Anda di halaman 1dari 8

UJIAN AKHIR SEMESTER JULI – DESEMBER 2019

Mata kuliah : Teori Administrasi Publik Lanjutan.


Hari/Tgl. Ujian : 13 s/d 14 Desember 2019
Deadline waktu ujian : Jumat tgl. 13 Desember 2019 Jam 15.00
Dosen penguji : Drs. M. Fachri Adnan, M.Si, Ph.D

Petunjuk :
1. Jawablah soal-soal berikut dengan argumentasi yang jelas.
2. Jawaban harus disertai referensi yang relevan yang terdaftar pada daftar referensi..
3. Sistem pengutipan harus sesuai dengan tata cara pengutipan karya ilmiah.
4. Jawaban dikirimkan paling lambat hari Rabu tgl.14 Desember Juni 2019
jam 15.00 WIB.

Soal :
1. Teori administrasi publik telah mengalami perkembangan yang sangat pesat.
a. Teori administrasi public dapat dipelajari dengan berbagai pendekatan. Jelaskan tiga
diantara pendekatan yang dikemukan para ahli.
b. Jelaskan keterkaitan teori administrasi publik dengan ilmu politik dan hukum.

2. Secara praktis politik dan birokrasi tidak bisa dipisahkan sehingga muncul teori politik
birokrasi.
a. Jelaskan bagaimana pendapat para ahli tentang politik birokrasi.
b. Jelaskan implementasi politik birokrasi dalam sistem politik Indonesia pada level
nasional maupun di daerah. Lengkapi jawaban saudara dengan contoh yang konkrit.

3. Perkembangan teori manajemen publik tidak bisa dipisahkan dengan teori manajemen
yang diterapkan dalam organisasi privat.
a. Jelaskan perbedaan teori manajemen publik dan teori manajemen privat.
b. Jelaskan bagaimana implementasi teori manajemen dalam administrasi publik.

4. Teori rational choice sangat penting dalam proses penetapan kebijakan.


a. Jelaskan apa yang teori rational choice serta prinsip-prinsip yang mendasarinya.
b. Jelaskan impelemntasi teori rational choice dalam proses penetapan dan implementasi
kebijakan. Argumentasi saudara harus disertai contoh kasus yang jelas.

5. Teori good governance sering dijadikan sebagai persyaratan pemberian bantuan atau
pinjaman oleh Negara-negara donor dan lembaga keuangan internasional kepada negara
berkembang.
a. Jelaskan apa yang dimaksud teori good governance disertai komponen-komponennya.
b. Jelaskan bagaimana solusi apa ditawarkan oleh Ali Farazman untuk mengatasi
kelemahan toeri dan praktek good governance.
6. Reformasi dan inovasi merapakan hal pokok dalam administrasi public.
a. Jelaskan apa yang dimaksud reformasi administrasi dan bagaimana implementasi di
Indonesia.
b. Jelaskan bagaimana implementasi inovasi administrasi public yang telah dilaksanakan
di beberapa daerah di Indonesia.

Jawab :

