Anda di halaman 1dari 22

TEORI-TEORI AKUNTANSI KEPERILAKUAN

Dosen Pengampu :
Isma Coryanata, SE., M.Si., Ak., CA

Disusun Oleh :
Nabila (C1C020068)

PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BENGKULU

2022/2023
BAB 1

LANDASAN TEORI DAN PENDEKATAN AKUNTANSI KEPERILAKUAN


Sebagai bagian dari ilmu keperilakuan (behavioral science), teori-teori akuntansi keperilakuan
dikembangkan dari riset empiris terhadap perilaku manusia dalam organisasi. Dengan demikian,
peranan riset dalam pengembangan ilmu itu sendiri sudah tidak diragukan lagi. Ruang lingkup
riset di bidang akuntansi keperilakuan sangat luas, bukan hanya meliputi bidang akuntansi
manajemen, tetapi juga menyangkut bidang etika, audit, sistem informasi akuntansi, bahkan
akuntansi keuangan.

DARI PENDEKATAN NORMATIF KE DESKRIPTIF


Pada awal perkembangannya, desain riset dalam bidang akuntansi manajemen masih sangat
sederhana, yaitu hanya fokus pada masalah perhitungan harga pokok produk. Seiring dengan
perkembangan teknologi produksi, permasalahan riset diperluas dengan diangkatnya topik
mengenai penyusunan anggaran, akuntansi pertanggungjawaban (responsibility accounting), dan
masalah harga transfer (transfer pricing). Meskipun demikian, berbagai riset tersebut masih
bersifat normatif karena hanya mengangkat permasalahan mengenai desain pengendalian
manajemen dengan berbagai model matematis, seperti arus kas yang didiskonto (discounted cash
flow) atau pemrograman lincar (linear programming) guna membantu manajer dalam mengambil
keputusan ekonomi yang optimal, tanpa melibatkan faktor-faktor lain yang memengaruhi
efektivitas desain pengendalian manajemen, seperti perilaku manusia serta kondisi lingkungan.

DARI PENDEKATAN UNIVERSAL KE PENDEKATAN KONTINJENSI


Riset akuntansi keperilakuan pada awalnya dirancang dengan pendekatan universal
(universalistic approach), seperti riset Argyris pada tahun 1952, Hopwood, dan Otley. Namun,
karena pendekatan ini memiliki banyak kelemahan, maka segera muncul pendekatan lain yang
selanjutnya mendapat perhatian besar dalam bidang riset, yaitu pendekatan kontinjensi
(contingency approach).
Secara umum, teori ini menyatakan penyusunan dan penggunaan desain sistem pengendalian
manajemen bergantung pada karakteristik organisasi dan kondisi lingkungan di mana sistem
tersebut akan diterapkan. Teori ini menanggapi klaim dari pendekatan universal yang
menyatakan suatu sistem pengendalian bisa diterapkan dalam karakteristik perusahaan dan
kondisi lingkungan apa pun. Pendekatan universal tersebut didasarkan pada teori manajemen
ilmiah (scientific management theory).
Berbagai riset yang menggunakan pendekatan kontinjensi dilakukan dengan tujuan
mengidentifikasi berbagai variabel kontinjensi yang memengaruhi perancangan dan penggunaan
sistem pengendalian manajemen. Secara ringkas, berikut berbagai variabel kontinjensi yang
memengaruhi desain sistem pengendalian manajemen tersebut.
1. Ketidakpastian (uncertainty), seperti tugas, rutinitas, repetisi, dan faktor-faktor eksternal
lainnya.
2. Teknologi dan saling ketergantungan (technology and interdependence), seperti proses
produksi, produk massal, batch yang kecil/besar, dan sebagainya.
3. Industri, perusahaan, dan unit variabel, seperti kendala masuk ke dalam industri, rasio
konsentrasi, dan ukuran perusahaan.
4. Strategi kompetitif (competitive strategy), seperti penggunaan biaya rendah atau keunikan.
5. Faktor-faktor yang dapat diamati (observability factor), seperti desentralisasi, sentralisasi,
budaya organisasi, dan sebagainya.
Kompleksitas desain riset yang menggunakan pendekatan kontinjensi bisa dibagi dalam empat
tingkatan. Pertama, desain riset yang menghubungkan satu variabel kontinjensi dengan satu
variabel sistem pengendalian. Kedua, desain riset yang menguji interaksi antara satu variabel
kontinjensi dan satu variabel sistem pengendalian terhadap variabel dependen tertentu (variabel
konsekuensi), seperti kinerja atau kepuasan kerja. Ketiga, desain riset yang menguji interaksi
antara satu variabel kontinjensi dengan lebih dari satu variabel sistem pengendalian manajemen
terhadap variabel konsekuensi. Terakhir, tingkat keempat, adalah desain riset yang memasukkan
berbagai variabel kontinjensi untuk menentukan desain pengendalian yang optimal. Salah satu
riset awal yang menggunakan teori kontinjensi adalah Burns dan Waterhouse. Riset mereka
menemukan bahwa pengendalian melalui anggaran bergantung pada bermacam-macam aspek,
seperti tingkat desentralisasi dan sentralisasi, serta sampai sejauh apa kegiatan yang ada
terstruktur. Merchant menemukan bahwa terdapat hubungan kontinjensi antara aspek-aspek
perusahaan (ukuran perusahaan, jenis produk, dan desain organisasi) dengan penggunaan
informasi akuntansi.
BAB 2

PENGARUH TEORI EKONOMI PERUSAHAAN


Sudah sangat jelas diuraikan bahwa konsep kepemilikan dan konsep entitas perusahaan
merupakan bagian dari disiplin ekonomi, tetapi keduanya tidak ditunjukkan dan diberi label
secara jelas seperti pada disiplin akuntansi. Bidang ini telah ditutupi oleh ekonom yang
memandang perusahaan (enterprise) dan wiraswasta (entrepreneur) sebagai satu kesatuan atau
sebagai sesuatu yang sama. Dengan demikian, pada suatu waktu mereka menyebut keuntungan
sebagai imbal hasil (return) bagi perusahaan, sementara pada saat yang lain menyebut
keuntungan sebagai pengembalian kepada pemilik perusahaan. Ada sedikit kebulatan suara di
antara para ekonom tentang jawaban yang tepat terhadap pertanyaan apakah keuntungan
merupakan imbal hasil (return) terhadap individual atau unit komunitas.
Sebagian besar ekonom memahami dan memandang kepemilikan sebagai "penghasilan bersih
dari aliran dana kepada pemilik perusahaan". Ekonom lain sulit menerima fiksi di mana institusi
impersonal, yakni perusahaan, sebagai penerima penghasilan akhir dipisahkan sama sekali dari
orang-orang yang ada di dalamnya oleh konvensi. Para ekonom memiliki sudut pandang yang
identik karena mereka melihat pemegang saham-bahkan dalam perusahaan besar modern
sekalipun-membuat keputusan untuk mengangkat, memecat, atau mempertahankan manajemen.
Mereka merupakan wiraswasta sesungguhnya.
Ilmuwan Levi Strauss dan Jacob Davis adalah wakil dari ekonom yang mengadopsi konsep
entitas serta melihat perusahaan itu sendiri sebagai wiraswasta dan keuntungan sebagai
penghasilan bersih perusahaan. Pandangan ini tentu saja mengeliminasi ketidaksesuaian dari
"keuntungan tidak dibagi" dalam model ekonomi. Konsep kepemilikan sepertinya merupakan
perwujudan dari ideologi kapitalisme klasik tradisional. Ini tercermin dalam pernyataan ekonom,
Milton Friedman, 15 yang merupakan pendukung dari ideologi tersebut ketika ia menyampaikan
konsep tanggung jawab sosial yang banyak diadopsi oleh pejabat perusahaan:
"Beberapa tren dapat merusak landasan masyarakat bebas kita secara mendalam ketika para
pejabat perusahaan menerima tanggung jawab sosial lain, selain menghasilkan uang sebanyak
mungkin bagi para pemegang saham".
Selain itu, perusahaan adalah instrumen yang dimiliki oleh pemegang saham. Sebaliknya, konsep
entitas sepertinya menjadi esensi dari "ideologi kapitalisme manajerial", di mana melihat
pebisnis dan perusahaan besar digantikan oleh wiraswasta. Ideologi ini juga berhubungan dengan
tanggung jawab sosial industri yang selama ini konsisten dengan konsep entitas.
BAB 3

