KONVENSIONAL
Disusun oleh:
Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT
atas segala limpahan nikmat, khususnya nikmat iman, Islam, dan juga kesehatan
sehingga penulis mampu menyelesaikan makalah ini. Adapun tujuan dari pembuatan
makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Etika Bisnis Islam,
yang berjudul ” Prinsip Etika Bisnis Konvensional”.
Makalah ini akan membahas mengenai macam-macam etika bisnis
konvensional, prinsip utilitarisma, univeralisme, prinsip hak-hak, prinsip keadilan
distribusi, prinsip hukum tuhan, dan prinsip relativisme.
Dalam penyusunan makalah ini, tentunya penulis mengalami beberapa
kesulitan seperti dalam mencari sumber data yang sesuai dengan tema. Semua ini
tidak akan terlaksana dengan baik, apabila tidak ada bantuan dari berbagai pihak.
Oleh karena itu, kami selaku penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak
yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan masukan, kritik, dan saran yang
bersifat konstruktif.
Harapan penulis semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca
pada umumnya dan bagi penulis pada khususnya.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................................i
DAFTAR ISI................................................................................................................ii
BAB I
PENDAHULUAN........................................................................................................1
A. Latar Belakang.............................................................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................................................1
C. Tujuan Penulisan..........................................................................................................1
BAB II
PEMBAHASAN...........................................................................................................3
PENUTUP..................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................14
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
1
3. Mengetahui Prinsip Utilitarianisme dan Prinsip Universalisme
4. Mengetahui Prinsip Hak-Hak
5. Mengetahui Prinsip Keadilan Distributive
6. Mengetahui Prinsip Hukum Tuhan
7. Mengetahui Prinsip Relativisme
2
BAB II
PEMBAHASAN
1
Ketut Ridjin, Etika Bisnis dan Implementasinya (Jakarta: PT.Gramedia Puataka Utama,2004) hlm. 2
3
sistem, seseorang menjalankan kewajiban atau tindakan berdasarkan sistem
etika tertentu. Realitasnya, para pelaku bisnis sering tidak mengindahkan
etika. Nilai moral yang selaras dengan etika bisnis, misalnya toleransi,
kesetiaan, kepercayaan, persamaan, emosi atau religiusitas hanya dipegang
oleh pelaku bisnis yang kurang berhasil dalam berbisnis. Sementara para
pelaku bisnis yang sukses memegang prinsip-prinsip bisnis yang tidak
bermoral, misalnya maksimalisasi laba, agresivitas, individualitas, semangat
persaingan, dan manajemen konflik. Hal ini tidak hanya di Dunia Timur, di
Dunia Barat atau negara-negara industri maju, citra bisnis tidak selalu baik.
Setidak-tidaknya seperti yang dikatakan oleh Withers bahwa dalam bisnis itu
pada dasarnya berasaskan ketamakan, keserakahan, dan semata-mata
berpedoman kepada pencarian laba.
2
Rafik Issa Beekum, Etika Bisnis Islami (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996) hlm. 18
3
Suhrawardi K.Lubis, Etika Profesi Hukum (Jakarta: Sinar Grafika, 1993) hlm. 43
4
tanpa menghiraukan kaum minoritas yang merasakan penderitaan akibat
kerugian.
Sistem etika ini menghadapi beberapa masalah yang menjadi kritik
terhadapnya jika dibandingkan dengan prinsip islam diantaranya:
1. Siapakah yang menentukan apa yang baik bagi sebagian besar orang ?
2. Bagaimana dangan kaum minoritas jika yang dikatakan etis itu yang
memberi keuntungan terbesar bagi mayoritas ?
3. Bagaimana kerugian dan keuntungan bisa dinilai pada persoalan yang
tidak bisa diukur ?
4. Hak dan kewajiban individu diabaikan demi kepentingan hak dan
kewajiban kolektif.
Akhirnya paham utilitarian menetapkan hakikat etis tindakan di masa
depan dengan menimbang kerugian dan keuntungannya. Ini dapat dilihat
dalam pendekatan mikroekonomi etika bisnis barat yang paling mendasar.
Paham mikroekonomi menekankan hukum pareto optimality. Hukum ini
menekankan efisiensi penggunaan sumber daya untuk memuaskan kebutuhan
konsumen, mengesampingkan semua kebutuhan untuk mempertimbangkan
persoalan-persoalan etis, dan menekankan secara berlebihan upaya
maksimalisasi keuntungan.4
5
2. Kedua, orang lain harus diperlakukan sebagai tujuan, tidak semata
sebagai alat untuk mencapai tujuan.
Sebagai konsekuensi, pendekatan ini memfokuskan diri pada kewajiban
yang harus dilakukan seorang individu terhadap individu lain dan juga
terhadap kemanusiaan.
Menurut Kant persoalan universalisme berhubungan dengan yang
disebut kant sebagai “kewajiban”, sehingga hanya ketika kita bertindak
berdasarkan kewajiban kita maka tindakan kita bisa disebut bersifat etis. Jika
kita bertindak semata-mata karena dorongan perasaan atau kepentingan
pribadi, maka tindakan kita tidak memiliki nilai moral sama sekali. 5 Namun,
dengan niat (tujuan) baik semata tindakan yang tidak etis tidak serta merta
menjadi bersifat etis. Seperti dikemukakan Yusuf al Qaradawi jika kita
kaitkan dengan ajaran islam, niat (tujuan) baik tidak menjadikan yang haram
menjadi bisa diterima.
