dan mewarisi terpaan dari kerasnya hidup sebagai anak dari
petani di pedesaan. Hal tersebut merupakan sejarah dari kehidupannya sebagai
manusia, dimana dengan adanya sejarah tersebut tidak berlangsung dalam linearitas.
Proses kehidupan dari Madia dapat digambarkan sebagaimana ungkapan dari Marx
yang menyatakan bahwa “Manusia benar-benar berubah sepanjang sejarah, dia
mengembangkan dirinya, dia mentransformasikan dirinya, dia adalah produk sejarah”.
Dari adanya pengalaman tersebut maka proses transformasi dari Madia yaitu sosok
manusia yang mau sepenuhnya baik dan sepenuhnya tidak jahat. Demikian juga yang
terjadi pada diri Madia dalam menjalani kehidupannya, khususnya sebagai pimpinan
KAP. Pada saat ini Madia menjalani proses sejarah kehidupan menuju kesadaran
pribadi yang baik, bijak, dan utama.
5
Adanya pencapaian kekayaan materiil yang antara lain disimbolkan dengan
kepemilikan uang yang berlimpah, telah menjadi arus utama dalam mengukur
penerimaan dan keseriusan dalam melaksanakan suatu pekerjaan profesional. Profesi
akuntan yang lingkup pekerjaannya banyak berkaitan dengan masalah keuangan
sangat rentan terseret pada arus ini. Dalam diri akuntan, semenjak mereka kuliah
selalu diperkenalkan dan bergumul dengan 'uang' dalam dimensi ekonomis. Mereka
mendapati dalam proses perkuliahan itu bahwa pada akhirnya segalanya harus ternilai
dengan uang. Secara implisit Drs. Soemardjo menginginkan akuntan bekerja dengan
menempatkan integritas profesional di atas penghargaan materiil yang akan
diterimannya. Sesepuh dari akuntan Indonesia ini berpesan demikian, menurutnya:
"Uang bukanlah sesuatu yang harus dinomor satukan, karena terkadang dengan
mengutamakan uang manusia akan meninggalkan kemanusiaannya, dia dapat
mengubah manusia menjadi lain (Media Akuntansi, 2001). Tidak selayaknya jika
seseorang (akuntan profesional) hanya bekerja dan memenuhi kualitas pekerjaannya
sekedar bermotif imbalan uang sebagaimana yang disepakati dalam kontrak
penugasan.
6
menengah di Indonesia belum dapat menyusun laporan keuangan sebagaimana yang
telah dipersyaratkan dalam standar akuntansi keuangan. Seringkali laporan keuangan
yang disajikannya belum layak untuk diaudit. Menurut pandangan Louis Brandels, yang
dikutip Koehn (2000:31). berpendapat bahwa pekerjaan itu dikerjakan sebagian besar
untuk orang lain (klien), bukan untuk kepentingan diri sendiri (para profesional).
Demikian halnya dalam standar auditing (SPAP 2001: 110.2 kalimat 17-19) disebutkan
bahwa “Auditor independen dapat memberikan saran tentang bentuk dan isi laporan
keuangan atau membuat draft laporan keuangan seluruhnya atau sebagian,
berdasarkan informasi dan manajemen dalam pelaksanaan audit”.
Adanya argumentasi tentang kondisi klien pernah diungkapkan oleh Andi yaitu
salah satu seorang staf yang tidak berlatar belakang akuntansi dan banyak menangani
studi kelayakan dan perpajakan. Ketika dia membantu terkait auditing, seringkali dia
menemukan adanya pembukuan yang tidak baik. Penunjukan pada buku kerja tersebut
dimaksudkan untuk menggambarkan betapa sebenarnya di sebuah perusahaan (kecil)
yang diauditnya hanya terdapat catatan keuangan yang ala kadarnya. Dengan kondisi
seadanya ini mereka minta diauditkan karena perusahaan kecil ini butuh dana untuk
pengajuan kredit ke sebuah bank. Tetapi, dengan hal tersebut tidak ditolak karena KAP
memutuskan untuk melakukan penyusunan laporan keuangan terlebih dahulu baru
kemudian dilaksanakan audit. Bagaimanapun menurut Andi, kondisi tersebut
sebenarnya bukanlah kondisi yang ideal yang terjadi dalam praktik profesional.
Walaupun pada akhirnya yang melakukan penyusunan laporan keuangan dan auditing
orang yang berbeda, namun konflik kepentingan tetaplah berpotensi muncul.
Sementara itu bagi Wawan, pertimbangan suatu tindakan dalam menerima penugasan
profesional yang terpenting adalah terpenuhinya aspek legal. Hal ini penting bagi
Wawan supaya resiko audit yang didapat kantornya di masa lalu tidak terulang lagi di
masa mendatang. Dalam kerangka yang demikian, dia menyebutkan bahwa
pengelolaan KAP membutuhkan suatu konsistensi dalam sikap. Dia tidak mengabaikan
upaya yang dikembangkan untuk membantu klien, tapi batasan legal harus tetap
diperhatikan. Dengan latar belakang perpajakannya, pandangan Wawan yang
demikian dapat dipahami. Bagaimanapun, dalam banyak hal terkait resiko dalam
manajemen pajak terletak pada kemampuan wajib pajak dalam memahami peraturan
yang terkait dengan perpajakan. Disini aspek legalitas menjadi garis dasarnya.