4. Teori rational choice sangan penting dalam proses penetapan kebijakan.


a. Pilihan rasional merupakan teori ekonomi yang diaplikasikan pada sektor publik.
Teori ini mencoba menjembatani antara mikro ekonomi dengan politik dengan melihat
tindakan-tindakan warga negara, politisi, dan pelayan publik sebagai sebuah analogi
terhadap kepentingan pribadi produsen dan konsumen (Buchanan, 1972). Ada
beberapa nama untuk konsep ini, seperti ekonomi politik atau welfare economics,
namun yang paling sering dipakai adalah istilah pilihan rasional atau pilihan publik.
Teori ini bermula dari tulisan Adam Smith yang berjudul The Wealth of
Nations (pertama kali dipublikasikan pada tahun 1776) yang merupakan konstruksi
teori ekonomi neoklasik. Menurut Smith, manusia bertindak yang didasari
kepentingan pribadi, melalui mekanisme “invisible hand”, bisa menghasilkan manfaat
kolektif yang berguna bagi masyarakat. Contohnya, seorang pengusaha mungkin
termotivasi hanya untuk memperkaya diri sendiri, namun kemampuan mereka untuk
memperoleh keuntungan bergantung pada kemampuan mereka memproduksi barang-
barang yang lebih murah dan lebih berkualitas dibandingkan para pesaingnya. Barang
berkualitas dengan harga lebih murah pastinya bermanfaat bagi setiap orang. Jika ini
benar, maka implikasinya permintaan sosial dan kepentingan kolektif dapat dihasilkan
melalui mekanisme pasar bukan melalui kekuasaan pemerintah. Unsur-unsur dasar
berupa pelaku dengan motif kepentingan pribadi, kompetisi antar produsen, dan pasar
yang relatif tidak terregulasi merupakan ciri-ciri pemikiran ekonomi neoklasik yang
merupakan pusat dari teori pilihan rasional.
Walaupun dasar teori pilihan rasional sudah ada sejak abad ke-18, penerapannya
di bidang administrasi publik baru dikenal melalui buku An Economic Theory of
Democracy karya Anthony Downs (1957) dan The Calculus of Consent karya James
Buchanan dan Gordon Tullock (1962). Karya Buchanan dan Tullock dipandang
sebagai pendiri formal teori ini. Menurut kerangka teori ini warga dan pelayan publik
tidak terikat secara politik karena komitmen, namun terikat secara politik karena alasan
yang sama dengan prilaku ekonomi, yaitu mereka termotivasi atas dasar kepentingan
pribadi.
Sebagaimana dikemukakan oleh Buchanan dan Tullock, ada dua asumsi kunci
dalam teori pilihan rasional, yaitu 1) rata-rata individu memaksimalkan kepentingan
untuk dirinya sendiri. Artinya setiap orang mengetahui tujuan dan pilihan-pilihannya.
Ketika mereka dihadapkan pada seperangkat pilihan maka mereka akan memilih hal-
hal yang memberi kemanfaatan maksimal dan biaya minimal bagi dirinya. 2) Hanya
individu dan bukannya kelompok yang membuat keputusan, yang dikenal dengan
istilah individualisme metodologi (methodological individualism) yang menganggap
keputusan kolektif merupakan jumlah dari pilihan individu. Dari premis sederhana ini
para pemikir pilihan rasional telah mengkonstruksi secara deduktif seluruh teori
perilaku individu dan organisasi, kemudian memperluas implikasinya ke dalam
pengembangan administrasi pemerintahan. Kita tidak bisa memandang sebelah mata
pada teori ini karena dampak dari teori ini terdapat pada tiga area primer berikut ini:
1) Prilaku organisasi, teori ini menawarkan sebuah kerangka berpikir untuk menjawab
pertanyaan “mengapa birokrasi dan birokrat melakukan apa yang mereka
kerjakan?” 2) Pelayanan publik, teori ini menawarkan sebuah penjelasan
bagaimana public goods dihasilkan dan dikonsumsi, yang merupakan awal dari
reformasi sektor publik yang mengubah anggapan tentang administrasi publik
tradisional 3) Klaim atas orthodoks baru, para pembela teori ini berpendapat bahwa
teori pilihan rasional merupakan penerus ide-ide Wilson dan Weber. Secara normatif
teori pilihan rasional merupakan cara untuk menggabungkan teori ekonomi yang
diformulasikan oleh Adam Smith dengan teori demokrasi yang diformulasikan
