Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

Di zaman era globalisasi saat ini, berbagai pengaruh perubahan yang terjadi menuntut
organisasi untuk membuka diri terhadap tuntutan perubahan dan berupaya menyusun strategi
dan kebijakan yang selaras dengan perubahan lingkungan akan bergantung pada kemampuan
organisasi dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungan, Dengan kata lain suatu organisasi
harus mampu menghasilkan sesuatu yang terbaik agar mampu bersaing.

Keberhasilan sebuah organisasi tidak terlepas dari baiknya kinerja seorang pegawai. Dimana
tujuan suatu organisasi akan tercapai dengan baik apabila mempunyai pegawai atau sumber
daya manusia yang berkualitas. Sumber daya merupakan sumber energy, tenaga, kekuatan
( power ) yang diperlukan untuk menciptakan daya, gerakan, aktivitas, kegiatan dan tindakan.
Maka dalam menciptakan kinerja yang baik dalam organisasi tergantung pada kinerja pegawai
yang bergerak menjalankan tujuan organisasi tersebut. Pegawai bukan hanya menjadi objek
dalam pencapain keberhasilan sebuah organisasi namun juga sebagai pelaku keberhasilan
organisasi tersebut.

Menurut, Irianto ( dalam Edy Sutrisno, 2010:171 ), kinerja karyawan adalah prestasi yang
diperoleh seseorang dalam melakukan tugas. Keberhasilan organisasi tergantung pada kinerja
para pelaku

Seperti halnya individu, organisasi juga mempunyai kepribadian. Kepribadian pada


sebuah organisasi lebih dikenal dengan nama budaya organisasi. Secara etimologi,budaya
organisasi terdiri dari dua kata,yaitu budaya dan organisasi. Organisasi merupakan suatu sistem
yang mantap dari sekumpulan orang yang bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama,melalui
suatu jenjang kepangkatan dan pembagian. Sedangkan pengertian budaya adalah suatu set
nilai,penuntun kepercayaan akan suatu hal,pengertian dan cara berpikir yang dipertemukan oleh
para anggota organisasi dan diterima oleh anggota baru. Budaya organisasi merupakan
penerapan nilai-nilai dalam suatu masyarakat yang terkait,bekerja di bawah naungan suatu
organisasi .
Budaya organisasi akan membentuk identitas organisasi atau jati diri organisasi. Identitas
organisasi sangat diperlukan untuk menumbuhkan kebanggaan yang akan mengembangkan
budaya kerja. Budaya kerja yang terbentuk secara solid di dalam tubuh organisasi tidak hanya
meningkatkan kinerja organisasi tetapi juga membentuk citra baik organisasi. Suatu budaya yang
kuat ditandai oleh nilai-nilai inti organisasi yang dipegang kukuh dan disepakati secara luas.
Semakin banyak anggota organisasi yang menerima nilai-nilai inti dan semakin besar komitmen
mereka terhadap nilai-nilai tersebut,semakin kuat suatu budaya. Sejalan dengan defenisi ini,suatu
budaya yang kuat jelas sekali akan memiliki pengaruh yang besar dalam sikap anggota organisasi
dibandingkan dengan budaya yang lemah. Hasil spesifik dari suatu budaya yang kuat adalah
keluar masuknya pekerja yang rendah. Suatu budaya yang kuat akan memperlihatkan
kesepakatan yang tinggi mengenai tujuan organisasi diantara anggota-anggotanya.

Kebulatan suara terhadap tujuan akan membentuk keterikatan,kesetiaan,dan komitmen


