Anda di halaman 1dari 16

PRINSIP ETIKA BISNIS

KONVENSIONAL

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas


pada Mata Kuliah Etika Bisnis Islam
Dosen Pengampu: Minati Maulida, M.S.I

Disusun oleh:

Abdurrahman Alfaridlo 2013216004


M. Abdus Salam 2013216018
M. Ulul Albab 2013216046
Putri Balqis 2013216047

PRODI EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PEKALONGAN
2019
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT
atas segala limpahan nikmat, khususnya nikmat iman, Islam, dan juga kesehatan
sehingga penulis mampu menyelesaikan makalah ini. Adapun tujuan dari pembuatan
makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Etika Bisnis Islam,
yang berjudul ” Prinsip Etika Bisnis Konvensional”.
Makalah ini akan membahas mengenai macam-macam etika bisnis
konvensional, prinsip utilitarisma, univeralisme, prinsip hak-hak, prinsip keadilan
distribusi, prinsip hukum tuhan, dan prinsip relativisme.
Dalam penyusunan makalah ini, tentunya penulis mengalami beberapa
kesulitan seperti dalam mencari sumber data yang sesuai dengan tema. Semua ini
tidak akan terlaksana dengan baik, apabila tidak ada bantuan dari berbagai pihak.
Oleh karena itu, kami selaku penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak
yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan masukan, kritik, dan saran yang
bersifat konstruktif.
Harapan penulis semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca
pada umumnya dan bagi penulis pada khususnya.

Pekalongan, 12 Maret 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................i

DAFTAR ISI................................................................................................................ii

BAB I

PENDAHULUAN........................................................................................................1

A. Latar Belakang.............................................................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................................................1
C. Tujuan Penulisan..........................................................................................................1
BAB II

PEMBAHASAN...........................................................................................................3

A. Definis Etika Bisnis......................................................................................................3


B. Macam - Macam Etika Bisnis Konvensional................................................................3
C. Prinsip Utilitarianisme dan Prinsip Universalisme.......................................................4
D. Prinsip Hak-Hak...........................................................................................................6
E. Prinsip Keadilan Distributive.......................................................................................8
F. Prinsip Hukum Tuhan..................................................................................................9
G. Prinsip Relativisme....................................................................................................11
BAB III

PENUTUP..................................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................14

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perubahan perdagangan dunia menuntut segera dibenahinya etika bisnis


agar tatanan ekonomi dunia semakin membaik. Sebagai bagian dari masyarakat,
tentu bisnis tunduk pada norma-norma yang ada pada masyarakat. Tata hubungan
bisnis dan masyarakat yang tidak bisa dipisahkan itu membawa serta etika-etika
tertetu dalam kegiatan bisnisnya, baik etika itu antara sesame pelaku bisnis
maupun etika bisnis terhadap masyarakat dalam hubungan langsung maupun
tidak langsung. Dengan memetakan pola hubungan dalam bisnis seperti itu dapat
dilihat bahwa prinsip-prinsip etika bisnis terwujud dalam satu pola hubungan
yang bersifat interaktif.

B. Rumusan Masalah

1. Apa Definisi Etika Bisnis ?


2. Apa saja macam-macam etika bisnis konvensional ?
3. Bagaimana Prinsip Utilitarianisme dan Prinsip Universalisme ?
4. Bagaimana Prinsip Hak-Hak ?
5. Bagaimana Prinsip Keadilan Distributive ?
6. Bagaimana Prinsip Hukum Tuhan ?
7. Bagaimana Prinsip Relativisme ?