7
beresiko, itu yang dibuktikan oleh Yasa ketika melaksanakan sebuah penugasan
auditing di sebuah perusahaan di Bali untuk kepentingan pertanggungjawaban
manajemen. Oleh karena itu, dia mempertimbangkan banyak faktor dalam standar
auditing yang tidak bisa dipenuhi oleh perusahaan, maka laporan keuangan yang
diauditnya diberikan opini disclaimer. Suatu kondisi yang kemudian berakibat tidak
dipenuhinya biaya yang harus dibayarkan oleh klien karena kejengkelan dari manajer
atas ketidaktersediaan untuk diajak bekerja sama merekayasa laporan keuangan.
Yasa dalam kasus seperti ini tidak berpikir pada kepentingan dirinya yang
kemungkinan tidak mendapatkan bagian biaya yang seharusnya didapatkan, tetapi dia
berpikiran jangka panjang. Yang terjadi pada staf profesional, mereka tidak selalu
memposisikan diri pada aktor tak berdaya pada sembarang situasi. Sebagai manusia
yang memiliki kesadaran, secara diskursif mereka mampu membedakan yang dapat
dilakukan dan yang tidak dapat dilakukan. Walaupun keputusan yang mereka ambil
tetap pada batasan di bawah kontrol pimpinan KAPnya, namun mereka menyerap
substansi membantu klien dalam menjalankan suatu penugasan. Standar (akuntansi
atau auditing) bagi mereka bukanlah harga mati yang tidak dapat ditawar ketika
diimplementasikan pada keadaan tertentu. terlebih pada kenyataannya tidak terdapat
standar yang berbeda untuk skala usaha yang berbeda. Sehingga etika merupakan hal
yang sangat penting bagi akuntan dalam melakukan segala aktivitasnya.
8
Keberadaan instrument organisasi dianggap sangat penting. Standar
Profesional Akuntan Publik (SPAP) di Indonesia tahun 2001 telah secara tegas
mengatur beberapa aspek yang menyangkut sumber daya manusia dan
pengelolaannya di KAP dalam “Standar Pengendalian Mutu (SPM)” khususnya SPM
seksi 100 paragraf 03 yaitu membahas mengenai SPM KAP yang mencangkup
struktur organisasi, kebijakan dan prosedur yang ditetapkan KAP untuk memberikan
keyakinan memadai tentang kesesuaian perikatan profesional dengan SPAP. Sistem
pengendalian mutu harus komprehensif dan harus dirancang selaras dengan struktur
organisasi, kebijakan dan sifat praktik KAP.
“Sifat dan lingkup kebijakan dan prosedur pengendalian mutu yang ditetapkan
oleh KAP tergantung pada berbagai faktor, antara lain ukuran KAP, tingkat otonomi
yang diberikan kepada stafnya dan kantor-kantor cabangnya, sifatnya praktik,
organisasi kantornya, dan pertimbangan biaya manfaat.”
9
dibiarkan begitu saja tanpa adanya pengawasan maka politik dapat berkembang dan
berakibat negatif bagi organisasi secara keseluruhan. Sehingga, keberadaan struktur
organisasi secara etis digunakan sebagai bentuk pencegahan terjadinya permainan
politik.
10
kondusif khususnya berkaitan dengan isu etika. Upaya yang dilakukan oleh KAP ini
masih bersifat informal dan berkembang menjadi sebuah konvensi. Artinya dalam KAP
ini tidak memiliki dokumentatif deskripsi kerja antar staf, status kepegawaian staf,
maupun pedoman-pedoman organisasi lainnya (pedoman etika organisasi).
Implikasinya segala kegiatan yang terjadi di organisasi dilakukan mengikuti putaran
waktu tanpa pedoman resmi. Jadi, apabila terdapat masalah, maka akan diselesaikan
oleh pimpinan dalam KAP tersebut. Namun, dibalik itu semua, P Madia memiliki
kemampuan sebagai motivator yang andal sehingga minimal kondisi KAP tersebut
lebih kondusif.
Karena KAP ini tidak memiliki pedoman formal, maka dimensi etika pun
dilaksanakan secara profesional. KAP “Drs. Madia Subakti” tidak mengadakan
sosialisasi atas etika profesi di kalangan staf. Hal ini menyebabkan munculnya
beberapa persoalan etika. Namun, seringkali persoalan yang terjadi hanyalah
persoalan pribadi masing-masing staf. Oleh karena itu, pengembangan, batasan,
aturan diserahkan sepenuhnya terhadap individu staf tersebut. Padahal menurut
Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik, rekan pimpinan KAP bertanggungjawab
atas ditaatinya aturan etika oleh anggota KAP. Perlu diketahui bahwa, kunci
pengembangan dan pengelolaan organisasi yang berskala kecil bergantung terhadap
pimpinan dalam organisasi tersebut. Hal ini juga telah disebutkan dalam Aturan Etika
Kompartemen Akuntan Publik bagian Ketetapan yang menyebutkan bahwa “Rekan
Pimpinan KAP bertanggung jawab atas ditaatinya aturan etika oleh anggota KAP”.
