Anda di halaman 1dari 39

TEORI-TEORI AKUNTANSI KEPERILAKUAN

Dosen Pengampu :
Isma Coryanata, SE., M.Si., Ak., CA

Disusun Oleh :
Nabila (C1C020068)

PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BENGKULU

2022/2023
BAB 1

LANDASAN TEORI DAN PENDEKATAN AKUNTANSI KEPERILAKUAN


Sebagai bagian dari ilmu keperilakuan (behavioral science), teori-teori akuntansi keperilakuan
dikembangkan dari riset empiris terhadap perilaku manusia dalam organisasi. Dengan demikian,
peranan riset dalam pengembangan ilmu itu sendiri sudah tidak diragukan lagi. Ruang lingkup
riset di bidang akuntansi keperilakuan sangat luas, bukan hanya meliputi bidang akuntansi
manajemen, tetapi juga menyangkut bidang etika, audit, sistem informasi akuntansi, bahkan
akuntansi keuangan.

DARI PENDEKATAN NORMATIF KE DESKRIPTIF


Pada awal perkembangannya, desain riset dalam bidang akuntansi manajemen masih sangat
sederhana, yaitu hanya fokus pada masalah perhitungan harga pokok produk. Seiring dengan
perkembangan teknologi produksi, permasalahan riset diperluas dengan diangkatnya topik
mengenai penyusunan anggaran, akuntansi pertanggungjawaban (responsibility accounting), dan
masalah harga transfer (transfer pricing). Meskipun demikian, berbagai riset tersebut masih
bersifat normatif karena hanya mengangkat permasalahan mengenai desain pengendalian
manajemen dengan berbagai model matematis, seperti arus kas yang didiskonto (discounted cash
flow) atau pemrograman lincar (linear programming) guna membantu manajer dalam mengambil
keputusan ekonomi yang optimal, tanpa melibatkan faktor-faktor lain yang memengaruhi
efektivitas desain pengendalian manajemen, seperti perilaku manusia serta kondisi lingkungan.

DARI PENDEKATAN UNIVERSAL KE PENDEKATAN KONTINJENSI


Riset akuntansi keperilakuan pada awalnya dirancang dengan pendekatan universal
(universalistic approach), seperti riset Argyris pada tahun 1952, Hopwood, dan Otley. Namun,
karena pendekatan ini memiliki banyak kelemahan, maka segera muncul pendekatan lain yang
selanjutnya mendapat perhatian besar dalam bidang riset, yaitu pendekatan kontinjensi
(contingency approach).
Secara umum, teori ini menyatakan penyusunan dan penggunaan desain sistem pengendalian
manajemen bergantung pada karakteristik organisasi dan kondisi lingkungan di mana sistem
tersebut akan diterapkan. Teori ini menanggapi klaim dari pendekatan universal yang
menyatakan suatu sistem pengendalian bisa diterapkan dalam karakteristik perusahaan dan
kondisi lingkungan apa pun. Pendekatan universal tersebut didasarkan pada teori manajemen
ilmiah (scientific management theory).
Berbagai riset yang menggunakan pendekatan kontinjensi dilakukan dengan tujuan
mengidentifikasi berbagai variabel kontinjensi yang memengaruhi perancangan dan penggunaan
sistem pengendalian manajemen. Secara ringkas, berikut berbagai variabel kontinjensi yang
memengaruhi desain sistem pengendalian manajemen tersebut.
1. Ketidakpastian (uncertainty), seperti tugas, rutinitas, repetisi, dan faktor-faktor eksternal
lainnya.
2. Teknologi dan saling ketergantungan (technology and interdependence), seperti proses
produksi, produk massal, batch yang kecil/besar, dan sebagainya.
3. Industri, perusahaan, dan unit variabel, seperti kendala masuk ke dalam industri, rasio
konsentrasi, dan ukuran perusahaan.
4. Strategi kompetitif (competitive strategy), seperti penggunaan biaya rendah atau keunikan.
5. Faktor-faktor yang dapat diamati (observability factor), seperti desentralisasi, sentralisasi,
budaya organisasi, dan sebagainya.
Kompleksitas desain riset yang menggunakan pendekatan kontinjensi bisa dibagi dalam empat
tingkatan. Pertama, desain riset yang menghubungkan satu variabel kontinjensi dengan satu
variabel sistem pengendalian. Kedua, desain riset yang menguji interaksi antara satu variabel
kontinjensi dan satu variabel sistem pengendalian terhadap variabel dependen tertentu (variabel
konsekuensi), seperti kinerja atau kepuasan kerja. Ketiga, desain riset yang menguji interaksi
antara satu variabel kontinjensi dengan lebih dari satu variabel sistem pengendalian manajemen
terhadap variabel konsekuensi. Terakhir, tingkat keempat, adalah desain riset yang memasukkan
berbagai variabel kontinjensi untuk menentukan desain pengendalian yang optimal. Salah satu
riset awal yang menggunakan teori kontinjensi adalah Burns dan Waterhouse. Riset mereka
menemukan bahwa pengendalian melalui anggaran bergantung pada bermacam-macam aspek,
seperti tingkat desentralisasi dan sentralisasi, serta sampai sejauh apa kegiatan yang ada
terstruktur. Merchant menemukan bahwa terdapat hubungan kontinjensi antara aspek-aspek
perusahaan (ukuran perusahaan, jenis produk, dan desain organisasi) dengan penggunaan
informasi akuntansi.
BAB 2

PENGARUH TEORI EKONOMI PERUSAHAAN


Sudah sangat jelas diuraikan bahwa konsep kepemilikan dan konsep entitas perusahaan
merupakan bagian dari disiplin ekonomi, tetapi keduanya tidak ditunjukkan dan diberi label
secara jelas seperti pada disiplin akuntansi. Bidang ini telah ditutupi oleh ekonom yang
memandang perusahaan (enterprise) dan wiraswasta (entrepreneur) sebagai satu kesatuan atau
sebagai sesuatu yang sama. Dengan demikian, pada suatu waktu mereka menyebut keuntungan
sebagai imbal hasil (return) bagi perusahaan, sementara pada saat yang lain menyebut
keuntungan sebagai pengembalian kepada pemilik perusahaan. Ada sedikit kebulatan suara di
antara para ekonom tentang jawaban yang tepat terhadap pertanyaan apakah keuntungan
merupakan imbal hasil (return) terhadap individual atau unit komunitas.
Sebagian besar ekonom memahami dan memandang kepemilikan sebagai "penghasilan bersih
dari aliran dana kepada pemilik perusahaan". Ekonom lain sulit menerima fiksi di mana institusi
impersonal, yakni perusahaan, sebagai penerima penghasilan akhir dipisahkan sama sekali dari
orang-orang yang ada di dalamnya oleh konvensi. Para ekonom memiliki sudut pandang yang
identik karena mereka melihat pemegang saham-bahkan dalam perusahaan besar modern
sekalipun-membuat keputusan untuk mengangkat, memecat, atau mempertahankan manajemen.
Mereka merupakan wiraswasta sesungguhnya.
Ilmuwan Levi Strauss dan Jacob Davis adalah wakil dari ekonom yang mengadopsi konsep
entitas serta melihat perusahaan itu sendiri sebagai wiraswasta dan keuntungan sebagai
penghasilan bersih perusahaan. Pandangan ini tentu saja mengeliminasi ketidaksesuaian dari
"keuntungan tidak dibagi" dalam model ekonomi. Konsep kepemilikan sepertinya merupakan
perwujudan dari ideologi kapitalisme klasik tradisional. Ini tercermin dalam pernyataan ekonom,
Milton Friedman, 15 yang merupakan pendukung dari ideologi tersebut ketika ia menyampaikan
konsep tanggung jawab sosial yang banyak diadopsi oleh pejabat perusahaan:
"Beberapa tren dapat merusak landasan masyarakat bebas kita secara mendalam ketika para
pejabat perusahaan menerima tanggung jawab sosial lain, selain menghasilkan uang sebanyak
mungkin bagi para pemegang saham".
Selain itu, perusahaan adalah instrumen yang dimiliki oleh pemegang saham. Sebaliknya, konsep
entitas sepertinya menjadi esensi dari "ideologi kapitalisme manajerial", di mana melihat
pebisnis dan perusahaan besar digantikan oleh wiraswasta. Ideologi ini juga berhubungan dengan
tanggung jawab sosial industri yang selama ini konsisten dengan konsep entitas.
BAB 3

TEORI PERAN
Susunan atau tanggapan perilaku yang diharapkan dan dikehendaki disebut peranan sosial. Peran
dapat digambarkan secara sederhana sebagai bagian dari orang-orang yang saling berinteraksi.
Peranan sosial menggambarkan hak, tugas, kewajiban, dan perilaku yang sesuai dengan orang
yang memegang posisi tertentu dalam konteks sosial tertentu. Dalam kelompok formal suatu
organisasi, peran digambarkan secara eksplisit dalam manual organisasi, di mana peran tersebut
umumnya diatur berdasarkan hukum. Peran membedakan perilaku dari orang yang menduduki
posisi organisasi tertentu dan berfungsi mempersatukan kelompok dengan menyediakan
spesialisasi dan fungsi koordinasi. Dalam organisasi bisnis, pembagian kerja dan peran adalah
sesuatu yang rumit. Pemimpin suatu organisasi harus pula mendidik anggota organisasi tersebut
mengenai perilaku yang diharapkan dari anggota organisasi dengan posisi tertentu. Hal ini harus
dilakukan walaupun pimpinan telah memahami peran yang harus dimainkan oleh setiap anggota.
Peran merupakan komponen perilaku nyata yang disebut norma. Norma adalah harapan dan
kebutuhan perilaku yang sesuai untuk suatu peranan tertentu. Tiap-tiap peran berhubungan
dengan suatu identitas yang menggambarkan individu dalam hal bagaimana mereka perlu
bertindak dalam situasi khusus. Sebenarnya, kita melihat diri kita dalam hubungannya dengan
sikap orang lain dalam menjaga arah. Jika orang-orang berpikir dan menganggap kita memiliki
suatu kemampuan tertentu, kita cenderung memercayai hal itu. Jika orang-orang tersebut
ternyata berpikir dengan cara berbeda, kita juga akan cenderung memercayainya. Sejumlah
orang mempunyai peran dan identitas yang bergantung pada situasi di mana mereka menemukan
diri mereka. Suatu aspek penting dari teori peran adalah identitas dan perilaku dianugerahkan
secara sosial pada dukungan sosial. Posisi seseorang yang menduduki jabatan tertentu dalam
suatu organisasi formal atau suatu kelompok informal membawa pola perilaku bersama yang
diharapkan.
BAB 4

TEORI PERUBAHAN SIKAP


Setiap hari manusia dipaksa mengubah sikap dan perilaku melalui pesan yang dirancang khusus
untuk hal tersebut. Radio, televisi, dan iklan surat kabar selalu menghimbau manusia untuk
memilih suatu cara tertentu, membeli suatu produk tertentu, menjadi lebih simpatik ke arah
tertentu, dan berbuat sesuatu yang diarahkan oleh pesan tersebut. Teori perubahan sikap dapat
membantu memprediksikan pendekatan yang paling efektif. Sikap mungkin dapat berubah
sebagai hasil pendekatan dan keadaan. Perlu diingat bahwa sikap dapat berubah tanpa dibentuk.
Misalnya, jika seseorang terpapar informasi baru mengenai suatu objek, perubahan sikap dapat
saja dihasilkan. Misalnya, seorang karyawan setia yang bertugas di bagian keuangan perusahaan
pernah melakukan penggelapan dana beberapa tahun lalu. Kejadian tersebut mengubahnya
menjadi cenderung bekerja bagi dirinya sendiri di perusahaan tersebut.

TEORI PENGUATAN DAN TANGGAPAN STIMULUS


Teori penguatan dan tanggapan stimulus dari perubahan sikap terfokus pada bagaimana orang
menanggapi rangsangan tertentu. Tanggapan sepertinya diulangi jika tanggapan tersebut dihargai
dan dikuatkan. Teori-teori ini diurutkan berdasarkan komponen stimulus dibandingkan
tanggapan.

TEORI PERTIMBANGAN SOSIAL


Teori pertimbangan sosial terhadap perubahan sikap mengambil pendekatan yang perseptual.
Teori pertimbangan sosial ini merupakan hasil perubahan mengenai bagaimana orang-orang
merasa menjadi suatu objek dan bukannya hasil perubahan dalam memercayai suatu objek. Teori
ini menjelaskan manusia dapat menciptakan perubahan dalam sikap individu jika manusia
tersebut mau memahami struktur yang menyangkut sikap orang lain dan membuat pendekatan
setidaknya untuk dapat mengubah ancaman. Asumsi yang mendasari teori ini adalah usaha untuk
menyebabkan suatu perubahan utama dalam sikap kemungkinan akan gagal, sebab perubahan
tersebut akan menghasilkan ketidaknyamanan bagi subjek. Namun, sedikit perubahan dalam
sikap masih dimungkinkan, jika orang mengetahui batasan dari perubahan yang dapat diterima.
Misalnya, seorang anggota dari suatu asosiasi profesional akan menolak untuk menghadiri rapat
Komite Tindakan Politik (KTP) karena adanya kecenderungan keterlibatan tujuan politik.
Demikian pula halnya dengan anggota lain yang hanya ingin memberikan kontribusi yang tidak
signifikan terhadap asosiasi KTP tersebut. Pertimbangan yang demikian akan menentukan
pemilihan sikap yang pada gilirannya akan berdampak terhadap tindakan yang ditunjukkan oleh
orang tersebut. Faktor utama yang memengaruhi keberhasilan adalah membujuk dan menengahi
dua posisi bertentangan yang masing-masing didukung oleh komunikator. Jika komunikator
memosisikan terlalu jauh dari jangkar internal (internal anchor), hasil yang dicapai mungkin
bertentangan dan sikap tidak akan berubah. Jika komunikasi semakin dekat dengan jangkar
internal maka asimilasi dapat dihasilkan karena subjek tidak memersepsikan komunikasi
persuasif tersebut sebagai ancaman yang ekstrem. Jadi, orang tersebut akan mengevaluasi pesan
itu secara positif dan kemungkinan akan mengubah sikapnya.