C. Tujuan Penulisan

1. Mengetahui Definisi Etika Bisnis


2. Mengetahui macam-macam etika bisnis konvensional

1
3. Mengetahui Prinsip Utilitarianisme dan Prinsip Universalisme
4. Mengetahui Prinsip Hak-Hak
5. Mengetahui Prinsip Keadilan Distributive
6. Mengetahui Prinsip Hukum Tuhan
7. Mengetahui Prinsip Relativisme

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definis Etika Bisnis


Etika berasal dari bahasa Yunani Ethos yang berarti, watak, kebiasaan,
akhlak, norma. Etika didefinisikan sebagai seperangkat peratuaran yang
menentukan perilaku benar dan salah.1
Bisnis adalah suatu kegiatan usaha individu yang terorganisasi untuk
menghasilkan dan menjual barang dan jasa guna mendapat keuntungan dalam
memenuhi kebutuhan. Etika bisnis adalah seperangkat peraturan atau norma-
norma yang mengatur kegiatan usaha individu (bisnis) agar bisnis berjalan
dengan lancar, yang bertujuan untuk menggugah kesadaran moral para pelaku
bisnis untuk menjalankan good busines.
Jadi, etika bisnis konvensional adalah seperangkat nilai tentang baik,
buruk, benar, dan salah paham dalam dunia bisnis berdasarkan prinsip-prinsip
moralitas yang secara umum untuk menjalankan good business dan dapat
menghasilkan keuntugan yang menjadi tujuan dari bisnis dalam kerangka
memenuhi kebutuhan.

B. Macam - Macam Etika Bisnis Konvensional


Menurut Dawam Rahardjo etika bisnis beroperasi pada tiga tingkat, yaitu;
individual, organisasi, dan sistem. Pada tingkat individual, etika bisnis
mempengaruhi pengambilan keputusan seseorang, atas tanggung jawab
pribadinya dan kesadaran sendiri, baik sebagai penguasa maupun manajer.
Pada tingkat organisasi, seseorang sudah terikat kepada kebijakan perusahaan
dan persepsi perusahaan tentang tanggungjawab sosialnya. Pada tingkat

1
Ketut Ridjin, Etika Bisnis dan Implementasinya (Jakarta: PT.Gramedia Puataka Utama,2004) hlm. 2

3
sistem, seseorang menjalankan kewajiban atau tindakan berdasarkan sistem
etika tertentu. Realitasnya, para pelaku bisnis sering tidak mengindahkan
etika. Nilai moral yang selaras dengan etika bisnis, misalnya toleransi,
kesetiaan, kepercayaan, persamaan, emosi atau religiusitas hanya dipegang
oleh pelaku bisnis yang kurang berhasil dalam berbisnis. Sementara para
pelaku bisnis yang sukses memegang prinsip-prinsip bisnis yang tidak
bermoral, misalnya maksimalisasi laba, agresivitas, individualitas, semangat
persaingan, dan manajemen konflik. Hal ini tidak hanya di Dunia Timur, di
Dunia Barat atau negara-negara industri maju, citra bisnis tidak selalu baik.
Setidak-tidaknya seperti yang dikatakan oleh Withers bahwa dalam bisnis itu
pada dasarnya berasaskan ketamakan, keserakahan, dan semata-mata
berpedoman kepada pencarian laba.

C. Prinsip Utilitarianisme dan Prinsip Universalisme


Pendekatan utilitarianisme menyatakan bahwa “arti penting moralitas
yang menuntun seseorang dapat ditentukan hanya berdasarkan konsekuensi
perilakunya. Suatu tindakan disebut etis jika memberikan hasil yang berupa
keuntungan atau kebaikan terbesar bagi sebagian besar orang.2 Utilitis dapat
diartikan sebagai hal yang berguna/bermafaat. Sehingga ukuran baik atau
buruk suatu perbuatan dilihat dari perbuatan itu bermanfaat atau tidak,
memberi keuntungan atau kerugian.3
Menurut Bertens, teori ini cocok dengan pemikiran ekonomis yang cukup
dekat dengan cost benefit analysis yang banyak dipakai dalam konteks
ekonomi seperti dalam menghitung untung rugi dalam bisnis. Dengan
demikian, tentu saja orang akan selalu berpikir untuk mencari untung yang
sangat besar kendati keuntungan itu hanya dinikmati oleh sebagian orang

