Anda di halaman 1dari 51

BAB I

INTEGRITAS

A. PENDAHULUAN
Integritas merupakan salah satu atribut terpenting/kunci yang harus dimiliki seorang
pemimpin. Integritas adalah suatu konsep berkaitan dengan konsistensi dalam tindakan-
tindakan, nilai-nilai, metode-metode, ukuran-ukuran, prinsip-prinsip, ekspektasi-ekspektasi
dan berbagai hal yang dihasilkan. Orang berintegritas berarti memiliki pribadi yang jujur dan
memiliki karakter kuat. Integritas itu sendiri berasal dari kata Latin “integer”, yang berarti:
Sikap yang teguh mempertahankan prinsip , tidak mau korupsi, dan menjadi dasar yang
melekat pada diri sendiri sebagai nilai-nilai moral. Mutu, sifat, atau keadaan yang
menunjukkan kesatuan yang utuh sehingga memiliki potensi dan kemampuanyang
memancarkan kewibawaan; kejujuran.
Jack Welch, dalam bukunya yang berjudul “Winning” mengatakan, “integritas adalah
sepatah kata yang kabur (tidak jelas). Orang-orang yang memiliki integritas mengatakan
kebenaran, dan orang-orang itu memegang kata-kata mereka. Mereka bertanggung-jawab
atas tindakan-tindakan mereka di masa lalu, mengakui kesalahan mereka dan
mengoreksinya. Mereka mengetahui hukum yang berlaku dalam negara mereka, industri
mereka dan perusahaan mereka – baik yang tersurat maupun yang tersirat dan mentaatinya.
Mereka bermain untuk menang secara benar (bersih), seturut peraturan yang berlaku.
Dr. Kenneth Boa, menggambarkan integritas sebagai lawan langsung dari
kemunafikan. Ia mengatakan, bahwa seorang munafik tidaklah qualified untuk membimbing
orang-orang lain guna mencapai karakter yang lebih tinggi. Tidak ada seorang pun yang
menaruh respek kepada seorang pribadi yang berbicara mengenai permainan yang baik,
namun dirinya sendiri gagal untuk bermain seturut peraturan permainan yang ada. Apa yang
dilakukan seorang pemimpin mempunyai dampak yang lebih besar atas mereka yang
dipimpinnya dari pada apa yang dikatakannya. Seseorang dapat lupa 90% dari apa yang
dikatakan oleh seorang pemimpin, namun dia tidak akan melupakan bagaimana sang
pemimpin itu hidup. Apabila kita berbicara mengenai integritas, kita mengacu pada term-
term yang berhubungan dengan etika, moralitas, keotentikan, komitmen, namun yang di
butuhkan adalah suatu pemahaman yang jelas tentang konsep integritas. Integritas berurusan
dengan keutuhan dan nurani seorang pribadi – kualitas karena benar terhadap diri sendiri.

1
Integritas dibutuhkan oleh siapa saja, tidak hanya pemimpin namun juga yang
dipimpin. Orang-orang menginginkan jaminan bahwa pemimpin mereka dapat dipercaya
jika mereka harus menjadi pengikut-pengikutnya. Mereka merasa yakin bahwa sang
pemimpin memperhatikan kepentingan setiap anggota tim dan sang pemimpin harus
menaruh kepercayaan bahwa para anggota timnya melakukan tugas tanggung-jawab mereka.
Pemimpin dan yang dipimpin sama-sama ingin mengetahui bahwa mereka akan menepati
janji-janjinya dan tidak pernah luntur dalam komitmennya. Orang yang hidup dengan
integritas tidak akan mau dan mampu untuk mematahkan kepercayaan dari mereka yang
menaruh kepercayaan kepada dirinya. Mereka senantiasa memilih yang benar dan berpihak
kepada kebenaran. Ini adalah tanda dari integritas seseorang. Mengatakan kebenaran secara
bertanggung jawab, bahkan ketika merasa tidak enak mengatakannya.

B. PENGERTIAN INTEGRITAS

Kata integritas berasal dari bahasa Inggris yakni integrity, yang berarti menyeluruh,
lengkap atau segalanya. Kamus Oxford menghubungkan arti integritas dengan kepribadian
seseorang yaitu jujur dan utuh. Ada juga yang mengartikan integritas sebagai keunggulan
moral dan menyamakan integritas sebagai “jati diri”.
Integritas juga diartikan sebagai bertindak konsisten sesuai dengan nilai-nilai dan
kode etik, Dengan kata lain integritas diartikan sebagai “satunya kata dengan perbuatan”.
Paul J. Meyer menyatakan bahwa “integritas itu nyata dan terjangkau dan mencakup sifat
seperti: bertanggung jawab, jujur, menepati kata-kata, dan setia. Jadi, saat berbicara tentang
integritas tidak pernah lepas dari kepribadian dan karakter seseorang, yaitu sifat-sifat seperti:
dapat dipercaya, komitmen, tanggung jawab, kejujuran, kebenaran, dan kesetiaan. Konon, di
Tiongkok kuno orang menginginkan rasa damai dari kelompok Barbar utara, itu sebabnya
mereka membangun tembok besar. Tembok itu begitu tinggi sehingga mereka sangat yakin
tidak seorang pun yang bisa memanjatnya dan sangat tebal sehingga tidak mungkin hancur
walau pun didobrak. Sejak tembok itu dibangun dalam seratus tahun pertama, setidaknya
Tiongkok telah diserang tiga kali oleh musuh-musuhnya, namun tidak ada satu pun yang
berhasil masuk karena temboknya yang tinggi, tebal dan kuat. Suatu ketika, musuh menyuap
penjaga pintu gerbang perbatasan itu. Apa yang terjadi kemudian? Musuh berhasil masuk.
Yang dimaksud dengan integritas adalah konsistensi atau keteguhan yang tidak dapat
tergoyahkan dalam menjungjung nilai-nilai keyakinan dan prinsip. Atau Integritas
merupakan konsep yang menunjukan konsistensi atau keteguhan tindakan dengan nilai-nilai
2
dan prinsip. Jika pada etika integritas dapat diartikan sebagai kebenaran dan kejujuran
tindakan yang dilakukan seseorang.
Di dalam dunia kerja Integritas dapat diartikan sebagai konsisten dalam bertindak
sesuai dengan kode etik dan kebijakan tempat bekerja. Mempunyai pemahaman dan
keinginan untuk menyesuaikan diri dengan etika dan kebijakan tempat bekerja serta dapat
bertindak secara konsisten untuk melaksanakannya. Intergritas menjadi salah satu elemen
pada karakter yang mendasari timbulnya pengakuan sikap profesional. Dapat menjadi
kualitas yang melandasi timbulnya kepercayaan orang lain dan menjadi patokan bagi
anggota-anggota lain dalam menguji pegambilan suatu keputusan dalam pekerjaan.
Integritas mewajibkan seseorang dalam menjalankan profesinya untuk selalu
bersikap jujur, terus terang dan konsisten. Misalnya seorang pemimpin harus mengutamakan
pelayanan kepada masyarakat sehingga masyarakat jadi percaya, jadi tidak boleh
mengutamakan keuntungan pribadi. Orang yang mempunyai integritas yang baik tentunya
dia akan bersikap jujur kepada dirinya sendiri dan kepada orang lain. Jika kepada dirinya
sendiri sudah tidak jujur maka akan begitu juga kepada orang lain. Orang yang memiliki
integritas tentunya dia akan setia kepada tujuan hidupnya, dan apa yang sudah ditetapkan
sebagai tujuan hidupnya dia akan berusaha menjalani hidupnya dengan konsisten walaupun
terdapat masalah untuk mencapainya tujuannya, dia akan tetap berupaya untuk
menyelesaikan masalah yang menjadi penghambatnya.
Tentunya seseorang yang mempunyai integritas akan bertanggung jawab kepada
dirinya sendiri, dan tidak mudah untuk menyelahkan orang lain disaat masalah dan
kegagalan muncul. Karena dia sadar bahwa tujuan hidup itu harus diperjuangkan. Dia akan
selalu berusaha untuk menepati janjinya, karena untuk mendapatkan kepercayaan orang lain
dalam hidup sangat dibutuhkan.
Integritas adalah konsistensi dan keteguhan yang tak tergoyahkan dalam
menjunjung tinggi nilai-nilai luhur dan keyakinan definisi lain dari integritas adalah suatu
konsep yang menunjuk konsistensi antara tindakan dengan nilai dan prinsip. Dalam etika,
integritas diartikan sebagai kejujuran dan kebenaran dari tindakan seseorang. Lawan dari
integritas adalah hipocrisy (hipokrit atau munafik). Seorang dikatakan “mempunyai
integritas” apabila tindakannya sesuai dengan nilai, keyakinan, dan prinsip yang
dipegangnya. Dengan kata lain, ciri seorang yang berintegritas ditandai oleh satunya kata
dan perbuatan bukan seorang yang kata-katanya tidak dapat dipegang. Seorang yang
mempunyai integritas bukan tipe manusia dengan banyak wajah dan penampilan yang

3
disesuaikan dengan motif dan kepentingan pribadinya.Integritas menjadi karakter kunci bagi
seorang pemimpin. Seorang pemimpin yang mempunyai integritas akan mendapatkan
kepercayaan (trust) dari pegawainya. Pimpinan yang berintegritas dipercayai karena apa
yang menjadi ucapannya juga menjadi tindakannya.
“When you are looking at the characteristics on how to build your personal life, first
comes integrity; second, motivation; third, capacity; fourth, understanding; fifth,
knowledge; and last and least, experience. Without integrity, motivation is dangerous;
without motivation, capacity is impotent; without capacity, understanding is limited;
without understanding, knowledge is meaningless; without knowledge, experience is
blind. Experience is easy to provide and quickly put to good use by people with all
other qualities. Make absolute integrity the compass that guides you in everything you
do. And surround yourself only with people of flawless integrity.”
Tanpa integritas , motivasi menjadi berbahaya; tanpa motivasi, kapasitas
menjadi tak berdaya; tanpa kapasitas, pemahaman menjadi terbatas; tanpa
pemahaman pengetahuan tidak ada artinya; tanpa pengetahuan, pengalaman menjadi
buta.
Jadi integritas adalah mengarah kepada perilaku seseorang. Integritas adalah
gambaran keseluruhan pribadi seseorang (integrity is who you are).
Selanjutnya dapat ditafsirkan integritas sebagai persyaratan pertama dalam memilih
pimpinan, baru berikutnya menyusul syarat kapabilitas intelektual dan manajerial. Semakin
banyak tipe manusia dengan integritas yang tinggi akan menentukan maju mundurnya suatu
lembaga dan lebih luas lagi akan menentukan masa depan suatu Negara. Jika demikian
halnya, saya jadi bertanya-tanya kalau Indonesia sampai saat ini masih berkutat dalam
upaya melepaskan diri dari jerat korupsi yang sedemikian sistemik, apakah ini ada
kaitannya dengan integritas para pemegang jabatan Negara ya? Di antara begitu banyaknya
pemimpin Negara di kelembagaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif, siapa-siapa saja yang
menunjukkan seorang pemimpin yang berkarakter dan berintegritas tinggi sehingga mampu
menumbuhkankan trust di hati banyak warga bangsa Indonesia? Kalau mencari pemimpin
yang berpendidikan tinggi , yang ahli atau pakar di bidangnya tentunya kita tidak akan
kesulitan menemukannya. Indonesia berlimpah dengan sarjana. Magister, doctor, dan
professor setiap tahun juga semakin bertambah jumlahnya. Namun, siapa pemimpin yang
betul-betul berintegritas tentunya tidaklah sebanyak jumlah para pakar.

4
Sungguh celaka kalau ternyata pemimpin yang berintegritas itu sulit ditemukan, dan
sebaliknya yang banyak justru tipe sebaliknya yakni tipe hipocricy . Jika begitu maka
Indonesia sungguh-sungguh dalam ancaman bahaya. Bahaya yang mengancam ini bukan
main-main. Karena pemimpin yang tidak jujur, lebih mengutamakan kepentingan pribadi ,
kelompok dan golongan akan cenderung menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan.
Lembaga atau Negara yang mengalami krisis integritas akan mengalami kemerosotan
akibat proses pembusukan dari dalam unsur-unsur organisasi atau Negara itu sendiri.
Dari gambaran tersebut di atas dapat didefinisikan bahawa integritas menjadi tiga
kunci yang dapat diamati yakni menunjukkan kejujuran, memenuhi komitmen, dan
berperilaku secara konsisten (Andreas Harefa). Ciri seorang yang berintegritas ditandai oleh
satunya kata dan perbuatan bukan seorang yang kata-katanya tidak dapat dipegang. Seorang
yang mempunyai integritas bukan tipe manusia dengan banyak wajah dan penampilan yang
disesuaikan dengan motif dan kepentingan pribadinya.
Orang Tiongkok berhasil membangun tembok batu yang kuat dan dapat diandalkan,
tetapi gagal membangun integritas pada generasi berikutnya. Seandainya, penjaga pintu
gerbang tembok itu memiliki integritas yang tinggi, ia tidak akan menerima uang suap itu
yang tidak hanya menghancurkan dirinya tapi juga orang lain.
Betapa sering kita meremehkan dan memandang sebelah mata terhadap arti penting
sebuah integritas. Padahal, walaupun ada pengorbanan dan harga yang harus dibayar demi
sebuah integritas, akan lebih banyak risiko dan akibat fatal yang terjadi jika harus
mengorbankan integritas. Bila kita tidak memperhatikan sikap dan tindakan, kenikmatan
sesaat seringkali berujung pada akibat buruk yang berkepanjangan.
Suatu penelitian menyatakan bahwa perbedaan antara negara berkembang (miskin)
dan negara maju (kaya) tidak tergantung pada usia negara itu. Contohnya negara India dan
Mesir, yang usianya lebih dari 2000 tahun, tetapi mereka tetap terbelakang (miskin). Di sisi
lain Negara seperti Singapura, Kanada, Australia dan New Zealand, negara yang umurnya
kurang dari 150 tahun dalam membangun, saat ini mereka adalah bagian dari negara maju di
dunia, dan penduduknya tidak lagi miskin.
Ketersediaan sumber daya alam dari suatu negara juga tidak menjamin negara itu
menjadi kaya atau miskin Jepang mempunyai area yang sangat terbatas, di mana daratannya
delapan puluh persen berupa pegunungan dan tidak cukup untuk meningkatkan pertanian
dan peternakan Tetapi, saat ini Jepang menjadi raksasa ekonomi nomor dua di dunia. Jepang
laksana suatu negara “industri terapung” yang besar sekali, mengimpor bahan baku dari

5
semua negara di dunia dan mengekspor barang jadinya. Swiss tidak mempunyai perkebunan
coklat tetapi sebagai segara pembuat coklat terbaik di dunia. Negara Swiss sangat kecil,
hanya sebelas persen daratannya ang bisa ditanami. Swiss juga mengolah susu dengan
kualitas terbaik. (Nestle adalah salah satu perusahaan makanan terbesar di dunia). Bank-bank
di Swiss juga saat ini menjadi bank yang sangat disukai di dunia.
Para eksekutif dari negara maju yang berkomunikasi dengan temannya dari negara
terbelakang akan sependapat bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan dalam hal
kecerdasan. Para imigran yang dinyatakan pemalas di negara asalnya ternyata menjadi
sumber daya yang sangat produktif di negara-negara maju dan kaya di Eropa. Ras atau
warna kulit juga bukan faktor penting.
Lalu, apa perbedaannya? Perbedaannya adalah pada sikap atau perilaku
masyarakatnya, yang telah dibentuk sepanjang tahun melalui kebudayaan dan pendidikan.
Berdasarkan analisis atas perilaku masyarakat di negara maju, ternyata bahwa mayoritas
penduduknya sehari-harinya mengikuti dan mematuhi prinsip-prinsip dasar kehidupan yang
salah satu dari prinsip dasar itu adalah integritas diri.
Apakah makna integritas bagi kita?