oleh James Madison dan Alexander Hamilton.
b. Menurut Bardach, implementasi adalah permainan tawar menawar, persuasi dan
maneuver di dalam kondisi ketidakpastian (Bardach, 1977: 56 dalam Parsons 2011:
472). Aktor implementasi bermain untuk memegang kontrol sebanyak mungkin dan
memainkan sistem demi mencapai tujuannya. Politik adalah sesuatu yang melampaui
institusi politik resmi. Implementasi adalah bentuk dari politik yang berlangsung di
dalam domain kekuasaan yang tak terpilih.
Asumsi utama pendekatan rational choice adalah individu membuat pilihan
dengan tujuan mengejar kepentingan pribadi. Individu harus membuat pilihan karena
adanya kelangkaan barang dan jasa, waktu, energi, atau pendapatan yang terbatas.
Kemungkinan pilihan juga dibatasi oleh lingkungan dan kemampuan. Pilihan tersebut
juga semakin dibatasi oleh adanya aturan main perilaku, nilai, norma, undang-undang,
informasi, dan harga. Pengambilan keputusan yang dilakukan akhirnya dibatasi oleh
hal-hal tersebut. Oleh karena itu, para individu selalu mengambil keputusan dalam
situasi terkendala.
Rational choice menerapkan metode behavioral ini untuk memahami perilaku
pejabat pemerintah selaku pengambilan keputusan. Negara, seperti halnya pasar,
terdiri atas para individu yang masing-masing berusaha mencari keuntungan pribadi.
Diasumsikan bahwa setiap aktor politik bertindak sesuai pandangan bahwa sifat
manusia adalah mengejar kepentingan sendiri. Agar kehidupan pribadinya menjadi
lebih baik, para individu dalam pemerintahan membuat pilihan kebijakan yang dapat
memenuhi kepentingan pribadinya, mengingat berbagai kendala yang melingkupinya,
seperti kedudukannya dalam pemerintahan, undang-undang yang berlaku, para
pendukung politiknya, dan informasi yang dimiliki.
Implementasi kebijakan perencanaan toko modern seperti halnya dalam proses
formulasi yaitu bersifat pilihan rasional dan top down. Perencanaan penataan toko
modern merupakan kebijakan yang cukup lama diimplementasikan di Kabupaten
Sleman terbukti dengan adanya Perda No.7/2006 tentang Kemitraan Pasar dan Toko
Modern dengan UMKM. Oleh karena itu secara rasional, keberadaan Perbup No. 13
Tahun 2010 dan Perbup No. 45 Tahun 2010 merupakan kelanjutan Perda sebelumnya,
apalagi kebijakan perencanaan penataan toko modern dan pusat perbelanjaan, seakan
menjadi trend kebijakan di Indonesia karena hampir di setiap pemerintah lokal
Kabupaten dan Propinsi di Indonesia pasti menerbitkan Perbup, Pergub atau Perda
dalam beberapa dekade terakhir ini.
Selain itu hal paling mendasar bahwa suatu implementasi kebijakan disebut
sebagai pilihan rasional, bukan pilihan publik ketika tidak terjadi pertukaran politik
(politics as exchange) antara pemilih (masyarakat) dan yang dipilih (pembuat
kebijakan dan aktor aktor yang mengimplementasikan kebijakan). Dalam perspektif
pilihan publik, proses pemilu dapat disebut sebagai pasar politik (political market),
dilihat sebagai instrumen yang memungkinkan penyebaran preferensi dikombinasikan
ke dalam pola atau keluaran (output). Keluaran tersebut tidak lain adalah realisasi janji-
janji program dari partai politik yang memperoleh suara mayoritas (Suryono, 2006 :
114)
Pada masa pemilihan kepala daerah (Bupati dan Wakil Bupati) pada tahun 2005,
belum ada bukti konkrit dan sulit mengukur bahwa kebanyakan pemilih
berkepentingan terhadap kebijakan perencanaan penataan toko modern seperti
konstituen pendukung kemenangan dari asosiasi pedagang pasar. Begitu pula pada
pilkada Sleman 2010, pemilih tentunya kurang memperhatikan visi misi calon Kepala
Daerah Kabupaten Sleman.
Apalagi, visi dan misi yang diusung hampir semua pasangan calon dalam
kampanye pilkada Sleman yaitu tentang upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat
atau dapat dikatakan hampir semuanya sama. Dari tujuh pasangan calon bupati (cabup)