Implikasi lainnya ketika segala aturan tidak diatur secara formal maka mekanisme tidak
dilakukan secara sistematis. Ketika dalam sebuah organisasi terdapat pandangan
mengenai masalah etika merupakan masalah individual, maka penebaran nilai di KAP
dilakukan dengan menggunakan pendekatan individual dan bersifat informal.
Madia selaku pimpinan dalam KAP ini telah mampu menanamkan nilai etika
kepada anggota lainnya. Misal, ucapan/pernyataan peringatan kepada seluruh staf
untuk tidak merendahkan kualitas KAP lainnya di hadapan klien. Realitasnya, seluruh
anggota KAP telah mematuhi ucapan Madia. Sehingga, dalam KAP ini meskipun tidak
memiliki pedoman etika secara resmi, etika masih dapat ditanamkan dan mampu
diterapkan. Setiap manusia memiliki hak atas kebebasan. Kebebasan dalam konteks
ini adalah berkaitan dengan upaya pembebasan diri atau komunitas dari suatu
lingkungan atau keterbelengguan. Oleh karena itu, salah satu prinsip dalam etika
bisnis adalah prinsip otonomi. Prinsip otonomi berkaitan dengan kewenangan secara
11
bebas untuk mengambil ataupun memilih tindakan. Keraf dan Imam (1991)
menyebutkan bahwa kebebasan akan selalu diikuti keharusan untuk bertanggung
jawab. Sehingga, dengan begitu seseorang akan berperilaku sesuai etika. Disisi lain,
menurut Dirsmith, dkk (1997) menguraikan temuan beberapa peneliti yang
menyebutkan pengaturan atau kontrol yang terstruktur kepada profesional individual
justru dapat menyebabkan profesional-bureaucratic conflict dan mengakibatkan
perilaku disfungsional. Di dalam organisasi KAP skala kecil pemimpin juga harus
mampu mengarahkan kepada anggotanya agar senantiasa memiliki rasa tanggung
jawab atas keberlangsungan KAP. Pemberian kebebasan kepada anggota diharapkan
mampu meningkatkan loyalitas staf terhadap KAP. Hasil akhir (pendapatan) seorang
staf akan dipengaruhi oleh kinerjanya. Oleh karena itu, seorang staf akan bekerja
sebaik mungkin untuk mendapatkan yang terbaik. Selain itu, atas kinerja yang baik
sesekali Madia selaku pimpinan KAP memberikan bonus kepada anggotanya. Hal ini
berkaitan dengan penerapan prinsip etika bisnis yang adil terhadap seluruh pihak baik
adil terhadap rekan kerja maupun kliennya.
Pada tahun 1997, KAP “Drs. Madia Subakti” pernah mendapatkan sanksi etis
dari IAI dan sanksi praktik dari Departemen Keuangan. Diduga KAP ini pernah
dianggap menyalahi aspek hukum. Pasalnya, menurut Madia terdapat seorang oknum
yang mempermainkan hal ini sehingga mengakibatkan KAP ini mendapatkan sanksi
tersebut. Dugaan ini karena terdapat sejumlah kejanggalan seperti beredarnya surat
12
sanksi dari IAI di PTN tempat dimana Madia mengajar. Hal ini, bukanlah sebuah
kebetulan tapi Madia yakin terdapat salah satu pihak yang mencoba untuk
menjatuhkan nama Madia di hadapan publik. Disisi lain sebelum hal ini terjadi, kedua
pimpinan KAP ini telah melakukan kehati-hatian atas penerimaan projek. Dampak
positif atas kejadian ini adalah di kedepankannya prinsip kehati-hatian dalam
menerima pekerjaan. Selain itu, menjadi seorang pimpinan puncak diperlukan bantuan
dalam melakukan pengambilan keputusan. Selain itu, atas kondisi ini pihak KAP
merasa bersyukur karena beberapa rekan akuntannya juga memberikan empati
kepadanya. Sehingga, hal ini menunjukkan bahwa loyalitas dalam KAP ini sangat
tinggi.
13
menggambarkan kerusakan moral dalam segala dimensinya. Jika dilihat di Indonesia
kerusakan moral dapat ditemukan pada meluasnya skala korupsi di berbagai bidang
kehidupan. Sebuah kondisi yang membawa Indonesia menjadi negara dengan
peringkat kelima negara paling korup di antara 146 negara. Demikian halnya menjadi
suatu budaya di kalangan pelaku bisnis, seperti bangkrutnya Enron dan ruginya
perusahaan lainnya di Amerika Serikat menunjukkan lemahnya moralitas di kalangan
profesional, bahkan akuntan dalam kasus tersebut selalu disebut sebagai aktor utama
terjadinya berbagai skandal. Akibat skandal tersebut, Amerika Serikat menerbitkan
undang-undang yang mengatur praktik auditing oleh akuntan public dan praktik
akuntabilitas yang harus dilakukan oleh perusahaan yang dinamakan dengan
“Sarbanes & Oxley Act of 2002” Kondisi makro yang seperti itu menunjukkan
karakteristik “edan” dari suatu zaman, di mana moralitas telah diletakkan dibalik jubah
dan mahkota kehormatan duniawi.
Dari sudut pandang klien, karena yang membayar akuntan (auditor) adalah
perusahaannya untuk membantu mereka. Adapun suatu kondisi asimetris atas
14
kepentingan untuk diaudit dengan ketiakpahaman posisi akuntan sebagai auditor.