2
Rafik Issa Beekum, Etika Bisnis Islami (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996) hlm. 18
3
Suhrawardi K.Lubis, Etika Profesi Hukum (Jakarta: Sinar Grafika, 1993) hlm. 43

4
tanpa menghiraukan kaum minoritas yang merasakan penderitaan akibat
kerugian.
Sistem etika ini menghadapi beberapa masalah yang menjadi kritik
terhadapnya jika dibandingkan dengan prinsip islam diantaranya:
1. Siapakah yang menentukan apa yang baik bagi sebagian besar orang ?
2. Bagaimana dangan kaum minoritas jika yang dikatakan etis itu yang
memberi keuntungan terbesar bagi mayoritas ?
3. Bagaimana kerugian dan keuntungan bisa dinilai pada persoalan yang
tidak bisa diukur ?
4. Hak dan kewajiban individu diabaikan demi kepentingan hak dan
kewajiban kolektif.
Akhirnya paham utilitarian menetapkan hakikat etis tindakan di masa
depan dengan menimbang kerugian dan keuntungannya. Ini dapat dilihat
dalam pendekatan mikroekonomi etika bisnis barat yang paling mendasar.
Paham mikroekonomi menekankan hukum pareto optimality. Hukum ini
menekankan efisiensi penggunaan sumber daya untuk memuaskan kebutuhan
konsumen, mengesampingkan semua kebutuhan untuk mempertimbangkan
persoalan-persoalan etis, dan menekankan secara berlebihan upaya
maksimalisasi keuntungan.4

Berbeda dengan pandangan utilitarian yang menekankan aspek hasil suatu


keputusan, universalisme memfokuskan diri pada tujuan suatu keputusan atau
tindakan. Prinsip kunci dari universalisme adalah prinsip kant tentang
imperatif kategoris yang terdiri dari :
1. Pertama, seseorang harus memilih untuk bertindak, hanya jika ia
berkemauan untuk memberi kesempatan setiap orang di muka bumi
dalam situasi yang sama untuk membuat keputusan yang sama dan
bertindak dengan cara yang sama.
4
Rafik Issa Beekum, Etika Bisnis Islami (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996) hlm. 18

5
2. Kedua, orang lain harus diperlakukan sebagai tujuan, tidak semata
sebagai alat untuk mencapai tujuan.
Sebagai konsekuensi, pendekatan ini memfokuskan diri pada kewajiban
yang harus dilakukan seorang individu terhadap individu lain dan juga
terhadap kemanusiaan.
Menurut Kant persoalan universalisme berhubungan dengan yang
disebut kant sebagai “kewajiban”, sehingga hanya ketika kita bertindak
berdasarkan kewajiban kita maka tindakan kita bisa disebut bersifat etis. Jika
kita bertindak semata-mata karena dorongan perasaan atau kepentingan
pribadi, maka tindakan kita tidak memiliki nilai moral sama sekali. 5 Namun,
dengan niat (tujuan) baik semata tindakan yang tidak etis tidak serta merta
menjadi bersifat etis. Seperti dikemukakan Yusuf al Qaradawi jika kita
kaitkan dengan ajaran islam, niat (tujuan) baik tidak menjadikan yang haram
menjadi bisa diterima.

D. Prinsip Hak-Hak

Pendekatan hak terhadap etika menekankan sebuah nilai tunggal yaitu


kebebasan. Keputusan atau tindakan dikatakan etis apabila tindakan atau
keputusan itu didasarkan pada hak-hak individu yang menjamin kebebasan
memilih. Dapat dipahami bahwa setiap individu mempunyai hak (kebebasan)
untuk menentukan nasibnya sendiri.
Oleh karena itu, orang lain tidak boleh melanggar hak itu terlebih lagi
memperalat demi tujuan orang lain karena sama halnya dengan merampas hak
orang lain. Pendekatan ini berkeyakinan bahwa individu memiliki hak-hak
moral yang bersifat tidak dapat ditawar-tawar. Anatara hak dan kewajiban
harus seimbang, dan sebelum menuntut hak seseorang harus terlebih dahulu
menunaikan kewajibannya. Begitu juga dalam berbisnis setiap pihak harus
5
Ketut Ridjin, Etika Bisnis dan Implementasinya (Jakarta: PT.Gramedia Puataka Utama,2004) hlm.29

