Anda di halaman 1dari 18

REKAYASA IDE

Etika Bisnis
ANALISIS PERMASALAHAN ETIKA BERBISNIS DAN MASALAH CSR
PERUSAHAAN

DOSEN PENGAMPU : Dr. Sri Rezeki, SE, M.Si

Kelas : Manajemen B’19

Disusun oleh : KELOMPOK 3

Dolly Martin Nainggolan (7192510001)


Edward Partogi Lumban Raja ( 7193510039 )
Vidhy Vian Vander Siallagan (7193510042)
Rinaldi (7192510007)

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

FAKULTAS EKONOMI

MANAJEMEN B

2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya ucapkan kepada Allah Yang Maha Kuasa yang selalu melimpahkan
rahmat, dan berkat Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan tugas Etika Bisnis yakni
tentang “REKAYASA IDE”.
Dalam penulisan makalah ini, tidak lepas juga dari petunjuk dan bimbingan serta
masukan dari semua pihak. Untuk itu, saya mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr.
Sri Rezeki, SE, M.Si selaku Dosen Matakuliah Etika Bisnis yang telah membantu dan
memberi pengarahan kepada saya dalam belajar dan mengerjakan tugas, dan juga semua
pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini sehingga makalah ini dapat
terselesaikan dengan tepat waktu.
Makalah ini berusaha saya susun selengkap-lengkapnya. Akan tetapi, saya menyadari
bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna, maka dari itu saya dengan senang hati
menerima kritik dan saran yang membangun dari segala pihak untuk meningkatkan mutu
penulisan saya ini.

Semoga isi didalam makalah Etika Bisnis “ REKAYASA IDE“ ini dapat bermanfaat
khususnya bagi penyusun dan pembaca pada umumya. Amin.

Medan, Mei 2020

          Penulis

1
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................

1.1 Latar Belakang Masalah......................................................................................

1.2 Rumusan Masalah...............................................................................................

1.3 Tujuan...................................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN....................................................................................................

BAB III REKAYASA IDE ...................................................................................................

BAB IV PENUTUP...........................................................................................................

4.1 Kesimpulan.........................................................................................................

4.2 Saran..................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................

2
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Akhir-akhir ini makin banyak dibicarakan perlunya pengaturan tentang perilaku


bisnis terutama menjelang mekanisme pasar bebas. Dalam mekanisme pasar bebas diberi
kebebasan luas kepada pelaku bisnis untuk melakukan kegiatan dan mengembangkan diri
dalam pembangunan ekonomi. Disini pula pelaku bisnis dibiarkan bersaing untuk
berkembang mengikuti mekanisme pasar.

Pelanggaran etika bisnis di perusahaan memang banyak, tetapi upaya untuk


menegakan etik perlu digalakkan. Misalkan, perusahaan tidak perlu berbuat curang untuk
meraih kemenangan dan keuntungan,agar tidak terjadi pelanggaran etika berbisnis, ataupun
melanggar peraturan yang berlaku. Pelanggaran etika bisnis yang akan dibahas adalah Kasus
Indomie ‘Berbahaya’ berindikasi perang dagang.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang maka kami mendapatkan batasan dan rumusan masalah
sebagai berikut :
1.      Bagaimana prinsip-prinsip dari etika bisnis?
2.      Bagaimana peran etika bisnis?
3.      Faktor-faktor apa saja yang membuat pebisinis melakukan pelanggaran etika bisnis?

1.3 Tujuan
Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui dan memberikan wawasan
yang utuh, komprehensip dan mendalam tentang etika dalam berbisnis dengan berbagai
prinsip dan tujuannya.