organisasi. Kondisi ini selanjutnya akan mengurangi kecenderungan karyawan untuk keluar dari
organisasi. Dengan budaya organisasi yang kuat dapat meningkatkan kinerja organisasi. Dalam
membentuk budaya kerja diperlukan kepemimpinan yang kokoh dan dukungan semua unsur.
Budaya dan kepemimpinan tidak dapat dipisahkan sebab budaya organisasi digerakkan oleh
pimpinan pada perusahaan. Dengan Budaya organisasi yang kuat akan membantu perusahaan
dalam memberikan kepastian kepada seluruh karyawan untuk berkembang bersama,tumbuh dan
berkembangnya perusahaan. budaya merupakan suatu sistem makna bersama yang dianut oleh
anggota-anggota organisasi yang membedakan organisasi itu dari organisasi-organisasi lain
Pemahaman tentang budaya organisasi perlu ditanamkan sejak dini kepada karyawan. Bila pada
waktu permulaan masuk kerja,mereka masuk keperusahaan dengan berbagai karakteristik dan
harapan yang berbeda beda,maka melalui training,orientasi dan penyesuaian diri,karyawan
akan menyerap budaya perusahaan yang kemudian akan berkembang menjadi budaya
kelompok,dan akhirnya diserap sebagai budaya pribadi.

Bila proses internalisasi budaya perusahaan menjadi budaya pribadi telah berhasil,maka
karyawan akan merasa identik dengan perusahaannya,merasa menyatu dan tidak ada halangan
untuk mencapai kinerja yang optimal. Ini adalah kondisi yang saling menguntungkan,baik bagi
perusahaan maupun karyawan. Budaya yang kuat dapat menghasilkan efek yang sangat
mempengaruhi individu dan kinerja,bahkan dalam suatu lingkungan bersaing pengaruh tersebut
dapat lebih besar daripada faktor- faktor lain seperti: struktur organisasi, alat analisis keuangan,
kepemimpinan dan lain lain.

Tujuan Penulisan Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui apa mamfaat sebuah
budaya organisasi dalam meningkatkan kinerja organisasi.

BAB II

PEMBAHASAN

1. Uraian Teoritis

1.1. Defenisi Budaya organisasional

Pemaknaan budaya organisasional demikian luas dalam berbagai setting sehingga istilah
budaya dalam suatu perusahaan atau organisasi pernah menjadi suatu fashion baik di kalangan
manajer,konsultan dan bahkan juga di kalangan akademisi. Namun demikian dalam
perkembangannya, budaya organisasional mendapat tempat penting dalam khasanah akademis,
khususnya teori organisasi seperti halnya struktur,strategi dan pengendalian. Dalam terminologi
akademis,Budaya organisasionalmerupakan suatu konstruk,yang merupakan abstraksi dari
fenomena yang dapat diamati dari banyak dimensi.

Sehingga banyak ahli ilmu-ilmu sosial dan manajemen belum memiliki communal
opinio mengenai definisi budaya organisasional. Mereka mendefiniskan terminologi tersebut
dari beragam perspektif dan dimensi. Menurut Davis budaya organisasional merupakan pola
keyakinan dan nilai-nilai (values) organisasi yang difahami,dijiwai dan dipraktikkan oleh
organisasi sehingga pola tersebut memberikan arti tersendiri dan menjadi dasar aturan
berperilaku dalam organisasi. Schein mendefiniskan budaya organisasional sebagai suatu pola
dari asumsi-asumsi dasar yang ditemukan,diciptakan atau dikembangkan oleh suatu kelompok
tertentu dengan maksud agar organisasi belajar mengatasi atau menanggulangi masalah-masalah
yang timbul akibat adaptasi eksternal dan integrasi internal yang sudah berjalan dengan cukup
baik,sehingga perlu diajarkan kepada anggota-anggota baru sebagai cara yang benar untuk
memahami,memikirkan dan merasakan berkenaan dengan masalah-masalah tersebut.
1.2 Peranan Budaya Didalam sebuah organisasi budaya memiliki pengaruh yang besar dalam
menjalankan sebuh fungsi organisasi. Adapun fungsi budaya di dalam sebuah organisasi,yaitu:

a. Budaya mempunyai suatu peran menetapkan tapa batas,yang artinya budaya menciptakan
pembedaan yang jelas antara satu organisasi dengan organisasi yang lain.

b. Budaya membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi.

c. Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas daripada
kepentingan pribadi seseorang.

d. Budaya memantapkan sistem sosial,yang artinya merupakan perekat sosial yang membantu
mempersatukan suatu organisasi dengan memberikan standar-standar yang tepat untuk apa yang
harus dikatakan dan dilakukan oleh para karyawan.