TEORI PERAN
Susunan atau tanggapan perilaku yang diharapkan dan dikehendaki disebut peranan sosial. Peran
dapat digambarkan secara sederhana sebagai bagian dari orang-orang yang saling berinteraksi.
Peranan sosial menggambarkan hak, tugas, kewajiban, dan perilaku yang sesuai dengan orang
yang memegang posisi tertentu dalam konteks sosial tertentu. Dalam kelompok formal suatu
organisasi, peran digambarkan secara eksplisit dalam manual organisasi, di mana peran tersebut
umumnya diatur berdasarkan hukum. Peran membedakan perilaku dari orang yang menduduki
posisi organisasi tertentu dan berfungsi mempersatukan kelompok dengan menyediakan
spesialisasi dan fungsi koordinasi. Dalam organisasi bisnis, pembagian kerja dan peran adalah
sesuatu yang rumit. Pemimpin suatu organisasi harus pula mendidik anggota organisasi tersebut
mengenai perilaku yang diharapkan dari anggota organisasi dengan posisi tertentu. Hal ini harus
dilakukan walaupun pimpinan telah memahami peran yang harus dimainkan oleh setiap anggota.
Peran merupakan komponen perilaku nyata yang disebut norma. Norma adalah harapan dan
kebutuhan perilaku yang sesuai untuk suatu peranan tertentu. Tiap-tiap peran berhubungan
dengan suatu identitas yang menggambarkan individu dalam hal bagaimana mereka perlu
bertindak dalam situasi khusus. Sebenarnya, kita melihat diri kita dalam hubungannya dengan
sikap orang lain dalam menjaga arah. Jika orang-orang berpikir dan menganggap kita memiliki
suatu kemampuan tertentu, kita cenderung memercayai hal itu. Jika orang-orang tersebut
ternyata berpikir dengan cara berbeda, kita juga akan cenderung memercayainya. Sejumlah
orang mempunyai peran dan identitas yang bergantung pada situasi di mana mereka menemukan
diri mereka. Suatu aspek penting dari teori peran adalah identitas dan perilaku dianugerahkan
secara sosial pada dukungan sosial. Posisi seseorang yang menduduki jabatan tertentu dalam
suatu organisasi formal atau suatu kelompok informal membawa pola perilaku bersama yang
diharapkan.
BAB 4

TEORI PERUBAHAN SIKAP


Setiap hari manusia dipaksa mengubah sikap dan perilaku melalui pesan yang dirancang khusus
untuk hal tersebut. Radio, televisi, dan iklan surat kabar selalu menghimbau manusia untuk
memilih suatu cara tertentu, membeli suatu produk tertentu, menjadi lebih simpatik ke arah
tertentu, dan berbuat sesuatu yang diarahkan oleh pesan tersebut. Teori perubahan sikap dapat
membantu memprediksikan pendekatan yang paling efektif. Sikap mungkin dapat berubah
sebagai hasil pendekatan dan keadaan. Perlu diingat bahwa sikap dapat berubah tanpa dibentuk.
Misalnya, jika seseorang terpapar informasi baru mengenai suatu objek, perubahan sikap dapat
saja dihasilkan. Misalnya, seorang karyawan setia yang bertugas di bagian keuangan perusahaan
pernah melakukan penggelapan dana beberapa tahun lalu. Kejadian tersebut mengubahnya
menjadi cenderung bekerja bagi dirinya sendiri di perusahaan tersebut.

TEORI PENGUATAN DAN TANGGAPAN STIMULUS


Teori penguatan dan tanggapan stimulus dari perubahan sikap terfokus pada bagaimana orang
menanggapi rangsangan tertentu. Tanggapan sepertinya diulangi jika tanggapan tersebut dihargai
dan dikuatkan. Teori-teori ini diurutkan berdasarkan komponen stimulus dibandingkan
tanggapan.

TEORI PERTIMBANGAN SOSIAL


Teori pertimbangan sosial terhadap perubahan sikap mengambil pendekatan yang perseptual.
Teori pertimbangan sosial ini merupakan hasil perubahan mengenai bagaimana orang-orang
merasa menjadi suatu objek dan bukannya hasil perubahan dalam memercayai suatu objek. Teori
ini menjelaskan manusia dapat menciptakan perubahan dalam sikap individu jika manusia
tersebut mau memahami struktur yang menyangkut sikap orang lain dan membuat pendekatan
setidaknya untuk dapat mengubah ancaman. Asumsi yang mendasari teori ini adalah usaha untuk
menyebabkan suatu perubahan utama dalam sikap kemungkinan akan gagal, sebab perubahan
tersebut akan menghasilkan ketidaknyamanan bagi subjek. Namun, sedikit perubahan dalam
sikap masih dimungkinkan, jika orang mengetahui batasan dari perubahan yang dapat diterima.
Misalnya, seorang anggota dari suatu asosiasi profesional akan menolak untuk menghadiri rapat
Komite Tindakan Politik (KTP) karena adanya kecenderungan keterlibatan tujuan politik.
Demikian pula halnya dengan anggota lain yang hanya ingin memberikan kontribusi yang tidak
signifikan terhadap asosiasi KTP tersebut. Pertimbangan yang demikian akan menentukan
pemilihan sikap yang pada gilirannya akan berdampak terhadap tindakan yang ditunjukkan oleh
orang tersebut. Faktor utama yang memengaruhi keberhasilan adalah membujuk dan menengahi
dua posisi bertentangan yang masing-masing didukung oleh komunikator. Jika komunikator
memosisikan terlalu jauh dari jangkar internal (internal anchor), hasil yang dicapai mungkin
bertentangan dan sikap tidak akan berubah. Jika komunikasi semakin dekat dengan jangkar
internal maka asimilasi dapat dihasilkan karena subjek tidak memersepsikan komunikasi
persuasif tersebut sebagai ancaman yang ekstrem. Jadi, orang tersebut akan mengevaluasi pesan
itu secara positif dan kemungkinan akan mengubah sikapnya.

KONSISTENSI DAN TEORI PERSELISIHAN


Beberapa teori perubahan sikap berasumsi bahwa orang-orang mencoba untuk memelihara
konsistensi atau kesesuaian antara sikap dan perilaku mereka. Teori ini menekankan pada
pentingnya kepercayaan dan gagasan masyarakat. Teori ini memandang perubahan sikap sebagai
hal yang masuk akal dan merupakan proses yang mencerminkan orang-orang yang dibuat untuk
menyadari inkonsistensi antara sikap dan perilaku mereka, sehingga mereka termotivasi untuk
mengoreksi inkonsistensi tersebut dengan mengubah sikap maupun perilakunya ke arah yang
lebih baik. Perlu digarisbawahi asumsi dari beberapa teori yang ada, di mana orang-orang tidak
dapat memahami akan inkonsistensi tersebut.
Teori konsistensi menjaga hubungan antara sikap dan perilaku dalam ketidakstabilan walaupun
tidak ada tekanan teori dalam sistem. Teori perselisihan adalah suatu variasi dari teori
konsistensi. Teori ini mempunyai kaitan dengan hubungan antara unsur- unsur teori. Teori
disonansi ada ketika seseorang mengamati dua hal yang berlawanan. Teori ini menganggap
perselisihan memotivasi orang-orang untuk mengurangi atau menghapuskan perselisihan. Secara
psikologis, perselisihan merupakan hal yang tidak menyenangkan sehingga orang-orang akan
mencari cara menghindarinya.

