Anda di halaman 1dari 32

DEFINISI/PENGERTIAN TEORI PERILAKU TEORI X DAN TEORI Y (X Y BEHAVIOR

THEORY) DOUGLAS MCGREGOR


Teori prilaku adalah teori yang menjelaskan bahwa suatu perilaku tertentu dapat membedakan pemimpin
dan bukan pemimpin pada orang-orang. Konsep teori X dan Y dikemukakan oleh Douglas McGregor
dalam buku The Human Side Enterprise di mana para manajer / pemimpin organisasi perusahaan
memiliki dua jenis pandangan terhadap para pegawai / karyawan yaitu teori x atau teori y.
A. Teori X
Teori ini menyatakan bahwa pada dasarnya manusia adalah makhluk pemalas yang tidak suka bekerja
serta senang menghindar dari pekerjaan dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Pekerja memiliki
ambisi yang kecil untuk mencapai tujuan perusahaan namun menginginkan balas jasa serta jaminan hidup
yang tinggi. Dalam bekerja para pekerja harus terus diawasi, diancam serta diarahkan agar dapat bekerja
sesuai dengan yang diinginkan perusahaan.
B. Teori Y
Teori ini memiliki anggapan bahwa kerja adalah kodrat manusia seperti halnya kegiatan sehari-hari
lainnya. Pekerja tidak perlu terlalu diawasi dan diancam secara ketat karena mereka memiliki
pengendalian serta pengerahan diri untuk bekerja sesuai tujuan perusahaan. Pekerja memiliki kemampuan
kreativitas, imajinasi, kepandaian serta memahami tanggung jawab dan prestasi atas pencapaian tujuan
kerja. Pekerja juga tidak harus mengerahkan segala potensi diri yang dimiliki dalam bekerja.

Chapter 2
ORGANIZATIONAL CULTURE
Pengertian Budaya Organisasi Budaya menunjukkan gambaran atau ciri suatu kelompok tertentu
ditengahtengah masyarakat dalam melaksanakan aktivitas dan memecahkan permasalahan yang
dihadapinya.Dalam kelompok tertentu ada suatu peraturan atau ketentuan yang harus dilakukan dalam
melaksanakan dan memecahkan sesuatu permasalahan. Peraturan atau ketentuan yang ditetapkan tersebut
harus dijunjung bersama untuk dilaksanakan sehingga merupakan suatu kepercayaan dan mempunyai
nilai yang dapat membentuk dan menunjukkan perilaku para anggotanya. Setiap negara mempunyai cara
yang berbeda dalam melaksanakan suatu aktivitas dan memecahkan permasalahan yang dihadapinya
untuk mencapai tujuan tertentu, sehingga bisa dikatakan bahwa budaya dari setiap negara itu berbeda. Di
suatu negara tertentu juga terdapat kelompok-kelompok tertentu yang memiliki budaya berbeda, itulah
yang disebut sebagai sub-budaya (sub-culture). Seperti halnya di Indonesia terdapat banyak suku memilki
budaya yang berbeda.
Dengan demikian di negara Indonesia yang majemuk ini terdapat banyak budaya yang berbeda. Hal yang
sama, dalam sebuah organisasi mempunyai budaya yang disebut sebagai budaya organisasi (organization
culture).
Budaya organisasi adalah suatu sistem yang merupakan bagian dari kepercayaan (belief) dan nilai-nilai
(values) yang dapat membentuk dan menunjukkan perilaku para anggotanya.

Schein (2004) mendefinisikan budaya organisasi adalah sebuah pola asumsi dasar yang dapat dipelajari
oleh sebuah organisasi dalam memecahkan permasalahan yang dihadapinya dari penyesuaian diri
eksternal dan integrasi internal, telah bekerja dengan baik dan dianggap berharga, oleh karena itu
diajarkan kepada anggota baru sebagai cara yang benar untuk menyadari, berpikir, dan merasakan dalam
hubungan untuk masalah tersebut. Setiap organisasi mempunyai budaya yang berbeda untuk mencapai
tujuannya.
Dalam sebuah perusahaan, budaya perusahaan (corporate culture) merupakan aspek kunci dari suatu
organisasi. Robins (2002) mengungkapkan bahwa budaya organisasi merujuk kepada suatu sistem
pengertian bersama yang dipegang oleh anggota-anggota suatu organisasi, yang membedakan organisasi
tersebut dengan organisasi lainnya.
Berdasarkan pengertian tersebut, ada karakter tertentu yang dimiliki suatu organisasi sehingga
membedakan suatu organisasi dengan organisasi lainnya. Karakteristik tersebut dibagi dalam beberapa
tingkat antara lain:
1. Inovasi dalam pengambilan risiko: tingkat mendorong karyawan untuk bersikap inovatif dan berani
dalam mengambil risiko.
2. Perhatian secara detail: tingkat tuntutan terhadap karyawan untuk mampu memperlihatkan ketepatan,
analisis, dan perhatian terhadap detail.
3. Orientasi terhadap hasil: tingkat tuntutan kepada manajemen untuk memusatkan perhatian pada hasil
daripada teknik dan proses yang digunankan untuk memperoleh hasil tesebut.
4. Orientasi kepada individu: tingkat keputusan manajemen dalam mempertimbangkan akibat hasil
terhadap individu dalam organisasi.
5. Orientasi terhadap kelompok: tingkat aktivitas pekerjaan yang diatur dalam kelompok.
6. Agresivitas: tuntutan kepada orang-orang dalam organisasi agar agresif dan bersaing.
7. Stabilitas: tingkat penekanan aktivitas organisasi dalam mempertahankan status quo dibandingkan
pertumbuhan. Karakteristik-karakteristik tesebut merupakan nilai (value) bagi suatu oranisasi.
Setiap perusahaan mempunyai karakteristik tersendiri dan berbeda dengan organisasi lain, sehingga nilai
suatu perusahaan berbeda dengan perusahaan lainnya tergantung kepatuhan para anggota organisasi
dalam melaksanakan karakteristikkarakteristik yang dimilikinya. Karateristik setiap organisasi sudah
ditetapkan sejak organisasi tersebut didirikan oleh pendirinya (founder) sesuai visi dari perusahaan
tersebut. Oleh karena itu budaya organisasi merupakan ketentuan yang bersifat deskriptif.
Kreitner dan Kinicki (2001) mengatakan bahwa budaya organisasi adalah satu wujud anggapan yang
dimiliki, diterima secara implisit oleh kelompok dan menentukan bagaimana kelompok tesebut
merasakan, pikirkan, dan bereaksi terhadap lingkungannya yang beraneka ragam.
Berdasarkan pengertian tersebut budaya organisasi memiliki tiga karakteristik antara lain:
1. Budaya organisasi diberikan kepada para karyawan baru melalui proses sosialisasi,

2. Mempengaruhi perilaku karyawan di tempat kerja, dan


3. Berlaku pada dua tingkat yang berbeda, masing-masing tingkat beragam dalam kaitannya dengan
pandangan ke luar dan kemampuan bertahan terhadap perubahan.
Budaya organisasi dapat dilihat secara jelas (concrete) dan yang lebih abstrak.
Budaya organisasi yang secara konkrit wujudnya dapat dilihat secara jelas, misalnya organisasi mencakup
akronim, gaya berbusana, penghargaan, mitos dan cerita mengenai organisasi, daftar nilai yang
dipublikasikan, upacara dan ritual, yang dapat diamati, lapangan parkir khusus, dekorasi, dan sebagainya.
Selain dari pada itu, sifat konkrit ini juga mencakup perilaku yang ditunjukkan oleh individuindividu dan
kelompok dalam organisasi.
Sedangkan budaya organisai yang bersifat abstrak, budaya merefleksikan pada nilai-nilai (values) dan
keyakinan (belief) yang dimilki oleh para anggota organisasi.
Budaya organisasi yang bersifat konkrit lebih mudah untuk diubah dibandingkan dengan yang bersifat
abstrak.
Nilai-nilai yang terkandung pada budaya organisasi yang bersifat abstrak lebih lama bertahan dan tidak
terlalu cepat mengalami perubahan. Individu-individu yang bergabung dengan oraganisasi akan menerima
nilainilai dan kepercayaan yang diajarkan kepada mereka.Akan tetapi, nilai dan kepercayaan yang mereka
terima belum tentu cukup membantu mereka untuk mencapai hasil yang ditentukan organisasi.Individu
tersebut perlu belajar agar nilainilai dan keyakinan yang mereka miliki dapat berkembang pada diri
mereka.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat dinyatakan bahwa budaya organisasi itu sangat kompleks
dan mempunyai multi dimensional.Budaya organisasi merupakan sekumpulan nilai dan kepercayaan yang
diterima dan diterapkan semua anggota organisasi dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan
sebelumnya.
Dengan demikian, budaya organisasi tidak lain dari sekumpulan peraturan dan ketentuan yang disepakati
untuk dilaksanakan para anggota organisasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.Budaya
organisasi mempunyai nilai yang tinggi apabila para anggotanya patuh pada aturan dan ketentuan yang
ditetapkan organisasi tersebut.Sebaliknya, mempunyai nilai yang rendah apabila para anggota organisasi
tidak patuh pada aturan-aturan dan ketentuan-ketentuan organisasi (Bangun, 2008).
Budaya organisasi merupakan cerminan dari karakteristik-karakteristiknya, bukan menunjukkan perasaan
para anggotanya. Oleh sebab itu, budaya organisasi merupakan ketentuan deskriptif sehingga dapat
membedakannya dengan sikap kerja.
Tingkatan Budaya Organisasi
Berdasarkan pengertian di atas, dapat dikatakan bahwa budaya organisasi dapat dibagi menjadi dua
tingkatan, antara lain budaya tidak nyata (abstrak), dan budaya yang dapat diketahui secara nyata.Budaya
tidak nyata adalah suatu budaya yang tidak dapat dilihat wujudnya atau dirasakan, tetapi mempunyai arti
yang besar dan dapat mengubah perilaku manusia.Tetapi, budaya nyata merupakan budaya yang dapat
diketahui dengan menggunakan pancaindera manusia, seperti dilihat, didengar, dan dirasakan.Dengan

demikian, baik budaya tidak nyata maupun nyata sama-sama mempunyai nilai dan dapat mempengaruhi
sikap dan perilaku manusia dalam perusahaan.
Menurut Schein (2004), budaya organisasi terdiri dari tiga tingkat antara lain artifacts, espoused beliefs
and values, dan underlying assumption (Gambar 1).
Artifacts adalah sesuatu yang dapat dilihat, didengar, dan dirasakan oleh manusia tentang suatu subjek,
benda atau peristiwa.Artifact dapat berupa produk, jasa, bahkan perilaku manusia. Misalnya, bila Anda
memasuki sebuah perusahaan besar mungkin Anda dapat melihat peralatan kantornya yang biasa-biasa
saja, akan tetapi pada perusahaan lainnya menggunakan peralatan kantor yang sangat rapi dan
menggunakan peralatan yang sangat bagus dan mahal harganya. Sebuah produk tampil beda dengan
produk lainnya dalam bentuk kemasan dan kualitasnya. Contoh lain bisa kita lihat, sebuah bank melayani
nasabahnya dengan biasa-biasa saja, tetapi pada bank lain pelayanannya sangat luar biasa, setiap nasabah
yang datang diberi minuman atau permen. Dari contoh-contoh di atas dapat kita lihat dan rasakan adanya
perbedaan dari kedua perusahaan tersebut.
Espoused beliefs and values merupakan suatu pengorbanan untuk perbaikan dalam pekerjaan. Pada
tingkat ini, sesuatu yang tidak dapat dilihat karena ada dalam pikiran dan dapa disadari oleh manusia.
Schein mengatakan bahwa sebagian organisasi mempunyai budaya yang dapat melacak nilai-nilai yang
didukung kembali ke penemu budaya. Nilai-nilai yang didukung ini dapat menciptakan artifacts.
Underlying assumption adalah suatu keyakinan yang dianggap sudah oleh anggota organisasi. tingkat ini
menunjukkan bahwa ada suatu anggapan yang dimiliki oleh sebuah organisasi pada tempat dan waktu
tertentu dalam melaksanakan aktivitasnya. Sebuah bank mempunyai anggapan dasar bahwa startegi
pelayanan yang dilakukan akan disenangi oleh nasabahnya.
Three Phase Model of Organizational Socialization
Model sosialisasi organisasi ini dialami oleh setiap karyawan baru dalam linkungan kerja. Peneliti Daniel
Feldman telah mengusulkan sebuah model dengan tiga fase yang menunjukkan perilaku lebih dalam di
balik sosialisasi organisasi
1. Anticipatory Socialization
terjadi sebelum seorang karyawan memasuki sebuah perusahaan, itu adalah pembelajaran yang
terjadi sebelum bergabung dengan organisasi. Sikap karyawan terhadap lingkungan kerja baru
dapat goyah sebelum mereka mulai bekerja dengan beberapa hal. Pendapat orang luar dari
perusahaan, proses rekrutmen pertama kali, semua ini dapat memberikan informasi kepada
karyawan tentang perusahaan bahkan sebelum hari pertama nya.
2. Encounter
terjadi pada hari pertama di tempat kerja. Ini adalah ketika karyawan baru belajar mengenai
seperti apa perusahaan yang baru ia masuki. Banyak perusahaan memiliki program orientasi
karyawan baru, yang membantu karyawan baru dalam menyesuaikan diri dan beradaptasi dengan
lingkungan baru mereka.
3. Change and Acquisition
fase membutuhkan karyawan untuk menguasai tugas penting dan peran dan menyesuaikan diri
dengan kelompok kerja mereka nilai-nilai dan norma-norma