KONSISTENSI DAN TEORI PERSELISIHAN


Beberapa teori perubahan sikap berasumsi bahwa orang-orang mencoba untuk memelihara
konsistensi atau kesesuaian antara sikap dan perilaku mereka. Teori ini menekankan pada
pentingnya kepercayaan dan gagasan masyarakat. Teori ini memandang perubahan sikap sebagai
hal yang masuk akal dan merupakan proses yang mencerminkan orang-orang yang dibuat untuk
menyadari inkonsistensi antara sikap dan perilaku mereka, sehingga mereka termotivasi untuk
mengoreksi inkonsistensi tersebut dengan mengubah sikap maupun perilakunya ke arah yang
lebih baik. Perlu digarisbawahi asumsi dari beberapa teori yang ada, di mana orang-orang tidak
dapat memahami akan inkonsistensi tersebut.
Teori konsistensi menjaga hubungan antara sikap dan perilaku dalam ketidakstabilan walaupun
tidak ada tekanan teori dalam sistem. Teori perselisihan adalah suatu variasi dari teori
konsistensi. Teori ini mempunyai kaitan dengan hubungan antara unsur- unsur teori. Teori
disonansi ada ketika seseorang mengamati dua hal yang berlawanan. Teori ini menganggap
perselisihan memotivasi orang-orang untuk mengurangi atau menghapuskan perselisihan. Secara
psikologis, perselisihan merupakan hal yang tidak menyenangkan sehingga orang-orang akan
mencari cara menghindarinya.

TEORI DISONANSI KOGNITIF


Pada tahun 1950-an, Leon Festinger (1957) 16 mengemukakan Teori Disonansi Kognitif. Teori
ini menjelaskan hubungan antara sikap dan perilaku. Disonansi dalam hal ini berarti adanya
suatu inkonsistensi. Disonansi kognitif mengacu pada setiap inkonsistensi yang dipersepsikan
oleh seseorang terhadap dua atau lebih sikapnya, atau terhadap perilaku dengan sikapnya.
Festinger mengatakan setiap inkonsistensi akan menghasilkan rasa tidak nyaman, dan sebagai
akibatnya seseorang akan mencoba untuk menguranginya. Disonansi tidak bisa dilepaskan dari
lingkungan kerja organisasi. Oleh karena itu, setiap orang dapat saja terlibat dalam hal ini.
Festinger mengatakan hasrat untuk mengurangi disonansi akan ditentukan oleh pentingnya
unsur-unsur yang menciptakan disonansi itu, derajat pengaruh yang diyakini dimiliki oleh
individu terhadap unsur- unsur itu, dan imbalan yang mungkin terlibat dalam disonansi. Jika
unsur-unsur yang menciptakan disonansi itu relatif tidak penting maka tekanan untuk
mengoreksi ketidakseimbangan ini akan rendah. Tingkatan pengaruh yang diyakini dimiliki
individu terhadap unsur-unsur itu berdampak pada bagaimana mereka bereaksi terhadap
disonansi tersebut. Jika mereka memersepsikan disonansi itu sebagai suatu akibat yang tidak
dapat dikendalikan maka mereka tidak mempunyai pilihan. Hal ini akan membuat mereka
menjadi reseptif terhadap perubahan sikap. Imbalan juga memengaruhi tingkat sampai sejauh apa
seseorang termotivasi untuk mengurangi disonansi. Imbalan tinggi yang menyertai disonansi
tinggi cenderung mengurangi ketegangan yang tertanam dalam disonansi itu. Imbalan itu
berfungsi mengurangi disonansi dengan meningkatkan sisi konsistensi dari individu tersebut.
Apakah implikasi teori disonansi kognitif bagi organisasi? Teori ini dapat membantu
memprediksikan kecenderungan untuk mengambil bagian dalam perubahan sikap dan perilaku.
Misalnya, jika seseorang diisyaratkan oleh tuntutan pekerjaannya untuk mengatakan atau
melakukan hal-hal yang berlawanan dengan sikap pribadinya, maka orang tersebut akan
cenderung memodifikasi sikapnya agar sesuai dengan kondisi dari apa yang telah dikatakan atau
dilakukan olehnya.

TEORI PERSEPSI DIRI


Teori persepsi diri menganggap orang-orang mengembangkan sikap berdasarkan pada
bagaimana mereka mengamati dan menginterpretasikan perilakunya sendiri. Dengan kata lain,
teori ini mengusulkan fakta bahwa sikap tidak menentukan perilaku, tetapi sikap itu dibentuk
setelah perilaku terjadi guna menawarkan sikap yang konsisten.

TEORI MOTIVASI DAN APLIKASINYA


Mengarahkan dan memotivasi orang lain adalah pekerjaan para manajer. Hal ini sangat penting
karena arti manajer, sebagaimana sering didefinisikan oleh banyak buku manajemen, adalah
menyelesaikan sesuatu melalui orang lain (getting things done through other people). Manajer
akan selalu berusaha agar bawahannya selalu rajin bekerja, dan mau bekerja dengan giat. Oleh
karena itu, tidak mengherankan jika masalah motivasi menjadi salah satu pokok pembahasan
yang penting dalam manajemen.
Buku-buku manajemen banyak menguraikan teori motivasi. Terdapat keyakinan bahwa perilaku
manusia ditimbulkan oleh motivasi. Dengan demikian, ada sesuatu yang mendorong
(memotivasi) seseorang untuk berbuat sesuatu. Dalam memberikan motivasi, terkadang terdapat
banyak kendala yang dihadapi seorang manajer.
Sistem pengendalian akuntansi mensyaratkan adanya suatu pemahaman tentang bagaimana
individu dapat termotivasi oleh teori akuntansi. Kebanyakan dari teori-teori ini telah dibenarkan
secara empiris dan berperan penting dalam mengakhiri pernyataan bahwa motivasi adalah
masalah lengkap yang tidak dapat diatasi oleh satu teori saja. Terdapat beberapa teori umum
yang digunakan dalam kelompok teori yang ada pada saat ini. Kelompok teori tersebut masing-
masing telah banyak ditulis dalam literator, tetapi pada dasarnya masih bersifat umum dan setiap
unit dimasukkan ke sebuah kelompok.

TEORI MOTIVASI AWAL


Motivasi adalah proses yang dimulai dengan definisi fisiologis atau psikologis yang
menggerakkan perilaku atau dorongan yang ditujukan untuk tujuan insentif. Motivasi juga
berkaitan dengan reaksi subjektif yang terjadi sepanjang proses ini. Menurut definisi, motivasi
adalah suatu konsep penting untuk perilaku karena efektivitas organisasi tergantung pada orang
yang membentuk sebagaimana karyawan mengharapkan untuk dibentuk. Manajer dan supervisor
harus memotivasi orang ke arah kinerja yang diharapkan dalam rangka memenuhi tujuan
organisasi.
Pada dasawarsa tahun 1950-an merupakan kurun waktu yang berhasil dalam pengembangan
konsep motivasi. Tiga teori spesifik dirumuskan selama waktu ini, meskipun diserang keras dan
sekarang dapat dipertanyakan validitasnya. Ketiga teori ini merupakan teori hierarki (anak
tangga) kebutuhan, Teori X dan Y, dan teori motivasi hygiene. Anda mengetahui bahwa teori ini
secara dini sekurangnya untuk dua alasan: 1) teori ini mewakili suatu fondasi yang dari situ
berkembang teori kontemporer, dan 2) para manajer mempraktikkan secara teratur penggunaan
teori ini dan terminologi mereka dalam menjelaskan motivasi karyawan.

TEORI KEBUTUHAN DAN KEPUASAN


Maslow (1954)18 mengembangkan suatu bentuk teori kelas. Teorinya menjelaskan bahwa setiap
individu mempunyai beraneka ragam kebutuhan yang dapat memengaruhi perilaku mereka.
Maslow membagi kebutuhan ini ke dalam beberapa kelompok yang pengaruhnya berbeda. Pada
kenyataannya, terdapat suatu hierarki kebutuhan yang didominasi oleh kebutuhan lain yang tidak
mempunyai pengaruh motivasi yang lebih. Pada praktiknya, teori kebutuhan ini merupakan
bagian dari teori kebutuhan psikologis yang akan didominasi oleh kebutuhan lain jika tidak
dipenuhi. Secara psikologis, kebutuhan merupakan syarat dasar untuk memenuhi kebutuhan
fisik, seperti makan, minum, perlindungan, dan sebagainya, yang disebut kebutuhan dasar utama
(primary basic need). Secara ringkas, kelima hierarki kebutuhan manusia oleh Maslow
dijabarkan sebagai berikut. 1. Kebutuhan fisiologis (physiological needs), yaitu kebutuhan fisik,
seperti kebutuhan untuk memuaskan rasa lapar dan haus, kebutuhan akan perumahan, pakaian,
dan sebagainya.
2. Kebutuhan akan keamanan (safety needs), yaitu kebutuhan akan keselamatan dan
perlindungan dari bahaya, ancaman, perampasan, atau pemecatan.
3. Kebutuhan sosial (social needs), yaitu kebutuhan akan rasa cinta dan kepuasan dalam menjalin
hubungan dengan orang lain, kebutuhan akan kepuasan dan perasaan memiliki serta diterima
dalam suatu kelompok, rasa kekeluargaan, persahabatan, dan kasih sayang.
4. Kebutuhan akan penghargaan (esteem needs), yaitu kebutuhan akan status atau kedudukan,
kehormatan diri, reputasi, dan prestasi.
5. Kebutuhan akan aktualisasi diri (self actualization needs), yaitu kebutuhan pemenuhan diri
untuk mengunakan potensi ekspresi diri dan melakukan apa yang paling sesuai dengan dirinya.

Teori tentang kebutuhan dan kepuasan ini mempunyai banyak pengaruh terhadap pengendalian
akuntansi.
1. Pertanyaan yang berhubungan dengan konsep motivasi umum yang digunakan dalam buku-
buku teks.
2. Seringnya istilah motivasi menjadi catatan mendasar yang menjadi bahan perhitungan dalam
pembayaran bonus akibat kemungkinan adanya motivasi.
Teori kebutuhan dan kepuasan telah menjadi subjek yang banyak dikritik. Beberapa orang telah
mengkritik bahwa hal itu adalah sesuatu yang logis dan mendasar dari suatu alat ukur, yaitu
berupa variabel. Percobaan terhadap teori lainnya telah diuji secara empiris dengan tingkat
keberhasilan yang dibatasi, sekalipun hal itu tidak menjelaskan apakah hasilnya merupakan
cerminan dari suatu teori atau pengujian. Namun demikian, penggunaan teori ini masih umum
jika dihubungkan secara perlahan dengan pengajaran akuntansi.

TEORI X DAN TEORI Y


Douglas McGregor (1960),19 seorang psikolog sosial Amerika, mengajukan teori XY yang
terkenal pada tahun 1960 dalam bukunya The Human Side Of Enterprise. McGregor teori XY
adalah pengingat bermanfaat dan sederhana dari aturan alam untuk mengelola orang, yang
berada di bawah tekanan kerja sehari-hari dan terlalu mudah dilupakan. Teori X dan teori Y
masih disebut umum di bidang manajemen dan motivasi, sementara penelitian yang lebih baru
telah mempertanyakan kekakuan model, McGregor tersebut.