TEORI DISONANSI KOGNITIF


Pada tahun 1950-an, Leon Festinger (1957) 16 mengemukakan Teori Disonansi Kognitif. Teori
ini menjelaskan hubungan antara sikap dan perilaku. Disonansi dalam hal ini berarti adanya
suatu inkonsistensi. Disonansi kognitif mengacu pada setiap inkonsistensi yang dipersepsikan
oleh seseorang terhadap dua atau lebih sikapnya, atau terhadap perilaku dengan sikapnya.
Festinger mengatakan setiap inkonsistensi akan menghasilkan rasa tidak nyaman, dan sebagai
akibatnya seseorang akan mencoba untuk menguranginya. Disonansi tidak bisa dilepaskan dari
lingkungan kerja organisasi. Oleh karena itu, setiap orang dapat saja terlibat dalam hal ini.
Festinger mengatakan hasrat untuk mengurangi disonansi akan ditentukan oleh pentingnya
unsur-unsur yang menciptakan disonansi itu, derajat pengaruh yang diyakini dimiliki oleh
individu terhadap unsur- unsur itu, dan imbalan yang mungkin terlibat dalam disonansi. Jika
unsur-unsur yang menciptakan disonansi itu relatif tidak penting maka tekanan untuk
mengoreksi ketidakseimbangan ini akan rendah. Tingkatan pengaruh yang diyakini dimiliki
individu terhadap unsur-unsur itu berdampak pada bagaimana mereka bereaksi terhadap
disonansi tersebut. Jika mereka memersepsikan disonansi itu sebagai suatu akibat yang tidak
dapat dikendalikan maka mereka tidak mempunyai pilihan. Hal ini akan membuat mereka
menjadi reseptif terhadap perubahan sikap. Imbalan juga memengaruhi tingkat sampai sejauh apa
seseorang termotivasi untuk mengurangi disonansi. Imbalan tinggi yang menyertai disonansi
tinggi cenderung mengurangi ketegangan yang tertanam dalam disonansi itu. Imbalan itu
berfungsi mengurangi disonansi dengan meningkatkan sisi konsistensi dari individu tersebut.
Apakah implikasi teori disonansi kognitif bagi organisasi? Teori ini dapat membantu
memprediksikan kecenderungan untuk mengambil bagian dalam perubahan sikap dan perilaku.
Misalnya, jika seseorang diisyaratkan oleh tuntutan pekerjaannya untuk mengatakan atau
melakukan hal-hal yang berlawanan dengan sikap pribadinya, maka orang tersebut akan
cenderung memodifikasi sikapnya agar sesuai dengan kondisi dari apa yang telah dikatakan atau
dilakukan olehnya.

TEORI PERSEPSI DIRI


Teori persepsi diri menganggap orang-orang mengembangkan sikap berdasarkan pada
bagaimana mereka mengamati dan menginterpretasikan perilakunya sendiri. Dengan kata lain,
teori ini mengusulkan fakta bahwa sikap tidak menentukan perilaku, tetapi sikap itu dibentuk
setelah perilaku terjadi guna menawarkan sikap yang konsisten.

TEORI MOTIVASI DAN APLIKASINYA


Mengarahkan dan memotivasi orang lain adalah pekerjaan para manajer. Hal ini sangat penting
karena arti manajer, sebagaimana sering didefinisikan oleh banyak buku manajemen, adalah
menyelesaikan sesuatu melalui orang lain (getting things done through other people). Manajer
akan selalu berusaha agar bawahannya selalu rajin bekerja, dan mau bekerja dengan giat. Oleh
karena itu, tidak mengherankan jika masalah motivasi menjadi salah satu pokok pembahasan
yang penting dalam manajemen.
Buku-buku manajemen banyak menguraikan teori motivasi. Terdapat keyakinan bahwa perilaku
manusia ditimbulkan oleh motivasi. Dengan demikian, ada sesuatu yang mendorong
(memotivasi) seseorang untuk berbuat sesuatu. Dalam memberikan motivasi, terkadang terdapat
banyak kendala yang dihadapi seorang manajer.
Sistem pengendalian akuntansi mensyaratkan adanya suatu pemahaman tentang bagaimana
individu dapat termotivasi oleh teori akuntansi. Kebanyakan dari teori-teori ini telah dibenarkan
secara empiris dan berperan penting dalam mengakhiri pernyataan bahwa motivasi adalah
masalah lengkap yang tidak dapat diatasi oleh satu teori saja. Terdapat beberapa teori umum
yang digunakan dalam kelompok teori yang ada pada saat ini. Kelompok teori tersebut masing-
masing telah banyak ditulis dalam literator, tetapi pada dasarnya masih bersifat umum dan setiap
unit dimasukkan ke sebuah kelompok.

TEORI MOTIVASI AWAL


Motivasi adalah proses yang dimulai dengan definisi fisiologis atau psikologis yang
menggerakkan perilaku atau dorongan yang ditujukan untuk tujuan insentif. Motivasi juga
berkaitan dengan reaksi subjektif yang terjadi sepanjang proses ini. Menurut definisi, motivasi
adalah suatu konsep penting untuk perilaku karena efektivitas organisasi tergantung pada orang
yang membentuk sebagaimana karyawan mengharapkan untuk dibentuk. Manajer dan supervisor
harus memotivasi orang ke arah kinerja yang diharapkan dalam rangka memenuhi tujuan
organisasi.
Pada dasawarsa tahun 1950-an merupakan kurun waktu yang berhasil dalam pengembangan
konsep motivasi. Tiga teori spesifik dirumuskan selama waktu ini, meskipun diserang keras dan
sekarang dapat dipertanyakan validitasnya. Ketiga teori ini merupakan teori hierarki (anak
tangga) kebutuhan, Teori X dan Y, dan teori motivasi hygiene. Anda mengetahui bahwa teori ini
secara dini sekurangnya untuk dua alasan: 1) teori ini mewakili suatu fondasi yang dari situ
berkembang teori kontemporer, dan 2) para manajer mempraktikkan secara teratur penggunaan
teori ini dan terminologi mereka dalam menjelaskan motivasi karyawan.

TEORI KEBUTUHAN DAN KEPUASAN


Maslow (1954)18 mengembangkan suatu bentuk teori kelas. Teorinya menjelaskan bahwa setiap
individu mempunyai beraneka ragam kebutuhan yang dapat memengaruhi perilaku mereka.
Maslow membagi kebutuhan ini ke dalam beberapa kelompok yang pengaruhnya berbeda. Pada
kenyataannya, terdapat suatu hierarki kebutuhan yang didominasi oleh kebutuhan lain yang tidak
mempunyai pengaruh motivasi yang lebih. Pada praktiknya, teori kebutuhan ini merupakan
bagian dari teori kebutuhan psikologis yang akan didominasi oleh kebutuhan lain jika tidak
dipenuhi. Secara psikologis, kebutuhan merupakan syarat dasar untuk memenuhi kebutuhan
fisik, seperti makan, minum, perlindungan, dan sebagainya, yang disebut kebutuhan dasar utama
(primary basic need). Secara ringkas, kelima hierarki kebutuhan manusia oleh Maslow
dijabarkan sebagai berikut. 1. Kebutuhan fisiologis (physiological needs), yaitu kebutuhan fisik,
seperti kebutuhan untuk memuaskan rasa lapar dan haus, kebutuhan akan perumahan, pakaian,
dan sebagainya.
2. Kebutuhan akan keamanan (safety needs), yaitu kebutuhan akan keselamatan dan
perlindungan dari bahaya, ancaman, perampasan, atau pemecatan.
3. Kebutuhan sosial (social needs), yaitu kebutuhan akan rasa cinta dan kepuasan dalam menjalin
hubungan dengan orang lain, kebutuhan akan kepuasan dan perasaan memiliki serta diterima
dalam suatu kelompok, rasa kekeluargaan, persahabatan, dan kasih sayang.
4. Kebutuhan akan penghargaan (esteem needs), yaitu kebutuhan akan status atau kedudukan,
kehormatan diri, reputasi, dan prestasi.
5. Kebutuhan akan aktualisasi diri (self actualization needs), yaitu kebutuhan pemenuhan diri
untuk mengunakan potensi ekspresi diri dan melakukan apa yang paling sesuai dengan dirinya.

Teori tentang kebutuhan dan kepuasan ini mempunyai banyak pengaruh terhadap pengendalian
akuntansi.
1. Pertanyaan yang berhubungan dengan konsep motivasi umum yang digunakan dalam buku-
buku teks.
2. Seringnya istilah motivasi menjadi catatan mendasar yang menjadi bahan perhitungan dalam
pembayaran bonus akibat kemungkinan adanya motivasi.
Teori kebutuhan dan kepuasan telah menjadi subjek yang banyak dikritik. Beberapa orang telah
mengkritik bahwa hal itu adalah sesuatu yang logis dan mendasar dari suatu alat ukur, yaitu
berupa variabel. Percobaan terhadap teori lainnya telah diuji secara empiris dengan tingkat
keberhasilan yang dibatasi, sekalipun hal itu tidak menjelaskan apakah hasilnya merupakan
cerminan dari suatu teori atau pengujian. Namun demikian, penggunaan teori ini masih umum
jika dihubungkan secara perlahan dengan pengajaran akuntansi.

