Anda di halaman 1dari 22

Mata Pelatihan : Energi Kepemimpinan

Peserta : Sutrisno (58)

REFLEKSI PEMBELAJARAN MATA PELATIHAN


ENERGI KEPEMIMPINAN
PELATIHAN KEPEMIMPINAN NASIONAL TINGKAT II
ANGKATAN IV

A. LATAR BELAKANG
Dalam rangka mewujudkan world class bureaucracy diperlukan sosok pemimpin
strategis yang dapat memobilisasi seluruh potensi pemerintah dan masyarakat, guna
meningkatkan daya saing bangsa dan percepatan pembangunan nasional secara adil
dan merata. Birokrasi kelas dunia ini merupakan tuntutan jaman yang tak terbendung
lagi dimana sebuah organisasi tidak lagi merupakan wahana mekanistis belaka namun
harus mampu menyesuaikan dengan lingkungan sebagaimana organisme bertahan
dan menjadi pemenang dalam lingkungan yang penuh dengan perubahan. Organisasi
yang mampu bertahan (adaptif) memerlukan tenaga-tenaga yang handal dan lincah
(agile). PKN Tingkat II ini menjadi sebuah titik krusial untuk menjawab semua
tantangan tersebut. Berdasarkan Pasal 104 ayat (2) huruf c Peraturan Pemerintah
Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil, pemimpin strategis
harus memiliki kompetensi untuk menjamin akuntabilitas jabatan Pimpinan Tinggi
Pratama yang meliputi:

a. tersusunnya rumusan alternatif kebijakan yang memberikan solusi;


b. tercapainya hasil kerja unit selaras dengan tujuan organisasi;
c. terwujudnya pengembangan strategi yang terintegrasi untuk mendukung
pencapaian tujuan organisasi; dan
d. terwujudnya kapabilitas pada unit kerja untuk mencapai outcome organisasi.

B. PEMBAHASAN MATERI PEMBELAJARAN

1. Pemahaman Peserta PKN Tingkat II


Mata Pelatihan Energi Kepemimpinan (Energy of Leadership) termasuk dalam
agenda penguasaan diri. Mata pelatihan ini membekali peserta dengan
pemahaman terkait filosofi kepemimpinan dalam rangka membangun pemimpin
perubahan yang mempunyai kebugaran fisik dan mental. Keberhasilan peserta
dinilai dari kemampuannya dalam memahami filosofi kepemimpinan perubahan
yang menciptakan energi perubahan dan meningkatkan kebugaran fisik dan
Mata Pelatihan : Energi Kepemimpinan
Peserta : Sutrisno (58)

mental dalam menjalankan tugas kepemimpinan di organisasinya. Setelah


mengikuti pembelajaran ini peserta mampu memahami filosofi kepemimpinan
perubahan yang menciptakan energi perubahan dan meningkatkan kebugaran
fisik dan mental dalam menjalankan tugas kepemimpinan di organisasinya.
2. Refleksi Materi
Di dalam memahami konsep gaya kepemimpinan, negara ini telah memiliki konsep
gaya kepemimpinan yang dicetuskan oleh salah satu founding father pendidikan
Indonesia, Raden Mas Soewardi Soerjaningrat atau yang akrab dikenal sebagai Ki
Hajar Dewantara dengan filosofi jawa nya yang menurut saya sangat relevan
diterapkan oleh dalam pengelolaan sebuah organisasi. Bila kita coba uraikan
penjelasan dari tiga konsep kepemimpinan Ki Hajar Dewantara kurang lebihnya
sebagai berikut :

Pertama, Ing ngarso sung tulodho (di depan memberikan contoh atau teladan).
Ajaran ini mengandung arti bahwa seorang pemimpin harus dapat memberikan
teladan bagi para anak buah dan bawahannya. Yaitu dengan berprilaku jujur,
disiplin, amanah, adil dan toleransi kepada sesama. Salah satu cara paling mudah
untuk memberikan teladan adalah adanya keselarasan antara perkataan dan
perbuatan atau tindakan dalam diri seorang pemimpin.

Bahkan hal itu bisa dikatakan sebagai modal utama dalam memberikan
keteladanan. Bahasa kerennya adalah “Practice what you preach”. Yaitu seorang
pemimpin akan lebih excellent jika ia mampu mempraktekan apa yang dikatakan
dan dinasehatkan, sebelum menyuruh atau menginstruksikan perintah kepada
anggotanya. Jangan sampai seorang pemimpin hanya bisa menyuruh saja
sedangkan ia sendiri enggan untuk melaksanakannya. Jika seorang pemimpin
senantiasa memberikan keteladanan maka tidak usah disuruhpun anggotanya
akan menaruh hormat, kemudian secara otomatis mengikuti atau menjadi follower
setianya.

Kedua, Ing madyo mangun karso (di tengah membakar semangat dan
mengembangkan motivasi). Seorang pemimpin harus mampu berkerja sama
dengan anak buahnya. Keberadaan seorang pemimpin di tengah anggotanya juga
harus bisa membangun dan membangkitkan motivasi dan semangat juang. Di
tengah kesibukannya, ia juga dituntut memberikan inovasi dan menciptakan iklim
kerja yang baik. Sehingga dari situ akan tercipta sebuah team solid yang dipenuhi
dengan keoptimisan untuk meraih kesuksesan.
Mata Pelatihan : Energi Kepemimpinan
Peserta : Sutrisno (58)

Ketiga adalah Tut Wuri Handayani (memberikan dorongan dari belakang).


Seorang pemimpin harus mampu memberikan dorongan moral kepada anak
buahnya untuk bisa tampil ke gelanggang mengambil peran. Tentunya seorang
pemimpin harus percaya dan yakin pada kemampuan anggotanya. Bukti nyata dari
kepercayaan tersebut yaitu dengan pendelegasian atau mengamanahkan sebuah
wewenang sesuai kapasitas masing masing anggota.