3
BAB 2

PEMBAHASAN

Pengertian Etika
Istilah Etika berasal dari bahasa Yunani kuno. Bentuk tunggal kata 'etika' yaitu ethos
sedangkan bentuk jamaknya yaitu ta etha. Ethos mempunyai banyak arti yaitu : tempat
tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan/adat, akhlak,watak, perasaan, sikap,
cara berpikir. Sedangkan arti ta etha yaitu adat kebiasaan.
Arti dari bentuk jamak inilah yang melatar-belakangi terbentuknya
istilah Etika yang oleh Aristoteles dipakai untuk menunjukkan filsafat moral. Jadi, secara
etimologis (asal usul kata), etika mempunyai arti yaitu ilmu tentang apa yang biasa
dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan (K.Bertens, 2000). Untuk menganalisis arti-arti
etika, dibedakan menjadi dua jenis etika (Bertens, 2000):

Pengertian Bisnis
Bisnis adalah suatu organisasi yang menjual barang  atau jasa kepada konsumen atau
bisnis lainnya, untuk mendapatkan laba. Secara historis kata bisnis dari bahasa Inggris
“business”, dari kata dasar busy yang berarti “sibuk” dalam konteks individu, komunitas,
ataupun masyarakat. Dalam artian, sibuk mengerjakan aktivitas dan pekerjaan yang
mendatangkan keuntungan. Di dalam melakukan bisnis, kita wajib untuk memperhatikan
etika agar di pandang sebagai bisnis yang baik.  Bisnis beretika adalah bisnis yang
mengindahkan serangkaian nilai-nilai luhur yang bersumber dari hati nurani, empati, dan
norma. Bisnis bisa disebut etis apabila dalam mengelola bisnisnya pengusaha selalu
menggunakan nuraninya.

Pengertian Etika Bisnis


Secara sederhana yang dimaksud dengan etika bisnis adalah cara-cara untuk melakukan
kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan,
industri dan juga masyarakat. Kesemuanya ini mencakup bagaimana kita menjalankan bisnis

4
secara adil, sesuai dengan hukum yang berlaku, dan tidak tergantung pada kedudukan
individu ataupun perusahaan di masyarakat.

Prinsip-prinsip Etika Bisnis


Adapun prinsip-prinsip etika bisnis yaitu sebagai berikut :
1.      Prinsip otonomi
Prinsip otonomi memandang bahwa perusahaan secara bebas memiliki wewenang sesuai
dengan bidang yang dilakukan dan pelaksanaannya dengan visi dan misi yang dimilikinya.
Kebijakan yang diambil perusahaan harus diarahkan untuk pengembangan visi dan misi
perusahaan yang berorientasi pada kemakmuran dan kesejahteraan karyawan dan
komunitasnya. 
2.      Kesatuan (Unity)
Adalah kesatuan sebagaimana terefleksikan dalam konsep yang memadukan keseluruhan
aspek aspek kehidupan, baik dalam bidang ekonomi, politik, sosial menjadi keseluruhan
yang homogen,serta mementingkan konsep konsistensi dan keteraturan yang menyeluruh.
3.      Kehendak Bebas (Free Will)
Kebebasan merupakan bagian penting dalam nilai etika bisnis,tetapi kebebasan itu tidak
merugikan kepentingan kolektif.Kepentingan individu dibuka lebar.Tidak adanya batasan
pendapatan bagi seseorang mendorong manusia untuk aktif berkarya dan bekerja dengan
segala potensi yang dimilikinya.
4.      Kebenaran (kebajikan dan kejujuran)
Kebenaran dalam konteks ini selain mengandung makna kebenaran lawan dari
kesalahan, mengandung pula dua unsur yaitu kebajikan dan kejujuran.Dalam konteks bisnis
kebenaran dimaksudkan sebagia niat,sikap dan perilaku benar yang meliputi proses akad
(transaksi) proses mencari atau memperoleh komoditas pengembangan maupun dalam
proses upaya meraih atau menetapkan keuntungan. Dengan prinsip kebenaran ini maka etika
bisnis sangat menjaga dan berlaku preventif terhadap kemungkinan adanya kerugian salah
satu pihak yang melakukan transaksi ,kerjasama atau perjanjian dalam bisnis.
5.      Prinsip keadilan / Keseimbangan (Equilibrium)

5
Perusahaan harus bersikap adil kepada pihak-pihak yang terkait dengan sistem bisnis.
Contohnya, upah yang adil kepada karywan sesuai kontribusinya, pelayanan yang sama
kepada konsumen, dan lain-lain.
6.      Prinsip hormat pada diri sendiri
Perlunya menjaga citra baik perusahaan tersebut melalui prinsip kejujuran, tidak berniat
jahat dan prinsip keadilan.
7.      Tanggung jawab (Responsibility)
Kebebasan tanpa batas adalah suatu hal yang mustahil dilakukan oleh manusia karena
tidak menuntut adanya pertanggungjawaban dan akuntabilitas. untuk memenuhi tuntunan
keadilan dan kesatuan, manusia perlu mempertanggungjawabkan tindakannya. secara logis
prinsip ini berhubungan erat dengan kehendak bebas. Ia menetapkan batasan mengenai apa
yang bebas dilakukan oleh manusia dengan bertanggungjawab atas semua yang
dilakukannya.

