Dosen Pengampu :
Isma Coryanata, SE., M.Si., Ak., CA
Disusun Oleh :
Nabila (C1C020068)
2022/2023
BAB 1
TEORI PERAN
Susunan atau tanggapan perilaku yang diharapkan dan dikehendaki disebut peranan sosial. Peran
dapat digambarkan secara sederhana sebagai bagian dari orang-orang yang saling berinteraksi.
Peranan sosial menggambarkan hak, tugas, kewajiban, dan perilaku yang sesuai dengan orang
yang memegang posisi tertentu dalam konteks sosial tertentu. Dalam kelompok formal suatu
organisasi, peran digambarkan secara eksplisit dalam manual organisasi, di mana peran tersebut
umumnya diatur berdasarkan hukum. Peran membedakan perilaku dari orang yang menduduki
posisi organisasi tertentu dan berfungsi mempersatukan kelompok dengan menyediakan
spesialisasi dan fungsi koordinasi. Dalam organisasi bisnis, pembagian kerja dan peran adalah
sesuatu yang rumit. Pemimpin suatu organisasi harus pula mendidik anggota organisasi tersebut
mengenai perilaku yang diharapkan dari anggota organisasi dengan posisi tertentu. Hal ini harus
dilakukan walaupun pimpinan telah memahami peran yang harus dimainkan oleh setiap anggota.
Peran merupakan komponen perilaku nyata yang disebut norma. Norma adalah harapan dan
kebutuhan perilaku yang sesuai untuk suatu peranan tertentu. Tiap-tiap peran berhubungan
dengan suatu identitas yang menggambarkan individu dalam hal bagaimana mereka perlu
bertindak dalam situasi khusus. Sebenarnya, kita melihat diri kita dalam hubungannya dengan
sikap orang lain dalam menjaga arah. Jika orang-orang berpikir dan menganggap kita memiliki
suatu kemampuan tertentu, kita cenderung memercayai hal itu. Jika orang-orang tersebut
ternyata berpikir dengan cara berbeda, kita juga akan cenderung memercayainya. Sejumlah
orang mempunyai peran dan identitas yang bergantung pada situasi di mana mereka menemukan
diri mereka. Suatu aspek penting dari teori peran adalah identitas dan perilaku dianugerahkan
secara sosial pada dukungan sosial. Posisi seseorang yang menduduki jabatan tertentu dalam
suatu organisasi formal atau suatu kelompok informal membawa pola perilaku bersama yang
diharapkan.
BAB 4
Teori tentang kebutuhan dan kepuasan ini mempunyai banyak pengaruh terhadap pengendalian
akuntansi.
1. Pertanyaan yang berhubungan dengan konsep motivasi umum yang digunakan dalam buku-
buku teks.
2. Seringnya istilah motivasi menjadi catatan mendasar yang menjadi bahan perhitungan dalam
pembayaran bonus akibat kemungkinan adanya motivasi.
Teori kebutuhan dan kepuasan telah menjadi subjek yang banyak dikritik. Beberapa orang telah
mengkritik bahwa hal itu adalah sesuatu yang logis dan mendasar dari suatu alat ukur, yaitu
berupa variabel. Percobaan terhadap teori lainnya telah diuji secara empiris dengan tingkat
keberhasilan yang dibatasi, sekalipun hal itu tidak menjelaskan apakah hasilnya merupakan
cerminan dari suatu teori atau pengujian. Namun demikian, penggunaan teori ini masih umum
jika dihubungkan secara perlahan dengan pengajaran akuntansi.
TEORI ERG
Teori dari Clayton Alderfer (1969)22 ini juga menganggap kebutuhan manusia tersusun dalam
suatu hierarki. Maslow mengatakan orang cenderung meningkat hierarki kebutuhannya sejalan
dengan terpuaskannya kebutuhan sebelumnya. Namun, Alderfer tidak sependapat dengan
Maslow. Alderfer menegaskan suatu kebutuhan tidak harus terpuaskan terlebih dahulu sebelum
kebutuhan pada tingkat di atasnya muncul.
