Anda di halaman 1dari 26

DUKUNGAN TEKNIS SUBSTANSI ASISTEN KASN

DALAM PENGAWASAN PENERAPAN NILAI DASAR, KODE ETIK DAN


KODE PRILAKU, SERTA MENJAMIN PELAKSANAAN SISTEM MERIT

A. LATAR BELAKANG
Krisis multidimensi yang melanda Indonesia pada tahun 1997-1998
mengakibatkan lahirnya desakan yang kuat dari berbagai elemen
masyarakat, untuk segera dilakukan reformasi terhadap penyelenggaraan
kehidupan berbangsa dan bernegara, sehingga kemudian terjadilah berbagai
perubahan fundamental yang merupakan tonggak awal era reformasi
diberbagai bidang (ekonomi, hukum, politik, birokrasi dan bidang liannya).
Reformasi birokrasi diawali dengan penegasan pemerintah akan pentingnya
penerapan prinsip good governance dan clean governance pada tahun 2004,
yang sekaligus mejadi starting point reformasi birokrasi gelombang pertama
(20042009) di Indonesia, yang difokuskan pada penciptaan fondasi
reformasi birokrasi melalui transformasi kelembagaan, budaya organisasi,
ketatalaksanaan, regulasi dan deregulasi, serta sumber daya manusia
(SDM).
Selanjutnya RPJP Nasional 2005-2025 menetapkan reformasi
birokrasi sebagai salah satu arah daya saing, sebagai penjabaran Misi pada
poin ke-2 yaitu Mewujudkan bangsa yang berdaya saing, dalam rangka
pencapaian Visi yaitu Indonesia yang maju, mandiri, adil, dan makmur.
Keseriusan pemerintah untuk melakukan reformasi birokrasi,
kemudian dibuktikan dengan ditetapkannya reformasi birokrasi sebagai
agenda utama dalam RPJM Nasional 2010-2015. Reformasi Birokrasi pada
gelombang ke-2 (kedua) ini, diarahkan pada transformasi rule based
bureaucracy atau birokrasi yang berbasis pada peraturan.
Pada tahun 2010 ditetapkan Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-
2025 melalui Perpres Nomor 81 Tahun 2010, yang merupakan arah dan
kebijakan reformasi birokrasi agar dapat berjalan secara efektif, efisien,
terukur, konsisten, terintegrasi, melembaga, dan berkelanjutan. Grand Design
menetapkan Visi Reformasi Birokrasi yaitu Mewujudkan Tata Kelola
Pemerintahan Kelas Dunia. dengan Misi Reformasi Birokrasi yaitu:
a. Membentuk/menyempurnakan peraturan perundang-undangan dalam
rangka mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik;
b. Melakukan penataan dan penguatan organisasi, tatalaksana, manajemen
sumber daya manusia aparatur, pengawasan, akuntabilitas, kualitas
pelayanan publik, mind set dan culture set;
c. Mengembangkan mekanisme kontrol yang efektif; dan
d. Mengelola sengketa administratif secara efektif dan efisien.

1
Selanjutnya dipenghujung era reformasi birokrasi gelombang ke-dua,
pemerintah menetapkan Undang Undang (UU) Nomor 5 Tahun 2014 tentang
Aparatur Sipil Negara (ASN), yang memuat perubahan mendasar pada
manajemen sumber daya aparatur. Dalam UU tersebut, ASN (PNS/PPPK)
ditetapkan sebagai profesi yang memiliki kewajiban mengelola dan
mengembangkan dirinya dan wajib mempertanggungjawabkan kinerjanya,
serta menerapkan prinsip merit dalam pelaksanaan manajemen aparatur sipil
negara.
Olehnya itu maka untuk mengelola manajemen ASN, terjadilah
penambahan komposisi kelembagaan yang mengurusi urusan kepegawaian
dan sumber daya aparatur negara, sebagaimana amanat pasal 25 UU ASN
bahwa Presiden selaku pemegang kekuasaan pemerintah merupakan
pemegang kekuasaan tertinggi dalam kebijakan, pembinaan profesi, dan
manajemen ASN, dan untuk menyelenggarakan kekuasaan tersebut,
Presiden mendelegasikan sebagian kekuasaannya kepada:
a. Kementerian PAN dan RB, berkaitan dengan kewenangan perumusan
dan penetapan kebijakan, koordinasi dan sinkronisasi kebijakan, serta
pengawasan atas pelaksanaan kebijakan ASN;
b. KASN, berkaitan dengan kewenangan monitoring dan evaluasi
pelaksanaan kebijakan dan manajemen ASN untuk menjamin perwujudan
sistem merit serta pengawasan terhadap penerapan asas serta kode etik
dan kode perilaku ASN;
c. LAN, berkaitan dengan kewenangan penelitian, pengkajian kebijakan
manajemen ASN, pembinaan, dan penyelenggaraan pendidikan dan
pelatihan ASN; dan
d. BKN, berkaitan dengan kewenangan penyelenggaraan manajemen ASN,
pengawasan dan pengendalian pelaksanaan norma, standar, prosedur,
dan kriteria manajemen ASN.