TEORI X DAN TEORI Y


Douglas McGregor (1960),19 seorang psikolog sosial Amerika, mengajukan teori XY yang
terkenal pada tahun 1960 dalam bukunya The Human Side Of Enterprise. McGregor teori XY
adalah pengingat bermanfaat dan sederhana dari aturan alam untuk mengelola orang, yang
berada di bawah tekanan kerja sehari-hari dan terlalu mudah dilupakan. Teori X dan teori Y
masih disebut umum di bidang manajemen dan motivasi, sementara penelitian yang lebih baru
telah mempertanyakan kekakuan model, McGregor tersebut.

TEORI KEBUTUHAN MCCLELLAND


Teori ini digunakan untuk menjawab permasalahan yang berhubungan dengan teori kebutuhan
dan kepuasan, yang awalnya dikembangkan oleh McClelland (1961).20 Teori McClelland juga
mempunyai faktor hierarki yang memotivasi perilaku. Dalam kasus ini, terdapat tiga faktor, yaitu
prestasi, kekuatan, dan afiliasi. Dalam teori prestasi, terdapat banyak kekakuan. Orang-orang
yang berbeda dan orang-orang yang sama pada waktu yang berbeda mempunyai perbedaan
perintah dalam suatu hierarki. Riset yang dilakukan oleh McClelland memberikan hasil bahwa
terdapat tiga karakteristik berikut dari orang yang memiliki kebutuhan prestasi yang tinggi.
1. Orang yang memiliki kebutuhan prestasi yang tinggi memiliki tanggung jawab yang tinggi
terhadap pelaksanaan suatu tugas atau pencarian solusi atas suatu permasalahan. Akibatnya,
mereka lebih suka bekerja sendiri daripada dengan orang lain. Apabila pekerjaan membutuhkan
orang lain maka mereka lebih suka memilih orang yang kompeten daripada sahabatnya.
2. Orang yang memiliki kebutuhan prestasi yang tinggi cenderung menetapkan tingkat kesulitan
tugas yang moderat dan menghitung risikonya.
3. Orang yang memiliki kebutuhan prestasi yang tinggi memiliki keinginan yang kuat untuk
memperoleh umpan balik (feedback) atau tanggapan atas pelaksanaan tugasnya.
Dalam riset tersebut, McClelland menemukan bahwa uang tidak begitu penting peranannya
dalam meningkatkan prestasi kerja bagi mereka yang memiliki kebutuhan prestasi yang tinggi.
Orang yang memiliki kebutuhan prestasi yang rendah tidak akan berprestasi baik dengan maupun
tanpa insentif keuangan.
TEORI DUA FAKTOR
Pada pertengahan tahun 1960-an, Herzberg (1966)21 mengajukan suatu teori motivasi yang
dibagi ke dalam beberapa faktor. Teori ini berpengaruh terhadap kedua jenis perilaku. Asumsi
terpenting dari bentuk teori Herzberg adalah faktor yang mempunyai pengaruh positif dalam
motivasi dan menjadi bahan perbandingan yang menyenangkan terhadap seluruh pengaruh
negatif. Herzberg mengusulkan signifikansi hubungan antara kepuasan kerja dan motivasi adalah
tinggi. Faktor-faktor ini meliputi: kebijakan perusahaan, kondisi pekerjaan, hubungan
perseorangan, keamanan kerja, dan gaji. Faktor motivasi meliputi prestasi, pengakuan, tantangan
pekerjaan, promosi, dan tanggung jawab. Semuanya ini bertujuan meningkatkan kepuasan kerja
dan kepuasan motivasi. Bagian teori ini bergerak ke arah negatif jika terdapat keterbatasan
pengaruh terhadap motivasi sebagai pengaruh kekuatan yang dibangun dari faktor motivasi itu
sendiri. Bagaimanapun, keamanan yang dipaksakan merupakan ketidakleluasaan pekerjaan yang
ditunjukkan dari tindakan yang tidak efektif dari faktor-faktor motivasi tersebut. Selain itu,
Herzberg juga menjelaskan bahwa hasil riset yang dilakukannya terhadap 200 responden yang
terdiri atas akuntan dan insinyur menunjukkan bahwa terdapat dua hal yang terkait dengan
kepuasan dan motivasi. Berikut kedua faktor tersebut.
1. Sejumlah kondisi kerja ekstrinsik (extrinsic job conditions), yang apabila tidak ada
menyebabkan terjadinya ketidakpuasan di antara para karyawan. Kondisi ini disebut faktor
penyebab ketidakpuasan (dissatisfiers factor) atau faktor higiene (hygiene factors), karena
kondisi atau faktor-faktor tersebut minimal dibutuhkan untuk menjaga agar ketidakpuasan tidak
terjadi.
2. Sejumlah kondisi kerja instrinsik (intrinsic job conditions), yang apabila ada berfungsi sebagai
motivator dan dapat menghasilkan prestasi kerja yang baik. Namun, jika kondisi atau faktor
tersebut tidak ada maka tidak akan menyebabkan terjadinya ketidakpuasan. Faktor-faktor
tersebut berkaitan dengan isi pekerjaan, yang disebut dengan istilah faktor pemuas (sutisfiers
factor).

RINGKASAN TEORI-TEORI KEBUTUHAN


Semua teori kebutuhan dari motivasi, mencakup hierarki kebutuhan Maslow, teori ERG
Alderfer, teori kebutuhan McClelland, dan teori motivasi hygiene Herzberg.

PROSES TEORI-TEORI MOTIVASI


Motivasi adalah proses yang dimulai dengan kebutuhan fisiologis atau psikologis yang
mengaktifkan perilaku atau pemicu yang ditujukan untuk tujuan. Setiap karyawan diharapkan
mampu menunjukkan peningkatan dan produktivitas kualitatif kepada manajer. Untuk mencapai
hal ini, perilaku karyawan sangat penting. Perilaku karyawan dipengaruhi oleh lingkungan di
mana mereka menemukan diri mereka sendiri. Perilaku karyawan akan menjadi fungsi yang
memicu karyawan merasa akan kebutuhan dan kesempatan bahwa dia harus memenuhi
kebutuhan mereka di tempat kerja. Jika karyawan tidak pernah diberikan kesempatan untuk
memanfaatkan semua kemampuan mereka, maka pengusaha mungkin tidak pernah mendapatkan
manfaat dari total kinerja mereka. Untuk kerja juga bergantung pada kemampuan karyawan. Jika
karyawan kurang memiliki keterampilan yang dipelajari atau bakat bawaan untuk melakukan
tugas tertentu, maka kinerja akan kurang optimal. Kinerja adalah motivasi. Motivasi adalah
tindakan merangsang seseorang atau diri sendiri untuk mendapatkan tindakan yang diinginkan.

TEORI ERG
Teori dari Clayton Alderfer (1969)22 ini juga menganggap kebutuhan manusia tersusun dalam
suatu hierarki. Maslow mengatakan orang cenderung meningkat hierarki kebutuhannya sejalan
dengan terpuaskannya kebutuhan sebelumnya. Namun, Alderfer tidak sependapat dengan
Maslow. Alderfer menegaskan suatu kebutuhan tidak harus terpuaskan terlebih dahulu sebelum
kebutuhan pada tingkat di atasnya muncul.
Teori ERG (existence, relatedness, growth) menganggap kebutuhan manusia memiliki tiga
hierarki kebutuhan, yaitu kebutuhan akan eksistensi (existence needs), kebutuhan akan
keterikatan (relatedness needs), dan kebutuhan akan pertumbuhan (growth needs). Teori ERG
mengandung suatu dimensi frustrasi regresi. Ingat kembali bahwa Maslow berargumen seorang
individu akan tetap pada suatu tingkat kebutuhan tertentu sampai kebutuhan tersebut dipenuhi.
Teori ERG menyangkalnya dengan mengatakan bahwa bila suatu tingkat kebutuhan dari urutan
yang lebih tinggi terhalang, maka timbul hasrat dalam individu itu untuk meningkatkan
kebutuhannya di tingkat lebih rendah. Ketidakmampuan untuk memuaskan suatu kebutuhan akan
interaksi sosial, misalnya.

