Anda di halaman 1dari 4

STANDAR AUDITING

Auditor sangat berkepentingan dengan kualitas jasa yang diberikan. Untuk mengukur
kualitas pelaksaanaan audit maka diperlukan suatu kriteria. Standar auditing merupakan salah satu
ukuran kualitas pelaksanaan auditing.

Ikatan Akuntan Indonesia telah menetapkan dan mengesahkan standar auditing yang terdiri
atas sepuluh standar. Standar auditing merupakan suatu kaidah agar mutu auditing dapat dicapai
sebagaimana mestinya. Standar auditing ini harus diterapkan dalam setiap audit atas laporan
keuangan yang dilakukan auditor independent. Standar ini dapat diterapkan tanpa emandang
ukuran besar – kecilnya usaha klien, bentuk organisasi bisnis, jenis industry, maupun apakah itu
organisasi bisnis yang berorientasi laba mapun organisasi nirlaba. Setiap standar dalam stadar
auditing ini saling berkaitan erat dan saling tergantung antara yang satu dengan yang lainnya.
Standar tersebut dengan segala bahasanya dituangkan kedalam buku yaitu buku Standar
Profesional Akuntan Publik (SPAP).

Penerapan keseluruhan standar auditing ini sangat dipengaruhi konsep materialitas dan
risiko. Materialitas berkaitan dengan relative penting maupun tidaknya suatu item dan besarnya
pengaruh yang dapat diberikan akun dan nilainya terhadap keputusan yang akan dan atau yang
sudah diambil oleh auditor ataupun manajemen. Sebagai contoh misalnya persediaan perusahaan
dagang lebih penting bagi auditor daripada premi asuransi yang dibayar dimuka. Konsep risiko
berhubungan dengan besar kecilnya kesempatan ataupun kemungkinan item tersebut tidak tepat.
Sebagai contoh misalnya transaksi kas lebih besar peluangnya untuk menimbulkan salah saji
dalam laporan keuangan daripada transaksi aktiva tetap. Pembahasan tentang konsep materialitas
dan risiko dibicarakan tersendiri pada bab yang lain.

Standar auditing terdiri atas tiga bagian. Pertama, bagian yang mengatur tentang mutu
professional auditor indepeden atau persyaratan pribadi auditor (standar umum). Kedua, bagian
yang mengatur mengenai pertimbangan – pertimbangan yang harus digunakan dalam pelaksanaan
audit (standar pekerjaan lapangan). Ketiga, bagian yang mengatur tentang pertimbangan –
pertimbangan yang digunakan dala penyusunan laporan audit (standar pelaporan). Secara lengkap,
seperti tercantum dalam Standar Profesional Akuntan Publik, standar auditing adalah sebagai
berikut :
Standar Umum

1. Audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan
teknis yang cukup sebagai auditor
2. Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi dalam sikap mental
harus dipertahankan oleh auditor.
3. Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan
kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama.

STANDAR UMUM

Audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis
yang cukup sebagai auditor.

Standar pertama ini menurut kompetensi teknis seorang auditor yang melaksanakan audit.
Kompetensi ini ditentukan oleh tiga factor yaitu :

a. Pendidikan formal dalam bidang akuntansi di suatu perguruan tinggi termasuk ujian profesi
auditor.
b. Pelatihan yang bersifat praktis dan pengalaman dalam bidang auditing.
c. Pendidikan prfesional yang berkelanjutan selama menekuni karir auditor professional

Meskipun seorang sangat ahli dalam bidang bisnis dan keuangan, ia tidak memenuhi
persyaratan sebagai auditor bila tidak memiliki Pendidikan dan pegalaman memadai dalam bidang
auditing. Melalui pendidikan, pelatihan dan pengalamannya dalam bidang auditing dan akuntansi
yang memadai, auditor menjadi orang yang ahli dalam bidang akuntansi, memiliki kemampuan
untuk menilai secara obyektif dan mempergunakan pertimbangan tidak memihak terhadap
informasi akuntansi yang dihasilkan system akuntansi atau informasi lain yang berhasil
diungkapkan melalui audit yang dilakukannya.

Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi dalam sika mental harus
dipertahankan oleh auditor.

Kompetensi saja belum cukup bagi seorang auditor. Auditor juga dituntut independent atau
bebas dari pengaruh klien dalam melaksanakan auditing dan melaporkan temuan serta dalam
memberikan pendapat. Auditor tidak dibenarkan meyatakan pendapatnya megenai kewajaran
laporan keuangan apabila dia tidak independent terhadap klien.

Ada tiga aspek independensi, yaitu :

a. Independence infact (independensi senyatanya)


Auditor benar – benar tidak mempunyai kepentingan ekonomis dalam perusahaan yang
dilihat dari keadaan yang sebenarnya, misalnya apakah ia sebagai direksi, komisaris,
persero, atau mempunyai hubungan keluarga dengan pihak itu semua. Untuk menjadi
independent, auditor harus mempunyai kejujuran tingkat tinggi. Jadi ada keterkaitan era
tantara independensi infact dengan obyektivitas.
b. Independence in appearance (independensi dalam penampilan)
Kebebasan yan dituntut bukan saja dari fakta yang ada, tetapi juga harus bebas dari
kepentingan yang kelihatannya cenderung dimilikinya dalam perusahaan tersebut. Hal ini
dapat berupa hubungan yang intim, pengaruh yang besar dan lain – lain. Independensi
dalam penampilan merupakan pandangan pihak lain terhadap diri auditor sehubungan
dengan pelaksanaan audit. Auditor harus menjaga kedudukannya sedemikian rupa
sehingga pihak lain akan mempercayai sikap independensi dan obyentivitasnya. Meskipun
auditor independent telah manjalankan audit dengan baik secara independent dan obyektif,
pendapatnya yang dinyatakan dalam laporan audit tidak akan dipercaya oleh para pemakai
jasa auditor independent bila ia tidak mampu mempertahankan independensi dalam
penampilan. Oleh karena itu, independensi dalam penampilan sangat penting bagi
perkembangan profesi auditor.

c. Independence in competence (independensi dari keahlian atau kompetensinya)


Independensi dari sudut keahlian berhubungan erat dengan kompetensi atau keampuan
auditor dalam melaksanakan dan menyelesaikan tugasnya. Auditor yang awam dalam
electronic data processing system tidak memenuhi independensi keahlian bila ia mengaudit
perusahaan yang pengolahan datanya menggunakan system informasi akuntansi
terkomputerisasi. Independensi dari sudut pandang keahlian terkait erat dengan kecakapan
professional auditor. Dalam melaksanakan tugas pemeriksaannya, ia wajib menggunakan
segala kemahiran jabatannya sebagai pemeriksa yang ahli dengan seksama dan hati – hati.
Baik dalam merencanakan, melaksanakan pemeriksaan maupun sewaktu menyususn
laporan hasil pemeriksaan.

Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan


kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama.
Standar ini menuntut auditor untuk cermat dan seksama dalam melaksanakan audit
dan dalam mengeluarkan laporan atas temuan – temuannya. Oleh karena itu, auditor yang
berpengalaman harus mengkaji secra kritis pekerjaan dan judgement yang dibuat oleh para
stafnya. Kualitas jasa yang diberikan auditor sangat tergantung pada kecermatan dan
keseksamaan dalam melaksanakan audit dan dalam menyusun laporan audit. Seorang
auditor harus menggunanakn seluruh kemampuan, kompetensi, dan keahliannya dalam
melaksanakan tugasnya.

Anda mungkin juga menyukai