Dalam kondisi yang lain, godaan dari klien ketika mereka mengharapkan dapat terus
diaudit oleh KAP yang sama karena kepraktisan. Selain itu, tekanan dari pihak
perbankan ataupun petugas pajak juga mendorong klien untuk melakukan make-up
laporan keuangan, namun dorongan ini tidak hanya datang dari klien saja. Kalaupun
pemeriksaan telah dilakukan sesuai dengan standar dan menghasilkan laporan
keuangan yang sesuai dengan standar akuntansi yang ada, tak jarang pihak
perbankan ternyata menghindari angka lain atas dasar argumentasinya yang dimuat
oleh kepentingan oknum petugas bank tersebut terkait dengan kesanggupannya pada
pencairan kredit kepada klien. Sementara petugas pajak cenderung apriori dengan
hasil audit maupun laporan keuangan hasil konsultasi dengan KAP. Namun, ada
kalanya pihak perusahaan tidak mau memperpanjang masalah dengan memberikan
sebanyak yang dimau petugas pajak tersebut. Uraian di atas menjelaskan bagaimana
praktik profesional akuntan (dalam konteks individu dan organisasi) tidak dapat
dilepaskan dari konteks sosial (makro sosial) yang melingkupinya. Menurut
Ronggowarsito dalam serat Kalatidha yang disunting dan diterjemahkan oleh Norma
(1998) mengemukakan: “Hidup di zaman edan gelap jiwa bingung pikiran. Turut hati
tak tahan, jika tidak turut batin merana dan penasaran tertindas dan kelaparan. Tapi
janji Tuhan sudah pasti, seuntung apapun orang yang lupa daratan lebih selamat
orang yang menjaga kesadaran.”
15
mendorong dihasilkannya praktik (tidak) etis tertentu, baik yang dilakukan oleh akuntan
sebagai individu maupun oleh KAP sebagai organisasi. Struktur dominasi atau struktur
penguasaan membuat adanya penguasaan atas kepentingan ekonomis dari proses
kerja profesional akuntan dan menjadi dominasi psikologis bagi profesional akuntan
karena tidak mendapatkan klien dapat berpengaruh terhadap kelangsungan hidup
KAP.
16
Perhatian berlebih pada nilai-nilai materialistic dan kepentingan individu pemilik
modal dalam kapitalisme mendorong terjadinya pola usaha dan pola kehidupan yang
destruktif. Menjadi ironis karena penciptaan berbagai teknologi untuk menunjang
kemajuan dan kesejahteraan hidup manusia justru menyebabkan kerusakan pada
berbagai segi kehidupan itu sendiri. Sementara itu dalam konteks internal dilakukannya
proses produksi di suatu perusahaan, kehidupan pelaku produksi juga tidak menjadi
perhatian yang semestinya dari pemilik perusahaan. bahkan diri pekerja yang turut
menghasilkan suatu produk ternyata tidak dapat menikmati produk tersebut karena
jauhnya kesenjangan antara imbalan yang didapatkan dengan harga produk tersebut.
Eksploitasi atas yang lain terjadi dengan sistematis melalui berbagai bentuk
propaganda. Inilah yang terjadi dalam kehidupan dewasa ini, tidak terkecuali dalam
kehidupan profesional. Balutan kapitalisme ini telah mencengkeram kuat nadi para
profesional sehingga merasa berhutang budi untuk melestarikannya dalam kehidupan
profesionalnya. Bidang akuntansi sendiri merupakan bidang yang sangat dekat dan
tidak dapat dipisahkan dari bidang ekonomi dan bisnis. Akuntansi sebagai unsur
penting dalam bangunan komunitas ekonomi dan bisnis.
17
Berakar untuk dapat memperoleh posisi di tengah kemudian etika profesi
akuntan muncul dan terus dikembangkan. Kemunculan etika profesi akuntan melalui
proses yang panjang dengan banyak sebab dimana bersifat kontekstual dengan
suasana yang berkembang dalam hubungan agensi dan berbagai dampaknya kepada
pemberian jasa profesional oleh akuntan. Sementara itu jika dicermati lebih mendalam
yang terjadi di Indonesia, pasar modal bukanlah instrumen terpenting dalam
mendukung keberlangsungan perekonomian negara atau masyarakat. Demikian
halnya pasar modal bukanlah satu-satunya media yang penting bagi profesi akuntan
untuk melakukan perannya sebagai seorang profesional berbeda dengan Amerika
Serikat yang menjadikan pasar modal sebagai media profesi akuntan untuk melakukan
perannya sebagai profesional. Jikalau menjadikan pasar modal sebagai acuan
pengembangan standar profesional dapat menjadikan keuntungan hanya pada para
pemodal besar, dan disitulah distorsi kapitalisme yang berakar dari filosofi kerja keras
untuk ibadah terjadi. Dampak selanjutnya adalah malpraktik bisnis yang terjadi dalam
skala luas, akibatnya kerusakan moral melingkupi berbagai segi kehidupan
Suatu konsepsi dalam strukturasi adalah keberadaan struktur yang tidak selalu
membatasi (constraining). tetapi juga memberdayakan atau memungkinkan (enabling)
agen untuk mengkreasi proses kehidupannya. Konsepsinya adalah bahwa agensi
merujuk pada keadaan agen. Dalam hal ini agen tersebut harus mampu memberikan
sederet kekuasaan kausal, termasuk mempengaruhi kekuasaan-kekuasaan yang
disebarkan oleh orang lain. Struktur dalam kerangka strukturasi dimaksudkan sebagai
aturan dan sumber daya atau sederet hubungan transformasi yang diorganisasikan
sebagai sistem sosial. Aturan dan sumber daya ini secara rekursif diimplementasikan
dalam reproduksi sosial, dimana karakteristik sistem sosial terlambang dengan
memiliki sifat-sifat struktural. Sistem sosial merupakan hubungan yang diorganisasikan
sebagai praktik sosial reguler. Untuk itu maka menganalisis struktur sosial berarti
menganalisis mode-mode tempat diproduksi dan direproduksinya sistem-sistem dalam
interaksi yang didasarkan pada aktivitas utama aktor di tempat tertentu yang
menggunakan aturan-aturan sumberdaya dalam konteks tindakan yang beraneka
ragam.