dan wakil bupati (cawabup) yang menyampaikan visi dan misinya pada sidang
paripurna DPRD Sleman, semuanya mengangkat tema upaya peningkatan
kesejahteraan masyarakat. Selain tema itu, mayoritas kandidat juga mengangkat isu
pengentasan kemiskinan dan pendidikan dalam program kerja mereka apabila terpilih
menjadi kepala daerah, serta peningkatan pelayanan kesehatan bagi masyarakat
khususnya keluarga miskin.
5. Teori good governance sering dijadikan sebagai persyaratan pemberian bantuan atau
pinjaman oleh Negara-negara donor dan lembaga keuangan internasional kepada negara
berkembang.
a. Good Governance Menurut United Nation Development Program (UNDP),
Good Governance memiliki 8 (delapan) karakteristik utama :
1) Participation : setiap warga negara mempunyai suara dalam pembuatan
keputusan, baik secara langsung maupun melalui intermediasi institusi legitimasi
yang mewakili kepentingannya;
2) Rule of Law : kerangka hukum harus adil dan dilaksanakan tanpa pandang bulu
terutama hukum untuk hak asasi manusia;
3) Transparency : dibangun atas dasar kebebasan arus informasi;
4) Responsiveness : setiap lembaga dan proses penyelenggaraan pemerintahan dan
pembangunan harus mencoba melayani setiap stakeholders;
5) Consensus Oriented : good governance menjadi perantara kepentingan yang
berbeda untuk memperoleh pilihan terbaik bagi kepentingan yang lebih luas, baik
dalam hal kebijakan kebijakan maupun prosedur;
6) Equity : semua warga negara mempunyai kesempatan untuk meningkatkan atau
menjaga kesejahteraan mereka;
7) Effectiveness and Efficiency : proses-proses dan lembaga lembaga menghasilkan
produknya sesuai dengan yang telah digariskan, dengan menggunakan sumber-
sumber yang tersedia sebaik mungkin;
8) Accountability : para pembuat keputusan dalam pemerintahan, sektor swasta dan
masyarakat (civil society) bertanggung jawab kepada publik dan lembaga-
lembaga stakeholders.
Pemerintahan yang bersih (Clean Government) adalah bagian yang integral dari
pemerintahan yang baik (Good Governance) dan pemerintahan yang bersih tidak
dapat dipisahkan dengan pemerintahan yang baik, dengan kata lain bahwa
pemerintahan yang bersih adalah sebagian dari pemerintahan yang baik.
Pemerintahan yang baik mencerminkan kesinergian antara pemerintah, swasta dan
masyarakat, salah satu komponennya adalah pemerintahan yang bersih, yaitu
pemerintahan yang didasarkan atas keabsahan bertindak dari pemerintah.
Good Governance sebagi norma pemerintahan, adalah suatu sasaran yang akan
dituju dan diwujudkan dalam pelaksanaan pemerintahan yang baik dan asas-asas
umum pemerintahan yang layak sebagi norma mengikat yang menuntun pemerintah
dalam mewujudkan good governance. Sinergitas antara good governance dengan
asas-asas umm pemerintahan yang layak menciptakan pemerintahan yang bersih (clen
government) dan pemerintahan yang berwibawa.
Konsep pemerintahan yang baik (good governance) awal mulanya tidak dikenal
dalam Hukum Administrasi maupun dalam Hukum Tata Negara, bahkan dalam ilmu
Politik. Konsep ini lahir dari lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), yang
awal mulanya dari Organization for The economic Cooperation and Development
(OECD). Carolina dalam Good Governance Civil Society and Democracy6 merinci
komponen good governance ke dalam :
1. human rights observance and democracy,
2. market reforms,
3. bureaucratic reform (corruption and transparency),
4. environmental protection and sustainable development ,dan
5. reduction in military and defence expenditures and non production of weapons of
massdestruction. Dari dua kelompok komponen good governance ( OECD dan
UNDP), kemudian di Indonesia dikenal dalam berbagai ketentuan
perundangundangan sebagai hukum positif, mengenai hal ini (hukum positif) akan
diuraikan pada bagian selanjutnya dibawah sub judul good governance dan
pengaturan reformasi birokrasi di Indonesia.

