Anda di halaman 1dari 17

Integritas 2018

BAHAN AJAR
MATA DIKLAT INTEGRITAS
PENTINGNYA INTEGRITAS BAGI APARATUR PEMERINTAH

APARATUR PEMERINTAH

1. Diskripsi

Mata Diklat ini membekali peserta dengan kemampuan mengaktualisasikan


dalam mengelola program instansi melalui pembelajaran akuntabilitas, etika, dan
aktualisasi akuntabilitas dan etika. Mata diklat disajikan secara interaktif melalui
metode ceramah interaktif, diskusi, studi kasus, simulasi, menonton film pendek,
studi lapangan, dan demonstrasi. Keberhasilan peserta dinilai dari
kemampuannya mengaktualisasikan akuntabilitas dan etika dalam mengelola
pelaksanaan program instansi.

2. Tujuan Pembelajaran

Setelah mengikuti pembelajaran ini para peserta diharapkan mampu


mengaktualisasikan integritas pribadinya dalam mengelola pelaksanaan program
instansi.

3. Hasil belajar

Peserta diharapkan mampu :


1) Menginternalisasi akuntabilitas
2) Menginternalisasi etika
3) Mengaktualisasikan akuntabilitas dan etika
dalam mewujudkan integritas dalam mengelola pelaksanaan program instansi

1
Integritas 2018

BAB I. ETIKA DAN KARAKTER APARATUR PEMERINTAH

Keberhasilan pembangunan dan daya saing suatu negara amat ditentukan oleh
komitmen dan usaha sistematik untuk membenahi aparatur pemerintah. Tidak bisa
tidak karena aparatur pemerintah bukan saja pelaksana kebijakan, tetapi adalah juga
fasilitator pembangunan bagi masyarakat.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KKBI), yang dimaksud dengan
”aparat” adalah badan pemerintahan; instansi pemerintah; pegawai negeri; alat negara.
Sedangkan istilah ”aparatur pemerintah” diartikan sebagai pegawai negeri; alat negara;
aparatur negara.

Kata aparatur sendiri berarti perangkat, alat (negara, pemerintah); para pegawai
(negeri). Aparatur negara merupakan alat kelengkapan negara, terutama meliputi
bidang kelembagaan, ketatalaksanaan, dan kepegawaian, yang mempunyai tanggung
jawab melaksanakan roda pemerintahan sehari-hari.

Aparat pemerintah adalah anggota masyarakat yang secara hukum dikukuhkan


sebagai abdi negara yang bertanggung jawab atas dasar tugas dan wewenang yang
telah diberikan sesuai bidang kemampuannya. Masyarakat sudah percaya sepenuhnya
kepada aparat pemerintah yang ditunjuk untuk melakukan tugas sehari-hari sehingga
mampu menyediakan atau memberikan pelayanan yang dibutuhkan atau diharapkan
oleh masyarakat. Dengan demikian berarti aparat pemerintah berkewajiban untuk selalu
mengasah dan meningkatkan kemampuan di bidangnya agar dapat bekerja secara
profesional dalam memenuhi kebutuhan masyarakat.

Ukuran profesionalisme dari aparat adalah tingkat efektivitas dan efesiensi produk yang
mereka hasilkan. Dengan profesionalisme diharapkan mampu memberikan pelayanan
yang cepat, tepat dan akurat sesuai target dan sasaran yang dicanangkan.

Setiap aparatur pemerintah harus mempunyai etika yang dapat penjadi pedoman dalam
tingkah lakunya. Bila tidak mengerti dan memahami etika, maka aka ada pelanggaran-
pelanggaran yang dilakukan oleh seorang aparatur pemerintah, misalnya korupsi, tidak
disiplin, dan pelanggaran lainnya.