Pada gelombang ke-tiga, reformasi birokrasi ditetapkan menjadi salah
satu sasaran prioritas dalam RPJM Nasional 2015-2019, yang diarahkan
pada transformasi performance based bureaucracy atau birokrasi yang
berbasis kinerja, dengan 4 (empat) indikator yakni: pertama: opini WTP atas
laporan keuangan kementerian/lembaga, provinsi, kabupaten//kota; kedua:
instansi pemerintan yang akuntable; ketiga: indeks reformasi birokrasi; dan
keempat: indeks integritas nasional berupa integritas pelayanan publik di
pusat dan daerah.
Dengan demikian, maka akumulasi perjalanan reformasi birokrasi di
Indonesia saat ini, telah berada pada tahun ke-13 (2004-2017), sehingga
ultimate dynamic governance atau tata kelola pemerintahana yang dinamis

2
pada gelombang ke-empat tahun 2020-2025 hanya tersisa lebih kurang 8
(dalapan) tahun lagi.
Reformasi birokrasi pada gelombang ke-tiga ini, berorientasi pada
perluasan cakupan terhadap berbagai aspek yang belum tersentuh pada
gelombang kedua, serta mengatasi isu strategis yang muncul sesuai dengan
perkembangan terkini, yaitu: masih lemahnya penegakan hukum; rendahnya
komitmen pencegahan dan pemberantasan korupsi; APIP masih lemah;
kualitas AKIP masih rendah; pengadaan barang dan jasa mesih belum
efisien; organisasi gemuk, fragmented dan tumpag tindih; penerapan e-gov
belum merata; masih rendahnya kompetensi, belum sesuai dengan
kebutuhan dalam jabat, dan kinerja belum optimal; integritas PNS masih
rendah; sistem remunerasi belum layak dan belum berbasis kinerja; dan
kualitas pelayanan publik masih rendah.
Adapun Road Map Reformasi Birokrasi 20152019 sebagai
operasionalisasi Reformasi Birokrasi setiap 5 tahun, yang ditetapkan melalui
Permenpan RB Nomor 11 Tahun 2015, secara spesifik mengamanatkan
peran Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) dalam hubungannya dengan
arah perubahan yang diharapkan dalam reformasi birokrasi, yakni:
1. Terinternalisasinya nilai dasar, kode etik dan kode prilaku, serta integritas
pada instansi pemerintah, merupakan sasaran reformasi menuju birokrasi
yang bersih dan akuntabel, dengan kondisi pencapaian pada tahun 2019;
2. Meningkatnya kemampuan unit pengelola SDM untuk menerapkan
menejemen SDM berbasis merit, dengan kondisi pencapaian pada tahun
2016:
3. Meningkatnya penerapan manajemen SDM yang berbasis merit, dengan
kondisi pencapaian yaitu terjadi peningkatan pada setiap pada tahun yaitu
2017 s,d 2019; dan
4. Arah kebijakan dan strategi yang ditempuh untuk agenda
menyempurnakan dan meningkatkan kualitas reformasi birokrasi
nasional (RBN), yaitu melalui penerapan manajemen ASN melalui sistem
promosi secara terbuka, kompetetif, dan berbasis kompetensi, didukung
dengan semakin efektifnya pengawasan oleh KASN.
Sebagaimana Road Map Reformasi Birokrasi 2015-2019 dalam
hubungannya dengan pendelegasian kekuasaan Presiden kepada KASN,
maka KASN memiliki peran yang sangat strategis dalam agenda reformasi,
utamanya dalam pengawasan terhadap pelaksanaan nilai dasar, kode etik
dan kode prilaku sebagaimana amanat pasal 4 dan 5 UU ASN, serta
menjamin penerapan sitem merit sebagaimana amanat pasal 1 nomor 22
serta dalam penjelasan UU ASN.
B. KOMISI APARATUR SIPIL NEGARA (KASN)
3
1. Fungsi, Tugas, dan Wewenang KASN
UU Nomor 5 Tahun 2014 pasal 27 mengamanatkan bahwa KASN
merupakan lembaga nonstruktural yang mandiri dan bebas dari intervensi
politik untuk menciptakan Pegawai ASN yang profesional dan berkinerja,
memberikan pelayanan secara adil dan netral, serta menjadi perekat dan
pemersatu bangsa. Selanjutnya pasal 28 UU ASN mengamanatkan
bahwa KASN bertujuan untuk:
a. Menjamin terwujudnya Sistem Merit dalam kebijakan dan Manajemen
ASN;
b. Mewujudkan ASN yang profesional, berkinerja tinggi, sejahtera, dan
berfungsi sebagai perekat Negara Kesatuan Republik Indonesia;
c. Mendukung penyelenggaraan pemerintahan negara yang efektif,
efisien dan terbuka, serta bebas dari praktik korupsi, kolusi, dan
nepotisme;
d. Mewujudkan Pegawai ASN yang netral dan tidak membedakan
masyarakat yang dilayani berdasarkan suku, agama, ras, dan
golongan;
e. Menjamin terbentuknya profesi ASN yang dihormati pegawainya dan
masyarakat; dan
f. Mewujudkan ASN yang dinamis dan berbudaya pencapaian kinerja.
