Anda di halaman 1dari 6

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KORUPSI

Dio Agung Purwanto, Jun Sui Siahaan, Nur Aini, Nurutami Wahyujayani,
Oke Suhandi, Rachmad Sudrajad, Wisnu Karunia Widadi.
Program Diploma IV Keuangan Spesialisasi Akuntansi, Politeknik Keuangan Negara STAN,
Tangerang Selatan
e-mail: d4reg15.kelasc@gmail.com

Abstrak.Faktor Penyebab Korupsi merupakan topik yang jarang dibicarakan. Seringkali, koruptorpelaku
korupsi- dipandang melalui akibat tindakannya yang merugikan keuangan negara. Namun tidak dapat dipungkiri
bahwa penting untuk mengetahui kecenderungan seseorang untuk melakukan korupsi atau motif dari perbuatan
tersebut agar perilaku korupsi dapat dihindari.

Kata Kunci: Faktor Penyebab Korupsi

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan


Praktik korupsi dilakukan oleh masyarakat a. Mahasiswa mengetahui sejak kapan praktik
Indonesia sejak masa kerajaan-kerajaan di Nusantara, korupsi mulai dilakukan oleh masyarakat
berlanjut pada masa penjajahan Hindia Belanda dan Indonesia.
hingga kini. Hal ini menyebabkan perilaku korupsi b. Mahasiswa mengetahui penyebab-penyebab
dianggap sebagai suatu kebiasaan yang diterima dan terjadinya korupsi di Indonesia.
dianggap wajar oleh sebagian besar masyarakat c. Mahasiswa diharapkan dapat mengantisipasi serta
Indonesia. Mental korupsi tumbuh dalam waktu yang menghindari faktor-faktor penyebab terjadinya
lama, perlahan, dan terus menerus. Korupsi benar- korupsi di lingkungannya.
benar telah menjadi kultur yang sangat mengakar di
Indonesia. 2. LANDASAN TEORI
2.1 Faktor Internal
Berbagai jenis korupsi yang terjadi senantiasa
Korupsi merupakan suatu tindakan erat
melibatkan penyelenggara negara dalam
kaitannya dengan moral atau etika seseorang. Faktor
melaksanakan tugasnya. Menurut Pasal 1 angka 1
internal merupakan faktor yang berasal dari dalam diri
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang
sendiri. Bagaimana nilai dari suatu kepribadian sangat
Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari
mempengaruhi apakah suatu individu akan melakukan
Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, Penyelenggara
korupsi atau tidak, seperti diungkapkan oleh Nadler,
Negara adalah Pejabat Negara yang menjalankan
2013. Sehingga nilai dan etik sangat penting dibangun
fungsi eksekutif, legislatif, atau yudikatif dan pejabat
dalam hidup bersosialisasi dengan lingkungan.
lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan
penyelenggaraan negara sesuai dengan ketentuan Faktor internal, menurut CRSC, 2011,
peraturan perundang-undangan yang berlaku. diantaranya adalah persepsi mengenai korupsi,
moralitas dan integritas individu. Lebih jauh lagi, hasil
Pejabat negara memiliki wewenang dan
dari sebuah studi yang dilakukan oleh Anita Maharani
tanggung jawab penting dalam mewujudkan tujuan
(2014) dengan 31 responden mahasiswa, terdapat 14
negara. Praktik tindak pidana korupsi yang dilakukan
responden yang menyatakan bahwa gaya hidup adalah
pejabat negara menguntungkan kelompok tertentu
penyebab korupsi. Faktor internal yang menyebabkan
atau diri sendiri dan akan merusak kehidupan
korupsi pada mahasiswa seperti gaya hidup, ambisi
bermasyarakat, nilai-nilai etika, norma sosial, pun
atau tujuan, kebutuhan dan hasrat, level kepuasan
menghambat kemajuan kesejahteraan Indonesia.
suatu individu, dan aspek moral kepribadian.
Disisi lain, pejabat negara tidak terlepas dari individu
biasa dengan latar belakang dan kehidupan pribadi Selain faktor-faktor internal di atas, terdapat
yang kadangkala berbenturan dengan tugas pokok dan faktor-faktor internal lainnya menurut CRSC, 2011.
fungsinya sebagai penyelenggara negara. Faktor-faktor tersebut yaitu:
Seringkali keputusan dan kebijakan yang a. Aspek Perilaku Individu
dibuat oleh penyelenggara negara melibatkan hal-hal