Peran Etika Bisnis


Adapun etika bisnis  perusahaan memiliki peran yang sangat penting, yaitu untuk
membentuk suatu perusahaan yang kokoh dan memiliki daya saing yang tinggi serta
mempunyai kemampuan menciptakan nilai (value-creation) yang tinggi, dimana diperlukan
suatu landasan yang kokoh untuk mencapai itu semua. Dan biasanya dimulai dari
perencanaan strategis, organisasi yang baik, sistem prosedur yang transparan didukung oleh
budaya perusahaan yang handal serta etika perusahaan yang dilaksanakan secara konsisten
dan konsekuen.
Menurut Richard De George, bila perusahaan ingin sukses/berhasil memerlukan 3 hal
pokok yaitu :
a)      Memiliki produk yang baik
b)      Memiliki managemen yang baik
c)      Memiliki Etika
Tiga aspek pokok dari bisnis yaitu : dari sudut pandang ekonomi, hukum dan etika.
1)      Sudut pandang ekonomis.

6
Bisnis adalah kegiatan ekonomis. Yang terjadi disini adalah adanya interaksi antara
produsen/perusahaan dengan pekerja, produsen dengan konsumen, produsen dengan
produsen dalam sebuah organisasi. Kegiatan antar manusia ini adalah bertujuan untuk
mencari untung oleh karena itu menjadi kegiatan ekonomis. Pencarian keuntungan dalam
bisnis tidak bersifat sepihak, tetapi dilakukan melalui interaksi yang melibatkan berbagai
pihak. Dari sudut pandang ekonomis, good business adalah bisnis yang bukan saja
menguntungkan, tetapi juga bisnis yang berkualitas etis.
2)      Sudut pandang etika
Dalam bisnis, berorientasi pada profit, adalah sangat wajar, akan tetapi jangan
keuntungan yang diperoleh tersebut justru merugikan pihak lain. Tidak semua yang bisa kita
lakukan boleh1 dilakukan juga. Kita harus menghormati kepentingan dan hak orang lain.
Pantas diperhatikan, bahwa dengan itu kita sendiri tidak dirugikan, karena menghormati
kepentingan dan hak orang lain itu juga perlu dilakukan demi kepentingan bisnis kita
sendiri.
3)      Sudut pandang Hukum
Bisa dipastikan bahwa kegiatan bisnis juga terikat dengan “Hukum” Hukum Dagang
atau Hukum Bisnis, yang merupakan cabang penting dari ilmu hukum modern. Dan dalam
praktek hukum banyak masalah timbul dalam hubungan bisnis, pada taraf nasional maupun
international. Seperti etika, hukum juga merupakan sudut pandang normatif, karena
menetapkan apa yang harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan. Dari segi norma, hukum
lebih jelas dan pasti daripada etika, karena peraturan hukum dituliskan hitam atas putih dan
ada sanksi tertentu bila terjadi pelanggaran. Bahkan pada zaman kekaisaran Roma, ada
pepatah terkenal : “Quid leges sine moribus” yang artinya : “apa artinya undang-undang
kalau tidak disertai moralitas “.