e. Budaya berfungsi sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu dan
membentuk sikap serta perilaku para karyawan. Secara alami budaya sukar dipahami,tidak
berwujud,implisit dan dianggap biasa saja. Tetapi semua organisasi mengembangkan seperangkat
inti pengandaian,pemahaman,dan aturan implisit yang mengatur perilaku sehari-hari dalam
tempat kerja. Peran budaya dalam mempengaruhi perilaku karyawan semakin penting bagi
organisasi. Dengan dilebarkannya rentang kendali,didatarkannya struktur,diperkenalkannya tim-
tim,dikuranginya formalisasi,dan diberdayakannya karyawan oleh organisasi,makna bersama
yang diberikan oleh suatu budaya yang kuat memastikan bahwa semua karyawan diarahkan
kearah yang sama. Pada akhirnya budaya merupakan perekat sosial yang membantu
mempersatukan organisasi.

1.3 Keefektifan dan Kinerja Organisional Konsep keefektifan seperti juga konsep budaya
organisasinal, juga memiliki pemaknaan yang beragam yang berimplikasi pada kesulitan dalam
pemahaman konsep dan metoda. Hal tersebut disebabkan belum adanya kesepakatan tentang
dimensi-dimensi dari konsep keefektifan,kriteria yang digunakan dalam pengukuran,tingkat
analisis yang appropriate dan kelompok kegiatan organisasional mana yang mencerminkan pusat
perhatian untuk studi keefektifan. Kondisi chaos tentang konsep tersebut tidak membuat
konsep keefektifan hengkang dari topik organisasi. Dalam pandangan Cameron dan Whetten,
ada tiga alasan meliputi teoritis,empiris dan praktis. Pertama secara teoritis konsep keefektifan
organisasional secara teoritis terletak pada pusat semua model organisasional. Kedua, keefektifan
secara empiris berfungsi sebagai variabel penting dalam kegiatan riset dan konsep penting dalam
penafsiran fenomena organisasional,Dan ketiga adanya kebutuhan untuk membuat judgements
tentang kinerja (performance) berbagai organisasi. Namun demikian,paling tidak ada dua
pandangan yang paling banyak digunakan dalam mengevaluasi keefektifan kepemimpinan, yaitu
dalam kaitannya dengan konsekuensi-konsekuensi dari tindakan-tindakan pemimpin tersebut
bagi para pengikutnya dan para stakeholder organisasi lainnya. Pandangan lainnya dengan
melihat berbagai jenis hasil yang telah digunakan,termasuk di dalamnya kinerja dan
pertumbuhan kelompok atau organisasi dari pemimpin tersebut,kesediaannya untuk menanggapi
tantangan-tantangan atau krisis-krisis,kepuasan pengikut dengan pemimpinnya,komitmen
pengikut terhadap sasaran-sasaran kelompok,kesejahteraan psikologis dan pengembangan para
pengikut dan kemajuan pemimpin ke posisi kekuasaan yang lebih tinggi di dalam organisasi.
Beberapa model keefektifan organisasional yang berkembang dalam khasanah akademik dapat
dilihat pada Tabel berikut ini : Tabel 1. Model-model Keefektifan Organisasional Model Definisi
Kapan Bermanfaat? Model Tujuan (Goal Model) Mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan
Tujuan-tujuan jelas, konsesual, berjangka waktu dan terukur Model Sumber Daya Sistem
(System resource Model) Mampu memperoleh sumber daya-sumber daya yang dibutuhkan Ada
kaitan jelas antara input dan kinerja Model Proses Internal Fungsi-fungsi internal berjalan lancer
Ada kaitan jelas antara berbagai proses organisasional dan kinerja Multiple Constituency Model
Semua pihak terkait terpuaskan Pihak-pihak terkait mempunyai pengaruh kuat terhadap
organisasi Competing Values Model Memenuhi preferensi pihak-pihak terkait dalam hal empat
kuadran yang berbeda Organisasi tidak jelas kriterianya atau sering berubah kriteria Model
Legitimasi Kelangsungan hidup terjamin sebagai hasil pelaksanaan kegiatan legitimate
Kelangsungan hidup organisasi penting Model Ketidakefektifan Tidak mempunyai kelemahan-
kelemahan atau sifat-sifat sumber ketidakefektifan Kriteria keefektifan tidak jelas atau berbagai
strategi perbaikan diperlukan. Salah satu hal yang menyebabkan kurangnya pengembangan
konsepsual mengenai keefektifan adalah kesulitan dalam mengintegrasikan berbagai
konsepsualisasi organisasi yang berbeda. Oleh karena itu setiap upaya pengembangan konsep
keefektifan harus dimulai dengan suatu analisis teori organisasi yang menjadi dasarnya.
2. Mamfaat Sebuah Budaya Organisasi Dalam Meningkatkan Kinerja Organisasi.