Pertama, integritas berarti komitmen dan loyalitas. Apakah komitmen itu? Komitmen
adalah suatu janji pada diri sendiri ataupun orang lain yang tercermin dalam
tindakan-tindakan seseorang. Seseorang yang berkomitmen adalah mereka yang
dapat menepati sebuah janji dan mempertahankan janji itu sampai akhir, walau pun
harus berkorban. Banyak orang gagal dalam komitmen. Faktor pemicu mulai dari
keyakinan yang goyah, gaya hidup yang tidak benar, pengaruh lingkungan, hingga
ketidakmampuan mengatasi berbagai persoalan kehidupan. Gagal dalam komitmen
menujukkan lemahnya integritas diri

Kedua, integritas berarti tanggung jawab. Tanggung jawab adalah tanda dari kedewasaan
pribadi. Orang yang berani mengambil tanggung jawab adalah mereka yang bersedia
mengambil risiko, memperbaiki keadaan, dan melakukan kewajiban dengan
kemampuan yang terbaik. Peluang menuju sukses terbuka bagi mereka. Sementara
itu, orang yang melarikan diri dari tanggung jawab merasa seperti sedang
melepaskan diri dari sebuah beban (padahal tidak demikian). Semakin kita lari dari
tanggung jawab, semakin kita kehilangan tujuan dan makna hidup. Kita akan
semakin merosot, merasa tidak berarti dan akhirnya menjadi pecundang (penghasut).
6
Ketiga, integritas berarti dapat dipercaya, jujur dan setia. Kehidupan kita akan menjadi
dipercaya, apabila perkataan kita sejalan dengan perbuatan kita; tentunya dalam hal
ini yang kita pandang baik atau positif. Sebuah pribahasa mengatakan “Kemarau
setahun akan dihancurkan oleh hujan sehari”, yang artinya segala kebaikan kita akan
runtuh dengan satu kali saja kita berbuat jahat.

Keempat, integritas berarti konsisten. Konsisten berarti tetap pada pendirian. Orang yang
konsiten adalah orang yang tegas pada keputusan dan pendiriannya tidak goyah.
Konsisten bukan berarti sikap yang keras atau kaku. Orang yang konsisten dalam
keputusan dan tindakan adalah orang yang memilih sikap untuk melakukan apa yang
benar dengan tidak bimbang, karena keputusan yang diambil beradasrkan fakta yang
akurat, tujuan yang jelas, dan pertimbangan yang bijak. Selalu ada harga yang harus
dibayar untuk sebuah konsistensi dimulai dari penguasaan diri dan sikap disiplin.

Kelima, berintegritas berarti menguasai dan mendisiplin diri. Banyak orang keliru
menggambarkan sikap disiplin sehingga menyamakan disiplin dengan bekerja keras
tanpa istirahat. Padahal sikap disiplin berarti melakukan yang seharusnya dilakukan,
bukan sekedar hal yang ingin dilakukan. Disiplin mencerminkan sikap pengendalian
diri, suatu sikap hidup yang teratur dan seimbang.

Keenam, berintegritas berarti berkualitas. Kualitas hidup seseorang itu sangat penting.
Kualitas menentukan kuantitas. Bila kita berkualitas maka hidup kita tidak akan
diremehkan. Kitab Suci menuliskan dengan gamblang tentang kehidupan para tokoh
Alkitab, ada yang gagal ada yang berhasil. Integritas hidup berkualitas adalah
kehidupan yang membiarkan orang luar menilai diri kita. Pada saat menyenangkan
ataupun pada saat tidak menyenangkan.

C. FUNGSI INTEGRITAS

Dengan memahami, apa fungsi dan tujuan integritas, presiden, wakil presiden,
menteri, kepala daerah, legislator, penegak hukum, dan PN, sadar, untuk apa dan mau ke
mana mereka dengan pangkat dan jabatan yang disandang. Dalam kontek ini, menurut
Hamdi Muluk, fungsi integritas ada dua:
7
a) Cognitive functions of integrity yang meliputi kecerdasan moral dan self insight.
Sedangkan self insight itu sendiri meliputi self knowledge dan self reflection.

Berarti, integritas berfungsi memelihara moral atau akhlak seseorang yang kemudian
mendorong dia untuk memiliki pengetahuan yang luas. Berhubung akhlaknya yang
tinggi (self insight), semakin banyak ilmu dan pengetahuan yang dimiliki, semakin terasa
bodoh. Sebab, andaikan lautan dijadikan tinta dan daun-daun sebagai kertas untuk
menulis ilmu langit, tidak akan cukup. Itulah sebabnya, seorang yang berintegritas,
otomatis “ringan tangan” membantu orang lain sebagai manifestasi dari fungsi self
reflection-nya. Dia tidak hanya sekedar simpati, tetapi juga empati, yakni turun lapang-
an, membantu dengan fikiran, dana, dan tenaganya.

b) Affective functions of integrity yang meliputi conscience dan self regard.

Dalam kontek ini, integritas berfungsi memelihara nurani seseorang agar tetap hanif
sebagai seorang hamba agar jelas perbedaan di antara dirinya dengan hewan. Sebab,
secara biologis, manusia dan hewan, sama-sama memiliki hepar (hati), tetapi hewan
tidak memiliki qalb, sesuatu yang ada di diri setiap manusia. Jika seseorang senantiasa
mengikuti qalbnya (nuraninya), dia menghargai diri sendiri sebagai makhluk terhormat
yang diciptakan Allah lebih mulia dari makhluk lain. Konsekwensinya, orang yang
berintegritas, malu melakukan suatu kejahatan karena ia bertentangan dengan kata
hatinya yang hanif.
Hal ini berbeda diametral dengan hewan yang tanpa malu sedikit pun mencuri,
bahkan merampas makanan yang ada di tangan hewan lain. Hewan juga tanpa malu
menyetubuhi isteri, anak atau saudara kandung sendiri karena mereka tidak memiliki qalb.
Jadi, presiden sampai camat di Solo, Ketua MA sampai Panitera di Sulawesi, Jagung sampai
JPU di Kalimantan, dan Kapolri sampai penyidik di Sumatera yang menyalahgunakan
kesempatan, wewenang, dan jabatannya untuk kepen-tingan di luar ketentuan, mereka sama
saja dengan hewan. Bahkan, jika me-reka tidak lagi mendengar bisikan qalb-nya, mereka
dikategorikan sebagai fasik, munafik, bahkan kafir. Itulah sebabnya, pernyataan dari langit
mene-tapkan, seorang manusia diturunkan ke derajat paling rendah (lebih rendah dari
hewan) ketika dia tidak beriman dan tidak menegakkan shalat untuk mengingat-Nya (QS Al
Ma’un: 4).

8
D. TUJUAN INTEGRITAS

Tujuan integritas menurut Ashford, agar setiap orang, khususnya pejabat, memiliki
keyakinan atas kewajiban moral yang sebenarnya. Menurut saya, kalau seseorang memiliki
keyakinan atas kewajiban moral dalam kedudukan apapun maka dia akan memeroleh
berbagai dampak positif. Menurut para pakar, setidaknya ada empat dampak positif yang
diperoleh seseorang yang berintegritas, yakni:

a. Integritas merupakan salah satu kunci untuk meraih keberhasilan atau


kesuksesan.

Sebab, dalam dunia kerja modern dewasa ini, integritas sangat diperlukan. Di KPK
misalnya, seseorang diterima sebagai pegawai kalau dia memiliki integritas dan
profesionalisme di atas rata-rata. Jadi, kalau ada pejabat dan pegawai KPK yang neko-
neko, pertanyakan kembali integritas dan profesionalismenya. Apakah kesalahan terjadi
di proses seleksi atau di mekanisme pembinaan dan pengembangan potensi diri selama
menjadi insane KPK;

b. Integritas membuat manusia mampu untuk memimpin dan dipimpin.

Jika anda ke perkampungan pesantren modern di Gontor, di dinding kelas atau kamar
santri, terpampang antara lain slogan: “siap memimpin dan dipimpin.” Dalam kehidupan,
pasti ada yang memimpin dan yang dipimpin, termasuk dunia hewan. Namun, di kebun
binatang Indonesia, jika seseorang tidak terpilih menjadi Ketua Umum, dia akan
mendirikan komunitas baru agar terpilih menjadi Ketua Umum. Tidak dicalonkan
komunitasnya untuk menjadi caleg atau kepala daerah, periode berikutnya, dia maju
dengan bendera lain. Padahal, kalau mereka muslim, dalam shalat berjamaah, hanya ada
seorang imam. Ironinya, elit politik (dalam keadaan tertentu, juga ilmuan) semua mau
menjadi imam. Tidak ada yang mau menjadi Bilal, apalagi sekedar ma’mum. Mungkin,
elit politik dan ilmuan Indonesia jarang shalat berjamaah, apalagi shalat subuh di masjid
atau surau. Oleh karena itu, mereka perlu memelajari apa dan manfaat integritas dalam
kehidupan sehari-hari, antara lain dengan rajin mengikuti shalat berjamaah.

9
c. Integritas Melahirkan Kepercayaan.

Setiap muslim di mana pun di bumi ini, pernah mendengar kalau Muhammad bin
Abdullah, sejak remaja, digelar sebagai al amin, orang yang dipercaya. Bahkan, orang
Yahudi (yang nanti menjadi musuh besarnya) pun menitipkan barang miliknya ke putera
Abdullah bin Abdul Muthalib ini karena kejujurannya. Dalam bahasa manajemen
modern, Muhammad adalah individu yang berintegritas, yang amanah. Apakah, presiden
sampai camat di Indonesia dikategorikan sebagai al amin.? Jauh api dari panggang.
Apakah presiden sampai camat di Indonesia harus mengikuti kursus atau pelatihan
integritas.? Wajib!

d. Integritas dapat Melahirkan Prestasi.

Khadijah, janda cantik, keturunan terhormat, dan konglomerat, melamar salah seorang
karyawannya, Muhammad bin Abdullah. Padahal usia Khadijah 40 tahun dan
Muhammad, 25 tahun. Mengapa.? Kejujuran Muhammad yang menggoda Khadijah.
Integritas pemuda Muhammad itulah yang membuat beliau menjadi se-orang pemimpin
ulung (nomor 1 dari seratus manusia berpengaruh di planet bumi) karena mencapai
prestasi luar biasa, tiada tandingan. Sebab, hanya dalam waktu 23 tahun, bangsa Arab
yang barbar, jahil, dan terbelakang, menjadi penguasa dunia selama 8 abad. Ketika
bangsa Arab khususnya, dan umat Islam umumnya, meninggalkan perikehidupan
Muhammad, mereka terjajah selama 7 abad, sampai detik ini.

Namun, percayalah, masih ada 62 tahun sisa waktu abad 15 hijriah ini, abad
kebangkitan umat Islam sedunia. Jika umat Islam, khususnya generasi muda di Indonesia,
bangkit menjadi insan-insan berintegritas, insan ulil albab, tidak mustahil mentari kejayaan
muncul dari Sabang sampai Merauke, insaa Allah. Sebaliknya, jika umat Islam, khususnya
generasi muda, tergoda dengan janji-janji muluk dan kemunafikan sebagian besar pemimpin,
elit politik, dan pejabat negeri ini, tidak mustahil, kebangkitan itu lahir di Turki, Chesnya,
atau di Palestina.

E. PENTINGNYA INTEGRITAS DALAM KEHIDUPAN.

Integritas sangat diperluka saat ini, itulah mengapa orang-orang menganggap


integritas sangat penting untuk dirinya. Tapi masih terdapat orang yang sering mengacuhkan
10
integritas atau bahkan masih ada yang belum menyadari betapa pentingnya integritas. Untuk
menjadi orang yang berhasil atau sukses maka diperluka integritas, karena dengan integritas
tujuan atau sasaran dalam hidupnya dapat dicapai. Berikut di bawah ini beberapa alasan
mengapa integritas sangat diperlukan dalam hidup:
a) Integritas merupakan salah satu kunci untuk meraih keberhasilan atau
kesuksesan.
Seperti arti dari integritas yaitu suatu cara seseorang dapat slalu konsisten terhadap
memegang nilai-nilai yang ada. Jika seseorang memegang teguh nilai-nilai atau
prinsipnya maka kesuksesan dapat dia dicapai. Dalam dunia kerja integritas tentunya
sangat diperlukan, dapat dilihat banyak sekali orang-orang yang jabatannya tinggi dan
mencapai kesuksesan dalam dunia kerja karena dia mempunyai integritas yang baik.
b) Integritas membuat manusia mampu untuk memimpin dan dipimpin.
Dalam kehidupan ini pastinya ada dua posisi yaitu yang memimpin dan yang dipimpin.
Bagi yang dipimpin, jika dihubungkan dengan integritas maka kemampuan untuk tetap
setia terhadap orang yang memimpinnya. Orang yang memiliki integritas merupakan
orang yang memiliki pribadi dengan kualitas yang baik, dan orang berkualitas
merupakan pribadi yang dapat belajar dari orang lain serta pribadi yang mampu untuk
bekerjasama dengan orang lain.
c) Dengan integritas dapat membuat seseorang mendapatkan kepercayaan.
Maksudnya kepercayaan berkaitan dengan kata-kata yang diwujudkan menjadi
kenyataan yaitu dengan tindakan yang dilakukan secara jujur. Karena dengan kejujuran
maka akan mendapat kepercayaan dari orang lain. Dengan kejujuran juga maka setiap
saat akan mendapatkan kepercayaan dari orang lain dan tidak hanya sekedar
mendapatkan kepercayaan dari segi perkataan saja tapi mendapatkan juga dari segi
tanggung jawab.
d) Integritas dapat menghasilkan reputasi yang baik.
Dengan integritas maka seseorang tidak hanya memiliki citra yang baik saja di mata
orang-orang, tapi juga akan memiliki reputasi yang baik. Karena jika seseorang memiliki
integritas yang baik maka orang tersebut akan menyesuaikan perkataan maupun tindakan
yang dilakukannya. Perkataan yang baik akan menghasilkan citra yang baik sedangkan
perkataan dan tindakan yang baik akan menghasilkan reputasi yang baik di mata orang
lain.