1. Sifat Tamak/Rakus Manusia
yang berkepentingan dengan dirinya, keluarganya atau
Korupsi yang dilakukan bukan karena
rekannya secara tidak langsung. Karena itulah, tim
kebutuhan primer. Biasanya, pelaku adalah
penulis akan memaparkan penyebab-penyebab
orang yang berkecukupan tetapi memiliki sifat
terjadinya korupsi yang dilakukan oleh penyelenggara
tamak, berhasrat memperkaya diri sendiri.
negara agar praktik tersebut dapat dihindari.
Karena itulah, tindakan keras tanpa kompromi Kehilangan pekerjaan dapat menyebabkan
atas hal ini sudah sepantasnya dilakukan. seseorang terdesak dalam segi ekonomi. Orang
Menurut Nursyam (2000) dalam Kemendikbud bisa mencuri atau menipu untuk mendapatkan
(2011), penyebab seseorang melakukan korupsi uang. Di samping itu, untuk mencukupi
adalah ketergodaan akan dunia materi atau kebutuhan keluarga, orang mungkin juga
kekayaan yang tidak mampu ditahannya. mencari pekerjaan dengan jalan yang tidak
Ketika dorongan untuk menjadi kaya tidak baik. Untuk mencari pekerjaan orang menyuap
mampu ditahan, sementara akses ke arah karena tidak ada jalan lain untuk mendapatkan
kekayaan bisa diperoleh melalui cara korupsi, pekerjaan kalau tidak menyuap, sementara
maka jadilah seseorang akan melakukan tindakan menyuap justru malah
korupsi. mengembangkan kultur korupsi (Wattimena,
2012).
2. Moral yang Kurang Kuat
Orang yang moralnya kurang kuat mudah 6. Malas atau Tidak Mau Bekerja
tergoda untuk melakukan tindak korupsi. Sebagian orang ingin mendapatkan hasil
Godaan bisa datang dari berbagai pengaruh di dari sebuah pekerjaan tanpa keluar keringat
sekelilingnya. Baik dari atasan, rekan kerja, atau malas bekerja. Sifat semacam ini
bawahan, maupun pihak lain. Di sinilah berpotensi melakukan tindakan apapun dengan
diperlukan etika. cara-cara mudah dan cepat atau jalan pintas,
diantaranya melakukan korupsi.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(1995), etika adalah nilai mengenai benar dan 7. Ajaran Agama yang Kurang Diamalkan
salah yang dianut suatu golongan atau Indonesia dikenal sebagai bangsa religius
masyarakat. Etika merupakan ajaran tentang yang tentu melarang tindak korupsi dalam
moral atau norma tingkah laku yang berlaku bentuk apapun. Agama apapun melarang
dalam suatu lingkungan kehidupan manusia. tindakan korupsi seperti agama Islam yang juga
Seseorang yang menjunjung tinggi etika atau mengecam praktik korupsi. Istilah riswah
moral dapat menghindarkan perbuatan korupsi terdapat dalam Islam yang bermakna suap, lalu
walaupun kesempatan ada. Akan tetapi, kalau di Malaysia diadopsi menjadi rasuah yang
moralnya tidak kuat bisa tergoda oleh bermakna lebih luas menjadi korupsi.Apa yang
perbuatan korupsi, apalagi ada kesempatan. dikecam agama bukan saja perilaku
Sebetulnya banyak ajaran dari orangtua kita koruptifnya, melainkan juga setiap pihak yang
mengenai apa dan bagaimana seharusnya kita ikut terlibat dalam tindakan korupsi itu.
berperilaku, yang merupakan ajaran luhur Kenyataan di lapangan menunjukan bahwa
tentang moral. Namun, dalam pelaksanaannya korupsi masih berjalan subur di tengah
sering dilanggar karena kalah dengan masyarakat. Situasi paradoks ini menandakan
kepentingan duniawi. bahwa ajaran agama kurang diamalkan dalam
kehidupan.
3. Gaya hidup yang konsumtif
Hidup di kota besar mendorong seseorang
b. Aspek Sosial
untuk berperilaku konsumptif. Jika tidak
diimbangi dengan pendapatan yang sesuai, Keluarga dapat menjadi pendorong seseorang
maka akan menciptakan peluang untuk untuk berperilaku koruptif. Menurut kaum
melakukan tindak korupsi. Menurut Yamamah bahviouris, lingkungan keluarga justru dapat
(2009) dalam Kemendikbud (2011), ketika menjadi pendorong seseorang bertindak korupsi,
perilaku materialistik dan konsumtif mengalahkan sifat baik yang sebenarnya telah