2
Integritas 2018

BAB II. PELAYANAN PUBLIK

Pelayanan publik

Tugas utama dari setiap instansi pemerintahan adalah memberikan pelayanan


atau menyelenggarakan pelayanan publik agar terwujud kesejahteraan bagi rakyat
(public welfare). Menurut Tampubolon (2001)5pelayanan berarti, “Orang yang
melakukan sesuatu yang baik bagi orang lain, karena itu, seorang pelayan yang baik
ialah “melayani, bukan dilayani
Hingga sekarang ini kualitas pelayanan publik masih diwarnai oleh pelayanan
yang sulit untuk diakses, prosedur yang berbelit-belit ketika harus mengurus suatu
perijinan tertentu, biaya yang tidak jelas serta terjadinya praktek pungutan liar (pungli),
merupakan indikator rendahnya kualitas pelayanan publik di Indonesia. Di mana hal ini
juga sebagai akibat dari berbagai permasalahan pelayanan publik yang belum
dirasakan oleh rakyat. Di samping itu, ada kecenderungan adanya ketidakadilan dalam
pelayanan publik di mana masyarakat yang tergolong miskin akan sulit mendapatkan
pelayanan. Sebaliknya, bagi mereka yang memiliki “uang“, dengan sangat mudah
mendapatkan segala yang diinginkan. Untuk itu, apabila ketidakmerataan dan
ketidakadilan ini terus-menerus terjadi, maka pelayanan yang berpihak ini akan
memunculkan potensi yang bersifat berbahaya dalam kehidupan berbangsa. Potensi ini
antara lain terjadinya disintegrasi bangsa, perbedaan yang lebar antar yang kaya dan
miskin dalam konteks pelayanan, peningkatan ekonomi yang lambandan pada tahapan
tertentu dapat meledak dan merugikan bangsa Indonesia secara keseluruhan.

Masyarakat sebagai pengguna seperti tidak memiliki kemampuan apapun untuk


berkreasi, suka tidak suka, mau tidak mau, mereka harus tunduk kepada pengelolanya.
Seharusnya, pelayanan publik dikelola dengan paradigma yang bersifat supportif di
mana lebih memfokuskan diri kepada kepentingan masyarakatnya, pengelola
pelayanan harus mampu bersikap menjadi pelayan yang sadar untuk melayani dan
bukan dilayani.

Pelayanan publik masih memiliki berbagai kelemahan, antara lain Mohammad, (2003) 7

3
Integritas 2018

 Kurang responsif.Kondisi ini terjadi pada hampir semua tingkatan unsur


pelayanan, mulai pada tingkatan petugas pelayanan (front line) sampai dengan
tingkatan penanggungjawab instansi. Respon terhadap berbagai keluhan,
aspirasi, maupun harapan masyarakat seringkali lambat atau bahkan diabaikan
sama sekali.

 Kurang informatif. Berbagai informasi yang seharusnya disampaikan kepada


masyarakat, lambat atau bahkan tidak sampai kepada masyarakat.

 Kurang accessible. Berbagai unit pelaksana pelayanan terletak jauh dari


jangkauan masyarakat, sehingga menyulitkan bagi mereka yang memerlukan
pelayanan tersebut.

 Kurang koordinasi. Berbagai unit pelayanan yang terkait satu dengan lainnya
sangat kurang berkoordinasi. Akibatnya, sering terjadi tumpang tindih ataupun
pertentangan kebijakan antara satu instansi pelayanan dengan instansi
pelayanan lain yang terkait.

 Birokratis. Pelayanan (khususnya pelayanan perijinan) pada umumnya dilakukan


dengan melalui proses yang terdiri dari berbagai level, sehingga menyebabkan
penyelesaian pelayanan yang terlalu lama. Dalam kaitan dengan penyelesaian
masalah pelayanan, kemungkinan staf pelayanan (front line staff) untuk dapat
menyelesaikan masalah sangat kecil, dan di lain pihak kemungkinan masyarakat
untuk bertemu dengan penanggungjawab pelayanan, dalam rangka
menyelesaikan masalah yang terjadi ketika pelayanan diberikan, juga sangat
sulit. Akibatnya, berbagai masalah pelayanan memerlukan waktu yang lama
untuk diselesaikan.

 Kurang mau mendengar keluhan/saran/aspirasi masyarakat. Pada umumnya


aparat pelayanan kurang memiliki kemauan untuk mendengar
keluhan/saran/aspirasi dari masyarakat. Akibatnya, pelayanan dilaksanakan
dengan apa adanya, tanpa ada perbaikan dari waktu ke waktu.

 Inefisien. Berbagai persyaratan yang diperlukan (khususnya dalam pelayanan


perijinan) seringkali tidak relevan dengan pelayanan yang diberikan.

4
Integritas 2018

Sementara itu, dari sisi kelembagaan, kelemahan utama terletak pada desain
organisasi yang tidak dirancang khusus dalam rangka pemberian pelayanan kepada
masyarakat, penuh dengan hirarki yang membuat pelayanan menjadi berbelit-belit
(birokratis), dan tidak terkoordinasi. Kecenderungan untuk melaksanakan dua fungsi
sekaligus, fungsi pengaturan dan fungsi penyelenggaraan, masih sangat kental
dilakukan oleh pemerintah, yang juga menyebabkan pelayanan publik menjadi tidak
efisien Mohamad, (2003). Terkait dengan itu, berbagai pelayanan publik yang
disediakan oleh pemerintah tersebut masih menimbulkan persoalan.
Akibat permasalahan tersebut, citra buruk pada pengelolaan pelayanan publik
masih melekat sampai saat ini sehingga tidak ada kepercayaan masyarakat pada
pengelola pelayanan. Kenyataan ini merupakan tantangan yang harus segera diatasi
terlebih pada era persaingan bebas pada saat ini. Profesionalitas dalam pengelolaan
pelayanan publik dan pengembalian kepercayaan masyarakat kepada pemerintah
harus diwujudkan.