Teori ERG (existence, relatedness, growth) menganggap kebutuhan manusia memiliki tiga
hierarki kebutuhan, yaitu kebutuhan akan eksistensi (existence needs), kebutuhan akan
keterikatan (relatedness needs), dan kebutuhan akan pertumbuhan (growth needs). Teori ERG
mengandung suatu dimensi frustrasi regresi. Ingat kembali bahwa Maslow berargumen seorang
individu akan tetap pada suatu tingkat kebutuhan tertentu sampai kebutuhan tersebut dipenuhi.
Teori ERG menyangkalnya dengan mengatakan bahwa bila suatu tingkat kebutuhan dari urutan
yang lebih tinggi terhalang, maka timbul hasrat dalam individu itu untuk meningkatkan
kebutuhannya di tingkat lebih rendah. Ketidakmampuan untuk memuaskan suatu kebutuhan akan
interaksi sosial, misalnya.
TEORI HARAPAN
Teori harapan mungkin telah banyak digunakan oleh para peneliti akuntansi. Teori ini
dikembangkan sejak tahun 1930-an oleh Kurt Levin dan Edward Tolman. Dasar teori ini
mempunyai sejarah yang panjang, tetapi menjadi dikenal dalam akuntansi setelah diperkenalkan
oleh Ronen dan Livingstone (1975),23 kemudian secara komprehensif dan sistematik
dirumuskan oleh Victor Vroom (1964).24 Teori harapan disebut juga teori valensi atau
instrumentalis. Ide dasar dari teori ini adalah motivasi ditentukan oleh hasil yang diharapkan
akan diperoleh seseorang sebagai akibat dari tindakannya. Variabel kunci dalam teori harapan
adalah usaha (effort), hasil (income), harapan (expectancy), instrumen yang berkaitan dengan
hubungan antara hasil tingkat pertama dengan hasil tingkat kedua, hubungan antara prestasi dan
imbalan atas pencapaian prestasi, serta valensi yang berkaitan dengan kadar kekuatan dan
keinginan seseorang terhadap hasil tertentu.
Usaha-Hubungan Kinerja. Usaha-hubungan kinerja biasanya disebut ekspektasi. Ini mengacu
pada persepsi individu tentang bagaimana mungkin menggunakan sejumlah usaha tertentu akan
memimpin terhadap kinerja yang baik. Misalnya, karyawan sering meminta untuk melaksanakan
tugas bagi mereka yang tidak mempunyai keterampilan atau pelatihan yang pantas. Ketika ini
merupakan kasus, mereka akan kurang termotivasi untuk mencoba lebih keras, karena mereka
telah meyakini bahwa mereka tidak akan mampu untuk memenuhi apa yang mereka minta untuk
dilakukan. Ekspektasi dapat dickspresikan sebagai satu kemungkinan, dan terbentang dari angka
0 ke 1. Secara umum, ekspektasi karyawan dipengaruhi oleh hal-hal sebagai berikut.
1. Harga diri.
2. Keberhasilan sebelumnya.
TEORI PENGUATAN
Teori ini mengemukakan perilaku merupakan fungsi dari akibat yang berkaitan dengan perilaku
tersebut. Teori penguatan memiliki konsep dasar sebagai berikut.
1. Pusat perhatian adalah pada perilaku yang dapat diukur, seperti jumlah yang dapat diproduksi,
kualitas produksi, ketepatan pelaksanaan jadwal produksi, dan sebagainya. menentukan atau
menerlantarkan tujuan. Ini hampir bisa dipastikan terjadi ketika tujuan umum dibuat, ketika
seseorang memiliki satu lokus pengendalian internal, dan ketika tujuan diri sesuai dibandingkan
dengan tugas.
TEORI ATRIBUSI
Teori atribusi mempelajari proses bagaimana seseorang menginterpretasikan suatu peristiwa,
alasan, atau sebab perilakunya. Teori ini dikembangkan oleh Fritz Heider (1958)26 yang
mengatakan bahwa perilaku seseorang ditentukan oleh kombinasi antara kekuatan internal
(internal forces), yaitu faktor-faktor yang berasal dari dalam diri seseorang, seperti kemampuan
atau usaha, dan kekuatan eksternal (external forces), yaitu faktor-faktor yang berasal dari luar,
seperti kesulitan dalam pekerjaan atau keberuntungan. Berdasarkan hal tersebut, seseorang akan
termotivasi untuk memahami lingkungannya dan sebab-sebab kejadian tertentu. Dalam riset
keperilakuan, teori ini diterapkan dengan menggunakan variabel lokus pengendalian (locus of
control). Variabel tersebut terdiri atas dua komponen, yaitu lokus pengendalian internal (internal
locus of control) dan lokus pengendalian eksternal (external locus of control). Lokus
pengendalian internal adalah perasaan yang dialami oleh seseorang bahwa ia mampu
memengaruhi kinerja serta perilakunya secara personal melalui kemampuan, keahlian, dan
usahanya. Sementara lokus pengendalian eksternal adalah perasaan yang dialami seseorang
bahwa perilakunya dipengaruhi oleh faktor-faktor di luar kendalinya.