masyarakat serta sistem politik yang masih menjadi karakter pribadinya. Lingkungan justru
mendewakan materi berkembang, hal itu akan memberi dorongan, bukan hukuman, atas
memaksa terjadinya permainan uang dan tindakan koruptif seseorang.
korupsi.
Teori Solidaritas Sosial yang dikembangkan
4. Penghasilan yang kurang mencukupi oleh Emile Durkheim(18581917) memandang
Penghasilan seorang pegawai selayaknya bahwa watak manusia sebenarnya bersifat pasif
memenuhi kebutuhan hidup yangwajar. dan dikendalikan oleh masyarakatnya. Emile
Apabila hal itu tidak terjadi, seseorang akan Durkheim berpandangan bahwa individu secara
berusaha memenuhinya dengan berbagai cara. moral adalah netral dan masyarakatlah yang
Akan tetapi, apabila segala upaya yang menciptakan kepribadiannya.
dilakukan ternyata sulit didapatkan, keadaan
semacam ini akan mendorong tindak korupsi, 2.2 Faktor Eksternal
baik korupsi waktu, tenaga, maupun pikiran.
Faktor eksternal adalah pemicu perilaku
5. Kebutuhan hidup yang mendesak korup yang disebabkan oleh faktor di luar diri pelaku.
a. Aspek Sikap Masyarakat Terhadap Korupsi Kesempatan untuk melaksanakan fraud ada
di seluruh organisasi. Kesempatan paling besar pada
Sikap Masyarakat dalam menghadapi korupsi
area di mana pengendalian internalnya lemah.
dapat menjadi faktor penyebab seseorang
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Hollinger dan
melakukan korupsi. Masyarakat yang cenderung
Clark, sebab yang paling umum karyawan
membiarkan bahkan menganggap wajar dapat
melaksanakan fraud adalah adanya kesempatan yang
mendorong terjadinya perilaku korupsi.
umumnya timbul dari lemahnya pengendalian dan
b. Aspek Ekonomi ketidakpuasan terhadap upah kerja. Penelitian oleh
Holllinger dan Clark tersebut melibatkan 10.000
Aspek ekonomi merupakan aspek yang paling karyawan di tempat kerja. Studi tersebut
sering menjadi penyebab terjadinya korupsi. menyimpulkan bahwa 1 dari 3 karyawan mempunyai
Pendapatan yang tidak mencukupi untuk niat (intent) untuk mencuri uang atau barang di tempat
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dapat kerja. Studi tersebut juga memperlihatkan bahwa
menjadi pemicu seseorang mengambil jalan pintas hampir 90% karyawan melakukan penyimpangan
dan melakukan korupsi. termasuk perilaku seperti malas (goldbricking),
c. Aspek Politis bekerja dengan lambat (workplace slowdowns),
menyalahgunakan waktu bekerja (sick time abuses),
Politik adalah proses pembentukan dan dan pencurian (pilferage). (Purba, 2015:8)
pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang
antara lain berwujud proses pembuatan keputusan, Korupsi di Indonesia sebagai kejahatan
khususnya dalam negara. Instabilitas politik, sistemik (Wattimena, 2012). Ini artinya yang korup
kepentingan politik, serta upaya untuk meraih dan bukan hanya manusianya, melainkan juga sistem yang
mempertahankan kekuasaan berpotensi sangat dibuat oleh manusia tersebut yang memiliki skala
besar menyebabkan perilaku korupsi. lebih luas dan dampak lebih besar. Untuk menjaga
suatu sistem yang telah dibuat dapat berjalan
d. Aspek Organisasi sebagaimana mestinya, maka diperlukan suatu sistem
1. Kurang Adanya Sikap Keteladanan Pemimpin pengendalian internal. Pengendalian intern dapat
Seorang pemimpin adalah panutan bagi diartikan sebuah proses yang dipengaruhi oleh dewan
bawahannya. Jika pemimpinnya melakukan direksi, manajemen, serta personil lain dalam sebuah
korupsi maka bukan suatu hal yang mustahil entitas, yang dirancang untuk memberikan keyakinan
jika bawahannya juga akan melakukan korupsi. yang wajar mengenai pencapaian tujuan keandalan
laporan keuangan, kepatuhan terhadap hukum dan
2. Tidak Adanya Kultur Organisasi yang Benar peraturan yang berlaku, dan kefektifan serta
Suatu organisasi yang baik akan memiliki keefisienan operasi (Manurung dan Apriani, 2012:15).