11
F. PERAN INTEGRITAS SEBAGAI LOYALITAS
Dalam etika objektivisme, integritas diartikan sebagai loyalitas terhadap prinsip
prinsip dan nilai-nilai yang rasional (Peikoff, 1991). Meski objektivisme sendiri
sebenarnya mendapat banyak kritik ketika digunakan sebagai pondasi dasar
pengembangan etika karena sifat etikanya yang egoistik (lihat Rand, 1964; dan
keberatan terhadap objektivisme dalam Barry & Stephens, 1998), aksioma objektivisme
dapat membantu mengembangkan konsep integritas. Pada intinya, objektivisme menekankan
bahwa realitas berada terpisah dari kesadaran manusia dan manusia yang berkesadaran
itu berhubungan dengan realitas melalui akal budinya melalui proses pembentukan
konsep dan logika. Dan karena memiliki kesadaran dan akal budi, manusia memiliki
kemampuan untuk berpikir atau tidak berpikir, dan karenanya dapat memilih alternatif-
alternatif tindakan yang ada.
Hal pertama yang dapat ditarik dari konsepsi objektivisme terhadap integritas adalah
bahwa integritas adalah sebuah bentuk loyalitas, yaitu keteguhan hati seseorang untuk
memegang prinsip dan nilai moral universal. Prinsip moral adalah norma, yaitu aturan
moral yang menganjurkan atau melarang seseorang untuk berbuat sesuatu. Dasar dari
prinsip moral itu adalah nilai moral. Prinsip moral untuk tidak membunuh orang lain
ataupun diri sendiri berdiri di atas pemikiran bahwa kehidupan adalah sesuatu yang
bernilai moral secara universal.
Hal kedua adalah bahwa integritas bukan tentang perkataan semata, tetapi juga
mencerminkan tindakan yang sejalan dengan prinsip dan nilai moral universal dan
rasional (Becker , 1998). Di sini loyalitas terhadap prinsip atau nilai itu diwujudkan
dalam bentuk tindakan, di mana loyalitas itu ditunjukkan sebagai keteguhan hati
seseorang untuk bertindak sejalan dengan prinsip atau nilai yang dipegangnya itu. Meski
demikian, hal ini tidak berarti bahwa tidak ada kemungkinan bagi seseorang untuk
berubah, bahkan seseorang memiliki kewajiban untuk mengubah pandangannya bila apa
yang selama ini dipegang olehnya salah (Peikoff, 1991; Becker, 1998).
Hal ketiga, integritas bukan sekadar bertindak sejalan dengan suatu prinsip
atau nilai, tetapi prinsip atau nilai objektif yang dapat dibenarkan secara moral.
Pembenaran ini pun harus menggambarkan kesimpulan yang diperoleh melalui prinsip-
prinsip logika (Peikoff, 1991), bukan emosi belaka. Prinsipprinsip dan nilai-nilai moral
adalah hal yang objektif yang konseptualisasinya dibangun melalui pengalaman nyata
dan persepsi inderawi terhadap obyek dan kondisi aktual (Becker , 1998). Itu

12
sebabnya integritas membutuhkan lebih dari sekadar loyalitas kepada prinsip dan nilai
moral yang dipercaya benar oleh individu ataupun disetujui oleh kelompok masyarakat atau
organisasi tertentu. Integritas bukan sekadar tentang bertindak sesuai dengan nilai yang
diterima oleh individu, masyarakat, ataupun organisasi (Mayer , Davis, & Schoorman,
1995; Trevinyo-Rodríguez, 2007), tetapi merujuk pada prinsip moral universal yang
dapat dibenarkan secara rasional, di mana kriteria-kriteria pembenaran itu objektif.
Opini subjektif, baik itu di taraf individu, masyarakat, ataupun organisasi, tidak dapat
menjadi dasar bagi integritas moral.
Integritas moral dalam pengambilan keputusan etisk etika diterapkan pada konsep
pengambilan keputusan etis, integritas dapat diartikan sebagai bentuk konsistensi antara
hasil keputusan yang diambil dan tindakan aktual yang dilakukan. Pengambilan
keputusan etis, yaitu keputusan yang berkaitan dengan nilai etis (moral), dilakukan
melalui empat tahapan: sensitivitas etis, penalaran etis, motivasi etis, dan implementasi etis
(Rest, 1986). Di dalam model yang disebutnya sebagai Model Empat Komponen (Four
Component Model), Rest menggambarkan bagaimana proses internal pengambilan
keputusan etis melatarbelakangi tindakan seseorang. Tahapan pertama, sensitivitas moral,
mengandaikan kebutuhan akan kesadaran moral atau kemampuan mengidentifikasi isu-
isu moral. Di dalamnya terjadi proses interpretasi di mana seorang individu mengenali
bahwa suatu masalah moral ada di dalam situasi yang dihadapi atau bahwa suatu prinsip
moral menjadi relevan di dalamnya. Tahap ini dinilai kritis karena kemampuan
mengidentifikasi signifikansi moral dari suatu isu berperan besar dalam mengawali
sebuah proses pengambilan keputusan etis dan juga perilaku etis.
Hasil identifikasi isu-isu moral menghasilkan suatu gambaran dilema moral beserta
alternatif tindakan yang dapat dilakukan. Pengambilan keputusan tindakan mana yang
sebaiknya diambil bukanlah sebuah proses pemilihan secara acak. Pemutusan harus
berdasarkan penalaran yang tepat yang memperhatikan prinsip-prinsip moral yang relevan
di dalam proses penalaran etis. Alternatif tindakan yang telah diambil pun membutuhkan
ketetapan hati maupun dorongan untuk melakukannya. Itulah yang disebut motivasi etis
yang kemudian diikuti oleh implementasi etis di mana alternatif tindakan yang dipilih
dilakukan secara nyata. Integritas terjadi ketika implementasi tindakan yang dilakukan
konsisten dengan prinsip moral yang digunakan sebagai pegangan dalam membuat
keputusan di tahap penalaran etis yang di dalamnya kesadaran moral berperan secara
dominan. Itu sebabnya konsistensi terhadap prinsip moral disebut sebagai integritas moral.

13
Kohlberg (1995) menekankan pentingnya perhatian kepada kesadaran moral ini untuk
memahami bagaimana keputusan etis diambil dan juga alasan etis mengapa seseorang
mengambil keputusan tertentu (Rest, 1986; Trevino, 1992). Satu hal yang mendasar dari
konsep ini adalah bahwa kesadaran moral tidak ditentukan oleh perasaan, melainkan
oleh kemampuan intelektual, yaitu kemampuan untuk memahami dan mengerti sesuatu
secara rasional (Magnis-Suseno, 2000). Dalam menjelaskan teori ini, Kohlberg tidak
berbicara tentang prinsip moral tertentu, tidak bicara tentang apa yang benar dan
tidak secara moral, melainkan meneliti kompetensi untuk memberikan penalaran etis. Ia
tidak mengatakan apakah tindakan seorang nenek mencuri susu demi cucunya yang
kelaparan, misalnya, adalah etis atau tidak etis, melainkan apakah tindakan mencuri susu itu
disetujui ataupun tidak disetujui dibenarkan secara memadai (Arbuthnot & Faust,
1980).Di dalam tipologi yang dikembangkan oleh Kohlberg, ada tiga tingkat dasar
penalaran berbeda terhadap isu moral, yang masing-masing dinamai tingkat pre-
conventional, conventional, dan postconventional. Tiap tingkatan tersebut masing-
masing memiliki dua tahap yang menjadikan seluruhnya ada enam tahap penalaran. Semua
tingkat dan tahap ini dapat dipandang sebagai pemikiran moral sendiri, pandangan yang
berbeda mengenai dunia sosio-moral (Crain, 1985). Pada tingkat pre-conventional, yang
meliputi tahap 1 dan 2, seorang individu memahami pengertian benar dan salah
berdasarkan konsekuensi yang diterimanya, misalnya hukuman, hadiah, atau
pemenuhan kebutuhan pribadi. Secara ringkas, tahap pertama digambarkan sebagai
orientasi terhadap kepatuhan dan hukuman. Pada tahap pertama, seseorang mengasosiasikan
penilaian baik dan buruk dengan konsekuensi fisik dari suatu tindakan. Ketika
seseorang menerima hukuman atasl. tindakannya, maka ia akan memahami bahwa
tindakannya itu salah.
Dibandingkan dengan modus penalaran tahap pertama, tahap kedua
merepresentasikan penalaran yang menilai apa yang baik itu dalam rangka pemenuhan
kepentingan pribadi seseorang. Orang mulai dapat memahami bahwa orang lain memiliki
kebutuhan individualnya sendiri dan bahwa organisasi sosial dibangun atas dasar pertukaran
seimbang antara kepentingan satu orang dengan kepentingan orang lain. Baik penalaran
pada tahap pertama dan kedua ini bersifat egosentrik.
Pada tingkat konvensional, yaitu tahap 3 dan tahap 4, individu memahami
benar atau tidak secara moral sebagai kesesuaian keputusan yang diambil dengan
harapan orang lain atas dirinya, baik dalam konteks relasi interpersonal (tahap 3) dan

14
pelaksanaan peran individu di dalam sistem sosial yang lebih luas dan abstrak (tahap
4). Pada tahap ketiga, keputusan yang baik adalah keputusan yang mengakomodasi
harapan orang lain, melakukan apa yang ”baik” di mata orang lain, apa yang disetujui oleh
orang lain, berperilaku sesuai dengan permintaan seseorang, atau bersikap loyal dan
dapat dipercaya kepada kelompok dekat. Perspektif sosial individu pada tahap ini
menunjukkan kesadaran akan harapan dan kesepakatan mutual, perasaan atau cara
pandang orang lain, dan bahwa kepentingan kelompok sosial lebih besar daripada
kepentingan diri sendiri. Pada tahap keempat, apa yang benar adalah melaksanakan
kewajiban yang ada di dalam kehidupan bermasyarakat dengan tujuan
mempertahankan kelompok sosial sebagai satu kesatuan. Mereka yang ada di tahap
keempat ini memahami bahwa tanpa ada standar hukum yang sama, kehidupan
manusia akan kacau balau, di mana ia sudah dapat menempatkan dirinya sebagai
bagian dari masyarakat yang lebih luas. Hukum dipandang sebagai jaminan atas
interaksi interpersonal, kenyamanan, dan hak-hak personal. Pada tingkat penalaran
moral post-conventional, yaitu tahap 5 dan 6, individu bergerak ke pemahaman moral
yang lebih dalam lagi dan lebih universal. Pada tahap kelima, seseorang menyadari bahwa
ada aturan relatif dan ada hak dan nilai yang non-relatif (absolut). Aturan relatif ada
dalam konteks kelompok masyarakat tertentu dan harus dijunjung karena merupakan dasar
kontrak sosial. Di sisi lain, hak dan nilai non-relatif, seperti misalnya hak untuk hidup
dan hak atas kebebasan, harus dijunjung terlepas dari opini publik atau kehendak
mayoritas. Pada tahap keenam, seseorang mulai beralih ke prinsip moral universal
yang diikuti bukan karena disetujui secara komunal di dalam kontrak sosial, tetapi
karena berasal dari kesamaan hak asasi manusia dan rasa hormat terhadap
kemanusiaan dan martabat individu. Faktor kritis dalam menentukan apa yang secara
etis benar adalah prinsip moral yang universal, konsisten, komprehensif, dan logis
yang ada di dalam hati nurani yang bukan berdasar pada rasa takut dan rasa
bersalah. Hal ini terkait dengan penilaian otonom di mana seseorang harus menentukan
apakah suatu tindakan sejalan dengan apa yang dipercaya berlaku secara universal.
Dalam menjelaskan etis tidaknya suatu tindakan, teori perkembangan moral kognitif
melihat bahwa tindakan yang sama yang dilakukan dapat dilatari oleh kesadaran moral
yang berbeda. Misalnya perilaku tidak mencontek yang dilakukan oleh mahasiswa
dapat disebabkan oleh rasa takut akan konsekuensi nilai nol, teman-teman yang tidak
mencontek, kesadaran akan tanggung jawab sebagai mahasiswa, penghargaan hak

15
intelektual, dll (Wisesa, 2009). Artinya, analisa perilaku individu di dalam pengambilan
keputusan etis tidak dapat dilakukan hanya dengan melihat perilaku yang ditunjukkan, tetapi
juga prinsip moral yang dipegangnya yang melatarbelakangi perilakunya tersebut. Hal ini
juga penting untuk dilakukan untuk menilai integritas moral individu.

16
BAB II
INTEGRITAS DIRI
A. INTEGRITAS DIRI
Filsuf Herb Shepherd (Antonius, 2002) menyebutkan integritas diri sebagai kesatuan
yang mencakup empat nilai, yaitu perspektif (spiritual), otonomi (mental), keterkaitan sosial,
dan tonus (fisik). George Sheehan menjabarkan integritas diri sebagai kesatuan empat peran,
yaitu menjadi binatang yang baik (fisik), ahli pertukangan yang baik (mental), teman yang
baik (sosial), dan orang suci (spiritual).Kedua tokoh itu, walau dengan istilah yang agak
berbeda, namun sama-sama menyebutkan hal yang merupakan unsur penting dalam diri
manusia, yaknifisik, sosial, dan mental-spiritual. Unsur penting tersebut merupakan dimensi
dasar diri manusia.
Integritas diri dilihat sebagai keterpaduan sinergis dan saling mendukung antara ketiga
dimensi dasar tersebut dalam kehidupan seseorang. Ketiganya berkembang secara seimbang
sehingga dapat saling mendukung dalam menjalani kehidupan secara lebih manusiawi. Inilah
pengertian yang lebih luas tentang integritas diri. Adrian Gostick & Dana Telford dalam
bukunya, Keunggulan Integritas, (2006) menyebutkan beberapa pengertian integritas yang
mereka kumpulkan dari beberapa sumber. Disitu disebutkan bahwa Kamus Merriam-Webster
yang paling mutakhir mendefinisikan integritas sebagai ketaatan yang kuat pada sebuah kode,
khususnya nilai moral atau nilai artistik tertentu. Definisi lain dari beberapa pakar disebutkan
: Jim Burke (Johson & Johson) menyebutnya sebagai ”suatu mekanisme yang membuat
individu dan organisasi mempercayai Anda” ; Millard Fuller (Habitat for Hum anity)
menggambarkan integritas sebagai ”konsistensi terhadap apa yang dianggap benar dan salah
dalam hidup Anda” ; Shelly Lazarus, menjelaskan orang yang berintegritas sebagai
“mengedepankan serangkaian kepercayaan dan kemudian bertindak berdasarkan prinsip”;
Wayne Sales, memberikan definisi yang sederhana, yaitu “Integritas berarti melakukan hal
yang benar”; Diane Peck, percaya bahwa ”setiap individu harus mendefinisikan sendiri arti

17
integritas”. Semua pengertian terakhir tersebut merupakan pengertian khusus mengenai
integritas. Umumnya, pengertian khusus seperti itulah yang banyak dimiliki oleh orang ketika
memikirkan tentang integritas diri.
Agar pemahaman tentang integritas diri tidak sempit, perlu juga diketahui dan
dipahami masalah Dimensi Dasar Diri Manusia, merujuk pada pengertian yang lebih luas
tentang integritas, perlu dijelaskan sedikit tentang dimensi dasar diri manusia yang terdiri dari
unsur fisik, sosial, dan mental-spiritual (kejiwaan).
Dimensi fisik adalah dimensi yang paling nyata dalam diri manusia , dalam arti dapat dilihat,
diraba, dipegang, dan sebagainya. Orang yang memiliki integritas diri berarti juga
orang yang memiliki perkembangan fisik yang baik, sehat, dan segar. Kondisi fisik
seperti itu diperoleh berkat perhatian yang diberikan bagi pemeliharaan dan
perkembangan fisik secara baik. Kesehatan secara fisik sangat mendukung
perkembangan dan kemajuan dimensi diri yang lain. Dalam tubuh yang sehat
terdapat jiwa yang sehat dengan berbagai kekayaannya.
Dimensi mental-spiritual (kejiwaan) merupakan dimensi „dalam‟ dari manusia yang
hakikatnya adalah aspek kejiwaan, unsur-unsur kerohanian, dan hal yang berkaitan
dengan mental spiritual dan unsur batiniah lainnya. Sekarang dimensi mental
kejiwaan itu sudah diperinci ke dalam beberapa unsur yang dapat diterangkan satu
per satu, namun tetap merupakan suatu kesatuan yang saling melengkapi. Unsur
tersebut tampil dalam bentuk kecerdasan, dengan rincian: kecerdasan intelektual
(IQ), kecerdasan emosional (EQ), dan kecerdasan spiritual (SQ). Orang yang
memiliki integritas diri adalah orang yang memiliki perkembangan baik dan
seimbang dari semua unsur-unsur kejiwaan/mental tersebut Kecerdasan intelektual
(IQ=Intellectual Quotient) diilustrasikan dengan komputer yang memiliki tingkat
“IQ” yang tinggi karena dapat beroperasi secara cepat, hampir tanpa kesalahan sama
sekali. Namun, harus diakui juga bahwa otak manusia jauh Integritas Diri ...
(Antonius Atosökhi Gea) lebih rumit dan kompleks dibandingkan dengan komputer
hasil buatan manusia. Setepatnya kecerdasan intelektual berada di wilayah otak,
merupakan bawaan lahir, yang cenderung bersifat seri dan mekanistis. Kecerdasan
emosional (EQ = Emotional Quotient) merupakan kemampuan untuk memotivasi diri
sendiri yang membuat seseorang dapat bertahan dalam menghadapi frustrasi, dapat
mengendalikan dorongan hati, tidak melebih-lebihkan kesenangan, mampu mengatur
suasana hati, dan menjaga agar beban stres tidak melumpuhkan kemampuan berpikir

18
(Daniel Goleman, 2002). Kecerdasan spiritual (SQ) dipahami sebagai kekuatan
intuisi yang tajam untuk melihat kebenaran paling dalam yang mengatasi
kemampuan intelektual semata. Kecerdasan itu kemudian masuk ke kesadaran dan
akhirnya masuk ke penghayatan hidup yang akan membuat orang hidup lebih toleran,
terbuka dan jujur, berlaku adil dan penuh cinta. Dari kecerdasan bergerak menuju ke
kearifan dan meraih kebahagiaan spiritual, spiritual happiness (Sukidi, 2002:137).
Dimensi sosial dari manusia sudah semakin dipahami dan diakui sebagai salah satu dimensi
dasar diri manusia di dunia ini. Kebutuhan yang berkaitan dengan dimensi sosial,
meliputi kebutuhan akan penerimaan, mencintai dan dicintai, pengakuan dan
persahabatan, serta segala bentuk hubungan sosial lain. Orang yang memiliki
integritas diri adalah orang yang memiliki kepekaan dan keterampilan sosial dalam
kehidupan bersama.