Faktor-Faktor Pebisnis Melakukan Pelanggaran Etika Bisnis


Pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan pebisnis dilatarbelakangi oleh berbagai hal.
Salah satu hal tersebut adalah untuk mencapai keuntungan yang sebanyak-banyaknya, tanpa
memikirkan dampak buruk yang terjadi selanjutnya.
Faktor lain yang membuat pebisnis melakukan pelanggaran antara lain:

7
a)      Banyaknya kompetitor baru dengan produk mereka yang lebih menarik
b)      Mengejar Keuntungan dan Kepentingan Pribadi (Personal Gain and Selfish Interest)
c)      Ingin menambah mangsa pasar
d)     Ingin menguasai pasar.
e)      Pertentangan antara Nilai-Nilai Perusahaan dengan Perorangan (Business Goals versus
Personal Values)
Dari factor-faktor tersebut, faktor pertama adalah faktor yang memiliki pengaruh paling
kuat. Untuk mempertahankan produk perusahaan tetap menjadi yang utama, dibuatlah iklan
dengan sindiran-sindiran pada produk lain. Iklan dibuat hanya untuk mengunggulkann
produk sendiri, tanpa ada keunggulan dari produk tersebut. Iklan hanya bertujuan untuk
menjelek-jelekkan produk iklan lain.

Permasalahan Dalam Pelaksanaan CSR di Indonesia

Coorporate Social Responsibility (CSR) atau tanggung jawab sosial perusahaan saat


ini telah menjadi konsep yang kerap kita dengar, walau definisinya sendiri masih menjadi
perdebatan di antara para praktisi maupun akademisi sebagai sebuah konsep yang berasal
dari luar, tantangan utamanya memang adalah memberikan pemaknaan yang sesuai dengan
konteks Indonesia. CSR itu sendiri merupakan suatu kewajiban yang harus dilakukan oleh
sebuah perusahaan dimana kewajiban tersebut harus dilaksanakan yang diatur dalam
Undang-Undang 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas yang sampai sekarang menjadi
polemik antara perusahaan dan pemerintah yang diajukan ke makamah konstitusi untuk
dilakukan judicial review.

Konsep yang dinamakan CSR (Coorporate Social Responsibility), dalam beberapa


litelatur CSR menurut Watts (1990) yang menyatakan bahwa “CSR is the content of business
to contribute sustainable economic development working with employee, their families, the
local community and society at large to improve their quality of life” CSR adalah suatu
konten dari bisnis untuk memberikan kontribusi dalam pembangunan ekonomi yang
berkelanjutan dengan karyawan, keluarganya, masyarakat lokal dan masyarakat yang lebih
luas untuk meningkatkan kulitas kehidupan). 

8
Di Indonesia pelaksanaan CSR telah diatur didalam Undang-undang Nomor 40
Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, yang diatur didalam bab V pasal 74 ayat (1),(2),
(3),(4) dimana dalam pasal tersebut mengatur bagaimana tanggung jawab perusahaan
dengan lingkungan sosial dan lingkungan hidup dengan kata lain perusahaan bertanggung
jawab dalam permasalahan sosial dan lingkungan yang ditimbulkan dari pelaksanaan
kegiatan perusahaan, adanya undang-undang ini tidak serta merta memaksa perusahaan
untuk melaksanakan CSR, karena didalam undang-undang ini tidak memberikan kejelasan
terhadap sanksi jika sebuah perusahaan tidak melaksanakan CSR, didalam pasal tersebut
hanya menjelaskan bahwa ayat (3) perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan, (4) ketentuan lebih lanjut mengenai Tanggung Jawab Sosial dan
Lingkungan diatur dengan Peraturan Pemerintah, namun sanksi yang diberikan tidak jelas.

Sama halnya dengan UU No.25 tahun 2007 Tentang Penanaman Modal pasal 15 ayat
b yang menegaskan setiap penanam modal berkewajiban melaksanakan tanggung jawab
sosial perusahaan (CSR) dan pasal 16 ayat d mengatakan setiap penanaman modal
bertanggung jawab menjaga kelestarian lingkungan. Artinya perusahaan penanaman modal
berkewajiban memprogramkan kegiatan CSR sehingga dapat meningkatkan jaminan
kelangsungan aktivitas perusahaan karena ada nya hubungan yang serasi dan saling
ketergantungan antara pengusaha dan masyarakat.

Berdasarkan ke dua Undang-undang ini, Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007


Tentang perseroan terbatas dan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 Tetang Penaman
Modal tidak mengatur secara rinci pelaksanaan CSR di Indonesia, sehingga banyak
perusahaan melaksanakan CSRnya secara tidak berkelanjutan dan akuntabel apalagi
transparansi.