TEORI KEBUTUHAN MCCLELLAND


Teori ini digunakan untuk menjawab permasalahan yang berhubungan dengan teori kebutuhan
dan kepuasan, yang awalnya dikembangkan oleh McClelland (1961).20 Teori McClelland juga
mempunyai faktor hierarki yang memotivasi perilaku. Dalam kasus ini, terdapat tiga faktor, yaitu
prestasi, kekuatan, dan afiliasi. Dalam teori prestasi, terdapat banyak kekakuan. Orang-orang
yang berbeda dan orang-orang yang sama pada waktu yang berbeda mempunyai perbedaan
perintah dalam suatu hierarki. Riset yang dilakukan oleh McClelland memberikan hasil bahwa
terdapat tiga karakteristik berikut dari orang yang memiliki kebutuhan prestasi yang tinggi.
1. Orang yang memiliki kebutuhan prestasi yang tinggi memiliki tanggung jawab yang tinggi
terhadap pelaksanaan suatu tugas atau pencarian solusi atas suatu permasalahan. Akibatnya,
mereka lebih suka bekerja sendiri daripada dengan orang lain. Apabila pekerjaan membutuhkan
orang lain maka mereka lebih suka memilih orang yang kompeten daripada sahabatnya.
2. Orang yang memiliki kebutuhan prestasi yang tinggi cenderung menetapkan tingkat kesulitan
tugas yang moderat dan menghitung risikonya.
3. Orang yang memiliki kebutuhan prestasi yang tinggi memiliki keinginan yang kuat untuk
memperoleh umpan balik (feedback) atau tanggapan atas pelaksanaan tugasnya.
Dalam riset tersebut, McClelland menemukan bahwa uang tidak begitu penting peranannya
dalam meningkatkan prestasi kerja bagi mereka yang memiliki kebutuhan prestasi yang tinggi.
Orang yang memiliki kebutuhan prestasi yang rendah tidak akan berprestasi baik dengan maupun
tanpa insentif keuangan.
TEORI DUA FAKTOR
Pada pertengahan tahun 1960-an, Herzberg (1966)21 mengajukan suatu teori motivasi yang
dibagi ke dalam beberapa faktor. Teori ini berpengaruh terhadap kedua jenis perilaku. Asumsi
terpenting dari bentuk teori Herzberg adalah faktor yang mempunyai pengaruh positif dalam
motivasi dan menjadi bahan perbandingan yang menyenangkan terhadap seluruh pengaruh
negatif. Herzberg mengusulkan signifikansi hubungan antara kepuasan kerja dan motivasi adalah
tinggi. Faktor-faktor ini meliputi: kebijakan perusahaan, kondisi pekerjaan, hubungan
perseorangan, keamanan kerja, dan gaji. Faktor motivasi meliputi prestasi, pengakuan, tantangan
pekerjaan, promosi, dan tanggung jawab. Semuanya ini bertujuan meningkatkan kepuasan kerja
dan kepuasan motivasi. Bagian teori ini bergerak ke arah negatif jika terdapat keterbatasan
pengaruh terhadap motivasi sebagai pengaruh kekuatan yang dibangun dari faktor motivasi itu
sendiri. Bagaimanapun, keamanan yang dipaksakan merupakan ketidakleluasaan pekerjaan yang
ditunjukkan dari tindakan yang tidak efektif dari faktor-faktor motivasi tersebut. Selain itu,
Herzberg juga menjelaskan bahwa hasil riset yang dilakukannya terhadap 200 responden yang
terdiri atas akuntan dan insinyur menunjukkan bahwa terdapat dua hal yang terkait dengan
kepuasan dan motivasi. Berikut kedua faktor tersebut.
1. Sejumlah kondisi kerja ekstrinsik (extrinsic job conditions), yang apabila tidak ada
menyebabkan terjadinya ketidakpuasan di antara para karyawan. Kondisi ini disebut faktor
penyebab ketidakpuasan (dissatisfiers factor) atau faktor higiene (hygiene factors), karena
kondisi atau faktor-faktor tersebut minimal dibutuhkan untuk menjaga agar ketidakpuasan tidak
terjadi.
2. Sejumlah kondisi kerja instrinsik (intrinsic job conditions), yang apabila ada berfungsi sebagai
motivator dan dapat menghasilkan prestasi kerja yang baik. Namun, jika kondisi atau faktor
tersebut tidak ada maka tidak akan menyebabkan terjadinya ketidakpuasan. Faktor-faktor
tersebut berkaitan dengan isi pekerjaan, yang disebut dengan istilah faktor pemuas (sutisfiers
factor).

RINGKASAN TEORI-TEORI KEBUTUHAN


Semua teori kebutuhan dari motivasi, mencakup hierarki kebutuhan Maslow, teori ERG
Alderfer, teori kebutuhan McClelland, dan teori motivasi hygiene Herzberg.

PROSES TEORI-TEORI MOTIVASI


Motivasi adalah proses yang dimulai dengan kebutuhan fisiologis atau psikologis yang
mengaktifkan perilaku atau pemicu yang ditujukan untuk tujuan. Setiap karyawan diharapkan
mampu menunjukkan peningkatan dan produktivitas kualitatif kepada manajer. Untuk mencapai
hal ini, perilaku karyawan sangat penting. Perilaku karyawan dipengaruhi oleh lingkungan di
mana mereka menemukan diri mereka sendiri. Perilaku karyawan akan menjadi fungsi yang
memicu karyawan merasa akan kebutuhan dan kesempatan bahwa dia harus memenuhi
kebutuhan mereka di tempat kerja. Jika karyawan tidak pernah diberikan kesempatan untuk
memanfaatkan semua kemampuan mereka, maka pengusaha mungkin tidak pernah mendapatkan
manfaat dari total kinerja mereka. Untuk kerja juga bergantung pada kemampuan karyawan. Jika
karyawan kurang memiliki keterampilan yang dipelajari atau bakat bawaan untuk melakukan
tugas tertentu, maka kinerja akan kurang optimal. Kinerja adalah motivasi. Motivasi adalah
tindakan merangsang seseorang atau diri sendiri untuk mendapatkan tindakan yang diinginkan.

TEORI ERG
Teori dari Clayton Alderfer (1969)22 ini juga menganggap kebutuhan manusia tersusun dalam
suatu hierarki. Maslow mengatakan orang cenderung meningkat hierarki kebutuhannya sejalan
dengan terpuaskannya kebutuhan sebelumnya. Namun, Alderfer tidak sependapat dengan
Maslow. Alderfer menegaskan suatu kebutuhan tidak harus terpuaskan terlebih dahulu sebelum
kebutuhan pada tingkat di atasnya muncul.
Teori ERG (existence, relatedness, growth) menganggap kebutuhan manusia memiliki tiga
hierarki kebutuhan, yaitu kebutuhan akan eksistensi (existence needs), kebutuhan akan
keterikatan (relatedness needs), dan kebutuhan akan pertumbuhan (growth needs). Teori ERG
mengandung suatu dimensi frustrasi regresi. Ingat kembali bahwa Maslow berargumen seorang
individu akan tetap pada suatu tingkat kebutuhan tertentu sampai kebutuhan tersebut dipenuhi.
Teori ERG menyangkalnya dengan mengatakan bahwa bila suatu tingkat kebutuhan dari urutan
yang lebih tinggi terhalang, maka timbul hasrat dalam individu itu untuk meningkatkan
kebutuhannya di tingkat lebih rendah. Ketidakmampuan untuk memuaskan suatu kebutuhan akan
interaksi sosial, misalnya.

TEORI HARAPAN
Teori harapan mungkin telah banyak digunakan oleh para peneliti akuntansi. Teori ini
dikembangkan sejak tahun 1930-an oleh Kurt Levin dan Edward Tolman. Dasar teori ini
mempunyai sejarah yang panjang, tetapi menjadi dikenal dalam akuntansi setelah diperkenalkan
oleh Ronen dan Livingstone (1975),23 kemudian secara komprehensif dan sistematik
dirumuskan oleh Victor Vroom (1964).24 Teori harapan disebut juga teori valensi atau
instrumentalis. Ide dasar dari teori ini adalah motivasi ditentukan oleh hasil yang diharapkan
akan diperoleh seseorang sebagai akibat dari tindakannya. Variabel kunci dalam teori harapan
adalah usaha (effort), hasil (income), harapan (expectancy), instrumen yang berkaitan dengan
hubungan antara hasil tingkat pertama dengan hasil tingkat kedua, hubungan antara prestasi dan
imbalan atas pencapaian prestasi, serta valensi yang berkaitan dengan kadar kekuatan dan
keinginan seseorang terhadap hasil tertentu.
Usaha-Hubungan Kinerja. Usaha-hubungan kinerja biasanya disebut ekspektasi. Ini mengacu
pada persepsi individu tentang bagaimana mungkin menggunakan sejumlah usaha tertentu akan
memimpin terhadap kinerja yang baik. Misalnya, karyawan sering meminta untuk melaksanakan
tugas bagi mereka yang tidak mempunyai keterampilan atau pelatihan yang pantas. Ketika ini
merupakan kasus, mereka akan kurang termotivasi untuk mencoba lebih keras, karena mereka
telah meyakini bahwa mereka tidak akan mampu untuk memenuhi apa yang mereka minta untuk
dilakukan. Ekspektasi dapat dickspresikan sebagai satu kemungkinan, dan terbentang dari angka
0 ke 1. Secara umum, ekspektasi karyawan dipengaruhi oleh hal-hal sebagai berikut.
1. Harga diri.
2. Keberhasilan sebelumnya.

TEORI PENGUATAN
Teori ini mengemukakan perilaku merupakan fungsi dari akibat yang berkaitan dengan perilaku
tersebut. Teori penguatan memiliki konsep dasar sebagai berikut.
1. Pusat perhatian adalah pada perilaku yang dapat diukur, seperti jumlah yang dapat diproduksi,
kualitas produksi, ketepatan pelaksanaan jadwal produksi, dan sebagainya. menentukan atau
menerlantarkan tujuan. Ini hampir bisa dipastikan terjadi ketika tujuan umum dibuat, ketika
seseorang memiliki satu lokus pengendalian internal, dan ketika tujuan diri sesuai dibandingkan
dengan tugas.

TEORI ATRIBUSI
Teori atribusi mempelajari proses bagaimana seseorang menginterpretasikan suatu peristiwa,
alasan, atau sebab perilakunya. Teori ini dikembangkan oleh Fritz Heider (1958)26 yang
mengatakan bahwa perilaku seseorang ditentukan oleh kombinasi antara kekuatan internal
(internal forces), yaitu faktor-faktor yang berasal dari dalam diri seseorang, seperti kemampuan
atau usaha, dan kekuatan eksternal (external forces), yaitu faktor-faktor yang berasal dari luar,
seperti kesulitan dalam pekerjaan atau keberuntungan. Berdasarkan hal tersebut, seseorang akan
termotivasi untuk memahami lingkungannya dan sebab-sebab kejadian tertentu. Dalam riset
keperilakuan, teori ini diterapkan dengan menggunakan variabel lokus pengendalian (locus of
control). Variabel tersebut terdiri atas dua komponen, yaitu lokus pengendalian internal (internal
locus of control) dan lokus pengendalian eksternal (external locus of control). Lokus
pengendalian internal adalah perasaan yang dialami oleh seseorang bahwa ia mampu
memengaruhi kinerja serta perilakunya secara personal melalui kemampuan, keahlian, dan
usahanya. Sementara lokus pengendalian eksternal adalah perasaan yang dialami seseorang
bahwa perilakunya dipengaruhi oleh faktor-faktor di luar kendalinya.

TEORI AGENSI
Riset akuntansi keperilakuan yang menggunakan teori agensi mendasarkan pemikirannya atas
perbedaan informasi antara atasan dan bawahan, antara kantor pusat dan kantor cabang, atau
adanya asimetri informasi yang memengaruhi penggunaan sistem akuntansi.
Teori ini didasarkan pada teori ekonomi. Dari sudut pandang teori agensi, prinsipal (pemilik atau
manajemen puncak) membawahi agen (karyawan atau manajer yang lebih rendah) untuk
melaksanakan kinerja yang efisien. Teori ini mengasumsikan kinerja yang efisien dan kinerja
organisasi ditentukan oleh usaha dan pengaruh kondisi lingkungan. Secara umum, teori ini
mengasumsikan bahwa prinsipal bersikap netral terhadap risiko sementara agen bersikap
menolak usaha dan risiko. Agen dan prinsipal diasumsikan termotivasi oleh kepentingannya
sendiri, dan sering kali kepentingan antara keduanya berbenturan. Menurut pandangan prinsipal,
kompensasi yang diberikan kepada agen tersebut didasarkan pada hasil. Sementara menurut
pandangan agen, ia lebih suka jika sistem kompensasi tersebut tidak semata-mata melihat hasil
tetapi juga tingkat usahanya.
Berbagai riset yang berhubungan dengan teori ini memfokuskan perhatian pada bagaimana agar
sistem perjanjian kontrak kompensasi bisa mencapai keseimbangan. Alokasi kinerja perusahaan
antara prinsipal dan agen didasarkan pada kontrak tersebut, baik tertulis maupun tidak. Sistem
kompensasi dalam kondisi yang ideal (first best) langsung dihubungkan dengan perilaku. Lebih
lanjut lagi, karena faktor- faktor lingkungan dan keahlian agen yang akan menentukan output,
sistem pembayaran insentif berdasar output menjadi tidak efisien karena agen yang menanggung
risiko jika ada faktor lingkungan yang mengakibatkan penurunan output.
Jika prinsipal bisa mengawasi usaha agen, suatu kontrak ideal (first best contract) yang
mendasarkan pembayaran gaji atas usaha yang telah dilakukan ini bisa dibuat. Namun, kondisi
ideal tersebut sangat sulit dicapai. Berbagai riset yang berhubungan dengan sistem kompensasi
biasanya dilakukan dalam konteks tidak adanya kontrak ideal. Hal ini yang lebih banyak terjadi
karena agen yang lebih memahami perusahaan sehingga menimbulkan kesenjangan informasi
atau asimetri informasi (information asymmetry) yang menyebabkan prinsipal tidak mampu
menentukan apakah usaha yang dilakukan agen memang benar-benar optimal.