Dari uraian tersebut, integritas diri dilihat sebagai perkembangan seimbang dan
terpadu dari berbagai dimensi penting diri manusia, menyangkut fisik, psikis, dan sosial.
Orang yang memiliki integritas diri adalah orang yang telah mencapai kemajuan yang baik,
seimbang, dan terpadu dari berbagai unsur penting dari dirinya. Oleh karena itu, ingin
memiliki integritas diri yang tinggi berarti harus memberi perhatian yang memadai bagi
perkembangan dan kemajuan dirinya secara utuh. Dia harus memperhatikan peningkatan
kemampuan fisiknya, harus mengembangkan kemampuan IQ-nya, mengembangkan
kematangan emosinya, serta meningkatkan kemampuan SQ-nya. Juga melatih terus menerus
kepekaan dan keterampilan sosialnya.

B. KEUNGGULAN INTEGRITAS DIRI


Integritas diri dapat juga secara khusus dilihat sebagai yang berkaitan dengan
dimensi kejiwaan/mental/spiritual dari manusia tanpa terlalu mengaitkannya dengan dimensi
sosial, apalagi dimensi fisik. Integritas diri dilihat sebagai sikap mental kejiwaan yang selalu
konsisten dalam menjalankan kehidupannya. Dia hidup konsisten dengan nilai baik dan
benar yang diyakininya. Keyakinan itu bukan sebagai yang bersifat buta, melainkan yang
masuk akal dan dapat diterima oleh banyak orang. Orang lain mengakuinya sebagai yang
memiliki integritas diri justru karena mereka ikut membenarkan konsistensi yang dimiliki
orang tersebut beserta nilai yang dianutnya.

19
Dari survei lisan yang pernah dilakukan kepada sejumlah CEO, pimpinan dunia
usaha, dan eksekutif puncak perusahaan di seluruh dunia, Adrian Gostick dan Dana Telford,
dalam buku mereka, Keunggulan Integritas (2006), disebutkan beberapa karakteristik yang
secara konsisten diperlihatkan oleh orang yang berintegritas tinggi, yakni:
1. Menyadari bahwa hal-hal kecil itu penting;
Menyadari bahwa Hal Kecil Itu Penting Jarang sekali orang kehilangan integritas secara
mendadak. Biasanya dimulai dengan menurunnya standar integritas secara perlahan
hingga sulit disadari dan sukar dihentikan sampai akhirnya mencapai akhir yang
mematikan. Seperti seorang anak, orang memulainya dengan mencuri permen dan bukan
mobil. Dalam kaitan dengan integritas, hal kecil itu penting. Oleh karena itu, untuk
memiliki keunggulan integritas, orang tidak boleh mengabaikan hal kecil, seperti
berbohong untuk hal sederhana atau mengambil sesuatu milik orang lain tanpa izin
(mencuri), sekecil apa pun itu. Membangun integritas diri berarti memulainya dan
memperlihatkannya dari hal kecil.
2. Menemukan yang benar (saat orang lain hanya melihat warna abu-abu);
Disini yang dibutuhkan bukanlah kemampuan super untuk mengetahui dengan pasti yang
mana yang benar dan yang mana yang salah. Hal yang terutama dibutuhkan adalah
komitmen untuk menghabiskan waktu dan energi untuk menemukannya. Joe Badaracco,
seorang yang tergolong pakar etika bisnis dari Harvard mengatakan bahwa tanda seorang
berintegritas tinggi adalah kualitas pertimbangannya saat mengambil keputusan yang
sulit yang mungkin dapat dilihat dari kualitas keputusannya. Ia mendorong kita untuk
mengkaji lebih dalam, bukan sekadar melihatnya dari sudut pandang benar salah yang
terlalu menyederhanakan masalah karena kerap kali kita berhadapan dengan keputusan
yang dapat benar dan dapat pula salah (abu-abu) Setelah memahami semua fakta, telah
mendengar masukan dari berbagai pihak yang dapat dipercaya (penasehat), dan yakin
dapat jujur dengan keputusan Anda itu, dengarlah intuisi Anda. Anda harus
merefleksikan keputusan yang diambil. Kaisar Roma, Marcus Aurelius, seorang raja
yang juga filsuf, selalu meluangkan waktu untuk apa yang dia namakan ‟saat hening‟.
Ide dasarnya adalah memperlambat tempo untuk mendengarkan apa yang disuarakan
oleh intuisinya. Untuk mengambil keputusan yang benar dapat juga dengan cara
melihatnya dari pihak yang terpengaruh oleh keputusan tersebut. Hal itu berarti
menempatkan diri pada posisi pihak yang kena pengaruh keputusan itu. Cara seperti itu
sejalan dengan generalisasi norma moral sebagaimana dikemukakan oleh Immanuel Kant
yang biasa disebut sebagai the golden rule atau kaidah emas yang biasa dirumuskan

20
sebagai berikut: Integritas Diri... (Antonius Atosökhi Gea) ”Hendaklah memperlakukan
orang lain sebagaimana Anda sendiri ingin diperlakukan” (positip). Atau secara negatif:
“Jangan perbuat terhadap orang lain apa yang Anda sendiri tidak inginkan diperbuat
terhadap diri Anda” (Bertens, 1997:169). Ukuran lain untuk meyakinkan kebenaran suatu
keputusan yang diambil adalah bertanyalah kepada diri sendiri apakah Anda ingin
dikenang sebagai orang yang turut serta dalam pengambilan keputusan itu. Kalau Anda
ingin dikenang sebagai pengambil keputusan atau yang turut serta dalam pengambilan
keputusan itu maka besar kemungkinan keputusan itu benar. Jadi, orang berintegritas
tidak akan bertindak sembarangan, tanpa didahului pertimbangan yang luas dan dalam.
3. Bertanggung jawab;
Bertanggung Jawab Kata “Tanggung jawab” berkaitan dengan “jawab”, berarti dapat
menjawab, bila ditanyai mengenai perbuatan yang dilakukan. Orang yang
bertanggungjawab bukan saja ia dapat menjawab, melainkan harus menjawab, dalam arti
harus memberi dan tidak dapat mengelak mengenai perbuatannya dan apa yang
dilakukannya. Jawaban itu harus dapat dia berikan kepada pihak yang membutuhkan
jawabannya dan itu dapat kepada dirinya sendiri, kepada masyarakat luas, dan bahkan
kepada Tuhan, kalau dia orang beragama dan beriman (Berten, 1997:125). Arti kata
tanggung jawab dapat juga dilihat melalui kata bahasa Inggris, yakni responsbility. Kata
itu merupakan gabungan dari dua kata, yakni response, yang berarti tanggapan, dan
ability, yang berarti kemampuan. Secara hurufiah responsbility atau yang kita artikan
sebagai tanggung jawab berarti kemampuan memberi tanggapan. Dalam kaitan dengan
pekerjaan, tanggung jawab dapat diartikan sebagai kemampuan dalam menanggapi dan
menyelesaikan pekerjaan yang dilakukan (F.X.Oerip S. Poerwopoespito, 2000:216). Kita
dapat dianggap juga bertanggungjawab apabila pekerjaan tidak selesai namun kita dapat
memberi penjelasan yang masuk akal dan dapat diterima mengapa sebenarnya pekerjaan
itu tidak selesai. Salah satu bentuk pertanggungjawaban atas kegagalan memenuhi
tanggung jawab adalah mengundurkan diri dari jabatan. Orang yang memiliki integritas
diri tidak pernah lari dari tanggung jawabnya.
4. Menciptakan budaya kepercayaan;
Suatu hal tertentu hanya dapat bertahan apabila telah dibudayakan. Kepercayaan
merupakan tali pengikat dalam kehidupan bersama, baik dalam komunitas kecil seperti
keluarga dan teman dekat, maupun dalam komunitas besar seperti organisasi bisnis dan
kelompok masyarakat lainnya. Orang yang dapat memperlihatkan dirinya sebagai orang
yang dapat dipercaya, itulah yang memiliki integritas diri. Seorang pimpinan bukan saja

21
hanya konsisten menerapkan aturan kelompok dengan baik tetapi dia sendiri harus dapat
memperlihatkan hal itu dalam dirinya. Dia sendiri menjadi embodiment of values bagi
bawahan dan kelompoknya. Orang akan semakin dapat dipercaya apabila dia membuang
segala kepalsuan dan kepura-puraan dalam dirinya. Dia tampil apa adanya, namun tetap
bijaksana dalam bertindak. Orang seperti itu dapat memancarkan pengaruh positif pada
lingkungan sekitarnya sehingga orang-orang di sekitarnya akan mengalami suasana yang
mendorong mereka untuk menjadikan mereka orang-orang yang dapat dipercaya juga.
Lama kelamaan kondisi itu akan menciptakan lingkungan, yaitu kepercayaan (saling
percaya) menjadi budaya, menjadi pola hidup yang sudah terinternalisasi.
5. Menepati janji;
Janji atau perjanjian dapat terjadi antara satu individu dengan individu lain, antara
individu dengan kelompok, atau sebaliknya antara satu kelompok dengan individu, dan
juga antara satu kelompok dengan kelompok lain. Namun, yang mendapat perhatian
utama disini adalah janji seorang pribadi yang diarahkan, baik kepada individu atau
kelompok lain. Entah kepada siapa pun hal itu diarahkan, hanya berupa lisan atau sudah
dituliskan di atas kertas bermaterai, janji terutama adalah masalah moral. Ungkapan
“Janji harus ditepati” memang merupakan suatu sikap moral karena janji merupakan
sebuah kewajiban moral yang mengikat batin setiap orang yang mengucapkannya. Janji
menuntut pemenuhan, entah kepada siapa pun janji itu diberikan. Janji memiliki lingkup
yang sangat luas. Janji kesetiaan, misalnya janji kesetiaan suami-istri, janji kesetiaan
dalam tugas kenegaraan (sumpah jabatan), janji dan komitmen untuk bekerja dengan
baik, janji untuk tidak melanggar perintah Tuhan, janji untuk mengembalikan barang
pinjaman, janji untuk taat pada pimpinan, janji untuk memberikan yang terbaik dalam
hidupnya, dan sebagainya. Selain janji yang disebutkan, masih ada juga janji kita pada
diri kita sendiri, seperti janji untuk menghentikan suatu perbuatan atau tindakan yang
sudah kita sadari sebagai bertentangan dengan kebaikan, baik terhadap diri kita sendiri,
sesama, Tuhan dan dunia. Janji adalah utang yang harus dilunasi. Orang berintegritas
tinggi akan setia memenuhi janjinya, entah apa pun resiko yang harus dipikulnya.
6. Peduli terhadap kebaikan yang lebih besar;
Orang kadang bahkan sering dihadapkan pada situasi ketika dia harus mengambil
keputusan dan tindakan yang akan membawa konsekuensi tertetu dalam kehidupan.
Masing-masing keputusan dan tindakan yang dilakukuan membawa konsekuensi, entah
konsekuensi baik ataupun konsekuensi buruk, dengan dampak yang tidak sama besar.
Sering muncul konflik antara kepentingan pribadi dan kelompok, antara kepentingan

22
kelompok, dan kepentingan orang banyak. Di lingkungan pekerjaan (perusahaan)
umpamanya, sering terjadi konflik antara kepentingan pribadi dan kepentingan
perusahaan, tujuan pribadi dan tujuan perusahaan. Seseorang disebut memiliki integritas
diri apabila dia menunjukkan kepedulian terhadap kebaikan yang lebih besar,
mengedepankan agenda yang lebih besar dari pada agenda pribadi dan terbatas.
Karakteristik paling nyata dari orang dengan integritas tinggi adalah tingkat egoismenya
yang rendah. Integritas Diri... (Antonius Atosökhi Gea)
7. Jujur dan rendah hati;
Jujur sering diartikan secara negatif, yaitu tidak berbohong. Tidak jujur berarti
berbohong. Arti kata berbohong sebenarnya hanya berarti mengatakan sesuatu yang tidak
benar. Namun, kata bohong sendiri, seperti halnya kata kejujuran, memiliki konotasi etis.
Dengan demikian, berbohong berarti suatu tindakan sengaja, dengan tujuan buruk,
menyampaikan informasi yang salah kepada pihak lain. Dengan kata jujur kita diminta
untuk mengatakan yang benar dan tidak menyampaikan informasi yang salah yang
didorong oleh tujuan buruk. Kita didesak untuk harus berkata benar tetapi tidak perlu
semua kebenaran harus kita ungkapkan. Hal yang tidak pernah boleh kita lakukan adalah
menyampaikan informasi palsu yang menyesatkan, terutama bila hal itu dilakukan
dengan sengaja dengan maksud dan tujuan buruk. Artinya, informasi palsu yang kita
berikan itu kita tahu bahwa menyesatkan dan kita tahu juga bahwa informasi salah yang
kita berikan itu akan digunakan orang dan ketika digunakan akan membawa akibat
buruk. Kita tetap terikat untuk tidak melakukan tindakan penipuan, walaupun penipuan
yang kita lakukan itu tidak diketahui orang, baik orang atau kelompok yang menjadi
sasaran langsung dari penipuan kita maupun orang atau pihak lain yang tidak
terpengaruh langsung dengan penipuan kita. Kejujuran itu harus disertai dengan
kerendahan hati, terlebih ketika kita hendak mengakui kesalahan diri sendiri dan
mengakui keunggulan orang lain.
8. Bertindak bagaikan tengah diawasi; serta
Bertindak Bagaikan Tengah Diawasi Kalau kita sedang diawasi oleh orang lain dan
bahwa kita benar-benar menyadari hal itu, kita tentu akan lebih hati-hati dalam semua hal
yang akan kita lakukan. Kita akan selektif dalam mengeluarkan kata yang akan kita
ucapkan, kita akan mengontrol setiap gerakan kita, dan akan berusaha mengendalikan
berbagai dorongan dan tindakan yang menurut kita akan dicela bila kita melakukannya.
Jadi, ketika sedang diawasi, orang akan memiliki kontrol diri yang baik dan hampir pasti
berusaha untuk tidak melakukan hal yang buruk. Orang yang memiliki integritas diri

23
tidak mudah lepas kontrol atas berbagai tindakannya, terutama untuk hal yang memiliki
dimensi etis (soal baik-buruk). Dia berlaku dan bertindak seakan-akan sedang diawasi,
bukan saja oleh beberapa pasang mata tetapi juga oleh mata batinnya sendiri dan bahkan
mata Tuhan yang merupakan hakim, yang senantiasa menjatuhkan penilaian pada dirinya
dan pada apa yang dilakukannya. Bagi seorang yang memiliki integritas diri, ada atau
tidak ada orang, dia tetap waspada atas apa yang akan dilakukannya. Dia selalu merasa
sedang bertindak di depan hakim, yang senantiasa mengetahui dengan baik segala apa
yang dilakukannya. Kesadaran ini tidak hanya sebagai alat kontrol atau pengekang untuk
tidak melakukan hal yang buruk, melainkan juga sebagai pendorong untuk selalu
berusaha melakukan hal yang baik dan benar. Hal itu semakin menemukan bobot
moralnya ketika dihayati bukan sebagai paksaan (karena perasaaan adanya hakim yang
sedang menilai), melainkan sebagai keutamaan, sebagai ungkapan tentang diri sendiri
yang memang adalah baik.
9. Konsisten.
Konsisten Secara singkat, konsisten dapat dimengerti sebagai kesesuaian antara
perkataan dan tindakan. Orang yang konsisten tidak terpengaruh oleh perubahan di luar
dirinya, Uang, kekuasaan, dan pengaruh lainnya, dapat datang dan pergi tetapi sikap,
perkataan, dan tindakan orang yang konsisten tidak lepas dari nilai moral yang
dianutnya. Orang yang konsisten biasanya terus terang. Mereka merasa percaya diri
dalam mengatakan apa yang mereka yakini. Tanpa basa-basi. Mereka berani. Hal itu juga
menghemat banyak waktu dan merupakan praktik yang baik. Orang yang memiliki
konsistensi biasanya hampir dapat diduga (keterdugaan etis), yakni orang dapat menduga
dia bertindak atau bereaksi apa hampir dalam semua situasi. Kita tahu apa yang akan
mereka lakukan dan bagaimana hasilnya. Kalau dia seorang atasan sedang berhadapan
dengan bawahan yang melanggar aturan, kita dapat duga dia akan bertindak apa. Kita
tidak melihat tindakannya yang lain dari apa yang selalu dia nyatakan dalam banyak
kesempatan.