tujuan yang jelas dan akan menjadi pedoman
bagi anggotanya. Suatu organisasi dengan Pengendalian dan pengawasan ini penting
tujuan yang tidak benar dan kultur yang salah karena manusia memiliki keterbatasan baik
merupakan tempat yang kondusif untuk keterbatasan waktu, pengetahuan, kemampuan dan
melahirkan korupsi. perhatian. Pengendalian dan pengawasan dilakukan
3. Kurang memadainya sistem akuntabilitas sesuai tugas pokok dan fungsi masing-masing dengan
Organisasi yang tidak akuntabel akan Standard Operating Procedure (SOP). Fungsi
mengakibatkan sulitnya dilakukan pengawasan pengawasan dan pengendalian bertujuan agar
dan penilaian terhadap organisasi tersebut. Hal penggunaan sumber daya dapat lebih diefisienkan, dan
ini dapat menjadi organisasi yang kondusif tugas-tugas staf untuk mencapai tujuan program dapat
dalam memunculkan korupsi. lebih diefektifkan (Muninjaya, 2004). Masyarakat bisa
juga melakukan pengawasan secara tidak langsung
4. Kelemahan sistem pengendalian manajemen dan memberikan masukan untuk kepentingan
Celah dan kelemahan dalam pengendalian peningkatan organisasi, dengan cara-cara yang baik
manajemen adalah sasaran utama tindak dan memperhatikan aturan.
korupsi dalam suatu organisasi.
Manusia membuat suatu sistem dengan
5. Lemahnya pengawasan sedemikian rupa untuk memudahkan pekerjaan dan
Pada dasarnya, semakin ketat pengawasan mencegah hal-hal yang tidak diinginkan. Namun
dalam suatu organisasi, maka semakin menutup demikian, tidak ada satupun sistem buatan manusia
kemungkinan terjadinya kecurangan termasuk yang sempurna, karena sistem tersebut pastinya
korupsi. Suatu organisasi dengan pengawasan memiliki keterbatasan-keterbatasan. Begitu juga
yang lemah maka akan memudahkan dengan sistem pengendalian internal. Boynton dan
tumbuhnya perilaku korupsi. Johnson (dikutip dalam Manurung dan Apriani, 2012:
16) mengidentifikasikan keterbatasan-keterbatasan
2.3 Struktur dan Sistem Yang Memberi Peluang dari sistem pengendalian internal, yaitu kesalahan
dalam mengambil pertimbangan, gangguan, kolusi,
penolakan manajemen, dan biaya dibandingkan umum. Akibatnya, persaingan menjadi terbatas,
keuntungan. dampak terhadap pertumbuhan ekonomi menjadi
melemah, terjadi eksklusivitas terhadap pemasok
Pengendalian internal juga diharapkan
potensial dan pemberian hak khusus terhadap
memberikan peran terhadap pencegahan terjadinya
pemasok tertentu. Kondisi pengadaan di Indonesia
tindakan fraud pada proses pengadaan barang/jasa
memberikan fakta bahwa dari 4,2 juta perusahaan di
khususnya yang dilakukan oleh Pemerintah baik
Indonesia, yang bergerak dalam sektor pengadaan
Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah.
barang/jasa pemerintah hanya 3,5 persen (150.000)
Namun, karena sistem tersebut memiliki keterbatasan-
yang terlibat. (LKPP, 2009:11)
keterbatasan, maka tidak jarang menimbulkan peluang
dalam melakukan korupsi. Untuk mengatasi berbagai permasalahan di
atas, maka lahirlah sistem pengadaan secara elektronik
Tabulasi Data Penanganan Korupsi (oleh
(electronic procurement atau e-Procurement) dimana
KPK) Berdasarkan Jenis Perkara Tahun 2004-2015
seluruh tahapan dalam proses pengadaan
(per 31 Juli 2015) mengungkapkan bahwa penanganan
menggunakan internet secara online sehingga dapat
korupsi terbanyak berasal dari jenis perkara
meminimalisasi adanya kontak langsung antara pihak
penyuapan sebanyak 205 kasus. Hal ini disusul
penyedia barang/jasa dan pihak pengguna barang/jasa.
dengan kasus korupsi pengadaan barang/jasa sejumlah
Dengan adanya e-Procurement diharapkan tidak hanya
133 kasus. Masih dari tabulasi data tersebut,
meningkatkan transparansi, tetapi juga memberikan
pengadaan barang/jasa merupakan kasus korupsi
efisiensi yaitu dalam hal harga yang lebih rendah,