TEORI AGENSI
Riset akuntansi keperilakuan yang menggunakan teori agensi mendasarkan pemikirannya atas
perbedaan informasi antara atasan dan bawahan, antara kantor pusat dan kantor cabang, atau
adanya asimetri informasi yang memengaruhi penggunaan sistem akuntansi.
Teori ini didasarkan pada teori ekonomi. Dari sudut pandang teori agensi, prinsipal (pemilik atau
manajemen puncak) membawahi agen (karyawan atau manajer yang lebih rendah) untuk
melaksanakan kinerja yang efisien. Teori ini mengasumsikan kinerja yang efisien dan kinerja
organisasi ditentukan oleh usaha dan pengaruh kondisi lingkungan. Secara umum, teori ini
mengasumsikan bahwa prinsipal bersikap netral terhadap risiko sementara agen bersikap
menolak usaha dan risiko. Agen dan prinsipal diasumsikan termotivasi oleh kepentingannya
sendiri, dan sering kali kepentingan antara keduanya berbenturan. Menurut pandangan prinsipal,
kompensasi yang diberikan kepada agen tersebut didasarkan pada hasil. Sementara menurut
pandangan agen, ia lebih suka jika sistem kompensasi tersebut tidak semata-mata melihat hasil
tetapi juga tingkat usahanya.
Berbagai riset yang berhubungan dengan teori ini memfokuskan perhatian pada bagaimana agar
sistem perjanjian kontrak kompensasi bisa mencapai keseimbangan. Alokasi kinerja perusahaan
antara prinsipal dan agen didasarkan pada kontrak tersebut, baik tertulis maupun tidak. Sistem
kompensasi dalam kondisi yang ideal (first best) langsung dihubungkan dengan perilaku. Lebih
lanjut lagi, karena faktor- faktor lingkungan dan keahlian agen yang akan menentukan output,
sistem pembayaran insentif berdasar output menjadi tidak efisien karena agen yang menanggung
risiko jika ada faktor lingkungan yang mengakibatkan penurunan output.
Jika prinsipal bisa mengawasi usaha agen, suatu kontrak ideal (first best contract) yang
mendasarkan pembayaran gaji atas usaha yang telah dilakukan ini bisa dibuat. Namun, kondisi
ideal tersebut sangat sulit dicapai. Berbagai riset yang berhubungan dengan sistem kompensasi
biasanya dilakukan dalam konteks tidak adanya kontrak ideal. Hal ini yang lebih banyak terjadi
karena agen yang lebih memahami perusahaan sehingga menimbulkan kesenjangan informasi
atau asimetri informasi (information asymmetry) yang menyebabkan prinsipal tidak mampu
menentukan apakah usaha yang dilakukan agen memang benar-benar optimal.
TEORI EKUITAS
John Stacey Adams, ahli psikologi perilaku dan tempat kerja menerbitkan teori ekuitas tentang
motivasi kerja pada tahun 1963.28 Teori tersebut memiliki kemiripan dengan pengembangan dan
penjelasan yang dilakukan oleh Charles Handy terhadap teori awal Maslow, Herzberg, dan
perintis psikologi tempat kerja lainnya, yang semuanya mengakui adanya faktor dan variabel
yang memengaruhi penilaian masing-masing individu dan persepsi hubungan mereka dengan
pekerjaannya, dan dengan majikan mereka. Namun, JC Adams menekankan lebih jauh tentang
kesadaran dan tanggung jawab dari situasi yang lebih luas dan lebih kuat dibandingkan teori
ekuitas dalam banyak model motivasi sebelumnya. Oleh karena model teori ekuitas Adams
melampaui batas diri individu, dan berhubungan dengan pengaruh serta situasi orang lain--
misalnya rekan kerja dan teman dalam membentuk pandangan komparatif dan kesadaran ekuitas,
yang biasanya bermanifestasi sebagai rasa atau ukuran keadilan. Ketika orang merasa
diperlakukan adil atau bermanfaat, mereka lebih cenderung termotivasi, sebaliknya ketika
mereka merasa diperlakukan tidak adil, mereka sangat rentan terhadap perasaan tidak puas dan
demotivasi. Cara seseorang mengukur rasa keadilan adalah inti dari teori ekuitas.
