Anda di halaman 1dari 12

PERUSAHAAN YANG MENERAPKAN EKOBISNIS

DALAM OPERASIONAL PERUSAHAAN

STUDI KASUS PADA RUMAH MAKAN KEDAI TWINS

Disusun Oleh :

M. Wuri Wuryandari – 14.D1.0066

Margaretha Indri – 14.D1.0120

Bella Christina – 14.D1.0135

Indra Ratnasari - !4.D1.0157

Ginka Rizki Hanitri – 14.D1.0173

UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

PROGRAM STUDI MANAJEMEN

2017
1 LATAR BELAKANG

1.1 Pendahuluan

Banyak faktor yang mempengaruhi dan menentukan kegiatan berbisnis. Sebagai kegiatan
sosial, bisnis dengan banyak cara terjalin dengan kompleksitas masyarakat modern. Dalam
kegiatan berbisnis, mengejar keuntungan adalah hal yang wajar, asalkan dalam mencapai
keuntungan tersebut tidak merugikan banyak pihak. Jadi, dalam mencapai tujuan dalam kegiatan
berbisnis ada batasnya. Kepentingan dan hak-hak orang lain perlu diperhatikan.

Perilaku etis dalam kegiatan berbisnis adalah sesuatu yang penting demi kelangsungan
hidup bisnis itu sendiri. Bisnis yang tidak etis akan merugikan bisnis itu sendiri terutama jika
dilihat dari perspektif jangka panjang. Bisnis yang baik bukan saja bisnis yang menguntungkan,
tetapi bisnis yang baik adalah selain bisnis tersebut menguntungkan juga bisnis yang baik secara
moral. Perilaku yang baik, juga dalam konteks bisnis, merupakan perilaku yang sesuai dengan
nilai-nilai moral.

Bisnis juga terikat dengan hukum. Dalam praktek hukum, banyak masalah timbul dalam
hubungan dengan bisnis, baik pada taraf nasional maupun taraf internasional. Walaupun terdapat
hubungan erat antara norma hukum dan norma etika, namun dua macam hal itu tidak sama.

Etika bisnis sangat diperlukan didalam membentuk suatu perusahaan yang kokoh dan
memiliki daya saing yang tinggi serta mempunyai kemampuan menciptakan nilai (value-
creation) yang tinggi, diperlukan suatu landasan yang kokoh. Biasanya dimulai dari perencanaan
strategis, organisasi yang baik, system prosedur yang transparan dan didukung oleh budaya
perusahaan yang andal serta etika perusahaan yang dilaksanakan secara konsisten dan
konsekuen.

Haruslah diyakini bahwa pada dasarnya praktek etika perusahaan akan selalu
menguntungkan perusahaan tersebut untuk jangka menegah maupun jangka panjang karena akan
mengurangi biaya akibat dicegahnya kemungkinan terjadi friksi baik intern maupun eksternal
perusahaan. Lalu ini akan dapat meningkatkan motivasi pekerja dan akan melindungi prinsip
kebebasan berniaga dan juga ini dapat meningkatkan keunggulan bersaing.
Dan tanpa disadari, kasus pelanggaran etika bisnis merupakan hal yang biasa dan wajar
pada masa kini. Secara tidak sadar, kita sebenarnya menyaksikan banyak pelanggaran etika
bisnis dalam kegiatan berbisnis di Indonesia. Banyak hal yang berhubungan dengan pelanggaran
etika bisnis yang sering dilakukan oleh para pebisnis yang tidak bertanggung jawab di Indonesia.
Berbagai hal tersebut merupakan bentuk dari persaingan yang tidak sehat oleh para pebisnis yang
ingin menguasai pasar. Selain untuk menguasai pasar, terdapat faktor lain yang juga
mempengaruhi para pebisnis untuk melakukan pelanggaran etika bisnis, antara lain untuk
memperluas pangsa pasar, serta mendapatkan banyak keuntungan. Ketiga faktor tersebut
merupakan alasan yang umum untuk para pebisnis melakukan pelanggaran etika dengan
berbagai cara.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah limbah dari proses produksi ini sudah dikelola oleh usaha ini dengan baik?