Type of Organizational Culture


klasifikasi budaya organisasi menurut Cameron dan Quinn, khususnya The Competing Values
Framework. Konteks pendekatan Cameron dan Quinn adalah budaya organisasi untuk mendukung
efekfifitas pengelolaan organisasi dan perubahan-perubahan. Dalam buku mereka Diagnosing and
Changing Organisational Culture, Cameron dan Quinn (2006) menggunakan dimensi fokus organisasi
dan Dimensi Fleksibilitas dan Kontrol sebagaimana gambar sebagai berikut :

Berdasarkan kedua dimensi tersebut maka budaya organisasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Budaya organisasi yang ditandai oleh proses-proses yang mengutamakan kestabilan, keteraturan,
dan kontrol, di sisi lain fokus orientasi pada faktor eksternal organisasi, diferensiasi dan
persaingan.
2. Budaya organisasi yang ditandai oleh proses-proses yang mengutamakan
fleksibilitas,
pertimbangan atau kebijaksanaan, dan kedinamisan, di sisi lain fokus orientasi pada aspek
eksternal organisasi, diferensiasi dan persaingan.
3. Budaya organisasi yang ditandai oleh proses-proses yang mengutamakan kestabilan, keteraturan
dan kontrol, di sisi lain fokus orientasi pada faktor internal organisasi, integrasi dan kesatuan.
4. Budaya organisasi yang ditandai oleh proses-proses yang mengutamakan fleksibilitas,
pertimbangan atau kebijaksanaan, dan dinamis, di sisi lain fokus orientasi pada faktor internal
organisasi, integrasi dan kesatuan.
Sehingga dibagi menjadi 4 tipe organizational culture :
1. Budaya Kontrol (Hierarki). Organisasi yang hirarkis biasanya ditandai oleh birokrasi. Budaya
hirarki mengutamakan stabilitas dan kontrol serta fokus pada proses internal dan integrasi.
Organisasi dengan budaya hirarki mementingkan standarsiasi, kontrol, dan struktur yang baku

dan tegas mengatur kewenangan dan pengambilan keputusan. Salah satu contoh dari budaya
hirarki adalah McDonalds yang sangat mengutamakan standarisasi dan efisiensi.
Lingkungan kerja diorganisasikan sangat terstruktur dan formal. Peraturan-peraturan dan
prosedur mengatur sikap dan perilaku anggota organisasi. Pemimpin dituntut untuk menjadi
koordinator dan pengelola dengan pola pikir dan pendekatan efisiensi. Memelihara organisasi
agar berjalan lancar adalah tugas terpenting. Kebijakan formal menjadi pedoman yang harus
dipahami, ditaati dan dilaksanakan oleh seluruh anggota organisasi. Orientasi jangka panjang
menekankan pada stabilitas, operasi dan kinerja yang efisien. Keberhasilan diartikan sebagai
kemampuan penyerahan produk dan jasa yang berkualitas pada jadual yang tepat dengan biaya
rendah. Manajemen menghendaki segala sesuatu dapat diprediksi dan berjalan aman.

2. Budaya Compete (Market). Budaya Compete (Market) memiliki kesamaan dengan budaya
hirarki, terutama dalam hal mengutamakan stabilitas dan kontrol. Perbedaannya, budaya compete
(market) fokus pada aspek eksternal dan diferensiasi. Budaya compete (market) fokus pada
hubungan-hubungan dan transaksi-transaksi dengan pemasok, pelanggan, kontraktor, pembuat
undang-undang, konsultan dan regulator. Fokus pada aspek eksternal organisasi diyakini akan
membawa organisasi mencapai kesuksesan. Di sisi lain, hirarki dan kontrol dilakukan melalui
peraturan-peraturan, standard operating procedures, dan pekerjaan-pekerjaan yang sangat
spesialis.
Salah satu contoh organisasi dengan budaya compete (market) adalah General Electric (GE)
selama dipimpin oleh CEO Jack Welch. Welch menegaskan bahwa semua bisnis GE harus
menjadi nomor satu atau nomor dua di industrinya, jika tidak maka bisnis tersebut akan ditutup
atau dijual. Budaya GE sangat menghargai kemampuan kompetitif di mana hasil lebih ditekankan
daripada proses.
Pengelolaan sumber daya manusia berorientasi pada hasil dan kompetisi. Pemimpin adalah orang
yang menuntut, dan pendorong, dan produktif. Penekanan pada kemenangan menjadi tujuan
yang mempersatukan anggota organisasi. Fokus perhatian pada sukses dan reputasi. Orientasi
jangka panjang adalah pada tindakan-tindakan kompetitif, dan pencapaian sasaran dan target
organisasi. Sukses diartikan dengan penguasaan pangsa pasar dan penetrasi, mementingkan harga
yang kompetitif dan kepemimpinan pasar.

3. Budaya Kolaborasi (CLAN Culture). Dalam matriks, budaya clan memiliki persamaan dengan
budaya hirarki, terutama dalam hal fokus pada proses internal dan integrasi. Perbedaannya,
budaya clan menekankan pada fleksibilitas dan kebijaksanaan daripada stabilitas dan integrasi.
Budaya clan lebih banyak ditemukan di perusahaan-perusahaan Jepang, di mana mereka lebih
menekankan pada kerjasama tim. Dalam budaya clan, perusahaan-perusahaan Jepang
mengorganisasi perusahaan sebagaimana layaknya sebuah keluarga dan karena itu sangat
menekankan pada kohesivitas kelompok, lingkungan kerja yang manusiawi, komitmen tim, dan
kepatuhan.

Lingkungan kerja bersifat terbuka dan ramah yang memungkinkan setiap orang saling
berinteraksi dan berbagi. Organisasi dikelola sebagaimana layaknya sebuah keluarga luas
(extended family). Pemimpin dianggap sebagai mentor dan bahkan sebagai orang tua. Kepatuhan
terhadap organisasi dan tradisi relatif sangat kuat. Menekankan pada pembinaan SDM jangka
panjang dan kohesivitas kelompok. Fokus perhatian adalah pada manusia dan sangat menghargai
kerjasama tim, partisipasi dan konsensus.
4. Budaya Create (Adhocracy).
Dalam matriks, budaya adhocracy memiliki persamaan dengan budaya clan dalam hal penekanan
pada fleksibilitas dan kebijaksanaan. Perbedaannya, budaya adhocracy fokus pada eksternal
organisasi dan diferensiasi.
Pada era informasi, diperlukan pendekatan baru untuk mengelola organisasi dalam menghadapi
perubahan-perubahan yang relatif cepat dan berdampak luas. Perubahan-perubahan sosial,
ekonomi dan teknologi membuat strategi dan taktik lama yang digunakan menjadi tidak relevan
lagi. Organisasi yang mampu bertahan, bersaing, tumbuh dan berkelanjutan adalah organisasi
yang mampu kreatif dan inovatif. Google adalah salah satu contoh organisasi yang menerapkan
budaya adhocracy.

Chapter 4
UNDERSTANDING SOCIAL PERSEPTION AND MANAGING DIVERSITY
Persepsi adalah proses kognitif yang memungkinkan kita untuk menafsirkan dan memahami lingkungan
kita. Diawali dengan proses recognisi, dimana recognisi adalah kesadaran bahwa suatu objek, seseorang
atau suatu peristiwa sudah dikenal di masa lalu.
Didalam persepsi, terdapat 4 tahap :
1. Selective Attention
Atensi atau perhatian adalah pemrosesan secara sadar sejumlah kecil informasi dari sejumlah
besar informasi yang tersedia. Informasi didapatkan dari penginderaan, ingatan maupun proses
kognitif lainnya. Perhatian adalah reaksi umum yang menyebabkan bertambahnya aktifitas daya
konsentrasi dan fokus terhadap satu objek, baik didalam maupun di luar dirinya.
Perhatian merupakan reaksi umum dari organisme dan kesadaran, yang menyebabkan
bertambahnya aktifitas, daya konsentrasi, dan pembatasan kesadaran terhadap satu objek.
Perhatian selektif terdapat pada situasi dimana seseorang memantau beberapa sumber informasi
sekaligus. Penerima informasi harus memilih salah satu sumber informasi yang paling penting
dan mengabaikan yang lainnya. Faktor-faktor yang memengaruhi perhatian selektif adalah
harapan, stimulus, dan nilai-nilai. Penerima informasi mengharapkan sebuah sumber tertentu
menyediakan informasi dan memberikan perhatian lebih pada sumber tersebut, memilih stimulus
yang paling memberikan efek atau terlihat dibanding yang lain, dan memilih sumber informasi
yang paling penting.
2. Encoding and Simplification

Encoding merupakan suatu proses mengubah sifat suatu informasi ke dalam bentuk yang sesuai
dengan sifat-sifat memori organisme. Proses ini sangat mempengaruhi lamanya suatu informasi
disimpan dalam memori.
Proses pengubahan informasi ini dapat terjadi dengan dua cara, yaitu:
- Tidak sengaja, yaitu apabila hal-hal yang diterima oleh inderanya dimasukkan dengan tidak
sengaja ke dalam ingatannya. Contoh konkritnya dapat kita lihat pada anak-anak yang umumnya
menyimpan pengalaman yang tidak disengaja, misalnya bahwa ia akan mendapat apa yang
diinginkan jika ia menangis keras-keras sambil berguling-guling.
- Sengaja, yaitu bila individu dengan sengaja memasukkan pengalaman dan pengetahuan ke
dalam ingatannya. Contohnya kita sebagai mahasiswa, dimana dengan sengaja kita memasukkan
segala hal yang dipelajarinya di perguruan tinggi.
3. Storage and Retention
Storage adalah mengenai penyimpanan (penyimpanan terhadap apa yang telah diproses dalam
encoding, apa yang dipelajari atau apa yang dipersepsi). Sesuatu yang telah dipelajari biasanya
akan tersimpan dalam bentuk jejak-jejak (traces) dan bisa ditimbulkan kembali. Jejak-jejak
tersebut biasa juga disebut dengan memory traces. Walaupun disimpan namun jika tidak sering
digunakan maka memory traces tersebut bisa sulit untuk ditimbulkan kembali bahkan juga hilang,
dan ini yang disebut dengan kelupaan. Sehubungan dengan masalah retensi dan kelupaan, ada
satu hal yang penting yang dapat dicatat, yaitu mengenai interval atau waktu antara memasukkan
dan menimbulkan kembali.
Masalah intercal dapat dibedakan atas lama interval dan isi interval:
- Lama interval, yaitu berkaitan dengan lamanya waktu pemasukan bahan (act of remembering).
Lama interval berkaitan dengan kekuatan retensi. Makin lama intervalnya, makin kurang kuat
retensinya, atau dengan kata lain kekuatan retensinya menurun.
- Isi interval, yaitu berkaitan dengan aktivitas-aktivitas yang terdapat atau mengisi interval.
Aktivitas-aktivitas yang mengisi interval akan merusak atau mengganggu memory traces,
sehingga kemungkinan individu akan mengalami kelupaan.
4. Retrieval and Response
Retrieval adalah berkaitan dengan menimbulkan kembali hal-hal yang disimpan dalam ingatan.
Proses mengingat kembali merupakan suatu proses mencari dan menemukan informasi yang
disimpan dalam memori untuk digunakan kembali bila dibutuhkan. Mekanisme dalam proses
mengingat kembali sangat membantu organisme dalam menghadapi berbagai persoalan seharihari. Seseorang dikatakan Belajar dari Pengalaman karena ia mampu menggunakan berbagai
informasi yang telah diterimanya di masa lalu untuk memecahkan berbagai masalah yang
dihadapi saat ini juga.
Menimbulkan kembali ingatan yang sudah disimpan dapat menggunakan cara:
- Recall, yaitu proses mengingat kembali informasi yang dipelajari di masa lalu tanpa petunjuk
yang dihadapkan pada organisme. Conyohnya mengingat nama seseorang tanpa kehadiran orang
yang dimaksud.
- Recognize, yaitu proses mengenal kembali informasi yang sudah dipelajari melalui suatu
petunjuk yang dihadapkan pada organisme. Contohnya mengingat nama seseorang saat ia
berjumpa dengan orang yang bersangkutan.