6
memberikan hak orang dan menunaikan kewajibannya. Sebagai contoh, dalam
industri setiap pekerja memiliki hak untuk mendapatkan upah yang adil dan
lingkungan kerja yang aman, istirahat yang cukup,izin cuti, begitu juga para
majikan memiliki hak untuk berharap agar perdagangannya tetap rahasia,
tidak dibocorkan oleh para pekerjanya, dan karyawan menunaikan
kewajibannya untuk bekerja disiplin,meningkatkan prestasi.6

Akan tetapi pendekatan hak ini dapat disalahgunakan oleh sejumlah


individu yang bersikeras mengatakan bahwa hak-hak mereka lebih tinggi
dibandingkan hak orang lain dan ketidak adilan lah yang akan terjadi. Hak
juga membutuhkan pembatasan-pembatasan. Peraturan industri yang
menguntungkan masyarakat barangkali masih tetap menginjak-injak hak
sejumlah individu. Sebagai contoh, peraturan industri yang terlalu ketat yang
mengharuskan aturan pakaian husus tertentu demi alasan keamanan
barangkali sebaiknya tidak perlu mengesampingkan kepentingan kaum
perempuan muslim untuk berpakaian secara sopan sesuai aturan agamanya
karena itu bisa melanggar hak orang (karyawan).

Mengacu pada prinsip hak yaitu fokus pada kebebasan,sebaiknya setiap


kegiatan bisnis itu bebas karena setiap pengusaha tahu mana yang baik dan
mana yang buruk,tahu mengenai bidang kegiatannya, faham situasi yang
dihadapinya, serta aturan yang berlaku untuk kegiatannya sehingga mampu
mengambil keputusan sendiri dan bertindak berdasarkan keputusan itu, dalam
hal ini kebebasan adalah syarat mutlak agar manusia bisa bertindak secara
etis. Karena tindakan etis adalah tindakan yang bersumber dari kemauan baik
serta kesadaran pribadi.

6
Rafik Issa Beekum, Etika Bisnis Islami (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996) hlm. 53-54

7
E. Prinsip Keadilan Distributive

Pendekatan keadilan distributif terhadap etika berkisar pada satu nilai


yaitu keadilan. Agar disebut etis,suatu keputusan dan tindakan harus
menjamin pembagian kekayaan, keuntungan dan kerugian secara adil.
Terdapat lima prinsip yang digunakan untuk menjamin pembagian
keuntungan dan kerugian secara adil, yaitu :
a. Setiap orang mendapatkan pembagian yang sama. Sebagai
contoh,ketika suatu perusahaan membagikan keuntungan
tahunannya, setiap orang yang berhak harus menerima bagian yang
sama dengan yang lain.
b. Setiap orang mendapatkan bagian sesuai kebutuhan masing-
masing. Sumber daya seharusnya dialokasikan kepada setiap
individu atau departemen berdasarkan tingkat kebutuhan yang
mereka perlukan.
c. Setiap orang mendapatkan bagian sesuai usaha masing-masing.
d. Setiap orang mendapat bagian sesuai kontribusi sosial masing-
masing. Contoh, jika suatu perusahaan membuat program khusus
mengenai persoalan-persoalan sosial seperti pencemaran
lingkungan,maka perusahaan tersebut harus mendapat
penghargaan,sementara perusahaan lain yang kurang member
perhatian terhadap persoalan tersebut tidak mendapat penghargaan.
e. Setiap orang mendapat bagian sesuai jasanya. Misalnya dalam
suatu perusahaan pada pembuatan keputusan-keputusan promosi,
rekruitmen,dan pemecatan harus dilakukan berdasarkan jasa
individu dan tidak ada alasan lain seperti nepotisme, faporitisme,
atau kapentingan pribadi.

