Anda di halaman 1dari 12

Isu Etika dalam Praktik Akuntansi

Oleh:
Inge Fitri A
Aisyah Basalamah
Intan Wahyuningsih

(135020300111002)
(135020300111003)
(135020300111024)

JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2016

BAB 4. KESADARAN ETIS INDIVIDU DI ANTARA KEAGUNGAN DAN


KEANGKUHAN PROFESIONALISME
1. Pengantar
Tindakan merupakan suatu proses yang berkesinambungan,suatu aliran, di mana
monitoring refleksif yang dipertahankan individu itu merupakan dasar bagi pengendalian
tubuh yang biasanya diteruskan oleh actor- actor itu dalam kehidupannya (Gidens,2003:11).
Sementara itu monitoring reflektif merupakan ciri yang terus menerus dari tindakan manusia
sehari-hari dan melibatkan perilaku tidak hanya individu namun juga perilaku orang lain
(Giddens,2003:6)
Dalam bentuk pergulatan pemikiran itulah monitoring reflektif kemudian berlangsung.
Sebuah dinamika yang berkembang karena adanya kesadaran individu atas fenomena etika
dalam praktik kehidupan sosial dan professional, yang bersumber baik dari pengalaman
dirinya maupun dari pengalaman orang lain yang direkamnya.
2. Fenomena Sosok Kontroversial
Pemimpin adalah pemilik, seklaigus actor utaa yang banyak menentukan
kelangsungan hidup sebuah KAP. Bagi sebagian orang, sosok Madia (partner pimpinan KAP
Drs. Madia Subakti) adalah sosok yang kontroversial. Sikap Madia dalam banyak hal
berimplikasi pada cara menangani pekerjaan professional yang dilakukan dan dikembangkan
di kantornya selama ini. Ini tidak urung sempat memicu munculnya suara sumbang di
kalangan tersebut. Suara sumbang di kalangan akuntan ini mencapai puncaknya pada saat
Madia dan KAP-nya mendapatkan sanksi dari IAI dan Departemen Keuangan.
Dalam posisinya, tentu sorotan atas kinerja KAP tidak bisa dilepaskan dari sosok
kepribadiannya, positif maupun negatif. Madia adalah sosok yang keras, dan dalam beberapa
hal dianggap sebagai pribadi yang tidak konsisten. Pencitraan yang melekat pada diri Madia
hanyala stereotype negatif atas dirinya sebagai akademisi dan professional akuntan.
Pencitraan ini berlanglangsung sampai pada kurun waktu yang seolah tidak terbatas, di mana
Madia sebenarnya juga telah menstransformasikan dirinya untuk menjadi sosok yang
moderat sebagai manusia biasa. Madia telah menstransformasikan dirinya dari seorang

