Disusun oleh:
Kelompok 11
Nafisatul Widad 220210205013
Nurul Lutfiyatul Faizah 220210205016
Tasya Cahyani Riski 220210205023
Atika Dewi Rahmawati 220210205033
Sulvi Ita Purnamasari 220210205059
Aisya Fany Putri Harwant 220210205089
ABSTRAK
BAB II
KAJIAN TEORI
a. Faktor Orang Tua Orang tua adalah faktor pertama yang menyebabkan
penyimpangan dari diri anak. Karena dari orang tua pendidikan pertama
didapat oleh anak.
b. Faktor Lingkungan Lingkungan mempunyai peranan yang besar dalam
membentuk karakter dan kepribadian anak jika anak tumbuh dan besar
dalam lingkungan yang disharmonis, maka perilaku anak tersebut akan
cenderung kepada penyimpangan-penyimpangan pada diri anak.
c. Faktor Sekolah Perilaku siswa terbentuk dan dipengaruhi oleh berbagai
faktor, antara lain faktor lingkungan, keluarga dan sekolah.
c. Contoh perilaku sopan santun
Berdasar Standar dan Bahan Ajar PAUD Nonformal Tahun 2007, dalam Satibi
(2013: 1.15) Pada Aspek Perkembangan Moral dan Nilai-nilai Agama usia 5-6
tahun, di perkembangan dasar anak untuk terbiasa berperilaku sopan santun dan
saling menghormati yang menjadi Indikator adalah: 1.Bersikap ramah; 2. Meminta
tolong dengan baik; 3. Berterima kasih jika memperoleh sesuatu; 4. Berbahasa
sopan dalam berbicara (tidak berteriak); 5. Mau mengalah; 6. Mendengarkan orang
tua/teman berbicara; 7. Tidak mengganggu teman; 8. Memberi dan membalas
salam; 9. Menutup mulut dan hidung bila bersin/batuk; 10. Menghormati yang lebih
tua; 11. Menghargai teman/orang lain; 12. Mendengarkan dan memperhatikan
teman bicara; 14. Menyayangi yang lebih muda dan menghormati yang lebih tua.
2.2 Metode Bercerita
a. Metode Bercerita
Bercerita merupakan salah satu metode pembelajaran yang sudah sering
dipakai dalam pembelajaran anak, terutama pada pembelajaran anak usia dini.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Muzdalifah:2013) cerita merupakan
tuturan yang membentangkan tentang bagaimana terjadinya suatu hal atau peristiwa
atau karangan yang menuturkan perbuatan, pengalaman kebahagiaan atau
penderitaan orang, kejadian tersebut sungguh-sungguh atau rekaan. Sedangkan
Depdiknas (Muzdalifah:2013) mendefinisikan bahwa metode bercetita adalah cara
bertutur kata dalam penyampaian cerita atau memberikan penjelasan kepada anak
secara lisan, dalam upaya memperkenalkan ataupun memberikan keterangan hal
3
baru pada anak. Conny R. Semiawan (2008:34) cara ampuh merubah anak adalah
dengan memahami anak sedemikian rupa dapat menerobos ke dalam penghayatan
pengalaman. Satu-satunya jalan adalah memasuki dunia anak itu melalui cerita
sesuai dengan dunia anak sehingga tercadi pertemuan dan keterlibatan emosi,
pemahaman keterlibatan mental antara bercerita dengan anak. Dengan demikian
terwujudlah pengalaman dua sisi antara yang bercerita dengan anak.
b. Manfaat bercerita
Metode bercerita mampu mengembangkan nilai-nilai moral dan agama pada
anak usia dini, karena bisa membiasakan anak untuk berperilaku sopan,
mengucapkan salam, mau berbagi mainan, mau bekerjasama, tidak mudah marah,
mau memaafkan dan memberikan contoh-contoh positif pada anak, menciptakan
lingkungan yang baik, yang harmonis penuh ketata sopanan, menurut Siti (2013).
Cerita banyak digunakan oleh para guru untuk menyampaikan pesan kepada peserta
didiknya. Penggunaan cerita ini bukan tanpa alasan. Bercerita memiliki manfaat
yang banyak. Abbas (Wuri Wuryandani:2010) mengungkapkan bercerita sebagai
metode atau media pendidikan yang mempunyai fungsi: 1) menyajikan kebenaran
yang abstrak menjadi jelas, 2) mengembangkan imajinasi, 3) membangkitkan rasa
ingin tahu, 4) mempengaruhi perasaan, 5) melatih daya tangkap dan konsentrasi, 6)
membantu perkembangan fantasi, 7) menambah pengetahuan, 8) mengembangkan
kemampuan berbahasa. Satibi (2013:4.24) berpendapat bercerita mempunyai
makna penting bagi perkembangan anak usia dini, karena melalui bercerita kita
dapat: 1) Mengkomunikasikan nilai-nilai budaya, 2) Mengkomunikasikan nilai-
nilai sosial, 3) Mengkomunikasikan nilai moral dan keagamaan, dan 4) Membantu
mengembangkan fantasi anak.
c. Teknik bercerita
BAB III
METODE PENELITIAN
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Cara pembiasaan empat kata ajaib dalam pembentukan karakter anak.
Setiap proses mempunyai strategi yang baik agar terlaksananya
suatu implementasi pembiasaan. Cara pembiasaan empat kata ajaib diantaranya
yaitu, penanaman moral, morning talk dengan memberikan nilai-nilai yang
baik dan tidak baik, pembiasaan berkata empat kata ajaib (maaf, tolong ,
permisi dan terimakasih) guru memberitahu pentingnya empat kata ajaib dan
membuat pemberitahuan yang menarik seperti pamflet himbauan, selain itu
mencontohkan dan saling mengingatkan.
4.2 Faktor pendukung dan penghambat implementasi pembiasaan empat kata
ajaib.
Setiap pelaksanaan pembiasaan tentunya terdapat faktor pendukung dan
penghambat, seperti kendala dan permasalahan yang terjadi. Berkenaan dengan
faktor pendukung dari implementasi pembiasaan empat kata ajaib ini sebagai
berikut:
Pertama keaktifan peserta didik, yaitu terlihat dari antusias, disiplin dan
saling mengingatkan teman sebayanya dalam kebaikan bertutur kata yang baik,
peserta didik dapat mengimplementasikan pembiasaan empat kata ajaib seperti
contohnya jika berbuat salah maka segera meminta maaf, ketika siswa melihat
temannya yang berbuat salah maka siswa yang lain dapat mengingatkannya
secara sopan. Jika butuh pertolongan maka meminta tolong dengan berkata
yang sopan agar tidak asal nyuruh saja. Ketika diberi sesuatu maka siswa
akan mengucapkan terimakasih. Jika anak melewati rombongan orang tua atau
teman sebaya anak akan mengucapkan kata permisi. Karena mereka telah
mengetahui bahwasannya dengan melakukan pembiasaan empat kata ajaib akan
memberikan manfaat positif bagi mereka, yaitu dalam berbicara menjadi lebih
sopan, tidak egois.
8
Kedua bimbingan orang tua, didalam keluarga ada orang tua yang
memegang peran penting dalam membentuk karakter anak, orangtua tidak hanya
melakukan pengawasan pada anak tetapi juga memberikan bimbingan agar anak
terbiasa melakukan kebiasaan positif seperti membiasakan mengucapkan empat
kata ajaib.
Ketiga peran guru, peran guru disekolah merupakan sebagai figure yang
memberikan keteladanan pada peserta didik. Dimana guru bukan hanya
memerintahkan peserta didik untuk saling memaafkan, tolong menolong dan
berterimakasih saja, namun guru juga ikut andil mencontohkan dengan baik
sebab peran guru juga penting di sekolah.
Adapun faktor penghambat seperti diri sendiri yang egois menyebabkan
dirinya merasa paling benar. Kedua,orangtua pun selain menjadi faktor pendukung
bisa jadi faktor penghambat jika orangtua tersebut acuh atau tidak mendukung
pembiasaan berkata empat ajaib di lingkungan rumah. Ketiga, lingkungan yang
dapat menyebabkan salah satu faktor penghambat, jika terdapat teman yang
egois, dan bertutur kata yang kurang baik, tidak membiasakan menerapkan
tiga kata ajaib.
4.3 Penerapan Metode CTL (Contextual Teaching and Learning)
Pendidikan adalah hal yang sangat penting bagi setiap orang. Setiap orang
berhak untuk mendapatkan pendidikan yang layak selama hidupnya. Munculnya
pandemi covid-19 mengakibatkan sektor pendidikan terdampak cukup besar,
sehingga mengakibatkan proses belajar mengajar yang semula dilakuka secara
tatap muka menjadi harus dilakukan secara daring (online). Hal tersebut pastinya
akan mengakibatkan peserta didik diharuskan untuk beradaptasi lagi dalam
kegiatan belajar dan pembelajaran. Ada suatu hal yang hilang dalam kegiatan
pembelajaran offline yang tidak bisa bahkan sulit untuk diterapkan pada saat
pembelajaran online. Khususnya dalam perilaku atau etika peserta didik, misalnya
dengan kebiasaan untuk mengtakan kata “maaf”, “terimakasih”, “tolong”, dan
“permisi”. Hal tersebut tentunya harus segera dibenahi agar kedepannya anak -anak
bisa lebih mengerti dan memahami tentang etika yang akan membuat mereka untuk
lebih bisa menghormati orang orang disekitarnya. Karena etika yang buruk tentunya
9
akan berakibat buruk juga untuk masa depan dari anak-anak tersebut. Dalam
menghadapi permasalahan tersebut, bisa diatasi dengan melakukan kegiatan
pembelajaran etika melalui model CTL (Contextual Teaching learning) kepada
anak – anak usia dini.
Masalah etika biasa muncul dikalangan anak-anak diakibatkan oleh
lingkungan sekitar mereka yang cukup memberikan dampak negatif apalagi anak
adalah peniru yang sangat handal . Tidak ada role model yang cukup signifikan atau
baik bagi mereka yang bisa ditiru dalam aspek etika ini. Orang tua pun bisa menjadi
alasan mengapa anak tidak memiliki etika yang baik, karena orang tua tersebut tidak
begitu mengawasi lingkup pertenamanan. Terlebih dengan kondisi pembelajaran
saat daring, yang bisa memperparah keadaan karena anak-anak tidak mendapat
teguran, nasihat atau contoh secara nyata dari guru mereka tentang pendidikan etika
itu sendiri.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, bisa dilkukan kegiatan
pembelajaran khusus terkait etika kepada anak -anak dini. Yang mana akan
dilakukan dengan metode yang berbeda agar anak bisa lebih tertarik, memahami
dan juga bisa menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari di lingkungannya.
Metode yang akan digunakan adalah CTL (Contextual Teaching and Learning)
dalam kegiatan belajar mengajar pad anak usia dini.
Menurut Nurhadi dalam Mundilarto (Mundilarto, (2004)) Contextual
Teaching and Learning merupakan konsep belajar mengajar yang membantu guru
mengaitkan antara materi yang diajarkan di kelas dengan situasi dunia nyata siswa
dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan
penerapannya dalam kehidupannya sebagai individu, anggota keluarga, dan
masyarakat. Selanjutnya ada karakteristik pembelejaran yang menggunakan
metode kontekstual menurut Priyatni (Krisnawati dan Madya (2004)), yaitu sebagai
berikut:
(1) Pembelajaran yang dilaksanakan dalam konteks yang otentik, artinya
pembelajaran diarahkan agar siswa memiliki keterampilan dalam memecahkan
masalah nyata yang dihadapi.
10
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Pendidikan merupakan hal utama bagi setiap orang. Dengan pendidikan,
seseorang akan mengetahui perilaku etika. Dengan adanya pendidikan, seseorang
dapat menerapkan perilaku etika, seperti kebiasaan dengan mengucapkan empat
kata ajaib yaitu, kata “maaf”, “terima kasih”, “tolong”, dan “permisi”. Dengan
menerapkan empat kata ajaib tersebut anak-anak akan terbiasa dan tahu bagaimana
melakukan hal-hal baik yang dapat menghormati kepada orang-orang disekitar
terutama orang yang lebih tua.
Etika adalah sesuatu yang harus dimiliki seseorang, baik orang dewasa
maupun anak-anak. Pengaruh etika, baik pengaruh etika positif maupun pengaruh
etika negatif merupakan hasil dari pengaruh lingkungan. Anak-anak adalah peniru
yang handal. Orang tua harus mengontrol lingkungan pengaruh anak. Jika
lingkungan anak memberikan pengaruh yang positif, maka anak akan terarah
dengan lingkungan yang posistif, begitu pula sebaliknya.
5.2 Saran
Sebagai orang yang lebih tua dari anak-anak. Guru dan orang tua hendaknya
harus membentuk karakter anak dengan terwujudnya pribadi anak yang memiliki
kebiasaan dengan mengucapkan empat kata ajaib seperti, “maaf”, “terima kasih”,
“tolong”, dan “permisi”.
13
DAFTAR PUSTAKA
Pada Anak Usia Dini. Jurnal Obsesi: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini.
5(2): 2059-2070.
Fauziah, D. F. Firdaus, F. N. Sonia, N. Rosmiati, S. Pramudia, Y. dan Afrillia, A.
(2021). Analisis Penerapan Etik Pendidikan Menggunakan Model CTL
(Contextual Teaching and Learning) Terhadap Anak Sekolah Dasar.
Proceedings UIN Sunan Gunung Djati Bandung. 1(52). Desember 2021:
93-98.
Purba. Minanrni. Syahrial. dan Fauziddin, M. (2020). Menanamkan Moral Sejak
Dini Melalui Buku Bergambar Pilar Karakter Sopan Santun Pada Anak
Usia Dini di Desa Gerbang Sari Kecamatan Tapung Hilir Kabupaten
Kampar. Journal on Teacher Education. 2(1): 146-155
Sugiono. (2019). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Suyitno. (2018). Metode Penelitian Kualitatif: Konsep,Prinsip, dan
Operasionalnya. Tulungagung: Akademia Pustaka.