Implementasi ajaran keadilan dalam bisnis harus dikaitkan dengan


pembagian manfaat kepada semua komponen dan pihak yang terlibat

8
langsung maupun tidak langsung sesuai dengan peran dan kontribusi yang
telah diberikan terhadap keberhasilan dan kegagalan dari kegiatan bisnis yang
dilakukan oleh pelaku bisnis secara seimbang dan adil atau sepadan.

Islam juga mendukung sikap keadilan dan semua prinsip dalam


pendekatan keadilan distributive terhadap etika dalam proporsi yang seimbang
tetapi bukan mendukung prinsip keadilan buta. Nilai etika juga tidak dapat
dikesampingkan dalam pengambilan keputusan,dan jika hal itu diabaikan
maka akan terjadi kekacauan dalam pengambilan keputusan dan
ketidakadilan. Sebagai contoh,pengambilan keputusan pada hukuman bagi
pemakai kokain dan ganja Amerika. Dimana hukuman bagi pemakai kokain
lebih ringan dibandingkan dengan pemakai ganja dengan alasan kokain adalah
obat-obatan yang banyak dipakai orang kaukasian amerika, sementara ganaja
adalah kokain mentah yang banyak diukonsumsi orang afro-amerika.7

F. Prinsip Hukum Tuhan

Keputusan-keputusan etis dibuat berdasarkan hukum Tuhan yang ada di


dalam kitab suci dan tanda-tanda alam. Banyak penulis (termasuk Thomas
Aquinas) percaya bahwa dengan mempelajari baik kitab suci maupun alam,
manusia akan dapat bersikap etis. Sebagai contoh dalam bisnis, etika yang
berdasarkan hukum tuhan dalam kitab suci tenteng keuntungan dan bunga.
Dimana keuntungan para pedagang dan bunga tidak ditolak atau tidak
dilarang dalam alkitab sebagai mana yang dikutip dari pendapat Calvijn,
bahkan para pengikut calvijn mengungkapkan prinsip berdo’a dan bekerja.8
Islam memiliki persepektif yang berbeda, seperti yang diungkapkan Taha
Jabir al ‘Alwani bahwa manusia telah diperintahkan oleh Allah untuk

7
Rafik Issa Beekum, Etika Bisnis Islami (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996) hlm.23-28
8
Ketut Ridjin, Etika Bisnis dan Implementasinya (Jakarta: PT.Gramedia Puataka Utama,2004) hlm.49

9
melakukan dua bentuk pembacaan yang berbeda secara terus-menerus:
Pembacaan firman-firman Allah (Qur’an) dan pembacaan alam semesta.
Mereka yang hanya melakukan pembacaan dalam bentuk yang pertama akan
menjadi asketis. Kadangkala, pembacaan seperti ini akan membuat mereka
tiadak seimbang dan tidak mampu untuk berpikir sendiri. Mereka menyerah
terhadap semua tindakan yang bersipat independen dan gagal
mempertanggung jawabkan tugasnya sebagai hamba allah SWT (istikhlaf)
atau penjaga janji allah SWT (amanah). Mereka yang hanya menekankan
pembacaan dalam bentuk yang kedua “tidak memiliki kemampuan untuk
menjawab pertanyaan terdalam”, dan seringkali menafikan segala sesuatu
yang adadiluar kemampuan mereka untuk mencerap dengan sarana “super
natural”. Yang lebih buruk lagi, jika mereka tidak percaya sama sekali,
mereka percaya kepada tuhan yang mereka ciptakan sendiri, dan sering kali
mempersamakan tuhan dengan alam itu sendiri. Pembacaan satu sisi seperti
ini hanya akan membawa kepada sikap shirk atau teori-teori abestrak seperti
eksistensialisme,pantheisme, atau bahkan materialisme dialektis. Karenanya,
kaum muslim harus melakukan kedua bentuk pembacaan tersebut secara
bersama-sama.