- Redintegrative, yaitu proses mengingat dengan menghubungkan berbagai informasi menjadi


suatu konsep atau cerita yang cukup kompleks. Proses mengingat reintegrative terjadi bila
seseorang ditanya sebuah nama, misalnya Siti Nurbaya (tokoh sinetron), maka akan teringat
banyak hal dari tokoh tersebut karena orang tersebut telah menontonnya berkali-kali.
Managerial Implication
Social cognition adalah cara bagaimana kita mengamati dan menaruh persepsi kita terhadap orang atau
kejadian sekitar untuk diberikan penilaian. Dalam suatu pekerjaan dapat digunakan dalam :
-

Hiring
Performace Appraisal
Leadership
Communication and Interpersonal Influence
Counterproductive Work Behaviors
Physical and Psychlogical Well Being

Causal Attribution
ATRIBUSI : Memahami Penyebab Perilaku Orang lain.
Dua focus perhatian di dalam mencari penyebab suatu kejadian, yakni sesuatu didalam diri atau sesuatu di
luar diri. Apakah orang tersebut mlakukan pencurian karena sifat dirinya yang memang suka mencuri,
ataukah karena factor diluar dirinya, dia mencuri karenadipaksa situasi, misalnya karena dia harus punya
uang untuk membiayai pengobatan anaknya yang sakit keras. Bila kita (individu) melihat/menyimpulkan
bahwa seseorang itu melakukan suatu tindakan karena sifat-sifat kepribadiannya (suka mencuri) maka
kita (individu) tersebut melakukan atribusi internal (internal attribution). Tetapi jika kita (individu)
melihat atau menyimpulkan bahwa tindakan yang dilakukan oleh seseorang dikarenakan oleh tekanan
situasi tertentu (misalnya mencuri untuk beli obat) maka kita melakukan atribusi ekternal (external
attribution).
Harlod Kelley dalam teoriny menjelaskan tentang bagaimana orang menarik kesimpulan tentang apa
yang menjadi sebab apa yang menjadi dasar seseorang melakukan suatu perbuatan atau memutuskan
untuk berbuat dengan cara-cara tertentu. Menurut Kelley ada tiga factor yang menjadi dasar pertimbangan
orang untuk menarik kesimpulan apakah suatu perbuatan atau tindakan itu disebabkan oleh sifat dari
dalam diri (disposisi) ataukah disebabkan oleh factor di luar diri. Ketiga factor dasar pertimbangan
tersebut adalah :

1. Concensus
Konsensus adalah situasi yang membedakan perilaku seseorang dengan perilaku orang lainnya dalam
menghadapi situasi yang sama. Bila seseorang berperilaku sama dengan kebanyakan orang lain, maka
perilaku orang tersebut memiliki konsesnsus yang tinggi. Tetapi bila perilaku seseorang tersebut berbeda
dengan perilaku kebanyakan orang maka berarti perilaku tersebut memiliki consensus yang rendah.

Misalkan saja pak amin adalah penyuka laweakan yang dimainkan oleh group lawakan Srimulat. Setiap
menonton pertunjukan srimulat pak amin selalu tertawa terpingkal-pingkel dan orang-orang lain pun juga
tertawa juga.. Dalam contoh ini dpat kita katakana bahwa perilaku pak amin dalam hal tertawa menonton
lawakan srimulat berkonsensus tinggi (high concensus). Tetapi bila bila hanya pak amin saja yang tertawa
sedangkan orang lain cuma mesam mesem saja alias tidak tertawa, maka perilaku pak amin tersebut
memiliki consensus yang rendah.
2. Consistency
Konsistensi adalah suatu kondisi yang menujukkan sejauh mana perilaku seseorang konsisten (ajeg) dari
satu situasike situasi yang lain. Dalam contoh di atas, jika pak amin selalu tertawa menonton srimulat
pada hari ini atau hari yang lain atau kapanpun pak Amin menonton srimulat selalu tertawa, maka
perilaku pak Amin tersebut memiliki konsistensi yang tinggi (high consistency). Semakin konsisten
perilaku seseorang dari hari ke hari maka semakin tinggi konsistensi perilaku orang tersebut.

3. Distinctivenss (Keunikan)
Keunikan menujukkan sejauhmana seseorang bereaksi dengan cara yang sama terhadap stimulus atau
peristiwa yang berbeda. Dalam contoh di atas, kalau pak Amin tertawa menonton lawakan srimulat, juga
tertawa menonton lawakan lainnya (lawakan tukul arwana, ektra vaganza dll) maka dapat dikatakan
perilaku pak amin memiliki keunikan yang rendah (low distinctiveness) tetapi kalau pak amin hanya
tertawa ketika menonton lawakan srimulat sedangkan terhadapan lawakan lainnya pak amin tidak tertawa,
maka perilaku pak amin memiliki keunikan tinggi (high distictiveness).
Attribution Tendencies
Fundamental Attribution Bias, bias dikarenakan karakteristik sesuatu atau seseorang. Contoh, karena saya
anak baru, maka saya dimaklumkan untuk mengerjakan sesuatu lebih lambat dibanding teman teman
yang lain, yang dimana masa kerjanya lebih lama.
Self Serving Bias, kecenderungan untuk membuat penilaian jika saya sukses itu karena saya pribadi,
namun kalau saya gagal dikarenakan faktor lingkungan

Defining and Managing Diversity


Diversity dapat didefinisikan sebagai perbedaan antar anggota sebuah unit sosial (Jackson,antara anggota
sebuah unit sosial (Jackson,May dan Whitney, 1995). Perbedaan antara anggota kelompok yang
diilustrasikan dalam segi asal negara , bahasa, agama kepercayaan, umur, status sosial ekonomi,
perkawinan, orientasi seksual, ras ataupun gender.
Manfaat diversity adalah meningkatkan customer relation, employee relation, kualitas karyawan, kinerja
dengan skill yang berbed, kreativitas dan problem solving dalam organisasi.

Dampak negatifnya adalah timbul konflik, kebingungan, keterasingan masalah komunikasi sehingga
organisasi bisa kurang efektif
Diversity dirasa penting untuk :
1. Mendapatkan tenaga kerja dengan kualitas baik dan berpotensi.
2. Menciptakan service excellent untuk semua customer dengan tingkat diversity dalam nilai
kebiasaan dan budaya.
3. Perusahaan beroperasi dalam masyarakat yang beragam.
4. Meningkatkan motivasi karyawan karena merasa dinilai dengan adil.

Layers of Diversity
Empat Lapisan Model

1. Kepribadian: ini termasuk kedalam apa yang individu suka atau tidak suka, nilai-nilai, dan keyakinan
yang dianut oleh individu Kepribadian terbentuk di awal kehidupan dipengarhu oleh 3 layer atau
tingkatan di atasnya

2. Dimensi internal: ini termasuk aspek keanekaragaman yang tidak dapat kita kontrol. Dimensi ini adalah
lapisan di mana banyak perpecahan dan membentuk keanekaragaman. Dimensi ini mencakup hal pertama
yang kita lihat pada orang lain, seperti ras atau jenis kelamin.
3. Dimensi eksternal: ini termasuk aspek kehidupan kita yang kita memiliki kontrol dan mungkin berubah
dari waktu ke waktu. Hal ini membentuk dasar untuk pengambilan keputusan. Lapisan ini membuat
menentukan dengan siapa kita mengembangkan persahabatan dan apa yang kita lakukan untuk bekerja.
Lapisan ini juga memberitahu kita tentang siapa yang kita suka dan keputusan yang kita buat dalam
perekrutan, promosi, dll, di tempat kerja.
4. Dimensi Organisasi: lapisan ini menyangkut aspek budaya yang ditemukan dalam pengaturan kerja.
Chapter 5

KEPRIBADIAN
Kepribadian adalah keseluruhan sikap, perasaan, ekspresi, temperamen, ciri-ciri khas
dan prilaku seseorang. Sikap, perasaan, ekspresi dan tempramen itu akan terwujud
dalam tindakan seseorang jika dihadapkan pada situasi tertentu. Setiap orang
mempunyai kecenderungan perilaku yang baku, atau berlaku terus menerus secara
konsisten dalam menghadapai situasi yang dihadapi, sehingga menjadi ciri khas
pribadinya.
5 MODEL DIMENSI KEPRIBADIAN:

* (O) OPENESS TO EXPERIENCE - Mempunyai sikap terbuka


Golongan yang berada dalam kumpulan ini mempunyai sikap terbuka terhadap sesuatu
idea atau pendapat. Di samping itu mereka tertarik pada pengalaman baru. Bagi
golongan ini dunia ini merupakan Tempat Pembelajaran, dan setiap pengalaman
dipelajari sepenuhnya.
Mereka mempunyai sifat ingin tahu (intellectually curious) yang begitu mendalam.
Mereka suka pada sesuatu benda yang cantik dan menghargai kesenian. Golongan ini
juga lebih peka terhadap emosi mereka dan suka membandingkan diri mereka dengan
orang yang terdekat dengan mereka. Mereka bertindak dan berfikir secara cara
tersendiri (individualistic) dan dalam cara yang kurang berkonfrontasi.
Orang yang kurang mempunyi sifat dominan dalam ciri ini mempunyai daya presepsi
dan pemikiran yang dangkal, lebih suka pada sesuatu yang terus terang dan kurang
kompleks, dan memiliki tangapan (prasangka) atau kekhawatiran (wasangka) yang
salah tentang perkara yang berkaitan dengan seni dan sains. Golongan ini lebih bersifat
konservatif dan tidak suka pada perubahan khususnya yang drastik.
Kajian juga menunjukkan bahawa golongan yang berfikiran terbuka ini lebih cenderung
untuk memasuki bidang pekerjaan seperti pegawai polis , bahagian pemasaran dan
jualan dan amat bagus dalam bidang-bidang ini.
* (C) CONSCIENTIOUSNESS - Mempunyai kesadaran
sikap untuk menilai kemampuan individu didalam organisasi, baik mengenai ketekunan
dan motivasi dalam mencapai tujuan sebagai perilaku langsungnya. Sebagai
lawannyamenilai apakah individu tersebut tergantung, malas dan tidak rapi
* (E) EXTROVENT - Bersifat sosial (suka bergaul)
Golongan ini biasanya bersikap out going , enerjik, dan bersikap positif. Individu yang
tergolong dalam kumpulan ini mempunyai perhatian lebih kepada orang disekitarnya
daripada dirinya sendiri. Bagi golongan ini, dunia ini merupakan Taman Permainan.
Semasa berada didalam kumpulan mereka, mereka suka sangat bercakap, menilai diri
mereka dan mendapat perhatian.
* (A) AGREEABLE - Berpendapat sama (senang mencapai persetujuan)
sikap menilai kualitas orientasi individu dengan kontinum nilai dari lemah lembut sampai
antagonis didalam berpikir, perasaan dan perilaku. Dimensi ini merujuk kepada
kecenderungan seseorang untuk tunduk kepada orang lain.
* (N) NEUROTICISM - Bersifat neurotik (Mempunyai gangguan emosi)

Seseorang yang biasa memiliki pandangan negatif, mempunyai emosi yang reaktif.
Dikatakan demikian kerana seseorang tersebut bertindak dengan lebih emosi terhadap
sesuatu perkara atau peristiwa yang pada padangan atau response orang lain adalah
biasa.
Mereka lebih tercenderung untuk memandang sesuatu situasi yang normal sebagai
mengancam nyawa dan kekecewaan yang kecil dalam hidup mereka sebagai sesuatu
yang sangat susah.Disebabkan emosi-emosi yang negatif ini berpanjangan, pada
kebiasaannya golongan ini tertekan sepanjang masa. Disebabkan oleh faktor-faktor ini,
golongan ini tidak dapat berfikir secara logik.
Self Esteem and Self Monitoring
Self Esteem yaitu bagaimana seseorang menilai dirinya sendiri.
Self Monitoring yaitu bagaimana seseorang mengamati lingkungannya, mengukurnya
dan beradaptasi terhadap situasi tersebut. Kemampuan self monitoring terbagi menjadi
dua:
Pertama, yang disebut dengan chameleon type, peka terhadap situasi eksternal dan
kemudian dengan segera mampu menyesuaikan diri. Contoh:
Rizka adalah seorang ibu rumah tangga yang mempunyai anak dan juga bekerja
sebagai polwan. Saat di rumah, Rizka bersikap lembut dan sabar terhadap anakanaknya yang masih kecil, namun saat bertugas sebagai polwan, Rizka harus bersikap
tegas dan keras kepada masyarakat.