BAB III AKUNTABILITAS

A. Definisi Akuntabilitas
Istilah akuntabilitas berasal dari istilah dalam bahasa Inggris accounta
bility yang berarti pertanggunganjawab atau keadaan untuk dipertanggungjawabkan
atau keadaan untuk diminta pertanggunganjawaban. Akuntabilitas
(accountability) yaitu berfungsinya seluruh komponen penggerak jalannya kegiatan
perusahaan, sesuai tugas dan kewenangannya masing-masing. Akuntabilitas dapat
diartikan sebagai kewajiban-kewajiban dari individu-individu atau penguasa yang
dipercayakan untuk mengelola sumber-sumber daya publik dan yang bersangkutan
dengannya untuk dapat menjawab hal-hal yang menyangkut pertanggung
jawabannya.
Akuntabilitas adalah sebuah konsep etika yang dekat dengan administrasi
publik pemerintahan (lembaga eksekutif pemerintah, lembaga legislatif parlemen
dan lembaga yudikatif Kehakiman) yang mempunyai beberapa arti antara lain, hal
ini sering digunakan secara sinonim dengan konsep-konsep seperti yang dapat
5
Integritas 2018

dipertanggungjawabkan (responsibility), yang dapat dipertanyakan (answerability),


yang dapat dipersalahkan (blameworthiness) dan yang mempunyai ketidakbebasan
(liability) termasuk istilah lain yang mempunyai keterkaitan dengan harapan dapat
menerangkannya salah satu aspek dari administrasi publik atau pemerintahan, hal
ini sebenarnya telah menjadi pusat-pusat diskusi yang terkait dengan tingkat
problembilitas di sektor publik, perusahaan nirlaba, yayasan dan perusahaan-
perusahaan.Akuntabilitas terkait erat dengan instrumen untuk kegiatan kontrol
terutama dalam hal pencapaian hasil pada pelayanan publik dan menyampaikannya
secara transparan kepada masyarakat.
Pengertian akuntabilitas ini memberikan suatu petunjuk sasaran pada hampir
semua reformasi sektor publik dan mendorong pada munculnya tekanan untuk
pelaku kunci yang terlibat untuk bertanggungjawab dan untuk menjamin kinerja
pelayanan publik yang baik.
Akuntabilitas sebagai salah satu prinsip good corporate governance berkaitan
dengan pertanggungjawaban pimpinan atas keputusan dan hasil yang dicapai,
sesuai dengan wewenang yang dilimpahkan dalam pelaksanaan tanggung jawab
mengelola organisasi.
Prinsip akuntabilitas digunakan untuk menciptakan sistem kontrol yang efektif
berdasarkan distribusi kekuasaan pemegang saham, direksi dan komisaris. Prinsip
akuntabilitas menuntut 2 (dua) hal, yaitu : 1) kemampuan menjawab dan 2)
konsekuensi. Komponen pertama (istilah yang bermula dari responsibilitas) adalah
berhubungan dengan tuntutan bagi para aparat untuk menjawab secara periodik
setiap pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan bagaimana mereka
menggunakan wewenang mereka, kemana sumber daya telah digunakan dan apa
yang telah tercapai dengan menggunakan sumber daya tersebut.

B. Akuntabilitas Pemerintah (Sektor Publik)


Akuntabilitas merupakan istilah yang terkait dengan tata kelola pemerintahan
sebenarnya agak terlalu luas untuk dapat didefinisikan, akan tetapi hal ini sering
dapat digambarkan sebagai hubungan antara yang menyangkut saat sekarang
ataupun masa depan, antar individu, kelompok sebagai sebuah
6
Integritas 2018