Terkait dengan memahami pola etika yang berlangsung di KAP Drs. Madia
Subakti dapat dihubungkan dengan pernyataan milik Polanyi (2001:77) dimana
menyatakan bahwa tindakan manusia melibatkan tanggung jawab yang memunculkan
18
pertanyaan tentang motif. Terdapat beberapa bentuk implisit dari institusionalisasi
etika, diantaranya adalah reward system, sistem evaluasi kinerja, sistem promosi,
budaya organisasi, kepemimpinan etis, dukungan dari manajemen puncak, dan
saluran komunikasi yang terbuka. Proses yang berlangsung secara informal ini dapat
mengalirkan bentuk kerja sama yang saling mengisi atas kekurangan yang lain.
Terlepas dari ketiadaan pernyataan eksplisit yang terkait dengan aspek transendensi
manusia, pencermatan dimensi kecerdasan dan spiritual atas sosok Madia sebagai
king maker. Madia adalah seorang minoritas yang berkiprah di tengah masyarakat
yang mayoritas beragama islam, tapi eksis dalam interaksi sehari harinya Madia
adalah sosok yang inklusif.
Berkaitan dengan sikap esoterisnya dalam beragama dewasa ini, maka Madia
mengindikasikan kecenderungan atas berkembangnya kecerdasan emosional dan
spiritual dalam dirinya. Ini merupakan sebuah potensi yang positif untuk menciptakan
suasana kondusif dalam menumbuhkan iklim yang lebih etis di KAP Drs. Madia
Subakti. Hal tersebut masih pada ranah kecerdasan emosional. Namun demikian
pernyataan penuh makna yang dilontarkan oleh Madia dan beberapa tindakan yang
telah dilakukannya dapat mengindikasikan kecenderungan berkembangnya
kecerdasan spiritual tersebut. Sikap diri yang menunjukkan berkembangnya empati
sebagaimana dimiliki Madia dan kemudian dikolaborasikan pada stafnya untuk dibawa
dalam melaksanakan pekerjaan profesional merupakan potensi yang sangat kuat
untuk melangsungkan iklim etis organisasi. Empati adalah sebuah human faculty yang
berakar mendalam.
19
organisasi ini sebagai produk organisasi, idiom signifikasi ini kemudian menjadi
mindset di kalangan staf.
Daya agensi individu dan organisasi KAP Drs. Madia Subakti atas struktur
sosial yang melingkupinya, untuk beberapa hal seperti misalnya dalam memberikan
opini di luar opini wajar (tanpa atau dengan pengecualian) atas struktur sosial yang
melingkupinya. Madia dan KAP lebih lemah, terlebih dalam daerah dimana orang
berusaha dengan jalan pintas untuk segera dapat menikmati kekayaan, daya pengaruh
lingkungan lebih kuat dibandingkan. dengan daya agensi individu maupun organisasi
KAP untuk mempengaruhi lingkungannya dalam batas tertentu. Individu dan KAP Drs.
Madia Subakti telah turut memberdayakan kliennya dalam menghadapi suatu tekanan
dari lingkungan sosial yang tidak baik dengan meyakinkan klien akan posisi yang tepat
dalam menghadapi penyimpangan perilaku profesional petugas pajak, tentu saja KAP
Drs. Madia Subakti melalui stafnya telah turut mengembangkan sikap yang lebih baik
bagi aparatur Pemerintah untuk tidak terus larut dalam pengaruh zaman. Daya agensi
yang demikian muncul dan mungkin berkembang karena kepemilikan atas
pengetahuan perpajakan yang memadai pada diri statistik. Kepemilikan pengetahuan
ini merupakan representasi dari terdapatnya struktur dominasi atas sumber daya
pengetahuan di bidang perpajakan dan akuntansi. Penolakan KAP Madia untuk
memberikan opini wajar kepada klien yang memang berdasarkan pertimbangan tidak
layak untuk diberikan opini tersebut.
Walaupun berakibat kerugian ekonomis bagi diri individu dan KAP, tindakan ini
akan dapat memberikan sumbangan bagi perbaikan situasi lingkungan sosial yang
rusak. Dalam batas tertentu, individu dan KKP tetap mempunyai peran agensi yang
dapat dimainkan dalam proses interaktif dengan lingkungan sosial yang mengitarinya.