Kedua adalah true to themself type, apapun situasinya seseorang akan berpegang
pada apa yang diyakininya perlu dilakukan, dalam hal ini fokus pada diri sendiri lebih
kuat. Contoh:
Budi adalah seorang yang pekerja keras dan jujur dalam bekerja. Saat bekerja sebagai
Teller di bank, dia selalu menyelesaikan semua tugasnya dengan baik dan jujur. Hingga
sekarang dia menjabat sebagai General Manager, Budi masih bekerja keras hingga
lembur bahkan meskipun mendapat kesempatan untuk menggelapkan uang
perusahaan, Budi tetap bertindak jujur.
Locus of Control yaitu keyakinan seseorang mengenai apa yang menjadi penyebab
hal baik dan buruk yang terjadi dalam kehidupannya. Ada dua jenis locus of control,
yaitu:
1. Locus of Internal

Orang dengan locus internal yang dominan beranggapan bahwa keberhasilan dan
kegagalannya dalam bidang-bidang yang dia hadapi adalah karena usaha yang
dilakukan dirinya sendiri, bukan karena orang lain. Contoh:
Seorang mahasiswa belajar giat untuk menghadapi ujian akhir dan kemudian mendapat
nilai jelek. Dia menganggap bahwa kegagalan itu adalah akibatnya tidak belajar
sungguh-sungguh, sehingga dia terus menyalahkan dirinya. Padahal memang ujian kali
itu sangat susah dan seluruh kelas mendapatkan nilai jelek.
2. Locus of External
Sebaliknya orang dengan locus external akan lebih easy going, rileks, menikmati
kehidupannya dan membiarkannya mengalir seperti apa adanya. Orang dengan tipe ini
lebih mempercayai takdir, nasib baik, dan faktor-faktor luar lainnya yang mempengaruhi
baik keberhasilan maupun kegagalannya. Contoh:
Seorang anak kecil yang berkelahi dan merebutkan mainan, anak itu menyalahkan
temannya karena mainannya diambil, meskipun mainan tersebut bukan miliknya.
Personality Types
Kepribadian proaktif adalah sikap yang cenderung oportunis, berinisiatif, berani
bertindak, dan tekun hingga berhasil mencapai perubahan yang berarti. Pribadi proaktif
tidak menunggu respon dari luar, namun menciptakan perubahan positif dalam
lingkungan tanpa mempedulikan batasan dan halangan. Contoh:
Ada 2 orang yang bekerja di perusahaan yang sama, sebut saja Ali dan Budi. Ali adalah
seorang pekerja keras dan proaktif. Baginya bekerja bukan hanya sekedar
menyelesaikan pekerjaan rutin, tetapi juga media pembelajaran untuk melangkah ke
jenjang berikutnya yang lebih baik. Sedangkan B adalah seorang pemalas yang
sekedar mengerjakan apa yang diperintahkan, bahkan cenderung selalu menghindari
tanggung jawab. B memiliki persepsi bahwa tugas dan pekerjaan adalah beban yang
harus dihindari sebisa mungkin. Dia tidak pernah berusaha mengembangkan diri atau
bersikap proaktif.
Akibatnya, pada saat penilaian kinerja, A memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan B.
Berikutnya, manajemen dan departemen-departemen lain di perusahaan tersebut
mengetahui perbedaan kinerja dan karakter kedua pekerja ini. Hasilnya dapat dengan
mudah ditebak, pencapaian karir A jauh lebih baik dibandingkan dengan B.
EMOTIONS
Emosi adalah reaksi terhadap suatu objek, bukan suatu sifat. Sedangkan suasana hati
tidak terkait dengan suatu objek. Emosi dapat berubah menjadi suasana hati bila kita
kehilangan fokus pada objek yang kontekstual.
Sebuah organisasi yang berjalan baik adalah organisasi yang berhasil meniadakan
frustasi, takut, marah, benci, gembira, dan sebagainya. Beberapa emosi, terutama bila
ditampilkan pada saat yang salah, dapat mengurangi kinerja karyawan. Namun

realitasnya tetap saja bahwa karyawan membawa serta satu komponen emosi bersama
mereka ke tempat kerjanya dan tidak ada studi yang komprehensif tanpa
mempertimbangkan peran dari emosi ditempat kerja.
Contoh:
Karyawan yang bekerja di perusahaan X, sebagai resepsionis atau bagian penerima
tamu. Di perusahaan X, dia dilatih untuk bersikap ramah ketika melayani tamu. Namun
suatu saat sebelum dia pergi ke kantor dia bertengkar dengan suaminya dan
pertengkaran itu semakin memuncak hingga suaminya mengancam bercerai apabila ia
pergi ke kantor. Sang istri tetap pergi ke kantor dengan suasana hati yang tidak damai
dan melayani tamu dengan ekspresi wajah yang sedih dan stres karena emosinya
ketika bertengkar dengan suaminya terbawa hingga ia bekerja. Melihat hal diatas, dapat
disimpulkan bahwa pentingnya pengendalian emosi dan pelatihan pengelolaan emosi
bagi karyawan di sebuah perusahaan untuk dapat menciptakan perilaku dalam
organisasi untuk selalu memberikan pelayanan yang menyenangkan dan profesional.

(Emotional labor) adalah ekspresi seorang karyawan dari emosi-emosi yang


diinginkan secara organisasional selama transaksi antar personal di tempat kerja.

Emosi yang dirasakan adalah emosi sebenernya dari seorang individu.


Sebaliknya emosi yang ditampilkan adalah emosi yang harus ditunjukkan oleh pekerja
sesuai dengan pekerjaannya dalam organisasi/perusahaan.

Sebagai karyawan harus mampu menghadapi teman sekerja yang memiliki


kepribadian dan pengelolaan emosi berbeda. Jika karyawan tidak mampu menerima
perbedaan akan terjadi konflik dengan rekan sekerja. Konflik tersebut membuat
karyawan harus lebih mengontrol emosi yang dimiliki.

DIMENSI EMOSI
Varietas : riset mengidentifikasikan enam emosi universal : kemarahan,
ketakutan, kesedihan, kegembiraan, kejijikan, dan kejutan.

Intensitas : ekspresi yang berbeda dari intensitas emosi yang sama bisa
disebabkan dari kepribadian ataupun tuntutan tempat kerja. Ada orang yang terkendali,
tidak pernah memperlihatkan rasa marah, namun ada pula yang sebaliknya. Contoh :
ketika ada masalah keluarga, karyawan tidak meluapkan emosi di tempat kerja dan
menyimpan emosi tersebut dan bekerja seperti tidak ada masalah keluarga

Frekuensi dan durasi : frekuensi dan durasi yang diperlukan untuk tenaga kerja
emosional juga harus disesuaikan dengan kemampuan frekuensi dan durasi yang
dimiliki karyawan.
GENDER AND EMOTIONS

Bukti menunjukkan bahwa perbedaan antara pria dan wanita dalam hal emosi
adalah bila menyangkut reaksi emosional dan kemampuan untuk membaca orang lain.

Wanita menunjukkan ungkapan emosi yang lebih besar daripada pria,


mengalami emosi secara lebih hebat, lebih nyaman dalam mengungkapkan emosi,
lebih baik dalam membaca petunjuk-petunjuk non-verbal dan paralinguistik, dan lebih
sering menampilkan ekspresi dari emosi yang positif maupun negatif, kecuali
kemarahan.
AFFECTIVE EVENTS THEORY (AET)
Teori peristiwa afektif (AET) adalah sebuah model yang menyatakan bahwa peristiwaperistiwa di tempat kerja menyebabkan reaksi-reaksi emosional pada karyawan, yang
kemudian mempengaruhi sikap dan perilaku di tempat kerja.
AET intinya mempunyai dua pesan penting, yaitu:
1.
Emosi-emosi yang dimiliki setiap individu menyediakan wawasan yang berharga bagi
perusahaan untuk memahami perilaku karyawan. Dalam model ini menggambarkan situasi
dimana kenyamanan dan suasana gembira di tempat kerja dapat mempengaruhi kinerja dan
kepuasan karyawan.
Karyawan dan manajer seharusnya tidak mengabaikan emosi dan peristiwa yang
menyebabkan hal tersebut terjadi, bahkan ketika itu merupakan hal yang tidak penting, sebab
suatu hal kecil dapat berubah menjadi hal besar.
2.

Contoh:
Anton adalah karyawan yang berprestasi di perusahaan X. Dalam setiap pekerjaan
yang didelegasikan kepadanya, Anton selalu berhasil mengerjakannya dengan hasil
yang memuaskan. Namun suatu ketika, Anton diberikan proyek dimana ia harus bekerja
sama dalam satu tim dengan rekan kerjanya yang ia tidak sukai. Hal ini menyebabkan
Anton enggan untuk bekerja dan seringkali mengganggu fokus dan moodnya saat
presentasi di depan rapat bisnis. Atasan Anton memahami akan gelagat Anton yang
terlihat dari emosinya yang menunjukkan ketidaknyamanan saat bekerja dengan
rekannya tersebut, kemudian segera melakukan pertukaran tim proyek Anton dengan
tujuan agar Anton dapat menyelesaikan proyek tersebut dengan baik dan perasaan
yang puas/nyaman.
APLIKASI-APLIKASI PERILAKU ORGANISASI TERHADAP EMOSI DAN SUASANA
HATI
1. Kemampuan dalam menentukan / seleksi
Ada satu bukti kecerdasan emosi bahwa para pemberi kerja harus mempertimbangkan
kecerdasan emosi sebagai salah satu faktor dalam proses perekrutan karyawan.
2. Pengambilan keputusan
Peran emosi dan suasana hati negatif di dalam pengambilan keputusan. Alloy dan
Abramsom (1979) menyatakan individu yang tertekan membuat penilaian-penilaian
yang lebih akurat daripada orang yang tidak tertekan.

3. Motivasi
Suasana hati dan emosi penting di dalam motivasi. Dalam mencapai sesuatu, setiap
orang pasti mempunyai motivasi yang berbeda-beda. Kondisi suasana hati yang positif
mendukung seseorang untuk dapat mencapai tujuan dengan hasil yang lebih baik
daripada seseorang yang mempunyai motivasi namun dalam suasana hati yang negatif.
4. Kepemimpinan
Dengan membangkitkan emosi dan menghubungkannya pada visi yang menarik, para
pemimpin meningkatkan kemungkinan bahwa para manajer dan karyawan akan
menerima perubahan.
5. Konflik antar personal
Konflik antarpersonal adalah konflik yang timbul di antara rekan kerja. Sebenarnya
keberhasilan seorang manajer di saat mencoba menyelesaikan konflik ditentukan oleh
kemampuan untuk mengenali elemen emosional dalam konflik dan meminta pihakpihak yang terlibat untuk mengendalikan emosi mereka.
6. Pelayanan pelanggan
Keadaan emosional seorang pekerja mempengaruhi pelayanan terhadap pelanggan,
biasanya berpengaruh terhadap tingkat pengulangan bisnis dan tingkat kepuasan
pelanggan. Terkadang emosi karyawan dapat berpindah ke pelanggan, hal ini disebut
penularan emosional. Contoh penularan emosi adalah sebagai berikut ketika
seseorang tertawa dan tersenyum pada Anda, Anda mulai meniru perilaku orang
tersebut. Baik penularan emosi positif ataupun negatif tetap akan berpengaruh terhadap
pelanggan.
7. Perilaku menyimpang di tempat kerja
Emosi-emosi yang negatif dapat berdampak terhadap perilaku menyimpang di tempat
kerja. Contohnya adalah iri hati, ketika kita iri karena teman kerja kita dipromosikan
untuk menjadi direktur utama sedangkan kita tidak. Hal ini biasanya berujung pada
perilaku menyimpang, bisa saja kemudian kita menyebarkan fitnah kepada teman kita
yang hendak dipromosikan menjadi direktur utama.