TEORI EKUITAS
John Stacey Adams, ahli psikologi perilaku dan tempat kerja menerbitkan teori ekuitas tentang
motivasi kerja pada tahun 1963.28 Teori tersebut memiliki kemiripan dengan pengembangan dan
penjelasan yang dilakukan oleh Charles Handy terhadap teori awal Maslow, Herzberg, dan
perintis psikologi tempat kerja lainnya, yang semuanya mengakui adanya faktor dan variabel
yang memengaruhi penilaian masing-masing individu dan persepsi hubungan mereka dengan
pekerjaannya, dan dengan majikan mereka. Namun, JC Adams menekankan lebih jauh tentang
kesadaran dan tanggung jawab dari situasi yang lebih luas dan lebih kuat dibandingkan teori
ekuitas dalam banyak model motivasi sebelumnya. Oleh karena model teori ekuitas Adams
melampaui batas diri individu, dan berhubungan dengan pengaruh serta situasi orang lain--
misalnya rekan kerja dan teman dalam membentuk pandangan komparatif dan kesadaran ekuitas,
yang biasanya bermanifestasi sebagai rasa atau ukuran keadilan. Ketika orang merasa
diperlakukan adil atau bermanfaat, mereka lebih cenderung termotivasi, sebaliknya ketika
mereka merasa diperlakukan tidak adil, mereka sangat rentan terhadap perasaan tidak puas dan
demotivasi. Cara seseorang mengukur rasa keadilan adalah inti dari teori ekuitas.
TEORI EVALUASI KOGNITIF
Kita telah memberikan tanda bahwa kebiasaan (habit) merupakan penjelasan alternatif yang bisa
digunakan untuk memahami perilaku sosial seseorang di samping insting (instinct). Namun,
beberapa analis sosial percaya bahwa kalau hanya kedua hal tersebut (kebiasaan dan insting)
yang dijadikan dasar, maka dipandang terlampau ekstrem karena mengabaikan kegiatan mental
manusia. Seorang psikolog James Baldwin (1897)29 menyatakan bahwa paling sedikit ada dua
bentuk peniruan, satu didasarkan pada kebiasaan kita dan yang lainnya didasarkan pada wawasan
kita atas diri kita sendiri dan atas orang lain yang ditiru perilakunya. Walau dengan konsep yang
berbeda seorang sosiolog Charles Cooley (1902)30 sepaham dengan pandangan Baldwin.
Keduanya memfokuskan perhatian mereka kepada perilaku sosial yang melibatkan proses mental
atau kognitif. Kemudian, banyak para psikolog sosial menggunakan konsep sikap (attitude)
untuk memahami proses mental atau kognitif tersebut. Dua orang sosiolog William Ishac
Thomas dan Florian Znaniecki (1927)31 mendefinisikan psikologi sosial sebagai studi tentang
sikap, yang diartikannya sebagai proses mental individu yang menentukan tanggapan aktual dan
potensial individu dalam dunia sosial. Sikap merupakan predisposisi perilaku. Beberapa teori
yang melandasi perpektif ini antara lain adalah teori medan (field theory), teori atribusi dan
konsistensi sikap (concistency attitude and attribution theory), dan teori kognisi kontemporer.
Pada tahun 1980-an, konsep kognisi, sebagian besarnya mewarnai konsep sikap. Istilah "kognisi"
digunakan untuk menunjukkan adanya proses mental dalam diri seseorang sebelum melakukan
tindakan. Teori kognisi kontemporer memandang manusia sebagai agen yang secara aktif
menerima, menggunakan, memanipulasi, dan mengalihkan informasi. Kita secara aktif berpikir,
membuat rencana, memecahkan masalah, dan mengambil keputusan. Manusia memproses
informasi dengan cara tertentu melalui struktur kognitif yang diberi istilah "schema". Struktur
tersebut berperan sebagai kerangka yang dapat menginterpretasikan pengalaman sosial yang kita
miliki. Jadi, struktur kognisi bisa membantu kita mencapai keterpaduan dengan lingkungan, dan
membantu kita untuk menyusun realitas sosial. Sistem ingatan yang kita miliki diasumsikan
terdiri atas struktur pengetahuan yang tak terhitung jumlahnya. Intinya, teori-teori kognitif
memusatkan pada bagaimana kita memproses informasi.
BAB 5

TEORI PASANG SURUT ALIRAN KEMAJUAN


Tinjauan Lord (989) tentang perkembangan pemikiran keperilakuan dalam akuntansi
memperkuat banyak temuan dari riset lain. Meskipun demikian, pendekatan khusus ini juga
menghasilkan sejumlah observasi tentang cara bidang tersebut dapat bermanfaat bagi
pengembangan berikutnya. Hal yang menarik adalah kualitas dan keaslian riset semata
tampaknya tidak memadai untuk memasukkan dorongan khusus dari riset organisasi dan
keperilakuan ke jalur kemajuan kumulatif. Dalam hal ini, fakta bahwa seri awal studi yang
berorientasi organisasi yang dilakukan oleh Ohio State University tidak menghasilkan
momentum berkesinambungan merupakan hal yang menarik. Meskipun benar-benar asli dan
diakui mempunyai kualitas yang tinggi, orientasi organisasi tidak menghasilkan aliran
penyelidikan berkesinambungan pada saat itu.
Sebaliknya, tinjauan Lord bermanfaat untuk menyampaikan pertimbangan tentang skala
pengembangan komparatif dari studi yang berorientasi akuntansi di Amerika Serikat, khususnya
yang mencerminkan pendekatan pemrosesan informasi manusia dan kognitif. Tinjauan ini
terkadang lebih implisit dalam pandangan Burgstahler dan Sundem yang mengandung intelektual
literator riset daripada distribusi numerik. Terdapat berbagai alasan, termasuk predisposisi
budaya serta kehadiran awal psikolog dalam komunitas sekolah bisnis, peningkatan perubahan
dalam disiplin ilmu tersebut, serta seberapa besar hal ini dipahami sebagai ilmu pengetahuan,
dan sifat metodologinya. Lord juga menekankan cara riset akuntansi keperilakuan muncul dalam
konteks peningkatan ketertarikan yang lebih umum terhadap peranan akuntansi dalam
pengambilan keputusan. Dengan demikian, ia mengilustrasikan bagaimana pengembangan riset
akuntansi keperilakuan berhubungan dengan konsepsi rasionalitas keputusan. setidaknya
berdasarkan beberapa kesesuaian teorisasi ekonomi yang mendasarinya.
Hal yang tidak signifikan dalam riset akuntansi keperilakuan adalah observasi Lord tentang
peranan signifikan yang dimainkan oleh struktur institusional dunia akademis akuntansi. Ia
menekankan pentingnya pengembangan riset pemrosesan informasi manusia yang pada awalnya
diterima oleh Journal of Accounting Research dan dimasukkan dalam konferensi riset empiris
Chicago yang sangat berpengaruh. Baik Lord, Burgstahler, maupun Sundem mengomentari
signifikansi intelektual dari konferensi sebagai kunci untuk area pengembangan lebih luas. Hal
ini bukan saja ditunjukkan pada konferensi yang diorganisasi di Chicago, melainkan juga pada
konferensi awal di negara bagian Ohio, kemudian yang diorganisasi dalam konjungsi dengan
Accounting. Organization, and Society. Walaupun tergoda untuk menekankan pada tren
intelektual, pencapaian dan kesulitan, tinjauan Lord menunjukkan lebih banyak mengenai
kemunculan penetapan haru badan ilmu yang dengan sendirinya bermanfaat dan pemikiran yang
sederhana.
BAB 6

TEORI KEPERILAKUAN TENTANG PERUSAHAAN


Teori organisasi modern berkaitan dengan perilaku perusahaan sebagai satu kesatuan terhadap
pemahaman kegiatan perusahaan dan alasan anggotanya. Tanpa memedulikan besar kecilnya,
dapat dipastikan bahwa biasanya dipandang sebagai milik dari pemegang saham yang
perhatiannya lebih terfokus pada dimensi keuangan yang berputar di sekitar harga saham dan
berada di luar lingkup keputusan. Pandangan yang dihimpun secara lengkap dari tujuan suatu
perusahaan memungkinkan para akuntan untuk menyiapkan laporan keuangan yang
mencerminkan hasil operasional tahunan perusahaan untuk didistribusikan ke pemegang saham
dan publik melalui laporan keuangannya. Laporan ini menyiratkan keberadaan penetapan suatu
tujuan yang hampir bisa dipastikan meliputi tujuan biaya dan pendapatan dalam wujud cita-cita
mengenai pertumbuhan, laba, penguasaan penjualan di pasar, produksi, persediaan, tingkat imbal
hasil, overhead, bauran produk, karyawan, dan sebagainya.
Untuk menguraikan cara perusahaan mengadopsi seperangkat tujuan serta cara perusahaan
mengawali penyesuaian dan pencapaian memerlukan suatu pemahaman yang mendasar atas
keputusan dan proses penyelesaian masalah dengan pasti. Agar lebih spesifik, teori modern
perusahaan terkait dengan arah tujuan perilaku yang dipastikan berkaitan dengan tujuan,
motivasi, dan karakteristik menyelesaikan masalah anggota- anggotanya. Tujuan organisasi akan
dipandang sebagai berikut.
1. Hasil pengaruh dari permulaan proses antar-peserta organisasi.
2. Penentu batas pengambilan keputusan perusahaan dan penyelesaian masalah.
3. Perannya di dalam sistem pengawasan internal adalah untuk memotivasi peserta, di mana
derajat tingkat kepuasan kerja anggotanya akan diuraikan dalam kaitannya dengan tujuan pribadi
mereka yang saling tumpang-tindih dengan tujuan organisasi, dan sampai sejauh mana karyawan
memandang perusahaan sebagai hal yang membantu penerimaan tujuan pribadi mereka.
Akhirnya, pengambilan keputusan perusahaan, proses menyelesaikan masalah struktur
organisasi, pembagian kerja, penggunaan prosedur standar operasional, dan seterusnya diuraikan
sebagai fungsi peserta yang menyelesaikan masalah perilaku yang ditandai oleh pembatasan
kapasitas mereka secara rasional. Hal utama yang perlu diperhatikan adalah perusahaan dapat
dipandang sebagai suatu keseimbangan dalam mencari sistem pengambilan keputusan.
Komposisi tujuan dapat berubah dari waktu ke waktu, tetapi proses tingkat penyesuaian harus
mengikuti beberapa aturan. Jalannya operasional perusahaan dibatasi oleh tingkat sampai sejauh
mana kapasitas penyelesaian masalah dalam pengembalian informasi. Sistem organisasi hanya
memulihkan suatu bagian yang terbatas pada informasi yang lalu; selain itu, kapasitasnya juga
telah dibatasi untuk memproses informasi. Sebagai akibatnya, terdapat kepercayaan yang besar
pada prosedur operasi yang masalah. baku serta penggunaan alat sederhana untuk menyelesaikan
masalah.

BAB 7

MEMAHAMI TEORI
Suatu teori mengenai konsep, definisi, maupun proposisi disusun secara sistematis, selanjutnya
dijelaskan untuk memperbaiki fenomena. Teori bisa berbeda dengan hipotesis karena kekeliruan.
Perbedaan tersendiri yang membedakan teori dan hipotesis adalah satu dari tingkatan yang
kompleks dan abstrak. Pada umumnya, teori cenderung lebih kompleks, abstrak, dan melibatkan
berbagai variabel. Sebaliknya, hipotesis cenderung lebih sederhana, variabel proposisinya
terbatas, dan melibatkan contoh yang konkret. Para peneliti harus mengetahui nilai-nilai dari
teori. Teori memberikan manfaat dalam beberapa hal sebagai berikut.
1. Teori membatasi cakupan fakta yang harus dipelajari.
2. Teori menghendaki riset yang memungkinkan hasil yang lebih besar.
3. Teori menyarankan suatu sistem bagi peneliti untuk menggunakan data dalam rangka
mengklasifikasikannya dengan cara-cara yang berarti.
4. Teori merangkum pengetahuan tentang suatu objek dan menyatakan keseragaman yang berada
di luar pengamatan.
5. Teori dapat digunakan untuk memprediksi fakta-fakta lebih lanjut yang harus ditemukan.
Pemahaman umum tentang teori menyatakan bahwa satu teori menerangkan atau menjelaskan
mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi, misalnya mengapa ditemukan satu bentuk
organisasi dan bukan bentuk yang lain, mengapa manusia cenderung bertindak seadanya,
mengapa yang satu menindas yang lain, atau mengapa sejarah dunia diwarnai peperangan.
Dengan demikian, teori dianggap memberikan jawaban atas pertanyaan tentang "mengapa" atau
"bagaimana hal tersebut bisa terjadi"? Ketika kita melakukan riset, kita mencari jawaban untuk
mengetahui "apakah" yang seharusnya dipahami, dijelaskan, dan gejala yang diprediksi. Kita
ingin menjawab pertanyaan "Bagaimana reaksi karyawan jika kita menerapkan skedul kerja yang
baru?" Pertanyaan tersebut menghendaki penggunaan konsep, konstruksi, dan definisi.
BAB 8

TEORI ASPEK DIMENSI KE DALAM PENGENDALIAN KEUANGAN UMPAN BALIK


MEKANIKAL VERSUS RESPONS PERILAKU
Fokus utama dalam subsistem pengendalian keuangan adalah perilaku dari orang-orang yang ada
dalam organisasi dan bukan pada mesin. Oleh sebab itu, pengendalian keuangan dapat dipahami
secara baik melalui penekanan pada pentingnya asumsi-asumsi keperilakuan. Namun, tidak
semua desain pengendalian berfokus pada perilaku manusia. Aplikasi mekanikal dari
pengendalian adalah seperti termometer yang mengendalikan temperatur tubuh, lebih
menekankan pada sifat mekanikal dibandingkan dengan sifat perilaku. Peralatan metode
mekanikal serta kelistrikan tentu juga dapat digunakan untuk memengaruhi perilaku. Misalnya,
penggunaan sistem absensi (kehadiran) ataupun penggunaan finger scan yang diterapkan di
perusahaan berfungsi sebagai pengaman untuk mencegah keterlambatan atau ketidakhadiran para
karyawan atau penggunaan sistem komputer yang membatasi kebebasan akses dalam
mengoperasikan komputer merupakan contoh dari pemanfaatan mekanikal yang dapat
memengaruhi perilaku seseorang. Oleh karena menekankan pada aspek perilaku manusia,
subsistem dari pengendalian keuangan juga didasarkan pada asumsi keperilakuan manusia.
Sasaran perilaku utama dari pengendalian keuangan dapat dijelaskan dengan menggunakan
definisi pengendalian secara umum. Pada umumnya, pengendalian didefinisikan sebagai suatu
inisiatif yang dipilih yang akan mengubah kemungkinan pencapaian hasil yang diharapkan.
Pengendalian juga dapat dikatakan sebagai proses memantau kegiatan untuk memastikan bahwa
kegiatan tersebut diselesaikan seperti yang telah direncanakan dan proses mengoreksi setiap
penyimpangan yang berarti. Menurut Usry dan Hammer (1994)3 pengendalian adalah usaha
sistematik perusahaan untuk mencapai tujuan dengan cara membandingkan prestasi kerja dengan
rencana dan membuat tindakan yang tepat untuk mengoreksi perbedaan yang penting. Dasar
pengendalian dapat dilihat dari fungsi pengawasan. Fungsi ini diperlukan untuk menjamin
terlaksananya berbagai kegiatan dalam rangka pencapaian tujuan organisasi sesuai dengan apa
yang telah direncanakan.
Pada pengendalian keuangan, hasil yang diinginkan merupakan peristiwa perilaku dan aplikasi
dari masalah keuangan. Definisi pengendalian dalam konteks perilaku didasarkan pada konsep
"kepercayaan" dan "kemungkinan." Kepercayaan adalah kemauan seseorang untuk bertumpu
pada orang lain di mana kita memiliki keyakinan padanya. Ketika seseorang mengambil suatu
keputusan, ia akan lebih memilih keputusan berdasarkan pilihan dari orang-orang yang lebih
dapat ia percaya daripada yang kurang dipercayai (Moorman, 1993). Para manajer membutuhkan
suatu kepercayaan tentang cara dunia mereka bekerja dan apa dampak yang diharapkan atas
suatu inisiatif yang telah mereka pilih. Tentu saja, para manajer memiliki peluang khusus untuk
dapat mendeteksi hasil perilaku.