anak petani menjadi seorang akuntan. Proses yang berjalan demikian berlangsung secara
dinamis.
Diri atas Dari pengalaman atas proses transformasi diri Madia, sosoknya adalah
Manusia yang mau sepenuhnya baik dan mau sepenuhnya tidak jahat. Demikian halnya
yang terjadi pada diri Madia dalam menjalani kehidupannya, khususnya sebagai pimpinan
KAP. Pada titik ini Madia menjalani proses sejarah kehidupan menuju kesadaran pribadi
yang baik, yang bijak dna yang utama.
.
3. Keuntungan Materill (uang) bukan yang utama
Akuntan sebagai individu yang berkehendak mempunyai seperangkat pengetahuan
dari akumulasi pengalaman hidupnya. Dalam konteks profesionalisme, pengetahuan etika ini
menjadi bagian yang tidak bisa ditawar oleh akuntan. Ini dikarenkan profesionalisme
masyarakat unsur etika, selain keharusan untuk dimilikinya unsur keahlian dan pengetahuan.
Pengetahuan atas dasar etika dapat menjadi dasar membuka kesadaran diri akuntan untuk
berperilaku etisDalam diri akuntan,semenjak mareka kuliah selalu diperkenalkan dan
bergumul dengan uang dalam dimensi ekonomis. Mereka mendapati dalam proses
perkuliahan itu bahwa pada akhirnya segalanya harus ternilai dengan uang. Tidak selayaknya
jika seorang (akuntan professional) hanya bekerja dan memenuhi kualitas pekerjaannya
sekedar bermotifan imbalan uang sebagai mana yang disepakati dalam kontrak penugasan.
Gaya hidup yang aktifitas sehari-harinya menggunakan mobil dapat dicermati dari
pandangan tentang bekerja dan harta (yang dapat direpresentasikan dengan penguasaan
uang). Madia adalah sosok yang mau belajar dan dapat belajar dari pengalaman. Proses yang
demikian kemudian memperkaya wawasan dirinya, dan kemudian berkembang menjadi
falsafah hidup dan kehidupannya. Bagi Madia sekolah tidak sekedar untuk mendapat ilmu
pengetahuan namun jua mendapatka kesadaran untuk lebih menerima suatu proses kehidupan
yang lebih bermakna dan bernilai.
Dengan internalisasi pemahaman bahwa uang bukanlah ukuran keberhasilan
pekerjaan,dapat menjadi motivasi bagi kaum professional,dan kemudian selalu menjadi cirri
untuk menentukan profesionalismenya (Koehn,2000;31). Kesadaran diskursif, dimana dapat
berarti mampu menempatkan sesuatu ke dalam kata-kata (Giddens,2003:53), merupakan

potensi positif yang layaj dimiliki oleh seorang individu untuk dapat bertindak sebagai actor
kehidupan.
4. Membantu Klien sebagai Keutamaan
Bagi Madia dengan memperhatikan sisi sosial kehidupan pun tidak menutup
kemungkinan untuk mendapatkan keuntungan dalam bisnis,setidaknya untuk jangka panjang.
Kelak keuntungan bisnis juga akan didapatkan karena adanya rasa yang terjalin pada diri
klien yang merasa terbantu tersebut. Pada kenyataannya kondisi yang demikian memang
berdampak pada masih banyaknya klien yang dalam jangka waktu tertentu selalu
memanfaatkan jasa KAP ini,baik untuk audit maupun non audit.
Tidak dapat dipungkiri bahwa kebanyakan pengusaha kecil menengah di Indonesia
belum dapat menyusun laporan keuangan sebagaimana yang telah dipersyaratkan dalam
standar akuntansi keuangan. Seringkali laporan keuangan yang disajikannya belum layak
untuk diaudit.
5. Jejak Kesadaran Etis pada Pribadi yang Lain
Yang terjadi pada staf professional,mereka tidak selalu memposisikan diri pada actoraktor tak berdaya pada sembarang situasi. Sebagai manusia yang berkesadaran,secara
diskursif mereka mampu membedakan yang dapat dilakukan dan yang tidak dapat dilakukan.
Walupun keputusan yang mereka ambil tetap pada batasan di bawah kontrol pimpinan KAPnya,namun mereka menyerap substansi membantu klien dalam menjalankan suatu
penugasan. Standar (akuntansi atau auditing) bagi mereka bukanlah harga mati yang tidak
dapat ditawar ketika diimplemantasikan pada keadaan tertentu,terlebih pada kenyataannya
tidak terdapat standar yang berbeda untuk skala usaha yang berbeda.
BAB 5. JEJAK ETIKA DALAM PRAKTIK ORGANISASI
1. Pengantar
Dalam teori strukturisasi disebutkan bahwa individu sebagai agen mempunyai peran
yang sama pentingnya dengan peran organisasi yang melingkupi keberadaan individu
tersebut. Organisasi adalah kumpulan dari beberapa orang yang mempunyai tujuan yang
sama. Bab ini berfokus pada pemaparan hasil eksplorasi dan sintesa atas dimensi dimensi
etika dalam konteks praktik organisasional yang berkembang di KAP Drs. Madia Subakti