C. PENTINGNYA INTEGRITAS DIRI


Penghargaan yang terbesar terhadap integritas merupakan salah satu warisan yang
dimiliki bangsa Amerika. Hal itu mengalir dari karakter para pemimpin mula-mula bangsa
ini. Dalam salah satu pidatonya, Abraham Lincoln mengambil posisi yang membuatnya

24
kalah dalam persaingan memperebutkan kursi Senat Amerika Serikat saat melawan Stephen
Douglas. Ia mengatakan, Amerika tidak akan dapat bertahan hidup bila parlemennya terdiri
dari orang yang “separuh bebas dan separuh budak”. Ia tahu persis konsekuensi kata-katanya
itu, namun Lincoln lebih suka kalah dengan terus berpegang pada kata-kata itu daripada
menang tanpanya. Akan tetapi, integritas yang membuatnya kehilangan kursi senat itu telah
membuatnya memenangi kursi kepresidenan. Integritas Integritas Diri... (Antonius Atosökhi
Gea) diri seorang presiden bertahan jauh lebih lama daripada kebijakan yang diambilnya.
Amerika sekarang jauh lebih besar sebagai masyarakat, lebih berkuasa, dan berhasil sebagai
bangsa berkat Washington, Adams, dan Lincoln; karena Eisenhower, Truman, dan Reagan.
Hal yang kurang lebih sama dapat kita lihat juga dalam negara lain yang memiliki
kemantapan dan kestabilan yang semakin baik dalam berbagai bidang kehidupan. Atau juga
dalam lembaga lain, seperti lembaga keagamaan dan lembaga swasta lain yang memiliki
kemantapan dan kestabilan yang semakin baik serta mampu bertahan dalam berbagai kondisi
sosial masyarakat dan bahkan dunia sekalipun. Semua itu pastilah terkait karena integritas
yang dimiliki oleh para pemimpin dari lembaga itu. Integritas diri yang dimiliki oleh
seseorang, terutama oleh seorang pemimpin, memiliki dampak sangat besar bagi kehidupan
yang menyertainya. Mengecek integritas diri dapat juga meliputi pengukuran apakah seorang
pemimpin dapat memanfaatkan wewenangnya dan mengambil risiko untuk membuat
tindakan perbaikan dari yang populer sampai yang tidak populer sekalipun (Eileen Rachman,
2006)

D. PRIBADI YANG MEMILIKI INTEGRITAS


Seorang pribadi yang memiliki integritas, dalam dirinya terdapat ciri-ciri berikut:
Pertama, ia memiliki fisik yang sehat dan bugar, memiliki kemampuan hidup sosial yang
semakin baik, memiliki kekayaan rohani yang semakin mendalam, dan memiliki mental
yang kuat dan sehat.
Kedua, kadar konflik dirinya rendah. Ia tidak berperang melawan dirinya sendiri (pribadinya
menyatu). Dengan demikian, dia memiliki lebih banyak energi untuk tujuan produktif.
Ketiga, memiliki kemampuan dalam menata batin sampai mencapai tahap kebebasan batin
dalam arti tidak mudah diombang-ambing oleh gejolak emosi dan perasaan sendiri.
Keempat, semakin memiliki cinta yang personal/kedekatan hidup pada Tuhan sehingga
mampu menanggung risiko dan konsekuensi dari pilihan hidup religiusnya.

25
Kelima, seorang yang tidak mudah binggung tentang mana yang benar atau salah, baik atau
buruk, demikian pula persepsinya tentang tingkah laku yang benar tidak mengalami
banyak keraguan.
Keenam, seseorang yang memiliki kemampuan melihat hidup secara jernih, melihat hidup
apa adanya, dan bukan menurut keinginannya. Seseorang tidak lagi bersikap emosional,
melainkan bersikap lebih objektif terhadap hasilpengamatannya.
Ketujuh, orang ini juga dapat membaktikan tugas, kewajiban atau panggilan tertentu yang ia
pandang penting. Karena berminat pada pekerjaannya itu, ia bekerja keras. Baginya,
bekerja memberikan kegembiraan dan kenikmatan. Rasa bertanggung jawab atas tugas
penting merupakan syarat utama bagi pertumbuhan, aktualisasi diri, serta kebahagiaan.

E. CIRI PRIBADI YANG BERINTEGRITAS

Menjadi pribadi yang berintegritas tidak secara otomatis terjadi di dalam hidup setiap
orang. Ini membutuhkan proses seumur hidup kita. Pemomresan menjadi pribadi yang
berintegritas bisa melalui baragam cara.
Ibarat emas murni yang harus melewati proses peleburan di dalam api dengan tingkat
didih tertinggi untuk menghasilkan emas murni, demikian juga untuk menjadi pribadi yang
berintegritas, memerlukan proses yang luar biasa.
Penolakan yang di alami, biasanya bukan karena KETIDAKMAMPUAN, tetapi
lebih kepada ABSENNYA INTEGRITAS dalam diri seseorang. Ada sebuah ungkapan, “I
don’t care how much you know, until I know how much you care!” Tidak peduli seberapa
banyak yang diketahui, sampai semua orang tahu bahwa seseorang itu peduli.
Kepedulian itulah yang menunjukkan integritas seseorang, dan integritas akan berbuah
kepercayaan.
Apa ciri-ciri orang yang berintegritas :
1. SETIA; Di tengah dunia yang selalu menyuguhkan pengkhianatan dewasa ini,
kata ‘setia’ menjadi barang langka dan mahal. Orang berbalik dari Tuhan kepada berhala-
berhala. Orang mudah berbalik dari pasangan resminya lalu terlibat dalam
perselingkuhan. Kesetiaan kemudian ditempatkan sebagai sesuatu yang kuno dan
ketinggalan zaman, serta perlu ditinggalkan. Tetapi orang yang berintegritas tidak
kehilangan kesetiaannya. Justru ia membuktikan kesetiaan di tengah dunia yang tidak
setia. Apakah yang Anda lakukan untuk tetap setia kepada Tuhan dan didapati setia
hingga akhir?
26
2. BIJAKSANA; Kata bijaksana dapat dipahami juga sebagai berhikmat.
Kebijaksanaan atau hikmat yang kita miliki berasal dari Tuhan, bukan karena
kemampuan kita. Integritas mensyaratkan setiap kita untuk menjadi bijak atas apa yang
dipercayakan kepada kita. Tuhan menitipkan hidup, waktu, keluarga, pelayanan, berkat
materi, dll. Kita harus menjaga dan memeliharanya dengan hikmat yang Tuhan berikan.
Bagaimana Anda mengatur beberapa hal seperti waktu dan uang dengan bijak?
3. BERJAGA-JAGA; Orang yang bodoh tidak memerdulikan masa depannya. Ia
juga tidak terlalu pusing dengan pertanggungjawaban yang akan diberikannya kelak.
Tetapi orang yang berintegritas akan berjaga-jaga dan waspada senantiasa. Ia
memperhatikan betul kehidupannya pada masa kini dan selalu siap kapanpun ia harus
memberi pertanggungan jawab. Apakah yang Anda lakukan agar tetap dapat waspada
dan berjaga-jaga menjelang kedatangan-Nya? Mari membangun kehidupan yang
berintegritas agar kita dipercaya Tuhan untuk hal-hal yang lebih besar lagi dalam
kehidupan kita.

F. KARAKTERISTIK PRIBADI YANG MEMILIKI INTEGRITAS DIRI


Tak salah bila penulis menyebutkan apa ciri-ciri orang nan memiliki integritas diri.
Karena ini krusial menjadi cerminan, apakah Anda tergolong orang nan memiliki integritas
diri di lingkungan pekerjaan atau tidak?
1. Tidak Suka Berbohong; Dalam melakukan pekerjaan hendaklah
mengerjakannya dengan penuh kejujuran. Jangan pernah demi mencapai sesuatu, tega
melakukan kecurangan. Demi ingin meraih sesuatu, melakukan cara instan dengan
berbohong atau melakukan kecurangan. Kenapa Polri sempat diklaim integritasnya
mengalami penurunan, sebab adanya salah seorang penegak keadilan tertangkap
melakukan korupsi dalam jumlah banyak. Tentu saja, hal ini menyebabkan instansinya
dinilai jelek. Hal ini makin memperburuk gambaran Polri nan selama ini sudah jelek
dengan banyaknya penyogokan nan dilakukan baik dalam pengurusan surat-surat
kenderaan dan juga konduite oknum nan suka menilang di jalan buat mencari uang
tambahan. Gara-gara berbohong, dapat merusak kewibawaan. Makanya, orang nan
memiliki integritas diri tidak akan suka berbohong. Ia akan melakukan kejujuran di
seluruh pekerjaannya. Ia hanya meyakini bahwa instansi, perusahaan atau lembaganya
akan melihat dengan sendirinya tentang kinerja nan baik.

27
2. Selalu Sabar; Orang nan memiliki integritas diri selalu sabar dalam menjalani
pekerjaan. Ia tidak akan pernah iri dengan pekerjaan orang lain. Yang menjadi pikirannya
ialah ia harus fokus menyelesaikan pekerjaannya dengan baik. Dalam penyelesaian
pekerjaan nan dibutuhkan ialah kesabaran. Makanya, orang nan memiliki integritas diri
akan selalu sabar menjalani aktivitas pekerjaannya.
3. Siap Menerima Perubahan; Pribadi nan memiliki integritas diri akan selalu siap
menerima perubahan, sebab ia memahami bahwa hayati harus membawa misi kebaikan
nan dapat menciptakan kewibawaan. Tentu saja, perubahan nan hadir bukan berasal dari
diri Anda, tapi dari instansi, perusahaan atau forum loka Anda bekerja. Termasuk juga
kategori siap menerima perubahan ialah siap mengikuti perkembangan nan ada. Seorang
nan memiliki integritas diri akan mengikuti perkembangan nan ada. Namun bukan asal
ikut-ikutan. Pribadi nan memiliki integritas diri bukan materialistis. Bukan juga jiwa nan
gila tren. Tapi pribadi nan memiliki integritas diri memang pribadi nan tahu apa nan
menjadi kebutuhannya. Memang cukup sulit membedakan pribadi nan memiliki
integritas diri dengan pribadi nan materialistis jika dikaitan dengan penggunaan alat-alat
elektronik terbaru atau tercanggih. Yang mengetahui hanyalah pribadi masing-masing.
Pribadi nan memiliki integritas diri hanya memakai alat-alat elektronik terbaru buat
kebutuhan pekerjaannya. Berbeda dengan materialistis, ia memakai hanya mengikuti
trend.
4. Punya Motivasi yang Tinggi; Pribadi nan memiliki integritas diri niscaya
memiliki motivasi nan tinggi. Ia tidak memikirkan apa nan didapatnya, nan
dipikirkannya hanyalah apa nan dikerjakannya sukses dengan paripurna atau tidak. Bagi
pribadi nan memiliki integritas, uang akan datang dengan sendirinya bila kita bekerja
dengan baik. Di sinilah ia mendapatkan sifat kewibawaan nan tinggi. Karena perusahaan,
instansi atau forum tempatnya bekerja akan menilainya dengan nilai plus. Jika sudah
demikian, setiap ada pekerjaan atau proyek baru, maka ia akan mendapatkan penilain
terlebih dahulu. Jika layak, maka ia akan diamanahkan buat mengerjakan pekerjaan
tersebut. Di sinilah, pribadi nan memiliki integritas diri nan baik akan mendapatkan
keuntungan. Ia mendapatkan pekerjaan nan tentunya memiliki hasil nan besar. Bukan
pekerjaan primer nan menjadi laba baginya. Tapi pekerjaan tambahan tersebut nan
menjadi nilai. Dapat jadi, pekerjaan tambahan tersebut dapat menghasilkan uang
melebihi dari apa nan dikerjakannya.
5. Ketekunan; Pribadi nan memiliki integritas diri nan baik niscaya bekerja dengan
penuh ketekunan. Pekerjaan nan dikerjakannya dilakukan dengan penuh rasa cinta. Jika

28
meminjam bahasa agama, pribadi nan memiliki integritas diri nan baik akan menjadikan
setiap pekerjaan nan dilakukannya sebagai ladang amal. Ia meyakini bahwa dengan
bekerja dengan penuh ketekunan dan mendapatkan hasil nan memuaskan akan
menghantarkan menjadi orang nan tidak akan pernah menyia-nyiakan waktu nan ada. Ia
konfiden dengan ketekunan, pekerjaan akan cepat selesai. Jika ia bekerja dengan
deadline , maka pribadi yang memiliki integritas akan membaliknya menjadi the line is
date. Artinya, ia akan menyiapkan sebelum masanya. Bahkan jauh sebelum masa akhir
pekerjaan tersebut.