Proses mencermati mudah bagi penstrukturan etika dalam konteks seperti ini, dengan
mendalami fenomena diri Madia dan operasionalisasi KAP, ternyata masih terdapat
pengakuan atas struktur dominasi dari lembaga pengatur profesi. Kedua lembaga
pengatur ini lebih bersifat kekuasaan politis dibandingkan ekonomis. Kedua lembaga
tersebut mempunyai daya untuk memaksakan suatu tindakan kepada Madia dan KAP
nya dengan mengacu pada kode etik IAI dan peraturan perundang-undangan.
Peraturan profesi dan perundang-undangan ini adalah sebuah struktur legitimasi di
mana Madia dan KAP nya telah merasakan adanya daya legitimasi ini, di mana
kemudian mereka mendapatkan sanksi etis dan administrative. Sanksi ini tidak
sekedar merupakan pembatasan atas praktik tertentu yang harus dijalankan oleh
20
Madia dan KAP nya. Sanksi ini sekaligus berarti memberdayakan media dan KAP nya
untuk memiliki sensitivitas etika yang lebih baik dalam menjalankan tugas profesional.
Penyikapan positif Madia dan staf KAP atas sanksi yang diterimanya nya menunjukkan
arah pemberdayaan diri menjadi lebih baik di masa yang akan datang, Pada sisi
dimensi realitas lainnya, kondisi sebagaimana terdeskripsikan di atas secara dinamis
selalu bersinggungan dengan kenyataan dalam praktik etika pada lingkungan sosial
yang lebih luas. Mencermati situasi seperti ini, Madia berkeyakinan bahwa pada
akhirnya secara alamiah akan terjadi reaksi klien mana yang beritikad untuk berbisnis
secara baik dan mana yang tidak. Dia masih menaruh harapan bahwa dengan upaya
yang dilakukan untuk mengembangkan praktik secara baik pada akhirnya dia
mendapatkan klien yang baik pula ke depannya.
Menurut Will dan Ariel Durant (2000) menyebutkan bahwa tidak ada contoh
berarti dalam sejarah sebelum kita, suatu masyarakat yang benar-benar berhasil
mempertahankan kehidupan moral tanpa bantuan agama. Moralitas yang baik
merupakan salah satu kunci untuk mencapai keberhasilan dalam bidang bisnis.
Tegaknya sebuah profesi akuntan jika beberapa unsur telah baik. Unsur dalam profesi
akuntan mencangkup kedalaman dan keluasan pengetahuan, mantapnya keahlian
yang dimiliki, serta karakter diri yang kuat berdasarkan etika. Tindakan Madia selaku
pimpinan KAP dalam kasus yang sudah dijelaskan sebelumnya, Madia memiliki
kerelaan untuk memberikan bantuan kepada klien dalam penugasan profesionalnya,
sehingga klien dapat keluar dari kesulitannya.
Hal ini dapat menggambarkan jika dalam tindakan tersebut terdapat suatu
kekuatan emosional dan spiritual di diri Madia. Dewasa ini pengembangan akuntansi
dan profesionalisme akuntan berlangsung seperti kapitalistik. Hal ini dikarenakan,
informasi akuntan yang dihasilkan oleh akuntan diorientasikan untuk pemenuhan
kepentingan pemain pasar di system yang liberalistic dan kapitalistik. Perkembangan
akuntansi di Indonesia menunggu perubahan di AS. Sayangnya, masalah praktik etika
tidak selalu sama dengan negara lain. Budaya di AS cenderung mengarah
individualisme, berbeda dengan di Indonesia yakni lebih kepada dimensi kolektivisme.
Perbedaan ini membukti bahwa esensi kemungkinan pengaruh dimensi budaya lokal
yang adiluhung dalam perumusan kerangka nilai bagi profesi tidak boleh disepelekan
dan harus lebih difokuskan. Mengutip pendapat Ayn Rand (2003) yang menyebutkan
21
bahwa monopoli penilaian moral atas suatu fenomena social seringkali mengacu
kepada pihak yang mendominasi wacana.
Selain itu, menurut IAI (1998) menyebutkan bahwa tindakan yang telah mereka
lakukan juga bertentangan dengan prinsip etika “objektivitas” karena hubungan yang
memungkinkan prasangka, bias atau pengaruh lainnya. Namun, berdasarkan
pandangan budaya Indonesia, tindakan kolektivisme seperti halnya membantu klien
merupakan salah satu tindakan yang dibenarkan karena merupakan tujuan utama
(Hofstede,1991). Dengan demikian, “membantu klien (yang lemah)” merupakan refleksi
dimensi budaya feminin dan etika sosial Jawa, Salah satu ahli juga mencoba
mengkritisi mengenai isu independensi. Kerangka independensi yang dikembang
selama ini terlalu simplistic dan secara fundamental bias budaya. Adanya pengaruh
budaya AS yang cenderung maskulin berpengaruh terhadap cara pandang mengenai
hubungan antara akuntan dengan klien. Cara pandangan menjadi bersifat separatis
yang mengarah terhadap sifat individualis. Menurut landasan tersebut, seorang
akuntan harus dapat memisahkan antara hubungan hirarki atau kontraktual. Disisi lain,
kondisi di Indonesia, kepentingan audit tidak selamanya harus terkait secara masif
dengan masalah hubungan keagenan seperti di teori agensi.