TEORI HARAPAN
Teori harapan mungkin telah banyak digunakan oleh para peneliti akuntansi. Teori ini
dikembangkan sejak tahun 1930-an oleh Kurt Levin dan Edward Tolman. Dasar teori ini
mempunyai sejarah yang panjang, tetapi menjadi dikenal dalam akuntansi setelah diperkenalkan
oleh Ronen dan Livingstone (1975),23 kemudian secara komprehensif dan sistematik
dirumuskan oleh Victor Vroom (1964).24 Teori harapan disebut juga teori valensi atau
instrumentalis. Ide dasar dari teori ini adalah motivasi ditentukan oleh hasil yang diharapkan
akan diperoleh seseorang sebagai akibat dari tindakannya. Variabel kunci dalam teori harapan
adalah usaha (effort), hasil (income), harapan (expectancy), instrumen yang berkaitan dengan
hubungan antara hasil tingkat pertama dengan hasil tingkat kedua, hubungan antara prestasi dan
imbalan atas pencapaian prestasi, serta valensi yang berkaitan dengan kadar kekuatan dan
keinginan seseorang terhadap hasil tertentu.
Usaha-Hubungan Kinerja. Usaha-hubungan kinerja biasanya disebut ekspektasi. Ini mengacu
pada persepsi individu tentang bagaimana mungkin menggunakan sejumlah usaha tertentu akan
memimpin terhadap kinerja yang baik. Misalnya, karyawan sering meminta untuk melaksanakan
tugas bagi mereka yang tidak mempunyai keterampilan atau pelatihan yang pantas. Ketika ini
merupakan kasus, mereka akan kurang termotivasi untuk mencoba lebih keras, karena mereka
telah meyakini bahwa mereka tidak akan mampu untuk memenuhi apa yang mereka minta untuk
dilakukan. Ekspektasi dapat dickspresikan sebagai satu kemungkinan, dan terbentang dari angka
0 ke 1. Secara umum, ekspektasi karyawan dipengaruhi oleh hal-hal sebagai berikut.
1. Harga diri.
2. Keberhasilan sebelumnya.

TEORI PENGUATAN
Teori ini mengemukakan perilaku merupakan fungsi dari akibat yang berkaitan dengan perilaku
tersebut. Teori penguatan memiliki konsep dasar sebagai berikut.
1. Pusat perhatian adalah pada perilaku yang dapat diukur, seperti jumlah yang dapat diproduksi,
kualitas produksi, ketepatan pelaksanaan jadwal produksi, dan sebagainya. menentukan atau
menerlantarkan tujuan. Ini hampir bisa dipastikan terjadi ketika tujuan umum dibuat, ketika
seseorang memiliki satu lokus pengendalian internal, dan ketika tujuan diri sesuai dibandingkan
dengan tugas.

TEORI ATRIBUSI
Teori atribusi mempelajari proses bagaimana seseorang menginterpretasikan suatu peristiwa,
alasan, atau sebab perilakunya. Teori ini dikembangkan oleh Fritz Heider (1958)26 yang
mengatakan bahwa perilaku seseorang ditentukan oleh kombinasi antara kekuatan internal
(internal forces), yaitu faktor-faktor yang berasal dari dalam diri seseorang, seperti kemampuan
atau usaha, dan kekuatan eksternal (external forces), yaitu faktor-faktor yang berasal dari luar,
seperti kesulitan dalam pekerjaan atau keberuntungan. Berdasarkan hal tersebut, seseorang akan
termotivasi untuk memahami lingkungannya dan sebab-sebab kejadian tertentu. Dalam riset
keperilakuan, teori ini diterapkan dengan menggunakan variabel lokus pengendalian (locus of
control). Variabel tersebut terdiri atas dua komponen, yaitu lokus pengendalian internal (internal
locus of control) dan lokus pengendalian eksternal (external locus of control). Lokus
pengendalian internal adalah perasaan yang dialami oleh seseorang bahwa ia mampu
memengaruhi kinerja serta perilakunya secara personal melalui kemampuan, keahlian, dan
usahanya. Sementara lokus pengendalian eksternal adalah perasaan yang dialami seseorang
bahwa perilakunya dipengaruhi oleh faktor-faktor di luar kendalinya.

TEORI AGENSI
Riset akuntansi keperilakuan yang menggunakan teori agensi mendasarkan pemikirannya atas
perbedaan informasi antara atasan dan bawahan, antara kantor pusat dan kantor cabang, atau
adanya asimetri informasi yang memengaruhi penggunaan sistem akuntansi.
Teori ini didasarkan pada teori ekonomi. Dari sudut pandang teori agensi, prinsipal (pemilik atau
manajemen puncak) membawahi agen (karyawan atau manajer yang lebih rendah) untuk
melaksanakan kinerja yang efisien. Teori ini mengasumsikan kinerja yang efisien dan kinerja
organisasi ditentukan oleh usaha dan pengaruh kondisi lingkungan. Secara umum, teori ini
mengasumsikan bahwa prinsipal bersikap netral terhadap risiko sementara agen bersikap
menolak usaha dan risiko. Agen dan prinsipal diasumsikan termotivasi oleh kepentingannya
sendiri, dan sering kali kepentingan antara keduanya berbenturan. Menurut pandangan prinsipal,
kompensasi yang diberikan kepada agen tersebut didasarkan pada hasil. Sementara menurut
pandangan agen, ia lebih suka jika sistem kompensasi tersebut tidak semata-mata melihat hasil
tetapi juga tingkat usahanya.
Berbagai riset yang berhubungan dengan teori ini memfokuskan perhatian pada bagaimana agar
sistem perjanjian kontrak kompensasi bisa mencapai keseimbangan. Alokasi kinerja perusahaan
antara prinsipal dan agen didasarkan pada kontrak tersebut, baik tertulis maupun tidak. Sistem
kompensasi dalam kondisi yang ideal (first best) langsung dihubungkan dengan perilaku. Lebih
lanjut lagi, karena faktor- faktor lingkungan dan keahlian agen yang akan menentukan output,
sistem pembayaran insentif berdasar output menjadi tidak efisien karena agen yang menanggung
risiko jika ada faktor lingkungan yang mengakibatkan penurunan output.
Jika prinsipal bisa mengawasi usaha agen, suatu kontrak ideal (first best contract) yang
mendasarkan pembayaran gaji atas usaha yang telah dilakukan ini bisa dibuat. Namun, kondisi
ideal tersebut sangat sulit dicapai. Berbagai riset yang berhubungan dengan sistem kompensasi
biasanya dilakukan dalam konteks tidak adanya kontrak ideal. Hal ini yang lebih banyak terjadi
karena agen yang lebih memahami perusahaan sehingga menimbulkan kesenjangan informasi
atau asimetri informasi (information asymmetry) yang menyebabkan prinsipal tidak mampu
menentukan apakah usaha yang dilakukan agen memang benar-benar optimal.