Sebagian besar perusahaan menggunakan CSR hanya sebagai marketing gimmick


untuk melakukan corporate greenwash atau pengelabuan citra perusahaan belaka. Bagi
perusahaan-perusahaan yang berkehendak untuk melaksanakan CSR dengan sungguh-
sungguh. Beberapa permasalahan dalam pelaksanaan CSR di Indonesia dalam mewujudkan
pelaksanaan GCG “Good Coorporate Governance” yang ditemukan diantaranya

9
permasalahan transparansi perusahaan dalam mengelola dan memberikan cost sosialnya
kepada masyarakat. Tidak adanya aturan-aturan yang mengatur secara terperinci bagaimana
pengelolaan CSR. Ada bentuk penyimpangan yang dilakukan perusahaan dalam
melaksanakan CSR-nya, jika dilihat pada program-program bantuan bencana alam, banyak
perusahaan khususnya media elektronik yang membuka rekening bantuan untuk
menghimpun dana dari masyarakat namun dalam pemberian bantuan mereka mengatas
namakan perusahaan mereka, ini merupakan suatu bentuk penipuan bagi masyarakat. 

Selain itu pelaksanaan CSR di Indonesia menimbulkan berbagai permasalahan baik


itu dari masyarakat, pemerintah maupun perusahaan itu sendiri. Permasalahan yang datang
dari masyarakat, kadang kala masyarakat belum siap untuk diajak mengimplementasikan
CSR terutama bila sifatnya partisipatif, dimana masyarakat tidak mau diajak berubah hanya
ingin mendapatkan bantuan saja berupa kucuran dana (filantropi) serta cultur dan terkadang
capacity building ketika masyarakat tidak bisa menyerap keinginan perusahaan. Sedangkan
dari perusahaan masih banyak perusahaan yang menjalankan CSR-nya hanya untuk
meningkatkan image perusahaan bahkan ada beberapa perusahaan sama kali tidak mau
menjalankan CSR-nya, hal ini disampaikan oleh bupati simangulungan Sumatera Utara
menyatakan bahwa

“Dari delapan perusahaan perkebunan besar yang memiliki lahan di wilayahnya,


masih ada perusahaan yang tidak memiliki komitmen terhadap corporate social
responsibility atau tanggung jawab sosial perusahaan. Dalam acara peresmian proyek
rehabilitasi gedung sekolah dasar oleh PT. PP London Sumatera (Lonsum) di kebun Bah
Bulian, Kecamatan Raya Kahean, Simalungun, sedikitnya terdapat delapan perkebunan
besar yang memiliki lahan perkebunan sawit dan karet di Simalungun, mereka adalah
perusahaan perkebunan negara hingga perkebunan swasta dengan luas lahan bervariasi,
mulai dari 2.000 hektar hingga lebih dari 50.000 hektar. Tidak semua perusahaan
perkebunan besar tersebut memiliki komitmen terhadap pengembangan masyarakat atau
Community Development (CD) dan Corporate Social Responsibility (CSR), ”Di antara
perkebunan besar tersebut, ada salah satu yang sama sekali tidak peduli program CSR,

10
mereka merasa sudah cukup dengan menjadi pembayar pajak,” salah satu dari perkebunan
tersebut dimiliki perusahaan produsen ban asal Jepang”1[1].

Permasalahan yang lain dirasakan dalam pelaksanaan CSR di Indonesia adalah tidak sedikit
perusahaan yang melakukan CSR masih untuk kampanye PR (Public Relation), tidak
adanya ketulusan perusahaan untuk membuat program CSR yang berkelanjutan (secara
continue) dan memonitor , mengevaluasi dan membuat laporan secara sistemeatis untuk
berkomunikasi dengan stakeholder untuk mengukur kinerja CSR yang mereka lakukan.