BAB 9

TEORI AKUNTANSI PERTANGGUNGJAWABAN


Akuntansi pertanggungjawaban (responsibility accounting) menurut Hansen dan Mowen (2006)2
adalah sistem yang mengukur berbagai hasil yang dicapai oleh setiap pusat pertanggungjawaban
menurut informasi yang dibutuhkan oleh manajer untuk mengoperasikan pusat
pertanggungjawabannya. Akuntansi pertanggungjawaban merupakan istilah yang digunakan
dalam menjelaskan akuntansi perencanaan serta pengukuran dan evaluasi kinerja organisasi
sepanjang garis pertanggungjawaban. Garis pertanggungjawaban ini meliputi pendapatan, serta
biaya yang diakumulasikan dan dilaporkan oleh pusat pertanggungjawaban. Pusat
pertanggungjawaban merupakan bagian dalam organisasi yang diakumulasikan secara
menyeluruh untuk kepentingan pencatatan. Asumsinya bahwa seseorang pada pusat
pertanggungjawaban mempunyai pengendalian terhadap seluruh catatan tersebut. Setiap pusat
pertanggungjawaban dalam organisasi hanya bertanggung jawab atas pengendalian terhadap
pendapatan dan biayanya sendiri secara keseluruhan. Sistem penyusunan laporan keuangan
untuk semua tingkatan manajemen didesain khusus agar mereka dapat menggunakannya secara
efektif guna mengendalikan operasi serta biaya yang terlibat. Akuntansi pertanggungjawaban
adalah jawaban akuntansi manajemen terhadap pengetahuan umum bahwa masalah bisnis dapat
dikendalikan seefektif mungkin dengan mengendalikan orang-orang yang bertanggung jawab
menjalankan operasi tersebut. Salah satu tujuan akuntansi pertanggungjawaban adalah
memastikan bahwa individu pada seluruh tingkatan di perusahaan telah memberikan kontribusi
yang memuaskan terhadap pencapaian tujuan perusahaan secara menyeluruh. Hal ini dicapai
dengan membagi perusahaan ke pusat pertanggungjawaban individual (jaringan tanggung jawab)
yang memberikan kerangka kerja untuk pengambilan keputusan secara terdesentralisasi dan
partisipatif di tingkat perusahaan dalam menetapkan tujuan kinerja. Hal tersebut juga
memberikan kepada manajemen puncak hasil secara keseluruhan serta data mengenai cara
manajer segmen menjalankan fungsinya.
Akuntansi pertanggungjawaban adalah komponen yang penting dari sistem pengendalian
keseluruhan di perusahaan. Manfaat khususnya berasal dari fakta bahwa struktur akuntansi
pertanggungjawaban memberikan kerangka kerja yang berarti untuk melakukan perencanaan,
agregasi data, dan pelaporan hasil kinerja operasi selama jalur pertanggungjawaban dan
pengendalian. Akuntansi pertanggungjawaban ditujukan untuk manusia, peran mereka, serta
tugas yang dibebankan kepada mereka dan bukan sebagai mekanisme impersonal untuk
akumulasi dan pelaporan data secara keseluruhan. Hal tersebut memberikan umpan balik secara
periodik kepada manajer segmen mengenai keberhasilan mereka dalam mencapai tujuan tertentu.
Dengan menyoroti penyimpangan kinerja aktual dari kinerja yang direncanakan, akuntansi
pertanggungjawaban memungkinkan dilakukannya manajemen berdasarkan perkecualian
(management by exceptions-MBE) dan manajemen berdasarkan tujuan (management by
objectives-MBO).

BAB 10

TEORI ANGGARAN
Anggaran merupakan rencana yang disusun secara sistematis, yang meliputi seluruh kegiatan
perusahaan, yang dinyatakan dalam unit (satuan) moneter dan berlaku untuk jangka waktu
(periode) tertentu yang akan datang. Dari pengertian tersebut dapat diketahui bahwa anggaran
merupakan hasil kerja (output) terutama berupa taksiran yang akan dilaksanakan masa
mendatang. Oleh karena anggaran merupakan hasil kerja (output), maka anggaran dituangkan
dalam naskah tulisan yang disusun secara teratur dan sistematis. Sedangkan yang dimaksudkan
dengan penganggaran adalah proses kegiatan yang menghasilkan anggaran tersebut sebagai hasil
kerja, serta proses kegiatan yang berkaitan dengan pelaksanaan fungsi anggaran, yaitu fungsi
pedoman kerja, alat pengoordinasian kerja, dan alat pengawasan kerja. Menurut Kariuki (2010),
penganggaran adalah proses perencanaan operasi keuangan suatu usaha. Penganggaran sebagai
alat manajemen membantu mengatur dan merumuskan perencanaan kegiatan manajemen.
Penganggaran sebagai alat keuangan bermanfaat bagi evaluasi dan pengendalian organisasi
untuk merencanakan kegiatan di masa depan. Sedangkan menurut Nafarin (2007), anggaran
(budget) adalah suatu rencana keuangan periodik yang disusun berdasarkan program yang telah
disahkan dan anggaran merupakan rencana tertulis mengenai kegiatan suatu organisasi yang
dinyatakan secara kuantitatif (angka) dan umumnya dinyatakan dalam satuan uang untuk jangaka
waktu tertentu. Proses penyusunan anggaran pada dasarnya merupakan suatu proses negosiasi
antara manajer pusat pertanggungjawaban dan atasannya. Hasil akhir proses negosiasi adalah
persetujuan tentang perkiraan biaya yang akan terjadi selama satu tahun (untuk pusat biaya), atau
anggaran laba atau ROI yang disyaratkan (untuk pusat laba atau pusat investasi).
Perusahaan besar atau kecil sebaiknya membuat anggaran, karena penganggaran itu penting
untuk membuat perencanaan dan untuk mengendalikan kegiatan. Perencanaan melihat ke masa
depan, yaitu menentukan tindakan apa yang harus dilakukan untuk mencapai sasaran dan tujuan
organisasi. Sedangkan pengendalian melihat ke belakang, yaitu menilai hasil kerja dan
membandingkan dengan telah ditetapkan. Hasil perbandingan ini melahirkan varians. Varians
harus dianalisis dan dicari sebabnya kemudian digunakan untuk memperbaiki perencanaan,
anggaran, dan pelaksanaan (pengendalian).
BAB 11

TEORI PENGENDALIAN BIAYA


Pengelompokan biaya ke dalam komponen biaya variabel dan biaya tetap memberikan dasar
yang lebih baik untuk pengendalian biaya. Hal tersebut memungkinkan penyusunan laporan laba
rugi menggunakan margin kontribusi yang menekankan pada pola perilaku biaya dan
memberikan perincian kepada manajemen mengenai biaya teknik, biaya yang berkomitmen, dan
biaya diskresioner. Perbedaan ini penting bagi manajemen karena setiap jenis biaya memerlukan
prosedur pengendalian yang berbeda.
Biaya teknik meliputi biaya bahan baku langsung, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya
overhead variabel, seperti bahan bakar dan listrik. Biaya-biaya tersebut memiliki "hubungan
eksplisit tertentu dengan ukuran aktivitas yang dipilih." Biaya tersebut juga dapat langsung
dikendalikan pada tingkat organisasi terendah melalui penggunaan anggaran fleksibel dan
standar karena waktu pemberian umpan balik yang singkat dan secara fisik dapat diamati oleh
manajer yang bertanggung jawab atas aktivitas yang menyebabkannya.
Biaya tetap yang berkomitmen atau biaya kapasitas adalah "seluruh biaya organisasi dan pabrik
yang terus terjadi (tanpa memedulikan tingkat aktivitas) dan yang tidak dapat dikurangi tanpa
merugikan kompetensi organisasi untuk memenuhi tujuan jangka panjang. Secara pengendalian,
biaya-biaya ini adalah biaya tetap yang paling tidak responsif dan dapat dikendalikan dalam
jangka pendek hanya dengan usaha untuk meningkatkan penggunaan dari fasilitas yang
dikomitmenkan.
Biaya diskresioner (juga disebut sebagai biaya terprogram) adalah: (1) Biaya yang muncul dari
keputusan periodik (biasanya tahunan) terkait jumlah maksimum yang akan dikeluarkan, dan (2)
Biaya yang tidak memiliki hubungan optimum yang dapat ditunjukkan di antara input (yang
diukur dengan biaya) dan output (yang diukur dengan pendapatan atau tujuan lainnya). Biaya-
biaya ini meliputi biaya, seperti periklanan, audit, dan jasa konsultasi manajemen, serta pelatihan
sumber daya manusia. Berbeda dengan biaya tetap yang berkomitmen, biaya ini dapat dikurangi
atau sama sekali dihindari pada saat itu dan dikendalikan oleh anggaran statis yang
dinegosiasikan.
BAB 12

TEORI PERAN KEPRIBADIAN DAN GAYA KOGNITIF DALAM PENGAMBILAN


KEPUTUSAN
Oleh karena manusia membuat keputusan, maka banyak riset telah diarahkan pada bagaimana
perbedaan psikologis dapat memengaruhi keputusan. Perbedaan psikologis individu dapat dibagi
menjadi dua kategori, yakni: kepribadian dan gaya kognitif. Kepribadian mengacu pada sikap
atau keyakinan individu, sementara gaya kognitif mengacu pada cara atau metode yang mana
seseorang menerima, menyimpan, memproses, serta meneruskan informasi. Individu dengan
jenis kepribadian yang sama dapat memiliki gaya kognitif yang berbeda dan menggunakan
metode yang sama sekali berbeda ketika menerima, menyimpan, dan memproses informasi.
Dengan melakukan hal yang sama, individu-individu dengan sikap dan keyakinan yang sangat
berbeda dapat menunjukkan gaya kognitif yang sama. Dalam suatu situasi pengambilan
keputusan, kepribadian dan gaya kognitif saling berinteraksi dan memengaruhi (menambah atau
mengurangi) dampak dari informasi akuntansi yang ada. Toleransi terhadap ambiguitas
mengukur sampai pada tingkat yang mana individu merasa terancam oleh ambiguitas dalam
situasi pengambilan keputusan dan bagaimana ambiguitas memengaruhi keyakinannya dalam
keputusan tersebut. Beberapa penulis merasa bahwa orang yang tidak toleran terhadap
ambiguitas diperkirakan akan kurang yakin dengan keputusannya. Mereka akan mencari lebih
banyak informasi dalam situasi yang ambigu dibandingkan rekan kerja mereka yang toleran.
Penulis lain menyarankan bahwa intoleransi dapat mengurangi persepsi mereka terkait
ketidakpastian, sehingga membuat mereka mengabaikan ketidakpastian. Oleh karenanya, mereka
dapat menunjukkan keyakinan yang lebih besar dan mencari lebih sedikit informasi daripada
individu yang toleran.
Kebebasan wilayah adalah kemampuan individu untuk sampai pada persepsi yang benar dengan
mengabaikan konteks-konteks yang mengintervensi. Ketergantungan wilayah adalah
ketidakmampuan seseorang untuk mengesampingkan informasi yang tidak relevan dan
menyesatkan saat berusaha membentuk suatu pendapat. Individu yang mengalami
ketergantungan wilayah bersikap lebih menerima dibandingkan individu yang mengalami
kebebasan wilayah terhadap informasi dan situasi masalah yang bersifat ambigu. Akan tetapi,
ketika mereka telah mencapai suatu keputusan, mereka akan lebih yakin dalam penilaian mereka
daripada rekannya yang mengalami kebebasan wilayah. Kesimpulan yang diperoleh sejauh ini
menyarankan bahwa "ketergantungan wilayah dapat dengan sendirinya menjadi dimensi yang
berguna dalam memprediksi perilaku" dalam situasi penyelesaian masalah dan pengambilan
keputusan, serta dapat memungkinkan seseorang untuk "menyentuh dimensi tertentu dari setiap
perbedaan kognitif yang sensitif terhadap informasi akuntansi."
Dalam kaitannya dengan dampak interaksi dari toleransi terhadap ambiguitas dan ketergantungan
wilayah, ditemukan bahwa individu yang mengalami ketergantungan wilayah lebih yakin dengan
pilihan keputusannya daripada individu yang mengalami kebebasan wilayah, tanpa memedulikan
tingkat toleransinya terhadap ambiguitas. Namun, perbedaannya lebih terlihat bagi individu
dengan toleransi yang rendah daripada mereka yang memiliki toleransi yang tinggi.