2. Apakah sudah ada perijinan usaha dari aktifitas bisnis ini?

1.3 Landasan Teori

Etika pada intinya mempelajari perilaku/tindakan seseorang dan kelompok atau lembaga
yang dianggap baik atau tidak baik. Ukuran untuk menilai baik dan tidaknya suatu tidaknya
suatu tindakan bila dilihat dari hakikat manusia utuh adalah dilihat dari manfaat atau
kerugiannya bagi orang lain; kemampuan tindakan tersebut dalam menciptakan keimanan/
kesadaran spiritual seseorang.

Sistem ekonomi adalah seperangkat unsur (manusia, lembaga, wilayah, sumber daya)
yang terkoordinasi untuk mendukung peningkatan produksi (barang dan jasa) serta pendapatan
untuk menciptakan kemakuran masyarakat. Bila berpegang pada pemahaman ini, maka pada
tataran konsep, semua sistem ekonomi seharusnya bersifat etis karena semua sistem ekonomi
bertujua untuk meningkatkan produksi dan pendapatan untuk memakmurkan masyarakat.

Kesimpulannya adalah bahwa sistem ekonomi apa pun dapat saja memunculkan banyak
persoalan yang bersifat tidak etis. Etis tidaknya suatu tindakan lebih disebabkan oleh tingkat
kesadaran individual para pelaku dalam aktivitas ekonomi (oknum birokrasi, pejabat Negara,
pemimpin perusahaan), bukan pada sistem ekonomi yang dipilih oleh suatu Negara. Di sini yang
berepran adalah tingkat kesadaran dalam memaknai hakikat dirinya-hakikat mausia sebagai
manusia utuh atau manusia tidak utuh.

Untuk memahami persoalan bisnis ini, Bertens (2000)mencoba menjelaskan kegiatan


bisnis dilihat dari tiga dimensi, yaitu: ekonomi, etika,dan hukum. Namun dalam pembahasan di
bawah ini, bisnis akan dilihat dari lima dimensi, yaitu: ekonomi, etika, hukum, social dan
spiritual :

1. Dimensi Ekonomi

Bisnis paling mudah dipahami bila dilihat dari dimensi ekonomi. Dari sudut pandang ini,
bisnis adalah kegiatan produktif dengan tujuan memperoleh keuntungan. Bisnis merupakan
tulang punggung kegiatan ekonomi; tanpa bisnis tidak ada kegiatan ekonomi. Keuntungan
diperoleh berdasarkan rumus yang sudah jamak dikembangkan oleh para akuntan, yaitu
penjualan (revenues, sales) dikurangi harga pokok penjualan dan beban –beban (cost of good
sold and expenses). Bagi akuntan, harga pokok penjualan dan beban merupakan harta yang telah
dikorbankan/dimanfaatkan untuk menciptakan penjualan pada periode ini sehingga sering
disebut sebagai expired cost. Harta adalah sumber daya ekonomis yang masih mempunyai
manfaat untuk menciptakan penjualan pada periode mendatang. Oleh kaena itu, harta sering
disebut unexpired cost. Para ekonom lebih suka menggunakan istilah factor-faktor produksi
daripada menggunakan istilah harta yang bisa dipakai dalam dunia bisnis dan akuntansi.

2. Dimensi Etis

Etika adalah tinjauan kritis tentang baik tidaknya suatu perilaku atau tindakan. Ukuran
penilaian menggunakan 3 tingkatkesadaran, yaitu esadaran hewani (teori egoism); kesadaran
manusiawi (teori utilitarianisme); dan kesadaran spiritual/transcendental (teori teonom). Bila
dilihat dari pihak yang memperoleh manfaat dari keuntungan suatu kegiatan bisnis (masalah
keadilan dalam distribusi keuntungan) dan tindakan bisnis dalam merealisasikan keuntungan itu,
isu etika muncul untuk memberikan penilai atas dampak negative yang ditimbulkan bagi
masyarakat dan lingkungan alam (merugikan orang lain atau menimbulkan kerusakan
lingkungan). Persoalan etika dalam bisnis berhubungan dengan isu keadilan dan dampak
kegiatan bisnis tersebut bagi masyarakat dan alam.
3. Dimensi Hukum

Hukum dan etika sebenarnya mempunyai hubungan yang sangat erat karena keduanya
mengatur perilaku manusia. Hukum dibuat oleh Negara atau beberapa Negara melalui suatu
mekanisme formal yang sesuai dengan konsitusi/aturan internaisonal dan mengikat seluruh
warga suatu Negara atau lebih dari satu Negara bila hukum itu diratifikasi oleh lebih dari suatu
Negara. Pelanggaran terhadap hukumakan dikenai sanksi hukum.