.organisasi tersebut berguna untuk melacak jejak-jejak dimensi struktur dalam strukturasi
praktik etika. Namun tidak dipungkiri hasil dari praktik rekursif mendapatkan berbagai
bentuk pemahaman bahwa dimensi tersebut tidak dapat diabaikan. Sehubungan kegiatan ini
berlangsung secara strukturatif maka dalam praktik sosial ini termasuk hal yang sangat
esensial.
2. Informalitas Manajemen Organisasi Profesional
Organisasi sebagai sebuah komunitas,mempunyai seperangkat instrument untuk
menjalankan aktifitasnya. Khususnya bagi organisasi formal atau rasional, instrument
instrumen tersebut meliputi perangkat keras maupun perangkat lunak organisasi. Secara
umum, perangkat lunak organisasi antara lain dapat meliputi kerangka nilai ( organizational
values ), peraturan organisasional, rumusan rencana strategi, rencana operasional, pelaporan,
struktur organisasi dan uraian pekerjaan, serta sistem pengelolaan sumber daya manusia.
Kesemuanya

ini

seharusnya

terdapat

dalam

dokumentasi

yang

jelas

dan

terinstitusionalisasikan.
Keberadaan seperangkat instrument organisasi sebagaimana disebutkan di atas
sebenarnya juga dimaksudkan untuk menjaga kualitas organisasi. Kualitas yang harus
dipunyai tersebut dapat menjaga kepastian kepada klien bahwa jasanya dilakukan secara
nyata, andal, responsif,terjamin, dan empati (McLeod,Jr.,1995;95)
Struktur Organisasi dan Uraian Pekerjaan
Sebagai salah satu instrument organisasi,keberadaan struktur organisasi dan uraian
pekerjaan dalam sebuah KAP merupakan sebuah keharusan. Lebih lebih di dalam SPM
(seksi 100 paragraf 03), sebagaimana telah dikutip di atas, disebutkan bhawa dalam kerangka
sistem pengendalian mutu KAP, organisasi KAP harus memperhatikan keberadaan struktur
organisasi, kebijakan dan prosedur yang ditetapkan KAP untuk memberikan keyakinan
memadai tentang kesesuaian perikatan professional dengan SPAP.
Keberadaan struktur organisasi juga dapat menentukan tingkat kerentanan permainan
politik dalam organisasi (Goetsch&Davis,1997;582). Politik dalam organisasi akan berakibat
positif jika itu dimaksudkan positif jika itu dimaksudkan untuk menjaga secara proporsional
kepentingan organisasi di atas kepentingan orang per orang dalam organisasi. Dengan
demikian keberadaan struktur organisasi secara etis dimaksudkan untuk mencegah terjadinya

permainan politik dari orang atau sekelompok orang tertentu demi mencapai kepentingan
kepentingan semata.
Melihat pentingnya hal ini,maka struktur organisasi dan uraian pekerjaan haruslah
diadakan secara formal,sehingga berbagai unsure di organisasi memahami posisi mereka
masing-masing. Dengan ini pula,maka akan jelas siapa mempunyai kewenangan dan
tanggungjawab atas apa.Keberadaan struktur organisasi dan uraian pekerjaan yang jelas akan
memberikan kerangka aktivitas bagi anggota organisasi untuk tidak melakukan tindakan
disfungsi. Ini berarti struktur organisasi dan uraian pekerjaan juga merupakan means dalam
mencegah terjadinya dilemma etis bagi semua anggota KAP.
Pengelolaaan Personil
Personil ( sumberdaya manusia ) merupakan salah satu dari beberapa jenis
sumberdaya utama organisasi yang harus dikelola oleh manajemen. Dengan tingginya rotasi
staf, sebuah tipikal dalam organisasi KAP, merupakan tantangan tersendiri bagaimana
manajemen sumberdaya manusia dapat berlangsung secara efektif.
Upaya serius pembenahan ini terlihat dalam realisasinya rumusan sistem
pengendalian mutu yang masih dalam tahapan penyusunan. Sedangkan yang berlangsung
selama ini masih bersifat kebijakan lisan dan praktik keseharian yang berjalan begitu saja. Ini
dapat diperhatikan dari beberapa kejadian,yang sebenarnya sangat krusial bagi kepentingan
organisasi.
1. Rekruitmen Staft. Proses ini seringkali terjadi karena faktor kebetulan belaka. Ini
berlangsung karena rekruitmen staf terjadi karena adanya famili keluarga Madia atau
anak dari kolega Madia yang berlatar belakang pendidikan akuntansi ( atau bidang
relevan lainnya) yang sedang membutuhkan pekerjaan.
2. Jenjang Jabatan dan penggajian. Sementara itu informasi kebijakan juga terdapat
pada ketentuan penetapan jenjang jabatan dan penggajian staf. Di KAP ini tidak
terdapat ketentuan formal tentang hal tersebut. Tidak ada criteria baku yang
mendasari keharusan staf untuk dapat mencapai posisi karir tertentu. Substance over
form merupakan istilah dalam akuntansi yang menunjukkan sebuah kondisi di mana
akuntan bersikap atau bekerja dengan lebih mendasarkan pada substansi daripada
bentuk formal atau status hukum dari apa yang harus dikerjakannya. Namun
demikian,meski sudah terdapat rumusan atas jumlah pendapatan yang bakal diperoleh