pertanggungjawaban kepentingan merupakan kejujuran atas tanggugjawab publik


pada setiap individu publik atau institusi publik. Maka menjadi wajib menyediakan
perangkat yang didesain untuk mengawasi, mengontrol, mengevaluasi pejabat
publik agar bekerja sesuai aturan dengan etika dan aturan hukum yang berlaku. Dan
agar setiap pejabat publik mampu memangku tanggugjawab melalui kemampuan
memberikan jawaban kepada publik atas apa yang dikerjakan, itulah yang kemudian
disebut sebagai akuntabilitas. Dengan adanya akuntabilitas, maka masyarakat
sebagai publik yang memberi mandat kepada pemerintah memiliki kejelasan kepada
siapa meminta pertanggungjawaban jika terdapat penyelewengan kinerja. Perangkat
akuntabilitas harus menjadi standar bagi kehidupan publik. Di mana setiap
pemangku jabatan publik harus bisa menjawab setiap pertanyaan publik atas
jabatan yang diemban, bersedia menyampaikan tugas atas jabatanya, siap diperiksa
khususnya melalui mekanisme institusi yang berlaku atau tunduk pada hukum serta
mampu berbertanggugjawab atas kesalahan yang dilakukan (liability). Akuntabilitas
menjadi syarat kehidupan pubik karena publik adalah kehidupan sosial dimana
seyogyanya ada pihak yang memberikan kejelasan, penerangan, tanggungjawab
dan ada pihak yang diberikan penjelasan. Ketika akuntablitas telah menjadi standar
bagi kehidupan publik maka akuntabilitas telah menjadi budaya (culture). Hal ini
menandaskan bahwa setiap individu yang memangku jabatan adalah individu publik
yang siap dituntut atas jabatannya dan setiap masyarakat adalah publik yang harus
mampu menuntut pertanggug jawaban terhadap pejabatan publik.
Aspek yang terkandung dalam pengertian akuntabilitas adalah bahwa publik
mempunyai hak untuk mengetahui kebijakan-kebijakan yang diambil oleh pihak
yang mereka beri kepercayaan. Media pertanggungjawaban dalam konsep
akuntabilitas tidak terbatas pada laporan pertanggungjawaban saja, tetapi
mencakup juga praktek-praktek kemudahan si pemberi mandat mendapatkan
informasi, baik langsung maupun tidak langsung secara lisan maupun tulisan.
Di Indonesia, sosialisasi konsep akuntabilitas dalam bentuk Akuntabilitas
Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP) telah dilakukan kepada 41 Departemen/LPND.
Di tingkat unit kerja Eselon I, dilakukan berdasarkan permintaan dari pihak unit kerja
yang bersangkutan, oleh karenannya capaian dan cakupannya masih tergolong
7
Integritas 2018

rendah.
Dengan komitmen tiga pihak yakni Lembaga Administrasi Negara (LAN),
Sekretariat Negara, dan BPKP, maka pemerintah mulai memperlihatkan
perhatiannya pada implementasi akuntabilitas ini. Hal ini terlihat jelas dengan
diterbitkannya Inpres No. 7 tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah. Inpres ini menginstruksikan setiap akhir tahun seluruh instansi
pemerintah (dari eselon II ke atas) wajib menerbitkan Laporan Akuntabilitas Kinerja
(LAK). Dengan LAK seluruh instansi pemerintah dapat menyampaikan
pertanggungjawabannya dalam bentuk yang kongkrit ke arah pencapaian visi dan
misi organisasi.
Perkembangan penyelenggaraan negara di Indonesia memperlihatkan upaya
sungguh-sungguh untuk menghasilkan suatu pemerintahan yang berorientasi pada
pemenuhan amanah dari seluruh masyarakat. Undang-undang Nomor 28 Tahun
1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas KKN menguraikan
mengenai azas akuntabilitas dalam penyelenggaraan negara dan pengelolaan
pemerintahan. Hal ini mengisyaratkan bahwa untuk mewujudkan suatu
pemerintahan yang responsif, bebas KKN serta berkinerja, kondisi akuntabilitas
merupakan sufficient condition atau kondisi yang harus ada .
Wujud lain dari implementasi akuntabilitas di Indonesia adalah dengan
lahirnya Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara
khususnya di pasal 14 ayat (2) yang menyatakan bahwa instansi pemerintah
diwajibkan menyusun rencana kerja dan anggaran yang didasarkan pada prestasi
kerja yang akan di capainya. Dengan demikian terdapat hubungan yang erat antara
anggaran pemerintah (APBN dan APBD) dengan kinerja yang akan dicapainya
berdasarkan perencanaan stratejik tersebut.
Namun demikian, impelementasi konsep akuntabilitas di Indonesia bukan tanpa
hambatan. Beberapa hambatan yang menjadi kendala dalam penerapan konsep
akuntabilitas di Indonesia antara lain adalah:
 rendahnya standar kesejahteraan pegawai sehingga memicu pegawai
untuk melakukan penyimpangan guna mencukupi kebutuhannya dengan
melanggar azas akuntabilitas,
8
Integritas 2018

 faktor budaya seperti kebiasaan mendahulukan kepentingan keluarga


dan kerabat dibanding pelayanan kepada masyarakat, dan
 lemahnya sistem hukum yang mengakibatkan kurangnya dukungan
terhadap faktor punishment jika sewaktu-waktu terjadi penyimpangan
khususnya di bidang keuangan dan administrasi.
Semua hambatan tersebut pada dasarnya akan dapat terpecahkan jika
pemerintah dan seluruh komponennya memiliki pemahaman yang sama akan
pentingnya implementasi akuntabilitas disamping faktor moral hazard individu
pelaksana untuk menjalankan kepemerintahan secara amanah