terbanyak sejak tahun 2004 hingga tahun 2011 yaitu
biaya transaksi yang lebih murah, layanan publik yang
sebanyak 96 kasus atau 40,85% dari 235 kasus yang
lebih baik, dan siklus pengadaan yang lebih pendek.
ditangani KPK pada periode tersebut.
Dalam penerapannya, sistem e-Procurement
Tingkat kebocoran proyek-proyek di
yang sudah dirancang dengan baik dan telah dirasakan
Indonesia setiap tahunnya mencapai 60% dari rata-rata
manfaatnya secara luas dalam proses pengadaan
total anggaran yang dialokasikan akibat maraknya
ternyata masih memiliki beberapa kelemahan. Kondisi
praktik mark up dan korupsi dalam pengadaan barang
ini dibuktikan dengan terjadinya kasus korupsi sampai
dan jasa. Hayie Muhammad, Direktur Investigasi dan
dengan tahun 2015 dengan jumlah perkara yang sudah
Advokasi IPW (Indonesia Procurement Watch) Tahun
dan sedang ditangani KPK sebanyak 37 perkara
2005 mengungkapkan celah kebocoran terparah
(tahun 2012 sampai dengan tahun 2015).
terjadi pada proyek pengadaan barang dan jasa oleh
aparat pemerintah dari pusat ke daerah dengan angka Salah satu kelemahan utama dalam proses e-
fantastis 83% dibandingkan dengan celah proyek Procurement, sebagaimana transaksi eletronik lainnya,
lainnya. Berdasarkan data hasil kerja sama pemerintah adalah masalah keamanannya. Potensi kelemahan
dengan Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia yang dapat terjadi adalah ketika ada aplikasi yang
dalam kesepakatan Country Procurement Assesment malafungsi sehingga menyebabkan sistem tidak dapat
Report (CPAR), tingkat kebocoran mencapai 10%- digunakan secara efektif dan efisien. Selain itu,
50%, bahkan hasil penelitian Indonesia Procurement peluang penyimpangan pada kegiatan pengadaan
Watch jumlah kebocoran mencapai 60% per tahun. secara elektronik dapat terjadi karena adanya
intervensi kepala daerah kepada panitia pengadaan/
Kebocoran tersebut terjadi karena adanya
ULP, penetapan Owner Estimate (Harga Perkiraan
proses yang menyimpang. Berbagai penyimpangan
Sendiri) yang telah digelembungkan, spesifikasi dan
bisa terjadi dalam tahap-tahap proses pengadaan
pemaketan yang mengarah pada bidder tertentu,
barang dan jasa. Hal ini disebabkan oleh kelalaian dan
kualitas barang rendah, dan pengaturan bandwidth
inkompetensi pelaksana serta peserta pengadaan.
internet untuk mereduksi keterlibatan bidder lain.
Namun tak jarang penyimpangan ini juga merupakan
tindakan yang disengaja pelaksana dan/atau peserta
3. PEMBAHASAN
pengadaan dalam rangka kolusi dan korupsi.
Dalam pembahasan ini penulis akan memaparkan
Penyimpangan ini terjadi karena proses pengadaan
beberapa contoh kasus yang berkaitan dengan faktor-
barang dan jasa masih menggunakan metode/sistem
faktor penyebab korupsi.
pengadaan yang masih konvensional yaitu adanya
tatap muka antara pihak pengguna barang/jasa dan
Contoh Kasus Faktor Internal:
pihak penyedia barang dan jasa.
Kasus 1 (Sifat Tamak/Rakus Manusia):
Ada 3 (tiga) masalah utama pengadaan Seorang pegawai suatu institusi ditugaskan atasannya
barang dan jasa sistem konvensional. Kelemahan untuk menjadi panitia
pertama terkait dengan transparansi. Pengadaan sistem pengadaan barang. Pegawai tersebut memiliki prinsip
konvensional tidak memberi informasi tentang seluruh bahwa kekayaan dapat diperoleh dengan segala cara
pemasok potensial kepada unit pengadaan yang dan ia harus memanfaatkan kesempatan. Karena itu, ia
berakibat terbatasnya penyedia barang/jasa yang pun sudah memiliki niat dan mau menerima suap dari
mengikuti tender. Pengadaan konvensional juga tidak rekanan (penyedia barang). Kehidupan mapan
menyediakan mekanisme pengawasan bagi khalayak
keluarganya dan gaji yang lebih dari cukup tidak yang digunakan dikaburkan, bukan menyuap, tetapi
mampu menghalangi untuk melakukan korupsi. ucapan terima kasih karena sesuai dengan adat
ketimuran.