BAB 13

TEORI SYARAT-SYARAT PELAPORAN


Kegagalan dalam organisasi banyak disebabkan oleh kurang tertatanya komunikasi yang
dilakukan para pelaku dalam organisasi tersebut. Komunikasi yang tidak efektif adalah akar
utama permasalahan dalam organisasi. Komunikasi yang efektif antara atasan dan bawahan
menjadi faktor penting bagi pencapaian tujuan suatu organisasi,¹ Melihat pentingnya komunikasi
dalam organisasi, tentunya tidak luput dari bagaimana komunikasi itu dipelihara dalam suatu
strategi. Pada kenyataannya strategi komunikasi diperlukan untuk kelancaran arus komunikasi
dalam organisasi. Pace dan Faules (2005, 170) mengatakan bahwa tantangan terbesar dalam
komunikasi organisasi adalah bagaimana menyampaikan informasi ke seluruh bagian organisasi
dan bagaimana menerima informasi dari seluruh bagian organisasi.2
Menurut Effendy (2006) strategi komunikasi adalah metode atau langkah-langkah yang diambil
untuk keberhasilan proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk
memberitahu atau mengubah sikap, pendapat, dan perilaku, baik secara langsung (lisan) maupun
tidak langsung melalui media. Jadi, dapat dikatakan strategi komunikasi adalah metode atau
langkah-langkah yang diambil untuk keberhasilan proses penyampaian pesan oleh seseorang
kepada orang lain untuk memberitahu atau mengubah sikap, pendapat, dan perilaku, baik secara
langsung secara lisan maupun tidak langsung melalui media untuk mencapai suatu tujuan.3
Dari konteks akuntansi, intisari dari proses akuntansi adalah komunikasi atas informasi yang
memiliki implikasi keuangan atau manajemen. Oleh karena pengumpulan dan pelaporan
informasi menggunakan sumber daya, biasanya hal tersebut tidak dilakukan secara sukarela
kecuali pelapor yakin bahwa hal ini akan memengaruhi penerima untuk berperilaku sebagaimana
yang diinginkan oleh pelapor. Menentukan strategi komunikasi perlu adanya rasa saling percaya
yang diciptakan antara komunikator dan komunikan. Kalau tidak ada unsur saling memercayai,
komunikasi tidak akan berhasil. Tidak adanya rasa saling percaya akan menghambat komunikasi
(Ulbert, 2007). Sebelum melancarkan proses komunikasi, hal yang harus dilakukan adalah
mempelajari siapa yang akan menjadi sasaran komunikasi atasan. Adapun hal-hal yang perlu
diketahui dari komunikan adalah kerangka referensi dan situasi serta kondisi mereka.
Setiap individu memiliki karakter yang berbeda-beda, maka perlakuan ketika memberikan
informasi atau pesan juga berbeda-beda. Hal tersebut berlaku bila akan ketika rapat mingguan
setiap hari Sabtu atau rapat kecil yang berbeda-beda setiap mengomunikasikan secara personal,
tetapi bila secara serentak biasanya diumumkan timnya. Unsur selanjutnya yang menjadi penting
adalah bagaimana mengemas pesan atau instruksi tersebut agar ditanggapi oleh komunikan.
Perusahaan menyadari bahwa pengemasan pesan akan memengaruhi penerimaan pesan oleh
komunikan, dalam hal ini adalah bawahan. Pada dasarnya sistem komunikasi ke bawah
mengandalkan berbagai jenis media.

BAB 14

TEORI KONTINJENSI DALAM KONTEKS PENGANGGARAN MODAL


Pendekatan teori kontinjensi mengidentifikasi bentuk-bentuk optimal pengendalian organisasi
dalam kondisi operasi yang berbeda dan mencoba untuk menjelaskan bagaimana prosedur
operasi pengendalian organisasi tersebut. Menurut Otley (1980) para peneliti telah menerapkan
pendekatan kontinjensi guna menganalisis dan mendesain sistem pengendalian, khususnya di
bidang sistem akuntansi manajemen. Pendekatan kontinjensi menarik minat para peneliti karena
mereka ingin mengetahui apakah tingkat keandalan suatu sistem akuntansi manajemen akan
selalu berpengaruh sama pada setiap kondisi atau tidak. Berdasarkan teori kontinjensi maka
terdapat faktor situasional lain yang mungkin akan saling berinteraksi dalam kondisi tertentu.
Diawali dari pendekatan kontinjensi ini maka muncul lagi kemungkinan bahwa desentralisasi
juga akan menyebabkan perbedaan kebutuhan informasi akuntansi manajemen. perusahaan
besar.
Aspek kedua adalah ketidakpastian lingkungan. Semakin bervariabel dan konteks operasi tak
terduga adalah kurang tepat dan sangat birokrasi, struktur penganggaran modal menjadi lebih
mekanistik. Disarankan bagi perusahaan yang beroperasi pada lingkungan yang sangat tidak
pasti diasumsikan menguntungkan dengan menggunakan metode investasi yang canggih
(sophisticated), khususnya dalam menilai risiko. Ada juga pendapat yang berlawanan dan
mengatakan bahwa perusahaan akan lebih berpengalaman dan banyak manfaat dari
menggunakan teknik penganggaran modal yang canggih dan lingkungan yang lebih stabil.
Mereka mendasarkan argumen pada studi yang menunjukkan bahwa penggunaan teknik
penganggaran modal yang canggih menurun dengan peningkatan ketidakpastian lingkungan.
Aspek terakhir menyangkut karakteristik perilaku adalah: gaya manajemen, tingkat
profesionalisme, dan sejarah organisasi. Anggaran administratif berorientasi strategi
pengendalian modal dianggap konsisten dengan gaya analitis manajemen, profesionalisme
tingkat tinggi dan sejarah investasi hasil yang istimewa. Status keuangan perusahaan bisa
memengaruhi desain dan upaya dimasukkannya penganggaran modal. Banyak usaha yang akan
dikhususkan untuk penganggaran dalam situasi keuangan yang merugikan, karena tidak akan
mudah lagi untuk menemukan anggaran yang dapat diterima dan akan ada kebutuhan untuk lebih
sering ditindaklanjuti. Para ilmuwan mengatakan bahwa pelaksanaan prosedur penganggaran
modal yang canggih merupakan salah satu dari banyak cara untuk mengatasi kelangkaan sumber
daya, misalnya, tekanan ekonomi (economic stress).
BAB 15

TEORI AUDIT INTERNAL


Audit internal adalah suatu aktivitas independen, yang memberikan jaminan keyakinan serta
konsultasi yang dirancang untuk memberikan suatu nilai tambah serta meningkatkan kegiatan
operasi organisasi. Audit internal membantu organisasi dalam usaha mencapai tujuannya dengan
cara memberikan suatu pendekatan disiplin yang sistematis untuk mengevaluasi dan
meningkatkan keefektifan manajemen risiko, pengendalian dan proses pengaturan dan
pengelolaan organisasi. Menurut IIA (Institute of Internal Auditor) yang dikutip oleh Boynton
dkk. (2001) menjelaskan bahwa audit internal adalah aktivitas independen, keyakinan objektif,
dan konsultasi yang dirancang untuk menambah nilai dan meningkatkan operasi organisasi.
Audit internal ini membantu organisasi mencapai tujuannya dengan melakukan pendekatan
sistematis dan disiplin untuk mengevaluasi dan meningkatkan efektivitas manajemen risiko,
pengendalian dan proses tata kelola. Menurut Tugiman (2006)8 tujuan audit internal adalah
membantu para anggota organisasi agar dapat melaksanakan tanggung jawabnya secara efektif.
Untuk itu, audit internal akan melakukan analisis, penilaian, dan mengajukan saran. Tujuan audit
juga mencakup pengembangan pengawasan yang efektif dengan biaya yang wajar. Menurut
Agoes (2004), tujuan pemeriksaan yang dilakukan oleh auditor internal adalah membantu semua
pimpinan perusahaan (manajemen) dalam melaksanakan tanggung jawabnya dengan
memberikan analisis, penilaian, saran, dan komentar mengenai kegiatan yang diperiksanya.
Untuk mencapai tujuan tersebut, auditor internal harus melakukan kegiatan sebagai berikut.
1. Menelaah dan menilai kebaikan, memadai tidaknya dan penerapan dari sistem pengendalian
manajemen, pengendalian intern dan pengendalian operasional lainnya, serta mengembangkan
pengendalian yang efektif dengan biaya yang tidak terlalu mahal.
2. Memastikan ketaatan terhadap kebijakan, rencana, dan prosedur yang telah ditetapkan oleh
manajemen.
3. Memastikan seberapa jauh harta perusahaan dipertanggungjawabkan dan dilindungi dari
kemungkinan terjadinya segala bentuk pencurian, kecurangan, dan penyalahgunaan.
4. Memastikan bahwa pengelolaan data yang dikembangkan dalam organisasi dapat dipercaya.
5. Menilai mutu pekerjaan setiap bagian dalam melaksanakan tugas yang diberikan oleh
manajemen.
6. Menyarankan perbaikan operasional dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas.
Fungsi audit internal adalah sebagai alat bantu bagi manajemen untuk menilai efisien dan
keefektivan pelaksanaan struktur pengendalian intern perusahaan, kemudian memberikan hasil
berupa saran atau rekomendasi dan memberi nilai tambah bagi manajemen yang akan dijadikan
landasan mengambil keputusan atau tindakan selanjutnya.

Menurut Konsersium Organisasi Profesi Audit Internal (2004), penanggung jawab fungsi audit
internal harus mengelola fungsi audit internal secara efektif dan efisien untuk memastikan bahwa
kegiatan fungsi tersebut memberikan nilai tambah bagi organisasi. Menurut Guy (2002), ruang
lingkup audit internal meliputi pemeriksaan dan evaluasi yang memadai serta efektivitas sistem
pengendalian internal organisasi dan kualitas kinerja dalam melaksanakan tanggung jawab yang
dibebankan. Adapun ruang lingkup audit internal harus mencakup kecukupan dan efektivitas
sistem kinerja organisasi dalam melaksanakan tanggung jawab yang ditugaskan; (1) keandalan
dan menyokong informasi;
(2) sesuai dengan kebijakan, rencana, prosedur, hukum, peraturan dan kontak;
(3) pengamanan aset;
(4) penggunaan sumber daya yang ekonomis dan efisien;
(5) tercapainya target yang ditetapkan dan tujuan program operasi.
BAB 16

TEORI PENALARAN MODAL DARI KOHLBERG


Kohlberg (1981)2 mendefinisikan penalaran moral sebagai penilaian terhadap nilai, penilaian
sosial, dan juga penilaian terhadap kewajiban yang mengikat individu dalam melakukan suatu
tindakan. Penalaran moral dapat dijadikan prediktor terhadap dilakukannya tindakan tertentu
pada situasi yang melibatkan moral. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Rest
(1979) bahwa penalaran moral adalah konsep dasar yang dimiliki individu untuk menganalisis
masalah sosial-moral dan menilai terlebih dahulu tindakan apa yang akan dilakukannya. Menurut
Kohlberg (1981) penalaran moral adalah suatu pemikiran tentang masalah moral. Pemikiran itu
merupakan prinsip yang dipakai dalam menilai dan melakukan suatu tindakan dalam situasi
moral. Penalaran moral dipandang sebagai suatu struktur bukan isi. Jika penalaran moral dilihat
sebagai isi, maka sesuatu dikatakan baik atau buruk akan sangat tergantung pada lingkungan
sosial budaya tertentu, sehingga sifatnya akan sangat relatif. Akan tetapi, jika penalaran moral
dilihat sebagai struktur, maka apa yang baik dan buruk terkait dengan prinsip filosofis moralitas,
sehingga penalaran moral bersifat universal. Penalaran moral ini yang menjadi indikator dari
tingkatan atau tahap kematangan moral. Memperhatikan penalaran mengapa suatu tindakan
salah, akan lebih memberi penjelasan dari pada memperhatikan perilaku seseorang atau bahkan
mendengar pernyataannya bahwa sesuatu itu salah (Duska dan Whelan, 1975). Berdasarkan
uraian teori di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa penalaran moral adalah kemampuan
(konsep dasar) seseorang untuk dapat memutuskan masalah sosial moral dalam situasi kompleks
dengan melakukan penilaian terlebih dahulu terhadap nilai dan sosial mengenai tindakan apa
yang akan dilakukannya. Psikologi moral reasoning menjelaskan proses ini dan menganalisis
keadaan pikiran individu ketika membuat keputusan etis. Etika atau moral reasoning berbeda
dengan proses mental lainnya dalam tiga aspek, yaitu: 1) kognisi yang didasarkan pada nilai dan
bukan pada fakta yang tampak, 2) keputusan yang didasarkan pada beberapa isu yang melibatkan
diri sendiri dan orang lain, dan 3) keputusan yang dibangun di seputar isu 'keharusan, dan bukan
pada peringkat preferensi atau kesukaan sederhana. Kolhberg menyamakan tiga tingkatan ini
dengan tiga jenis hubungan yang berbeda antara diri, aturan, dan harapan masyarakat. Misalnya,
Rest menyatakan bahwa penalaran etis (ethical reasoning) hanya merupakan bagian dari
kapasitas individu secara keseluruhan untuk membangun kerangka dan memecahkan masalah
etis. Rest (1979) selanjutnya mengidentifikasi empat komponen dalam menentukan perilaku
moral, yaitu: 1) sensitivitas moral (pengenalan implikasi moral dari sebuah situasi), 2) keputusan
moral (keputusan mengenai apakah sebuah aksi benar secara moral); 3) motivasi moral
(menempatkan nilai moral di atas nilai lainnya); dan 4) karakter moral (mempunyai keyakinan
untuk mengimplementasikan aksi moral). Model rangkaian tahap dari Kolhberg tentang tingkat
perkembangan moral individual berhubungan dengan komponen kedua dari model pengambilan
keputusan etis. Kolhberg menyatakan bahwa individu pada tingkat moral reasoning yang lebih
tinggi bisa melakukan tindakan moral yang benar.