BAB IV. ETIKA

A. Definisi Etika
Etika berasal dari bahasa Yunani ethos yang berarti kebiasaan atau watak.
Solomon (dalam Kumorotomo, 2007: 7) menjelaskan bahwa etika mencakup dua
hal yaitu pertama, etika sebagai disiplin ilmu yang mempelajari nilai-nilai yang
dianut oleh manusia beserta pembenarannya dan kedua, nilai-nilai hidup dan
hukum-hukum yang mengatur tingkah laku manusia. Pendapat Solomon
menekankan bahwa etika merupakan cabang ilmu dan nilai-nilai untuk mengatur
tingkah laku manusia. Sedangkan Bertens (dalam Keban, 2008:167)
menyimpulkan bahwa etika meliputi (1) nilai-nilai moral dan norma-norma moral
yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur
tingkah lakunya, (2) kumpulan asas atau nilai moral yang dikenal dengan kode
etik, (3) ilmu tentang baik dan buruk atau yang disebut dengan filsafat moral.
Pada dasarnya pendapat Solomon dan Bertens mengemukakan dua substansi
yaitu dari sudut keilmuan dan praktik. Sudut pandang keilmuan etika dipandang
sebagai cabang ilmu, sedangkan dari sisi praksis etika merupakan nilai yang
dijadikan pedoman untuk mengatur tingkah laku. Jadi, etika merupakan nilai-nilai
yang dianut untuk mengatur tingkah laku manusia dalam ruang kehidupannya.

9
Integritas 2018

Ricocur (1990) mendefinisikan etika sebagai tujuan hidup yang baik


bersama dan untuk orang lain di dalam institusi yang adil. Dengan demikian etika
lebih difahami sebagai refleksi atas baik/buruk, benar/salah yang harus dilakukan
atau bagaimana melakukan yang baik atau benar, sedangkan moral mengacu
pada kewajiban untuk melakukan yang baik atau apa yang seharusnya
dilakukan. Dalam kaitannya dengan pelayanan publik, etika publik adalah refleksi
tentang standar/norma yang menentukan baik/buruk, benar/salah perilaku,
tindakan dan keputusan untuk mengarahkan kebijakan publik dalam rangka
menjalankan tanggung jawab pelayanan publik. Integritas publik menuntut para
pemimpin dan pejabat publik untuk memiliki komitmen moral dengan
mempertimbangkan keseimbangan antara penilaian kelembagaan, dimensi-
dimensi peribadi, dan kebijaksanaan di dalam pelayanan publik (Haryatmoko,
2001).
Menurut Azyumardi Azra (2012), etika juga dipandang sebagai karakter
atau etos individu/kelompok berdasarkan nilai-nilai dan norma-norma luhur.
Dengan pengertian ini menurut Azyumardi Azra, etika tumpang tindih dengan
moralitas dan/atau akhlak dan/atau social decorum (kepantasan sosial) yaitu
seperangkat nilai dan norma yang mengatur perilaku manusia yang bisa diterima
masyarakat, bangsa dan negara secara keseluruhan. Dalam konteks Indonesia,
menurut Azyumardi Azra, nilai-nilai etika sebenarnya tidak hanya terkandung
dalam ajaran agama dan ketentuan hukum, tetapi juga dalam social decorum
berupa adat istiadat dan nilai luhur sosial budaya termasuk nilai-nilai luhur yang
terkandung dalam ajaran Pancasila.
Di dalam sebuah organisasi apabila seseorang (pegawai) bertindak sesuai
etika atau tidak dan ketika berhadapan dengan permasalahan etika (ethical
dilema), hal tersebut merupakan hasil interaksi yang kompleks antara tahapan
pengembangan moral dengan beberap variabel seperti krakteristik individu,
tingkat intensitas masalalah, budaya organisasi danstruktur organisasi.
B. Etika Publik
Etika publik adalah refleksi tentang standar atau norma yang menentukan
baik-buruk dan benar-salah suatu perilaku, tindakan, dan keputusan yang
10
Integritas 2018