2.1. Hubungan Budaya Organisasional dengan Keefektifan Organisasional Tujuan seorang


manajer dalam setiap organisasi secara logis menghendaki peningkatan kinerja organisasional
organisasi. Namun demikian banyak problem organisasional dan ketidakpastian (uncertainty)
baik internal maupun eksternal yang seringkali mengganggu pencapaian kinerja organisasional.
Bahkan banyak penelitian menunjukkan kegagalan organisasi lebih sering disebabkan oleh
permasalahan manajerial organisasi secara internal . Permasalahan tersebut mendorong
menggagas pentingnya kebudayaan organisasional untuk meningkatkan keefektifan dan kinerja
organisasional. Setiap organisasi mempunyai kebudayaannya masing-masing. Tiap kebudayaan
tersebut dapat menjadi kekuatan positif dan negatif dalam mencapai kinerja organisasionalonal.

Dalam berbagai penelitian dan kajian manajemen organisasi banyak para ahli telah meyakini
keeratan hubungan antara budaya organisasional (organizational culture) dan keefektifan
organisasional, sehingga hubungan keduanya hampir tidak diperdebatkan lagi. Budaya
perusahaan mempunyai pengaruh terhadap keefektifan suatu perusahaan terutama pada
perusahaan yang mempunyai budaya yang sesuai dengan strategi dan dapat meningkatkan
komitmen karyawan terhadap perusahaan. Peningkatan kinerja organisasional juga ditentukan
oleh aktiva tidak berwujud, antara lain:

1. budaya organisasional,

2. hubungan dengan pelanggan (customer elationship) dan

3. citra perusahaan (brand equity). Budaya organisasi yang ideal untuk suatu organisasi adalah
yang memiliki paling sedikit dua sifat berikut ini, yaitu :

a. Kuat (strong) artinya budaya organisasi yang dibangun atau dikembangkan harus mampu
mengikat dan mempengaruhi perilaku para individu pelaku organisasi (pemilik, manajemen, dan
karyawan) untuk menyelaraskan tujuan individu dan kelompoknya dengan tujuan organisasi,
serta mampu mendorong para pelaku organisasi untuk memiliki tujuan (goals), sasaran
(objectives), persepsi, perasaan, nilai dan kepercayaan, interaksi sosial, dan norma-norma
bersama sehingga setiap individu yang ada dalam organisasi tersebut mampu bekerja dan
mengekspresikan potensi yang dimilikinya ke arah dan tujuan yang sama.

b. Dinamis dan adaptif (dynamic and adaptive) artinya budaya organisasi yang dibangun harus
fleksibel dan responsif terhadap dinamika lingkungan internal dan eksternal organisasi yang
demikian cepat dan kompleks. Suatu budaya merupakan perangkat yang sangat bermanfaat untuk
mengarahkan perilaku, dimana suatu budaya organisasi yang kuat akan memperlihatkan
kesepakatan yang tinggi di kalangan anggota organisasi mengenai apa yang dipertahankan oleh
organisasi/perusahaan itu.

Berdasarkan pendekatan-pendekatan dalam efektivitas organisasi yang telah dikemukakan


sebelumnya maka dapat dikatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas
organisasi adalah sebagai berikut:

(1) Adanya tujuan yang jelas.

(2) Struktur organisasi.

(3) Adanya dukungan atau partisipasi masyarakat.

(4) Adanya sistem nilai yang dianut Organisasi akan berjalan terarah jika memiliki tujuan yang
jelas.