Sebagai hasil dua pembacaan ini, aturan etika islam berbeda dengan
aturan moral seperti yang cenderung menekankan sifat kesementaraan
kehidupan ini, dan nilai-nilai meditasi serta penyingkiran dari dunia ini seperti
yang dilakukan oleh agama kristen dan beberapa agama timur lainnaya.9

G. Prinsip Relativisme
Prinsip relativisme menekankan bahwa tidak ada kriteria tunggal,universal
yang dapat dijadikan acuan untuk menentukan suatu tindakan yang etis atau
tidaknya. Setiap orang menggunakan kriterianya masing-masing dalam
9
Rafik Issa Beekum, Etika Bisnis Islami (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996) hlm.29

10
menentukan etis atau tidaknya suatu tindakan dan kriteria-kriteria itu mungkin
sekali akan berbeda dari satu kebudayaan dengan kebudayaan yang lain.
Sehingga karakter etis dalam nilai-nilai dan perilaku sosial yang berbeda itu
harus dilihat dalam konteks budaya secara khusus. Karenanya, aktivitas bisnis
di suatu negara dengan negara lain akan saling berbeda karena terikat oleh
norma dan nilai-nilainya tersendiri dari setiap negara. Jadinya, prinsip ini
menekankan adanya perbedaan-perbadaan kriteria dari setiap negara dalam
menentukan tindakan etis tergantung dari negara itu tersendiri yang dilihat
kebudayaan yang masing-masing yang mengikatnya.

Prinsip ini menimbulkan beberapa persoalan yang menjadi kritikan


baginya yaitu:

1. Paham dari prinsip relativisme bersipat berpusat pada diri sendiri.


Paham ini hanya memfokuskan perhatian semata-mata pada individu
dan mengabaikan interaksi dan masukan-masukan dari unsur luar.
Sehingga prinsip ini sangat berlawan dengan prinsip islam yang
menekankan pada kriteria-kriteria yang ada dalam al-qur’an dan
sunah.
2. Prinsip relativisme mengimplikasikan sikap pemalas secara tidak
langsung dalam diri si pembuat keputusan karena ia akan
membenarkan perilakunya hanya dengan merujuk pada kriteria yang
didasarkan pada kepentingan pribadinya.

Tentu saja hal ini sangat berbeda dengan islam yang mengajarkan
musyawarah dalam pengambilan keputusan. Jadi, dengan prinsip ini akan
muncul sikap egoisme, karena dalam pembuatan keputusan hanya merujuk
pada kriteria yang didasarkan pada kepentingan pribadi.

11
BAB III

PENUTUP

Etika bisnis sangat penting dalam berbisnis supaya bisnis berjalan dengan lancar
dan tertib. Diman etika bisnis di bagi dua yaitu etika bisnis konvensional yang di
bahas pada uraian di atas dan etika bisnis islam yang akan di bahas pada makalah
selanjutnya tapi sudah di disinggung sedikit di pembahasan ini.

Etika bisnis konvensional adalah seperangkat nilai tentang baik, buruk, benar, dan
salah paham dalam dunia bisnis berdasarkan prinsip-prinsip moralitas yang secara
umum untuk menjalankan good business dan dapat menghasilkan keuntugan yang
menjadi tujuan dari bisnis dalam kerangka memenuhi keutuhan.

Prinsip-prinsip dari etika bisnis konvensional terdiri dari :

1. Prinsip Utilitiarianisme
2. Prinsip Universalisme
3. Prinsip Hak-Hak
4. Prinsip Keadilan Distributif
5. Prinsip Hukum Tuhan
6. Prinsip Relativisme

12
DAFTAR PUSTAKA

Beekum, Rafik Issa, Etika Bisnis Islami,Yogyakarata: Pustaka Pelajar,1996.

Rindjin, Ketut, Etika Bisnis Dan Implementasinya, Jakarta: PT.Gramedia Pustaka


Utama,2004.

Lubis, Suhrawardi, Etika Profesi Hukum, Jakarta: Sinar Grafika,1993.

13

Anda mungkin juga menyukai