Kecerdasan Emosional
Kecerdasan emosional berarti kemampuan seseorang untuk mendeteksi,
mengendalikan dan mengelola emosi yang dimilikinya. Individu-individu yang memiliki
kecerdasan emosional akan menjadi individu yang efektif di dalam melakukan
pekerjaan. Kecerdasan emosional sendiri terdiri dari lima dimensi, yaitu:
Kesadaran diri artinya anda sadar atas apa yang anda lakukan ataupun rasakan.

Manajemen diri artinya anda mempunyai kemampuan untuk mengelola emosi dan
dorongan dorongan pada diri anda sendiri.

Motivasi diri artinya anda memiliki kemampuan untuk bertahan dalam menghadapi
kegagalan dan kemunduran pada diri anda akibat kehilangan motivasi.

Empati artinya anda memiliki kemampuan merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain
di sekitar anda (anda tidak menjadi individu yang cuek).

Keterampilan sosial artinya anda mempunyai kemampuan menangani emosi-emosi orang


lain.

Chapter 6
Teori-teori motivasi - Berikut ini berbagai teori motivasi menurut para pakarnya yaitu: Maslow (teori
hierarki kebutuhan), McClelland (teori motivasi prestasi), Mc Gregor (teori X dan Y), teori motivasi
Hezberg,
dan
Teori
ERG
Aldefer.
Berikut
penjelasannya:
a. Teori

Motivasi

Maslow

Teori Maslow Maslow dalam Reksohadiprojo dan Handoko (1996), membagi kebutuhan manusia sebagai
berikut:
1.
Kebutuhan
Fisiologis
Kebutuhan fisiologis merupakan hirarki kebutuhan manusia yang paling dasar yang merupakan
kebutuhan untuk dapat hidup seperti makan,minum, perumahan, oksigen, tidur dan sebagainya.
2.
Kebutuhan
Rasa
Aman
Apabila kebutuhan fisiologis relatif sudah terpuaskan, maka muncul kebutuhan yang kedua yaitu
kebutuhan akan rasa aman. Kebutuhan akan rasa aman ini meliputi keamanan akan perlindungan dari
bahaya kecelakaan kerja, jaminan akan kelangsungan pekerjaannya dan jaminan akan hari tuanya pada
saat
mereka
tidak
lagi
bekerja.
3.
Kebutuhan
Sosial
Jika kebutuhan fisiologis dan rasa aman telah terpuaskan secara minimal, maka akan muncul kebutuhan
sosial, yaitu kebutuhan untuk persahabatan, afiliasi dana interaksi yang lebih erat dengan orang lain.
Dalam organisasi akan berkaitan dengan kebutuhan akan adanya kelompok kerja yang kompak,
supervisi
yang
baik,
rekreasi
bersama
dan
sebagainya.
4.
Kebutuhan
Penghargaan
Kebutuhan ini meliputi kebutuhan keinginan untuk dihormati, dihargai atas prestasi seseorang,
pengakuan atas kemampuan dan keahlian seseorang serta efektifitas kerja seseorang.
5.
Kebutuhan
Aktualisasi
diri
Aktualisasi diri merupakan hirarki kebutuhan dari Maslow yang paling tinggi. Aktualisasi diri berkaitan
dengan proses pengembangan potensi yang sesungguhnya dari seseorang. Kebutuhan untuk
menunjukkan kemampuan, keahlian dan potensi yang dimiliki seseorang. Malahan kebutuhan akan
aktualisasi diri ada kecenderungan potensinya yang meningkat karena orang mengaktualisasikan
perilakunya. Seseorang yang didominasi oleh kebutuhan akan aktualisasi diri senang akan tugas-tugas
yang
menantang
kemampuan
dan
keahliannya.
Teori Maslow mengasumsikan bahwa orang berkuasa memenuhi kebutuhan yang lebih pokok (fisiologis)
sebelum mengarahkan perilaku memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi (perwujudan diri). Kebutuhan
yang lebih rendah harus dipenuhi terlebih dahulu sebelum kebutuhan yang lebih tinggi seperti
perwujudan diri mulai mengembalikan perilaku seseorang. Hal yang penting dalam pemikiran Maslow ini
bahwa kebutuhan yang telah dipenuhi memberi motivasi. Apabila seseorang memutuskan bahwa ia
menerima uang yang cukup untuk pekerjaan dari organisasi tempat ia bekerja, maka uang tidak

mempunyai daya intensitasnya lagi. Jadi bila suatu kebutuhan mencapai puncaknya, kebutuhan itu akan
berhenti menjadi motivasi utama dari perilaku. Kemudian kebutuhan kedua mendominasi, tetapi
walaupun kebutuhan telah terpuaskan, kebutuhan itu masih mempengaruhi perilaku hanya intensitasnya
yang
lebih
kecil.
b. Teori
Motivasi
Prestasi
dari
Mc.
Clelland
Konsep penting lain dari teori motivasi yang didasarkan dari kekuatan yang ada pada diri manusia adalah
motivasi prestasi menurut Mc Clelland seseorang dianggap mempunyai apabila dia mempunyai keinginan
berprestasi lebih baik daripada yang lain pada banyak situasi Mc. Clelland menguatkan pada tiga
kebutuhan
menurut
Reksohadiprojo
dan
Handoko
(1996
:
85)
yaitu
:
1. Kebutuhan prestasi tercermin dari keinginan mengambil tugas yang dapat dipertanggung jawabkan
secara pribadi atas perbuatan-perbuatannya. Ia menentukan tujuan yang wajar dapat memperhitungkan
resiko
dan
ia
berusaha
melakukan
sesuatu
secara
kreatif
dan
inovatif.
2.
Kebutuhan
afiliasi,
kebutuhan
ini
ditujukan
dengan
adanya
bersahabat.
3. Kebutuhan kekuasaan, kebutuhan ini tercermin pada seseorang yang ingin mempunyai pengaruh atas
orang lain, dia peka terhadap struktur pengaruh antar pribadi dan ia mencoba menguasai orang lain
dengan mengatur perilakunya dan membuat orang lain terkesan kepadanya, serta selalu menjaga
reputasi
dan
kedudukannya.
c. Teori
X
dan
Y
dari
Mc.
Gregor
Teori motivasi yang menggabungkan teori internal dan teori eksternal yang dikembangkan oleh Mc.
Gregor. Ia telah merumuskan dua perbedaan dasar mengenai perilaku manusia. Kedua teori tersebut
disebut teori X dan Y. Teori tradisional mengenai kehidupan organisasi banyak diarahkan dan
dikendalikan atas dasar teori X. Adapun anggapan yang mendasari teori-teori X menurut Reksohadiprojo
dan
Handoko
(1996
:
87
)
a. Rata-rata pekerja itu malas, tidak suka bekerja dan kalau bisa akan menghidarinya.
b. Karena pada dasarnya tidak suka bekerja maka harus dipaksa dan dikendalikan, diperlakukan dengan
hukuman
dan
diarahkan
untuk
pencapaian
tujuan
organisasi.
c. Rata-rata pekerja lebih senang dibimbing, berusaha menghindari tanggung jawab, mempunyai ambisi
kecil,
kemamuan
dirinya
diatas
segalanya.
Teori ini masih banyak digunakan oleh organisasi karena para manajer bahwa anggapn-anggapan itu
benar dan banyak sifat-sifat yang diamati perilaku manusia, sesuai dengan anggapan tersebut teori ini
tidak dapat menjawab seluruh pertanyaan yang terjadi pada orgaisasi. Oleh karena itu, Mc. Gregor
menjawab
dengan
teori
yang
berdasarkan
pada
kenyataannya.
Anggapan
dasar
teori
Y
adalah
:
a. Usaha fisik dan mental yang dilakukan oleh manusia sama halnya bermain atau istirahat.
b. Rata-rata manusia bersedia belajar dalam kondisi yang layak, tidak hanya menerima tetapi mencari
tanggung
jawab.
c. Ada kemampuan yang besar dalam kecedikan, kualitas dan daya imajinasi untuk memecahkan
masalah-masalah
organisasi
yang
secara
luas
tersebar
pada
seluruh
pegawai.
d. Pengendalian dari luar hukuman bukan satu-satunya cara untuk mengarahkan tercapainya tujuan
organisasi.
d. Teori

Motivasi

dari

Herzberg

Teori motivasi yang dikemukakan oleh Herzberg dan kelompoknya. Teori ini sering disebut dengan M H
atau teori dua faktor, bagaimana manajer dapat mengendalikan faktor-faktor yang dapat menghasilkan

kepuasan kerja atau ketidakpuasan kerja. Berdasarkan penelitian telah dikemukakan dua kelompok
faktor yang mempengaruhi seseorang dalam organisasi, yaitu motivasi. Disebut bahwa motivasi yang
sesungguhnya sebagai faktor sumber kepuasan kerja adalah prestasi, promosi, penghargaan dan
tanggung
jawab.
Kelompok faktor kedua adalah iklim baik dibuktikan bukan sebagai sumber kepuasan kerja justru
sebagai sumber ketidakpuasan kerja. Faktor ini adalah kondisi kerja, hubungan antar pribadi, teknik
pengawasan dan gaji. Perbaikan faktor ini akan mengurangi ketidakpuasan kerja, tetapi tidak akan
menimbulkan dorongan kerja. Faktor iklim baik tidak akan menimbulkan motivasi, tetapi tidak adanya
faktor
ini
akan
menjadikan
tidak
berfungsinya
faktor
motivasi.
e. Teori
ERG
Aldefer
Teori Aldefer merupakan teori motivasi yang mengatakan bahwa individu mempunyai kebutuhan tiga
hirarki yaitu : ekstensi (E), keterkaitan (Relatedness) (R), dan pertumbuhan (Growth) (G).
Teori ERG juga mengungkapkan bahwa sebagai tambahan terhadap proses kemajuan pemuasan juga
proses pengurangan keputusan. Yaitu, jika seseorang terus-menerus terhambat dalam usahanya untuk
memenuhi kebutuhan menyebabkan individu tersebut mengarahkan pada upaya pengurangan karena
menimbulkan
usaha
untuk
memenuhi
kebutuhan
yang
lebih
rendah.
Penjelasan tentang teori ERG Aldefer menyediakan sarana yang penting bagi manajer tentang perilaku.
Jika diketahui bahwa tingkat kebutuhan yang lebih tinggi dari seseorang bawahan misalnya,
pertumbuhan nampak terkendali, mungkin karena kebijaksanaan perusahaan, maka hal ini harus menjadi
perhatian utama manajer untuk mencoba mengarahkan kembali upaya bawahan yang bersangkutan
memenuhi kebutuhan akan keterkaitan atau kebutuhan eksistensi. Teori ERG Aldefer mengisyaratkan
bahwa individu akan termotivasi untuk melakukan sesuatu guna memenuhi salah satu dari ketiga
perangkat kebutuhan.
PERANCANGAN PEKERJAAN (job design)
Pekerjaan yang baik harus lebih dari sekedar sekumpulan tugas yang harus dilakukan sebagaimana
yang dihasilkan oleh informasi analisis jabatan. Suatu pekerjaan harus mampu meningkatkan
produktivitas, kepuasan dan mengurangi ketidakhadiran. Maka dari itu dibutuhkan Job design
(Perancangan Pekerjaan).
Job design adalah fungsi penetapan kegiatan-kegiatan kerja seoarang karyawan secara organisasional.
Adapun definisi dari job design adalah merupakan suatu perancangan pekerjaan dengan proses
penentuan tugas-tugas yang harus dilaksanakan oleh pemegang jabatan, hak untuk mengatur pekerjaan
tersebut, dan tanggung jawab dari dari satu paket pekerjaan.
BEBERAPA PENDEKATAN PERANCANGAN JABATAN
1. Scientific management, pendekatan ini pada intinya menekankan bahwa pembagian kerja dengan
spesialisasi tugas adalah yang terbaik, dengan asumsi bahwa pekerjaan yang sederhana mengakibatkan
pemegang pekerjaan itu mudah dilatih menjadi ahli, dan kemudian dengan keahliannya pemegang
pekerjaan tersebut dapat melakukan pekerjaan dengan efisien dan cepat. Untuk mengatasi kelemahan,
dimana pekerja menjadi bosan, hendaknya diberikan reward berdasarkan apa yang dikerjakan dan dalam
pelaksanaan pekerjaan tersebut harus dicari cara yang paling efektif dengan bantuan peralatan tertentu,
atau metode palaksanaannya melalui apa yang disebut studi gerak dan waktu (time and motion study).