Untuk maksud tersebut maka selanjutnya UU Nomor 5 Tahun 2014
mengamanatkan fungsi, tugas, dan wewenang KASN sebagai berikut:
a. Pasal 30: KASN berfungsi mengawasi pelaksanaan norma dasar, kode
etik dan kode prilaku ASN, serta penerapan sistem merit dalam
kebijakan manajemen ASN pada instansi pemerintah.
b. Tugas KASN sebagaimana pasal 31 yaitu: a. menjaga netralitas ASN;
b. melakukan pengawasan dan pembinaan profesi ASN; dan
c. melaporkan pengawasan dan evaluasi pelaksanaan kebijakan
manajemen ASN kepada Presiden.
Selanjutnya dalam melaksanakan tugasnya, maka KASN dapat:
a. melakukan penelusuran data dan informasi terhadap pelaksanaan
sistem merit dalam kebijakan dan manajemen ASN pada instansi
pemerintah; b. melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan fungsi
pegawai ASN sebagai pemersatu bangsa; c. melakukan penelusuran
terhadap pelanggaran norma dasar serta kode etik dan kode prilaku
pegawai ASN; d. melakukan penelusuran data dan informasi atas
prakarsa sendiri terhadap dugaan pelanggaran norma dasar serta
kode etik dan kode prilaku pegawai ASN; dan e. melakukan upaya
pencegahan pelanggaran norma dasar serta kode etik dan kode
prilaku pegawai ASN.
c. Dalam menjalankan tugas dan fungsi tersebut di atas, maka
wewenang KASN sebagaimana pasal 32 yaitu: a. mengawasi setiap

4
tahapan proses pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi mulai dari
pembentukan panitia seleksi instansi, pengumuman lowongan,
pelaksanaan seleksi, pengusulan nama calon, penetapan, dann
pelantikan Pejabat Pimpinan Tinggi; b. mengawasi dan mengevaluasi
penerapan asas, nilai dasar serta kode etik dan kode prilaku pegawai
ASN; c. meminta informasi dari pegawai ASN dan masyarakat
mengenai laporan pelanggaran norma dasar serta kode etik dan kode
prilaku pegawaii ASN; d. meminta dokumen terkait pelanggaran norma
dasar serta kode etik dan kode prilaku pegawai ASN; e.meminta
klarifikasi dan/atau dokumen yang diperlukan dari instansi pemerintah
untuk memeriksa laporan atas pelanggaran norma dasar serta kode
etik dan kode prilaku pegawai ASN.
Dalam melaksanakan pengawasan, KASN berwenang untuk
memutuskan adanya pelanggatan kode etik dan kode prilaku pegawai
ASN, kemudian hasil pengawasan disampaikan kepada pejabat
Pembina kepegawaian dan pejabat yang berwenang untuk wajib
ditindaklanjuti.
2. Organ, Visi dan Misi, serta Strategi KASN
Sebagai tindaklanjut UU Nomor 5 Tahun 2014, maka pada tanggal
18 September 2014, Presiden menetapkan Peraturan Presiden (Perpres)
Republik Indonesia Nomor 118 Tahun 2014 tentang Sekretariat, Sistem
dan Manajemen Sumber Daya Manusia, Tata Kerja, serta Tanggung
Jawab dan Pengelolaan Keuangan Komisi Aparatur Sipil Negara.
Selanjutnya Presiden mengangkat dan menetapkan 7 (tujuh) orang
Anggota KASN perikode 2014-2019 (pertama) melalui Keputusan
Presiden (Kepres) Republik Indonesia Nomor 141/M/2014 tentang
Pengangkatan Anggota KASN tanggal 30 September 2014, yang
kemudian dilantik oleh Presiden pada tanggal 27 Nopember 2014.
Langkah awal yang dilakukan oleh KASN yaitu melakukan
rekrutment untuk mengisi organ secretariat, asisten komisioner, serta
fungsional keahlian, lalu kemudian merumuskan dan menetapkan Renstra
KASN yang memuat Visi, Misi, dan Strategi KASN dalam manajemen
ASN.
Adapun Visi KASN yaitu Menjadi komisi pengawasan
dan penjaminan sistem merit yang terpercaya, efektif dan handal di
dunia untuk mewujudkan Aparatur Sipil Negara Republik Indonesia
yang profesional, berkinerja dan berintegritas tinggi, dengan
Misi sebagai berikut:
a. Membantu Presiden dalam pembentukan Aparatur Sipil Negara
Republik Indonesia yang profesional, berkinerja, berintegritas tinggi,
dan bersih dari praktek KKN.