4. Dimensi Sosial

Perusahaan saat ini sudah berkembang menjadi suatu sistem terbuka yang sangat
kompleks. Sebagai suatu sistem, artinya di dalam organisasi perusahaan terdapat berbagai
elemen,unsur,orang,dan jaringan yang saling terhubung,saling berinteraksi, saling bergantung,
dan saling berkepentingan. Sebagai sistem terbuka artinya keberadaan perusahaan ditentukan
bukan saja oleh elemn-elemen yang ada di dalam perusahaan atau yang sering disebut factor
internal, seperti : sumber daya manusia tenaga kerja, manajer,eksekutif) dan sumber daya non-
manusia (uang, peralatan, bangunan, dan sebagainya), tetapi juga oleh factor-faktor di luar
perusahaan atau yang sering disebut factor eksternal, yang juga terdiri atas dua elemen, yaitu
factor manusia dan non-manusia. Faktor manusia yaitu pemasok, pelanggan, penanam modal,
pemerintah, dan masyarakat. Sedangkan non-manusia adalah alam/ bumi itu sendiri sebagai
sumber bahan baku dan tempat beroperasi perusahaan.

5. Dimensi Spiritual

Kegiatan bisnis yang spiritual tumbuh berdasarkan paradigm sebagai berikut : pengelola
dan pemangku kepentingan (stakeholders) menyadari bahwa kegiatan bisnis adalah bagian dri
ibadah (God evotion), tujuan bisnis adalah untuk memajukan kesejahteraan semua pemaggku
kepentingan atau masyarakat, dalam menjalankanaktivitas bisnis pengelola mampu menjamin
kelestarian alam.
Ibadah

Bisnis

(Profit)

Alam Lestari Masyarakat Sejahtera

PRINSIP GOOD CORPORATE GOVERNANCE (GCG)

Penerapan konsep GCG dalam bisnis merupakan salah satu upaya perusahaan untuk memulihkan
kepercyaan para investor dan industi terkait di pasar mod. Tujuan dari penerapan GCG adalah
untuk meningkatkan kinerja organisasi, serta mencegah ataupun memperkecil peluang praktik
manipulasi dan kesalahan signifikan dalam pengelolaan kegiatan organisasi. Tjager dkk (2003)
mengatakan bahwa paling tidak ada lima alas an mengapa prinsip GCG bermanfaat, yaitu :

1. Berdasarkan survey yang telah dilakukan McKinsey and Company menunjukkan bahwa
para investor institusional lebih menaruh kepercayaan terhadap perusahaan-perusahaan di
Asia yang telah menerapkan prinsip GCG.
2. Berdasarkan berbagai analisis, ternyata ada indikasi adanya keterkaitan antara terjadinya
krisis finansial dan krisis berkepanjangan di Asia dengan lemahnya tata kelola.
3. Internasionalisasi pasar termasuk liberalisasi pasar finasial dan pasarmodal menuntut
perusahaan untuk mealakukan prinsip GCG.
4. Kalaupun GCG bukan obat mujarab untuk keluar dari krisis, sistim ini dapat menjadi
dasar berkembangnya sistim nilai baru yang lebih sesuai dengan lanskap bisnis yang kini
telah lebih banyak berubah.
5. Secara teoritis prinsip GCG dapat meningkatkan nilai perusahaan.

Terdapat lima prinsip GCG yang dapat dijadikan pedoman bagi para pelaku bisnis,
yaituTransparency, Accountability, Responsibility, Indepandency dan Fairness yang biasanya
diakronimkan menjadi TARIF. Penjabarannya sebagai berikut :
1. Transparency (keterbukaan informasi)

Secara sederhana bisa diartikan sebagai keterbukaan informasi. Dalam mewujudkan prinsip ini,
perusahaan dituntut untuk menyediakan informasi yang cukup, akurat, tepat waktu kepada
segenap stakeholders-nya.