TEORI EKUITAS
John Stacey Adams, ahli psikologi perilaku dan tempat kerja menerbitkan teori ekuitas tentang
motivasi kerja pada tahun 1963.28 Teori tersebut memiliki kemiripan dengan pengembangan dan
penjelasan yang dilakukan oleh Charles Handy terhadap teori awal Maslow, Herzberg, dan
perintis psikologi tempat kerja lainnya, yang semuanya mengakui adanya faktor dan variabel
yang memengaruhi penilaian masing-masing individu dan persepsi hubungan mereka dengan
pekerjaannya, dan dengan majikan mereka. Namun, JC Adams menekankan lebih jauh tentang
kesadaran dan tanggung jawab dari situasi yang lebih luas dan lebih kuat dibandingkan teori
ekuitas dalam banyak model motivasi sebelumnya. Oleh karena model teori ekuitas Adams
melampaui batas diri individu, dan berhubungan dengan pengaruh serta situasi orang lain--
misalnya rekan kerja dan teman dalam membentuk pandangan komparatif dan kesadaran ekuitas,
yang biasanya bermanifestasi sebagai rasa atau ukuran keadilan. Ketika orang merasa
diperlakukan adil atau bermanfaat, mereka lebih cenderung termotivasi, sebaliknya ketika
mereka merasa diperlakukan tidak adil, mereka sangat rentan terhadap perasaan tidak puas dan
demotivasi. Cara seseorang mengukur rasa keadilan adalah inti dari teori ekuitas.
TEORI EVALUASI KOGNITIF
Kita telah memberikan tanda bahwa kebiasaan (habit) merupakan penjelasan alternatif yang bisa
digunakan untuk memahami perilaku sosial seseorang di samping insting (instinct). Namun,
beberapa analis sosial percaya bahwa kalau hanya kedua hal tersebut (kebiasaan dan insting)
yang dijadikan dasar, maka dipandang terlampau ekstrem karena mengabaikan kegiatan mental
manusia. Seorang psikolog James Baldwin (1897)29 menyatakan bahwa paling sedikit ada dua
bentuk peniruan, satu didasarkan pada kebiasaan kita dan yang lainnya didasarkan pada wawasan
kita atas diri kita sendiri dan atas orang lain yang ditiru perilakunya. Walau dengan konsep yang
berbeda seorang sosiolog Charles Cooley (1902)30 sepaham dengan pandangan Baldwin.
Keduanya memfokuskan perhatian mereka kepada perilaku sosial yang melibatkan proses mental
atau kognitif. Kemudian, banyak para psikolog sosial menggunakan konsep sikap (attitude)
untuk memahami proses mental atau kognitif tersebut. Dua orang sosiolog William Ishac
Thomas dan Florian Znaniecki (1927)31 mendefinisikan psikologi sosial sebagai studi tentang
sikap, yang diartikannya sebagai proses mental individu yang menentukan tanggapan aktual dan
potensial individu dalam dunia sosial. Sikap merupakan predisposisi perilaku. Beberapa teori
yang melandasi perpektif ini antara lain adalah teori medan (field theory), teori atribusi dan
konsistensi sikap (concistency attitude and attribution theory), dan teori kognisi kontemporer.
Pada tahun 1980-an, konsep kognisi, sebagian besarnya mewarnai konsep sikap. Istilah "kognisi"
digunakan untuk menunjukkan adanya proses mental dalam diri seseorang sebelum melakukan
tindakan. Teori kognisi kontemporer memandang manusia sebagai agen yang secara aktif
menerima, menggunakan, memanipulasi, dan mengalihkan informasi. Kita secara aktif berpikir,
membuat rencana, memecahkan masalah, dan mengambil keputusan. Manusia memproses
informasi dengan cara tertentu melalui struktur kognitif yang diberi istilah "schema". Struktur
tersebut berperan sebagai kerangka yang dapat menginterpretasikan pengalaman sosial yang kita
miliki. Jadi, struktur kognisi bisa membantu kita mencapai keterpaduan dengan lingkungan, dan
membantu kita untuk menyusun realitas sosial. Sistem ingatan yang kita miliki diasumsikan
terdiri atas struktur pengetahuan yang tak terhitung jumlahnya. Intinya, teori-teori kognitif
memusatkan pada bagaimana kita memproses informasi.
BAB 5

TEORI PASANG SURUT ALIRAN KEMAJUAN


Tinjauan Lord (989) tentang perkembangan pemikiran keperilakuan dalam akuntansi
memperkuat banyak temuan dari riset lain. Meskipun demikian, pendekatan khusus ini juga
menghasilkan sejumlah observasi tentang cara bidang tersebut dapat bermanfaat bagi
pengembangan berikutnya. Hal yang menarik adalah kualitas dan keaslian riset semata
tampaknya tidak memadai untuk memasukkan dorongan khusus dari riset organisasi dan
keperilakuan ke jalur kemajuan kumulatif. Dalam hal ini, fakta bahwa seri awal studi yang
berorientasi organisasi yang dilakukan oleh Ohio State University tidak menghasilkan
momentum berkesinambungan merupakan hal yang menarik. Meskipun benar-benar asli dan
diakui mempunyai kualitas yang tinggi, orientasi organisasi tidak menghasilkan aliran
penyelidikan berkesinambungan pada saat itu.
Sebaliknya, tinjauan Lord bermanfaat untuk menyampaikan pertimbangan tentang skala
pengembangan komparatif dari studi yang berorientasi akuntansi di Amerika Serikat, khususnya
yang mencerminkan pendekatan pemrosesan informasi manusia dan kognitif. Tinjauan ini
terkadang lebih implisit dalam pandangan Burgstahler dan Sundem yang mengandung intelektual
literator riset daripada distribusi numerik. Terdapat berbagai alasan, termasuk predisposisi
budaya serta kehadiran awal psikolog dalam komunitas sekolah bisnis, peningkatan perubahan
dalam disiplin ilmu tersebut, serta seberapa besar hal ini dipahami sebagai ilmu pengetahuan,
dan sifat metodologinya. Lord juga menekankan cara riset akuntansi keperilakuan muncul dalam
konteks peningkatan ketertarikan yang lebih umum terhadap peranan akuntansi dalam
pengambilan keputusan. Dengan demikian, ia mengilustrasikan bagaimana pengembangan riset
akuntansi keperilakuan berhubungan dengan konsepsi rasionalitas keputusan. setidaknya
berdasarkan beberapa kesesuaian teorisasi ekonomi yang mendasarinya.
Hal yang tidak signifikan dalam riset akuntansi keperilakuan adalah observasi Lord tentang
peranan signifikan yang dimainkan oleh struktur institusional dunia akademis akuntansi. Ia
menekankan pentingnya pengembangan riset pemrosesan informasi manusia yang pada awalnya
diterima oleh Journal of Accounting Research dan dimasukkan dalam konferensi riset empiris
Chicago yang sangat berpengaruh. Baik Lord, Burgstahler, maupun Sundem mengomentari
signifikansi intelektual dari konferensi sebagai kunci untuk area pengembangan lebih luas. Hal
ini bukan saja ditunjukkan pada konferensi yang diorganisasi di Chicago, melainkan juga pada
konferensi awal di negara bagian Ohio, kemudian yang diorganisasi dalam konjungsi dengan
Accounting. Organization, and Society. Walaupun tergoda untuk menekankan pada tren
intelektual, pencapaian dan kesulitan, tinjauan Lord menunjukkan lebih banyak mengenai
kemunculan penetapan haru badan ilmu yang dengan sendirinya bermanfaat dan pemikiran yang
sederhana.
BAB 6