G. MENERAPKAN INTEGRITAS DI DALAM KEHIDUPAN

Ketika seseorang tidak merasa memiliki harga diri, persahabatan, stabilitas keuangan,
atau juga nilai-nilai kehidupan positif, maka dia sangat berpotensi untuk bertindak dan
bersikap tanpa integritas. Dan sebaliknya, seseorang dengan harga diri yang tinggi, rasa
syukur dengan keadaan keuangan, nilai-nilai kehidupan positif sebagai sistem pendukung
moral yang kuat, dan kemampuan dirinya hidup dalam keseimbangan pribadi dan sosial
yang kuat, maka dia sangat berpotensi untuk hidup dengan integritas pribadi yang tinggi.
Dalam kehidupan, sering kita mendengar apa yang di sebut integritas..... mudah
sekali kalimat integritas itu di ucapkan dan dilontarkan namun untuk menjalankannya tidak
semudah di ucapkan..... Tapi apakah sobat tahu apa itu integritas ? Menurut bahasa
integritas merupakan kesesuaian antara perkataan dan perbuatan. Kualitas kepribadian
seseorang berbanding lurus dengan integritas dirinya. Di tengah kehidupan kita sehari-hari,
kita mungkin cukup fanatik untuk mengaku sebagai diri yang memiliki integritas, keutuhan
dan kredibilitas.Mudah-mudahan pribadi kita benar-benar utuh atau integral. Namun disadari
atau tidak, integritas diri kita diuji justru di tengah lingkungan kerja, kantor, pemerintahan
dan masyarakat luas. Di sanalah aneka godaan untuk melakukan perbuatan menyimpang dan
merugikan kepentingan umum, demi kepentingan pribadi atau kelompok bisa terjadi.
Orang – orang yang hidup dengan integritas pribadi yang kuat adalah mereka yang
dipandu oleh seperangkat prinsip inti, yang memberdayakan kepribadian dan karakter
mereka, untuk berperilaku secara konsisten dengan standar nilai-nilai yang menjadi dasar
dari integritas. Dan pada umumnya, prinsip-prinsip inti dari integritas adalah nilai-nilai
kehidupan yang membawa makna untuk kebajikan, kasih sayang, kepedulian,
ketergantungan, kedermawanan, kejujuran, kemanusiaan, kebaikan, anti korupsi, anti

29
manipulasi, anti kolusi, anti nepotisme, anti kekerasan, kesetiaan, kedewasaan, objektifitas,
kepercayaan, kehormatan, dan kebijaksanaan.
Integritas pribadi selalu akan diuji oleh realitas sosial. Mengingat integritas pribadi
adalah sesuatu yang dihasilkan dari dalam diri, maka kekuatan di luar diri bisa saja tidak
memiliki integritas. Sering sekali realitas kehidupan sosial, politik, ekonomi selalu
mempersembahkan integritas yang sangat miskin dan lemah. Dampaknya, integritas pribadi
yang kuat harus menjadi sangat bermoral dan berkualitas tinggi. Untuk itu, Anda wajib
memiliki keberanian agar dapat mengalahkan tantangan dari realitas integritas di luar diri,
yang lemah dan tak berdaya.
Integritas dapat dipahami dari makna huruf menjadi kata bermakna yaitu (I)krar,
(N)iat, (T)abiat, (E)mosional, (G)una, (R)asional, (I)hsan, (T)awakkal, (A)manah, (S)abar.
Jadi bila kata tersebut disusun kedalam suatu untaian kalimat yang bermakna, maka
pemahaman INTEGRITAS adalah manusia secara sadar membuat (I)krar dengan
membangun (N)iat sebagai keinginannya secara ihklas untuk meningkatkan kedewasaan
(E)mosional agar memberi (G)una kedalam pikiran (R)asional dengan berbuat (I)hsan bakal
memproleh kebaikan duniawi yang berlandaskan dengan (T)aqwa, (A)manah dan (S)abar.
untuk bersikap dan berperilaku.
Orang-orang yang miskin integritas selalu mencari seribu satu cara untuk mengakali
orang lain, dan bertindak tidak jujur buat keuntungan pribadi. Apalagi bila orang tersebut
memiliki jabatan, kekuasaan, dan kesempatan, maka dia akan menjadi pribadi serakah yang
tidak pernah kenyang.
Kemiskinan integritas adalah hal yang paling berbahaya dalam kehidupan. Semakin
banyak orang-orang yang miskin integritas, maka semakin serakah dan tamak orang-orang
tersebut. Sikap suka menyalahkan orang lain akan menghasilkan emosi negatif secara
berlebihan, dan dampaknya Anda akan selalu hidup dalam stres yang berlebihan. Stres yang
berlebihan merupakan ancaman yang sangat besar buat kesehatan diri Anda. Jadi, pastikan
Anda selalu bekerja keras untuk menghapus sikap suka menyalahkan dan memperbesar cinta
di dalam hati terhadap apa pun dan siapa pun. Sikap suka menyalahkan adalah sumber
penghasil energi benci, dan energi benci akan mengacaukan suasana hati, lalu membuat
hidup Anda secara batin selalu tidak stabil.
Membangun sifat dapat dipercaya dalam lingkungan kerja anda perlu
a. Laksanakan apa yang anda ajarkan, Tujuan dan perilaku perlu konsisten

30
b. Komunikasi terbuka, perjelas maksud/ tujuan kepada orang lain, beri peluang
feed back terhadap kinerja anda
c. Terbuka terhadap ketidaksetujuan, perbedaan opini, dan konflik dalam
menghadapi masalah, cari solusi.
d. Jaga kerahasiaan informasi confindental
e. Biarlah orang tahu, dimana anda berpihak, dan apa yang anda hargai
f. Ciptakan lingkungan yang terbuka; buatlah lingkungan itu aman untuk orang-
orang yang bekerjasama dengan anda
g. Hargai integritas dan kejujuran
h. Kenali diri anda, juga bagaimana orang lain memandang anda dan tindakan anda.
Kembangkan berdasarkan kompetensi dan sadari keterbatasan anda
i. Bangun kredibilitas, melalui sikap konsisten dan dapat dipercaya
j. Hindari pengamatan tertutup anda tidak mempercayai seseorang
Untuk dapat menerapkan integritas dalam kehidupan kita sehari-hari kita harus punya
komitmen dengan diri sendiri sehingga akan dapat mencapai sesuatu yang akan dicapai. Ada
beberapa tips yang harus dijaga dalam membangun integritas diri. Untuk membangun
integritas dan karakter yang kokoh, diperlukan beberapa kebiasaan yang harus dilakukan
secara sadar dan konsisten :
1. Berpikir positif
2. Selalu menepati janji
3. Memegang teguh komitmen dan bertanggungjawab
4. Satu kata, satu perbuatan
5. Menghargai waktu
6. Menjaga prinsip dan nilai-nilai yang diyakini
7. Lakukan sesuatu secara benar walau sulit
8. Bersikap jujur dan sopan terhadap diri sendiri dan orang lain
9. Berusaha memperbaiki kesalahan
Integritas pribadi adalah dasar bagi implementasi etika perilaku dan etika bisnis yang
sempurna. Perilaku kerja yang etis akan mendorong kesempurnaan integritas pribadi.
Hubungan yang saling memperkuat antara integritas dan etika, akan menjadi dasar yang
sangat kuat untuk menghasilkan kehidupan kerja yang harmonis dalam kinerja maksimal.

31
BAB III

JATIDIRI

A. JATIDIRI

Jatidiri yang merupakan terjemahan identity adalah suatu kualitas yang menentukan
suatu individu atau entitas, sedemikian rupa sehingga diakui sebagai suatu pribadi yang
membedakan dengan individu atau entitas yang lain. Jatidiri akan mempribadi dalam diri
individu atau entitas yang akan selalu nampak secara konsisten dalam sikap dan perilaku
individu dalam menghadapi setiap permasalahan.
Adanya jatidiri pada suatu individu, khususnya manusia, memang merupakan karunia
Tuhan. Suatu bukti menunjukkan bahwa setiap manusia memiliki ciri khusus secara fisik
dalam bentuk sidik jari, dan DNA . Sehingga dianggap wajar dalam segi mental manusia
juga memiliki ciri khusus yang membedakan manusia yang satu dengan manusia yang lain.
Sehingga mendudukkan manusia sesuai dengan harkat dan martabat yang setara.
Dengan memiliki jatidiri dan menerapkan secara konsisten, seseorang tidak akan
mudah terombang-ambing oleh gejolak yang menerpanya. Ia memiliki harga diri, dan
kepercayaan diri, sehingga tidak mudah tergiur oleh rayuan yang menyesatkan. Dari uraian
tersebut jelas bahwa jatidiri sangat diperlukan bagi seseorang dalam mencapai sukses dalam
membawa dirinya.
Selanjutnya implementasi Pancasila ini dalam kehidupan yang nyata. Kalau
Pancasila memang merupakan jatidiri bangsa Indonesia, seharusnya telah ada dalam
kehidupan yang nyata dalam masyarakat. Mengapa masih memerlukan sosialisasi.
32
B. PEMBENTUKAN JATI DIRI PRIBADI
Sokrates menyatakan: “Ketimbang mempertanyakan dunia, akan lebih baik kalau
kita mempertanyakan diri sendiri dengan ungkapannya ― Kenalilah dirimu sendiri”. Bertens
(1993) memaparkan bahwa dalam diri kita, ada instansi yang menilai dari segi moral
perbuatan-perbuatan yang kita lakukan, yaitu hati nurani.
Hati nurani adalah semacam ―saksi mengenai perbuatan-perbuatan moral kita. Dari
pendapat itu dapat dijadikan sebuah pijakan awal dalam pembentukan jati diri pribadi untuk
mengenal diri sendiri dengan hati nurani sebagai polisi diri yang mengawasi tindakan yang
dilakukan setiap individu. Pradipta (2004) berpendapat bahwa saat seseorang sudah
mengenal, memahami, dan menghayati secara utuh mengenai dirinya, maka saat itu dia telah
menemukan jati dirinya. Ini membutuhkan latihan yang terus-menerus tidak ada putus-
putusnya. Manusia yang sudah terkondisi seperti itu, sudah tidak memiliki waktu untuk
berbuat yang tidak baik. Selanjutnya Pradipta mengungkapkan bahwa dalam budaya Jawa—
sebagai salah satu bagian dari budaya dunia—yang mempunyai budaya Ketuhanan Yang
Maha Esa dengan laku Memayu Hayuning Bawono, tidak dapat diragukan lagi juga
mempunyai kesanggupan dan kemampuan melengkapkan hidup manusia lahir-batin,
jasmani-rohani, jiwa-raga, materiil-spiritual, individual-sosial, nasional-internasional, dan
dunia-akhirat. Ini berarti bahwa budaya Ketuhanan Yang Maha Esa sanggup dan mampu
pula menjamin kelangsungan hidup selamat, bahagia, sejahtera di dunianya masing-masing.
Dalam konteks ini manusia sebagai makhluk individual dan makhluk sosial tidak dibedakan
peranannya. Maksudnya adalah bahwa seseorang, apa pun kedudukannya—baik sebagai
individu atau sebagai pemimpin keluarga dan masyarakat, bahkan kalau pun dia
berkesempatan sebagai pemimpin pemerintahan, pemimpin Negara, pemimpin bangsa, dan
lain-lain—ia mempunyai peran yang sama yaitu berkewajiban menjalankan laku Memayu
Hayuning Bawono sebagai laku hidup manusia. Dengan kata lain, hal itu dapat terjadi
sebagai keberlangsungan dalam kehidupan sehari-hari untuk manusia yang sudah memiliki
kesadaran diri.
Untuk menunjukkan kesadaran itu, Bertens (1993) membedakan antara pengenalan
dan kesadaran. Mengenal adalah bila kita melihat, mendengar atau merasakan sesuatu,
sedangkan kesadaran adalah kesanggupan manusia untuk mengenal dirinya sendiri dan
sebab itu berefleksi mengenai dirinya. Seekor hewan tidak berpikir atau berefleksi mengenai
dirinya sendiri. Misalnya, apakah gajah tahu bahwa dirinya seekor gajah? Oleh sebab itu,

33
hanya manusia yang memiliki kesadaran itu. Dalam diri manusia bisa berlangsung semacam
―penggandaan: dia bisa kembali kepada dirinya sendiri.
Penggandaan yang dimaksud adalah bahwa dalam proses pengenalan, manusia bukan
saja berperan sebagai subjek, namun dia juga sebagai objek. Sambil melihat, saya sadar akan
diri saya sendiri sebagai subjek yang melihat. Seperti sudah dipaparkan di muka bahwa
dalam diri kita ada instansi yang menilai dari segi moral perbuatan-perbuatan yang kita
lakukan. Instansi itu adalah hati nurani. Bagaimana hati nurani dapat bekerja dengan aktif?
Sebagaian besar bergantung pada pendidikan. Jadi dapat dikatakan dibutuhkan suatu proses
belajar dalam kehidupan. Bertens (1993) mengungkapkan bahwa hati nurani yang dididik
dan dibentuk dengan baik, dapat memberikan penyuluhan tepat dalam hidup moral kita.
Jati diri bangsa merupakan identitas budaya bangsa yang menyangkut struktur social
yang sehari-hari kita pergunakan sebagai cara-cara untuk menyelengarakan kehidupan.
Struktur Indonesia tersebut meliputi:
1. Unsur-unsur bahasa local, misalnya bahasa jawa, bahasa Minangkabau, bahasa
Dayak, bahsa Melayu, dan bahasa daerah-daerah lainya
2. Unsur Religi atau kepercayaan, yaitu menyangkut agama dan kepercayaan yang
ada pada masyarakat Indonesia, misalnya kejawen, kaharingan, upacara bersih desa,
upacara ruwatan, upacara tedak siti, upacara ngaben, dan berbagai insur religi lainya
yang berkaitan dengan kepercayaan masyarakat local diseluruh nusantara.
3. Unsur-unsur kesenian, misalnya wayang, reog, randai, barong, leong, serta tarian-
tarian, dan berbagai bentuk kesenian daerah lainya.
4. Unsur-unsur peralatan dan perlengkapan hidup, misalnya keris, parang mandou,
dondang, panah, clurit, dan lain sebagainya. Selain itu juga perlengkapan hidup yang
lainya, seperti model rumah adat, seperti joglo, limansa dll.
5. Sistem organisasi social, seperti nagari di Sumatra, pesirah di Sumatra selatan,
desa di jawa, dll. Termasuk yang menyangkut system kekerabatan dan system
perkawinan yang mengakar pada kehidupan pada kehidupan masyarakat suku-suku
bangsa Indonesia

C. PANCASILA DAN JATI DIRI BANGSA


Idea tentang nation adalah sebuah realitas yang dibayangkan. Demikian seorang ahli
sejarah dan ilmuwan politik menyatakan. Dengan demikian, batas-batas nominal dan

34
kultural sebuah bangsa memang telah diciptakan, sejalan dengan cita-cita, imajinasi, dan
discourse yang hidup di antara para tokoh pergerakan nasional yang mengusungnya. Dalam
konteks sejarah Indonesia, tokoh-tokoh pergerakan nasional adalah para pendiri bangsa (the
founding fathers) yang berjasa karena visi, artikulasi, dan aksi-aksi kemanusiaannya yang
secara strategis telah meletakkan dasar-dasar, tidak hanya apa makna dan substansi dari
nasionalisme itu sendiri, tetapi juga bagaimana sebuah negara bangsa (nation state) yang
berdasarkan nasionalisme itu dibangun, ditegakkan, dan diisi dengan kreasi-kreasi inovatif
tanpa harus kehilangan identitas dan jati dirinya sebagai bangsa. Sebuah bangsa, dan pada
akhirnya negara, sejatinya juga adalah proses menjadi. Ia lahir, tumbuh, dan berkembang
karena faktor-faktor sejarah yang menyertainya, dan ia menjadi negara-bangsa yang unik dan
khas serta menjadi berbeda dengan negara-bangsa lain di dunia karena faktor genetis dan
prosesual tadi. Dengan begini kita bisa memahami bahwa sebuah negara-bangsa jelas
memiliki dasar filosofis dalam kehidupan bernegara yang berbeda-beda. Ia juga memiliki
peraturan-perundangan yang beragam, struktur sosial dan kultur birokrasi yang partikular,
bahkan juga cara berpikir dan mentalitas yang khas.
Kekhasan dan keunikan yang dimiliki oleh negara-bangsa tersebut merupakan ciri
dari kepribadian dan jati diri bangsa, yang hanya bisa bertahan dan berkembang dalam
konteks interaksi dan proses kompetisi dalam tamansari bangsa-bangsa lain di era global.
Inilah esensi dari dinamika sosial bahwa sebuah negara-bangsa hanya bisa hidup dan
berkembang dalam konteks tatanan dunia yang bersifat global dan universal. Negara kita,
Indonesia , adalah sebuah realitas sosial yang dibayangkan dan dicita-citakan. Sebagai
sebuah negara-bangsa yang memilikiakar nasionalisme yang mendalam dan sejarah yang
panjang, serta memperoleh kemerdekaan dengan cara-cara terhormat dan membanggakan.
Sudah selayaknya kita tetap mempertahankan identitas dan jati diri sebagai modal sosial
dalam berinteraksi, baik kompetitif maupun kolaboratif, dengan bangsa-bangsa lain di era
global.