Adanya tujuan akan memberikan motivasi untuk melaksanakan tugas dan tanggung
jawabnya. Selanjutnya tujuan organisasi mencakup beberapa fungsi diantaranya yaitu
memberikan pengarahan dengan cara menggambarkan keadaan yang akan datang yang
senantiasa dikejar dan diwujudkan oleh organisasi. Budaya yang kuat dapat di ketahui apabila :

1. Nilai-niali budaya organisasi di anut secara bersama oleh seluruh pimpinan dan anggota
organisasi.

2. Nilai-nilai budaya mempengaruhi perilaku pemimpin dan anggota organisasi.


3. Membangkitkan semangat perilaku pimpinan dan anggota organisasi

4. Resisten (kuat) terhadap tantangan eksternal dan internal.

5. Mempuyai sistem peraturan formal dan informal.

6. Mempunyai koordinasi dan kontrol perilaku. 2.1.2 Menciptakan, Mempertahankan, dan


Menyebarluaskan Budaya Para pendiri organisasi secara tradisional mempunyai pengaruh
penting dalam pembentukan budaya organisasi, karena para pendiri tersebut adalah orang-orang
yang mempunyai ide awal, mereka juga biasanya mempunyai bias tentang bagaimana ide-ide
tersebut direalisasikan. Robbins (2003) berpendapat bahwa budaya organisasi merupakan hasil
interaksi antara :

(1) bias dan asumsi para pendirinya, dan

(2) hasil belajar dan pengalaman dari anggota organisasi. Budaya yang diciptakan dalam suatu
kondisi atau lingkungan organisasi mempunyai Kekuatan-kekuatan yang mempunyai peranan
penting untuk mempertahankan budaya tersebut. kekuatan tersebut adalah praktek seleksi
organisasi, tindakan manajemen puncak, serta metode sosialisasi organisasi.

a. Seleksi Tujuan dari proses seleksi adalah untuk merekrut orang-orang yang memiliki
kemampuan dan kompetensi yang sesuai dengan kualifikasi yang dibutuhkan oleh organisasi,
namun selain itu, hal tujuan lainnya adalah menemukan orang - orang yang cocok atau sesuai
dengan budaya organisasi. Menurut Rothman (2006) dengan menggunakan metode cultural fit,
maka dapat dapat ditemukan orang (calon karyawan) yang memiliki kemampuan untuk
beradaptasi dengan budaya organisasi dalam porsi yang sama besarnya dengan kemampuan
teknisnya. Dengan pendekatan ini, akan lebih mudah menemukan orang yang dapat terintegrasi
dengan organisasi.

b. Tindakan Top Manajemen Tindakan yang dilakukan oleh pihak manajemen mempunyai
pengaruh atau dampak yang besar terhadap budaya organisasi. Setiap tindakan yang diambil oleh
manajemen, baik secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi perilaku kerja
bawahan, karena tindakan tersebut dalam kurun waktu tetentu akan mempengaruhi karakteristik
budaya organisasi. Misalnya bagaimana suatu kejadian dalam organisasi menetapkan norma-
norma yang kemudian meresap melalui organisasi dan memberitahukan apakah pengambilan
resiko diinginkan atau tidak, sejauhmana kebebasan yang diberikan oleh para manajer kepada
bawahannya, kriteria kinerja seperti apa yang akan menunjang kenaikan gaji, promosi, dan
imbalan lainnya.

c. Sosialisasi Sosialisasi adalah proses penyesuaian diri terhadap budaya organisasi. Metode atau
strategi yang digunakan oleh organisasi dalam mensosialisasikan budayanya mempengaruhi
apakah budaya tersebut mudah terintegrasi atau tidak.