3. Penerapan Pembelajaran di Unit Kerja


Dalam suatu organisasi pemerintah, setiap pemimpin merupakan pribadi sentral
yang sangat besar pengaruhnya terhadap pegawainya yang terlihat dalam sikap
dan perilakunya pada waktu melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya.
Dengan Energi Kepemimpinan dari Pimpinan diharapkan dapat mempengaruhi
peningkatan kinerja pegawai dalam melaksanakan pekerjaannya. Kinerja pegawai
merupakan hasil kerja yang dapat dicapai seseorang atau sekelompok orang
dalam suatu organisasi sesuai wewenang dan tanggung jawab masing-masing
dalam rangka mewujudkan tujuan organisasi.
Mata Pelatihan : Integritas Kepemimpinan
Peserta : Sutrisno (58)

REFLEKSI PEMBELAJARAN MATA PELATIHAN


INTEGRITAS KEPEMIMPINAN
PELATIHAN KEPEMIMPINAN NASIONAL TINGKAT II
ANGKATAN IV

A. LATAR BELAKANG
Dalam rangka mewujudkan world class bureaucracy diperlukan sosok pemimpin
strategis yang dapat memobilisasi seluruh potensi pemerintah dan masyarakat, guna
meningkatkan daya saing bangsa dan percepatan pembangunan nasional secara adil
dan merata. Birokrasi kelas dunia ini merupakan tuntutan jaman yang tak terbendung
lagi dimana sebuah organisasi tidak lagi merupakan wahana mekanistis belaka namun
harus mampu menyesuaikan dengan lingkungan sebagaimana organisme bertahan
dan menjadi pemenang dalam lingkungan yang penuh dengan perubahan. Organisasi
yang mampu bertahan (adaptif) memerlukan tenaga-tenaga yang handal dan lincah
(agile). PKN Tingkat II ini menjadi sebuah titik krusial untuk menjawab semua
tantangan tersebut. Berdasarkan Pasal 104 ayat (2) huruf c Peraturan Pemerintah
Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil, pemimpin strategis
harus memiliki kompetensi untuk menjamin akuntabilitas jabatan Pimpinan Tinggi
Pratama yang meliputi:

a. tersusunnya rumusan alternatif kebijakan yang memberikan solusi;


b. tercapainya hasil kerja unit selaras dengan tujuan organisasi;
c. terwujudnya pengembangan strategi yang terintegrasi untuk mendukung
pencapaian tujuan organisasi; dan
d. terwujudnya kapabilitas pada unit kerja untuk mencapai outcome organisasi.

B. PEMBAHASAN MATERI PEMBELAJARAN

1. Pemahaman Peserta PKN Tingkat II


Mata Pelatihan Integritas Kepemimpinan termasuk dalam agenda penguasaan diri.
Mata Pelatihan ini membekali peserta dengan pengetahuan tentang konsep dan
pemahaman pemerintahan yang bersih dan akuntabel, tantangan dan integritas,
penguatan strategi organisasi dalam penegakan integritas, dan aktualisasi
Integritas dalam mengelola organisasi. Dari pembelajaran materi Integritas
Mata Pelatihan : Integritas Kepemimpinan
Peserta : Sutrisno (58)

Kepemimpinan, peserta diharapkan dapat menyusun rencana aksi penegakan


integritas dalam organisasi.
2. Refleksi Materi
Charles Handy, seorang mahaguru bisnis pernah mengungkapkan sebuah
statement demikian : Seorang pemimpin haruslah menjalani kehidupan yang
memperlihatkan visinya. Sebuah kalimat pendek dan sederhana, tetapi dengan
makna yang tidak sesederhana mengungkapkannya. Dengan kata lain, bagi
Charles Handy, seorang pemimpin yang berintegritas tidak hanya harus bisa
merancang pernyataan visi atau misinya, melainkan ia juga harus bisa
menjalaninya. Ini memperlihatkan betapa integritas itu sangat penting dan
diperlukan dalam sebuah kepemimpinan. Karena, tanpa integritas, maka seorang
pemimpin sebenarnya tidak ada bedanya dengan iklan yang dipajang di tepi-tepi
jalan atau di tikungan-tikungan jalan.
Selanjutnya, dalam menjalankan fungsinya, maka seorang pemimpin harus
memiliki kualitas. Misalnya, kepemimpinan Pancasila sangat mengutamakan nilai-
nilai moral/ moril/ mental maupun kecakapan yang tinggi, motivasi dan etiket yang
baik, serta sifat-sifat kreatif, aktif, konsumtif, berwibawa dan bijaksana. Dengan
kata lain, pemimpin yang berintegritas adalah pemimpin yang menjunjung tinggi
nilai-nilai Pancasila dan bukan Pancaksilat, apalagi bersilat kata dan suka
memutarbalikan fakta. Pemimpin yang berintegritas sama halnya dengan
pemimpin yang visioner, yaitu pemimpin yang melihat jauh ke depan, yang rasional
dan visibel untuk direalisasikan atau diwujudkan. Penglihatan yang jauh ke depan
itu tidak ditumbuhkan secara paksa, tetapi ia tumbuh sendiri dari berbagai
pengalaman, intelektualitas, etiket dan moral.
Jika seorang pemimpinan berani merefleksikan, bahwa kepemimpinan tanpa
integritas adalah sama halnya dengan orang yang mendirikan rumah tanpa
pondasi. Atau seperti orang yang membangun dan mendirikan rumah di atas pasir,
ketika datang badai, maka rumahnya hancur dan runtuh, karena padanya tidak ada
kekuatan. Artinya, sehebat apapun kepemimpinan seseorang, jika ia mengabaikan
apalagi melupakan integritas yang diberikan Sang Khalik, maka cepat atau lambat
kepemimpinannya akan hancur. Itulah sebabnya, saya mengatakan integritas itu
sangat penting dalam kepemimpinan. Karena itu, junjunglah dia, beri dia ruangan
dalam diri Anda, beri dia makanan yang sehat, latih dia untuk berani bertanggung
jawab dalam segala hal dan kasihi dia dengan hati yang tulus dan ikhlas, maka
integritas itu akan hidup di dalam diri kita. Ingait! Integritas adalah karunia yang
Tuhan titipkan kepada setiap orang sesuai dengan porsinya. Jika itu adalah titipan,
maka ada saatnya integritas itu akan diambil oleh-Nya dari pada kita.
Mata Pelatihan : Integritas Kepemimpinan
Peserta : Sutrisno (58)

3. Penerapan Pembelajaran di Unit Kerja


Presiden Republik Indonesia mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 54
Tahun 2018 tentang Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK). Salah
dua fokus dari Stranas tersebut adalah Reformasi Birokrasi dan Zona Integritas.
Ada lima strategi dalam membangun Zona Integritas, pertama komitmen, pimpinan
dan karyawan harus terlibat dalam melaksanakan RB dan menularkan semangat
dan visi yang sama. Kedua, kemudahan pelayanan. Semua pihak harus
bersemangat dalam memberikan fasilitas yang lebih baik dan meningkatkan
hospitality dalam memberikan kepuasan publik, ketiga, ciptakan program yang
menyentuh masyarakat. Program-program yang membuat masyarakat lebih dekat
dengan lembaga sehingga masyarakat bisa merasakan lembaga tersebut benar-
benar hadir. Keempat, monitoring dan evaluasi, dan kelima manajemen media,
Untuk itu pembaruan organisasi (Disnaker Kota Semarang) tidak hanya harus
diwujudkan, tetapi juga harus terlihat diwujudkan. Untuk itulah pentingnya
mengatur media dan menetapkan strategi komunikasi untuk memastikan setiap
aktivitas dan inovasi perubahan yang telah dilakukan bisa diketahui oleh
masyarakat.
Mata Pelatihan : Organisasi Adaptif
Peserta : Sutrisno (58)

REFLEKSI PEMBELAJARAN MATA PELATIHAN


ORGANISASI ADAPTIF
PELATIHAN KEPEMIMPINAN NASIONAL TINGKAT II
ANGKATAN IV

A. LATAR BELAKANG
Dalam rangka mewujudkan world class bureaucracy diperlukan sosok pemimpin
strategis yang dapat memobilisasi seluruh potensi pemerintah dan masyarakat, guna
meningkatkan daya saing bangsa dan percepatan pembangunan nasional secara adil
dan merata. Birokrasi kelas dunia ini merupakan tuntutan jaman yang tak terbendung
lagi dimana sebuah organisasi tidak lagi merupakan wahana mekanistis belaka namun
harus mampu menyesuaikan dengan lingkungan sebagaimana organisme bertahan
dan menjadi pemenang dalam lingkungan yang penuh dengan perubahan. Organisasi
yang mampu bertahan (adaptif) memerlukan tenaga-tenaga yang handal dan lincah
(agile). PKN Tingkat II ini menjadi sebuah titik krusial untuk menjawab semua
tantangan tersebut. Berdasarkan Pasal 104 ayat (2) huruf c Peraturan Pemerintah
Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil, pemimpin strategis
harus memiliki kompetensi untuk menjamin akuntabilitas jabatan Pimpinan Tinggi
Pratama yang meliputi:

a. tersusunnya rumusan alternatif kebijakan yang memberikan solusi;


b. tercapainya hasil kerja unit selaras dengan tujuan organisasi;
c. terwujudnya pengembangan strategi yang terintegrasi untuk mendukung
pencapaian tujuan organisasi; dan
d. terwujudnya kapabilitas pada unit kerja untuk mencapai outcome organisasi.

B. PEMBAHASAN MATERI PEMBELAJARAN

1. Pemahaman Peserta PKN Tingkat II


Mata Pelatihan Organisasi Adaptif termasuk dalam agenda pembelajaran
Kepemimpinan Strategis. Materi pelatihan ini membekali peserta dengan
pemahaman tentang dinamika perubahan lingkungan strategis, elemen-elemen
organisasi adaptif dan agile (lincah), dan membangun organisasi adaptif.
Mata Pelatihan : Organisasi Adaptif
Peserta : Sutrisno (58)

2. Refleksi Materi
Organisasi adaptif adalah merupakan organisasi yang memiliki kemampuan
untuk merespon perubahan lingkungan dan mengikuti harapan stakeholder
dengan cepat dan flexible .
Organisasi adaptif adalah proses pertumbuhan, perkembangan dan klimaks
serta anti klimaks dalam sebuah daur hidup. Organisasi yang mampu mengelola
evolusi adalah organisasi yang adaptif terhadap perubahan.
Untuk itu organisasi harus mengarahkan seluruh sumber dayanya untuk
mengikuti harapan-haapan dari lingkunganya. Organsasi adaptif mampu
mendesain organisasi dan dapat mengakomadasi perubahan dengan dengan
cepat dan mudah. Konsep Adaptif Organisasi muncul bukan karena kebetulan,
tetapi merupakan tuntutan kepada organisasi untuk melakukan perubahan dalam
lima area perubahan seperti People, Proses, strategi, struktur organisasi dan
teknologi. perubahan yang terjadi merupakan suatu yang alami.
Pandemi Coronavirus Disease (Covid-19) menunjukkan tentang perlunya
keluar dari rutinitas bagi para penyelenggara negara, serta menerapkan pola serta
cara baru yang lebih adaptif. Hal itu relevan dengan pesan Presiden RI Joko
Widodo pada awal terpilihnya di periode kedua. Presiden Jokowi mengingatkan
pentingnya perubahan birokrasi agar memiliki kemampuan adaptasi dengan
berbagai kondisi, termasuk pandemi.