oleh seseorang berdasar konvensi ini,masih saja terdapat perasaan ketidakpastian(dan


kemudian ketidakpuasan) bagi para staf. Satu diantaranya adalah bahwa kadangkadang mereka tidak mendapatkan gaji sesuai dengan prosentase pekerjaan yang telah
mereka selesaikan,setidaknya berdasarkn perkiraan mereka seblemunya. Bahkan
kemudian terdapat kesan pada diri staf,bahwa sistem penggajian yang dijalankan
bersifat subyektif.
Pengelolaan KAP ini jika merujuk pada pemilahan yang dilakukan oleh Velasquez
(2002:445),termasuk dalam model organisasi sebagai suatu jejaring hubungan
personal yang berfokus pada perhatian . Beberapa aspek yang mendasari model the
caring organization, sebagaimana dikutip oleh Velasquez (2002;492), adalah
perhatiannya:
- Sama sekali terfokus pada orang,bukan pada kualitas,profit ataupun hal hal
-

lainnya.
Dijalankan sebagai akhir dan bertahan pada diri, dan tidak hanya berarti menuju

pencapaian kualitas, profit dan lain-lainnya.


Personil secara esensial pada akhirnya membutuhkan keasyikan individual

tertentu, pada level subjektif dalam memelihara individu tertentu yang lain.
Peningkatan yang tumbuh untuk memelihara, dalam hal itu menggerakkan
menuju kegunaan dan pengembangan kapasitas penuhnya, dalam konteks
kebutuhan dan aspirasi yang didefinisikannya.

3. Diseminasi (dan Praktik ) Etika dalam Konteks Interaksi Informal


Upaya-upaya yang dilakuakn masih bersifat informal,yang kemudian berkembang
menjadi sebuah konvensi. Tremasuk di dalam ketiadaan secra dokumnetatif deskripsi kerja
antar staf,status kepegawaian staf,maupun pedoman-pedoman organisasi lainnya (termasuk
yang memuat nilai-nilai yang dianut organisasi ataupun etika organisasi).
Beberapa di antara dokumen pedoman organisasi pada saat penelitian ini dilakukan
masih dalam proses perumusan (drafting). Dalam kerangka pandang yang demikian maka
penebaran nilai-nilai di KAP ini berlangsung melalui pendekatan individual dan bersifat
informal. Dalam lingkup organisasi KAP kecil,pada intensitas tertentu pola seperti ini
dimungkinkan berlangsung. Serapan nilai oleh anggota KAP pada pola yang demikian dapat
terjadi,walaupun tidak sepenuhnya berlangsung secara efektif.
4. Menabur Kebebasan Menuai Loyalitas