5
b. Memastikan terbentuknya Aparatur Sipil Negara Republik Indonesia
yang netral dan bebas dari intervensi politik;
c. Mengawasi dan menjamin pelaksanaan Nilai Dasar, Kode Etik dan
Kode Perilaku pegawai ASN pada semua instansi pemerintah pusat
dan pemerintah daerah;
d. Menjamin terwujudnya sistem merit dalam manajemen ASN pada
semua instansi pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Untuk mencapai visi dan misi tersebut di atas, maka KASN
menetapkan strategi pencapaian sebagai berikut:
a. Membangun sistem pengawasan pelaksanaan Sistem Merit dalam
proses seleksi, promosi, mutasi, pembinaan dan remunerasi ASN;
b. Meningkatkan efektivitas pembinaan pegawai JPT;
c. Membangun kerjasama dengan Kementerian/Lembaga Pemerintah
Non Kementerian terkait dengan pembinaan ASN.
d. Membangun dukungan strategis dengan media dan masyarakat
madani dalam rangka pelaksanaan peraturan perundang-undangan
tentang ASN;
e. Membangun Sistem Informasi Pemegang Jabatan Pimpinan Tinggi;
f. Merekrut staf profesional dan staf pendukung yang berkompetensi,
berintegritas, dan bermotivasi tinggi;
g. Membangun kapasitas kelembagaan Komisi ASN.
3. Identifikasi Masalah
Dalam mengoperasionalisasi tugas dan fungsi serta kewenangan
KASN dalam mengawasi penerapan nilai dasar, kode etik dan kode
prilaku, serta menjamin terwujudnya sistem merit, maka hingga ini saat
KASN masih dihadapkan pada beberapa permasalahan baik pada
lingkungan internal maupun dari lingkungan eksternal, yang dapat
diuraikan sebagai berikut:
a. Permasalahan Internal
Beberapa permasalahan pada lingkungan internal KASN Antara
lain:
1) Sumber Daya Manusia
Jumlah SDM KASN saat ini belum memadai baik secara kualitas
maupun kuantitas, untuk dapat melakukan pengawasan,
monitoring, dan evaluasi yang efektif terhadap 728 instansi
pemerintah (K/L/Pemda) di seluruh Indonesai. Sampai pada tahun
2016, KASN hanya memiliki SDM sebanyak 66 orang yang terdiri
dari 7 orang komisioner, 7 orang asisten komisioner, 17 orang
struktural, 2 orang fungsional tertentu, 2 orang fungsional umum,
dan 30 orang PKWT. Kondisi SDM ini mengambarkan
6
ketidakseimbangan antara beban kerja dengan SDM yang dimiliki
oleh KASN.
2) Anggaran
Alokasi anggaran KASN pada tahun 2017 sebesar
Rp. 42.682.000.000,-, yang 63% atau sekitar Rp. 27,682.000.000,-
diperuntukkan pada program pengawasan implementasi sistem
merit, dan sebesar Rp. 15,000.000.000,- diperuntukkan pada
program dukungan manajemen dan teknis lainnya, pengelolaan
dan pembinaan SDM, keuangan dan perkantoran.
Mencermati luasnya rentang kendali pengawasan dan
kompleksitas problematikan ASN yang semakin variatif, serta
beberapa permasalahan internal lainnya, maka alokasi anggaran
KASN yang ada saat ini relatif masih sangat terbatas.
3) Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana atau fasilitas kerja KASN juga masih
terbatas. Sarana kantor KASN sampai saat ini masih
menggunakan bangunan/gedung milik Kementerian Koperasi dan
UMKM karena belum memiliki bangunan/gendung kantor sendiri.
Demikian halnya dengan beberapa fasilitas kerja yang juga belum
optimal, misalnya penyediaan dan penyiapan ruang interview,
operator room, dan ruang konsultasi yang belum memadai.
Adapaun terkait prasarana, maka dibutuhkan mkodernisasi
prasarana untuk mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi serta
wewenang KASN secara efektif dan efisien.
4) Ketatalaksanaan
Perlu dilakukan penyempurnaan SOP pada berbagai bidang;
misalnya pada aspek pelayanan publik diperlukan adanya standar
pelayanan KASN dan manajemen pengelolaan pengaduan,
demikian halnya pada aspek akuntabilitas kinerja perlu dilakukan
optimalisasi perencanaan, pengukuran, pelaporan, dan evaluasi
kinerja.
Penerapan KISS (koordinasi, integrasi, singkronisasi, dan
simplifikasi) pada iternal KASN sebagaimana amanat pasal 17
Perpres 118 Tahun 2015, juga masih memerlukan optimalisasi,
yang sekaligus juga berfungsi untuk menghindari terjadinya
tumpang tindih tugas atau sebaliknya ada tugas yang tidak jelas
siapa satuan kerja yang bertanggungjawab menanganinya.
Demikian halnya dengan uraian tugas dari struktur organisasi yang
belum sepenuhnya dipahami, serta e-gov, e-office, dan e-budgeting
yang belum diterapkan dan atau belum berjalan secara optimal.
b. Permasalahan Eksternal

7
Adapun beberapa permasalahan dari lingkungan eksternal
KASN, antara lain:
1) Cakupan Kewenangan
Sebagaimana amanat pasal 32 UU ASN, maka KASN memiliki
wewenang melakukan pengawasan, evaluasi, meminta informasi,
memeriksa, meminta klarifikasi, dan memutuskan adanya
pelanggaran. Akan tetapi KASN tidak memiliki kewenangan
regulasi dalam menyiapkan pedomana teknis dan juga tidak
memiliki kewenangan untuk menjatuhkan sanksi atas adanya
pelanggaran. Keterbatasan cakupan kewenangan ini menjadi
permasalahan dalam mengoptimalisasi pelaksanaan pengawasan
terhadap penerapan norma dasar, kode etik dan kode prilaku serta
menjamin pelaksanaan sistem merit.