2. Time and Motion study, pendekatan ini lebih berorientas kepada kepentingan organisasi, yaitu
meningktkan efisiensi dan efektivitas, padahal telah diasumsikan bahwa job design yang baik harus
mempertimbangkan kepentingan pekerja, yaitu kepuasan kerja, kemudian lingkungan dimana
pekerja berada.Oleh karena itu, dalam merancang suatu pekerjaan harus memperhatikan beberapa
aspek,
yaitu
:
1.
Elemen
organisasi
2.
Elemen
lingkungan,
dan
3. Elemen perilaku
1.
Elemen
Organisasi
:
Organisasi akan menekankan pada aspek efektivitas dan efisiensi. Untuk mencapainya organisasi
cenderung
kearah
pendekatan
mekanistik,
prosedur,
dan
ergonomic.
Pendekatan mekanistik, adalah pendekatan yang menekankan pada spesialisasi yang tinggi
sebagaimana
halnya
dengan
pendekatan
scientific
management
Pendekatan prosedur, adalah pengaturan dan penentuan standar perilaku dalam pelaksanaan tugas
sebagai
upaya
untuk
meningkatkan
kepastian
dari
hasil
pekerjaannya.
Pendekatan ergonomic, adalah menciptakan lingkungan kerja yang nyaman secara fisik yang
dapat memudahkan pelaksanaan tugas-tugas yang efisien atau dapat membantu gerakangerakan yang efektif dalam pelaksanaan pekerjaan.
2.
Elemen
Lingkungan
Pertimbangan elemen lingkungan berkaitan dengan pertimbangan aspek-aspek kemampuan,
ketersedian
pegawai,
dan
harapan-harapan
masyarakat.
Kemampuan
dari
pegawai
akan
menentukan
tingkat
spesialisasi
yang
tepat.
Ketersediaan pegawai dapat menentukan tingkat spesialisasi yang akan diterapkan. Semakin
tinggi tingkat spesialisasi yang diinginkan dalam suatu proses penyelesaian suatu pekerjaan
berarti meningkatkan jumlah spesialis atau pekerjaan, yang dengan sendirinya menghendaki
jumlah
pegawai
yang
lebih
besar.
Harapan-harapan social adalah harapan masyarakat akan lowongan pekerjaan sebagai akibat
dari tingginya tingkat pengangguran. Tingkat spesialisasi yang tinggi akan dengan sendirinya
membuka lebih banyak lowongan kerja yang tersedia bagi masyarakat. Ini tentu harus
diperhatikan sebagai wujud dari tanggung jawab social organisasi atau pencapaian sasaran social
sebagaimana dijelaskan sebagai prinsip kegiatan-kegiatan manajemen sumber daya manusia.
3.
Aspek-aspek
1.
2.
3.
4.
5. Feedback

yang

berkaitan

Elemen
dengan

elemen

Task
Task
Task

significance,

perilaku

Perilaku
adalah
:
Otonomi
variety
identity
dan

3.1
Otonomi
Otonomi atau Wewenang adalah sejauh mana seseorang diberi kebabasan untuk mengatur
pekerjaannya, misalnya menentukan metode, penjadwalan pekerjaan, memilih bahan-bahan
yang
digunakan,
dll.
Tidak adanya otonomi akan mengakibatkan tidak adanya rasa tanggung jawab atas pelaksanaan
pekerjaan yang dapat mengakibatkan unjuk kerja yang rendah pula.

3.2
Task
variety
Task variety adalah sejauh mana jenis tugas yang dilakukan seseorang memerlukan keahlian
yang berbeda. Seseorang dapat memilki sedikit atau banyak jenis tugas yang membutuhkan
kehlian
yang
berbeda.
Variansi tugas yang rendah akan menimbulkan kebosanan, kejenuhan, atau kelelahan mental
(fatigue), semangat kerja yang menurun, dan unjuk kerja yang menurun.
3.3
Yaitu sejauh mana seorang
satu pekerjaan. Seseorang
Rendahnya task identity,
pengakuan, dan perasaan
kerja yang rendah.

Task
identity
pekerja terlibat dalam penyelesaian keseluruhan proses penyelesaian
bisa hanya berhubungan dengan sebagian proses atau keseluruhan.
mengakibatkan seseorang tidak merasakan adanya kebanggan,
berprestasi sehingga menimbulkan ketidakpuasan kerja dan unjuk

3.4
Task
significance
Yaitu sejauh mana suatu pekerjaan mempunyai arti penting bagi rekan kerja atau orang lain. Ini
sesungguhnya sama dengan task identity yang dapat menimbulkan kebanggan dan pengakuan
atas pelaksanaan suatu pekerjaan.
3.5
Feedback
Yaitu sejauh mana pelaksanaan pekerjaannya memperoleh masukan yang jelas dan cepat dalam
arti sejauh mana prestasi kerja yang dilakukan. Tidak adanya feedback akan membuat orang
merasa tidak ada pengarahan, bimbingan, dan meningkatkan motivasi untuk meningkatkan
prestasi. Berdasarkan factor diatas, seperti dikemukakan oleh Hackman, dapat ditentukan indeks
untuk mengukur tingkat motivasi seseorang dengan dengan apa yang disebut MPS (Motivating
Potential Score), yaitu :
1/3(task variety*task identity*task significance)*otonomi*feedback

TEKNIK PERANCANGAN ULANG PEKERJAAN


Beberapa
teknik
1.
2.
3. Job rotation

atau

metoda

untuk
Job
Job

mendesain

pekerjaan,

yaitu
:
enlargement
enrichment

1 . Job enlargement, meningkatkan cakupan pekerjaan yang dimiliki oleh seseorang. Misalnya,
seorang petugas didalam sebuah proses perakitan mobil diberi tugas atau spesialisasi
pengelasan saja, kemudian cakupan pekerjaannya ditambah dengan tugas pengecatan. Tugas
yang diperbesar diharapkan akan memberikan job identity yang lebih besar dan dapat
menambah tantangan dan tanggung jawab, serta meningkatkan kepuasan kerja dan
produktivitas.
2 . Job enrichment, meningkatkan otonomi seseorang dalam mengatur pekerjaannya. Misalnya
seorang petugas didalam melakukan pekerjaannya sebelumnya diatur oleh prosedur yang ketat,
dimana dia tidak diberikan wewenang atau hak untuk memilih metode yang dianggap efektif,
untuk memilih bahan-bahan yang dibutuhkan, atau untuk mengatur pekerjaannya. Perubahan ini

akan memberikan tantangan yang lebih besar bagi dia dan diharapkan dapatmeningkatkan
kepuasan kerja dan produktivitas.
3 . Job rotation, meningkatkan variasi tugas yang dimiliki seseorang dengan cara memindahkan
seorang petugas untuk melakukan tugas yang lain yang berbeda dengan sebelumnya.
Konsep-konsep diatas tersebut sebenarnya telah telah dikemukakan dalam penelitian yang
dilakukan oleh Herzberg dalam teori motivasi yang dikenal dengan teori dua factor. Dalam teori
tersebut dikemukakan bahwa factor-faktor yang paling menentukan kepuasan dan motivasi
terletak
dalam
isi
job
contant,
yaitu
:

1.
Achievement
2.
Recognition
3.
Responsibility
4. Advancement(rasa perkembangan diri).

(rasa
(rasa
(rasa

tanggung

berprestasi)
pengakuan)
jawab)

Faktor yang menentukan ketidakpuasan kerja adalah factor yang terdapat dalam lingkungan
kerja
(job
context),
yaitu
:

1.Common
2.Supervision
3.Salary
4.Interpersonal
5. Kondisi kerja

policy

and

administration

relation

Konsep job enrichment dan job enlargement sesungguhnya mengacu pada perubahan job
content dengan meningkatkan otonomi yang lebih besar pada pekerja, peningkatan variasi tugas
yang dapat meningkatkan rasa pengakuan yang lebih besar, rasa berprestasi, tanggung jawab,
dan perkembangan diri dalam pelaksanaan pekerjaan.
Herzberg menyarankan prinsip-prinsip dalam pelaksanaan job enrichment, yaitu :
1. Meningkatkan tuntutan pekerjaan, yaitu mengubah pekerjaan dengan meningkatkan tingkat
kesukaran
dan
tanggung
jawab
dalam
pekerjaan.
2. Kebebasan untuk mengatur pekerjaan, yaitu memberikan kebebasan pada pekerja untuk
mengatur
pekerjaannya.
3. Peningkatan rasa tanggung jawab pekerja, yaitu membiarkan pekerja untuk mengendalikan
pekerjaannya.
4. Memberikan feedback, yaitu memberitahukan kepada pekerja seberapa baik pekerjaan yang
mereka
dilakukan.
5. Memberikan pengalaman pekerjaan yang baru, yaitu memberikan kesempatan pada pekerja
pengalaman baru dan pertumbuhan diri.

cognitive dissonance, yaitu ketidakcocokan antara dua atau lebih sikap atau antara
perilaku dengan sikap.
Moderating variables
Moderating variables adalah variable-variabel yang mempengaruhi hubungan antara 3
komponen tersebut. Variabel yang memperkuat hubungan tersebut adalah pentingnya
sikap, kesesuain dengan perilaku, aksesibilitasnya, munculnya tekanan sosial, jika

seseorang memiliki pengalaman langsung dengan sikap tersebut.


What are the major job attitudes
Job satisfaction
3.

Job Satisfaction merupakan perasaan positif tentang sebuah pekerjaan yang


dihasilkan dari evaluasi karakteristiknya. Seseorang yang memiliki tingkat kepuasan
kerja yang tinggi akan memiliki perasaan positif terhadap pekerjaannya, sedangkan
orang yang memiliki tingkat kepuasan kerja yang rendah akan memiliki persaan yang
negatif.
Job involvement

Job Involvement meruapakan tingkat sejauh mana seseorang mengidentifikasi


sebuah pekerjaan, secara aktif berpartisipasi di dalamnya, dan mempetimbangkan
pentingnya kinerja bagi citra dirinya.Konsep lain yang berhubungan adalah
physichological and empowerment, yakni kepercayaan karyawan dalam tingkat mana
mereka memperngaruhi lingkungan kerja, kompetensi mereka, makna dari pekerjaan
dan kewenangan yang dicapai dalam pekerjaan mereka.
Organizational commitment

Organization commitment merupakan tingkat dimana seorang karyawan


mengidentifikasi dengan perusahaan tertentu, tujuan dan harapannya untuk
memertahankan keanggotaannya di dalam perusahaan.
Perceived organizational support

Perceived organizational support merupakan tingkat dimana karyawan percaya


bahwa perusahaan menghargai konribusi mereka dan peduli tentang kesejahteraan
mereka. Contoh : seorang karyawan mempercayai perusahaannya akan
mengakomodasi jika dia memiliki masalah dalam merawat anak.) Karyawan yang
memiliki pandangan POS yang kuat cenderung memiliki perilaku yang baik dalam
perusahaan, tingkat keterlambatan rendah dan pelayanan terhadap konsumen lebih
baik.
Employee engagement

Employee engagement adalah keterlibatan, kepuasan, dan antusiasme


seseorang terhadap pekerjaan yang dia kerjakan. Karyawan yang memiliki keterliatan
yang tinggi memiliki gairah pada pekerjaan mereka dan merasakan koneksi yang
dalam terhadap perusahaannya, sedangkan karyawan yang memiliki keterlibatan yang
rendah menyediakan waktu tetapi tidak memiliki perhatian dengan pekerjaannya.

Measuring job satisfaction


Terdapat 2 pendekatan untuk mengukur tingkat kepuasan kerja. Metode pertama
menggunakan Single Global Rating, yang terdiri atas satu pertanyaan yaitu semua hal
yang terkait dengan seberapa puas anda dengan pekerjaan anda? Para responden
memilih angka antara 1-5 yang merupakan skala dari tingkat puas sampai dengan
tidak puas. Metode kedua menggunakan Summation of Job Facets, yang lebih
canggih. Yang mengidentifikasi elemen penting dalam sebuah pekerjaan seperti sifat
dari perkerjaan itu sendiri, pengawasan, gaji, kesempatan dipromosikan, dan
hubungan dengan rekan kerja. Para responden memberi penilaian dalam skala standart
dan peneliti mentotal penilaian tersebut untuk mengurutkan tingkat kepuasaan
terhadap pekerjaan.
Kedua metode ini sangat membantu. Metode Single Global Rating memakan waktu
yang sedikit, sedangkan Summation of job facets dapat membantu manager
memahami suatu masalah dan bersepakat dengan pegawai lebih cepat dan akurat.
4.