D. Prinsip Hak-Hak
6
memberikan hak orang dan menunaikan kewajibannya. Sebagai contoh, dalam
industri setiap pekerja memiliki hak untuk mendapatkan upah yang adil dan
lingkungan kerja yang aman, istirahat yang cukup,izin cuti, begitu juga para
majikan memiliki hak untuk berharap agar perdagangannya tetap rahasia,
tidak dibocorkan oleh para pekerjanya, dan karyawan menunaikan
kewajibannya untuk bekerja disiplin,meningkatkan prestasi.6
6
Rafik Issa Beekum, Etika Bisnis Islami (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996) hlm. 53-54
7
E. Prinsip Keadilan Distributive
8
langsung maupun tidak langsung sesuai dengan peran dan kontribusi yang
telah diberikan terhadap keberhasilan dan kegagalan dari kegiatan bisnis yang
dilakukan oleh pelaku bisnis secara seimbang dan adil atau sepadan.
7
Rafik Issa Beekum, Etika Bisnis Islami (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996) hlm.23-28
8
Ketut Ridjin, Etika Bisnis dan Implementasinya (Jakarta: PT.Gramedia Puataka Utama,2004) hlm.49
9
melakukan dua bentuk pembacaan yang berbeda secara terus-menerus:
Pembacaan firman-firman Allah (Qur’an) dan pembacaan alam semesta.
Mereka yang hanya melakukan pembacaan dalam bentuk yang pertama akan
menjadi asketis. Kadangkala, pembacaan seperti ini akan membuat mereka
tiadak seimbang dan tidak mampu untuk berpikir sendiri. Mereka menyerah
terhadap semua tindakan yang bersipat independen dan gagal
mempertanggung jawabkan tugasnya sebagai hamba allah SWT (istikhlaf)
atau penjaga janji allah SWT (amanah). Mereka yang hanya menekankan
pembacaan dalam bentuk yang kedua “tidak memiliki kemampuan untuk
menjawab pertanyaan terdalam”, dan seringkali menafikan segala sesuatu
yang adadiluar kemampuan mereka untuk mencerap dengan sarana “super
natural”. Yang lebih buruk lagi, jika mereka tidak percaya sama sekali,
mereka percaya kepada tuhan yang mereka ciptakan sendiri, dan sering kali
mempersamakan tuhan dengan alam itu sendiri. Pembacaan satu sisi seperti
ini hanya akan membawa kepada sikap shirk atau teori-teori abestrak seperti
eksistensialisme,pantheisme, atau bahkan materialisme dialektis. Karenanya,
kaum muslim harus melakukan kedua bentuk pembacaan tersebut secara
bersama-sama.
Sebagai hasil dua pembacaan ini, aturan etika islam berbeda dengan
aturan moral seperti yang cenderung menekankan sifat kesementaraan
kehidupan ini, dan nilai-nilai meditasi serta penyingkiran dari dunia ini seperti
yang dilakukan oleh agama kristen dan beberapa agama timur lainnaya.9
G. Prinsip Relativisme
Prinsip relativisme menekankan bahwa tidak ada kriteria tunggal,universal
yang dapat dijadikan acuan untuk menentukan suatu tindakan yang etis atau
tidaknya. Setiap orang menggunakan kriterianya masing-masing dalam
9
Rafik Issa Beekum, Etika Bisnis Islami (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996) hlm.29
10
menentukan etis atau tidaknya suatu tindakan dan kriteria-kriteria itu mungkin
sekali akan berbeda dari satu kebudayaan dengan kebudayaan yang lain.
Sehingga karakter etis dalam nilai-nilai dan perilaku sosial yang berbeda itu
harus dilihat dalam konteks budaya secara khusus. Karenanya, aktivitas bisnis
di suatu negara dengan negara lain akan saling berbeda karena terikat oleh
norma dan nilai-nilainya tersendiri dari setiap negara. Jadinya, prinsip ini
menekankan adanya perbedaan-perbadaan kriteria dari setiap negara dalam
menentukan tindakan etis tergantung dari negara itu tersendiri yang dilihat
kebudayaan yang masing-masing yang mengikatnya.
Tentu saja hal ini sangat berbeda dengan islam yang mengajarkan
musyawarah dalam pengambilan keputusan. Jadi, dengan prinsip ini akan
muncul sikap egoisme, karena dalam pembuatan keputusan hanya merujuk
pada kriteria yang didasarkan pada kepentingan pribadi.
11
BAB III
PENUTUP
Etika bisnis sangat penting dalam berbisnis supaya bisnis berjalan dengan lancar
dan tertib. Diman etika bisnis di bagi dua yaitu etika bisnis konvensional yang di
bahas pada uraian di atas dan etika bisnis islam yang akan di bahas pada makalah
selanjutnya tapi sudah di disinggung sedikit di pembahasan ini.
Etika bisnis konvensional adalah seperangkat nilai tentang baik, buruk, benar, dan
salah paham dalam dunia bisnis berdasarkan prinsip-prinsip moralitas yang secara
umum untuk menjalankan good business dan dapat menghasilkan keuntugan yang
menjadi tujuan dari bisnis dalam kerangka memenuhi keutuhan.
1. Prinsip Utilitiarianisme
2. Prinsip Universalisme
3. Prinsip Hak-Hak
4. Prinsip Keadilan Distributif
5. Prinsip Hukum Tuhan
6. Prinsip Relativisme
12
DAFTAR PUSTAKA
13