TEORI KEPERILAKUAN TENTANG PERUSAHAAN


Teori organisasi modern berkaitan dengan perilaku perusahaan sebagai satu kesatuan terhadap
pemahaman kegiatan perusahaan dan alasan anggotanya. Tanpa memedulikan besar kecilnya,
dapat dipastikan bahwa biasanya dipandang sebagai milik dari pemegang saham yang
perhatiannya lebih terfokus pada dimensi keuangan yang berputar di sekitar harga saham dan
berada di luar lingkup keputusan. Pandangan yang dihimpun secara lengkap dari tujuan suatu
perusahaan memungkinkan para akuntan untuk menyiapkan laporan keuangan yang
mencerminkan hasil operasional tahunan perusahaan untuk didistribusikan ke pemegang saham
dan publik melalui laporan keuangannya. Laporan ini menyiratkan keberadaan penetapan suatu
tujuan yang hampir bisa dipastikan meliputi tujuan biaya dan pendapatan dalam wujud cita-cita
mengenai pertumbuhan, laba, penguasaan penjualan di pasar, produksi, persediaan, tingkat imbal
hasil, overhead, bauran produk, karyawan, dan sebagainya.
Untuk menguraikan cara perusahaan mengadopsi seperangkat tujuan serta cara perusahaan
mengawali penyesuaian dan pencapaian memerlukan suatu pemahaman yang mendasar atas
keputusan dan proses penyelesaian masalah dengan pasti. Agar lebih spesifik, teori modern
perusahaan terkait dengan arah tujuan perilaku yang dipastikan berkaitan dengan tujuan,
motivasi, dan karakteristik menyelesaikan masalah anggota- anggotanya. Tujuan organisasi akan
dipandang sebagai berikut.
1. Hasil pengaruh dari permulaan proses antar-peserta organisasi.
2. Penentu batas pengambilan keputusan perusahaan dan penyelesaian masalah.
3. Perannya di dalam sistem pengawasan internal adalah untuk memotivasi peserta, di mana
derajat tingkat kepuasan kerja anggotanya akan diuraikan dalam kaitannya dengan tujuan pribadi
mereka yang saling tumpang-tindih dengan tujuan organisasi, dan sampai sejauh mana karyawan
memandang perusahaan sebagai hal yang membantu penerimaan tujuan pribadi mereka.
Akhirnya, pengambilan keputusan perusahaan, proses menyelesaikan masalah struktur
organisasi, pembagian kerja, penggunaan prosedur standar operasional, dan seterusnya diuraikan
sebagai fungsi peserta yang menyelesaikan masalah perilaku yang ditandai oleh pembatasan
kapasitas mereka secara rasional. Hal utama yang perlu diperhatikan adalah perusahaan dapat
dipandang sebagai suatu keseimbangan dalam mencari sistem pengambilan keputusan.
Komposisi tujuan dapat berubah dari waktu ke waktu, tetapi proses tingkat penyesuaian harus
mengikuti beberapa aturan. Jalannya operasional perusahaan dibatasi oleh tingkat sampai sejauh
mana kapasitas penyelesaian masalah dalam pengembalian informasi. Sistem organisasi hanya
memulihkan suatu bagian yang terbatas pada informasi yang lalu; selain itu, kapasitasnya juga
telah dibatasi untuk memproses informasi. Sebagai akibatnya, terdapat kepercayaan yang besar
pada prosedur operasi yang masalah. baku serta penggunaan alat sederhana untuk menyelesaikan
masalah.

BAB 7

MEMAHAMI TEORI
Suatu teori mengenai konsep, definisi, maupun proposisi disusun secara sistematis, selanjutnya
dijelaskan untuk memperbaiki fenomena. Teori bisa berbeda dengan hipotesis karena kekeliruan.
Perbedaan tersendiri yang membedakan teori dan hipotesis adalah satu dari tingkatan yang
kompleks dan abstrak. Pada umumnya, teori cenderung lebih kompleks, abstrak, dan melibatkan
berbagai variabel. Sebaliknya, hipotesis cenderung lebih sederhana, variabel proposisinya
terbatas, dan melibatkan contoh yang konkret. Para peneliti harus mengetahui nilai-nilai dari
teori. Teori memberikan manfaat dalam beberapa hal sebagai berikut.
1. Teori membatasi cakupan fakta yang harus dipelajari.
2. Teori menghendaki riset yang memungkinkan hasil yang lebih besar.
3. Teori menyarankan suatu sistem bagi peneliti untuk menggunakan data dalam rangka
mengklasifikasikannya dengan cara-cara yang berarti.
4. Teori merangkum pengetahuan tentang suatu objek dan menyatakan keseragaman yang berada
di luar pengamatan.
5. Teori dapat digunakan untuk memprediksi fakta-fakta lebih lanjut yang harus ditemukan.
Pemahaman umum tentang teori menyatakan bahwa satu teori menerangkan atau menjelaskan
mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi, misalnya mengapa ditemukan satu bentuk
organisasi dan bukan bentuk yang lain, mengapa manusia cenderung bertindak seadanya,
mengapa yang satu menindas yang lain, atau mengapa sejarah dunia diwarnai peperangan.
Dengan demikian, teori dianggap memberikan jawaban atas pertanyaan tentang "mengapa" atau
"bagaimana hal tersebut bisa terjadi"? Ketika kita melakukan riset, kita mencari jawaban untuk
mengetahui "apakah" yang seharusnya dipahami, dijelaskan, dan gejala yang diprediksi. Kita
ingin menjawab pertanyaan "Bagaimana reaksi karyawan jika kita menerapkan skedul kerja yang
baru?" Pertanyaan tersebut menghendaki penggunaan konsep, konstruksi, dan definisi.
BAB 8

TEORI ASPEK DIMENSI KE DALAM PENGENDALIAN KEUANGAN UMPAN BALIK


MEKANIKAL VERSUS RESPONS PERILAKU
Fokus utama dalam subsistem pengendalian keuangan adalah perilaku dari orang-orang yang ada
dalam organisasi dan bukan pada mesin. Oleh sebab itu, pengendalian keuangan dapat dipahami
secara baik melalui penekanan pada pentingnya asumsi-asumsi keperilakuan. Namun, tidak
semua desain pengendalian berfokus pada perilaku manusia. Aplikasi mekanikal dari
pengendalian adalah seperti termometer yang mengendalikan temperatur tubuh, lebih
menekankan pada sifat mekanikal dibandingkan dengan sifat perilaku. Peralatan metode
mekanikal serta kelistrikan tentu juga dapat digunakan untuk memengaruhi perilaku. Misalnya,
penggunaan sistem absensi (kehadiran) ataupun penggunaan finger scan yang diterapkan di
perusahaan berfungsi sebagai pengaman untuk mencegah keterlambatan atau ketidakhadiran para
karyawan atau penggunaan sistem komputer yang membatasi kebebasan akses dalam
mengoperasikan komputer merupakan contoh dari pemanfaatan mekanikal yang dapat
memengaruhi perilaku seseorang. Oleh karena menekankan pada aspek perilaku manusia,
subsistem dari pengendalian keuangan juga didasarkan pada asumsi keperilakuan manusia.
Sasaran perilaku utama dari pengendalian keuangan dapat dijelaskan dengan menggunakan
definisi pengendalian secara umum. Pada umumnya, pengendalian didefinisikan sebagai suatu
inisiatif yang dipilih yang akan mengubah kemungkinan pencapaian hasil yang diharapkan.
Pengendalian juga dapat dikatakan sebagai proses memantau kegiatan untuk memastikan bahwa
kegiatan tersebut diselesaikan seperti yang telah direncanakan dan proses mengoreksi setiap
penyimpangan yang berarti. Menurut Usry dan Hammer (1994)3 pengendalian adalah usaha
sistematik perusahaan untuk mencapai tujuan dengan cara membandingkan prestasi kerja dengan
rencana dan membuat tindakan yang tepat untuk mengoreksi perbedaan yang penting. Dasar
pengendalian dapat dilihat dari fungsi pengawasan. Fungsi ini diperlukan untuk menjamin
terlaksananya berbagai kegiatan dalam rangka pencapaian tujuan organisasi sesuai dengan apa
yang telah direncanakan.
Pada pengendalian keuangan, hasil yang diinginkan merupakan peristiwa perilaku dan aplikasi
dari masalah keuangan. Definisi pengendalian dalam konteks perilaku didasarkan pada konsep
"kepercayaan" dan "kemungkinan." Kepercayaan adalah kemauan seseorang untuk bertumpu
pada orang lain di mana kita memiliki keyakinan padanya. Ketika seseorang mengambil suatu
keputusan, ia akan lebih memilih keputusan berdasarkan pilihan dari orang-orang yang lebih
dapat ia percaya daripada yang kurang dipercayai (Moorman, 1993). Para manajer membutuhkan
suatu kepercayaan tentang cara dunia mereka bekerja dan apa dampak yang diharapkan atas
suatu inisiatif yang telah mereka pilih. Tentu saja, para manajer memiliki peluang khusus untuk
dapat mendeteksi hasil perilaku.