11
BAB 3

REKAYASA IDE

Cara Mengatasi Perusahaan Yang Tidak Menerapkan Etika didalam Bisnisnya


Dalam etika bisnis apabila perilaku mencegah pihak lain menderita kerugian dipandang
sebagai perilaku yang etis, maka perusahaan yang menarik kembali produknya yang
memiliki cacat produksi dan dapat membahayakan keselamatan konsumen, dapat dipandang
sebagai perusahaan yang melakukan perilaku etis dan bermoral.
Pada dasarnya kegiatan bisnis tidaklah hanya bertujun untuk memperoleh keuntungan
sebanyak-banyaknya dengan menghalalkan segala cara melainkan perlu adanya perilaku etis
yang diterapkan oleh semua perusahaan. Etika yang diterapkan oleh sebuah perusahaan
bukanlah salah satu penghambat perusahaan untuk dapat berkompetisi dengan para
pesaingnya melainkan untuk dipandang oleh masyarakat bahwa perusahaan yang
menerapkan etika didalam perusahaan bisnis adalah sebagai perusahaan yang memiliki
perilaku etis dan bermoral. Setidaknya terdapat tujuh alasan yang mendorong perusahaan
untuk menjalankan bisnisnya secara etis yang akan dirangkum sebagai berikut:
1)      Meningkatnya harapan publik agar perusahaan menjalankan bisnisnya secara etis.
Perusahaan yang tidak berhasil dalam menjalankan bisnisnya secara etis akan mengalami
sorotan, kritik, bahkan hukuman. Sebagai contoh, Kongres Amerika Serikat memberlakukan
Public Company Accounting Reform and Investor Protection Act, atau yang dikenal dengan
Sarbane-Oxley (Baron, 2006), setelah Kongres menemukan berbagai kelemahan tata kelola
perusahaan yang terjadi di Enron dan Worldcom. Manipulasi keuangan yang dilakukan oleh
Enron, tidak terlepas dari peran oknum-oknum Arthur Andersen yang bersama-sama dengan
CEO Perusahaan Enron secara sengaja menyembunyikan fakta-fakta keuangan. Belajar dari
kasus ini, kongres menerapkan Sarbanes Oxley Act di mana undang-undang baru ini

12
menutupi berbagai celah hukum, misalnya dengan melarang akuntan publik yang sedang
mengaudit perusahaan melaksanakan kegiatan konsultasi bagi perusahaan yang sama.
Undang-undang juga menetapkan berdirinya sebuah lembaga independen yang diberi nama
Public Company Accounting Oversight Board yang mengawasi kegiatan yang dilakukan
oleh perusahaan-perusahaan akuntan.
2)      Penerapan etika bisnis mencegah agar perusahaan tidak melakukan berbagai tindakan yang
membahayakan stakeholders lainnya. Sebagai contoh, Pengelolaan Tempat Pembuangan
Akhir (TPA) sampah secara tidak profesional yang dilakukan oleh PD Kebersihan Kota
Bandung di wilayah Leuwi Gajah Kabupaten Bandung telah mengakibatkan bencana
longsornya sampah dengan volume sekitar 20juta meter kubik yang menimpa perumahan
penduduk di sekitarnya sehingga 112 orang meninggal dunia dan kerugian material
masyarakat sekitar tempat pembuangan sampah diperkirakan mencapai ratusan juta rupiah.
3)      Penerapan etika bisnis di perusahaan dapat meningkatkan kinerja perusahaan. Sebagai
contoh, sebuah studi yang dilakukan DePaul University menunjukkan bahwa “terdapat
hubungan statistik yang signifikan antara pengendalian perusahaan yang menekankan pada
penerapan etika dan perilaku bertanggung jawab di satu sisi dengan kinerja keuangan yang
baik di sisi lain”. Dalam kasus lain, penerapan etika bisnis di perusahaan terhadap para
manajer dan karyawan perusahaan berupa larangan minum alkohol bagi para pegawai, telah
menurunkan biaya kesehatan dan meningkatkan produktivitas kerja.
4)      Penerapan etika bisnis seperti kejujuran, menepati janji, dan menolak suap dapat
meningkatkan kualitas hubungan bisnis di antara dua pihak yang melakukan hubungan
bisnis. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya kepercayaan di antara pihak-pihak yang
terlibat hubungan bisnis terhadap pihak lainnya. Sebaliknya apabila salah satu pihak tidak
dapat dipercaya, maka pihak yang tidak dapat dipercaya ini akan diabaikan oleh mitra
bisnisnya bahkan oleh komunitas bisnis secara umum.
5)      Penerapan etika bisnis agar perusahaan terhindar dari penyalahgunaan yang dilakukan
karyawan maupun kompetitor yang bertindak tidak etis. Sebagai contoh, kejahatan
pencurian uang perusahaan yang dilakukan pemilik dan pimpinan perusahaan merupakan
faktor penyebab utama kebangkrutan perusahaan dibanding faktor-faktor lainnya. Demikian