Kasus 2 (Moral yang Kurang Kuat): Kasus 2 (Aspek Ekonomis)


Seorang mahasiswa yang moralnya kurang kuat, Seorang perawat sebuah rumah sakit memiliki
mudah terbawa kebiasaan teman untuk menyontek, lingkungan dengan kelompok ibu-ibu modis yang
sehingga pada saat ujian melakukan perbuatan senang berbelanja barang-barang mahal. Perawat
mencontek. Sikap ini bisa menjadi benih-benih tersebut berusaha mengimbangi. Karena penghasilan
perilaku korupsi perawat tersebut kurang, ia pun coba memanipulasi
sisa obat pasien untuk dijual kembali, sedangkan
Kasus 3 (Penghasilan yang Kurang Mencukupi): kepada rumah sakit dilaporkan bahwa obat tersebut
Seorang tenaga penyuluh kesehatan yang bekerja di habis digunakan.
suatu puskesmas mempunyai seorang istri dan empat
orang anak. Gaji bulanan pegawai tersebut tidak Kasus 3 (Aspek Politis):
mencukupi kebutuhan hidup keluarganya. Pada saat Penyimpangan pemberian kredit atau penarikan pajak
member penyuluhan kesehatan di suatu desa, dia pada pengusaha, kongsi antara penguasa dengan
menggunakan kesempatan untuk menambah pengusaha, kasus-kasus pejabat Bank Indonesia dan
penghasilannya dengan menjual obat-obatan yang Menteri di bidang ekonomi pada rezim lalu dan
diambil dari puskesmas. Ia berpromosi tentang obat- pemberian cek melancong yang sering dibicarakan
obatan tersebut sebagai obat yang manjur. Penduduk merupakan sederet kasus yang menggambarkan aspek
desa dengan keluguannya memercayai petugas politik yang dapat menyebabkan korupsi (Handoyo :
tersebut. 2009).