BAB 9

TEORI AKUNTANSI PERTANGGUNGJAWABAN


Akuntansi pertanggungjawaban (responsibility accounting) menurut Hansen dan Mowen (2006)2
adalah sistem yang mengukur berbagai hasil yang dicapai oleh setiap pusat pertanggungjawaban
menurut informasi yang dibutuhkan oleh manajer untuk mengoperasikan pusat
pertanggungjawabannya. Akuntansi pertanggungjawaban merupakan istilah yang digunakan
dalam menjelaskan akuntansi perencanaan serta pengukuran dan evaluasi kinerja organisasi
sepanjang garis pertanggungjawaban. Garis pertanggungjawaban ini meliputi pendapatan, serta
biaya yang diakumulasikan dan dilaporkan oleh pusat pertanggungjawaban. Pusat
pertanggungjawaban merupakan bagian dalam organisasi yang diakumulasikan secara
menyeluruh untuk kepentingan pencatatan. Asumsinya bahwa seseorang pada pusat
pertanggungjawaban mempunyai pengendalian terhadap seluruh catatan tersebut. Setiap pusat
pertanggungjawaban dalam organisasi hanya bertanggung jawab atas pengendalian terhadap
pendapatan dan biayanya sendiri secara keseluruhan. Sistem penyusunan laporan keuangan
untuk semua tingkatan manajemen didesain khusus agar mereka dapat menggunakannya secara
efektif guna mengendalikan operasi serta biaya yang terlibat. Akuntansi pertanggungjawaban
adalah jawaban akuntansi manajemen terhadap pengetahuan umum bahwa masalah bisnis dapat
dikendalikan seefektif mungkin dengan mengendalikan orang-orang yang bertanggung jawab
menjalankan operasi tersebut. Salah satu tujuan akuntansi pertanggungjawaban adalah
memastikan bahwa individu pada seluruh tingkatan di perusahaan telah memberikan kontribusi
yang memuaskan terhadap pencapaian tujuan perusahaan secara menyeluruh. Hal ini dicapai
dengan membagi perusahaan ke pusat pertanggungjawaban individual (jaringan tanggung jawab)
yang memberikan kerangka kerja untuk pengambilan keputusan secara terdesentralisasi dan
partisipatif di tingkat perusahaan dalam menetapkan tujuan kinerja. Hal tersebut juga
memberikan kepada manajemen puncak hasil secara keseluruhan serta data mengenai cara
manajer segmen menjalankan fungsinya.
Akuntansi pertanggungjawaban adalah komponen yang penting dari sistem pengendalian
keseluruhan di perusahaan. Manfaat khususnya berasal dari fakta bahwa struktur akuntansi
pertanggungjawaban memberikan kerangka kerja yang berarti untuk melakukan perencanaan,
agregasi data, dan pelaporan hasil kinerja operasi selama jalur pertanggungjawaban dan
pengendalian. Akuntansi pertanggungjawaban ditujukan untuk manusia, peran mereka, serta
tugas yang dibebankan kepada mereka dan bukan sebagai mekanisme impersonal untuk
akumulasi dan pelaporan data secara keseluruhan. Hal tersebut memberikan umpan balik secara
periodik kepada manajer segmen mengenai keberhasilan mereka dalam mencapai tujuan tertentu.
Dengan menyoroti penyimpangan kinerja aktual dari kinerja yang direncanakan, akuntansi
pertanggungjawaban memungkinkan dilakukannya manajemen berdasarkan perkecualian
(management by exceptions-MBE) dan manajemen berdasarkan tujuan (management by
objectives-MBO).

BAB 10

TEORI ANGGARAN
Anggaran merupakan rencana yang disusun secara sistematis, yang meliputi seluruh kegiatan
perusahaan, yang dinyatakan dalam unit (satuan) moneter dan berlaku untuk jangka waktu
(periode) tertentu yang akan datang. Dari pengertian tersebut dapat diketahui bahwa anggaran
merupakan hasil kerja (output) terutama berupa taksiran yang akan dilaksanakan masa
mendatang. Oleh karena anggaran merupakan hasil kerja (output), maka anggaran dituangkan
dalam naskah tulisan yang disusun secara teratur dan sistematis. Sedangkan yang dimaksudkan
dengan penganggaran adalah proses kegiatan yang menghasilkan anggaran tersebut sebagai hasil
kerja, serta proses kegiatan yang berkaitan dengan pelaksanaan fungsi anggaran, yaitu fungsi
pedoman kerja, alat pengoordinasian kerja, dan alat pengawasan kerja. Menurut Kariuki (2010),
penganggaran adalah proses perencanaan operasi keuangan suatu usaha. Penganggaran sebagai
alat manajemen membantu mengatur dan merumuskan perencanaan kegiatan manajemen.
Penganggaran sebagai alat keuangan bermanfaat bagi evaluasi dan pengendalian organisasi
untuk merencanakan kegiatan di masa depan. Sedangkan menurut Nafarin (2007), anggaran
(budget) adalah suatu rencana keuangan periodik yang disusun berdasarkan program yang telah
disahkan dan anggaran merupakan rencana tertulis mengenai kegiatan suatu organisasi yang
dinyatakan secara kuantitatif (angka) dan umumnya dinyatakan dalam satuan uang untuk jangaka
waktu tertentu. Proses penyusunan anggaran pada dasarnya merupakan suatu proses negosiasi
antara manajer pusat pertanggungjawaban dan atasannya. Hasil akhir proses negosiasi adalah
persetujuan tentang perkiraan biaya yang akan terjadi selama satu tahun (untuk pusat biaya), atau
anggaran laba atau ROI yang disyaratkan (untuk pusat laba atau pusat investasi).
Perusahaan besar atau kecil sebaiknya membuat anggaran, karena penganggaran itu penting
untuk membuat perencanaan dan untuk mengendalikan kegiatan. Perencanaan melihat ke masa
depan, yaitu menentukan tindakan apa yang harus dilakukan untuk mencapai sasaran dan tujuan
organisasi. Sedangkan pengendalian melihat ke belakang, yaitu menilai hasil kerja dan
membandingkan dengan telah ditetapkan. Hasil perbandingan ini melahirkan varians. Varians
harus dianalisis dan dicari sebabnya kemudian digunakan untuk memperbaiki perencanaan,
anggaran, dan pelaksanaan (pengendalian).
BAB 11

TEORI PENGENDALIAN BIAYA


Pengelompokan biaya ke dalam komponen biaya variabel dan biaya tetap memberikan dasar
yang lebih baik untuk pengendalian biaya. Hal tersebut memungkinkan penyusunan laporan laba
rugi menggunakan margin kontribusi yang menekankan pada pola perilaku biaya dan
memberikan perincian kepada manajemen mengenai biaya teknik, biaya yang berkomitmen, dan
biaya diskresioner. Perbedaan ini penting bagi manajemen karena setiap jenis biaya memerlukan
prosedur pengendalian yang berbeda.
Biaya teknik meliputi biaya bahan baku langsung, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya
overhead variabel, seperti bahan bakar dan listrik. Biaya-biaya tersebut memiliki "hubungan
eksplisit tertentu dengan ukuran aktivitas yang dipilih." Biaya tersebut juga dapat langsung
dikendalikan pada tingkat organisasi terendah melalui penggunaan anggaran fleksibel dan
standar karena waktu pemberian umpan balik yang singkat dan secara fisik dapat diamati oleh
manajer yang bertanggung jawab atas aktivitas yang menyebabkannya.
Biaya tetap yang berkomitmen atau biaya kapasitas adalah "seluruh biaya organisasi dan pabrik
yang terus terjadi (tanpa memedulikan tingkat aktivitas) dan yang tidak dapat dikurangi tanpa
merugikan kompetensi organisasi untuk memenuhi tujuan jangka panjang. Secara pengendalian,
biaya-biaya ini adalah biaya tetap yang paling tidak responsif dan dapat dikendalikan dalam
jangka pendek hanya dengan usaha untuk meningkatkan penggunaan dari fasilitas yang
dikomitmenkan.
Biaya diskresioner (juga disebut sebagai biaya terprogram) adalah: (1) Biaya yang muncul dari
keputusan periodik (biasanya tahunan) terkait jumlah maksimum yang akan dikeluarkan, dan (2)
Biaya yang tidak memiliki hubungan optimum yang dapat ditunjukkan di antara input (yang
diukur dengan biaya) dan output (yang diukur dengan pendapatan atau tujuan lainnya). Biaya-
biaya ini meliputi biaya, seperti periklanan, audit, dan jasa konsultasi manajemen, serta pelatihan
sumber daya manusia. Berbeda dengan biaya tetap yang berkomitmen, biaya ini dapat dikurangi
atau sama sekali dihindari pada saat itu dan dikendalikan oleh anggaran statis yang
dinegosiasikan.

Anda mungkin juga menyukai