Kelompok:
Komang Yulia Pertiwi (1315251004)
Santi Dwi Desianti (1315251164)
Indah Dianingrum (1315251165)
Dinda Aziiza Hasan (1315251159)
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan paper ini adalah :
1. Untuk mengetahui pengertian dari hakikat bisnis.
2. Untuk mengetahui karakteristik bisnis
3. Untuk mengetahui Pergeseran Paradigma dari pendekatan stockholder ke pendekatan
stakeholder
4. Untuk mengetahui tanggung jawab moral dan sosial bisnis
5. Untuk mengetahui kode etik berbagai profesi.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan YME, yang mana telah memberikan kami
semua kekuatan serta kelancaran dalam menyelesaikan tugas Etika Bisnis pada pertemuan ke-2,
dimana tugas ini dapat selesai seperti waktu yang telah direncanakan. Tersusunnya tugas ini
tentunya tidak lepas dari peran serta berbagai pihak yang telah memberikan bantuan secara
materil dan spiritual, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu penulis
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dosen pengasuh mata kuliah Etika Bisnis
2. Orang tua yang telah memberikan dukungan dan bantuan kepada penulis sehingga makalah ini
dapat terselesaikan
3. Teman-teman yang telah membantu dan memberikan dorongan semangat agar makalah ini dapat
kami selesaikan
Semoga Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang membalas budi baik yang tulus
dan ihklas kepada semua pihak yang penulis sebutkan di atas. Tak ada gading yang tak retak,
untuk itu kamipun menyadari bahwa tugas yang telah kami susun dan kami kemas masih
memiliki banyak kelemahan serta kekurangan-kekurangan baik dari segi teknis maupun non-
teknis. Untuk itu penulis membuka pintu yang selebar-lebarnya kepada semua pihak agar dapat
memberikan saran dan kritik yang membangun demi penyempurnaan penulisan-penulisan
mendatang. Dan apabila di dalam makalah ini terdapat hal-hal yang dianggap tidak berkenan di
hati pembaca mohon dimaafkan.
BAB II
PEMBAHASAN
2. Kaidah emas.
Cara yang paling obyektif untuk menilai baik buruknya perilaku moral adalah
Kaidah Emas yang secara positif berbunyi “Hendaklah memperlakukan orang lain
sebagaimana Anda sendiri ingin diperlakukan.” Atau bila dirumuskan secara negatif
akan menjadi: “Janganlah lakukan terhadap orang lain apa yang Anda sendiri tidak
ingin dilakukan orang lain terhadap Anda.”
3. Penilaian masyarakat.
Cara lain yang paling ampuh digunakan untuk menilai perilaku moral adalah
dengan menyerahkannya kepada masyarakat umum untuk dinilai. Cara ini juga
disebut audit sosial. Audit sosial menuntut adanya keterbukaan atau transparansi.
Perilaku yang kurang etis biasanya sengaja disembunyikan. Tingkah laku yang baik
secara moral, tidak akan takut dengan transparansi.
Menurut Keraf (dalam Rindjin, 2004:63) suatu profesi yang diperlukan dan dihargai
mempunyai karakteristik sbb :
Anggota dari suatu profesi umumnya terorganisasi dalam suatu asosiasi atau
organisasi profesi yang memiliki kekuasaan untuk mengatur anggotanya dalam
menjalankan profesinya. Kode etik menyangkut apa yang boleh dan tidak boleh
dilakukan dalam pelaksanaan suatu profesi. Kode etik berisi tuntutan keahlian,
komitmen moral, dan perilaku yang diinginkan dari orang yang melakukan profesi
tersebut. Kode etik pada umumnya disusun untuk mengungkapkan cita-cita dan jiwa
profesi yang bersangkutan dan menjadi norma moral yang berlaku bagi mereka yang
melakukan profesi tersebut.
Kode etik berbagai profesi sudah dikenal sejak lama. Sumpah Hipocrates(abad
ke-5 SM) dapat dipandang sebagai kode etik profesi tertua dalam bidang kedokteran
yang masih digunakan hingga saat ini. Dalam zaman modern sekarang ini terdapat
banyak profesi yang telah mempunyai kode etik. Salah satu fenomena terbaru adalah
mencuatnya kode etik khusus untuk perusahaan pada tahun 1970-an akibat terjadinya
berbagai skandal korupsi dikalangan pebisnis. Perkembangannya dimulai di Amerika
kemudian meluas ke Inggris dan negara-negara Eropa lainnya. Sebagian besar
perusahaan di Amerika dan Eropa telah memiliki kode etik. Di Indonesia hanya
perusahaan-perusahaan internasional yang beroperasi di Indonesia diketahui telah
memiliki kode etik perusahaan.
Kode etik perusahaan atau Patrict Murphy disebut ethic statements dibedakan
dalam tiga macam (Bertens,2000:381):
1. Value Statements (Pernyataan Nilai)
Pernyataan nilai dibuat singkat saja dan melukiskan apa yang dilihat oleh
perusahaan sebagai misinya dan mengandung nilai-nilai yang dijunjung tinggi
perusahaan. Banyak pernyataan nilai yang menegaskan bahwa perusahaan ingin
beroperasi secara etis dan menggarisbawahi pentingnya integritas, kerja tim,
kredibilitas, dan keterbukaan dalam komunikasi.