Kasus 4 (Kebutuhan Hidup yang Mendesak) Kasus 4 (Aspek Organisasi):


Seorang bidan membuka jasa aborsi wanita hamil Perawat yang menjadi kepala ruangan. Perawat
dengan bayaran yang tinggi karena terdesak oleh tersebut tidak melakukan pengawasan terhadap
kebutuhan sehari-hari. Di sisi lain, suaminya telah di- pelaksanaan SOP di ruangan yang harus dilaksanakan
PHK dari pekerjaannya. Tidak ada pilihan lain oleh seluruh stafnya sehingga stafnya tidak bekerja
baginya untuk melakukan malpraktik karena optimal sesuai dengan SOP. Manipulasi seperti jam
mendapatkan bayaran tinggi. kerja ataupun keteledoran penanganan bisa terjadi.

Kasus 5 (Gaya Hidup yang Konsumtif): 4. KESIMPULAN


Seorang perawat sebuah rumah sakit yang senang Dari uraian pembahasan diatas dapat diambil
dengan gaya hidup mewah senang berbelanja barang- kesimpulan sebagai berikut:
barang mahal. Perawat tersebut berusaha 1. Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya
mengimbangi karena penghasilan perawat tersebut korupsi, baik berasal dari dalam diri pelaku atau
kurang, ia pun coba memanipulasi sisa obat pasien dari luar pelaku.
untuk dijual kembali, sedangkan kepada rumah sakit 2. Kecenderungan seseorang melalukan perbuatan
dilaporkan bahwa obat tersebut habis digunakan. korupsi tidak dapat dilihat dari salah satu faktor
penyebab korupsi saja namun harus
Kasus 6 (Malas atau Tidak Mau Bekerja): memperhatikan faktor-faktor lainnya.
Seorang mahasiswa yang malas berpikir, tidak mau 3. Struktur dan system merupakan salah satu faktor
mengerjakan tugas yang diberikan oleh dosen. Untuk eksternal yang bisa menimbulkan peluang
mendapatkan nilai yang tinggi, mahasiswa tersebut terjadinya korupsi namun di satu sisi merupakan
menyuruh temannya untuk mengerjakan tugas. salah satu alat pengawasan untuk meminimalisasi
terjadinya korupsi
Kasus 7 (Ajaran Agama yang Kurang Diamalkan):
Sebagian mahasiswa tetap mengusahakan jalan pintas 4. DAFTAR REFERENSI
dengan cara mengupah seseorang untuk membuatkan
Angeline, Vini, dkk. Pertanggungjawaban
laporan tugas akhir. Tindakan ini jelas-jelas
Pidana Dalam Proses Pengadaan
melakukan kebohongan pada institusi pendidikan dan
Barang/Jasa Pemerintah yang Berbasis
ganjaran bagi sebuah kebohongan dalam agama
Sistem e-Procurement. Universitas
adalah dosa.
Brawijaya. Malang. 2013.
Contoh Kasus Faktor Eksternal:
Hasil Penelitian Indonesia Procurement Watch
http://jdih.bpk.go.id/?p=45500 diakses
Kasus 1 (Sikap Masyarakat Terhadap Korupsi):
pada tanggal 08/10/2015 pukul 19:00 PM.
Misalnya, menyuap untuk mendapatkan pekerjaan
atau menyuap untuk dapat berkuliah di PTN. Istilah
Justiana, Sandri, dkk. Buku Akjar Pendidikan
dan Budaya Anti Korupsi (PBAK). Pusat Purba, Bona P. Fraud dan Korupsi: Pencegahan,
Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Pendeteksian, dan Pemberantasan.
Kesehatan. Jakarta. 2014. Lestari Kiranatama. Jakarta. 2015.

Kemitraan dan LPSE Nasional, e-Procurement di Sopanah & Wahyudi, Isa. Analisis Faktor-Faktor
Indonesia: Pengembangan Layanan Yang Mempengaruhi Korupsi Anggaran
Pengadaan Barang dan Jasa pemerintah Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Di
Secara Elektronik, Jakarta, 2008, hlm 46. Malang Raya, Malang Corruption Watch
(MCW) dan Universitas Muhammadiyah
Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/ Jasa Gresik. 2004.
Pemerintah.Implementasi e-Procurement
Sebagai Inovasi Pelayanan Publik.LKPP. Susan Andriyani, Analisis Efektivitas Hukum
Jakarta. 2009. Dalam Penerapan Pengadaan Barang dan
Jasa Secara Elektronik (e-Procurement)
Lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi. Serta Peranan Lembaga Pengawas
http://acch.kpk.go.id/berdasarkan-jenis- Terhadap Pengadaan Barang dan Jasa
perkara diakses pada tanggal 08/10/2015 Pemerintah, Tesis Tidak Diterbitkan,
pukul 18:05 PM. Jakarta, Fakultas Hukum Universitas
Indonesia, 2012, hlm 57.
Maharani, Anita. Why Corruption May
Happen?: A Classroom Action Research. Tim Penulis Buku Pendidikan Antikorupsi.
Innovative Issues and Approaches in Pendidikan Antikorupsi untuk Perguruan
Social Sciences. Vol. 7, No. 2. 2014. Tinggi. Kemendikbud. Jakarta. 2011.

Nadler, Judy. (2013). Creating a Culture of


Ethics in the Public Sector. www.scu.edu

Anda mungkin juga menyukai