2.1.3 HUBUNGAN KEPEMIMPINAN DENGAN BUDAYA DAN KINERJA


ORGANISASIONAL

Kepemimpinan Mempengaruhi Budaya Hubungan kepemimpinan mempengaruhi


budaya dan kinerja organisasional sudah cukup banyak ditelaah oleh para ahli organisasi. Dalam
konteks tersebut perspektif kepemimpinan transformasional dianggap paling relevan terhadap
pembentukan budaya. Pada perspektif transformasional dijelaskan banyak telaah tentang
bagaimana para pemimpin mengubah budaya dan struktur organisasi agar lebih konsisten dengan
strategi-strategi manajemen untuk mencapai sasaran organisasional. Hal tersebut meliputi proses
membangun komitmen terhadap sasaran organisasi dan memberi kepercayaan kepada para
pengikut untuk mencapai sasaran tersebut. Burns berpandangan bahwa kepemimpinan
transformasional sebagai sebuah proses yang padanya para pemimpin dan pengikut saling
menaikkan diri ke tingkat moralitas dan motivasi yang lebih tinggi. Menurut Burns,
kepemimpinan transformasional (transformational leadership) dapat diperlihatkan oleh siapa saja
dalam organisasi pada jenis posisi apa saja. Pada sisi lain Burns membedakan dengan
kepemimpinan transaksional (transactional leadership) yang merupakan bentuk kepemimpinan
terhadap bawahan dengan menunjuk pada kepentingan diri mereka sendiri. Nilai-nilai pada
konsep ini bersandar pada nilai-nilai yang relevan bagi proses pertukaran. Dalam hubungan
dengan budaya, para pemimpin mempunyai potensi paling besar dalam menanamkan dan
memperkuat aspek-aspek budaya melalui lima mekanisme, meliputi:

1) perhatian (attention),
2) reaksi terhadap krisis,

3) pemodelan peran,

4) alokasi imbalan-imbalan,

5) kriteria menseleksi dan memberhentikan.

konsep kepemimpinan kultural (cultural leadership) dengan menekankan inovasi kultural


yang padanya seorang pemimpin mungkin melakukan perubahan-perubahan yang drastis pada
budaya yang ada atau memulai sebuah organisasi baru dengan budaya yang berbeda. Dasar
konstruksi di atas memungkinkan bahwa kepemimpinan merupakan variabel pemoderasi
terhadap hubungan budaya organisasional dan keefektifan organisasional. Berdasarkan uraian di
atas, hubungan budaya dengan kepemimpinan di gambarkan sebagai berikut ini :

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan Budaya organisasi memiliki peran yang sangat strategis untuk mendorong
dan meningkatkan efektivitas organisasi pada umumnya, dan khususnya kinerja karyawan yang
berkerja di dalam suatu organisasi, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Peran
budaya organisasi adalah sebagai alat untuk menentukan arah organisasi, mengarahkan apa yang
boleh dan tidak boleh dilakukan karyawan, bagaimana mengalokasikan dan mengelola sumber
daya organisasi, dan juga sebagai alat untuk menghadapi masalah dan peluang dari lingkungan
organisasi. Keberhasilan dalam pembentukan budaya organisai yang sesuai dengan kondisi saat
ini tergantung pada peran pemimpin dalam mengkoordinasi, menggerakkan, dan menyelaraskan
semua sumber daya manusia yang ada dilembaga tersebut.
Di samping itu lembaga organisasi yang mampu meningkatkan kinerja organisasi harus
sanggup memperhatikan kepentingan para anggotanya dan juga iklim yang menunjang serta di
barengi dengan kepemimpinan yang membawa perubahan yang berkelanjutan. Dan juga perilaku
pemimpin yang beroreantasi prestasi..Ketika pemimpin menginginkan sutau kondisi yang bagus
(peningkatan kinerja) di suatu organisasi pendidikan, maka untuk mencapai tujuan pemimpin
harus menciptakan budaya yang dirancang untuk pengimplementasikannya. Budaya organisasi
merupakan arah atau landasan untuk berlangsungnya proses pelaksanaan organisasi secara
efektif da efisien. Dengan kata lain budaya organisasi berperan dalam menentukan struktur dan
berbagai sistem operasional di sebuah lembaga yang membuahkan norma, nilai, keyakinan
dalam bersikap dan berprilaku anggota atau warga organisasi dalam hal ini budaya organisasi
berperan sebagai penggerak dan pengontrol pada kinerja organisasi dalam menyesuaikan atau
beradaptasi terhadap kondisi lingkungan.