2. Accountability (akuntabilitas)

Yang dimaksud dengan akuntabilitas adalah kejelasan fungsi, struktur, system dan
pertanggungjawaban elemen perusahaan. Apabila prinsip ini diterapkan secara efektif, maka
akan ada kejelasan akan fungsi, hak, kewajiban dan wewenang serta tanggung jawab antara
pemegang saham, dewan komisaris dan dewan direksi.

3. Responsibility (pertanggung jawaban)

Bentuk pertanggung jawaban perusahaan adalah kepatuhan perusahaan terhadap peraturan yang
berlaku, diantaranya; masalah pajak, hubungan industrial, kesehatan dan keselamatan kerja,
perlindungan lingkungan hidup, memelihara lingkungan bisnis yang kondusif bersama
masyarakat dan sebagainya. Dengan menerapkan prinsip ini, diharapkan akan menyadarkan
perusahaan bahwa dalam kegiatan operasionalnya, perusahaan juga mempunyai peran untuk
bertanggung jawab kepada shareholder juga kepada stakeholders-lainnya.

4. Indepandency (kemandirian)

Intinya, prinsip ini mensyaratkan agar perusahaan dikelola secara profesional tanpa ada benturan
kepentingan dan tanpa tekanan atau intervensi dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan
peraturan-peraturan yang berlaku.

5. Fairness(kesetaraan dan kewajaran)

Prinsip ini menuntut adanya perlakuan yang adil dalam memenuhi hak stakeholder sesuai dengan
peraturan perundangan yang berlaku. Diharapkan fairness dapat menjadi faktor pendorong yang
dapat memonitor dan memberikan jaminan perlakuan yang adil di antara beragam kepentingan
dalam perusahaan.

Bisnis yang beretika dapat diartikan sebagai berikut :


1. Tidak Merugikan Orang lain

2. Tidak Melanggar Hukum

3. Tidak Merusak Lingkungan

4. Memiliki Hati Nurani

5. Tidak membohongi Konsumen

6. Tidak menghasilkan Produk yang membahayakan orang lain

7. Jujur, Transparan

2 PEMBAHASAN

2.1.1 Studi Kasus : Rumah Makan “Kedai Twins”

2.1.1 Profil Usaha “Kedai Twin”

Nama Pemilik : Hengky Kurniawan

Usaha yang dimiliki : Rumah Makan “Kedai Twins”

Alamat : Jalan Pawiyatan Luhur no. 57 Semarang

berdiri sejak tahun 2014 yang di atur langsung oleh pemiliknya bernama Hengky Kurniawan.
Pemilik melihat potensi yang besar dan berpeluang di kampus Unika yang belum dilihat oleh
banyak orang. Pemilik melihat di Semarang ini belum ada rumah makan yang menyediakan
masakan bali dan pemilik melihat potensi itu. Maka pemilik memutuskan untuk membuat rumah
makan dengan ciri khas masakan bali. Karena Hengky adalah alumni Unika maka di meilihat
potensi rumah makan di sekitar Unika, maka dia mengrealisasikan masakan bali di sekitar Unika.
Menu khas dari kedai twins yang setiap hari ada adalah nasi campur bali, nasi ayam sambal
matah. Dan menu masakan lainnya berganti-ganti setiap harinya agar konsumen Kedai Twins
tidak bosan dengan masakan itu-itu saja. Namun khusus untuk hari Selasa Kedai Twins
menyediakan masakan olahan daging babi. Dengan karyawan tetap berjumlah 4 dan dengan
karyawan parttime 12 orang. Dengan gaji karyawan tetap kisaran 700.000 – 900.000 ribu Rupiah
dan gaji untuk karyawan parttimesebesar 100.000 per minggu. Kedai Twins dapat memperoleh
omset ± 4.000.000-5.000.000 / hari dengan memperoleh laba bersih 15-20% dari pendapatan
yang ada.
2.1.2 Implementasi EtikaEkobisnis Pada Rumah Makan Kedai Twins

1. Analisa Prinsip GCG


1. Transparansi :
Bagi para stakeholders nya :

Karena bisnis ini belum begitu besar, maka penyediaan informasi antara
bagian pelayanan, pemasak(koki), penjualan dan distribusi, pembelian, maupun
pencatatan melaporkan langsung kepada owner.