Kebebasan merupakan unsur hakiki dari keberadaan manusia. Dalam sejarahnya,


perjuangan terberat manusia adalah menemukan kebebasan. Perjuangan ini meliputi upaya
pembebasan dirinya atau komunitasnya dari suatu kungkungan atau terbelengguan. Sebuah
penegasan untuk mengembangkan kreatifitas diri di KAP ini.Tentu hal demikian pada
akhirnya diharapkan juga akan berdampak pada peningkatan kesejahteraan diri staf. Ini dapat
terjadi jika keleluasaan yang diberikan kepada staf juga diikuti oleh kemampuan para staf
professional dalam mendapatkan klie. Dari didapatkan klien oleh staf professional ini,maka
yang bersangkutan juga akan mendapatkan pengahasilan tambahan.
Pengalaman professional yang baik untuk menanamkan tanggungjawab pada
pekerjaan dan sekaligus loyalitas pada KAP. Dengan pola bekerja yang demijkian,staf merasa
nyaman dan secara umum hal demikian juga berdampak positif pada perkembangan KAP.
5. Sanksi Berbuah Hikmah
KAP Drs. Madia Subakti pernah mendapatkan sanksi etis dari IAI dan sanksi praktik
dari Depkeu (1997). Berawal dari suatu proses perselisihan di antara dua pihak dalam sebuah
perusahaan. Perselisihan ini kemudian berujung pada proses penyelesaian hukum di
pengadilan. Untuk penyelesaian kasus ini, hakim meminta kepada kedua belah pihak yang
bersengketa agar dalam kurun waktu 14 hari menunjuk auditor untuk memeriksa objek yang
diperselisihkan. Salah satu pihak akhirnya menunjuk KAP Drs. Madia Subakti untuk
melakukan pemeriksaan. Penugasan ini dilaksanakan oleh KAP Cabang Surabaya. Setelah
proses audit berlangsung, salah satu pihak menganggap KAP ini menyalahi aspek hukum.
Oleh karena tidak puas atas kondisi yang menimpanya, pihak yang terakhir ini kemudian
mempersalahkan KAP ini ke IAI dan Depkeu. Sampai di IAI ditemukan bahwa kesalahan
KAP ini bukan pada proses legalnya, tetapi dikeluarkannya opini atas hasil special audit.
Untuk ini sanksi yang diberikan tidak boleh melakukan special audit selama 3 bulan dengan
masa percobaan 6 bulan.
Bagaimanapun, ada hikmah yang dipetik oleh Madia dan staf di KAP-nya. Dampak
positif yang dialami oleh KAP ini dalam menjalani praktik profesionalnya setelah kejadian ini
adalah kedepankannya prinsip kehati-hatian dalam menerima pekerjaan.
Adanya kebijakan pelaksanaan peer review yang dikeluarkan oleh IAI dan Depkeu. KAP
Drs. Madia Subakti juga telah melaksanakan kebijakan ini. Peer review merupakan
pemeriksaan atas kelayakan pelaksanaan suatu pekerjaan professional (terutama auditing)

yang dilaksanakan oleh sebuah KAP. Ini dimaksudkan untuk menjaga kualitas pekerjaan
professional berdasarkan standar yang ada. Selama ini pelaksanaan peer review di Indonesia
dilakukan oleh BPKP, walaupun seharusnya sebagaimana yang dilakukan di negara lain
(khususnya di Amerika Serikat) dilakukan oleh sesama KAP.
Dampak positif yang ditimbulkan adalah berusaha untuk menerapkan standard
pelaksanaan pekerjaan yang ada dengan sebaik-baiknya serta memperhatikan kehati-hatian
professional (kehati-hatian dalam membuat kertas kerja sehingga lebih baik dan dalam
memberikan suatu opini).
BAB 6.HIPOKRISI AKUNTAN DI ZAMAN EDAN
1. Pengantar
Praktik etika dalam profesi akuntan diwarnai oleh dinamika yang berkembang dalam
situasi lingkungan yang dinamis. Dinamika lingkungan, bagaimanapun, terjadi dalam
konteks lokalitas yang berbeda di mana etika (profesi) itu dikembangkan dan diterapkan.
Dalam konteks ini pula, dapat dicermati bahwa struktur sosial dapat dipahami secara
bertingkat, yaitu dalam konteks organisasi dan konteks masyarakat dalam pengertian yang
lebih luas. Sekaligus dalam pemahaman strukturasi atas praktik etika, ternyata tidak cukup
jika hanya memahami praktik etika dalam konteks hubungan individu dengan organisasi
tempat dua beraktifitas. Tetapi, hal ini lebih terfokus pada konteks hubungan yang lebih luas,
yaitu dengan struktur sosial dalam lingkungan yang melingkupi praktik etika tersebut.

2. Praktik Profesional di Tengah Realitas Zaman Edan


Praktik sosial yang berlangsung dewasa ini menggambarkan kebobrokan moral dalam
segala dimensinya. Dalam konteks sosial masyarakat Indonesia, kebobrokan moral dapat
ditemukan pada meluasnya skala korupsi di berbagai bidang kehidupan.
Dalam skala internasional, kasus ambruknya Enron dan meruginya perusahaan lainnya di
Amerika Serikat telah menunjukkan lemahnya moralitas di kalangan professional. Bahkan
akuntan dalam kasus ini disebut sebagai aktor sentral dari terjadinya berbagai skandal.
Skandal-skandal ini yang kemudian mendorong lahirnya sebuah undang-undang di bidang
perusahaan publik di Amerika Serikat yang disebut sebagai Sarbanes & Oxly Act 2002.

Undang-undang yang mengatur praktik auditing oleh akuntan publik dan praktik
akuntabilitas yang harus dijalankan oleh perusahaan.
Kondisi makro yang demikian menunjukkan karakteristi edan dari suatu zaman, di
mana moralitas telah diletakkan dibalik jubah dan mahkota kehormatan duniawi. Kondisi ini
tentu saja berdampak pada preferensi moral individu para akuntan, khususnya yang
beraktifitas di KAP. Tuntutan untuk menjaga kelangsungan keberadaan KAP, serta
tanggungjawab untuk menghidupi staf dan karyawan di KAP menjadi argumentasi yang
dipermaklumkan oleh sebagian kalangan untuk larut dalam situasi edan ini. Demikian
halnya tuntutan untuk mendapatkan penghasilan dari praktiknya sebagai akuntan.
Misalnya adalah dari ketatnya persaingan antar KAP. Hal lain yang dapat mendorong
professional akuntan larut dalam situasi edan ini berasal dari tekanan pihak luar yang
berkaitan langsung dengan output jasa profesi akuntan. Pihak lain yang dimaksudkan adalah
klien perbankan dan petugas pajak.
Dalam terminologi ini disebut sebagai zaman edan oleh karena pemikiran futuristik
Ronggowarsito tersebut menggambarkan telah rusaknya berbagai tatanan sosial yang
melingkupi kehidupan masyarakat.
Sementara itu pada saat yang sama, para penjaga moral pun tidak mampu menahan
gempuran syahwat duniawi ini. Mereka larut dengan masyarakat biasa dalam menikmati
keindahan dunia. Agama sekedar formalitas, sehingga tidak ada lagi spirit di dalamnya.
Dengan demikian berangkat dari kepentingannya masing-masing, para pihak diatas
mempengaruhi preferensi praktik etika para professional akuntan. Bagaimanapun perilaku
tidak etis adalah suatu fenomena sosial yang inheren, dimana dia meliputi suatu hubungan
antara aktor-aktor yang adalah juga terlibat dalam suatu struktur hubungan sosial dengan
yang lain (Brass dkk., 1998).
3. Belenggu Kapitalisme : Sebuah Manifestasi Kehidupan Profesional Akuntan di Zaman
Edan
Kapitalisme, sebagai sebuaH sistem ekonomi, mempunyai beragam keunikan.
Sebagaimana dideskripsikan oleh Suseno (2003: 163-164), Karl Mark melihat bahwa dari
segi proses, kapitalisme adalah sistem ekonomi yang hanya mengakui satu hukum, yaitu