3. Penerapan Pembelajaran di Unit Kerja


Untuk menciptakan aparatur sipil negara (ASN) yang unggul pasca-pandemi.
Pertama, adalah merumuskan manajemen ASN di era tatanan normal baru yang
lebih menekankan pada sistem digital. Misalnya, ASN akan banyak bekerja
dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi, ASN juga dapat
bekerja di berbagai lokasi, dan waktu, dengan dokumen-dokumen berbentuk
digital.
Unit kerja dalam hal ini Bagian Umum dan Kepegawaian juga akan
menerapkan manajemen talenta. Melalui manajemen talenta, sejak awal
rekrutmen potensi pegawai akan terus dimonitor. Mereka diberikan
pengembangan, penugasan yang menantang, penugasan magang, dan tugas
kepemimpinan. Dengan begitu, akan mendapatkan informasi tentang potensi yang
bisa dimanfaatkan bagi perkembangan organisasi.
Mata Pelatihan : Organisasi Adaptif
Peserta : Sutrisno (58)

Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi juga akan dikuatkan pada


sistem kerja di Unit Kerja. Seluruh lini memerlukan aplikasi layanan administrasi
berbasis elektronik, seperti e-office, sistem aplikasi perencanaan dan
penganggaran, monitoring dan evaluasi, serta sistem informasi kepegawai, dan
lain sebagainya. Pimpinan juga mendorong seluruh ASN untuk terus belajar, tidak
hanya secara individu tetapi juga dalam kelompok di unit kerja. Dengan demikian,
ASN memiliki kemampuan unggul untuk merumuskan kebijakan-kebijakan dan
melakukan inovasi-inovasi pemerintahan.
Unit kerja terus berupaya mengembangkan kebijakan serta mekanisme
pengembangan ASN yang mendorong tumbuhnya inovasi pelayanan publik.
Mata Pelatihan : Kepemimpinan Kewirausahaan
Peserta : Sutrisno (58)

REFLEKSI PEMBELAJARAN MATA PELATIHAN


KEPEMIMPINAN KEWIRAUSAHAAN
PELATIHAN KEPEMIMPINAN NASIONAL TINGKAT II
ANGKATAN IV

A. LATAR BELAKANG
Dalam rangka mewujudkan world class bureaucracy diperlukan sosok pemimpin
strategis yang dapat memobilisasi seluruh potensi pemerintah dan masyarakat, guna
meningkatkan daya saing bangsa dan percepatan pembangunan nasional secara adil
dan merata. Birokrasi kelas dunia ini merupakan tuntutan jaman yang tak terbendung
lagi dimana sebuah organisasi tidak lagi merupakan wahana mekanistis belaka namun
harus mampu menyesuaikan dengan lingkungan sebagaimana organisme bertahan
dan menjadi pemenang dalam lingkungan yang penuh dengan perubahan. Organisasi
yang mampu bertahan (adaptif) memerlukan tenaga-tenaga yang handal dan lincah
(agile). PKN Tingkat II ini menjadi sebuah titik krusial untuk menjawab semua
tantangan tersebut. Berdasarkan Pasal 104 ayat (2) huruf c Peraturan Pemerintah
Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil, pemimpin strategis
harus memiliki kompetensi untuk menjamin akuntabilitas jabatan Pimpinan Tinggi
Pratama yang meliputi:

a. tersusunnya rumusan alternatif kebijakan yang memberikan solusi;


b. tercapainya hasil kerja unit selaras dengan tujuan organisasi;
c. terwujudnya pengembangan strategi yang terintegrasi untuk mendukung
pencapaian tujuan organisasi; dan
d. terwujudnya kapabilitas pada unit kerja untuk mencapai outcome organisasi.

B. PEMBAHASAN MATERI PEMBELAJARAN

1. Pemahaman Peserta PKN Tingkat II


Mata Pelatihan Kepemimpinan Kewirausahaan termasuk dalam agenda
pembelajaran Kepemimpinan Strategis. Mata Pelatihan ini membekali Peserta
untuk memahami model kepemimpinan kewirausahaan yang diindikasikan dengan
kemampuan mewujudkan tujuan organisasi yang lebih efektif dan efisien melalui
terobosan inovatif, mobilisasi stakeholders dan optimalisasi sumber daya yang
terbatas.
Mata Pelatihan : Kepemimpinan Kewirausahaan
Peserta : Sutrisno (58)

2. Refleksi Materi

Salah satu hal yang menarik saat ini untuk menjadi terobosan baru didalam
lingkup birokrasi pemerintahan adalah bagaimana penerapan kepemimpinan
kewirausahaan dalam Birokrasi pemerintahan atau bagaimana mentransfer
kesuksesan para CEO-CEO perusahan sukses di dunia mampu direplikasi pada
birokrasi Pemerintahan demi tercapainya pelayanan publik yang setara dengan
layanan swasta, istilah kepemimpinan kewirausahaan sudah lama dikenal dalam
dunia usaha hampir semua perusahaan-perusahaan besar didunia ini yang
memilii omzet triliunan pasti memiliki pemimpin yang andal dan memiliki andil
besar dalam memajukan perusahaannya tersebut karena itu kepemimpinan
tersebut dikenal secara umum sebagai Enterpreneurial Leadership.

Secara umum Entreprenurial Leadership atau kepemimpinan kewirausahaan


bisa dikatakan merupakan sebuah kemampuan seorang pemimpin untuk
mengorganisir sekelompok orang yang bekerja dalam organisasinya untuk
mencapai tujuan bersama dalam organisasi dengan menggunakan pendekatan
perilaku proaktif kewirausahaan dengan pendekatan mengoptimalkan Resiko,
berinovasi untuk memanfaatkan peluang, mengambil tanggung jawab pribadi dan
mengelolah perubahan dalam lingkungan organisasi yang dinamis untuk
kepentingan organisasi.

Birokrasi pemerintahan saat ini memang sudah selayaknya dipimpin oleh


pemimpin yang memiliki kemampuan Enterpreneurial Leadership karena itu pada
Pelatihan Kepemimpinan Tingkat II atau PKN tingkat II materi pelatihan
Kepemimpinan kewirausahaan menjadi salah satu mata pelatihan untuk
membekali para pemimpin pratama atau para kepala Dinas maupun kepala badan
memiliki kemampuan kepemimpinan kewirausahaan. Ada tiga kemampuan yang
harus dimiliki untuk menjadi Enterpreneurial Leadership yakni:

Pertama, "Opportunity Seeker", seorang pemimpin kewirausahaan harus


memiliki kemampuan untuk dapat melihat Peluang setiap saat, meskipun
berstatus ASN namun seorang pemimpin enterpreneur leadership, akan
senantiasa mampu merespon setiap peluang yang ada guna memberikan
pelayanan yang maksimal bagi masyarakat, bagi pemimpin enterpreneur
kemampuan untuk melihat dan membaca peluang menjadi kata kunci untuk
memajukan perusahaannya.
Mata Pelatihan : Kepemimpinan Kewirausahaan
Peserta : Sutrisno (58)

Demikian pula dalam birokrasi seorang pemimpin kewirausahaan akan


senantiasa melihat berbagai peluang yang ada demi tercapainya Visi misi
organisasi termasuk menciptakan berbagai pelayanan publik bagi masyarakat
yang akan memberikan manfaat besar dan membuat masyarakat yang diberikan
pelayanan merasakan kemanfaatan dan rasa puas.

3. Penerapan Pembelajaran di Unit Kerja


. Wujud nyata kewirausahaan sektor publik adalah menghadirkan dan terlibat
dalam sejumlah kegiatan kreatif. Dinas Tenaga Kerja Kota Semarang di masa
pandemi Covid-19 telah memaksimalkan inovasi-inovasi di dalam pelayanan
publik nya. Sebagai contoh, di dalam pelayanan mediasi perselisihan hubungan
industrial yang sebelum masa pandemi covid-19 dilakukan dengan tatap muka
(offline), saat ini memanfaatkan Teknologi Informasi dan Komunikasi dengan
menggunakan Zoom Meeting untuk mediasi secara daring (online).
Dinas Tenaga Kerja Kota Semarang juga tengah mengembangkan pelayanan
AK1 Online, sehingga para pencari kerja yang ingin membuat Kartu AK1 bisa
dilakukan secara mandiri via online dan tidak harus datang ke kantor Disnaker Kota
Semarang.
Guna menunjang efektifitas dan efisiensi di Unit Kerja masing-masing,
diterapkan nya Budaya 5R (Ringkas, Rapi, Resik, Rawat, Rajin) tujuannya untuk
mengatur ruang kerja sehingga bisa menjadi lebih efisien.
Mata Pelatihan : Organisasi Pembelajaran
Peserta : Sutrisno (58)

REFLEKSI PEMBELAJARAN MATA PELATIHAN


ORGANISASI PEMBELAJARAN
PELATIHAN KEPEMIMPINAN NASIONAL TINGKAT II
ANGKATAN IV

A. LATAR BELAKANG
Dalam rangka mewujudkan world class bureaucracy diperlukan sosok pemimpin
strategis yang dapat memobilisasi seluruh potensi pemerintah dan masyarakat, guna
meningkatkan daya saing bangsa dan percepatan pembangunan nasional secara adil
dan merata. Birokrasi kelas dunia ini merupakan tuntutan jaman yang tak terbendung
lagi dimana sebuah organisasi tidak lagi merupakan wahana mekanistis belaka namun
harus mampu menyesuaikan dengan lingkungan sebagaimana organisme bertahan
dan menjadi pemenang dalam lingkungan yang penuh dengan perubahan. Organisasi
yang mampu bertahan (adaptif) memerlukan tenaga-tenaga yang handal dan lincah
(agile). PKN Tingkat II ini menjadi sebuah titik krusial untuk menjawab semua
tantangan tersebut. Berdasarkan Pasal 104 ayat (2) huruf c Peraturan Pemerintah
Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil, pemimpin strategis
harus memiliki kompetensi untuk menjamin akuntabilitas jabatan Pimpinan Tinggi
Pratama yang meliputi:

a. tersusunnya rumusan alternatif kebijakan yang memberikan solusi;


b. tercapainya hasil kerja unit selaras dengan tujuan organisasi;
c. terwujudnya pengembangan strategi yang terintegrasi untuk mendukung
pencapaian tujuan organisasi; dan
d. terwujudnya kapabilitas pada unit kerja untuk mencapai outcome organisasi.

B. PEMBAHASAN MATERI PEMBELAJARAN

1. Pemahaman Peserta PKN Tingkat II


Mata Pelatihan Organisasi Pembelajaran termasuk dalam agenda
pembelajaran Kepemimpinan Strategis Mata Pelatihan ini membekali Peserta
untuk memahami prinsip-prinsip organisasi pembelajaran, tantangan dalam
organisasi pembelajaran, diagnostik kebutuhan membangun Organisasi
pembelajaran, dan strategi membangun organisasi pembelajaran.
Mata Pelatihan : Organisasi Pembelajaran
Peserta : Sutrisno (58)

2. Refleksi Materi

Kajian literatur tentang Learning Organization, menemukan banyak definisi


dari sebuah organisasi pembelajar seperti yang disarankan oleh para peneliti di
bidang profesional HRD, pembelajaran, pengembangan organisasi, dan
pendidikan orang dewasa. Meskipun setiap definisi berbeda, tema yang
mendasari adalah sama yaitu berfokus pada pembangunan budaya belajar dalam
lingkup organisasi yang mencakup individu, kelompok dan tim. Definisi ini tidak
hanya menekankan pada keharusan untuk belajar akan tetapi belajar yang
dimaksudkan harus difokuskan pada tujuan yang benar-benar diinginkan dan
berusaha untuk pengembangan aspirasi kolektifnya. Artinya bahwa belajar harus
memuat ciri kolektivitas dan kolaboratif.