How satisfied are people in their jobs?


Tingkat kepuasan seorang pegawai dipengaruhi oleh bermacam-macam faktor seperti
yang sudah disebutkan dalam metode Summation of Job Facets. Meskipun kepuasan
pegawai tidak berhubungan langsung dengan kultur negara, tetapi tidak berarti kultur
tidak memiliki pengaruh sama sekali terhadap kepuasan seorang pegawai.
Berdasarkan survey tingkat kepuasan seorang pegawai di negara bagian barat lebih
tinggi bila dibandingkan dengan negara bagian timur. Mungkin hal ini dipengaruhi
oleh pemikiran positif yang merupakan kultur dari kebanyakan orang di negara bagian
barat, sehingga mereka merasa puas dengan pekerjaan mereka jika dibandingkan
dengan orang dari negara bagian timur.

5.
What Causes Job Satisfaction?
Pekerjaan yang menarik memberikan pelatihan, variasi, kebebasan, dan control akan
memuaskan pegawai. Ada keterkaitan yang kuat antara kenyamanan pegawai di
lingkungan pekerjaannya dengan kepuasan pegawai terhadap keselurahan pekerjaan.
Hubungan antara feedback, dukungan social, dan interaksi dengan pegawai
perusahaan lain sangat berhubungan dengan kepuasan pegawai setelah karakteristik
dari pekerjaan itu sendiri.
Untuk orang yang miskin atau berada di negara miskin gaji merupakan hal yang dapat
meningkatkan kepuasan terhadap pekerjaan dan kegembiraan. Tetapi bagi orang yang
kaya atau berada di negara yang berkecukupan, gaji tidak mencerminkan kepuasan

terhadap pekerjaan. Para pegawai akan lebih memilih pekerjaan berdasarkan


keinginannya bukan berdasarkan besar gajinya.
Kepuasan terhadap pekerjaan tidak hanya mengenai kondisi pekerjaan tersebut,
kepribadian seorang pegawai juga dapat mempengaruhi. Berdasarkan riset seseorang
yang memiliki pikiran positif (percaya dengan kekuatan dan kompentensinya) akan
lebih puas dengan pekerjaan mereka jika dibandingkan dengan orang yang memiliki
pikiran negative. Orang yang berpikiran positif tidak hanya melihat pekerjaan mereka
sebagai hal yang harus diselesaikan dan menantang, mereka juga tertantang untuk
menjadi yang terbaik. Sedangkan untuk orang yang berpikiran negative tidak
berambisi menentukan tujuan dan mudah menyerah ketika menghadapi masalah yang
sulit. Mereka juga akan mudah bosan terhadap pekerjaan mereka jika dibandingkan
dengan pegawai yang berpikiran positif.
The impacts of satisfied and dissatisfied employees on the workplace
Empat model ketidakpuasan karyawan di tempat kerja :
1.
Exit : perilaku ketidakpuasan yang dilakukan dengan cara meninggalkan
perusahaan.
2.
Voice : perilaku ketidakpuasan karyawan yang bersifat aktif dan membangun
dengan usaha untuk memperbaiki keadaan.
3.
Loyalty : perilaku ketidakpuasan karyawan yang bersifat pasif dengan hanya
menunggu adanya perbaikan dari keadaan.
4.
Neglect : ketidakpuasan yang ditunjukan dengan membiarkan keadaan menjadi
lebih buruk.
5.
Job Satisfaction and Job Performance
6.

Hubungan antara kepuasan kerja dan kinerja pekerjaan saling mendukung


ketika bergerak dari level individu ke level organisasi. Ketika kepuasan dan
data produktivitas dikumpulkan, dapat dikatakan bahwa organisasi dengan
tingkat kepuasan karyawan yang tinggi lebih efektif daripada organisasi dengan
tingkat kepuasan karyawan yang rendah.
Job Satisfaction and Job OCB

Kepuasan kerja harus menjadi faktor utama dari seorang karyawan OCB
(organizational citizenship behaviour).

Kepuasan kerja karyawan akan lebih terlihat dengan berbicara positif tentang
perusahaan, saling membantu, dan melampaui batas yang ada dipekerjaannya. Dengan
pemikiran seperti ini, kepuasan kerja dapat dihubungkan dengan OCBs, yaitu orang
yang puas dengan pekerjaannya lebih sesuai di OCBs.

Job Satisfaction and Customer Satisfaction


Kepuasan kerja seorang karyawan menaikkan tingkat kepuasan dan kesetiaan
pelanggan.
Job Satisfaction and Absenteeism
Ketika banyak pilihan pekerjaan yang tersedia, ketidakpuasan karyawan
memiliki tingkat ketidakhadiran yang tinggi, tapi ketika pilihan pekerjaan itu sedikit
mereka memiliki tingkat ketidakhadiran yang lebih rendah.
Job Satisfaction and Turnover
Kepuasan dan pergantian kerja juga dipengaruhi dengan prospek kerja. Jika
seorang karyawan dihadapkan dengan sebuah tawaran pekerjaan yang tidak
diinginkan, ketidakpuasaan kerja dari pergantian pekerjaan yang ada tidak sebanyak
prediksi yang ada karena ketidakpuasan kerja diwujudkan dengan pergantian ketika
kesempatan pekerjaan berlimpah limpah karena karyawan merasa lebih mudah
untuk bergerak.
Job Satisfaction and Workplace Deviance
Pekerja yang tidak suka dengan pekerjaannya dapat melakukan berbagai cara
yang kreatif untuk menunjukan ketidakpuasannya. Untuk mengontrol konsekuensi
yang tidak diinginkan secara efektif karena ketidakpuasan kerja, karyawan harus
memecahkan sumber penyebab ketidakpuasan tersebut daripada mencoba untuk
mengontrol perbedaan pendapat.

7.
Managers often Dont Get It
Manajer terkadang tidak memperhatikan mengenai kepuasan kerja karyawan, mereka
tidak memikirkan adanya masalah ketika ada masalah di perusahaan tersebut.
Reguler Survey dapat mengurangi gaps antara pemikiran manajer mengenai apa
yang
dirasakan
dan
apa
yang
sebenarnya
mereka
rasakan.
Konsep antara karyawan yang setia kerja di perusahaan sudah sukar ditemukan saat
ini.
Jika
ada
penawaran
lebih
baik
mereka
pasti
pindah.
Summary
Manajer seharusnya tertarik dengan sikap karyawannya karena sikap memberikan
peringatan mengenai masalah potensial dan mempengaruhi perilaku. Sangat sulit
menjamin untuk menciptakan tenaga kerja yang dapat mensukseskan peforma
organisasi.

Chapter 8
2.1.1 Pengertian Coaching Perusahaan yang baik adalah perusahaan yang memiliki
sumber daya manusia yang berkualitas dan handal dalam memajukan perusahaan
dan mencapai tujuan perusahaan. Untuk mendapatkan sumber daya manusia yang
berkualitas, maka perusahaan harus melatih atau membimbing karyawan melalui
programprogram pelatihan karyawan,salah satunya melalui coaching. Menurut
Whitmore
(2008:14)
di
dalam
bukunya
yang
berjudul
Performance
Coaching,menyatakan
bahwa
Coaching
adalah
pembinaanyangmembuka
potensiseseoranguntuk memaksimalkankinerja mereka sendiri,yang membantu
merekauntuk belajardaripadamengajar mereka. Menurutnya, coachingberarti:
1. Mengaksespotensial 2
.
Memfasilitasiindividuuntuk
membuat
perubahan
yangdiperlukan
3.
Memaksimalkankinerja
4.
Membantu
orangmemperoleh
keterampilandan
mengembangkan 5. Menggunakanteknik komunikasikhusus Menurut Stone
(2007:11)
Coachingadalah
proses
dimana
individu
mendapatkan
keterampilan,kemampuan,dan pengetahuan yang mereka butuhkan untuk
mengembangkan diri secara profesional dan menjadi lebih efektif dalam 9
pekerjaan mereka. Ketika individu mendapatkan coaching dari atasan, mereka
dapat meningkatkan kinerja mereka baik dalam saat ini, dan juga meningkatkan
potensi mereka untuk berbuat lebih banyak di masa depan. MenurutSalim
(2014:2)Coaching adalah bagaimana membantu seseorang menemukan apa yang
diinginkan dari posisi dimana dia sekarang,dengan menggali sumber daya apa saja
yang dibutuhkan,sikap mental yang harus dibangun dan teknik-teknik yang cocok
dalam mengimplementasikannya. Menurut Morrison (1971:65) Coaching adalah
Sesuatu yang harus dilakukan supervisor dalam waktu yang lama, yang
menindaklanjuti perkembangan individu dalam hubungan nya dengan pekerjaan
mereka. Jaques dan Clement (1994:195) menyatakan definisi coaching adalah
percakapanterstruktur yangmenggunakan informasi tentang kinerja yangnyata
antara seorang atasan dengan seorangindividu (atau tim) yang menghasilkan
kinerja yanglebih tinggi. Merujuk pada definisi tersebut di atas, bentuk dari
coachingadalah percakapan dan membantu orang yang dibimbinguntuk
meningkatkan kinerjanya. Coaching juga dapatdilakukan dimanapun apakah di
kantor atau di lapangan,formal ataupun tidak formal. Menurut Jaques, coaching
terhadap karyawan/bawahan harus merupakan bagian dari aktivitasharian seorang
atasan. Coaching bisa dalambentuk berbagi pengetahuan, keterampilan
danpengalaman yang berkaitan dengan pekerjaankaryawan. 10 Tujuan coaching
adalah sebagai berikut : 1. Membantu karyawan untuk memahami peluang penuh
dalam jabatannya yaitu jangkauan tipe penugasan yang tersedia bagi karyawan
sesuai dengan jabatannya dan memberikangambaran mengenai manfaat apa saja
yang dapat dia ambil dari peluang penugasan tersebut. 2. Membantu karyawan
dalam belajar pengetahuanbaru misalnya metode, teknologi danprosedur. 3.

Membawa nilai karyawan lebih sejalan dengannilai dan filosofi perusahaan. 4.


Membantu
karyawan
mengembangkankebijaksanaannya,
misalnya
denganpengalaman yang dimiliki oleh atasannya diamampu menyelesaikan
masalah yang serupa. 5. Membantu karyawan memperbaiki perilakuperilakuyang
yang tidak sesuai denganjabatannya. Coaching tidak akan mengubah kepribadian
yangbukan merupakan bagian dari akuntabilitas atasan.Jika ada masalah yang
berkaitan dengan perilaku karyawan atau perilaku-perilaku yang tidak dapat
diterima untuk jabatan karyawan,atasan harusmenyampaikannya kepada karyawan
danmenjelaskan apa konsekuensi dari perilakutersebut. Dalam hal ini seorang
atasan juga harusmenawarkan bantuan kepada karyawan untukmemperbaiki
perilakunya. Dalam melaksanakan coaching, seorang atasanharus cermat untuk
menghindari pengambilalihanpekerjaan karyawan. Atasan dapat sajamenunjukkan
teknik atau prosedur pelaksanaansuatu penugasan, tapi karyawan harus tetap
yangberakuntabilitas melaksanakan pekerjaan tersebut.Coaching juga 11
menunjukkan
bahwa
atasan
pedulidengan
kinerja
karyawan
meskipunpelaksanaannya bisa memakan waktu. Perancoaching sangat penting
dalam membentuk rasapercaya diri, loyalitas dan semangat kerja tim yangdimiliki
karyawan.
II. IMBALAN (REWARD)
Dari seluruh penjelasan diatas maka perlu adanya penyusunan program imbalan yang sesuai dengan
program keseluruhan organisasi sehingga kontrak psikoligis tercipta dengan baik dengan jangka waktu yang
panjang dan memenuhi pengharapan pengharapan yang ada.
2.1 Sasaran utama (tujuan) program imbalan adalah:
1. Menarik karyawan atau orang yang berkualitas untuk bergabung dengan organisasi.
Kemajuan suatu organisasi ditentukan oleh kualitas orang orang yang ada didalamnya. Organisasi harus
mampu menarik orang orang yang berkualitas agar mereka tertarik untuk masuk kedalam organisasi. Salah
satu daya tarik seseorang untuk masuk dan bergabung ke dalam suatu organisasi adalah sistem imbalan
yang dibentuk dan diterapakan oleh organisasi tersebut. Oleh karenanya sistem imbalanyang dirancang oleh
organisasi harus mampu untuk menarik orang orang yang berkualitas tersebut masuk dan bergabung ke
dalam organisasi.
2. Mempertahankan karyawan agar tetap bekerja dengan baik.
Sistem imbalan yang dibuat oleh suatu organisasi ditujukan untuk mempertahankan pekerja yang sudah ada
terutama pekerja yang berkualitas agar mereka kerasan bekerja dan tidak mudah tertarik untuk pindah
keorganisasi lain.
3. Memotivasi karyawan untuk mencapai prestasi tinggi.
Sistem imblan yang dirancang oleh suatu organisasi harus mampu memacu motivasi kerja dan anggota
organisasi agar berprestasi pada tingkat yang tinggi. Untuk it imbalan yang dibentuk oleh organisasi harus
memiliki nilai dimata anggota organisasi.
2.2 Jenis jenis imbalan
Ilmuan perilaku telah membedakan imbalan ke dalam dua katagori besar yaitu imbalan intrinsik dan imblan
ekstrinsik.
1. Imbalan intrisnsik (intrinsic reward)
Imbalan intrinsik adalah imbalan yang merupakan bagian dari pekerjaan itu sendiri imbalan tersebut
mencangkup rasa penyelesaian, prestasi, otonomi, dan pertumbuhan. Dari pengertian tersebut diatas
dimaksud penyelesaian, prestasi, otonomi, dan pertumbuhan yaitu sebagai berikut :
a. Penyelesaian tugas (Taks completion) : adalah kemampuan untuk memulai taua menyelesaikan suatu
proyek pekerjaan merupakan hal yang penting bagi sejumlah individu. Dampak dari penyelesaian tugas ini
adalah motivasi yang kuat.