mengarahkan kebijakan publik dalam menjalankan tanggung jawab pelayanan


publik.
Etika publik berawal dari keprihatinan terhadap pelayanan publik yang
buruk karena konflik kepentingan dan korupsi. Berbagai upaya perbaikan
birokrasi dan organisasi politik telah dilakukan. Komisi-komisi dibentuk, pejabat-
pejabat diganti, tetapi korupsi tidak kunjung surut dan pelayanan publik
memburuk. Ketika perbaikan birokrasi dan pengetatan pengawasan dilakukan
tetapi korupsi tetap merajalela, berarti kesalahan berada dalam sistem organisasi
itu sendiri. Hal krusial yang perlu dilakukan adalah mengubah sistem organisasi
dengan mengintegrasikan etika publik ke dalam organisasi pelayanan publik.
Etika publik tidak hanya menekankan kode etik atau norma, namun juga dimensi
reflektifnya. Etika publik akan membantu para pejabat dan politisi dalam
mempertimbangkan pilihan sarana kebijakan publik dan sekaligus alat evaluasi
yang memperhitungkan konsekuensi etisnya. Karena itu, fokus diarahkan pada
modalitas etika, yaitu bagaimana menjembatani jurang antara norma moral (apa
yang seharusnya dilakukan) dan tindakan faktual. Keprihatinan etika publik pada
modalitas inilah yang membedakannya dari ajaran-ajaran saleh atau moral yang
lain.
Ada tiga fokus etika publik. Pertama, pelayanan publik berkualitas dan
relevan. Artinya, kebijakan publik harus responsif dan mengutamakan
kepentingan publik. Kedua, fokus refleksi karena tak hanya menyusun kode etik
atau norma, etika publik membantu mempertimbangkan pilihan sarana kebijakan
publik dan alat evaluasi yang memperhitungkan konsekuensi etis. Dua fungsi ini
menciptakan budaya etika dalam organisasi dan membantu integritas pejabat
publik. Ketiga, modalitas etika: bagaimana menjembatani norma moral dan
tindakan. Ketiga fokus itu mencegah konflik kepentingan.
Etika publik berkembang dari keprihatinan terhadap pelayanan publik
yang buruk karena konflik kepentingan dan korupsi. Konflik kepentingan
dipahami sebagai ”konflik antara tanggung jawab publik dan kepentingan pribadi
atau kelompok. Pejabat publik menyalahgunakan kekuasaan untuk kepentingan
diri atau kelompok sehingga membusukkan kinerjanya dalam tugas pelayanan
11
Integritas 2018

publik” (OECD, 2008). Konflik kepentingan tidak hanya mendapatkan uang,


materi, atau fasilitas untuk dirinya. Juga semua bentuk kegiatan
(penyalahgunaan kekuasaan) untuk kepentingan keluarga, perusahaan, partai
politik, ikatan alumni, atau organisasi keagamaannya. Konflik kepentingan
mendorong pengalihan dana publik. Modus operandinya beragam: korupsi
pengadaan barang atau jasa, penjualan saham, penalangan, proyek fiktif,
manipulasi pajak, dan parkir uang di bank dengan menunda pembayaran untuk
memperoleh bunga. Konflik kepentingan yang mencolok (pendanaan ilegal
parpol, penguasa yang pengusaha), dan yang tersamar (calo anggaran, cari
posisi pasca-jabatan, turisme berkedok studi banding) membentuk kejahatan
struktural yang merugikan kepentingan publik.
Dalam mewujudkan pelayanan publik yang berkualitas dan demi
terpenuhinya hak serta kewajiban masyarakat dan penyelenggara pelayanan
publik, maka pemerintah sebagai pemegang otoritas mengeluarkan UU No. 25
tentang Pelayanan Publik. Salah satu hal yang dibahas dalam undang-undang
ini yaitu mengenai prinsip nilai yang menjadi acuan perilaku dalam memberikan
pelayanan publik dari pemberi layanan kepada masyarakat. Prinsip nilai
dibutuhkan sebagai upaya menyesuaikan tatanan nilai masyarakat yang selalu
mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Perubahan nilai ini tentunya akan
mengubah standar harapan masyarakat dalam pemenuhan kebutuhannya. Oleh
karena itu, diperlukan suatu acuan perilaku dalam memberikan pelayanan
kepada masyarakat. Nilai etika yang sering dikumandangkan oleh aparatur
pemerintah sebagai pegawai negeri sipil (PNS), misalnya seperti:
1. Kode etik (Panca Prasetya) KORPRI:
o Setia dan taat kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia dan
Pemerintah Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar 1945;
o Menjunjung tinggi kehormatan bangsa dan negara serta memegang teguh
rahasia jabatan dan rahasia negara;
o Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat di atas kepentingan
pribadi dan golongan;
12
Integritas 2018

o Memelihara persatuan dan kesatuan bangsa serta kesetiakawanan


KORPRI;
o Menegakkan kejujuran, keadilan dan disiplin serta meningkatkan
kesejahteraan dan profesionalisme;
2. Sumpah Jabatan:
Dilarang menerima hadiah atau sesuatu pemberian berupa apa saja dari siapa
saja yang diketahui atau patut dapat diduga bahwa pemberian itu bersangkutan
atau mungkin bersangkutan dengan jabatan atau pekerjaan PNS yang
bersangkutan.
3. Kode Etik PNS:
Dilarang menerima segala pemberian dalam bentuk apa saja, baik langsung
maupun tidak langsung dari masyarakat (investor), sesama pegawai, atau pihak
lain yang menyebabkan Pegawai yang menerima, patut diduga memiliki
kewajiban yang berkaitan dengan jabatan atau pekerjaan.