2) Kelembagaan/Organisasi
Sesuai amanat pasal 29 UU ASN bahwa KASN berkedudukan di
ibu kota negara (DKI Jakarta), sementara rentang kendali
pengawasan KASN yaitu seluruh Indonesia (K/L/Pemda), sehingga
tentunya sangat dibutuhkan adanya penguatan kelembagaan
KASN.
Salah satu upaya penguatan kelembagaan yaitu adanya
kewenangan untuk membuka perwakilan di setiap provinsi atau
setidaknya secara regional/kewilayahan, guna lebih mendekatkan
atau mempersempit rentang kendali pengawasan dan monev.
Sampai saat ini juga belum terbentuk Satuan Pengawas Internal
dan Majelis Kehormatan Kode Etik dan Kode Prilaku KASN, yang
berperan mengarahkan, mengawasi, dan mengevaluasi kinerja
pegawai KASN, sehingga dapat mempercepat menajemen
perubahan paradigm pegawai KASN menuju pada mindset dan
cultureset dapat dijadikan sebagai role mkodel.
3) Perilaku PPK dan ASN yang belum patuh
Masih maraknya prilaku Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) dan
ASN yang belum patuh terhadap penerapan sistem merit. Misalnya
saja dalam pelaksanaan seleksi terbuka JPT, yang walaupun
pelaksanaannya tetap melalui serangkaian tahapan dan
mekanisme seleksi terbuka, akan tetapi tidak luput dari adanya
intervensi PPK sehingga akan menguarangi kualitas output dan
outcome dari sistem merit.
Menurut pandangan penulis, bahwa tahapan wawancara akhir oleh
panitia seleksi (Pansel) adalah salah satu celah yang kerap hanya
dijadikan sebagai formalitas oleh PPK sehingga dimanfaatkan
untuk melakukan intervensi. Olehnya itu maka KASN perlu lebih
meningkatkan pengawasannya pada tahapan ini, agar seleksi
8
terbuka JPT tidak hanya meningkat secara kuantitas tetapi juga
meningkat secara kualitas.
Salah satu upaya untuk meminimalisir subjektifitas dalam tahap
wawancara pansel yaitu dengan membakukan penerapan sistem
gugur dalam seleksi terbuka JPT, agar tidak dimanfaatkan untuk
memuluskan orang-orang tertentu dalam proses seleksi terbuka
JPT yang akan mencederai prinsip keadilan dan kompetisi dalam
sistem merit.
Fenomena tersebut di atas, pada akhirnya akan berimplikasi pada
rendahnya kepatuhan ASN dalam menerapkan nilai dasar, kode
etik dan kode prilaku ASN. Apalagi dalam realitasnya, ternyata
sampai saat ini masih kerap terjadi politisasi ASN dan jual beli
jabatan, yang sekaligus merupakan indikasi terhadap masih
lemahnya pengawasan KASN terhadap pelaksanaan sistem merit
salah satu berfungsinya yaitu melindungi ASN dari intervensi politik
dan perbuatan semena-mena.
4) Intervensi Politik
Kepentingan politik dalam manajemen ASN ternyata tidak hanya
mengintervensi pada dimensi politik lokal di daerah, tetapi juga
mengintervensi eksistensi KASN. Kendatipun dalam pasal 27 UU
ASN mengamanatkan bahwa KASN adalah lembaga nonstruktural
yang mandiri dan bebas dari intervensi politik, namun dalam
implementasinya ternyata KASN belum dapat sepenuhnya terlepas
dari intervensi politik tersebut. Fenomena tehadap rancangan revisi
UU ASN yang secara eksplisit berpotensi terhadap pembubaran
KASN adalah sebuah realitas adanya intevensi politik. Olehnya itu,
maka KASN perlu berupaya untuk melakukan peningkatan
kapasitas kelembagaan dalam rangka mewujudkan kemandirian
yang memadai.

C. PANDANGAN STRATEGIS DALAM OPTIMALISASI KASN


1. KASN sebagai State Auxiliary Organs, dan Self Regulasiy Agencies,
sekaligus Quasi Independent Supervisiory Bodies
Berdasarkan perspektif teori hukum tata negara, Kementerian PAN
dan RB dalam kedudukannya sebagai kementerian, serta LAN dan BKN
dalam kedudukannya sebagai lembaga pemerintah non kementerian
(LPNK) dapat dikategorikan sebagai lembaga negara utama atau primary
constitutional, sedangkan KASN dalam kedudukannya sebagai lembaga
negara nonstruktural dapat dikategorikan sebagai lembaga negara
penunjang atau state auxiliary organs yang dibentuk khusus untuk
mengawasi pelaksanaan norma dasar, kode etik dan kode perilaku ASN,
9
serta menjamin penerapan sistem merit dalam kebijakan serta
manajemen ASN.
Mencermati pendelegasian kekuasaan Presiden, maka
kewenangan KASN bukan merupakan fungsi tunggal, tetapi lebih kepada
fungsi campuran (mix function) yaitu mengawasi, menjamin, serta
memutuskan, sehingga KASN tidak hanya sebagai state auxiliary organ
tetapi sekaligus sebagai self regulasiy organ. Adapun sebagai lembaga
nonstruktural yang mandiri dan bebas dari intervensi politik maka KASN
juga adalah quasi independen supervisory bodies.