TEORI EVALUASI KOGNITIF
Kita telah memberikan tanda bahwa kebiasaan (habit) merupakan penjelasan alternatif yang bisa
digunakan untuk memahami perilaku sosial seseorang di samping insting (instinct). Namun,
beberapa analis sosial percaya bahwa kalau hanya kedua hal tersebut (kebiasaan dan insting)
yang dijadikan dasar, maka dipandang terlampau ekstrem karena mengabaikan kegiatan mental
manusia. Seorang psikolog James Baldwin (1897)29 menyatakan bahwa paling sedikit ada dua
bentuk peniruan, satu didasarkan pada kebiasaan kita dan yang lainnya didasarkan pada wawasan
kita atas diri kita sendiri dan atas orang lain yang ditiru perilakunya. Walau dengan konsep yang
berbeda seorang sosiolog Charles Cooley (1902)30 sepaham dengan pandangan Baldwin.
Keduanya memfokuskan perhatian mereka kepada perilaku sosial yang melibatkan proses mental
atau kognitif. Kemudian, banyak para psikolog sosial menggunakan konsep sikap (attitude)
untuk memahami proses mental atau kognitif tersebut. Dua orang sosiolog William Ishac
Thomas dan Florian Znaniecki (1927)31 mendefinisikan psikologi sosial sebagai studi tentang
sikap, yang diartikannya sebagai proses mental individu yang menentukan tanggapan aktual dan
potensial individu dalam dunia sosial. Sikap merupakan predisposisi perilaku. Beberapa teori
yang melandasi perpektif ini antara lain adalah teori medan (field theory), teori atribusi dan
konsistensi sikap (concistency attitude and attribution theory), dan teori kognisi kontemporer.
Pada tahun 1980-an, konsep kognisi, sebagian besarnya mewarnai konsep sikap. Istilah "kognisi"
digunakan untuk menunjukkan adanya proses mental dalam diri seseorang sebelum melakukan
tindakan. Teori kognisi kontemporer memandang manusia sebagai agen yang secara aktif
menerima, menggunakan, memanipulasi, dan mengalihkan informasi. Kita secara aktif berpikir,
membuat rencana, memecahkan masalah, dan mengambil keputusan. Manusia memproses
informasi dengan cara tertentu melalui struktur kognitif yang diberi istilah "schema". Struktur
tersebut berperan sebagai kerangka yang dapat menginterpretasikan pengalaman sosial yang kita
miliki. Jadi, struktur kognisi bisa membantu kita mencapai keterpaduan dengan lingkungan, dan
membantu kita untuk menyusun realitas sosial. Sistem ingatan yang kita miliki diasumsikan
terdiri atas struktur pengetahuan yang tak terhitung jumlahnya. Intinya, teori-teori kognitif
memusatkan pada bagaimana kita memproses informasi.
BAB 5
BAB 7
MEMAHAMI TEORI
Suatu teori mengenai konsep, definisi, maupun proposisi disusun secara sistematis, selanjutnya
dijelaskan untuk memperbaiki fenomena. Teori bisa berbeda dengan hipotesis karena kekeliruan.
Perbedaan tersendiri yang membedakan teori dan hipotesis adalah satu dari tingkatan yang
kompleks dan abstrak. Pada umumnya, teori cenderung lebih kompleks, abstrak, dan melibatkan
berbagai variabel. Sebaliknya, hipotesis cenderung lebih sederhana, variabel proposisinya
terbatas, dan melibatkan contoh yang konkret. Para peneliti harus mengetahui nilai-nilai dari
teori. Teori memberikan manfaat dalam beberapa hal sebagai berikut.