b. Penyelesaian prestasi (Achivement) : adalah imblan yang ditata tersendiri yang diperoleh jika seseorang
mencapai suatu tujuan yang menantang (changing goal). Dalam program semacam perbedaan individual
harus dipertimbangkan sebelum dicapai kesimpulan tentang pentingnya imbalan prestasi.
c. Otonomi (Autonomy) : adalah suatu kebutuhan pribadi setiap individu untuk membuat keputusan dan
bekerja tanpa diawasi secara ketat. Rasa otonomi dapat berasal dari kebebasan melakukan apa yang terbaik
menurut karyawan yang bersangkutan dalam situasi yang khas. Dalam pekerjaan yang berstruktur dan
dikendalikan manajemen secara ketat, akan sukar menciptakan tugas yang menimbulkan rasa otonomi.
d. Pertumbuhan pribadi (Personal Growth) : adalah suatu pengalam yang unik. Seseorang yang sedang
mengalami pertumbuhan merasakan perkembangan. Dengan mengembangkan kesanggupan seseorang
mampu memaksimalkan atau paling tidak memuaskan potansi keahlian. Sebagian orang sering kecewa
terhadap tugas dan organisasi mereka jika mereka tidak diberi izin dan didorong untk mengembangkan
keahlian.
2. Imbalan ekstrinsik (Ekstrinsic reward)
Yang dimaksud dengan imbalan ekstrinsik adalah imbalan yang berasal dari pekerjaan. Imbalan tersebut
mencangkup uang, status, promosi, dan rasa hormat. Berikut ini adalah penjelasan dari faktor tersebut :
a. Imbalan uang (Financial reward: fringe benefit) , uang adalah merupakan imbalan ekstrinsik yang utama
dan secara umum diakui bahwa uang adalah pendorong utama. Namun jika karyawan tidak melihat adanya
hubungan antara prestasi dengan kenaikan yang pantas, uang tidak akan menjadi motivator yang kuat
sehingga dalam su organisasi perlu diciptakan suatu penilaian sistem yang jelas. Yaitu sistem penilaian yang
dirancang dengan baik dapat membuat hubungan upah prestasi menjadi jelas bagi karyawan. Untuk
merancang sistem imbalan financial khususnya upah atau gaji dapat mempertimbangkan faktor faktor
sebagai berikut:
1. Keadilan
Sistem penggajian atau pengupahan yang dirancang perlu memperhatikan dan memeprtimbangkan azas
keadilan. Konsep keadilan dalam hal ini berkaitan dengan input outcome. Input meliputi pengalaman
kerja, senioritas, jenjang pendidikan, keahlian, beban tugas, prastasi, dsb. Sedangkan outcome adalah
imbalan yang diperoleh pekerja.
2. Kemampuan organisasi
Sistem penggajian harus memperhatikan kemampuan organisasi yaitu semakin meningkat kemampuan
organisasi maka upah yang diberikan seharusnya juga semakin meningkat, begitu pula sebaliknya.
3. Mengaitkan dengan prestasi
Untuk bidang tertentu dalam organisasi dimana prestasinya dapat diukur dapat mengaitkannya secara
langsung antara upah dengan prestasinya masing masin pekerja atau kelompok.
4. Peraturan pemerintah
Sistem penggajian harus memperhatikan peraturan pemerintah, seperti misalnya ketentuan tentang upah
minimun regional.
5. Kompetitif
Sistem penggajian yang dirancang hendaknya memperhatikan sistem pengupahan yang dilakukan oelh
organisasi lain dalam industri yang sama. Menentukan tarif yang ebih tinggi akan mampu menarik orang
orang yang berkualitas untuk masuk kedalam organisasi, yang dapat meningkatkan laju perkembangan
organisasi.
b. Status , adalah merupakan imbalan antar pribadi (interpersonal reward) yaitu dnegan menugaskan
individu pada pekerjaan yang berwibawa, manajer dapat mencoba meningkatkan / menurunkan status yang
dimiliki seseorang tetapi jika rekan sekerjanya berjasa atas suatu pekerjaan tertentu kemungkinan status
tersebut tidak diberikan. Dalam hal ini berarti manajer dan rekan kerjanya berperan penting dalam
menganugerahkan status pekerjaan.
c. Rasa hormat/ pengakuan (recognition) , yaitu penggunaan manajerial atas pengakuan atau penghargaan
melibatkan pengetahuan manajemen tentang pelaksanaan pekerjaan yang baik.
d. Promosi (Promotion), adalah perpindahan karyawan dari satu tempat ke tempat / jabatan yang lain yang
lebih tinggi. Kriteria yang sering diguanakan dalam keputusan promosi adalah prestasi dan senioritas.
2.3 Interaksi antara imbalan intrinsik dan ekstrinsik
Asumsi umumnya adalah bahwa imbalan intrinsik dan ekstrinsik mempunyai pengaruh dan tambahan atas
motivasi. Dalam hal ini motivasi ditentukan oelh jumlah motivasi intrinsik dan ekstrinsik seseorang. Namun
asumsi terbuka ini mengundang beberapa pandangan peneliti, mereka mengemukakan bahwa dalam situsi

dimana individu mengalami imbalan intrinsik yang tinggi penambahan imbalan ekstrinsik untuk prestasi
yang baik mungkin menyebabkan penurunan motivasi. Oleh karena itu manajer harus waspada terhadap
masalah bahwa pemberian imbalan ekstrinsik mempunyai dampak negativ terhadap motivasi intrinsik
sehingga jenis dan sumber imbalan ekstrinsik dan intrinsik perlu pencermatan dalam memilihnya. Jenis dan
sumber imbalan intrinsik dan ekstrinsik terpilih dapat disajikan dalam tabel berikut :
Gambar 4
Jenis dan sumber imbalan intrinsik dan ekstrinsik
No Jenis Sumer imbalan
Manajer Sumber Kelompok Individual
I Ekstrinsik
A Finansial 1. Gaji dan Upah
2. Tunjangan L
L
B Antar pribadi L L
C Promosi L
II Intrinsik
A Penyelesaian TL L
B Pencapaian prestasi TL L
C Otonomi TL L
D Pertumbuhan TL L
Note : L = sumber imbalan langsung, TL = sumber imbalan tak langsung
2.4 Pengaruh imbalan terhadap perilaku dan prestasi.
Diyakini imbalan dapat memotivasi prestasi, megurangi perputaran tenaga kerja, megurangi kemangkiran
dan menarik pencari kerja yang berkualitas ke dalam organisasi. Oleh karenanya imbalan dapat dipakai
sebagai dorongan atau motivasi pada suatu tingkat motivasi pada suatu tingkat perilaku dan prestasi dan
dorongan pemilihan orgainisasi sebagai tempat bekerja. Sebagai tambahan imbalan juga dapat memenuhi
hubungan kerja

2.5 Hubungan imbalan dengan prestasi


Gambar 5
Hubungan imbalan dengan prestasi

Keterangan :
Kepuasan dengan peketjaan merupakan reaksi seseorang terhadapa sejauh mana imbalan dalam pekerjaan
dapat memenihi hubungan kerja. Perilaku akan berlanjut dalam arah tertentu atau akan berganti arah atau
perilaku baru akan dipelajari. Jika seorang pekerja terus menerus meras tidak puas dengan upah yang
diperoleh, maka pekerja tersebut akan termotivasi untuk mencari pekerjaan yang menawarkan upah yang
lebih tinggi. Akan tetapi dalam suatu sisitem indentif yang mengkaitkan secara langsung antara
pembayarang dengan prestasi, pekerja yang sam akan mengubah perlakunya dengan meningkatkan hasil
kerjanya untuk menaikkan penghasilannya. Oleh karena itu pemahaman dari imbalan yang disediakan atau
dibentuk dalam pekerjaan, pengetahuan bagaimana pekerja manilai imbalan imbalan yang dibentuk oleh
organsasi penting untuk pemahaman perilaku kerja dan prestasi.
2.6 Peran imbalan uang terhadap prestasi.
Peran imbalan finansial terhadap perilaku pekerja dalam organisasi :
1. Bahwa uang ahrus mempertimbangkan sebagai tujuan orang bekeja yang mampu memenuhi kekuaranag
kabutuhannya.
2. Uang dapat menjadi sumber ketidakpuasan yang potensial jika jumlahnya jauh dari yang diahrpak tetapi
tidak dapat berfungsi sebagai faktor pemuas.

3. Uang dapat dipandang sebagai alat untuk mencapai hasil yang diinginkan.
Lawler mengdentifikasi keondisi yang diperluakn sebgai alat motivasi prestasi individu yang kuat :
1. Pekerja harus memiliki keyakian yang kauat, prestasi yang baik,akan menghasilkan pembayaran yang
tinggi.
2. Persepsi negatif tentang prestasi yang abiak harus dihilangkan.
3. harus diciptakan adanya suatu lingkungan bahwa prestasi juga berkaita dengan imbalan yang laian diluar
finansial, seperti pengahargaan, penagkuan, dan pengembangan karier.
2.7 Hubungan Imbalan dengan teori terkait:
1. Rencana upah berdasarkan ketrampilan dengan teori teori motivasi
Rencana upah berdasarkan ketarmpilan konsisten dengan bebrapa teori motivasi. Karena rencana ini
mendorong para karyawan untuk mempelajari, memperluas ketrampilan mereka dan tumbuh, maka rencana
ini konsisitem dengan teori ERG. Diantara karyawan yang kebutuhan rendahnya terpuaskan , kesenpatan
untuk mengalami pertumbuhan dapat menjadi motivator.
2. Tunjangan fleksibel dengan teori pengharapan
Memberi tunjangan yang sama kepada semua karyawan mengasumsikan bahwa semua karyawan
mempunyai kebutuhan yang sama, dan asumsi ini adalah keliru. Jadi tunjangan fleksible mengubah
pengeluaran untuk tunjangan menjadi motivator. Konsisten dengan teori pengahrapan bahwa imbalan
organisasi seharusnya ditautkan dengan sasaran masing masing karyawan, maka tunjangan fleksible
meperlakuakn imbalan secara lebih personal yaitu memungkinkan tiap karyawan memilih paket kompensasi
yang paling baik dalam memenuh kebutuhannya saat ini.
3. Program upah variable dengan teori pengharapan
Individu seharusnya mempersepsikan hubungan yang kuat antara kinerja dan imbalan yang mereka terima
jika motivasinya dimaksimalkan. Jika imblan dialokasikan sepenuhnya berdasarkan faktor faktor bukan
kinerja seperti senioritas atau jabatan, maka kemungkinan besar karyawan akan mengurangi usaha mereka.
Jadi kesimpulannya upah variable paling sesuai dengan teori pengaharapan.

Anda mungkin juga menyukai