Dalam menjalankan pengawasan, menjamin, dan memutuskan ada
atau tidaknya pelanggaran terhadap nilai dasar, kode etik dan kode
perilaku ASN, serta pelaksanaan sistem merit, saat ini KASN menerapkan
reveral system atau penanganan sementara lalu mengalihkan kepada
Presiden atau lembaga/pejabat yang berwenang untuk menjatuhkan
sanksi.
Sementara itu, dengan semakin kompleks dan variatifnya
perkembangannya pengaduan/laporan yang diterima oleh KASN,
sebagaimana data dan informasi yang diperoleh dari KASN, antara lain
yaitu:
- terdapat 10,5% pengaduan ke KASN yang non kewenangan KASN;
- level pengaduan terbesar yaitu berasal dari kabupaten/kota yaitu
80,3%, kemudian kementerian/lembaga sebesar 10%, dan provinsi
sebesar 9,7%;
- kategori pengaduan didominasi oleh persoalan meritokrasi sebesar
66,5%, kemudian netralitas sebesar 6,9%, dan kode etik sebesar
16,6%; dan
- unit terlapor yaitu bupati sebesar 33,1%, walikota, 11,4 %, Pj/Plt
Bupati 8,4%, ASN 6,5%, gubernur 5,7%, menteri/kementerian 4,6%,
dan lain sebagainya;
maka penulis berpendapat bahwa sudah sepatutnya apabila KASN
memiliki kewenangan regulasi untuk membuat peraturan dan menetapkan
keputusan, serta kewenangan untuk menjatuhkan sanksi terkait dengan
adanya pelanggaran sistem merit, nilai dasar, kode etik dan kode prilaku,
dalam ruang lingkup kebijakan dan manajemen ASN.
Kewenangan menjatuhkan sanksi yang dimaksudkan disini, yaitu
berupa sanksi administratif, misalnya teguran, peringatan, pengenaan
denda, pembayaran ganti rugi, termasuk mengambil alih pelaksanaan
seleksi terbuka JPT. Adapun kewenangan regulasi KASN yaitu
menetapkan pedoman sebagai peraturan pelengkap dari aturan
pemerintah yang ada, dan atau untuk mengisi kekosongan dari peraturan,
serta membuat keputusan yang tidak hanya sebatas memutuskan ada

10
atau tidaknya pelanggaran, tetapi juga mencapuk keputusan untuk
menunda sementara pemberlakuan keputusan PPK, serta keputusan
penundaan sementara pembayaran tunjangan jabatan dan penggunaan
fasilitas jabatan oleh ASN yang terindikasi atau dinyatakan bersalah oleh
KASN, setelah dilakukan pendekatan represif.
Pemikiran terhadap perlunya penguatan kewenangan kepada
KASN, didasarkan pada realitas bahwa beberapa lembaga penunjang
(state auxiliary organ) di Indonesia yang memiliki kewenangan regulasi
serta kewenangan menjatuhkan sanksi, misalnya seperti KPU, KPID dan
KPPU, termasuk kewenangan yang sangat luas seperti KPK, yang
tentunya diberikan atas pertimbangan bahwa lembaga penunjang tersebut
memiliki peran strategis dalam mendukung dan mempercepat
pembangunan nasional.
Olehnya itu, maka mengingat bahwa reformasi birokrasi adalah
salah satu agenda nasional yang sangat strategis, sehingga ditetapkan
sebagai agenda utama pada RPJM Nasional 2010-2014, lalu kemudian
pada RPJM Nasional 2015-2019 ditetapkan menjadi salah satu sasaran
prioritas, sementara ASN adalah bagian terbesar dan terpenting dalam
agenda reformasi birokrasi, maka sudah selayaknya apabila KASN
memiliki kewenangan regulasi dan kewenangan menjatuhkan sanksi.
Kendati demikian, tentu juga disadari bahwa pandangan terhadap
penguatan kewenangan regulasi dan menjatuhkan sanksi kepada KASN,
dapat berimplikasi pada kebijakan pemerintah antara lain:
a. Kemandirian anggaran KASN dalam APBN;
b. Alokasi berbagai sumberdaya dalam rangka peningkatan kapasitas
kelembagaan dan sumber daya manusia KASN; dan
c. Pembentukan perundang-undangan yang lex specialis tentang KASN,
atau mendorong penguatan kewenangan KASN melalui refisi UU ASN:
namun apabila pandangan strategis ini dapat direalisasikan, maka
niscaya kedepannya KASN akan mampu mengemban tugas dan
fungsinya sesuai dengan ekspektasi publik, serta akan memberikan
kontribusi yang signifikan dalam pencapaian visi dan misi reformasi
birokrasi di Indonesia, serta sumbangsing yang besar dalam pencapaian
visi dan misi pembangunan nasional.