b. Sebelum mempelajari makna dari good governance terlebih dahulu mempelajari


apa itu governance. Secara epistemologis governance menggambarkan proses
interaksi untuk menyelesaikan masalah-masalah publik. Untuk menyelesaikan
masalah-masalah publik tersebut, perlu dilakukan pelembagaan. Proses penyelesaian
masalah publik yang dilembagakan atau terinstitusionalisasi oleh lembaga birokrasi
dengan memuat 10 prinsip yang mengarah pada profit oriented inilah yang disebut
sebagai Good Governance.
Farazmand dalam bukunya mengatakan bahwa good governance bukan
merupakan gagasan ilmiah/epitemologis konstuktif namun hanya sebuah proyek
kepentingan politik dan ekonomi sehingga gagasan itu tidak lagi netral secara
akademik namun sudah merupakan bentuk neo imperialism dengan cara
merealisasikan program yang ditawarkan aktor internasional. ex: world bank.
Konsep Sound Governance digunakan untuk menggambarkan sistem
pemerintahan yang bukan hanya jelas secara demokratik, dan tanpa cacat secara
ekonomi, finansial, politik konstitusional, organisasi, administratif, manajerial dan
etika, tapi juga jelas secara internasional dalam interaksinya dengan negara-negara lain
dan dengan bagian pemerintahannya dalam cara yang independen dan mandiri. Sound
governance merupakan tata kepemerintahan yang diliputi aspek tradisi atau inovasi
lokal tentang bagaimana sebuah negara dan pemerintahan harus ditata, sesuai dengan
kebiasaan, budaya, dan konteks lokal.
Pada dasarnya Sound Governance sendiri merupakan kritik terhadap good
governance. Ali farazman menjelaskan konsep sound governance sebagai alternatif
konsep good governance karena beberapa:
1. Ini lebih komprehensif daripada konsep yang lain.
2. Ini juga berisi fitur normatif atau teknis dan rasional good governance.
3. Sound governance memiliki karakteristik kualitas governance yang lebih unggul
daripada good governance, dan dianggap jelas secara teknis, profesional,
organisasional, manajerial, politik, demokratik dan ekonomi.
4. Sound governance bercocokkan dengan nilai konstitusi dan responsif kepada
norma, aturan dan rejim internasional.
5. Konsep sound governance berawal dari kerajaan negara-dunia pertama Persia yang
memiliki sistem administrasi efektif dan efisien (Cameron, 1968; Cook, 1985;
Farazmand, 1998; Frye, 1975; Ghirshman, 1954; Olmstead, 1948).
6. Reformasi dan inovasi merapakan hal pokok dalam administrasi public.
a. Reformasi Administrasi Publik menurut Suk Choon Cho (dalam Zauhar,
1996:10) adalah “Administrative reform as a consious human effort to introduce
changes into the behavior and performances of administrators”. Dan Reformasi
Administrasi Publik menurut Montgomery (dalam Hidayat, 2007:1), adalah suatu
proses politik yang didesain untuk menyesuaikan hubungan antara birokrasi dan
elemen-elemen lain dalam masyarakat, atau di dalam birokrasi itu sendiri, dengan
kenyataan politik. Sedangkan menurut Ibrahim (2008:13), dan Zauhar (1996:11),
Reformasi Administrasi Publik adalah usaha yang sadar dan terencana untuk
mengubah struktur dan prosedur birokrasi (aspek reorganisasi kelembagaan, sikap, dan
perilaku birokrat/aspek perilaku atau kinerja), meningkat efektivitas organisasi (aspek