BAB 17

TEORI KONTIJENSI
Teori kontingensi adalah pendekatan untuk mempelajari perilaku organisasi di mana penjelasan
yang diberikan adalah bagaimana faktor-faktor kontingen seperti teknologi, budaya, dan
lingkungan eksternal memengaruhi desain dan fungsi organisasi. Asumsi yang mendasari teori
kontingensi adalah tidak ada satu jenis struktur organisasi yang sama berlaku untuk semua
organisasi. Menurut Reid dan Smith (2000), Chenhall, (2003) dan Woods (2009) teori
kontingensi dikembangkan dari teori fungsionalisme sosiologis pada struktur organisasi
semacam itu sebagai pendekatan struktural untuk studi organisasi. Dalam beberapa literator lain,
teori kontingensi masih dianggap sebagai paradigma dominan dalam penelitian akuntansi
manajemen (Fisher, 1995; Cadez dan Guilding, 2008). Sampai saat ini, manfaat rumusan teori
kontinjensi yang dapat dirasakan adalah bagaimana mendesain organisasi berdasarkan
ketidakpastian lingkungan dan ukuran organisasi. Beberapa penulis tentang teori kontinjensi
menyatakan bahwa kerangka kontinjensi dapat menjadi pendekatan holistik dalam merancang
sistem akuntansi manajemen.

MUNCULNYA PERUMUSAN KONTINJENSI


Alasan yang menjadi pertimbangan utama dalam mengadopsi teori kontinjensi akuntansi
manajemen adalah untuk digunakan sebagai alat yang dibutuhkan dalam menginterpretasikan
hasil riset empiris. Hal ini dikarenakan adanya keterbatasan dalam meninjau dan memahami
jenis hipotesis yang telah dikemukakan untuk menjelaskan penemuan yang kontradiktif.

PENGARUH TEORI ORGANISASI


Ketiga variabel kontinjensi adalah teknologi umum, struktur organisasi, dan lingkungan telah
digunakan sebagai contoh ilustratif karena ketiganya telah mengembangkan teori kontinjensi
akuntansi manajemen teoretis. Gerakan ini merupakan pendekatan universalitas terhadap
pendekatan akuntansi manajemen yang menjadi mode pada tahun 1970-an. Kelebihan dari
pendekatan ini tidak bisa dijelaskan hanya oleh tekanan penemuan empiris yang berusaha untuk
menemukan teori yang bersifat menjelaskan. Faktor utama lain yang memengaruhi
pengembangan teori kontinjensi akuntansi manajemen adalah pengembangan teori kontinjensi
organisasi yang terjadi terlebih dahulu. Selama tahun 1960-an, teori organisasi adalah suatu
pergolakan utama yang mendorong konstruksi terhadap seluruh keberlanjutan teori kontinjensi.
Sementara akuntansi mengembangkan gagasan kontinjensi dan pentingnya realisasi atas struktur
organisasi, teori organisasi baru mengembangkan perumusan kontinjensinya sendiri. Hasilnya
adalah ketersediaan teori yang mendekati pada perancangan sistem informasi akuntansi. Hal ini
diperlukan untuk menguji isi dari teori ini secara lebih terperinci agar bisa mengevaluasi
kontribusinya terhadap akuntansi manajemen.

VARIABEL DASAR KONTIJENSI DAN HUBUNGANNYA


Teori kontinjensi akuntansi manajemen dapat mengidentifikasi sejumlah perbedaan atau jenis
variabel. Misalnya, teori ini mengemukakan bahwa kerangka yang terdiri atas: a) lingkungan; b)
organisasi; dan c) gaya pengambilan keputusan. Lebih lanjut, menurut teori ini, tiga hal penting
dalam ketidakpastian terdiri atas: a) lingkungan; b) saling ketergantungan; dan c) faktor internal.
Dua variabel lainnya terkait teknologi dan lingkungan. Literator yang relevan dengan penjelasan
ini merumuskan empat jenis variabel kontinjensi yang terdiri atas: 1) variabel sosial, 2) variabel
lingkungan perusahaan, 3) atribut organisasi, dan 4) karakteristik pengguna dan sumber
informasi lain.

KERANGKA EVALUASI TEORI KONTINJENSI


Sistem informasi akuntansi (SIA) hanya meliputi salah satu bagian dari struktur pengendalian
organisasi. Strategi pengendalian organisasi akan melibatkan pertimbangan desain organisasi,
sistem informasi manajemen, dan sistem perencanaan dan pengendalian. Tentunya, hal ini
mungkin terlihat sama dengan substitusi parsial yang ditandai oleh pernyataan perasaan manajer
industri tertentu bahwa SIA yang digunakan dimaksudkan untuk mengatasi kelemahan dalam
desain organisasi. Dengan adanya kekurangan tersebut, dibentuklah teori kontinjensi SIA di luar
konteks dari keseluruhan paket pengendalian organisasi secara nyata. Pertama, apa yang
mendasari SIA sehingga berpengaruh baik terhadap apa yang dilakukan oleh organisasi untuk
mencapai tujuannya dan proses pengendalian lain yang komplementer terhadap SIA. Kedua,
terdapat jangkauan menyeluruh dari faktor yang akan memengaruhi pencapaian organisasi, dan
bahwa hal itu akan mengendalikan strategi dan struktur, serta menyatakan tentang produk pasar,
dan pengaturan antarorganisasi. Pengaruh SIA terhadap riset kelihatannya relatif kecil. Pada
akhirnya, perlu ditentukan faktor apa yang mendasari pencapaian organisasi yang efektif, dengan
menggunakan perbandingan antara sasaran hasil organisasi dengan standar. Terdapat berbagai
kesulitan substansial dalam pengukuran efektivitas organisasi dan adalah penting bagi ukuran
tersebut untuk mengembangkan teori kontinjensi secara benar. Komentar ini menyatakan bahwa
format kerangka kontinjensi yang lebih rumit perlu menggunakan desain SIA. Di sini, variabel
kontinjensi dianggap sebagai faktor di luar pengendalian organisasi, walaupun diketahui bahwa
organisasi dapat mencoba untuk memengaruhi variabel eksogen (misalnya, peraturan bidang
pemerintah). Variabel itu, dalam pengawasan organisasi dianggap sebagai variabel kontinjensi
yang dipergunakan dalam pengendalian organisasi. Organisasi menyesuaikan kontinjensi dalam
mengatur faktor yang dapat mengendalikan ke dalam wujud yang sesuai harapan sehingga
mendorong ke arah pencapaian efektif. Bagaimanapun, penting untuk dicatat bahwa tingkat
pencapaian potensial mungkin juga dipengaruhi oleh variabel lingkungan yang merupakan
variabel kontinjensi untuk pengendalian. Selain itu, ada juga faktor lain yang mungkin akan
mempengarui efektivitas. Desain SIA, desain organisasi, dan pengaturan pengendalian organisasi
lainnya (perjanjian kolektif, pemilihan personel, promosi, dan sistem imbalan, dan lobi eksternal)
membentuk paket yang dapat dievaluasi. Khususnya, terdapat interdependensi yang luas antara
SIA dan masing-masing komponen paket lain. Sasaran hasil organisasi saling dikaitkan, dan
untuk keadaan tertentu, basis dasar dalam sasaran hasil mungkin diasumsikan (misalnya ketika
mempelajari perusahaan dalam industri tunggal, tetapi bahkan dalam hal ini terdapat pilihan
antara stabilitas versus pertumbuhan, konservatisme versus inovasi, dan lain-lain yang
memengaruhi perbandingan tersebut). Tidak diragukan kerangka ini masih terlalu sederhana.
Bagian strategi pengendalian organisasi dapat memengaruhi lingkungannya. Pertimbangannya
terletak pada pola yang dengan baik dihubungkan pada sumber daya eksternal yang penting dan
saling berhubungan satu sama lain dalam organisasi. Misalnya, kunci dari kelangsungan hidup
organisasi adalah kemampuan untuk memperoleh dan memelihara sumber daya fisik dan
manusia, serta manajemen. Sebelumnya telah diusulkan bahwa terdapat sesuatu yang mungkin
membalikkan pengulangan yang terjadi antara sasaran hasil dan pencapaian organisasi. Selain
itu, sistem akuntansi dapat memengaruhi sasaran hasil yang digunakan untuk menjelaskan
formatnya. Bagaimanapun, kerangka yang diusulkan merupakan alat yang paling efektif guna
menuju keberhasilan. Kerangka tersebut diusulkan sebagai suatu tugas yang sesuai untuk teori
kontinjensi, tetapi tidak diasumsikan sebagai hal yang penting. Misalnya, pengaturan
pengendalian yang berbeda dalam organisasi bertujuan untuk mengoptimalkan layanan
konsumen dengan tujuan untuk memaksimalkan pengembalian bagi pemegang saham atau untuk
menciptakan lingkungan kerja yang unggul bagi karyawan mereka. Walaupun model tersebut
tidak menjelaskan secara menyeluruh mengenai pengembangan sistem informasi akuntansi,
usaha itu cukup untuk merangsang pengembangan perspektif yang cukup luas dalam penilaian
kesesuaian SIA yang dilakukan. Oleh karena sistem akuntansi merupakan bagian penting dari
kehidupan organisasi, maka sistem akuntansi perlu untuk dievaluasi sisi manajerialnya secara
lebih luas, dalam konteks lingkungan dan organisasi.
BAB 18

TEORI LINGKUNGAN SEBAGAI FAKTOR PENENTU DESENTRALISASI


Bagian ini membahas mengenai kondisi pendahulu yang menciptakan kebutuhan akan jenis-jenis
perilaku manajerial yang dijelaskan oleh Vancil. Dengan memahami mengapa perilaku semacam
itu dibutuhkan, mungkin untuk memahami kebutuhan akan desentralisasi. Pembahasan umum
mengenai alasan yang dibutuhkannya desentralisasi mencakup hal-hal sebagai berikut.
1. Desentralisasi membebaskan manajemen puncak untuk fokus pada keputusan strategis jangka
panjang dan bukan terlibat dalam keputusan operasi. Hal ini berarti penggunaan yang lebih baik
atas waktu manajerial yang sangat berharga.
2. Desentralisasi memungkinkan organisasi untuk memberikan respons secara cepat dan efektif
terhadap masalah, karena mereka yang berada paling dekat dengan masalah (manajer lokal)
memiliki informasi yang paling baik sehingga dapat memberikan respons lebih baik terhadap
kebutuhan lokal.
3. Sistem yang tersentralisasi tidak mampu menangani semua informasi rumit yang diperlukan
untuk membuat keputusan yang optimal. Keputusan yang tersentralisasi mungkin lebih inferior
dibandingkan dengan keputusan yang dibuat secara lokal dalam sistem yang terdesentralisasi.
4. Desentralisasi menyediakan dasar pelatihan yang baik bagi manajemen puncak masa depan.
5. Desentralisasi memenuhi kebutuhan akan otonomi sehingga merupakan suatu alat motivasi
yang kuat bagi manajer.
Sementara sebagian besar pernyataan di atas pada dasarnya adalah benar, pernyataan tersebut
lebih merupakan konsekuensi dan bukan pendahulu dari desentralisasi. Misalnya, sementara
desentralisasi memungkinkan perusahaan untuk memberikan respons secara lebih cepat atau
melatih manajer masa depan, hal itu tidak menjelaskan apa yang pertama-tama menciptakan
kebutuhan akan desentralisasi. Teori manajemen tradisional tidak membantu dalam hal ini
karena teori tersebut hanya menegaskan bahwa desentralisasi merupakan konsekuensi dari
ukuran-yaitu, kebutuhan yang dipaksakan oleh pertumbuhan perusahaan. Beberapa studi empiris
yang menunjukkan korelasi antara ukuran dan desentralisasi cenderung untuk mengonfirmasikan
pandangan ini.

BAB 19

PRINSIP AKUNTANSI BERTERIMA UMUM


Akuntansi dipraktikkan dalam suatu kerangka yang implisit. Kerangka ini dikenal sebagai
prinsip akuntansi berterima umum (PABU). Prinsip-prinsip akuntansi yang diterima secara
umum dapat menjadi syarat bagi keputusan manajer serta juga sebagai ukuran kinerjanya.
Sayangnya, hal ini tidak selalu memberikan hasil yang diinginkan. Sejumlah prinsip telah
menimbulkan bias sehingga justru memotivasi manajer pada lingkungan tertentu untuk
mengadopsinya dengan keinginan untuk mendapatkan prinsip alternatif yang dapat
mencerminkan hasil operasi dan kondisi keuangan perusahaan dengan lebih baik. Selain itu,
prinsip-prinsip akuntansi yang diterima secara umum lainnya mungkin membuat manajer
mengadopsi kebijakan operasi khusus walaupun kebijakan tersebut mungkin tidak tepat.
Pernyataan No. 4 Accounting Principles Board (APB) menyatakan bahwa PABU dilihat dalam
"pengalaman, alasan, kebiasaan, penggunaan, dan kebutuhan praktis, dan PABU mencakup
konversi, aturan, dan prosedur yang perlu untuk mendefinisikan prinsip akuntansi yang dapat
diterima pada suatu waktu tertentu. Beberapa cara dilakukan untuk memberi makna yang dapat
diakui terhadap istilah "yang diterima secara umum" sehingga istilah tersebut menggambarkan
kondisi di mana metode akuntansi akan dianggap diterima secara umum. Literator tentang PABU
telah meluas mencakup sejumlah persyaratan, opini, dan pernyataan lain dari berbagai sumber
yang berwenang PABU mencakup pernyataan dari badan penetapan standar, yaitu pernyataan
standar akuntansi keuangan dari FASB dan interpretasiya, opini APB, dan buletin riset akuntansi
dari AICPA. Sumber lain PABU adalah sebagai berikut.
1. Pedoman audit dan akuntansi industri dan pernyataan posisi AICPA serta interpretasi
akuntansi AICPA.
2. Publikasi lain dari FASB, seperti buletin teknis, dan literator pendahulunya, seperti pernyataan
APB.
3. Publikasi SEC, seperti terbitan seri akuntansi.
4. Praktik yang diakui dan sering muncul sebagaimana dicerminkan dalam publikasi AICPA
tahunan, Accounting Trends and Techniques.
5. Makalah terhitan AICPA, pernyataan konsep FASB, buku teks, dan artikel.
Sumber-sumber di atas dapat dipandang sebagai hierarki. Oleh karena itu, hierarki tersebut dapat
digambarkan sebagai rumah yang mampu menampung semua opini yang dikeluarkan oleh badan
akuntansi yang berwenang. Tampilan berikut merupakan gambaran yang menjelaskan hierarki
dari prinsip akuntansi yang diterima secara umum.