Dalam kaitannya dengan hal tersebut di atas perlu di tekankan bahwa disisi lain suatu
organisasi itu harus mempunyai budaya organisasi yang kuat sampai berakar, sehingga
mengakibatkan sulit untuk diubah. Atas dasar-dasar diatas budaya organisasi yang kuat
didefinisikan sebagai budaya, yang nilai-nilainya baik formal maupun non formal dianut secara
bersama dan berpengaruh positif terhadap perilaku dan kinerja pimpinan dan anggota orgsnisasi
sehingga kuat dalam menghadapi tantangan eksternal dan internal. Nilai-nilai budaya dapat
diterjemahkan sebagai filosofi usaha, asumsi dasar, slogan/moto organisasi, tujuan umum
organisasi dan prinsip-prinsip yang menjelaskan usaha.

Nilai-nilai tersebut apabila di anut dan dilaksanakan secara bersama oleh pemimpin dan
anggota dapat memperkuat budaya organisasi. Jadi budaya organisasi yang baik harus fleksibel
dan adaptable sehingga dapat mendukung dalam menyesuaikan dengan perubahan lingkungan.
Dan perlu di ketahui bahwa budaya organisasi yang baik tidak timbul dan tumbuh dengan
sendirinya, melainkan dengan sadar di tanamkam dan di tumbuhkan, dan juga membutuhkan
waktu (proses).Seperti yang dikatakan oleh Umar Nimran bahwa budaya organisasi harus:

1. Dipelajari.

2. Dimiliki bersama.
3. Diwariskan darigenerasi ke ganerasi.

Sesuatu yang ada pada suatu budaya organisasi hanya dapat dilihat dan dijelaskan dalam
kaitannya dengan aspek yang lain seperti:

1. Rangsangan untuk berprestasi.

2. Penghargaan yang tinggi terhadap prestasi.

3. Komunitas orgnisasi yang tertib.

4. Pemahaman tujuan organisasi.

5. Ideologiorganisasi yang kluat.

6. Kepemimpinan pimpinan organisasi dan

7. Hubungan antara anggota.

Perlu di ketahui bahwa budaya organisasi dapat berupa kekuatan, akan tetapi dapat pula
menjadi kelemahan bagi suatu organisasi. Budaya organisasi merupakan suatu kekuatan kalau
mempermudah dan memperlancar proses komunikasi, mendorong berlangsungnya proses
pengambilan keputusan yang efektif, memperlancar jalannya pengawasan dan menumbuhkan
suburkan semangat kerjasama dan memperbesar komitmen kepada organisasi. Pada gilirannya
budaya organisasi sebagai kekuatan meningkatkan efisiensi organisasi. Bahkan dapat dinyatakan
swcara aksiomatik bahwa semakin kuat budaya organisasi, semakin tinggi pula tingkat efisiensi
kerjanya, sebaliknya budaya organisasi dapat menjadi sumber kelemahan bagi organisasi apabila
keyakinan dan sistem nilai yang dianut tidak seirama dengan tuntutan strategi organisasi. Agar
budaya budaya organisasi menjadi kekuatan bagi organisasi, lima aspek kehidupan
organisasional penting mendapat sorotan pehatian, lima aspek itu adalah:

1. kerja sama,

2. pengambilan keputusan,
3. pengawasan,

4. komunikasi dan

5. komitmen.

2. Saran

1) Dalam menumbuhkan budaya organisasi yang baik. Ada baiknya apabila pihak perusahaan
melalui pimpinan atau manager harus mensosialisasikan terlebih dahulu budaya terlebut, baik
pada waktu proses seleksi atau pelatihan, dengan maksud agar karyawan tidak merasa bingung
saat melaksankan budaya tersebut.

2) Pemimpin dalam organisasi harus mampu menerapkan dan menanamkan sebuah budaya yang
baik, agar kemudian budaya tersebut menjadi penopang kinerja perusahaan, dan kemudia budaya
tersebut menjadi kuat di dalam karyawan.

3) Tidak terlepas dari peran karyawan sebagai harta berharga yang dimiliki oleh perusahaan.
Karyawan juga harus mampu menerapkan budaya dan mengikuti secara tulus budaya yang telah
berlaku pada perusahaan, dengan tujuan agar kinerja perusahaan sesuai dengan yang diharapkan.

Anda mungkin juga menyukai