tawar menawar di pasar. Dengan ini kapitalisme adalah sistem ekonomi yang bebas dari
pembatasan-pembatasan. Yang menentukan adalah semata-mata keuntungan yang maksimal.
Dengan pemahaman ini, bahwa tujuan sistem ekonomi kapitalis adalah semata-mata
keuntungan (uang), di mana makin banyak keuntungan perusahaan maka makin kuat
kedudukannya di pasar.
Perhatian berlebih pada nilai-nilai materialistik dan kepentingan diri individu pemilik
modal dalam kapitalisme ini kemudian mendorong terjadinya pola usaha dan pola kehidupan
destruktif. Dalam konteks Capra (2003; 342) mengemukakan, Obsesi kita dengan
pertumbuhan ekonomi dan sistem nilai yang mendasarinya telah menciptakan suatu
lingkungan fisik dan mental di mana kehidupan telah menjadi sangat tidak sehat.
Statements of Accounting Principles Board No 4 menyebutkan akuntansi sebagai
suatu aktifitas jasa yang berfungsi untuk menghasilkan informasi kuantitatif yang bersifat
keuangan dari entitas ekonomik yang dimaksudkan untuk digunakan dalam pengambilan
keputusan ekonomik ( Suwardjono 1996 : 6). Dirumuskan oleh Financial Accounting
Standard Board (FASB), di mana dalam Statement of Financial Accounting Concept (SFAC)
No. 1 disebutkan dalam salah satu highlights-nya bahwa pelaporan keuangan bukanlah akhir
dari dirinya tetapi dimaksudkan untuk memberikan informasi yang berguna dalam
pengambilan keputusan bisnis dan ekonomi. Sementara disebutkan pula bahwa fokus utama
pelaporan keuangan adalah informasi tentang laba dan komponen-komponennya.
Maka, profesi di bidang akuntansi merupakan profesi yang telah tercengkeram pula
oleh hegemoni kapitalisme. Keberadaan profesi akuntansi (secara spesifik auditor) ditentukan
oleh adanya hubungan antara principal dan agen (agency relationship). Konstruksi hubungan
agensi ini adalah konflik kepentingan di anatara kedua belah pihak atas kepemilikan dan
pengelolaan harta perusahaan.
Hubungan agensi dalam konteks masyarakat Amerika Serikat terfasilitasi dalam
aktifitas di pasar modal. Hal ini merupakan suasana profesi akuntansi yang terliputi
pandangan di pasar modal, dimana yang banyak bermain adalah para pemilik modal besar.
Merekalah yang banyak disebut sebagai kapitalis. Maka, profesionalisme akuntan yang
dikembangkan di Amerika Serikat adalah profesionalisme yang sarat atas muatan nilai-nilai
kapitalisme.

Sementara itu jika mencermati lebih mendalam yang terjadi di Indonesia, pasar modal
bukanlah instrumen terpenting yang mendorong keberlangsungan perekonomian negara atau
masyarakat. Demikian halnya pasar modal bukanlah satu-satunya media yang penting bagi
profesi akuntansi untuk memainkan perannya sebagai seorang professional. Yang banyak
bermain di pasar modal adalah segelintir kalangan akuntan, terutama hanya mereka yang
tergabung dalam KAP yang terkategori besar (khusunya the big four).
Kalau demikian tepatkah apabila pengembangan profesionalisme (dan standard
professional) akuntan di Indonesia selalu menyandarkan pada kerangka profesionalisme di
Amerika Serikat yang terlingkupi oleh nilai-nilai kapitalisme.
Disinilah distorsi yang muncul yaitu malpraktik bisnis yang terjadi dalam skala yang
luas, dan akibatnya kerusakan moral melingkupi berbagai segi kehidupan.

DAFTAR PUSTAKA

Ludigdo, U.2007. Paradoks Etika Akuntan. Pustaka Pelajar. Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai