Anda di halaman 1dari 15

ETIKA BISNIS

PENERAPAN ETIKA KE DALAM BISNIS DAN KENDALA -


KENDALANYA

Dosen Pengajar : Dr. Made Dian Putri Agustina, SE, M.Si

Oleh
Kelompok 3
II B Akuntansi Sore
Anggota Kelompok :

Ni Kadek Larashati Panditha Dewi (1902022355/16)

Ni Kadek Yuni Candra Dewi (1902022375/21)

Ni Putu Licia Adelia (1902022391/30)

Fakultas Ekonomi Bisnis dan Pariwisata


Universitas Hindu Indonesia
Tahun 2019/2020
KATA PENGANTAR

Om Swastyastu,
Puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan
karunianya paper ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Tanpa pertolongan-Nya
tentunya penulis tidak akan sanggup untuk menyelesaikan paper ini dengan baik.
Penulis tentu menyadari bahwa paper ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis
mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk paper ini, agar paper ini nantinya
dapat menjadi paper yang lebih baik lagi. Apabila terdapat banyak kesalahan pada paper
ini, penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya kepada
dosen yang telah membimbing penulis dalam menulis paper ini.
Demikian, semoga paper ini dapat bermanfaat. Terima kasih.
Om Santih, Santih, Santih, Om.

Denpasar, 8 Maret 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................i
DAFTAR ISI.....................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1 Latar Belakang...........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................1
1.3 Tujuan........................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................2
2.1 Relevansi Etika dan Bisnis.........................................................................2
2.2 Pengertian Etika Bisnis..............................................................................3
2.3 Sasaran dan Ruang Lingkup Etika Bisnis..................................................4
2.4 Tingkatan Etika Bisnis...............................................................................5
2.5 Prinsip – Prinsip Etika Bisnis.....................................................................6
2.6 Relativitas Moral dalam Bisnis..................................................................8
2.7 Kendala – Kendala Pelaksanaan Etika Bisnis..........................................10
BAB III PENUTUP.................................................................................................11
3.1 Kesimpulan...............................................................................................11
3.2 Saran.........................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................12

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bisnis merupakan suatu kegiatan yang bertujuan untuk memperoleh keuntungan
sebesar – besarnya. Hal inilah yang kemudian memicu para pelaku bisnis untuk
melakukan segala cara demi mencapai keuntungan, bahkan dengan cara – cara yang
tidak bermoral atau beretika. Etika di dalam bisnis sangat diperlukan untuk mendorong
berjalannya bisnis sehat. Etika bisnis sendiri ialah studi mengenai bagaimana norma
moral personal diaplikasikan dalam aktivitas dan tujuan perusahaan. Penting untuk
menerapkan etika sesuai dengan prinsip – prinsip etika bisnis yang berlaku. Mengingat
bisnis mencakup ruang lingkup yang sangat luas, hingga tingkat internasional. Sudah
seharusnya etika dan moral menjadi perhatian dalam menjalankan bisnis.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dalam paper ini, antara lain :
1.2.1 Bagaimana relevansi etika dan bisnis?
1.2.2 Apa pengertian etika bisnis?
1.2.3 Bagaimana sasaran dan ruang lingkup etika bisnis?
1.2.4 Bagaimana tingkatan etika bisnis?
1.2.5 Apa saja prinsip – prinsip etika bisnis?
1.2.6 Bagaimana relativitas moral dalam bisnis?
1.2.7 Apa kendala – kendala pelaksanaan etika bisnis?

1.3 Tujuan
1.3.1 Memahami relevansi etika dan bisnis.
1.3.2 Memahami pengertian etika bisnis.
1.3.3 Memahami sasaran dan ruang lingkup etika bisnis.
1.3.4 Memahami tingkatan etika bisnis.
1.3.5 Memahami prinsip – prinsip etika bisnis
1.3.6 Memahami relativitas moral dalam bisnis.
1.3.7 Memahami kendala – kendala dalam pelaksanaan etika bisnis.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Relevansi Etika dan Bisnis


Dari sudut pandang ekonomi, bisnis adalah kegiatan yang dilakukan dengan
maksud memperoleh keuntungan. Keuntungan pada umumnya diekspresikan dalam
bentuk uang. Harus diakui, kepentingan utama bisnis adalah menghasilkan
keuntungan maksimal bagi shareholders. Bisnis bukanlah karya amal. Dipandang
dari sudut ekonomis, bisnis yang baik adalah bisnis yang mendatangkan banyak
keuntungan. Fokus itu membuat perusahaan mengambil jalan pintas dengan
menghalalkan segala cara agar bisa meraih keuntungan. Tidaklah mengherankan
bila pandangan lama menyatakan bahwa bisnis itu immoral (tidak bermoral).
Pandangan bahwa bisnis immoral kemudian mengalami perubahan menjadi
lebih lunak, yaitu bahwa bisnis itu amoral, artinya moral dan bisnis merupakan dua
dunia yang sangat berbeda, dan keduanya tidak dapat dicampuradukkan. Sering
dikatakan bahwa “business is business”. Bisnis jangan dicampuradukkan dengan
etika.
Inilah ungkapan-ungkapan yang oleh De George disebut sebagai Mitos
Bisnis Amoral. Yang mau digambarkan dalam mitos ini adalah bahwa tugas pelaku
bisnis adalah berbisnis dan bukan beretika. Atau secara lebih tepat , mitos bisnis
amoral mengungkapkan suatu keyakinan bahwa antara bisnis dan moralitas atau
etika tidak ada hubungan sama sekali. Bisnis tidak punya sangkut paut dengan etika
dan moralitas. Keduanya adalah dua bidang yang terpisah satu sama lain. Karena
itu, bisnis tidak boleh dinilai dengan menggunakan norma dan nilai-nilai etika.
Bisnis dan etika adalah dua hal yang sangat berbeda dan tidak boleh
dicampuradukkan. Apabila antara etika dan bisnis dicampuradukkan, maka akan
terjadi sebuah kesalahan katerogis. Bisnis hanya bisa dinilai dengan kategori dan
norma-norma bisnis dan bukan kategori dan norma-norma etika.
Menurut mitos bisnis amoral ini, karena kegiatan orang bisnis adalah
melakukan bisnis sebaik mungkin untuk mendapat keuntungan, maka yang menjadi
pusat perhatian bisnis adalah bagaimana memproduksi, mengedarkan, menjual, dan
membeli barang untuk memperoleh keuntungan. Singkatnya sasaran dan tujuan,
bahkan tujuan satu-satunya, dari bisnis adalah mendatangkan keuntungan sebesar-

2
besarnya. Jadi menurut mitos bisnis amoral, etika tidak relevan bila dikaitkan
dengan bisnis.
Bisnis yang baik (good business) bukan saja bisnis yang banyak
mendatangkan keuntungan, tetapi juga bisnis yang baik secara moral. Tokoh etika
Amerika Serikat, Richard T. De George (Ali dan Fanzi, 1998:21) mengemukakan
alasan-alasan tentan keberadaan etika bisnis sebagai berikut :
1. Bisnis tidak dapat disamakan dengan permainan judi. Dalam bisnis
memang dituntut keberanian mengambil risiko dan spekulasi, namun
yang dipertaruhkan bukan hanya uang, melainkan juga dimensi
kemanusiaan, seperti martabat atau nama baik pengusaha dengan
keluarganya, termasuk nasib orang-orang lain pada umumnya, dan
bahkan seluruh hidup si pengusaha.
2. Bisnis adalah bagian yang sangat penting dari masyarakat dan
menyangkut kepentingan semua orang. Oleh karena itu, praktek bisnis
mensyaratkan etika di samping hukum positif sebagai standar acuan
dalam pengambilan keputusan dan kegiatan bisnis. Dengan demikian,
kegiatan bisnis dapat dinilai dari sudut moral seperti halnya kegiatan
manusia lainnya.
3. Dilihat dari sudut pandang bisnis itu sendiri, praktek bisnis yang
berhasil adalah yang memperhatikan norma-norma moral masyarakat,
sehingga ia memperoleh kepercayaan dari masyarakat atas produk atau
jasa yang dijualnya.
4. Asas legalitas harus dibedakan dari asas moralitas. Praktek monopoli
dan monopsoni yang dilakukan oleh BPPC, misalnya, seccara resmi
memang ada dasar hukumnya, tetapi secara etis tidak bisa diterima
karena merugikan petani cengkeh dan pabrik rokok.
5. Etika bukanlah ilmu pengetahuan empiris. Tindakan yang dilakukan
oleh lebih banyak orang tidak otomatis berarti yang lebih baik.
Sekalipun korupsi dan kolusi merajalela di mana-mana, hal itu tidak
dengan sendirinya dapat dibenarkan secara etis.