Bagi para konsumen :

(+) Keterbukaan informasi yang diberikan oleh usaha pomade ini, sudah cukup, bisa
dilihat pada cara memasak yang bisa dilihat lansung dan bahan bahan apasaja yang
digunakan.

(-) Belum memiliki ijin usaha ataupun sertifikasi sehingga belum menjamin
kesehatan dan kebersihan penggunaan rumah makan ini.

2. Akuntabilitas
Dalam hal usaha ini semua bagian mempertanggungjawabkan pekerjaannya
kepada owner, sehingga bagian keuangan, produksi, pembelian, dan pencatatan
terpusat hanya pada satu titik, sehingga peranan dan fungsi mereka masing-masing
hanya pada jobdesknya saja.

3. Tanggung Jawab
Usaha warung makan ini belum mempunyai surat ijin maupun sertifikasi
sehingga belum cukup untuk mempertanggungjawabkan efek samping pada produk
atau masakan-masakan yang dijual. Dan karena belum adanya surat ijin makan
rumah makan Kedai Twins ini tidak membayar pajak usaha.
4. Kemandirian
Menyinggung masalah kemandirian usaha yang dibangun ini, owner memiliki
kepemilikan terhadap usaha ini 100% tidak ada campur tangan dari pihak lain,
sehingga laba maupun rugi ditanggung sendiri oleh owner dan segala aktivitas
dalam bisnis yang dia lakukan menjadi tanggung jawab pemilik usaha tersebut.

5. Kesetaraan & Kewajaran


Owner memberikan tugas kepada para karyawannya sesuai dengan jobdesknya
masing-masing sesuai dengan perjanjian diawal antara karyawan tetap dengan
owner maupun karywan parttime dengan owner.

2. Dalam bisnis Rumah Makan ini, ada beberapa hal yang kami perhatikan sebagai
penilaian etis/tidaknya usaha ini :
a. Dari segi produksi, dalam usaha Rumah Makan ini banyak sekali limbah dari sisa-sisa
sayur maupun bungkus bumbu-bumbu masakan. Kedai Twins ini sudah mebayar
iuran sampah sehingga sampah yang dihasilkan dipertanggungjawabkan dan tidak
mengotori wilayah di Rumah Makan Kedai Twin.
b. Dari segi distribusi, dalam usaha rumah makan ini juga ada delivery dengan
dikenakan biaya 500rupiah permakanan. Namun yang menjadi kendala adalah selalu
kekurangan karyawan untuk mengantarkan makanan karena begitu banyaknya
pesanan. Dan terlebih lagi karyawan yang belum hafal dengan daerah Unika sehingga
membuat proses pengiriman menjadi lama.
c. Dari segi perijinan usaha, karena usaha ini masih tergolong usaha menengah
seharusnya sudah memiliki surat ijin, namun surat ijin itu belum diurus dikarenakan
owner menganggap untuk mengurus surat ijin susah sehingga hingga saat ini belum
memiliki surat ijin tersebut.
3 Penutup

3.1 Kesimpulan

Dari aktifitas bisnis usaha rumah makan Kedai Twins ini kami menilai bahwa usaha ini
belum etis, hal ini dikarenakan belum adanya ijin usaha yang membuat rumah makan itu
menjadi terpercaya. Tetapi Kedai Twins ini sudah membuka lahan pekerjaan disekitar unika
maupun anak Unika yang ingin berkuliah dan mencari uang dengan bekerja parttime di
Kedai Twins. Walaupun kontribusi pada wilayah di sekitar Kedai Twins sangat emmbantu
seperti membayar iuran sampah agar tidak mengganggu wilayah sekitar dan terbukanya
lapangan pekerjaan untuk masyarakat sekitar.

3.2 Saran

Saran kami apabila usaha ingin berkembang dan maju, pemilik harusnya mengurus surat
ijin usaha atau sertifikasi. Dan juga pemilik, lebih memperhatikan karyawannya dengan
memberikan kompensasi untuk tujuan meningkatkan kesejahteraan karyawannya.

DAFTAR PUSTAKA :

Agoes, Sukrisno dan Ardana Cenik. 2009. Etika Bisnis dan Profesi. Jakarta: Salemba Empat
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai