KELOMPOK 2
Anggota:
2023
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah Swt. yang telah memberikan nikmat serta hidayah-Nya
terutama nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga kami bisa menyelesaikan makalah mata
kuliah "PEMBELAJARAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS. Sholawat serta salam kita
sampaikan kepada Nabi besar kita Muhammad saw. yang telah memberikan pedoman hidup
yakni Al-Qur’an dan sunah untuk keselamatan umat di dunia.
Makalah ini merupakan satu di antara tugas mata kuliah Pembelajaran Anak
berkebutuhan Khusus di program studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan pada Universitas PGRI Madiun. Selanjutnya penulis mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Dr.Endang Sri Maruti S.Pd., MPd selaku
dosen pengampu mata kuliah Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus dan kepada segenap
pihak yang telah memberikan bimbingan serta arahan selama penulisan makalah ini.
Kelompok kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan, kesalahan
dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang sifatnya mendukung
sangat kami harapkan guna kesempurnaan makalah ini.
(Penyusun)
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada saat ini banyak anak-anak yang mengalami gangguan emosi dan perilaku
diisolasi dari teman-temannya yang lain bukan karena mereka dikucilkan dari teman-
temannya tapi karena mereka mulai berkelahi dengan kemarahan dan agresi. Mereka kasar,
merusak, tidak terprediksi, tidak bertanggung jawab, mudah marah, membangkang, dan lain –
lain. Anak-anak tersebut digolongkan dalam anak-anak tuna laras.
Semakin meningkatnya jumlah anak-anak tuna laras membuat para ahli semakin
menggali tentang hal tersebut. Anak-anak dan remaja yang mengalami gangguan emosi dan
perilaku adalah tipe individu yang sulit dalam berteman. Masalah terbesar bagi mereka
adalah untuk membangun keakraban dengan orang lain dan mengikatkan emosi dengan orang
lain yang dapat membantu mereka. Bahkan jika mereka berteman, maka mereka akan
berteman dengan kelompok teman yang salah.
Lalu dari mana masalah muncul? Apakah dimulai dari perilaku anak-anak tuna laras
yang membuat orang-orang di sekitarnya marah, frustasi, dan terganggu? Atau dimulai dari
lingkungan soasial yang tidak sesuai serta tidak nyaman yang menyebabkan anak-anak
tersebut menyerang orang lain? Pemikiran terbaik saat ini adalah bahwa masalah tidak hanya
terdapat pada diri anak-anak ataupun dari lingkungan sekitarnya. Masalah tersebut muncul
karena interaksi sosial antara anak-anak dan lingkungan sosial tidak sesuai. Oleh karena itu
pada kesempatan kali ini, saya akan membahas tentang anak-anak yang mengalami gangguan
emosi dan perilaku atau yang biasa kita sebut sebagai tuna laras
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian gangguan emosi dan perilaku ?
2. Apa saja karakteristik anak tunalaras ?
3. Apa faktor penyebab tunalaras ?
4. Apa model pembelajaran yang sesuai untuk tunalaras ?
5. Apa metode / model / cara yang digunakan untuk anak Tunalaras pada SDLB ?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian gangguan emosi dan perilaku
2. Untuk mengetahui karakteristik anak tunalaras
3. Untuk mengetahui faktor penyebab tunalaras
4. Untuk mengetahui model pembelajaran yang sesuai dengan tunalaras
5. Untuk mengetahui metode / model / cara yang digunakan untuk anak Tunalaras pada
SDLB
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN ANAK TUNA LARAS
Istilah resmi “tuna laras” baru dikenal dalam dunia Pendidikan Luar Biasa (PLB).
Istilah tuna laras berasal dari kata “tuna” yang berarti kurang dan “laras” berarti sesuai.
Jadi, anak tuna laras berarti anak yang bertingkah laku kurang sesuai dengan
lingkungan. Perilakunya sering bertentangan dengan norma-norma yang terdapat di
dalam masyarakat tempat ia berada. Penggunaan istilah tuna laras sangat bervariasi
berdasarkan sudut pandang tiap-tiap ahli yang menanganinya, seperti halnya pekerja
sosial menggunakan istilah social maladjustment terhadap anak yang melakukan
penyimpangan tingkah laku. Para ahli hukum menyebutnya dengan juvenile
delinquency. Dalam Peraturan Pemerintah No. 72 tahun 1991 disebutkan bahwa tuna
laras adalah gangguan atau hambatan atau kelainan tingkah laku sehingga kurang dapat
menyesuaikan diri dengan baik terhadap lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat.
Sementara itu masyarakat lebih mengenalnya dengan istilah anak nakal. Seperti halnya
istilah, definisi mengenai tuna laras juga beraneka ragam. Berbagai definisi yang
diadaptasi oleh Lynch dan Lewis (1988) adalah sebagai berikut.
1. Public Law 94-242 (Undang-undang tentang PLB di Amerika Serikat) mengemukakan
pengertian tuna laras dengan istilah gangguan emosi, yaitu gangguan emosi adalah
suatu kondisi yang menunjukkan salah satu atau lebih gejala-gejala berikut dalam satu
kurun waktu tertentu dengan tingkat yang tinggi yang mempengaruhi prestasi belajar:
a. ketidakmampuan belajar dan tidak dapat dikaitkan dengan faktor kecerdasan,
pengindraan atau kesehatan;
b. ketidakmampuan menjalin hubungan yang menyenangkan dengan teman dan guru;
c. bertingkah laku yang tidak pantas pada keadaan normal;
d. perasaan tertekan atau tidak bahagia terus-menerus;
e. cenderung menunjukkan gejala-gejala fisik seperti takut pada masalah-masalah
sekolah.
2. Kauffman (1977) mengemukakan bahwa penyandang tuna laras adalah anak yang
secara kronis dan mencolok berinteraksi dengan lingkungannya dengan cara sosial yang
tidak dapat diterima atau secara pribadi tidak menyenangkan tetapi masih dapat diajar
untuk bersikap yang secara sosial dapat diterima dan secara pribadi menyenangkan.
2
3. Sechmid dan Mercer (1981) mengemukakan bahwa anak tuna laras adalah anak yang
secara kondisi dan terus menerus menunjukkan penyimpangan tingkah laku tingkat
berat yang mempengaruhi proses belajar meskipun telah menerima layanan belajar
serta bimbingan, seperti anak lain. Ketidakmampuan menjalin hubungan baik dengan
orang lain dan gangguan belajarnya tidak disebabkan oleh kelainan fisik, saraf atau
inteligensia.
4. Nelson (1981) mengemukakan bahwa tingkah laku seorang murid dikatakan
menyimpang jika:
a. menyimpang dari perilaku yang oleh orang dewasa dianggap normal menurut usia
dan jenis kelaminnya;
b. penyimpangan terjadi dengan frekuensi dan intensitas tinggi;
c. penyimpangan berlangsung dalam waktu yang relatif lama.
Dari beberapan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa membuat definisi atau
batasan mengenai tuna laras sangatlah sulit karena definisi tersebut harus menggambarkan
keadaan anak tuna laras secara jelas. Beberapa komponen yang penting untuk diperhatikan
adalah:
a. Adanya penyimpangan perilaku yang terus-menerus menurut norma yang berlaku
sehingga menimbulkan ketidakmampuan belajar dan penyesuaian diri
b. Penyimpangan itu tetap ada walaupun telah menerima layanan belajar serta
bimbingan
3
2. Anak yang sering merasa cemas dan menarik diri dengan ciri-ciri yaitu ketakutan, kaku,
pemalu, segan, terasing, tak berteman, rasa tertekan, sedih, terganggu, rendah diri,
dingin, malu, kurang percaya diri, mudah bimbang, sering menangis, pendiam, suka
berahasia.
3. Anak yang kurang dewasa dengan ciri-ciri, yaitu pelamun, kaku, berangan-angan, pasif,
mudah dipengaruhi, pengantuk, pembosan, dan kotor.
4. Anak yang agresif bersosialisasi dengan ciri-ciri, yaitu mempunyai komplotan jahat,
mencuri bersama kelompoknya, loyal terhadap teman nakal, berkelompok dengan geng,
suka di luar rumah sampai larut malam, bolos sekolah, dan minggat dari rumah.
Berikut ini akan dikemukakan karakteristik yang berkaitan dengan segi akademik,
sosial/emosional, fisik/kesehatan anak tuna laras.
a. Karakteristik Akademik
Akibat penyesuaian sosial yang buruk maka dalam belajarnya memperlihatkan ciri-ciri
sebagai berikut.
a. Pencapaian hasil belajar yang jauh di bawah rata-rata.
b. Sering kali dikirim ke kepala sekolah atau ruangan bimbingan untuk tindakan
discipliner.
c. Sering kali tidak naik kelas atau bahkan ke luar sekolahnya.
d. Sering kali membolos sekolah.
e. Lebih sering dikirim ke lembaga kesehatan dengan alasan sakit, perlu istirahat.
f. Anggota keluarga terutama orang tua lebih sering mendapat panggilan dari petugas
kesehatan atau bagian absensi.
g. Orang yang bersangkutan lebih sering berurusan dengan polisi.
h. Lebih sering menjalani masa percobaan dari yang berwewenang.
i. Lebih sering melakukan pelanggaran hukum dan pelanggaran tanda lalu lintas.
j. Lebih sering dikirim ke klinik bimbingan.
b. Karakteristik Sosial/Emosional
Karakteristik sosial/emosional anak tuna laras dapat dijelaskan sebagai berikut.
a. Karakteristik sosial
1) Masalah yang menimbulkan gangguan bagi orang lain, dengan ciriciri: perilaku
tidak diterima oleh masyarakat dan biasanya melanggar norma budaya, dan
perilaku melanggar aturan keluarga, sekolah, dan rumah tangga.
2) Perilaku tersebut ditandai dengan tindakan agresif, yaitu tidak mengikuti aturan,
bersifat mengganggu, mempunyai sikap membangkang atau menentang, dan tidak
dapat bekerja sama.
4
3) Melakukan kejahatan remaja, seperti telah melanggar hukum.
b. Karakteristik emosional
1) Adanya hal-hal yang menimbulkan penderitaan bagi anak, seperti tekanan batin
dan rasa cemas.
2) Adanya rasa gelisah, seperti rasa malu, rendah diri, ketakutan, dan sangat sensitif
atau perasa.
c. Karakteristik Fisik/Kesehatan
Karakteristik fisik/kesehatan anak tuna laras ditandai dengan adanya gangguan makan,
gangguan tidur, dan gangguan gerakan (Tik). Sering kali anak merasakan ada sesuatu
yang tidak beres pada jasmaninya, ia mudah mendapat kecelakaan, merasa cemas
terhadap kesehatannya, merasa seolah - olah sakit. Kelainan lain yang berwujud
kelainan fisik, seperti gagap, buang air tidak terkendali, sering mengompol, dan jorok.
5
3. Lingkungan Keluarga
Sebagai lingkungan pertama dan utama dalam kehidupan anak, keluarga memiliki
pengaruh yang demikian penting dalam membentuk kepribadian anak. Keluarga
merupakan peletak dasar perasaan aman (emotional security) pada anak, dalam
keluarga pula anak memperoleh pengalaman pertama mengenai perasaan dan sikap
sosial. Lingkungan keluarga yang tidak mampu memberikan dasar perasaan aman dan
dasar untuk perkembangan sosial dapat menimbulkan gangguan emosi dan tingkah laku
pada anak. Terdapat beberapa faktor dalam lingkungan keluarga yang berkaitan dengan
masalah gangguan emosi dan tingkah laku, diantaranya kasih sayang dan perhatian,
keharmonisan keluarga dan kondisi ekonomi.
4. Lingkungan Sekolah
Sekolah merupakan tempat pendidikan yang kedua bagi anak setelah keluarga.
Sekolah tidak hanya bertanggung jawab terhadap bekal ilmu pengetahuan, tetapi
bertanggung jawab juga terhadap pembinaan kepribadian anak didik sehingga menjadi
seorang individu dewasa. Timbulnya gangguan tingkah laku yang disebabkan
lingkungan sekolah antara lain berasal dari guru sebagai tenaga pelaksana pendidikan
dan fasilitas penunjang yang dibutuhkan anak didik. Perilaku guru yang otoriter
mengakibatkan anak merasa tertekan dan takut menghadapi pelajaran. Anak lebih
memilih bolos dan berkeluyuran pada jam pelajaran. Sebaliknya sikap guru yang
terlampau lemah dan membiarkan anak didiknya tidak disiplin mengakibatkan anak
didik berbuat sesuka hati dan berani melakukan tindakan-tindakan menentang peraturan.
5. Lingkungan Masyarakat
Di dalam lingkungan masyarakat juga terdapat banyak sumber yang merupakan
pengaruh negatif yang dapat memicu munculnya perilaku menyimpang. Sikap
masayarakat yang negatif ditambah banyak hiburan yang tidak sesuai dengan
perkembangan jiwa anak merupakan sumber terjadinya kelainan tingkah laku.
Selanjutnya konflik juga dapat timbul pada diri anak sendiri yang disebabkan norma
yang dianut di rumah atau keluarga bertentangan dengan norma dan kenyataan yang
ada dalam masyarakat.
6
D. MODEL PEMBELAJARAN YANG SESUAI DENGAN TUNA LARAS
Beberapa model tentang perilaku abnormal. Model disini adalah menjelaskan sejenis
kerangka berpikir yang dipakai untuk mencoba menjelaskan seluk-beluk perilaku
abnormal. Sebagian besar model yang dimaksud diturunkan dari salah satu teori tentang
kepribadian.
1) Model biogenetik
Model ini dipilih berdasarkan asumsi bahwa gangguan perilaku disebabkan
oleh kecacatan genetik atau biokimiawi sehingga penyembuhannya ditekankan
pada pengobatan, diet, olahraga, operasi, atau mengubah lingkungan.
2) Model behavioral (tingkah laku)
Model ini mempunyai asumsi bahwa gangguan emosi merupakan indikasi
ketidakmampuan menyesuaikan diri yang terbentuk, bertahan, dan mungkin
berkembang karena berinteraksi dengan lingkungan, baik di sekolah maupun di
rumah. Oleh karena itu, penanganannya tidak hanya ditujukan kepada anak, tetapi
pada lingkungan tempat anak belajar dan tinggal.
3) Model psikodinamika
Model ini berpandangan bahwa perilaku yang menyimpang atau gangguan
emosi disebabkan oleh gangguan atau hambatan yang terjadi dalam proses
perkembangan kepribadian karena berbagai faktor sehingga kemampuan yang
diharapkan sesuai dengan usianya terganggu. Ada juga yang mengatakan adanya
konflik batin yang tidak teratasi. Oleh karena itu, untuk mengatasi gangguan
perilaku itu dapat diadakan pengajaran psikoedukasional, yaitu menggabungkan
usaha membantu anak dalam mengekspresikan dan mengendalikan perasaannya.
4) Model ekologis
Model ini menganggap bahwa kehidupan ini terjadi karena adanya interaksi
antara individu dengan lingkungannya. Gangguan perilaku terjadi karena adanya
disfungsi antara anak dengan lingkungannya. Oleh karena itu, model ini
menghendaki dalam memperbaiki problem perilaku agar mengupayakan interaksi
yang baik antara anak tentang lingkungannya, misalnya dengan mengubah
persepsi orang dewasa tentang anak atau memodifikasi persepsi anak dengan
lingkungannya.
7
E. SUBYEK PENELITIAN TUNA LARAS
8
BIODATA / IDENTITAS PESERTA DIDIK TUNALARAS
9
Semacam RPP yang dikhususkan untuk ABK.Anak Tunalaras membutuhkan
perhatian dan Pengawasan maka guru kelasnya juga sering mendamping Siswa
tersebut Saat KBM.Guru kelasnya berkata bahwa sebenarnya tidak ada metode
khusus dalam mengajar siswa tersebut,namun ketika anak itu diperhatikan,
dibimbing , diberi kasih sayang ia akan cenderung patuh, mudah diatur, mampu
melakukan intruksi dari guru kelasnya serta mampu mengendalikan
emosinya.Intinya peran guru sangat penting adanya guna mengajar peserta didik
Tunalaras.Selain metode klasik & individual yang di gunakan didalam
kelas.Gurunya juga mengadakan pembelajaran untuk mengembangkan minat &
bakatnya seperti wirausaha (market day), pramuka, outing class, gardening, dll.
MEDIA YANG DIGUNAKAN
Selain metode yang digunakan seperti penjelasan diatas,maka dibutuhkan pula
media pendukung proses belajar peserta didik Tunalaras,berikut penjelasannya:
a) Untuk mata pelajaran matematika (Berhitung), guru mengunkan alat bantu
hitung, balok angka, dan media lain yang di variasi seperti batu yang di warna
dan di beri tulisan angka.
b) Untuk mata pelajaran membaca/ Bahasa Indonesi, guru menggunkan buku
bergambar agar lebih menarik dan dia memahami kata yang ia baca.
c) Untuk mata pelajaran ipa, guru menggunkan papan bergambar, contoh papan
gambar anggota tubuh manusia.
d) Untuk mata pelajaran agama, guru biasanya mengajak membaca surat pendek
Bersama-sama
PERKEMBANGAN BELAJAR
Selama setengah semester belajar dikelas 4 bersama ibu Oktavina ia
mengalami sedikit kemajuan belajar walaupun tegolong lambat bila disejajarkan
anak SD regular lainnya, bahkan di SDLB potensinya cukup baik. Siswa tersebut
bisa berhitung, dapat membacakan huruf, bisa menjumlahkan & mengurangkan
bilangan, bisa membaca kata, bisa bercerita di depan kelas, dapat menyebutkan
anggota tubuh, tata surya, makhluk hidup, dapat mengerti tuhannya, bacaan sholat,
berwudhu & menghafal surat pendek.
Untuk pelajaran non akademik dia juga mampu mengikuti instruksi dari guru
olahragamya, tidak ada gangguan dalam melakukan aktivitas fisik seperti lari, roll
depan, berenang, senam, dan sebagainya.
10
HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN KETIKA MENANGANI ANAK
TUNALARAS
Selain menggunakan metode dan media yang tepat,ternyata ada hal hal lain
yang harus dilakukan oleh guru kelas siswa tersebut agar proses kegiatan
belajarnya di sekolah dapat berjalan dengan baik,berikut penjelasannya :
a) Harus menjadi guru yang tegas, ketika siswa tersebut mulai kesulitan
mengontrol emosinya, guru harus memberikan bimbingan teguran (jika perlu),
dan nasehat.
b) Sebagai guru harus selalu membimbing & mengawasi anak tersebut karena
jika tidak dia akan jahil/ menggangu teman yang lain ketika KBM.
c) Hindari berkata/ berperilaku yang menyimpang ketika mengajar anak tersebut.
Gunakan kata kata yang positif membangun moral anak tersebut. Lalu hindari
hukuman yang menyerang Fisik anak tersebut (memukul).
d) Harus senatiasa mengajar nilai moral kepada anak tersebut misal budayakan
berkata maaf, tolong, dan terima kasih.
e) Mengajarkan rasa tanggung jawab & disiplin lewat pemberian tugas yang
wajib dikumpulkan, bila tidak mau akan diberi sanksi pulang terlambat.
f) Diajarkan untuk menumbuhkan jiwa Nasionalisme lewat kegiatan Upacara
Bendera,
g) Harus menciptakan kondisi kelas yang Senyaman mungkin, Semenarik
mungkir (menempel gambar-gambar) diberi slogan /kalimat-kalimat motivasi.
11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Menurut istilah, anak tuna laras adalah anak yang bertingkah laku kurang sesuai dengan
lingkungan. Perilakunya sering bertentangan dengan norma-norma yang terdapat di
masyarakat tempat ia berada. Penggunaan istilah tuna laras sangat bervariasi
berdasarkan sudut pandang tiap-tiap ahli yang mengemukakannya.
2. Faktor penyebab anak tuna laras diantaranya adalah kondisi atau keadaan fisik, masalah
perkembangan, lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan masyarakat
3. Klasifikasi anak tuna laras juga beraneka ragam, seperti berikut ini :
a. Menurut Rosembera dkk. (1992), klasifikasi anak tuna laras yang berisiko tinggi
adalah hyperactive, agresif, pembangkang, dan lain-lain serta ada yang berisiko
rendah adalah autisme dan skizofrenia, anak bahagia melihat api, sering
meninggalkan rumah, dan lain-lain.
b. Sistem klasifikasi yang dikemukakan oleh Quay (1979) adalah gangguan perilaku
atau kekacauan tingkah laku, kecemasanpenarikan diri, ketidakmatangan, dan
agresi sosialisasi.
4. Karakteristik tingkah laku yang dikemukakan oleh Hallahan & Kauffman (1986) ada
empat dimensi, yaitu karakteristik anak yang mengalami kekacauan tingkah laku;
sering merasa cemas dan menarik diri; kurang dewasa; dan agresif bersosialisasi. Setiap
dimensi tersebut mengakibatkan penyesuaian sosial, sekolah, dan masyarakat yang
buruk.
5. Kebutuhan pendidikan anak tuna laras dapat dipenuhi dengan cara menata lingkungan
sekolah yang kondusif, agar anak tidak berkembang ke arah tuna laras dan kegagalan
akademik. Lingkungan yang menyenangkan, tidak membosankan, harmonis dalam
hubungan, penuh perhatian, menerima apa adanya dan terbuka, serta teladan yang baik
akan mengantarkan anak untuk mencapai keberhasilan pendidikannya.
Pelayanan untuk anak tuna laras dapat dilakukan dengan teknik penyembuhan dan
program pendidikan berdasarkan pada berbagai model, diantaranya adalah model
biogenetik, model behavioral, psikodinamika, dan model ekologis. Teknik
pendekatan/cara mengatasi masalah perilaku anak tuna laras adalah gabungan dari model
di atas. Seperti teknik perawatan dengan obat, modifikasi perilaku, strategi psikodimanika,
dan ekologis. Kesimpulan terhadap subjek bahwa diperlukan perhatian, bimbingan, kasih
12
sayang maka ia akan cenderung patuh, mudah diatur, mampu melakukan intruksi dari guru
kelasnya serta mampu mengendalikan emosinya. Intinya peran guru sangat penting adanya
guna mengajar peserta didik tunalaras. Serta dibutuhkannya media penunjang
pembelajaran seperti balok, angka, papan IPA, dan lain sebagainya.
B. Saran
Semoga pembaca mendapatkan ilmu yang bermanfaat terkait landasan teori belajar
melalui makalah ini dan kami menyadari sepenuhnya bahwa dalam pembuatan makalah ini
masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan didalam pembuatan makalah ini. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan makalah selanjutnya.
13
Lampiran
Media Pembelajaran
Ruang Kelas
Sekolah
Media Pembelajaran Wawancara
Halaman Sekolah
Ruang Kelas 1
14
DAFTAR PUSTAKA
Setyani, Olymvia Dien.(2010). Landasan Teoritik Dan Empirik Pembelajaran Terpadu.
(Online). Tersedia : http://Landasan Teoritik Dan Empirik Pembelajaran Terpadu.htm.
makalah.
15