BAB 20

TEORI INTERAKSI WAKTU DAN KINERJA


McGrath memperkenalkan teori waktu, interaksi, dan kinerja dengan tujuan khusus untuk
mengintegrasikan literator kelompok kecil yang terpecah-pecah ke dalam teori integratif tunggal
tentang bagaimana kelompok berperilaku dan bagaimana perilaku ini dipengaruhi oleh kumpulan
faktor-faktor lingkungan, teknologi, sosiologis, dan psikologis. Teori ini didasarkan pada riset
terbaru yang berhubungan dengan dinamika perubahan keanggotaan, teori komunikasi, dan teori
strukturasi adaptif. Meskipun teori interaksi waktu dan kinerja tidak terlalu terstruktur untuk
dapat diaplikasikan secara luas pada berbagai lingkungan kelompok, teori ini menyampaikan
sejumlah parameter konsisten yang sangat bermanfaat dalam memantau dan menganalisis
perilaku kelompok. Pertama, teori ini mengakui bahwa kelompok bersifat multifungsi dan
memberikan kontribusi pada tiga tingkat: 1) terhadap sistem di mana mereka melekat (misalnya,
organisasi), 2) terhadap bagian-bagian komponen mereka (misalnya, anggota), dan 3) terhadap
kelompok itu sendiri sebagai struktur sosial yang utuh. Fungsi ini menampilkan produksi,
dukungan anggota, dan kebaikan kelompok. Dengan cara yang sama, sebagian besar anggota
kelompok dapat ditentukan sebagai sistem pasangan longgar di mana anggota berpasangan satu
sama lain dan perilaku kelompok sebagai unit berpasangan pada unit sosial lebih besar di mana
kelompok berada (misalnya, anggota berpasangan ke dalam tim yang menjadi bagian di dalam
organisasi). Dalam konteks ini, pasangan tersebut meliputi kekuatan, pengarahan, dan
kompleksitas hubungan kausal di antara bagian sistem. Dimensi kedua dari teori ini adalah
disagregasi aktivitas kelompok ke dalam empat mode, yaitu: permulaan, pemecahan masalah,
resolusi konflik, dan eksekusi. Mode permulaan adalah memilih dari beberapa alternatif atau
kesempatan pencapaian dan/ atau permintaan. Kelompok dapat mengambil sebuah proyek karena
saran anggota, rekomendasi dari pihak yang berwenang (dari atasan), atau karena aktivitas
natural dari kelompok tersebut. Mode permulaan meliputi pemilihan tujuan dan seleksi awal dari
strategi selanjutnya untuk pelaksanaan. Mode pemecahan masalah berhubungan dengan analisis
teknis kebutuhan proyek untuk mengidentifikasi strategi yang disukai. Mode resolusi konflik
adalah proses di mana anggota kelompok berusaha untuk memecahkan potensi preferensi, nilai,
atau kepentingan yang bertentangan di dalam kelompok. Mode eksekusi adalah kinerja aktual
perilaku yang dibutuhkan oleh kelompok untuk menyelesaikan proyek dan mencapai tujuan dan
sasaran yang diinginkan. Secara keseluruhan, teori ini menampilkan 12 kategori aktivitas yang
dapat dilakukan oleh kelompok selama penyelesaian proyek. Kedua belas kategori ini didasarkan
pada pernyataan bahwa untuk masing-masing keempat mode aktivitas (misalnya permulaan,
pemecahan masalah, resolusi konflik, dan eksekusi) yang dilakukan oleh kelompok, terdapat tiga
fungsi (misalnya produksi, dukungan anggota, dan kebaikan kelompok) yang harus diselesaikan
untuk pencapaian tujuan yang efektif dan efisien. Meskipun demikian, sementara ketiga fungsi
tersebut harus dilakukan agar kelompok tetap berfungsi, mode kedua dan ketiga tidak harus
diselesaikan untuk setiap proyek, atau bahkan setiap fungsi, ketika banyak produk yang akan
menjadi rutinisasi. Hal yang harus dicatat adalah bahwa pentingnya dukungan anggota dan
kebaikan kelompok terhadap fungsional keseluruhan anggota adalah bertentangan dengan
bagaimana sebagian besar peneliti masa lalu mengategorikan aktivitas tersebut. Akan tetapi, riset
sebelumnya secara umum memandang aktivitas tersebut sebagai proses merugikan dan tidak
efisien. Hal ini mempunyai implikasi signifikan terhadap riset teknologi kelompok, karena
literator ini berfokus pada desain alat-alat yang secara sistematis mengeliminasi aktivitas tersebut
dari proses keputusan kelompok. Teori ini akan menunjukkan bahwa hal ini mungkin tidak
produktif bagi kinerja dan kohesivitas kelompok dalam jangka panjang. Dampak seluruh
aktivitas ini secara bersama-sama adalah pola kompleks sementara yang menuntut kelompok
untuk membangun metode untuk melakukan sinkronisasi. Barangkali hal ini menghasilkan
konsep paling penting dalam teori ini, yang disebut sebagai entrainment. Entrainment adalah
sinkronisasi perilaku dalam suatu kelompok untuk mencapai pendekatan sistematis bagi resolusi
masalah kelompok yang memastikan bahwa usaha kelompok positif dan kesesuaian kelompok
terarah pada penyelesaian. Dengan kata lain, anggota kelompok belajar bagaimana untuk bekerja
satu sama lain, dan pola kategori digabungkan sementara pada tingkat terbaik untuk memenuhi
kebutuhan anggota. Dengan demikian, entrainment saling bergantung dengan mode dan fungsi.
Entrainment dapat terganggu oleh perubahan keanggotaan kelompok, proyek atau tugas, dan/atau
kondisi operasi (termasuk tekanan waktu). Tekanan waktu, misalnya, dapat menyebabkan
kelompok berfokus pada fungsi produksi dan menyebabkan gangguan dalam aktivitas normal
yang dilakukan oleh kelompok. Dengan cara yang sama, pengenalan teknologi dapat mengubah
kondisi operasi dan mungkin mengganggu entrainment dan efektivitas kelompok dalam jangka
pendek sampai kelompok menjadi terlatih terhadap kondisi operasi baru.
BAB 21

TEORI ASPEK KEPERILAKUAN DARI KOMUNIKASI INFORMASI AKUNTANSI


Riset menunjukkan bahwa komunikasi yang buruk adalah sumber konflik interpersonal yang
paling sering disebutkan. Oleh karena individu menghabiskan hampir 70 persen dari waktu
aktifnya untuk berkomunikasi-menulis, membaca, berbicara, mendengarkan tampaknya adalah
wajar untuk menyimpulkan bahwa salah satu kekuatan yang paling menghambat keberhasilan
kinerja kelompok adalah kurangnya komunikasi yang efektif. Tidak ada kelompok yang dapat
tetap ada tanpa komunikasi. Hanya lewat komunikasi, yang merupakan transfer makna dari satu
orang ke orang lain, informasi dan gagasan dapat dihantarkan. Bab ini membahas mengenai
komunikasi dari materi teknis, seperti laporan keuangan. Bab ini meninjau ulang apa yang
diketahui mengenai komunikasi, sehingga tugas yang dilakukan akuntan, seperti pelaporan
keuangan, audit, dan konsultasi manajemen akan memenuhi harapan klien. Inti sari dari proses
akuntansi adalah komunikasi informasi dengan implikasi keuangan atau manajemen. Oleh
karena itu, untuk menjadi seorang akuntan yang efektif, seseorang harus menjadi komunikator
yang efektif. Informasi bisnis harus disajikan oleh para akuntan untuk memenuhi kebutuhan
pengguna. Informasi tersebut harus dinyatakan dengan jelas, ringkas, dan akurat. Bab ini
meninjau ulang teori dan riset mengenai komunikasi yang memiliki relevansi khusus dengan
penyebaran informasi akuntansi. Bab ini memfokuskan pada pernyataan yang berkaitan dengan
kebenaran dari pertukaran informasi atau efektivitas komunikasi, sehingga bab ini berkaitan
dengan pokok masalah secara preskriptif. Rekomendasi umum akan diberikan mengenai
bagaimana harus bertindak untuk memaksimalkan kemungkinan terjadinya komunikasi yang
efektif atau pelaporan yang efektif atas data akuntansi.
BAB 22

TEORI AKUNTANSI SOSIAL


Berdasarkan analisis Pigou dan gagasan mengenai suatu "kontrak sosial," K. V. Ramanathan
(1976)21 mengembangkan suatu kerangka kerja teoretis untuk akuntansi atas biaya dan manfaat
sosial. Dalam pandangan Ramanathan, perusahaan memiliki kontrak tidak tertulis untuk
menyediakan manfaat sosial neto kepada masyarakat. Manfaat adalah selisih antara kontribusi
perusahaan kepada masyarakat dengan kerugian yang ditimbulkan oleh perusahaan tersebut
terhadap masyarakat. Meskipun ia menggunakan bahasa yang berbeda, Ramanathan pada
dasarnya mengatakan, menggunakan istilah Pigou, bahwa manfaat sosial sebaiknya melampaui
biaya sosial sehingga perusahaan memberikan kontribusi neto kepada masyarakat. Ia yakin
bahwa akuntan mengukur kontribusi historis neto (yang merupakan analogi dari laporan posisi
keuangan) dan kontribusi tahunan neto dari perusahaan kepada masyarakat.
Terdapat dua masalah utama dengan pendekatan Ramanathan. Pertama, untuk menentukan
kontribusi neto kepada masyarakat, beberapa jenis sistem nilai harus ditentukan. Bagaimana
entitas tersebut menentukan apa yang merupakan kontribusi atau apa yang merupakan kerugian
bagi masyarakat? Madu buat seseorang bisa menjadi racun bagi orang lain. Beberapa kerugian
seperti polusi secara universal dibenci dan memasukkannya dalam laporan akuntansi dapat
dibenarkan dengan relatif mudah. Akan tetapi, evaluasi atas pos-pos lain dapat bergantung pada
keyakinan manajemen. Misalnya, diskriminasi dianggap suatu kerugian, tetapi menyelesaikan
masalah tersebut dengan sistem kuota dapat dianggap sebagai manfaat oleh beberapa orang dan
kerugian oleh yang lain. Argumen dapat dibuat bahwa demi konsistensi, perusahaan sebaiknya
mencoba untuk mengembangkan laporan kontribusi sosial berdasarkan nilai manajemen atau
membiarkan pihak luar untuk melakukan audit sosial. Masalah utama kedua berkaitan dengan
pengukuran. Hal yang sangat sulit untuk menguantifikasi jumlah pos yang akan dimasukkan
dalam laporan kontribusi neto kepada masyarakat.
BAB 23

TEORI PENELITIAN AWAL TENTANG AKUNTANSI SUMBER DAYA MANUSIA


Salah satu pendekatan paling awal untuk mengukur dan mencatat nilai dari akuntansi sumber
daya manusia adalah sebagaimana yang dikembangkan oleh R. H. Hermanson. la merupakan
akuntan pendidik. Pengukuran dan pencatatan nilai akuntansi sumber daya manusia tersebut
merupakan bagian disertasi doktor filsafat (Ph.D). Disertasi tersebut kemudian diterbitkan
sebagai monograf pada tahun 1964 dengan judul Accounting for Human Assets. Keprihatinan
utama dari Hermanson adalah bahwa laporan keuangan konvensional gagal untuk mencerminkan
posisi keuangan dengan memadai dari perusahaan karena laporan tersebut tidak memasukkan
aset manusia. Hermanson mengembangkan metode goodwill yang tidak terbeli untuk mengukur
nilai aset manusia yang dikembangkan oleh perusahaan melalui operasi normal (perekrutan,
pelatihan, dan seterusnya) dibandingkan dengan apa yang dibeli melalui akuisisi terhadap
perusahaan lain.
Pada tahun 1966, sekelompok peneliti yang terdiri atas R. L. Brummet, Flamholtz, dan W. C.
Pyle memulai suatu program penelitian tentang akuntansi sumber daya manusia di Universitas
Michigan. Penelitian ini dirancang untuk mengembangkan konsep, model, dan teknik akuntansi
biaya untuk mengukur nilai aset manusia. Penelitian tersebut juga bertujuan untuk
mengembangkan aplikasi yang mungkin untuk pengukuran semacam itu. Riset ini mengarah
pada berbagai konsep dan model teoretis serta aplikasi dari pendekatan ini dalam organisasi yang
sesungguhnya. Di bawah arahan William C. Pyle, Barry R Corporation yang bermarkas di
Columbus, Ohio, membuat upaya pertama yang dilaporkan untuk mengembangkan sistem
akuntansi bagi investasi perusahaan dalam sumber daya manusia. Sistem ini lebih dimaksudkan
untuk tujuan manajerial dibandingkan dengan tujuan pelaporan keuangan.
Eksperimental pertama dalam organisasi yang sesungguhnya dengan pengukuran nilai sumber
daya manusia dilaksanakan oleh Eric G. Flamhotz sebagai dasar untuk disertasi doktornya yang
berjudul "The Theory and Measurement of An Individual's Value to An Organization." Dalam
disertasi ini, Flamhotz telah mengembangkan model teoretis untuk mengukur nilai individu bagi
suatu organisasi. Model ini disebut "The Sthocastic Rewards Valuation Model." Model ini yang
kemudian disaring dan dipublikasikan dalam jurnal The Accounting Review maupun dalam buku
Flamhotz berikutnya berjudul "Human Resources Accounting," dijelaskan dalam bagian
mengenai pengukuran biaya dan nilai sumber daya manusia.

Anda mungkin juga menyukai