Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dimensi spiritualitas saat ini sedang digandrungi oleh masyarakat secara


luas. Ketertarikan terhadap spiritualitas ini ditandai dengan tingginya minat
masyarakat, khususnya masyarakat perkotaan, untuk mengikuti berbagai kegiatan
yang berhubungan dengan aspek spiritualitas. Kursus dan pelatihan bernuansa
spiritualitas misalnya, senantiasa dibanjiri peminat dengan antusias.

Dalam kasus Indonesia, gejala kemunculan gerakan spiritualitas didorong,


salah satunya, oleh kenyataan berlang-sungnya perubahan-perubahan sosial
ekonomi politik dalam skala massif. Implikasinya, timbul berbagai persoalan
mendasar kemanusiaan, seperti disrupsi, disorientasi, atau dislokasi psikologis
dalam kalangan masyarakat tertentu.1 Selain itu, kemunculannya juga didorong
oleh ketidakpuasan terhadap paham, gerakan, atau organisasi keagamaan. Tahapan
yang mereka pandang tidak mampu lagi mengakomodasi pengembaraan
keagamaan mereka.

Lihat saja misalnya, puluhan ribu orang telah mengikuti pelatihan ESQ
yang dipelopori oleh Ary Ginanjar Agustian. Ada juga pelatihan sholat khusyuk`
oleh Abu Sangkan, Wisata Hati ala Ustadz Yusuf Mansyur, Manajemen Qolbu
Abdullah Gymnastiar, atau pelatihan spiritual yang digelar Anand Khrisna.
Berbagai macam kegiatan yang berhubungan dengan spiritualitas juga senantiasa
dibanjiri oleh peminat. Selain itu, buku-buku bertemaspiritualitas juga laris
diserbu oleh pembaca. Demikian juga dengan membanjirnya situs-situs
spiritualitas.

Tulisan ini memang tidak memberikan deskripsi secara utuh terhadap eksistensi
kebangkitan spiritualitas, sebab memang bukan hal mudah untuk melakukannya.
Apa yang penulis ungkap dalam tulisan ini adalah perspektif kritis dalam melihat

1
dinamika kebangkitan spiritualitas yang sedemikian pesat. Bagaimana pun juga,
fenomena ini memiliki kaitan erat dengan dinamika lain di luar arus spiritualitas
itu sendiri, terutama kepentingan; baik ekonomi, politik, maupun kekuasaan.

B. Rumusan Masalah

1. Apa Pengertian Motivasi


2. Apa Pengertian Spiritual Islam
C. Tujuan Pembahasan
1. Mengetahui Pengertian Motivasi
2. Mengetahui Spiritual Islam

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Motivasi
1. Definisi Motivasi
Pengertian motivasi berasal dari bahasa inggris motivation yang
mengandung arti (peng-) alasan, daya batin, dan dorongan; atau kontrol
batiniah dari tingkah laku seperti yang diwakili oleh kondiri-kondisi
fisiologi, minat-minat, kepentingan-kepentingan, sikap-sikap, aspirasi-
aspirasi; atau kecendrungan organisme untuk melakukan sesuatu; sikap
atau perilaku yang dipengaruhi oleh kebutuhan dan diarahkan kepada
tujuan tertentu yang telah direncanakan (Hamidi Bakran,2007:343)
Menurut McDonald dalam Oemar Hamalik (1992:173) motivasi
adalah suatu perubahan energy di dalam pribadi seseorang yang ditandai
dengan timbulnya afeksi dan reaksi untuk mencapai tujuan.
motivasi adalah dorongan atau perangsang yang membuat seseorang
melakukan pekerjaan yang diinginkannya dengan rela tanpa merasa
terpaksa sehingga pekerjaan yang dilakukan dapat berjalan dengan baik
atau menghasilkan sesuatu yang memuaskan.1( Tanpa Tahun: 7)
Menurut Malayu Hasibuan, kata motivasi berasal dari bahasa Latin
movere yang berarti dorongan atau menggerakkan. Sedangkan apabila
dikaitkan dengan manajemen sumber daya manusia, maka motivasi ini
mempersoalkan tentang cara untuk dapat mengarahkan daya dan potensi
bawahan agar mau bekerja secara produktif sehingga berhasil mencapai
standar yang sudah ditetapkan mencapai tujuan yang sudah ditentukan.
Sedangkan menurut Berelson dan Steiner yang dikutip oleh Abdul
Mursi menyebutkan bahwa istilah motivasi merupakan kondisi internal
dari seorang individu yang dapat melahirkan kekuatan, kegairahan dan
dinamika serta pada akhirnya mampu mengarahkan dan membentuk pola
tingkah laku individu yang bersangkutan.
1

3
Berbeda dengan barat, dalam Islam pembahasan motivasi tidak bisa
dilepaskan dari tahapan kehidupan manusia, terdiri dari: (1) Tahapan pra-
kehidupan (alam perjanjian), pada alam ini terdapat rencana Tuhan yang
memotivasi kehidupan manusia didunia ini. Isi dari motivasi itu adalah
amanah yang berkenan dengan tugas dan peran kehidupan manusia di
dunia. (2) Tahapan kehidupan dunia, pada tahap ini merupakan realisasi
atau aktualisasi diri terhadap amanah yang telah diberikan ditahap
prakehidupan dunia . (3) Tahapan alam pasca-kehidupan dunia (alam
akhirat), pada kehidupan ditahap ini manusia diminta oleh Allah untuk
mempertanggung jawabkan semua aktivitasnya, apakah dilakukan sesuai
dengan amanah atau tidak,jika sesuai maka ia mendapatkan surga dan jika
tidak maka ia mendapatkan neraka.
Berkaitan dengan aspek pemenuhan kebutuhan manusia,dalam Islam,
kebutuhan manusia itu dibagi menajadi kebutuhan jasmani (lahiriyah) dan
kebutuhan rohani (bathiniyah), maka tingkah laku manusia tidak hanya
dimotivasi untuk memenuhi kebutuhan jasmani, tetapi juga tingkah laku
manusia dimotivasi untuk memenuhi kebutuhan rohani/spiritual.
Dorongan-dorongan yang memotivasi tingkah laku manusia untuk
memenuhi kebutuhan rohani inilah yang kemudian disebut dengan
motivasi spiritual.
Selanjutnya, Anshari menjelaskan bahwa motivasi spiritual seorang
muslim terbagi menjadi tiga: motivasi akidah, motivasi ibadah dan
motivasi muamalat. Motivasi akidah adalah keyakinan hidup, yaitu
pengikraran yang bertolak dari hati. Jadi, motivasi akidah dapat ditafsirkan
sebagai motivasi dari dalam yang muncul akibat kekuatan akidah tersebut.
Ibadah merupakan tata aturan Illahi yang mengatur hubungan ritual
langsung antara hamba Allah dengan Tuhannya yang tata caranya
ditentukan secara rinci dalam Al Qur’an dan Sunnah Rasul. Sedangkan
motivasi ibadah merupakan motivasi yang tidak pernah dilakukan oleh
orang yang tidak memiliki agama, seperti sholat, doa, dan puasa. Jika

4
dikaitkan dengan kegiatan bekerja, ibadah masih berada dalam taraf
proses, sedangkan output dari ibadah adalah muamalat. Muamalat
merupakan tata aturan Illahi yang mengatur hubungan manusia dengan
sesama manusia dan manusia dengan benda atau materi. Motivasi
muamalat ini berarti mengatur kebutuhan manusia seperti: kebutuhan
primer (kebutuhan pokok), sekunder (kesenangan) dengan kewajiban
untuk dapat meningkatkan kinerja dan kebutuhan primer (kemewahan)
yang dilarang oleh Islam.2

B. Spiritual Islam

1.Definisi Spiritual Islam

didefinisikan sebagai spirituality as a search for the sacred


( 204:Fridayanti). Ihsan merupakan spiritualitas Islam yang dipandang
sebagai faktor penggerak dibalik setiap tindakan (Mawdudi, 1967 dalam
Dasti & Sitwat, 2014). Alghazali dalam bukunya Kimia kebahagiaan me-
nyatakan bahwa kebahagiaan diperoleh melalui pencarian melalui
pertanyaan ten-tang Allah. Meski demikian Alghazali menyebutkan bahwa
pertanyaan-pertanya-an tentang Allah tidaklah mencukupi sam-pai
dilengkapi dengan rasa cinta pada Allah, yang merupakan kebahagiaan
sejati. Aspek relasi dengan Allah adalah suatu yang sangat penting dalam
spiritualitas Islam (Bonab, Miner & Proctor 2013). Dengan demikian
spiritualitas patut diper-timbangkan sebagai salah satu dimensi penting
dari substansi ajaran Islam. Se-mentara itu dalam pembuatan skala religi-
usitas Islam sebelumnya, dimensi ini be-lum dimasukkan sebagai hal yang
penting untuk dialami oleh individu. (207) Dalam konteks Islam,
spiritulitas adalah kesadaran tauhid terhadap Allah SWT dalam kehidupan
manusia agar mampu mengikuti kehendak dan arahan-Nya.3

2
Yoiz Shofwa S, SP, M.Si Pengaruh Motivasi Spiritual Dan Kepemimpinan Spiritual
Terhadap Kinerja Religius Dosen Dan Karyawan Stain Purwokerto, Jurnal Pro Bisnis Vol. 6 No.1
Februari 2013. 6-8
3
Mohd Zain bin Mubaroq. 2015

5
a. Unsur-Unsur kecerdasan spiritual islam

Kecerdasan spiritual yang dikembangkan sesuai dengan kerangka al-


Qur’an mampu membentuk kesadaran spiritual, hal ini terbentuk berdasar
pada penggabungan dari sistem kepercayaan (iman), ibadah, moralitas, dan
tanggung jawab sosial. Terkait unsur-unsur yang membangun kecerdasan
spiritual Islam, terdapat beberapa aspek yang mendasari kecerdasan spiritual
Islam, yaitu al-rûh} (semangat), al-qalb (hati), al-nafs (jiwa), al-‘aql (akal),
iman, ibadah, dan moralitas, dengan kata lain aspek-aspek ini menjadi
kekuatan batin manusia yang berasal dari jiwa, hati, perasaan, iman yang kuat,
beribadah secara tekun, berpegang pada prinsip-prinsip Allah, dan berkarakter
baik. Keterlibatan kecerdasan spiritual Islam ini mendukung perkembangan
karakter dan moral di tengah nilai-nilai spiritual Islam. Karakter yang
disandarkan pada kualitas Rasulullah SAW melalui sifat-sifat beliau menjadi
dasar terwujudnya keseimbangan dimensi kecerdasan spiritual Islam, aspek
tersebut yaitu siddîq (mengatakan yang sebenarnya), amânah (terpercaya),
tablîgh (pandai menyampaikan), dan fat}ânah (bijaksana).( Zanariah Abdul
Rahman dan Ishak Md Shah, “Measuring Islamic Spiritual Intelligence”.)
kecerdasan spiritual pada dasarnya adalah suatu kecerdasan yang lahir dari
setiap jiwa dan atas suara hati yang dimiliki setiap manusia yang didukung
dengan kekuatan iman dan mampu menghantarkan pada motivasi, sikap, dan
perilaku yang berorientasi pada agama serta untuk kemaslahatan dunia akhirat.
Kecerdasan ini menempatkan perilaku dan hidup manusia dalam konteks
makna yang lebih luas dan lebih bermoral.4

bahwa fungsi kebe-radaan manusia dalam kehidupan di dunia


adalah menemukan (mencari) Tuhan da-lam kehidupan, dan bahwa
spiritualitas ti-dak dapat dilepaskan dari keagamaan.5

4
Hanifiyah Yuliatul Hijriah. Jurnal Tsaqofah, Vol. 1, No. 12, Mei 2016. 194
5
Fridayanti. Psympathic, Jurnal Ilmiah Psikologi Juni 2015, Vol. 2, No. 2, Hal:
199 – 208.

6
BAB III

KESIMPULAN

Berbeda dengan barat, dalam Islam pembahasan motivasi tidak bisa


dilepaskan dari tahapan kehidupan manusia, terdiri dari: (1) Tahapan pra-
kehidupan (alam perjanjian), pada alam ini terdapat rencana Tuhan yang
memotivasi kehidupan manusia didunia ini. Isi dari motivasi itu adalah
amanah yang berkenan dengan tugas dan peran kehidupan manusia di
dunia. (2) Tahapan kehidupan dunia, pada tahap ini merupakan realisasi
atau aktualisasi diri terhadap amanah yang telah diberikan ditahap
prakehidupan dunia . (3) Tahapan alam pasca-kehidupan dunia (alam
akhirat), pada kehidupan ditahap ini manusia diminta oleh Allah untuk
mempertanggung jawabkan semua aktivitasnya, apakah dilakukan sesuai
dengan amanah atau tidak,jika sesuai maka ia mendapatkan surga dan jika
tidak maka ia mendapatkan neraka.

spiritualitas didefinisikan sebagai spirituality as a search for the sacred


( 204:Fridayanti). Ihsan merupakan spiritualitas Islam yang dipandang sebagai
faktor penggerak dibalik setiap tindakan (Mawdudi, 1967 dalam Dasti & Sitwat,
2014). Alghazali dalam bukunya Kimia kebahagiaan me-nyatakan bahwa
kebahagiaan diperoleh melalui pencarian melalui pertanyaan ten-tang Allah.
Meski demikian Alghazali menyebutkan bahwa pertanyaan-pertanya-an tentang
Allah tidaklah mencukupi sam-pai dilengkapi dengan rasa cinta pada Allah, yang
merupakan kebahagiaan sejati. Aspek relasi dengan Allah adalah suatu yang
sangat penting dalam spiritualitas Islam (Bonab, Miner & Proctor 2013). Dengan
demikian spiritualitas patut diper-timbangkan sebagai salah satu dimensi penting
dari substansi ajaran Islam. Se-mentara itu dalam pembuatan skala religi-usitas
Islam sebelumnya, dimensi ini be-lum dimasukkan sebagai hal yang penting
untuk dialami oleh individu. (207) Dalam konteks Islam, spiritulitas adalah
kesadaran tauhid terhadap Allah SWT dalam kehidupan manusia agar mampu
mengikuti kehendak dan arahan-Nya.6
6
Mohd Zain bin Mubaroq. 2015

7
8

Anda mungkin juga menyukai