4. Lain-lain:
Etika dalam proses kebijakan publik, etika dalam pelayanan publik, etika dalam
penataan dan pengaturan kelembagaan pemerintah, etika dalam pembinaan dan
pemberdayaan masyarakat, etika dalam kemitraan antar-pemerintahan dengan
swasta dan dengan masyarakat, dan lain sebagainya.
Nilai-nilai tersebut memang sangat baik jika diterapkan dengan sungguh-
sungguh sebagai acuan perilaku dalam memberikan pelayanan publik. Namun,
dalam konteks empirisnya nilai-nilai diatas belum menjadi budaya organisasi.
Walaupun Good Governance telah masuk dalam menjalankan mesin birokrasi,
namun sejauh ini etika pelayanan publiknya belum berubah secara signifikan.
Komitmen pemimpin dan anggota untuk menciptakan budaya organisasi yang
baik adalah kunci awal untuk menciptakan etika pelayanan publik yang luhur.

13
Integritas 2018

BAB V. ETIKA DAN INTEGRITAS

“Orang-Orang Dengan Integritas Pribadi Yang Tinggi Dan Kemampuan Moral


Untuk Menjalankan Etika Dengan Sempurna, Akan Memiliki Keselarasan Luar
Dalam Untuk Menjalani Kehidupan Berkualitas Yang Etis.” ~ Djajendra

Ketika seseorang tidak merasa memiliki harga diri, persahabatan, stabilitas


keuangan, atau juga nilai-nilai kehidupan positif, maka dia sangat berpotensi untuk
bertindak dan bersikap tanpa integritas. Dan sebaliknya, seseorang dengan harga diri
yang tinggi, rasa syukur dengan keadaan keuangan, nilai-nilai kehidupan positif sebagai
sistem pendukung moral yang kuat, dan kemampuan dirinya hidup dalam
keseimbangan pribadi dan sosial yang kuat, maka dia sangat berpotensi untuk hidup
dengan integritas pribadi yang tinggi.

Integritas pribadi seseorang menyampaikan arti keutuhan dan kekuatan dari jati
diri yang asli. Artinya, tidak ada kepalsuan dari pikiran, suasana hati, ucapan, tindakan,
dan sikap. Jati diri selalu konsisten bertindak dengan integritas diri untuk melakukan
apa yang benar melalui kejujuran diri sendiri.

Orang – orang yang hidup dengan integritas pribadi yang kuat adalah mereka yang
dipandu oleh seperangkat prinsip inti, yang memberdayakan kepribadian dan karakter
mereka, untuk berperilaku secara konsisten dengan standar nilai-nilai yang menjadi
dasar dari integritas. Dan pada umumnya, prinsip-prinsip inti dari integritas adalah nilai-
nilai kehidupan yang membawa makna untuk kebajikan, kasih sayang, kepedulian,
ketergantungan, kedermawanan, kejujuran, kemanusiaan, kebaikan, anti korupsi, anti
manipulasi, anti kolusi, anti nepotisme, anti kekerasan, kesetiaan, kedewasaan,
objektifitas, kepercayaan, kehormatan, dan kebijaksanaan.

Integritas pribadi selalu akan diuji oleh realitas sosial. Mengingat integritas pribadi
adalah sesuatu yang dihasilkan dari dalam diri, maka kekuatan di luar diri bisa saja
tidak memiliki integritas. Sering sekali realitas kehidupan sosial, politik, ekonomi selalu
mempersembahkan integritas yang sangat miskin dan lemah. Dampaknya, integritas
pribadi yang kuat harus menjadi sangat bermoral dan berkualitas tinggi. Untuk itu, Anda
wajib memiliki keberanian agar dapat mengalahkan tantangan dari realitas integritas di
luar diri, yang lemah dan tak berdaya.

Keberanian Anda untuk menerima tanggung jawab pribadi, haruslah diikuti dengan
kemampuan untuk memperkuat integritas pribadi, dan Anda harus dapat menjadi
pribadi yang dibutuhkan banyak orang untuk mengekspresikan kejujuran, keadilan,

14
Integritas 2018

menghormati pandangan yang berbeda dengan integritas pribadi untuk kemanusiaan


dan cinta.