22
Standar pengendalian mutu telah secara jelas menyebutkan berbagai aspek
dalam pengelolaan KAP harus ada secara formal dan jelas. Namun, di KAP Drs. Madia
Subakti berbagai pola informal dan konvensional telah berlangsung belasan tahun
semenjak KAP ini berdiri. Berdasarkan fenomena ini dapat dikategorikan secara “de
jure” bukan merupakan sesuatu yang tepat dipandang dari kacamata profesional,
dimana standar pengendalian mutu lebih menggambarkan suasana budaya dengan
segala dimensi yang ada. Sehingga, pada ujungnya masalah fenomena KAP ini
menjadi salah satu penyebab munculnya perbedaan pandangan.
23
profesional ini didorong oleh rasionalitas ekonomis semata, dimana seolah-olah hidup
dan kehidupan ini hanya dapat dipuaskan dan dipenuhi dengan sesuatu yang bernilai
materiil. Rasionalitas ini telah mengabaikan dimensi lain dari hidup dan kehidupan.
Dalam praksis lain dalam kehidupan, dimana aktivitas profesional dapat merasa
berhasil ketika dapat membantu orang lain (klien) untuk keluar dari kesulitannya.
Dalam pandangan ini penerimaan suatu pekerjaan tidaklah didasarkan pada fee yang
diterimanya. Menurut Koehn (2000) kaum profesional adalah orang yang melayani
klien dan klien adalah orang yang dibantu oleh kaum profesional. Sehingga sebuah
profesi dijalankan dengan tujuan bukanlah untuk meningkatkan laba.
Prinsip nilai yang dikembangkan oleh Madia yang mana membantu klien dan
melaksanakan pekerjaan yang memerlukan keahlian profesional dengan tidak semata-
mata untuk pencapaian keuntungan yang bersifat materi. Dalam alam modern ini
lazimnya seorang profesional bekerja keras atas dasar iming-iming jumlah uang yang
akan diterimanya. Jika terdapat pertimbangan lain yang dominan di luar kelaziman
tersebut maka dapat disebut suatu anomaly. Karakter modernisasi selalu
mengutamakan sesuatu yang bersifat nyata dan riil yang menunjukkan bahwa
profesionalisme dalam kehidupan modern sangat paralel dengan tingkatan
preconventional dari teori tahap pengembangan moral.
Mencermati lebih lanjut atas fenomena Madia, pada dirinya telah berkembang
suatu kekuatan emosional dan spiritual dalam melangsungkan kehidupan pribadi dan
profesionalnya. Ciri suatu kekuatan emosional (kecerdasan emosional) antara lain
adalah mengendalikan dorongan hati dan tidak melebih-lebihkan kesenangan,
mengatur suasana hati dan tidak melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana
24
hati, serta berempati dan berdoa. Kepemilikan uang yang berlimpah sebagai simbol
menuju pencapaian kesenangan duniawi tidaklah menjadi hal yang utama bagi Madia.
Membantu klien juga merupakan manifestasi dari empati yang tumbuh pada diri Madia.
Dengan ini dia mengembangkan pola di KAPnya untuk tidak kaku hanya berdasarkan
nilai rupiah tertentu dalam menerima suatu penugasan pekerjaan. Inilah merupakan
sikap hidup yang dilandasi oleh berkembangnya kecerdasan emosional (emotional
question) dimana ditunjukkan dengan tindakan empati dengan merasakan dan
memahami kondisi orang lain. Dengan mengembangkan sikap hidup Madia justru akan
merasakan bahwa dirinya dapat menemukan hakikat dirinya sebagai manusia. Ketika
hal tersebut berlangsung secara otomatis dimensi SQ (spiritual question) telah
dikembangkan oleh Madia.
25
harus ditempuhnya. Menurut Giddens (2003) kesadaran mengacu pada monitoring
refleksi perilaku agen-agen manusia, kebanyakan dalam pengertian apa yang telah
disebutnya sebagai kesadaran praksis. Uang dan simbol materialisme lainnya dewasa
ini telah diagungkan oleh sebagian besar masyarakat kelas atas, kelas menengah,
maupun kelas bawah serta pada masyarakat profesional maupun masyarakat
nonprofesional. Hal ini merupakan fenomena yang umum berlangsung di masyarakat,
sehingga dapat disebut dengan perilaku yang menggambarkan “zaman edan”. Suatu
kehidupan yang hanya diilhami oleh visi materialistic dan nilai hedonistic, tetapi jauh
dari visi sebagai manusia seutuhnya dan kering atas nilai-nilai kemanusiaan.
Dalam kerangka proses yang ingin belajar dari kesalahan membuat Madia
dapat dikatakan sebagai sosok yang mau belajar untuk menjadikan hikmah sebagai
sosok yang mau belajar dari kejadian masa lalu. Keadaan dirinya sekarang tentu juga
karena adanya pembelajaran dari sanksi yang telah dijatuhkan kepadanya dan
KAPnya oleh otoritas profesi akuntan yaitu IAI dan Kementerian Keuangan. Untuk itu,
Madia cenderung lebih berhati-hati dan selalu berpikir panjang. Demikian halnya dari
upayanya untuk menghindari pekerjaan berisiko dalam konsultasi perpajakan sehingga
jika sampai pada tahap negosiasi dia meminta supaya diselesaikan sendiri oleh
kliennya. Dimensi spiritual yang ada pada diri Madia yaitu adanya kemampuan untuk
menghadapi dan memanfaatkan penderitaan, serta kemampuan untuk menghadapi
dan melampaui rasa sakit.