D. PANCASILA JATIDIRI BANGSA INDONESIA

Para founding fathers pada waktu merancang berdirinya negara Republik Indonesia
membahas mengenai dasar negara yang akan didirikan. Ir. Soekarno mengusulkan agar dasar
negara yang akan didirikan itu adalah Pancasila, yang merupakan prinsip dasar dan nilai
dasar yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat Indonesia, yang mempribadi dalam

35
masyarakat dan merupakan suatu living reality. Pancasila ini sekaligus merupakan jatidiri
bangsa Indonesia.
Namun dalam memasuki abad ke 21 perlu dipertanyakan, masih relevankah
membahas Pancasila di era reformasi ini? Bukankah sejak bergulirnya reformasi orang
enggan untuk berbicara Pancasila, bahkan TAP MPR No. II/MPR/1978 tentang P4 telah
dicabut. Keengganan berbicara mengenai Pancasila mungkin disebabkan oleh berbagai
alasan di antaranya:
1. Dengan runtuhnya Uni Sovyet yang berideologi komunis, orang meragukan
manfaat ideologi bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Orang
beranggapan bahwa ideologi tidak mampu memberikan jaminan kesejahteraan bagi
rakyat penganutnya. Ideologi sekadar dipandang sebagai pembenaran terhadap kebijakan
yang diperjuangkan oleh para elit politik.
2. Pancasila selama dua periode, yakni selama “Orde Lama” dan “Orde Baru”
belum mampu mengantarkan rakyat Indonesia mencapai kehidupan yang sejahtera
bahagia, bahkan setiap periode berakhir dengan kondisi yang memprihatinkan. Orde
Lama berakhir dengan tragedi G-30-S/PKI, Orde Baru berakhir dengan kondisi
kehidupan yang diwarnai oleh KKN. Timbul pertanyaan mengapa Pancasila yang
mengandung prinsip-prinsip dan nilai-nilai yang baik dan benar, dalam prakteknya
membawa berbagai bencana?
3. Terjadinya fobi dalam masyarakat terhadap pengalaman masa lampau yang
mengangkat Pancasila menjadi ideologi bangsa untuk kemudian disakralkan dan
dijadikan tameng bagi para penguasa. Pancasila dipergunakan oleh penguasa untuk
mempertahankan kemapanan dan status quo. Sebagai akibat terjadilah penyimpangan-
penyimpangan tindakan pada para penguasa dalam menentukan kebijakannya yang tidak
sesuai lagi dengan hakikat Pancasila itu sendiri.
Hal-hal tersebut di atas yang di antaranya menyebabkan orang enggan untuk
membicarakan ideologi, termasuk ideologi Pancasila. Sebagian orang beranggapan bahwa
yang penting, pada dewasa ini, adalah bagaimana membawa rakyat dan bangsa Indonesia
mencapai kesejahteraan lahir dan batin. Yang diperlukan adalah langkah nyata untuk
mencapai maksud tersebut. Nampaknya mereka lupa, bahwa sikap semacam itu berdasar
pada suatu ideologi tertentu juga.
Namun dewasa ini orang mulai memasalahkan Pancasila lagi, karena dengan
berlangsungnya reformasi yang dilanda oleh berbagai faham atau ideologi seperti demokrasi
yang bersendi pada faham kebebasan yang individualistik, dan hak asasi manusia universal,

36
justru mengantar rakyat Indonesia kepada disintegrasi bangsa dan dekadensi moral. Orang
mulai menilai lagi bahwa kejatuhan dari orde-orde terdahulu bukan karena orde tersebut
menetapkan Pancasila sebagai dasar bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara, tetapi diduga karena orde-orde tersebut menyalah-gunakan Pancasila sekedar
sebagai alat untuk mempertahankan hegemoninya, sehingga Pancasila tidak dilaksankan
secara konsisten.
Analisis berbagai pihak juga berkesimpulan, apabila penyelenggaraan pemerintahan
tidak melaksanakan Pancasila secara konsisten – murni dan konsekuen – maka akan
mengalami kegagalan. Hal ini terbukti dari pengalaman sejarah baik selama Orde Lama
maupun selama Orde Baru. Tiada mustahil bahwa Orde Reformasi, apabila tidak
melaksanakan Pancasila secara konsisten dalam menerapkan kekuasannya akan mengulang
lagi kekeliruan orde-orde terdahulu, yang akan berakhir dengan kejatuhan orde ini. Oleh
karena itu orang mulai bertanya-tanya bagaimana Pancasila dapat dengan tepat dan benar
melandasi dan bagaimana penerapannya bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.

E. MENGAPA PANCASILA

Berikut disampaikan suatu uraian yang memberikan suatu justifikasi mengapa sejak
merdeka pada tahun 1945, bangsa Indonesia selalu berpegang pada Pancasila, dan
menetapkan sebagai dasar naegaranya. Justifikasi ini dapat ditinjau dari sudut yuridik,
filsafati dan sosiologik, yaitu :
1. JUSTIFIKASI YURIDIK
Bila kita cermati secara mendalam nampak bahwa bangsa Indonesia berketetapan
hati untuk selalu berpegang teguh pada Pancasila sebagai dasar negaranya. Hal ini
tercermin dalam UUD yang pernah berlaku. Berikut disampaikan kutipan rumusan
Pancasila dalam berbagai UUD tersebut.

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang biasa disebut UUD 1945
Pembukaan

.................................................................
maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-
Undang Dasar negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan negara
Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada : Ketuhanan
37
Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia.

ii. Konstitusi Republik Indonesia Serikat

Mukaddimah
..................................................................
Maka demi ini kami menyusun kemerdekaan kami itu dalam suatu Piagam negara
yang berbentuk republik federasi, berdasarkan pengakuan ke-Tuhanan Yang Maha
Esa, peri-kemanusiaan, kebangsaan, kerakyatan dan keadilan sosial, . . . .

iii. Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia

Mukaddimah
. . . . . . . . . . . Maka demi ini kami menyusun kemerdekaan kami itu dalam suatu
Piagam negara yang berbentuk republik-kesatuan, berdasarkan pengakuan ke-
Tuhanan Yang Maha Esa, peri-kemanusiaan, kebangsaan, kerakyatan dan
keadilan sosial, untuk mewujudkan kebahagiaan, kesejahteraan, perdamaian dan
kemerdekaan dalam masyarakat dan Negara-hukum Indonesia Merdeka yang
berdaulat sempurna.
Demikianlah rumusan Pancasila yang terdapat dalam berbagai UUD yang pernah
berlaku di negara Indonesia, meskipun secara explisit tidak disebut kata Pancasila itu.
Dengan kata lain sejak kemerdekaannya pada tahun 1945 hingga kini bangsa Indonesia
selalu menetapkan Pancasila sebagai dasar negaranya.
Di samping itu berbagai Ketetapan MPR RI menentukan pula kedudukan dan
fungsi Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara. Berikut
disampaikan berbagai kutipan yang berkaitan dengan Pancasila yang terdapat pada
berbagai TAP MPR RI dimaksud, khususnya TAP-TAP MPR RI yang dihasilkan selama
era reformasi.

1. TAP MPR RI No.XVII/MPR/1998 tentang HAK ASASI MANUSIA

Pasal 2
38
Menugaskan kepada Presiden Republik Indonesia dan Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia untuk meratifikasi berbagai instrumen Perserikatan Bangsa-
Bangsa tentang Hak Asasi Manusia, sepanjang tidak bertentangan dengan Pancasila
dan Undang-Undang Dasar 1945.

Landasan

Bangsa Indonesia mempunyai pandangan dan sikap mengenai hak asasi manusia
yang bersumber dari ajaran agama, nilai moral universal, dan nilai luhur budaya
bangsa, serta berdasarkan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

2. TAP MPR RI No.XVIII/MPR/1998 tentang PENCABUTAN TAP MPR RI


No.II/MPR/1978 tentang P4 (EKAPRASETIA PANCAKARSA) dan Penetapan
tentang PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA

Pasal 1

Pancasila sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945


adalah dasar negara dari Negara Kesatuan Republik Indonesia harus dilaksanakan
secara konsisten dalam kehidupan bernegara.

3. TAP MPR RI No.IV/MPR/1999 tentang GARIS-GARIS BESAR HALUAN NEGARA


TAHUN 1999 – 2004

Dasar Pemikiran

Tujuan nasional sebagaimana ditegaskan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar


1945 diwujudkan melalui pelaksanaan penyelenggaraan negara yang berkedaulatan
rakyat dan demokratis dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa,
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Landasan

Garis-garis Besar Haluan Negara disusun atas dasar landasan idiil Pancasila dan
landasan konstitusional Undang-Undang Dasar 1945.

Misi
39
Untuk mewujudkan visi bangsa Indonesia masa depan, ditetapkan misi sebagai
berikut: (1) Pengamalan Pancasila secara konsisten dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. (2) dst.

iv. TAP MPR RI No.V/MPR/2000 tentang PEMANTAPAN PERSATUAN DAN


KESATUAN NASIONAL

Kondisi yang Diperlukan

(2) Terwujudnya sila Persatuan Indonesia yang merupakan sila ketiga dari Pancasila
sebagai landasan untuk mempersatukan bangsa.
Arah kebijakan
(2) Menjadikan Pancasila sebagai ideologi negara yang terbuka dengan membuka
wacana dan dialog terbuka di dalam masyarakat sehingga dapat menjawab tantangan
sesuai dengan visi Indonesia masa depan.

5. TAP MPR RI No.VI/MPR/2001 tentang ETIKA KEHIDUPAN BERBANGSA

Pengertian

Etika Kehidupan Berbangsa merupakan rumusan yang bersumber dari ajaran agama,
khususnya yang bersifat universal, dan nilai-nilai luhur budaya bangsa yang
tercermin dalam Pancasila sebagai acuan dasar dalam berpikir, bersikap dan
bertingkah laku dalam kehidupan berbangsa.
Dari kutipan-kutipan yang tersebut di dalam berbagai TAP MPR RI di atas
nampak dengan jelas betapa penting kedudukan dan peran Pancasila bagi kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara bagi bangsa Indonesia. Berikut disampaikan
garis besarnya:
1. Hak asasi manusia tidak dibenarkan bertentangan dengan Pancasila.
2. Pandangan dan sikap bangsa Indonesia mengenai hak asasi manusia berdasar
pada Pancasila.
3. Pancasila harus dilaksanakan secara konsisten dalam kehidupan bernegara.
4. Tujuan nasional dalam pembangunan mengutamakan persatuan dan kesatuan
bangsa berdasarkan Pancasila.
40
5. GBHN disusun atas dasar landasan idiil Pancasila.
6. Salah satu misi bangsa Indonesia dalam menghadapi masa depannya adalah:
Pengamalan Pancasila secara konsisten dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara.
7. Pancasila sebagai landasan untuk mempersatukan bangsa.
8. Menjadikan Pancasila sebagai ideologi terbuka.
9. Pancasila sebagai acuan dasar untuk berfikir, bersikap dan bertingkah laku dalam
kehidupan berbangsa.
Butir-butir tersebut terdapat dalam TAP-TAP MPR RI sehingga setiap
warganegara wajib untuk mengusahakan agar prinsip-prinsip tersebut dapat dilaksankan
secara nyata dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Suatu wacana yang
mempersoalkan “Mengapa Pancasila” menjadi tidak relevan lagi dan menjadi obsolete.

2. Justifikasi teoretik-filsafati

Justifikasi teoretik-filsafati terhadap Pancasila adalah usaha manusia untuk


mencari kebenaran Pancasila dari sudut olah fikir manusia, dari konstruksi nalar
manusia secara logik. Kebenaran secara logik ini dapat ditinjau dari sisi formal, yakni
tanggung jawab prosedural olah pikir tersebut, dan dari sisi material, yakni dari isi atau
substansi yang menjadi pokok pikiran. Untuk praktisnya dalam mencari kebenaran
Pancasila secara teoretik-filsafati ini tidak diuraikan secara terpisah antara kebenaran
dari sisi formal dengan sisi material, tetapi secara bersamaan.
Pada umumnya dalam olah fikir secara filsafati, dimulai dengan suatu axioma,
yakni suatu kebenaran awal yang tidak perlu dibuktikan lagi, karena hal tersebut
dipandang suatu kebenaran yang hakiki. Demikian pula para founding fathers bangsa
Indonesia dalam membuktikan kebenaran Pancasila dimulai dengan suatu axioma
bahwa :”Manusia dan alam semesta ini adalah ciptaan Tuhan Yang Maha Esa dalam
suatu pertalian yang selaras atau harmoni.” Axioma ini dapat ditemukan rumusannya
dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea kedua, keempat dan dalam
batang tubuh pasal 29, sebagai berikut:

Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan didorongkan oleh keinginan
luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia
menyatakan dengan ini kemerdekaannya.

41
. . . , yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang
berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada : Ketuhanan Yang Maha Esa, . . . .
Pasal 29 ayat (1)

Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa

Sebagai bahan banding dapat dikemukakan di sini axioma yang dikemukakan oleh
bangsa Amerika dalam menetapkan demokrasi sebagai dasar bagi negaranya sebagai
berikut :”We hold these truths to be self-evident, that all men are created equal, that
they are endowed by their Creator with certain unalienable Rights, that among these
are Life, Liberty, and the pursuit of Happiness. – That to secure these rights,
Governments are instituted among Men, deriving their just powers from the consent
of the governed.” Makna self-evident adalah sama dengan axioma, suatu kebenaran
yang tidak perlu dibuktikan lagi, dan bila axioma ini salah maka akan gugurlah segala
kebenaran yang terjabar dari axioma tersebut.
Meninjau prinsip-prinsip yang terkandung di dalamnya dengan bertitik tolak dari
axioma tersebut di atas, kebenaran-kebenaran Pancasila dapat diuraikan sebagai
berikut :
a. Sebagai konsekuensi logis dari axioma tersebut di atas, maka lahirlah suatu
pengakuan bahwa alam semesta, termasuk manusia, adalah ciptaan Tuhan, dan
Tuhan telah mengaturnya dengan hukum-hukum yang pasti, dan telah menyediakan
segala hal yang diperlukan untuk memelihara kelangsungan existensinya, serta telah
membekali dengan kompetensi-kompetensi tertentu pada makhluk yang
diciptakanNya, maka sudah sewajarnya bila manusia patuh dan tunduk kepadaNya.
Existensi segala unsur yang tergelar di alam semesta ini memiliki missinya sendiri-
sendiri sesuai dengan yang digariskan oleh Tuhan. Bahwa segala unsur yang terdapat
di alam jagad raya ini memiliki saling ketergantungan yang membentuk suatu
ekosistem yang harmonis. Masing-masing memiliki peran dan kedudukan dalam
menjaga kelestarian alam semesta. Pengingkaran akan missi yang diemban oleh
masing-masing unsur akan mengganggu keseimbangan dan harmoni. Namun di sisi
lain Tuhan juga membekali manusia dengan kemampuan untuk berfikir, merasakan
dan kemauan. Kemampuan-kemampuan ini berkembang lebih lajut menjadi
kemampuan untuk berbicara dan berkomunikasi, kemampuan bermasyarakat dan
sebagainya. Untuk dapat mengembangkan kemampuan-kemampuan tersebut Tuhan
42
juga mengaruniai manusia suatu hak yang disebut kebebasan. Berbagai pihak
beranggapan bahwa hak harus dituntut karena hak ini berkaitan dengan kepemilikan
yang hakiki, lupa bahwa sebenarnya hak adalah suatu kualitas etis atau moral yang
diharapkan dapat membentuk suatu kesantunan moral yang ideal. Dengan
keTuhanan Yang Maha Esa dimaksudkan bahwa manusia sadar dan yakin bahwa
dirinya merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang berbudi luhur, yang patuh pada
ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkanNya. Suatu ikhtiar sebagai upaya untuk
mencapai tujuan hidup yang lebih baik yang merupakan implementasi kebebasan,
dilandasi oleh keimanan dan ketaqwaan. Segala upaya yang dilakukan oleh manusia
tidak dibenarkan bertentangan dengan apa yang menjadi missi manusia dengan
kelahirannya di dunia. Tindakan yang mengarah pada perusakan, penghancuran
adalah bertentangan dengan missi yang diemban oleh manusia. Yang dipergunakan
sebagai acuan tiada lain adalah memayu hayuning bawono, mengusahakan agar alam
selalu dalam keadaan yang paling kondusif bagi kelestariannya.
b. Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang tinggi martabatnya. Manusia
dibekali oleh Tuhan dengan kemampuan untuk membedakan yang benar dan salah,
yang baik dan yang buruk, yang adil dan zalim, dsb. Manusia selalu mengusahakan
yang terbaik bagi dirinya, menghendaki perlakuan yang adil. Untuk mencapai hal
tersebut manusia berusaha untuk menciptakan pola-pola fikir dan tindak yang
bermanfaat bagi dirinya tanpa merugikan atau mengganggu pihak lain. Manusia
didudukkan dalam kesetaraan; hak-haknya dihormati tanpa mengabaikan bahwa
manusia adalah ciptaan Tuhan yang wajib mengemban missi yang dilimpahkan oleh
Tuhan kepadanya. Manusia didudukkan sesuai dengan harkat dan martabatnya sesuai
dengan bekal-bekal dan kemampuan-kemampuan yang dikaruniakan oleh Tuhan.
Hanya dengan cara demikian maka manusia diperlakukan dengan sepatutnya secara
beradab.
c. Dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, manusia akan berhadapan
dengan manusia lain sebagai individu, dengan berbagai jenis kelompok atau
golongan, dengan suatu kelompok khusus yang disebut negara-bangsa, dan dengan
masyarakat dunia. Dalam hubungan ini pasti akan timbul kepentingan-kepentingan
tertentu, dan masing-masing unsur berusaha untuk menonjolkan dan
memperjuangkan kepentingannya. Bagi bangsa Indonesia yang memiliki dasar
negara Pancasila, berusaha untuk mendudukkan setiap unsur pada peran dan