Lima aktivitas utama dalam sebuah organisasi pembelajar, yakni :

Pertama, organisasi menggunakan systematic problem solving dalam


memecahkan masalah, termasuk dalam hal ini menggunakan statistik dan metode
ilmiah, bukan sekedar perkiraan ketika mereka mendiagnosis suatu
permasalahan.

Kedua, mendorong experimentation untuk menghasilkan ataupun melakukan


pengujian atas pengetahuan baru yang dapat dilaksanakan baik melalui ongoing
programs maupun program yang terpisah. Ongoing programs dimaksudkan untuk
melakukan eksperimen sebagai salah satu upaya untuk melakukan perbaikan
berkelanjutan (continuous improvement).

Ketiga, learning from the past experience, di mana organisasi belajar untuk
melakukan reviu atas keberhasilan dan kegagalannya dengan melakukan
pembandingan dengan capaian organisasi di masa lalu. Proses pembelajaran ini
harus dilakukan secara terbuka dan hasilnya juga harus dapat diakses oleh
seluruh pegawai.

Keempat, tak hanya belajar dari pengalaman di masa lalu, organisasi juga
harus bersedia melakukan learning from others, atau belajar dari organisasi lain.

Kelima, Garvin menyatakan bahwa agar pengetahuan tersebar secara cepat


dan efisien ke seluruh anggota organisasi, maka pengetahun tersebut harus di-
share, bukan disimpan oleh satu atau dua orang saja.
Mata Pelatihan : Organisasi Pembelajaran
Peserta : Sutrisno (58)

3. Penerapan Pembelajaran di Unit Kerja


Dinas Tenaga Kerja Kota Semarang di dalam penerapan Organisasi
Pembelajaran adalah dengan mengadakan Benchmarking. Benchmarking adalah
suatu kegiatan yang dimulai dari identifikasi dan penelusuran best-practice
instansi-instansi, lalu dilanjutkan dengan mempelajari praktik yang diterapkan
dalam organisasi sendiri, kemudian melakukan kunjungan dan penggalian
informasi secara menyeluruh.
Lalu, hasil dari benchmarking dianalisis untuk menghasilkan rekomendasi
perbaikan sebelum akhirnya dapat diimplementasikan.
Hal ini senada dengan saran Otto Scharmer, pengusung theory U, yang
mensyaratkan kita untuk melakukan listening atau mendengar dari berbagai
penjuru, dari diri sendiri, orang lain, dan dari diri kita di masa yang akan datang jika
ingin menjadi pemimpin perubahan.
.
Mata Pelatihan : Dialog Strategis
Peserta : Sutrisno (58)

REFLEKSI PEMBELAJARAN MATA PELATIHAN


DIALOG STRATEGIS
PELATIHAN KEPEMIMPINAN NASIONAL TINGKAT II
ANGKATAN IV

A. LATAR BELAKANG
Dalam rangka mewujudkan world class bureaucracy diperlukan sosok pemimpin
strategis yang dapat memobilisasi seluruh potensi pemerintah dan masyarakat, guna
meningkatkan daya saing bangsa dan percepatan pembangunan nasional secara adil
dan merata. Birokrasi kelas dunia ini merupakan tuntutan jaman yang tak terbendung
lagi dimana sebuah organisasi tidak lagi merupakan wahana mekanistis belaka namun
harus mampu menyesuaikan dengan lingkungan sebagaimana organisme bertahan
dan menjadi pemenang dalam lingkungan yang penuh dengan perubahan. Organisasi
yang mampu bertahan (adaptif) memerlukan tenaga-tenaga yang handal dan lincah
(agile). PKN Tingkat II ini menjadi sebuah titik krusial untuk menjawab semua
tantangan tersebut. Berdasarkan Pasal 104 ayat (2) huruf c Peraturan Pemerintah
Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil, pemimpin strategis
harus memiliki kompetensi untuk menjamin akuntabilitas jabatan Pimpinan Tinggi
Pratama yang meliputi:

a. tersusunnya rumusan alternatif kebijakan yang memberikan solusi;


b. tercapainya hasil kerja unit selaras dengan tujuan organisasi;
c. terwujudnya pengembangan strategi yang terintegrasi untuk mendukung
pencapaian tujuan organisasi; dan
d. terwujudnya kapabilitas pada unit kerja untuk mencapai outcome organisasi.

B. PEMBAHASAN MATERI PEMBELAJARAN

1. Pemahaman Peserta PKN Tingkat II


Mata Pelatihan Dialog Strategis termasuk dalam agenda pembelajaran
Manajemen Strategis. Mata Pelatihan ini membekali peserta dengan pengetahuan
menyusun rencana strategis pada organisasi sektor publik. Keberhasilan peserta
dinilai dari kemampuannya dalam merumuskan strategi organisasi sektor publik.

2. Refleksi Materi
Mata Pelatihan : Dialog Strategis
Peserta : Sutrisno (58)

Manajemen strategis berhubungan dengan bagaimana memperkuat viabilitas


dan efektivitas organisasi sektor publik baik dari segi kebijakan substantif dan
kapasitas pengelolaan jangka panjang. Manajemen strategis ini mengintegrasikan
semua proses manajemen lainnya untuk menyediakan pendekatan yang
sistematis, koheren dan efektif untuk membangun, mencapai, memantau, dan
memperbarui tujuan strategis sebuah instansi. Manajemen strategis terintegrasi
dengan tindakan: (a) memusatkan perhatian di seluruh divisi fungsional dan
seluruh berbagai tingkatan organisasi pada tujuan bersama, tema dan masalah,
(b) proses manajemen internal mengikat dan pembuatan program untuk hasil
yang diinginkan di lingkungan eksternal, dan (c) menghubungkan operasional,
taktis, pengambilan keputusan untuk tujuan jangka panjang yang strategis.

Mengapa sektor publik membutuhkan manajemen strategis dalam


melaksanakan kegiatannya? Karena sebagai suatu organisasi yang ingin
mencapai suatu tujuan, organisasi sektor publik memerlukan rencana strategis
untuk mencapai tujuan tersebut yang dirinci dalam program-program dan
kegiatan-kegiatan yang dapat bersinergi untuk mewujudkan tujuan tersebut.

Pembelajaran dialog strategis juga sangat bermanfaat dalam melakukan


komunikasi yang efektif dengan beragam stakeholders. Stakeholders juga perlu
diyakinkan dengan kebermanfaatan sebuah proyek perubahan, sehingga
terdorong untuk mendukungnya dan secara khusus pegawai juga harus
memahami kebermanfaatannya untuk mereka dan juga organisasi, sehingga
termotivasi melaksanakan proyek perubahan agar berjalan lancar sesuai rencana,
bahkan terjadi percepatan.

3. Penerapan Pembelajaran di Unit Kerja


. Pelaksanaan Proyek Perubahan bukan seperti lari jarak pendek (sprint) yang
cepat selesai tuntas, namun maraton yang panjang sehingga membutuhkan
kesabaran dan daya tahan (endurance). Sejak dari pembahasan untuk perumusan
konsep yang berulang-ulang agar terumuskan konsep yang baik dan
komprehensif. Setelah konsep solid dan kokoh perlu melakukan konsolidasi
internal agar Tim Efektif memiliki pemahaman yang sama terhadap konsep
tersebut secara tepat dan komprehensif. Pemahaman yang komprehensif akan
lebih meyakinkan dalam mengkomunikasikan gagasan ke berbagai stakeholders.
Di tahap selanjutnya, keterampilan untuk mempraktekan dialog strategis sangat
penting agar Team Leader bersama Tim Efektif dapat mengkomunikasikan dan
menegosiasikan pelaksanaan Proyek Perubahan. Dalam pelaksanaan Proyek
Mata Pelatihan : Dialog Strategis
Peserta : Sutrisno (58)

Perubahan, keterampilan Team Leader untuk menggerakan Tim Efektif dan


mempersuasi stakeholders menjadi hal yang sangat penting, karena ujung tombak
pelaksanaan Proyek Perubahan adalah Tim Efektif yang melakukan sosialisasi,
persuasi, pembimbingan, pendampingan dan simulasi aplikasi kepada seluruh
pegawai di Dinas Tenaga Kerja Kota Semarang, sehingga semua dapat
mempraktekkannya. Dengan demikian, komunikasi dan kerja sama Tim, serta
dukungan penuh dari pimpinan menjadi faktor penentu keberhasilan pelaksanaan
Proyek Perubahan.
.
Mata Pelatihan : Marketing Sektor Publik
Peserta : Sutrisno (58)

REFLEKSI PEMBELAJARAN MATA PELATIHAN


MARKETING SEKTOR PUBLIK
PELATIHAN KEPEMIMPINAN NASIONAL TINGKAT II
ANGKATAN IV

A. LATAR BELAKANG
Dalam rangka mewujudkan world class bureaucracy diperlukan sosok pemimpin
strategis yang dapat memobilisasi seluruh potensi pemerintah dan masyarakat, guna
meningkatkan daya saing bangsa dan percepatan pembangunan nasional secara adil
dan merata. Birokrasi kelas dunia ini merupakan tuntutan jaman yang tak terbendung
lagi dimana sebuah organisasi tidak lagi merupakan wahana mekanistis belaka namun
harus mampu menyesuaikan dengan lingkungan sebagaimana organisme bertahan
dan menjadi pemenang dalam lingkungan yang penuh dengan perubahan. Organisasi
yang mampu bertahan (adaptif) memerlukan tenaga-tenaga yang handal dan lincah
(agile). PKN Tingkat II ini menjadi sebuah titik krusial untuk menjawab semua
tantangan tersebut. Berdasarkan Pasal 104 ayat (2) huruf c Peraturan Pemerintah
Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil, pemimpin strategis
harus memiliki kompetensi untuk menjamin akuntabilitas jabatan Pimpinan Tinggi
Pratama yang meliputi:

a. tersusunnya rumusan alternatif kebijakan yang memberikan solusi;


b. tercapainya hasil kerja unit selaras dengan tujuan organisasi;
c. terwujudnya pengembangan strategi yang terintegrasi untuk mendukung
pencapaian tujuan organisasi; dan
d. terwujudnya kapabilitas pada unit kerja untuk mencapai outcome organisasi.

B. PEMBAHASAN MATERI PEMBELAJARAN

1. Pemahaman Peserta PKN Tingkat II


Mata Pelatihan Marketing Sektor Publik termasuk dalam agenda pembelajaran
Manajemen Strategis. Mata Pelatihan ini membekali peserta dengan pengetahuan
tentang konsep marketing sektor publik, tantangan marketing sektor publik,
elemen-elemen dalam penyelenggaraan marketing sektor publik, dan strategi
marketing sektor publik.
Mata Pelatihan : Marketing Sektor Publik
Peserta : Sutrisno (58)

Keberhasilan peserta dinilai dari kemampuannya menjelaskan strategi


marketing sektor publik yang efektif.

2. Refleksi Materi

. Tak bisa dipungkiri dalam duni usaha dan pelayanan peran marketing
memiliki posisi yang angat penting dan strategis dalam pemasaran, marketing
sektor publik bisa dikatakan merupakan sebuah upaya yang terukur mulai dari
proses aktivitas yang berusaha untuk menciptkan, mengkomunikasikan,
menyampaikan, tawaran yang bernilai bagi Costumer.

Marketing disektor publik tentunya sangat dibutuhkan saat ini, salah satu hal
yang mendasari karena dalam pelayanan publik sering kali berhadapan dengan
masyarakat yang membutuhkan sebuah pelayanan, kadang masyarakat umum
(costumer) merasakan ketidakpuasan terhadap suatu pelayanan disektor publik.

Beberapa hal yang harus menjadi perhatian dalam penerapan marketing


sektor publik adalah sebagai berikut ;

Pertama Costumer wants and needs, memahami kemauan dan keinginan


masyarakat merupakan langka awal dari suksesnya sebuah proses marketing,
karena itu instansi pelayanan publik harus memahami betul apa yang yang
dibutuhkan dan diinginkan suatu masyarakat dalam birokrasi dan mampu
membuat suatu sistem, layanan, ataupun produk yang benar-benar bermanfaat
bagi masyarakat .

Kedua, Cost to the costumer, tak bisa dipungkri selama ini masih ada saja
layanan yang kadang harus berbayar namun beberapa daerah telah mampu
melakukan perubahan dan terobosan dalam birokrasi dengan menciptakan
layanan yang gratis bagi masyarakat.

Ketiga, Convenience, kenyamanan merupakan modal penting yang harus


dimilik unit orgnisasi pelayanan publik dikantor pemerintahan, memberikan rasa
yang nyaman ke pada masyarakat seperti misalnya menata ruang pelayanan
sehinggah begitu indah dipandang mata dan melengkapinya dengan berbagai
fasilitas yag memanjakan masyarakat akan menjadi terobosan baru dalam
membuat masyarakat merasa nyaman di sektor publik

Keempat Comunication; komunikasi merupakan hal penting dalam


memberikan pelayanan karena itu seorang ASN yang ditempatkan secara
langsung langsung sebagai Frontliner dalam instansi pelayanan harus memiliki
Mata Pelatihan : Marketing Sektor Publik
Peserta : Sutrisno (58)

kompetensi komunikasi yang baik seperti halnya kemampuan komunikasi yang


dimiliki para Pramugari maskapai penerbangan maupun para teller yang bertugas
di Perbankan, salah satu teknik komunikasi awal untuk menyapa costumer adalah
penggunaan prinsip layanan 5 S yakni senyum, salam, sapa, sopan, santun.

Kelima, time, waktu harus diperhatkan dalam pelayanan di sektor publik


karena itu pelayanan tidaka boleh terlalu memakan waktu yang lama karena itu
butuh sebuah terobosan dan inovasi dalam berbagai layanan publik disektor
pemerintahan seperti penggunaan aplikasi.

Inilah 5 hal yang perlu menjadi perhatian saat membangun marketing di sektor
publik dan tak kalah pentingnya adalah bagaimana mengupayakan pelayanan
tersebut mampu melebih Espektasi dari suatu masyarakat pada saat datang untuk
mendapatkan layanan baik layanan administrasi, barang maupun jasa di instansi
pemerintahan.

3. Penerapan Pembelajaran di Unit Kerja


. Di dalam mengkomunikasikan pelayanan publik di Dinas Tenaga Kerja Kota
Semarang, strategi Marketing mix 4P diaplikasikan di dalam menjalankan fungsi
pemasaran pemerintah, dapat dikaitkan dengan konsep 4P. Berikut adalah
pembahasannya :
1. Product
Dalam memasarkan produknya (jasa/pelayanan), pemerintah harus mengenal
betul produk yang akan mereka berikan ke masyarakat.
2. Price
Jika dalam perusahaan, price ini berhubungan dengan harga yang diberikan
kepada jasa atau produk yang ditawarkan. Analisis bagaimana efisiensi dari
produk ini sehingga mendapatkan pengorbanan sesuai dari kedua belah pihak juga
tidak kalah penting. Walau pemerintah harus mengabdi pada masyarakat, namun
pemerintah juga harus menggaji Aparat Negeri Sipil yang juga masyarakat. Oleh
karena itu harus mementingkan produk tidak bisa hanya selalu menguntungkan
masyarakat dari satu sisi saja.
3. Place
Konsep ini berhubungan dengan dimana pemerintah memasarkan produknya.
Tempat pemasaran ini sangatlah krusial bagi efektifitas suatu produk. Tempat
dipasarkan produk ini harus sesuai dengan produk yang mereka pasarkan.
4. Promotion
Mata Pelatihan : Marketing Sektor Publik
Peserta : Sutrisno (58)

Terakhir yang pemerintah harus lakukan adalah strategi pemasarannya.


Bagaimana pemerintah dapat membuat produk ini well-known di mata masyarakat.
Apakah dengan mengundang media? Apakah dengan mengundang influencers?
Ataupun, apakah harus lewat kanal platform youtube. Hal ini pun harus dipikirkan
dengan matang. Karena apabila terjadi kesalahan dalam mendistribusikan
informasi, maka persepsi masyarakat bisa berubah. Bisa saja produk yang baik
akan berubah menjadi buruk jika pemerintah tidak hati-hati dalam berkomunikasi.

Sebenarnya selain dari empat hal yang telah disebutkan, masih ada yang
harus dilakukan oleh pemerintah, yaitu evaluasi. Proses evaluasi akan penting
untuk mengukur keberhasilan penerapan strategi pemasaran. Jika baik, maka apa
yang harus ditingkatkan, namun jika buruk maka apa yang harus diperbaiki. Hal ini
akan sangat membantu pemerintah dalam menjalankan berbagai produk
kedepannya.
.

Anda mungkin juga menyukai