2. Corporate Credo (Kredo Perusahaan)
Kredo perusahaan biasanya merumuskan tanggungjawab perusahaan terhadap
para stakeholder. Dibandingkan dengan pernyataan nilai, kredo perusahaan
biasanya lebih panjang dan meliputi beberapa alinea.
3. Code of Conduct/Code of Ethical Conduct (Kode Etik)
Kode etik (dalam arti sempit) menyangkut kebijakan etis perusahaan berhubungan
dengan kesulitan yang bisa timbul seperti konflik kepentingan, hubungan dengan
pesaing dan pemasok, sumbangan kepada pihak lain, dan sebagainya. Kode etik
umumnya lebih panjang dari kredo perusahaan dan bisa sampai 50-an halaman.
Perusahaan dapat memiliki salah satu, dua atau ketiga pernyataan etika tersebut.
Dalam pembahasan ini kode etik perusahaan dimaksudkan pernyataan etik perusahaan
pada umumnya, tanpa memperhatikan penggolongan yang dibuat oleh Patrick
Murphy. Mungkin saja penulis lain akan menyebutkan kode etik perusahaan dengan
istilah berbeda.
Setiap perusahaan berusaha memiliki kode etik. Manfaat kode etik bagi
perusahaan dapat disebutkan sebagai berikut(Bertens, 2000:382).
1. Kode etik dapat meningkatkan kredibilitas suatu perusahaan, karena etika telah
dijadikan sebagian corporate culture. Dengan adanya kode etik, secara intern
pegawai terikat dengan standar etis yang sama dan secara ekstern para pihak yang
berkepentingan akan memaklumi apa yang bisa diharapkan dari perusahaan
tersebut. Reputasi di bidang etika merupakan aset yang sangat berharga bagi suatu
perusahaan.
2. Kode etik dapat membantu menghilangkan kawasan abu-abu(grey area) di bidang
etika. Beberapa ambiguitas moral yang sering merongrong perusahaan misalnya,
menerima komisi atau hadiah, kesungguhan perusahaan dalam memberantas
pemakaian tenaga kerja dibawah umur, dan keterlibatan perusahaan dalam
pelestarian lingkungan hidup.
3. Kode etik dapat menjelaskan bagaimana perusahaan menilai tanggungjawab
sosialnya. Tanggungjawab sosial bukanlah keharusan bagi perusahaan. Melalui
kode etik, perusahaan dapat menunjukkan itikad baik terhadap lingkungan
sosialnya.
4. Kode etik menyediakan regulasi sendiri(self regulation) dan dalam batas tertentu
tidak perlu campur tangan pihak pemerintah dalam mengatasi berbagai persoalan
bisnis.
1. Kode etik sering hanya menjadi slogan belaka. Fungsinya sebatas window
dressing yang membuat pihak luar kagum, padahal belum tentu dijalankan dengan
baik.
2. Kode etik dirumuskan terlalu umum dan tetap memerlukan keputusan pimpinan
dalam berbagai persoalan etis. Jika memerlukan keputusan pimpinan, maka kode
etik sesungguhnya tidak diperlukan lagi.
3. Jarang ada penegakan kode etik dengan member sanksi untuk pelanggaran. Ada
atau tidak ada kode etik dirasakan tidak ada perbedaannya, sehingga kurang
efektif dalam mendorong munculnya perilaku etis.
Untuk mengatasi kekurangan tersebut, suatu kode etik hendaknya:
1. Dirumuskan berdasarkan kesepakatan semua pihak dalam organisasi, sehingga
dapat berfungsi dengan baik.
2. Tidak memuat hal-hal yang kurang berguna dan tidak mempunyai dampak nyata.
3. Direvisi sewaktu-waktu agar sesuai dengan perkembangan jaman. Ditegakkan
dengan seperangkat sanksi agar setiap permasalahan terselesaikan dengan baik.
BAB III
KESIMPULAN
3.1.1 Kesimpulan
Pada Umumnya stakeholders dapat dibagi kedalam dua kelompok, yaitu: Kelompok
primer dan kelompok sekunder. Kelompok primer terdiri dari pemilik modal atau
saham(shareholders), kreditur, penyalur dan pesaing atau rekanan. Sedangkan
Kelompok sekunder terdiri dari pemerintah setempat,pemerintah asing,kelompok
sosial,media massa,kelompok pendukung, masyarakat pada umumnya dan masyarakat
setempat. Kode etik menyangkut apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan dalam
pelaksanaan suatu profesi. Kode etik berisi tuntutan keahlian, komitmen moral, dan
perilaku yang diinginkan dari orang yang melakukan profesi tersebut. Kode etik pada
umumnya disusun untuk mengungkapkan cita-cita dan jiwa profesi yang bersangkutan
dan menjadi norma moral yang berlaku bagi mereka yang melakukan profesi tersebut.
Daftar Pustaka
Sutrisna Dewi, 2011, Etika Bisnis: Konsep Dasar Implementasi & Kasus, Cetakan Pertama,
Denpasar, Udayana University Press.