1. Teori membatasi cakupan fakta yang harus dipelajari.
2. Teori menghendaki riset yang memungkinkan hasil yang lebih besar.
3. Teori menyarankan suatu sistem bagi peneliti untuk menggunakan data dalam rangka
mengklasifikasikannya dengan cara-cara yang berarti.
4. Teori merangkum pengetahuan tentang suatu objek dan menyatakan keseragaman yang berada
di luar pengamatan.
5. Teori dapat digunakan untuk memprediksi fakta-fakta lebih lanjut yang harus ditemukan.
Pemahaman umum tentang teori menyatakan bahwa satu teori menerangkan atau menjelaskan
mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi, misalnya mengapa ditemukan satu bentuk
organisasi dan bukan bentuk yang lain, mengapa manusia cenderung bertindak seadanya,
mengapa yang satu menindas yang lain, atau mengapa sejarah dunia diwarnai peperangan.
Dengan demikian, teori dianggap memberikan jawaban atas pertanyaan tentang "mengapa" atau
"bagaimana hal tersebut bisa terjadi"? Ketika kita melakukan riset, kita mencari jawaban untuk
mengetahui "apakah" yang seharusnya dipahami, dijelaskan, dan gejala yang diprediksi. Kita
ingin menjawab pertanyaan "Bagaimana reaksi karyawan jika kita menerapkan skedul kerja yang
baru?" Pertanyaan tersebut menghendaki penggunaan konsep, konstruksi, dan definisi.
BAB 8
BAB 9
BAB 10
TEORI ANGGARAN
Anggaran merupakan rencana yang disusun secara sistematis, yang meliputi seluruh kegiatan
perusahaan, yang dinyatakan dalam unit (satuan) moneter dan berlaku untuk jangka waktu
(periode) tertentu yang akan datang. Dari pengertian tersebut dapat diketahui bahwa anggaran
merupakan hasil kerja (output) terutama berupa taksiran yang akan dilaksanakan masa
mendatang. Oleh karena anggaran merupakan hasil kerja (output), maka anggaran dituangkan
dalam naskah tulisan yang disusun secara teratur dan sistematis. Sedangkan yang dimaksudkan
dengan penganggaran adalah proses kegiatan yang menghasilkan anggaran tersebut sebagai hasil
kerja, serta proses kegiatan yang berkaitan dengan pelaksanaan fungsi anggaran, yaitu fungsi
pedoman kerja, alat pengoordinasian kerja, dan alat pengawasan kerja. Menurut Kariuki (2010),
penganggaran adalah proses perencanaan operasi keuangan suatu usaha. Penganggaran sebagai
alat manajemen membantu mengatur dan merumuskan perencanaan kegiatan manajemen.
Penganggaran sebagai alat keuangan bermanfaat bagi evaluasi dan pengendalian organisasi
untuk merencanakan kegiatan di masa depan. Sedangkan menurut Nafarin (2007), anggaran
(budget) adalah suatu rencana keuangan periodik yang disusun berdasarkan program yang telah
disahkan dan anggaran merupakan rencana tertulis mengenai kegiatan suatu organisasi yang
dinyatakan secara kuantitatif (angka) dan umumnya dinyatakan dalam satuan uang untuk jangaka
waktu tertentu. Proses penyusunan anggaran pada dasarnya merupakan suatu proses negosiasi
antara manajer pusat pertanggungjawaban dan atasannya. Hasil akhir proses negosiasi adalah
persetujuan tentang perkiraan biaya yang akan terjadi selama satu tahun (untuk pusat biaya), atau
anggaran laba atau ROI yang disyaratkan (untuk pusat laba atau pusat investasi).
Perusahaan besar atau kecil sebaiknya membuat anggaran, karena penganggaran itu penting
untuk membuat perencanaan dan untuk mengendalikan kegiatan. Perencanaan melihat ke masa
depan, yaitu menentukan tindakan apa yang harus dilakukan untuk mencapai sasaran dan tujuan
organisasi. Sedangkan pengendalian melihat ke belakang, yaitu menilai hasil kerja dan
membandingkan dengan telah ditetapkan. Hasil perbandingan ini melahirkan varians. Varians
harus dianalisis dan dicari sebabnya kemudian digunakan untuk memperbaiki perencanaan,
anggaran, dan pelaksanaan (pengendalian).
BAB 11