43
fungsinya secara selaras atau harmonis. Yang diutamakan bukan kepentingan masing-
masing unsur namun terpenuhinya kepentingan dari semua unsur yang terlibat dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Adalah wajar bila dalam hidup
berbangsa dan bernegara kita sebagai warga negara-bangsa menyerahkan sebagian
dari kepentingan dan kebebasan kita demi kelestarian dan kebesaran negara-bangsa.
Sebagai contoh adalah dipandang wajar suatu negara-bangsa menuntut pemuda-
pemudanya untuk mengambil bagian dalam pertahanan negara, seperti bentuk wajib
militer. Bahkan ada suatu negara-bangsa yang terpaksa mengambil tindakan secara
tegas bagi warganegaranya yang menolak wajib militer tersebut. Tanpa menyerahkan
sebagian dari kepentingan dan kebebasan individu tidak mungkin terbentuk suatu
masyarakat yang disebut negara-bangsa.
d. Dewasa ini negara-negara di dunia sedang dilanda oleh demam demokrasi.
Masing-masing negara berusaha untuk membuktikan dirinya sebagai negara
demokrasi. Namun bila kita cermati, maka pelaksanaan demokrasi di berbagai negara
tersebut berbeda-beda. Tidaklah salah bila UNESCO berkesimpulan bahwa idee
demokrasi dianggap ambiguous, atau memiliki dua makna. Terdapat ambiguity atau
ketaktentuan dalam sekurang-kurangnya dua segi, yakni mengenai lembaga-lembaga
atau cara-cara yang dipergunakan untuk melaksanakan idee demokrasi ini, dan
mengenai latar belakang kultural dan historis yang mempengaruhi istilah, idee dan
praktek demokrasi. Oleh karena itu suatu negara-bangsa yang ingin memberikan
makna demokrasi sesuai landasan filsafat yang dianutnya dan mendasarkan diri pada
sejarah perkembangan bangsanya dipandang wajar-wajar saja. Bahkan memaksakan
suatu sistem demokrasi yang diterapkan pada suatu negara-bangsa tertentu untuk
diterapkan pada negara lain yang memiliki latar belakang budaya yang berbeda
dipandang suatu pelanggaran hak asasi. Oleh karena dipandang sah-sah saja bila
bangsa Indonesia memiliki konsep demokrasi sesuai dengan dasar filsafat negara-
bangsanya dan latar belakang budayanya, yakni kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, yang diterapkan melalui
lembaga-lembaga negara yang disepakati oleh para founding fathers.
e. Yang dicita-citakan oleh bangsa Indonesia dalam mendirikan negara adalah
kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. Tidak ada maknanya suatu
kesejahteraan hanya untuk sebagian kecil dari rayat Indonesia, karena akhirnya yang
tidak memperoleh kesejahteraan ini akan menjadi beban dan tanggungan. Oleh
karena itu konsep keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia merupakan suatu
44
konsep yang dapat dipertanggung jawabkan sebagai penterjemahan dari fahan
kebersamaan dan faham persatuan dan kesatuan.
Dari uraian di atas nampak dengan jelas bahwa Pancasila dapat dipertanggung
jawabkan dari tinjauan teoretik-filsafati, dari analisis dan pemikiran yang logik. Nilai-
nilai yang terkandung dalam Pancasila merupakan nilai-nilai universal yang
diperjuangkan oleh bangsa-bangsa di dunia, meskipun dalam prakteknya menampakkan
perbedaan-perbedaan. Kami yakin bahwa Pancasila dapat menjadi salah satu alternatif
ideologi manusia.

b. Justifikasi Sosiologik

Sesuai dengan penggagas awal, Ir. Soekarno, bahwa Pancasila digali dari bumi
Indonesia sendiri, dikristalisasi dari nilai-nilai yang berkembang secara nyata dalam
kehidupan rakyat Indonesia yang beraneka ragam. Nilai-nilai dasar yang terkandung
dalam Pancasila dapat diamati di berbagai masyarakat yang terserak dari Sabang sampai
Merauke. Memang diakui bahwa dalam mempraktekkan nilai-nilai dasar tersebut
terdapat perbedaan pada berbagai masyarakat; yang berbeda sekedar nilai praksisnya
sedang nilai dasar adalah tetap sama. Dengan demikian maka Pancasila memang
merupakan living reality dalam kehidupan masyarakat Indonesia.
Dari uraian di atas jelas bahwa bagi bangsa Indonesia tidak perlu ada keraguan
mengenai Pancasila baik sebagai dasar negara, sebagai ideologi bangsa, maupun sebagai
pedoman untuk bersikap dan bertingkah laku dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Hal ini terbukti dari analisis baik ditinjau dari segi yuridik, teoretik-filsafati,
maupun sosiologik.
Masalah berikutnya adalah bagaimana Pancasila ini dapat dijabarkan lebih jauh
sebagai pedoman, panduan dan acuan bagi bangsa Indonesia dalam menghadapi berbagai
tantangan dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Nilai dasar yang
terkandung dalam Pancasila ini perlu dijabarkan ke dalam berbagai norma sehingga
dapat dijadikan pedoman bertindak, dalam menentukan pilihan, dalam mengadakan
penilaian dan mengadakan kritik terhadap peristiwa atau kebijakan yang digariskan oleh
pemerintah.

E. JATI DIRI BANGSA INDONESIA YANG SESUNGGUHNYA

45
Menurut Robert, jati diri bangsa Indonesia yang sesungguhnya tercermin pada
perilaku masyarakat Indonesia pada umumnya yang sesuai dengan nilai yang terkandung
dalam pancasila. Perilaku yang sesuai dengan nilai dalam pancasila dan merupakan ciri khas
bangsa Indonesia yang sesungguhnya yaitu:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
1. Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaan dan ketaqwaannya kepada Tuhan
YME.
2. Manusia Indonesia percaya dan taqwa terhadap Tuhan YME, sesuai dengan
agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil
dan beradab.
3. Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama antara pemeluk
agama dengan penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan YME.
4. Membina kerukunan di antara sesama umat beragama dan kepercayaan
terhadap Tuhan.
5. Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang
menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
6. Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang
menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
7. Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah
sesuai dengan agama dan kepercayaanya masing masing
8. Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha
Esa kepada orang lain.
2. Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
1. Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya
sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
2. Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia.
3. Mengembangkan sikap saling tenggang rasa dan tepa selira.
4. Mengakui persamaan derajad, persamaan hak dan kewajiban asasi setiap
manusia, tanpa membeda-bedakan suku, keturrunan, agama, kepercayaan, jenis
kelamin, kedudukan sosial, warna kulit dan sebagainya.
5. Mengembangkan sikap tidak semena-mena terhadap orang lain.
6. Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.

46
7. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
8. Berani membela kebenaran dan keadilan.
9. Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia.
10. Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama dengan bangsa
lain.
3. Persatuan Indonesia
1. Mampu menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan
bangsa dan negara sebagai kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi.
2. Sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan negara dan bangsa apabila
diperlukan.
3. Mengembangkan rasa cinta kepada tanah air dan bangsa.
4. Mengembangkan rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air Indonesia.
5. Memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi
dan keadilan sosial.
6. Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar Bhinneka Tunggal Ika.
7. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa.
4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan / Perwakilan
Sebagai warga negara dan warga masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai
kedudukan, hak dan kewajiban yang sama.
1. Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan
bersama.
2. Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan.
3. Menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan sebagai hasil musyawarah.
4. Dengan i’tikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil
keputusan musyawarah.
5. Di dalam musyawarah diutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan
pribadi.
6. Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang
luhur.
7. Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral
kepada Tuhan YME, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, nilai-nilai
kebenaran dan keadilan mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan
bersama.

47
8. Memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil yang dipercayai untuk
melaksanakan pemusyawaratan.
5. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
1. Mengembangkan perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap dan suasana
kekeluargaan dan kegotongroyongan.
2. Mengembangkan sikap adil terhadap sesama dan Menghormati hak orang lain.
3. Suka memberi pertolongan kepada orang lain agar dapat berdiri sendiri.
4. Tidak menggunakan hak milik untuk usaha yang bersifat pemerasan terhadap
orang lain
5. Tidak menggunakan hak milik untuk hal yang bersifat pemborosan / gaya hidup
mewah.
6. Tidak menggunakan hak milik untuk bertentangan atau merugikan kepentingan
umum.
7. Suka menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat bagi kemajuan dan
kesejahteraan bersama.
8. Suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata dan
berkeadilan sosial.
Itulah ciri khusus bangsa Indonesia sebagai Identitas nasional yang seharusnya
dimiliki, dikembangkan, dan menjadi kepribadian masyarakat Indonesia, agar cita-cita luhur
bangsa Indonesia ini yaitu menjadi bangsa yang adil, makmur, dan sejahtera dapat terwujud

F. JADI DIRI UNISKA KEDIRI

Visi, misi, tujuan dan sasaran UNISKA Kediri. Visi misi ini dirumuskan
berdasarkan Statuta UNISKA Kediri dan hasil analisis internal dan eksternal. Analisis
Internal dilakukan dengan memperhatikan sumber daya manusia dan sumber daya yang
lain yang menjadi kekuatan. Analisis eksternal dilakukan dengan analisis kebutuhan
masyarakat Kediri. Untuk mengetahui kebutuhan masyarakat tersebut, pimpinan dan para
dosen UNISKA melakukan pengamatan, terhadap kondisi riil masyarakat secara langsung
maupun tidak langsung melalui media massa, dialog dengan para tokoh, dan analisis
terhadap kebijakan pemerintah yang terkait. Dari hasil analisis terhadap kondisi eksternal
tersebut dan dengan memperhatikan sumber daya UNISKA Kediri, dirumuskan visi, misi,

48
tujuan dan sasaran. Adapun rumusan visi, misi, tujuan dan sasaran UNISKA Kediri,
sebagaimana dibawah ini :

Visi, Misi, dan Tujuan


Pasal 2
Visi UNISKA
Menjadi Universitas berstandar nasional mampu menghasilkan Sumber Daya Manusia yang
menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi dibidangnya, berjiwa juang dan wirausaha yang
Islami pada tahun 2030;
Pasal 3
Misi UNISKA
1) Melaksakan Tri Dharma Perguruan Tinggi yang berstandar nasional;
2) Mengembangkan peserta didik yang berdaya saing dengan berjiwa juang dan
wirausaha ;
3) Mengamalkan nilai-nilai Islami dalam kehidupan sehari-hari;
Pasal 4
Tujuan UNISKA
1) Menghasilkan Sarjana Muslim Pancasilais yaitu, sarjana yang bertaqwa,
berahlak, terampil, berilmu sesuai standar Nasional.
2) Menghasilkan Sarjana Muslim yang mampu mengembangkan Ilmu pengetahuan
dan Teknologi dibidangnya yang berjiwa juang dan wirausaha.
3) Menghasilkan sarjana Muslim yang mampu turut serta membangun masyarakat
dan negara berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai wujud
Prestasi dengan jiwa Islami.

49
DAFTAR PUSTAKA

1. Bertens, K.1997.Etika. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.Gea, Antonius, dkk.2002.

2. Character Building I: Relasi dengan Diri Sendiri. Edisi Revisi. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.Goleman, Daniel. 2002. Kecerdasan Emosional. Mengapa EI lebih penting
daripada IQ (Judul asli: Emotional Intelligence. Alih bahasa: T. Hermaya). Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.

3. Castells, Manuel, 1996. The Rise of the Network Society. Massachussetts: Blackwell
Publishers Ltd. ---------, 2006.

4. Demokrasi di Era Digital. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

5. Datta, Anup, 2004. “Globalization in International Relations,” dalam Majumdar,


Anindyo J. dan Shibashis Chatterjee, 2004.

6. Gostick, Adrian and Dana Telford.2006. Keunggulan Integritas (Judul asli: The Integrity
Advantage. Alih bahasa: Fahmi Ihsan).Jakarta: PT Bhuana Ilmu Populer.
50
7. https://pasangkayunews.wordpress.com/dugaan-korupsi-alkes-rs-umum-
pasangkayusenilai-1-miliar-451-juta-raib-merugikan-negara-dan-masyarakat-kab-mamuju-
utara/

8. Poerwopoespito, F.X. Oerip S. dan T.A. Tatang Utomo. 2000. Mengatasi Krisis Manusia
di Perusahaan. Jakarta: Grasindo.Rachman, Eileen. “Meraba Integritas,
Dapatkah?”KOMPAS, Sabtu, 27 Mei, 2006, Hlm. 43, kolom 1-5.

9. Sukidi.2002. Kecerdasan Spiritual. Rahasia Sukses Hidup Bahagia.Mengapa SQ Lebih


Penting daripada IQ dan EQ. Cet. pertama.Jakarta: Gramedia Pustaka

10. Saidi, Ridwan, 1998. “Kebudayaan di Zaman Krisis Moneter”, dalam Indonesia di
Simpang Jalan. Bandung : Mizan.

11. Saptadi, Krisnadi Yuliawan, 2008. “Membaca Globalisasi dalam Kaca Mata Perang
Budaya”. Makalah Seminar Globalisasi, Seni, dan Moral Bangsa di Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI) Jakarta, 25 Maret.

12. Scholte, Jan Aart, 2000. Globalization: a Critical Introduction. New York: Palgrave.
Wilhelm, Anthony, 2003.

13. The Globalization of World Politics. Second Edition. Oxford: Oxford University Press.

14. The Globalization of World Politics. Second Edition. Oxford: Oxford University Press.

15. Understanding Global Politics, Issues & Trends. New Delkhi: Lancer’s Books. Gil, Ana
Cristina, n.d. “Critical Identity and Globalization”. Keohane, Robert O. dan Joseph S. Nye
Jr., 2000. “Globalization: What’s New? What’s Not? (And So What?),” dalam Foreign
Policy, Spring, 118: 104-119. McGrew, Anthony, 2001.

51

Anda mungkin juga menyukai