program), sehingga dapat diciptakan administrasi publik yang sehat dan terciptanya
tujuan pembangunan nasional. Reformasi Administrasi Publik diartikan secara
sederhana oleh Abidin (2006:19) adalah proses reformasi atas paradigma dan sistem
administrasi publik.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Reformasi Administrasi Publik
adalah suatu upaya perubahan yang dilakukan secara sadar dan terencana dari segala
aspek kehidupan terutama aspek penyelenggaraan administrasi negara sehingga dapat
mencapai tujuan secara rasional.
Walaupun kegiatan terencana merupakan ciri utama dari reformasi administrasi,
namun konsep tersebut belum menjadi sosok yang jelas, apalagi baku. Sebagai contoh
misalnya, dapatkah setiap kegiatan terencana dalam tubuh administrasi pemerintahan
dikategorikan sebagai reformasi administrasi publik? Terhadap permasalahan ini Dror
(dalam Zauhar, 1996:11), dengan tegas dan berani mengatakan bahwa perubahan
tersebut hanya sebatas pada aspek utama, yang secara lebih khusus ia sebut sebagai
perubahan yang :
1). Kekomprehensifannya sedang dan keinovatifannya tinggi.
2). Kekomprehensifannya tinggi dan keinovatifannya sedang.
Lebih lanjut Dror mengatakan bahwa walaupun istilah sedang (medium) tinggi,
komprehensif dan inovatif masih merupakan istilah yang melahirkan perbedaan
interpretasi, namun reformasi administrasi secara tegas mengeluarkan atau
mengesampingkan perubahan-perubahan organisasi dan prosedur administrasi yang
kecil (minor). Keuntungannya dari adanya kualifikasi ini adalah bahwa reformasi
administrasi hanya mengkonsentrasikan pada perubahan-perubahan yang utama atau
mendasar. Sehingga perubahan-perubahan yang sifatnya kurang mendasar akan
diabaikan, walaupun seharusnya perubahan tersebut sa ngat berguna di dalam
memahami karakteristik dan masalah reformasi.
Secara umum tujuan reformasi administrasi publik diklasifikasikan ke dalam 6
kelompok, 3 bersifat intra-administrasi yang ditujukan untuk menyempurnakan
administrasi internal, dan 3 lagi berkenaan dengan peran masyarakat di dalam sistem
administrasi.
Tiga tujuan internal reformasi administrasi publik adalah sebagai berikut :
1. Efisiensi administrasi, dalam arti penghematan uang, yang dapat dicapai melalui
penyederhanaan formulir, perubahan prosedur, penghitungan duplikasi dan kegiatan
organisasi metode yang lain.
2. Penghapusan kelemahan atau penyakit administrasi seperti korupsi, pilih kasih dan
sistem teman dalam sistem politik dan lainlain.
3. Pengenalan dan penggalakan sistem merit, pemakaian PPBS, pemrosesan data
melalui sistem informasi yang otomatis, peningkatan penggunaan pengetahuan ilmiah
dan lain-lain.
Sedangkan 3 tujuan lain yang berkaitan dengan masyarakat adalah :
1. Menyesuaikan sistem administrasi terhadap meningkatnya keluhan masyarakat.
2. Mengubah pembagian pekerjaan antara sistem administrasi dan sistem politik,
seperti misalnya meningkatkan otonomi profesional dari sistem administrasi dan
meningkatkan pengaruhnya pada suatu kebijakan.
3. Mengubah hubungan antara sistem administrasi dan penduduk, misalnya melalui
relokasi pusat-pusat kekuasaan (sentralisasi versus desentralisasi, demokratisasi dan
lain-lain).
b.

Anda mungkin juga menyukai