26
hidup yang diilhami oleh visi dan nilai-nilai, serta kecenderungan diri Madia untuk
melihat keterkaitan antara berbagai hal atau berpandangan holistic. Hal ini berbeda
dengan pandangan besar umumnya yang mana dalam mengelola organisasi bersifat
formal sangat penting.
Rasionalitas telah merampas sifat intuitif dan imajinatif yang didorong oleh daya
emosional dan spiritual seseorang dengan menempatkan ego di atas keberadaan
keseluruhan dimensi diri manusia. Ego merupakan lapisan diri yang berkaitan dengan
jalur dan program saraf seri dalam otak yaitu sistem saraf yang bertanggung jawab
pada pemikiran logis dan rasional serta pemikiran sadar, berorientasi pada tujuan atau
pemikiran strategis. Tentunya hal ini berbeda dengan humanisme barat yang
menekankan pada egoism diri yang memutuskan diri manusia dengan makna dan
perspektif yang lebih luas. Egoism sendiri menjadi penyebab kesulitan dan penderitaan
bagi manusia karena manusia terjebak pada pencapaian kebahagiaan semu yaitu
kebahagiaan yang dilandasi oleh cinta diri yang berlebihan. Menghubungkan
fenomena ini dengan ESQ secara neurologis merupakan manifestasi dari bekerjanya
belahan otak kanan manusia. Sedangkan pembenaran suatu tindakan banyak
didasarkan pada potensi yang digerakkan oleh belahan otak kiri manusia (IQ). Cara
pandang dan cara tindak yang linearitas dapat menghilangkan kreativitas seseorang
dimana seolah menghadapi sesuatu yang memang sudah ada. Di sinilah distorsi
kebenaran dapat terjadi karena IQ tidak menggerakkan seseorang untuk menjadi
kreatif, mengembangkan kapasitas emosi, bernuansa spiritual, dan menguatkan
hubungan sosial.
27
pengelolaan organisasi yang informal di mana pola ini suatu elaborasi nilai-nilai
kehidupan dapat berlangsung sedemikian rupa. Dalam suatu aktivitas bisnis masih
tetap melekat suatu nilai kehidupan yang hakiki, sebagaimana kehidupan dalam suatu
keluarga.
28
KESIMPULAN
Setiap KAP dan Akuntan diharuskan untuk selalu memiliki dan menerapkan
etika akuntan. Praktik etika yang terjadi dalam KAP di Indonesia terbagi menjadi 2,
yakni praktik secara informal dan formal. Informal merupakan kondisi dimana etika
yang diterapkan dan ditanamkan dalam organisasi tersebut tidak dirumuskan,
diterapkan, disusun secara resmi di dalam sebuah dokumen, adanya perjanjian terikat,
dan lain sebagainya. Sedangkan, praktik formal merupakan kondisi dimana etika
diterapkan dan ditanamkan di dalam organisasi secara resmi, tertulis dalam dokumen,
pekerjaan terikat dengan perjanjian yang telah disepakati, dan berbagai bentuk
lainnya. Salah satu penerapan atau penanaman etika secara informal dapat
digambarkan oleh KAP “Drs. Madia S”. Tindakan Madia selaku pemimpin KAP yang
memberikan motivasi melalui ucapan atau pernyataan mampu mempengaruhi tindakan
staf anggotanya untuk bekerja sesuai dengan etika yang berlaku dalam organisasi
tersebut. Selain itu, Madia juga rela membantu kliennya.
Tindakan yang telah dilakukan oleh Madia ini dipandang melalui dua sisi.
Pertama, menurut IAI tindakan yang telah dilakukan oleh Madia seperti halnya
membantu klien merupakan tindakan yang melanggar prinsip etika yang berlaku.
Kedua, pandangan ini berdasarkan budaya yang ada di Indonesia yakni saling
membantu sesama agar orang lain bahagia merupakan hal yang diperbolehkan. Madia
melakukan tindakan yang mengandung nilai spiritual dan emosional. Dimana, dia telah
menunjukkan sebagai hamba-Nya telah menjalankan tugas dengan penuh tanggung
jawab dan bertujuan untuk membantu sesama hamba-Nya. Sisi emosional terlihat
ketika Madia memiliki rasa rela atau rasa empati untuk membantu menyelesaikan
beban kliennya. Sehingga implikasinya dalam hal ini sebuah nilai SQ dan EQ menjadi
sebuah hal penting dalam menjalankan etika dalam KAP. Karena, sesuai pendapat
yang dikemukakan oleh Will (2000) bahwa tidak ada masyarakat yang benar-benar
berhasil tanpa bantuan agama. Sehingga, nilai ketuhanan sangat perlu dijunjung dalam
pelaksanaan etika di sebuah organisasi atau di lingkungan lainnya.
29
DAFTAR PUSTAKA
30