Integritas adalah apa yang menyediakan nilai kehidupan dari dalam diri untuk
mengubah kesadaran ke dalam tindakan. Bila integritas dilengkapi dengan panduan
etika yang unggul dan konsisten, maka saat ada ujian dari luar diri, diri akan memiliki
kekuatan untuk membangkitkan keberanian agar memenangkan integritas pribadi dari
ujian realitas sosial, politik, dan ekonomi kepentingan.

Etika itu sendiri adalah sebuah sistem eksternal melalui aturan, hukum, dan kode
etik. Jadi, diri yang unggul dengan integritas pribadi adalah diri yang secara internal
pribadi telah memiliki sebuah sistem kejujuran diri sendiri terhadap nilai-nilai yang
diyakini. Oleh karena itu, saat panduan etika bisnis dan kode etik perilaku kerja
diterapkan, maka orang-orang dengan integritas tinggi akan memiliki kepatuhan
sempurna terhadap etika bisnis dan kode etik.

BAB VI;

PENEGAKAN ETIKA & INTEGRITAS PNS

Nilai etika harus dituangkan ke dalam berbagai aturan atau standar perilaku agar
dapat menjadi kerangka perilaku yang dipedomani seluruh pegawai. Nilai etika bukan
sekadar bermanfaat untuk membentuk (memotivasi dan mendorong) perilaku pegawai
sehari-hari, namun juga membimbing mereka ketika melakukan proses pengambilan
keputusan. Sehingga jika nilai etika dapat ditegakkan secara konsisten dan konsekuen
maka fondasi good governance di dalam organisasi akan semakin berdiri kokoh.

Nilai etika yang sering dikumandangkan oleh aparatur pemerintah sebagai pegawai
negeri sipil (PNS), misalnya seperti:

5. Kode etik (Panca Prasetya) KORPRI:

o Setia dan taat kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia dan


Pemerintah Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar 1945;

o Menjunjung tinggi kehormatan bangsa dan negara serta memegang teguh


rahasia jabatan dan rahasia negara;

15
Integritas 2018

o Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat di atas kepentingan


pribadi dan golongan;

o Memelihara persatuan dan kesatuan bangsa serta kesetiakawanan


KORPRI;

o Menegakkan kejujuran, keadilan dan disiplin serta meningkatkan


kesejahteraan dan profesionalisme;

6. Sumpah Jabatan:

Dilarang menerima hadiah atau sesuatu pemberian berupa apa saja dari siapa
saja yang diketahui atau patut dapat diduga bahwa pemberian itu bersangkutan
atau mungkin bersangkutan dengan jabatan atau pekerjaan PNS yang
bersangkutan.

7. Kode Etik PNS:

Dilarang menerima segala pemberian dalam bentuk apa saja, baik langsung
maupun tidak langsung dari masyarakat (investor), sesama pegawai, atau pihak
lain yang menyebabkan Pegawai yang menerima, patut diduga memiliki
kewajiban yang berkaitan dengan jabatan atau pekerjaan.

8. Lain-lain:

Etika dalam proses kebijakan publik, etika dalam pelayanan publik, etika dalam
penataan dan pengaturan kelembagaan pemerintah, etika dalam pembinaan dan
pemberdayaan masyarakat, etika dalam kemitraan antar-pemerintahan dengan
swasta dan dengan masyarakat, dan lain sebagainya.

Jika dirumuskan dengan cermat, nilai etika dapat menjadi sarana bagi organisasi
untuk mewujudkan sebuah ajaran tentang sisi kemuliaan manusia. Melalui nilai etika,
setiap individu ditanamkan untuk selalu berperilaku baik dan benar sesuai dengan nilai-
nilai keutamaan (hakikat) keberadaan dirinya.

16
Integritas 2018

DAFTAR PUSTAKA

RukmanaNana, Etika dan Integritas: solusi persoalan bangsa, Sarana bhakti Media,
Tangerang 2013.

http://spip-penanaman-modal.blogspot.co.id/2010/07/ilustrasi-1-penegakan-integritas-
dan.html

https://kecerdasanmotivasi.wordpress.com/2012/06/29/integritas-adalah-pilihan-bukan-
kewajiban-dan-etika-adalah-kewajiban-bukan-pilihan/

http://makassar.lan.go.id/index.php/survei/publikasi/artikel/456-aparat-negara-atau-
aparat-pemerintah-dalam-frame-pelayanan-publik-muskamal-s-sos-m-si

https://zizer.wordpress.com/2009/12/01/etika-dan-karakter-aparatur-pemerintah-2/

17

Anda mungkin juga menyukai