Optimisme ini bukan tanpa alasan, tetapi sesuai realitas bahwa
dengan berbagai keterbatasan yang dimiliki KASN saat ini, maka ternyata
KASN tetap mampu melahirkan berbagai trobosan strategis dan cerdas
dalam upaya meminimalisir politisasi ASN serta jual beli jabatan yang
sudah begitu akut, sistemik, dan terstruktur. Hal tersebut didasarkan pada
Laporan Kerja KASN Tahun 2016 tentang tingkat pencapaian
pelaksanaan seleksi terbuka JPT sebagai salah satu indikator sistem
11
merit, yang telah dilaksanakan pada semua kementerian, kemudian LPNK
telah mencapai 94 persen, provinsi mencapai 97 persen, dan lebih tiga
perempat kabupaten/kota.
Selain pandangan strategis sebagaimana telah diuraikan di atas,
maka masih terdapat beberapa pandangan strategis lainnya terkait
strategi optimalisasi KASN, yakni:
a. KASN Berbasis Informasi dan Teknologi
Salah satu upaya strategis untuk lebih mendekatkan dan
mempermudah pelayanan serta memperlancar pelaksanaan tugas dan
fungsi suatu organisasi yaitu melalui pemanfaatan informasi dan
teknologi. Mengingat rentang kendali pengawasan KASN yang begitu
luas, maka diperlukan optimalisasi informasi dan teknologi baik pada
dimensi internal berupa e-Gov, e-Office, dan e-Budgeting, serta pada
dimensi eksternal berupa mengembangkan aplikasi yang mudah
diakses oleh publik (dapat melalui hand phone/smart phone),
misalnya:
- pengembangan aplikasi LAPOR KASN dengan aplikasi KASN
Mobile yang dapat diakses melalui SMS, misalnya dengan
menerapkan aplikasi Front Line SMS yang memiliki berbagai
fasilitas mulai dari penyebaran informasi, menerima
pengaduan/pelaporan memperoleh data dan informasi, sampai
pada survei tingkat ekspekstasi dan kepuasan publik terhadap
peneripan sistem merit dan kinerja pemerintah atau instansi
lainnya;
- pengembangan aplikasi KASN Online dengan berbagai fasilitas
berupa pengaduan/laporan, pengumuman dan penyebaran
informasi, penyampaian informasi dan rekomendasi, konsultasi,
koordinasi, e-Seleksi Terbuka JPT melalui Computer Asisted Test
(CAT), dan fasilitas terkait lainnya dalam mendukung kinerja KASN,
yang dapat diakses melalui jaringan internet.
b. Note Kesepahaman Bersama
Untuk efektifitas dan efisiensi pelaksanaan tugas dan fungsi sesuai
dengan kewenangannya, maka KASN harus membangun komitmen,
misalnya melalui Nota Kesepahaman Bersama dengan lembaga
lainnya yang terkait dengan pembinaan dan manajemen ASN yaitu
Kemen PAN dan RB, LAN, serta BKN.
Demikian halnya dalam rangka ektifitas dan efisiensi pelaksanaan
pengawasan dalam penerapan norma dasar, kode etik dan kode
prilaku ASN serta menjamin pelaksanaan sistem merit, maka KASN
harus mampu membangun hubungan khusus dengan lembaga lainnya

12
seperti Kemendagri, Kemenag, Kemendikbud, Kemenristek dan Dikti,
Polri, TNI, Bawaslu, BPJS, BNN, serta lembaga terkait lainnya,
termasuk dengan BPK serta kekuasaan yudikatif dan kekuasaan
legislatif.
c. Penerapan Reward and Punishmant
Pasal 31 ayat (1) huruf c UU ASN mengamanatkan tugas KASN yaitu
melaporkan pengawasan dan evaluasi pelaksanaan kebijakan
manajemen ASN kepada Presiden. Sehubungan dengan adanya tugas
evaluasi tersebut, maka penerapan reward and punishmant adalah
sebuah metkode yang ideal dan startegis untuk mensosialisasikan dan
memotivasi instansi pemerintah untuk mengoptimalkan pelaksanakan
sistem merit, serta memotivasi ASN untuk menerapkan nilai dasar,
kode etik dan kode prilaku, karena realitas saat ini bahwa mayoritas
ASN belum memahami nilai dasar, kode etik dan kode prilaku ASN,
apalagi untuk menerapkannya.
Dalam rangka penerapan reward and punishment tersebut, maka
setidaknya KASN harus mampu merumuskan, menyusun,
menetapkan, dan menerapkan standar evaluasi yang reliable,
menentukan variabel dan indikator evaluasi, serta menentukan nilai
minimal dan maksimal, sehingga pelaksanaan evaluasi tidak bias dan
akhirnya hanya menjadi formalitas.