2.2 Pengertian Etika Bisnis


Etika Bisnis merupakan etika terapan yang pada awalnya berkembang di
Amerika Serikat, kemudian meluas ke negara-negara Eropa. Tidaklah
3
mengherankan apabila kebanyakan telaah dan buku mengenai bisnis dan
manajemen berasal dari negara itu.
Menurut Weiss dalam Keraf (1993:66), etika bisnis adalah seni dan disiplin
dalam menerapkan prinsip-prinsip etika untuk mengkaji dan memecahkan
maasalah-masalah moral yang kompleks. Laura Nash (1990) mendefinisikan etika
bisnis sebagai studi mengenai bagaimana norma moral personal diaplikasikan
dalam aktivitas dan tujuan perusahaan. Etika bisnis menyangkut tiga bidang dasar
pembuatan keputusan menejerial, yaitu :
1. Pilihan-piihan tentang bagaimana seharusnya aturan hukum itu dan
apakah akan mengikuti aturan hukum itu;
2. Pilihan-pilihan tentang masalah ekonomi dan sosial di luar ranah
hukum; dan
3. Pilihan-pilihan tentang prioritas kepentingan orang tertentu di atas
kepentingan perusahaan.
Sebagai cabang filsafat terapan, etika bisnis menyoroti segi-segi moral perilaku
manusia yang mempunyai profesi di bidang bisnis dan manajemen. Oleh karea itu,
etika bisnis dapat dilihat sebagai usaha untuk merumuskan dan dan menerapkan
prinsip-prinsip etika di bidang hubungan ekonomi antar manusia. Sekalipun tidak
ada satu definisi terbaik untuk etika bisnis, namun terdapat konsensus bahwa etika
bisnis adalah studi yang mensyaratkan penalaran dan penilaian, baik yang
didasarkan atas prinsip-prinsip maupun kepercayaan dalam mengambil keputusan
guna menyeimbangkan kepentingan ekonomi diri sendiri terhadap tuntutan sosial
dan kesejahteraan.

2.3 Sasaran dan Ruang Lingkup Etika Bisnis


Terdapat 3 (tiga) sasaran dan ruang lingkup pokok etika bisnis (Keraf,
1998:69), yaitu :
1. Etika bisnis sebagai etika profesi membahas berbagai prinsip, kondisi, dan
masalah yang terkait dengan praktek bisnis yang bai dan etis. Dengan kata
lain, etika bisnis pertama-tama bertujuan menghimbau para pelaku bisnis
untuk menjalankan bisnisnya secara baik dan etis. Termasuk di dalamnya,
himbauan itu didasarkan juga pada hakikat dan tujuan bisnis, yaitu untuk
meraih keuntungan. Dalam hal ini, para pelaku bisnis dihimbau untuk
berbisnis secara baik dan etis, karena bisnis yang baik dan etis menunjang
4
keberhasilan bisnisnya dalam jangka panjang. Karena lebih sering ditujukan
kepada para manajer dan pelaku bisnis,dalam lingkup ini seringkali etika
bisnis disebut sebagai etika manajemen. Hanya saja, seringkali etika
manajemen diartikan secara sempit sebagai etika organisasi dan manajemen
perusahaan secara internal. Padahal, etika bisnis dalam lingkup ini tidak
hanya menyangkut perilaku dan organisasi perusahaan secara internal,
melainkan juga menyangkut perilaku bisnis secara eksternal. Etika bisnis
tidak hanya menyangkut perilaku kelembagaan dalam suatu perusahaan,
melainkan juga menyangkut perilaku bisnis yang baik dan etis secara
individual dalam interaksinya dengan pihak lain.
2. Untuk menyadarkan masyarakat, khususnya konsumen, buruh atau
pegawai, dan masyarakat luas, pemakai aset umum semacam lingkungan
hidup, akan hak dan kepentingan mereka yang tidak boleh dilanggar oleh
praktek bisnis siapa pun juga. Pada tingkat ini etika bisnis berfungsi
menggugah masyarakat agar menuntut para pelaku bisnis agar berbisnis
secara baik demi terjaminnya hak dan kepentingan masyarakat tersebut.
Etika bisnis mengajak masyarakat untuk bersatu dan secara bersama
melawan kecenderungan arogan bisnis ketika bisnis tidak lagi peduli pada
hak dan kepentingan masyarakat luas.
3. Etika bisnis juga membahas mengenai sistem ekonomi yang sangat
menentukan etis tidaknya suatu suatu praktek bisnis. Dalam hal ini, etika
bisnis lebih bersifat makro sehingga disebut etika ekonomi. Dalam lingkup
makro, etika bisnis berbicara mengenai monopoli, oligopoli, monopsoni,
kolusi, dan praktek-praktek semacamnya yang akan sangat mempengaruhi
sehat dan baiknya praktek bisnis dalam sebuah negara.

2.4 Tingkatan Etika Bisnis


Etika bisnis tidak hanya menyangkut persoalan-persoalan individual dalam
bisnis, tetapi juga menyangkut kepentingan semua pihak yang berkepentingan
(individu dan organisasi), baik yang berada di dalam maupun diluar perusahaan.
Berkaitan dengan hal ini terdapat 5 tingkatan etika bisnis, yaitu :
a. Individual
Pada tingkat ini tanggungjawab suatu tindakan etis berada pada
individu pelaku. Misalnya, seseorang berbohong tentang rekening
5
pengeluaran, menerima suap, pelecehan seks, membocorkan rahasia
perusahaan dan lain – lain. Untuk mengatasi masalah pada tingkat ini,
perlu ditelusuri motif dan standar etika pelaku.
b. Organisasional
Masalah etis pada tingkat organisasional muncul bila seseorang atau
sekelompok orang ditekan untuk mengabaikan atau memaklumi kesalahan
seseorang demi kepentingan seluruh organisasi. Untuk mengatasi masalah
etis pada tingkat ini, dapat dilakukan dengan terlebih dahulu mengkaji
prosedur kerja, kebijakan dan kode etik perusahaan.
c. Asosiasi
Seorang anggota asosiasi profesi, seperti akuntan, konsultan, dokter,
pengacara, notaris dan lainnya harus berpedoman pada kode etik
profesinya sebelum memberikan saran kepada klien.
d. Masyarakat
Pada tingkat masyarakat, hukum, peraturan, norma, kebiasaan dan
tradisi sangat menentukan perbuatan - perbuatan yang dapat diterima
secara sah. Setiap negara memiliki pedoman yang berbeda, sehingga suatu
ketentuan tidak berlaku untuk semua negara.
e. Internasional
Masalah etika bisnis pada tingkat internasional lebih rumit, karena
nilai-nilai budaya, politik, agama ikut berperan. Tuntutan masyarakat
internasional agar etika bisnis dilaksanakan semakin kuat terutama
menyangkut mutu agar konsumen terjamin kepuasannya. Tuntutan ini
melahirkan dibentuknya International Organization for Standardization
(ISO).

2.5 Prinsip – Prinsip Etika Bisnis


Sudah dapat dipastikan bahwa bisnis mempunyai etika. Prinsip – prinsip
etika yang berlaku dalam bisnis tidak terlepas dari nilai-nilai kehidupan manusia.
Dengan kata lain, prinsip – prinsip etika bisnis sangat dipengaruhi oleh sistem
nilai masyarakat setempat. Sebagai etika terapan, prinsip etika yang berlaku
dalam bisnis sesungguhnya adalah penerapan dari prinsip etika yang berlaku
secara umum.

6
Menurut Keraf (1998:73) prinsip – prinsip etika yang berlaku dalam bisnis,
adalah:
1. Prinsip Otonomi
Otonomi dalam hal ini adalah sikap dan kemampuan manusia untuk
mengambil keputusan berdasarkan kesadarannya sendiri tentang apa yang
dianggapnya baik untuk dilakukan. Untuk dapat bertindak otonom
diperlukan kebebasan untuk mengambil keputusan dan bertindak sesuai
dengan keputusan yang menurutnya terbaik. Kebebasan adalah unsur hakiki
dalam prinsip otonomi dan menjadi prasyarat utama untuk bertindak secara
etis. Hanya orang yang bebas yang dapat bertindak secara etis. Namun
kebebasan tidak menjamin bahwa seseorang bertindak otonom dan etis.
Kebebasan dapat mengakibatkan seseorang bertindak membabibuta tanpa
menyadari tindakannya baik atau buruk. Oleh karena itu, selain kebebasan,
tanggungjawab juga merupakan unsur yang penting. Jadi, orang yang
otonom adalah orang yang tahu akan tindakannya, bebas dalam melakukan
tindakannya, tetapi sekaligus juga bertanggungjawab atas tindakannya.
Tanggungjawab merupakan ciri dari makhluk bermoral.
Prinsip otonomi ini sejalan dengan tuntutan bisnis modern. Otonomi
mendorong inovasi, kreativitas dan meningkatkan produktivitas bisnis di
tengah persaingan yang ketat. Tanggungjawab moral tidak hanya ditujukan
kepada pelaku bisnis tetapi juga kepada semua pihak yang berkepentingan
(stakeholders), seperti pemasok, konsumen, pemerintah, pegawai dan lain –
lain.
2. Prinsip Kejujuran
Prinsip ini paling problematik, karena sekilas tampak aneh bila
kejujuran menjadi prinsip sebuah bisnis yang dikenal dengan tipu menipu
demi meraup untung. Kejujuran terkait dengan kepercayaan. Kejujuran
relevan dalam bisnis berkaitan dengan hal-hal sebagai berikut :
- Pemenuhan syarat – syarat kontrak atau perjanjian. Kejujuran sangat
penting dalam menjaga kelangsungan hubungan bisnis dengan para
relasi.

7
- Penawaran barang dan jasa yang meliputi mutu dan harga yang
sebanding. Kesesuaian mutu dan harga sebagaimana yang diiklankan
akan menciptakan kepercayaan dan kepuasan konsumen.
- Hubungan kerja internal. Perusahaan mampu bertahan apabila
hubungan kerja antar individu yang ada di dalamnya dilakukan
dengan berlandaskan pada kejujuran.
3. Prinsip Keadilan
Prinsip ini menuntut agar setiap orang diperlakukan secara adil
sesuai dengan kriteria yang rasional obyektif dan dapat
dipertanggungjawabkan. Keadilan menuntut agar setiap orang atau pihak
dalam bisnis diperlakukan secara adil dan tidak boleh dirugikan hak dan
kepentingannya. Tidak merugikan hak dan kepentingan orang lain sering
disebut dengan prinsip no harm.
4. Prinsip Saling Menguntungkan
Prinsip ini menuntut agar bisnis dijalankan sedemikian rupa
sehingga menguntungkan semua pihak. Dalam bisnis yang kompetitif, tetap
harus diupayakan terjadinya win-win solution.
5. Prinsip Integritas Moral
Prinsip ini dihayati sebagai tuntutan moral dalam diri pelaku bisnis
atau perusahaan, agar dalam menjalankan bisnisnya senantiasa menjaga
nama baik dirinya dan perusahaannya.
Dari kelima prinsip diatas, Adam Smith mengatakan bahwa prinsip
keadilan (no harm) merupakan prinsip yang paling pokok. Sampai tingkat tertentu
kedalam prinsip keadilan sudah terkandung prinsip-prinsip yang lain. Orang yang
adil cenderung jujur, mempunyai sikap otonom, tidak maumerugikan orang lain,
serta mempunyai integritas moral yang baik. Prinsip keadilan menjadi jiwa bagi
aturan bisnis dan semua praktek bisnis yang melanggar prinsip ini harus dilarang.
Praktek bisnis yang melanggar prinsip keadilan antara lain monopoli, kolusi,
nepotisme, manipulasi, hak istimewa, perlindungan politik dan lain-lain.

2.6 Relativitas Moral dalam Bisnis


Berdasarkan prinsip – prinsip etika bisnis, dapat dikatakan bahwa dalam
bisnis modern dewasa ini pelaku bisnis dituntut bersaing secara etis. Dalam

8
persaingan global yang tidak mengenal adanya perlindungan dan dukungan politik
tertentu, semua perusahaan harus bersaing berdasarkan prinsip – prinsip etika.
Persoalannya adalah etika siapa yang diikuti karena bisnis global tidak mengenal
batas negara. Untuk menjawab pertanyaan ini, berikut adalah beberapa pandangan
yang ada di masyarakat :
1. Norma etis berbeda di satu tempat dengan tempat lain. Tidak ada norma yang
universal. Oleh karena itu, bila berada di suatu negara, maka norma yang
berlaku di negara itulah yang harus diikuti. Perusahaan multinasional harus
beroperasi berdasarkan nilai-nilai budaya yang berlaku di negara dimana
perusahaan beroperasi.
2. Norma pada negara sendirilah yang paling tepat. Menurut norma ini, prinsip
yang harus dipegang ketika berada dimana pun adalah norma yang berlaku di
negara sendiri.
3. Tidak ada norma moral yang perlu diikuti sama sekali. Norma ini oleh De
George sebagai immoralis naif. Pandangan ini tidak benar sama sekali.
Menurut pandangan pertama, norma dan nilai moral bersifat relatif dan
tidak ada norma moral yang universal. Hal ini tidak sepenuhnya benar. Tindakan
mencuri, berbohong, dan menipu yang terjadi dimana pun pasti dikecam karena
tidak etis. Pandangan ini tidak membedakan antara moralitas dan hukum. Akan
lebih tepat apabila perusahaan multinasional harus tunduk pada hukum yang
berlaku di negara tempat perusahaan tersebut beroperasi.
Pandangan yang kedua beranggapan bahwa moralitas bersifat universal
yang menyangkut baik buruknya perilaku manusia sebagai manusia. Oleh karena
itu, dimana pun berada, prinsip, nilai dan norma moral akan tetap berlaku.
Pandangan ini tidak sepenuhnya benar, karena kemajuan kondisi ekonomi, social,
politik tidak sama di semua negara, sehingga hukum yang berlaku di negara
perusahaan asal belum tentu berlaku di negara lain.
Menurut De George, prinsip pokok yang dapat berlaku universal adalah
prinsip integritas moral yang berarti bersaing dengan penuh integritas moral. Ia
tidak setuju kalua prinsip no harm dikatakan prinsip pokok dalam bisnis.
Alasannya, prinsip ini dituangkan ke dalam aturan dan terlalu bersifat legalitas,
karena itu berkonotasi heteronom. Namun, De George lupa bahwa prinsip no harm
tidak hanya dituangkan ke dalam hukum saja, tetapi juga dalam hati setiap pelaku
bisnis sebagai prinsip dimana dalam berbisnis tidak boleh dirugikan dan merugikan
9
hak dan kepentingan pihak lain. Berbagai kasus korupsi, penyuapan, kolusi,
nepotisme yang melanda Indonesia menunjukkan bahwa integritas moral diabaikan
begitu saja dan masih sebatas himbauan. Oleh karena itu, prinsip no harm yang
didukung oleh aturan yang dilaksanakan secara konsekuen merupakan syarat
mutlak bagi kegiatan dan iklim bisnis yang sehat, baik dan etis. Dengan demikian,
prinsip no harm dan integritas moral sesungguhnya bersifat universal, yakni dapat
diakui dan berlaku dimana saja. Oleh karena itu, relativitas moral dalam bisnis
tidaklah benar. Dalam bisnis tetap dituntut dan diakui berbagai prinsip moral,
khususnya no harm yang berlaku paling universal.

2.7 Kendala – Kendala Pelaksanaan Etika Bisnis


Pelaksanaan prinsip – prinsip etika bisnis di Indonesia masih berhadapan dengan
beberapa masalah dan kendala, yaitu :
1. Standar moral para pelaku bisnis pada umumnya masih lemah. Banyak yang
menempuh jalan pintas, bahkan menghalalkan segala cara untuk memperoleh
keuntungan. Misalnya, memalsukan campuran, menjual barang sudah
kedaluarsa, memanipulasi laporan keuangan. Disamping itu, tidak ada orang
yang serratus persen bersih etis dan bermoral dalam seluruh tindakannya.
2. Banyak perusahaan yang mengalami konflik kepentingan. Konflik ini muncul
karena ketidaksesuaian antara nilai pribadi yang dianut dengan peraturan
yang berlaku dan tujuan yang hendak dicapai (konflik antara deontologi dan
teleologi).
3. Situasi politik dan ekonomi yang belum stabil. Ketidakstabilan ini
memungkinkan dilakukannya terobosan dan spekulasi untuk memanfaatkan
peluang guna memperoleh keuntungan tanpa menghiraukan akibatnya.
4. Lemahnya penegakan hukum. Lemahnya penegakan hukum mempersulit
upaya-upaya untuk memotivasi pelaku bisnis menegakkan norma-norma
etika.
5. Belum ada organisasi profesi bisnis dan manajemen yang khusus menangani
masalah penegakan kode etik bisnis dan manajemen. Organisasi – organisasi
profesi yang ada, secara khusus belum menangani penyusunan dan
penegakan kode etik bisnis dan manajemen.
Sudah seharusnya disadari bahwa pelanggaran etika bisnis dapat melemahkan
daya saing hasil industry di pasar internasional. Lebih parah lagi bila pengusaha
10
Indonesia menganggap remeh etika bisnis yang berlaku secara umum dan tidak
mengikat itu. Kecenderungan makin banyaknya pelanggaran etika bisnis membuat
keprihatinan banyak pihak. Pengabaian etika bisnis dirasakan akan membawa
kerugian tidak saja untuk masyarakat, tetapi juga bagi tatanan ekonomi nasional.
Disadari atau tidak, para pengusaha yang tidak memperhatikan etika bisnis akan
menghancurkan diri mereka sendiri dan negara.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Menjalankan suatu bisnis memerlukan etika bisnis untuk membuat bisnis
tersebut berjalan tanpa kecurangan. Etika bisnis sendiri merupakan seni dan disiplin
dalam menerapkan prinsip-prinsip etika untuk mengkaji dan memecahkan maasalah-
masalah moral yang kompleks atau dapat dikatakan pula etika bisnis sebagai studi
mengenai bagaimana norma moral personal diaplikasikan dalam aktivitas dan tujuan
perusahaan. Etika bisnis memiliki cakupan yang sangat luas, hingga pada tingkat
internasional.
Dalam menerapkan etika bisnis pun harus berpatokan atau berpedoman
kepada prinsip – prinsip etika yang ada, antara lain prinsip otonomi, kejujuran,
keadilan, saling menguntungkan dan integritas moral. Etika dan moral bisnis berlaku
secara universal, dimanapun pelaku bisnis berapa ia harus tetap menjalankan bisnis
sesuai dengan etika dan moral. Penting untuk seorang pelaku bisnis menyadari
betapa pentingnya etika bisnis, namun pada kenyataanya banyak dijumpai kendala –
kendala yang dapat menghambat pelaksanaan prinsip etika bisnis itu sendiri.

3.2 Saran
Meskipun penulis menginginkan kesempurnaan dalam penyusunan paper
ini, akan tetapi pada kenyataannya masih banyak kekurangan yang perlu penulis
perbaiki. Hal ini karena minimnya pengetahuan penulis. Oleh karena itu, kritik dan
saran yang membangun dari pembaca sangat penulis harapkan sebagai bahan
evaluasi untuk kedepannya.

11
DAFTAR PUSTAKA

Dewi, Sutrisna. 2011. Etika Bisnis : Konsep Dasar Implementasi & Kasus. Udayana
University Press

12

Anda mungkin juga menyukai