13
pula kegiatan damping yang dilakukan pesaing luar negeri merupakan perilaku tidak etis
yang dapat merugikan perusahaan domestik.
6)      Penerapan etika bisnis perusahaan secara baik di dalam suatu perusahaan dapat
menghindarkan terjadinya pelanggaran hak-hak pekerja oleh pemberi kerja. Contohnya,
perusahaan dianggap bertindak tidak etis apabila di dalam perusahaan terjadi diskriminasi
besaran gaji yang diakibatkan oleh diskriminasi rasial. Perusahaan juga dianggap berlaku
tidak etis apabila perusahaan tidak memberikan kesempatan kemajuan karier yang sama
kepada tenaga kerja yang ada di perusahaan hanya karena terdapat perbedaan ras antara
pekerja yang satu dengan pekerja lainnya.
7)      Perusahaan perlu menerapkan etika bisnis dalam menjalankan usahanya, untuk mencegah
agar perusahaan (yang diwakili para pimpinannya) tidak memperoleh sanksi hukum karena
telah menjalankan bisnis secara tidak etis.
Beberapa alasan diatas dapat mewakilkan banyak perusahaan yang masih menerapkan etika
didalam perusahaan bisnisnya karena selain menjadikan perusahaan tersebut menjadi
perusahaan yang etis dan bermoral alasan lainnya adalah agar perusahaan tidak menelan
kerugian dan mendapatkan pelanggaran-pelanggaran karena tidak menjalankan bisnis secara
etis dan melanggar hak-hak pekerja oleh pemberi pekerja. Sehingga alasan-alasan tersebut
dapat memberikan informasi yang bermanfaat kepada perusahaan-perusahaan bisnis lainnya
yang belum menerapkan etika didalam perusahaan bisnisnya.

14
BAB 4

PENUTUP

Kesimpulan

Etika berbisnis ini bisa dilakukan dalam segala aspek. Saling menjaga kepercayaan
dalam kerjasama akan berpengaruh besar terhadap reputasi perusahaan tersebut, baik dalam
lingkup mikro maupun makro. Tentunya ini  tidak akan memberikan keuntungan segera,
namun ini adalah wujud investasi jangka panjang bagi seluruh elemen dalam lingkaran
bisnis. Oleh karena itu, etika dalam berbisnis sangatlah penting.

Saran

Perlu adanya sadar diri didalam hati para pegawai didalam perusahaan yang ingin
menerapkan etika didalam bisnis agar tidak adanya kecurangan atau kebohongan yang
terjadi pada perusahaan itu nantinya dan perlu diterapkannya sanksi atau hukuman yang
berat apabila ada salah satu pegawai yang melanggarnya, sehingga etika di dalam bisnis pun
dapat berjalan dengan baik dan lancer di perusahaan tersebut.

15
DAFTAR PUSTAKA

Mapisangka, Andi ,JESP Vol. 1, No. 1, 2009 .Implementasi CSR terhadap


Kesejahteraan Hidup Masyarakat ,
http://adheirma309.blogspot.co.id/2014/12/makalah-etika-bisnis.html

http://dianavia.blogspot.co.id/2011/10/prinsip-prinsip-etika-bisnis.html

http://w4nm4p.blogspot.co.id/2013/12/permasalahan-dalam-pelaksanaan-csr-di.html

JESP Vol. 1, No. 1, 2009

Implementasi CSR terhadap Kesejahteraan Hidup Masyarakat

Andi Mapisangka

_________________________________________________________________________________
_________

16
Abstract

Corporate Social Responsibility (CSR) is the firm commitment to the environment in achieving social
live welfare. This research aims to analyze the effect of CSR of PT. Batamindo Investment Cakrawala
to social live welfare. The indicators of CSR are corporate social responsibility goal, corporate social
issues, and corporate relation program. The indicators of welfare live are progress on health,
education, and economic activity. Based on ordinary least square, this research concl

17

Anda mungkin juga menyukai