Selanjutnya, laporan KASN kepada Presiden hendaknya disertai
dengan rekomendasi pemberian reward and punishmand kepada
K/L/Pemda dan ASN sesuai dengan hasil evaluasi. Reward yang
diberikan oleh Presiden kepada ASN dapat berbentuk promosi,
kenaikan pangkat, dan pemberian tanda kehormatan, sedangkan
punishmand dapat berbentuk sanksi administrasi atau hukuman
disiplin. Adapun reward and punishment bagi K/L/Pemda akan
berimplikasi pada peningkatan dan pengurangan pagu anggaran.
d. Pembentukan Pusat Sistem Merit (Center of Merit System)
Merit sistem tentunya tidak hanya dimaknai hanya sebagai proses
seleksi terbuka pengisian JPT, tetapi sesuai dengan prinsip dasar UU
ASN maka sistem merit mencakup indikator sebagai berikut:
- Seleksi dan promosi secara adil akn kompetitif;
- Menerapkan prinsip fairness;
- Penggajian, reward dan punishmend berbasis kinerja;
- Standat integitas dan prilaku untuk kepentingan publik;
- Manajemen SDM secara efektif dan efisien; serta
- Melindungi pengawai dari intervensi politik dan tindakan semena-
mena.
Untuk menjamin penerapan merit sistem, maka KASN perlu
mendorong tebentuknya Center of Merid System, yang tentunya

13
bersama-sama dengan KEMENPAN-RB, LAN, dan BKN, guna lebih
mengintegrasikan pelaksanaan kebijakan dan manajemen ASN.
Adapun untuk mengoptimalisasi kapasitas KASN dalam Center of
Merit Sistem, maka salah satunya dapat dilakukan melalui
peningkatan kualitas dan intensitas kerjasama dengan lembaga
sejenis di negara lain misalnya dengan Australian Public Service
Commision (APSC), Civil Service Commision USA, Singapore Public
Service Commision (SPSC), dan sebagainya, sehingga Reformasi
Birokrasi betul-betul dapat diarahkan pada pencapaian Visi
Mewujudkan Tata Kelola Pemerintahan Kelas Dunia.
2. Dukungan Teknis Substansi Asisten Komisioner KASN
Pasal 36 UU ASN mengamanatkan bahwa KASN dalam
melaksanakan tugas dan wewenang dibantu oleh asisten dan pejabat
fungsional keahlian yang dibutuhkan. Menindaklanjuti amanat pasal
tersebut maka kemudian ditetapkan Perpres Nomor 118 Tahun 2014
tentang Sekretariat, Sistem dan Manajemen Sumber Daya Manusia,
Tata Kerja, serta Tanggung Jawab dan Pengelolaan Keuangan Komisi
Aparatur Sipil Negara, yang pada pasal 12 yang mengamanatkan
bahwa pegawai KASN menduduki jabatan a. asisten; b. fungsional
keahlian; dan c. jabatan lain dilingkungan sekretariat KASN, kemudian
pada pasal 14 mengamanatkan bahwa Asisten dan Pejabat
Fungsional Keahlian menyelenggarakan dukungan teknis substansi
terhadap Komisi Aparatur Sipil Negara, dan pasal 15 ayat (3)
mengamanatkan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai tugas dan
fungsi asisten dan pejabat fungsional Keahlian serta jenis jabatan
fungsional keahlian yang diperlukan diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Ketua KASN, sehingga kemudian Ketua KASN menetapkan
Perka KASN Nomor 3 Tahun 2015 tentang Syarat dan Tata Cara
Pengangkatan dan Pemberhentian serta Tugas dan Tanggungjawab
Asisten KASN.
Merujuk pada peraturan dasar serta kebijakan turunan (derivatif
policy) sebagaimana di uraikan di atas, serta menganalisis komposisi
komisioner KASN, maka setidaknya terdapat 5 bidang asisten
komisioner KASN yaitu:
1) Asisten Komisioner Pomosi dan Advokasi;
2) Asisten Komisioner Pengawasan, Monitoring dan Evaluasi;
3) Asisten Komisiner Pengelolaan Pengaduan dan Penyidikan;
4) Asisten Komisioner Perlindungan dan Mediasi; serta
5) Asisten Komisioner Pengkajian dan Pengembangan;,
dan pada saat ini penulis sedang mengikuti tahapan seleksi terbuka
pengisian jabatan Asisten Komisioner Perlindungan dan Mediasi serta
Asisten Komisioner Promosi dan Advokasi.
14
a. Asisten Komisioner Perlindungan dan Mediasi KASN
Tugas Asisten Komisioner dalam membantu KASN adalah
sebagaimana diamanatkan pada pasal 11 Perka KASN Nomor 3
Tahun 2015, adapun tugas Asisten Komisioner Perlindungan dan
Mediasi secara teknis substansi adalah membantu melakukan upaya
mediasi dan memberikan perlindungan dalam rangka pelaksanaan
nilai dasar, kode etik, kode prilaku ASN serta penerapan sistem merit,
sebagaimana disebutkan dalam pasal 11 huruf f.
Oleh sebab itu maka dukungan teknis substansi Asisten
Komisiner Perlindungan dan Mediasi KASN dapat diuraikan sebagai
berikut:
1) Perlidungan
UU ASN mengamanatkan bahwa salah satu hak dalam
manajemen ASN (PNS dan PPPK) adalah perlindungan dalam
bentuk jaminan dan bantuan hukum. Perlindungan dalam bentuk
jaminan meliputi jaminan pensiun, hari tua, kesehatan,
keselamatan kerja, dan kematian, sebagaimana telah diatur melalui
program jaminan sosial nasional serta PP Nomot 70 Tahun 2015.
Adapun perlindungan dalam bentuk bantuan hukum, ternyata
sampai saat ini belum ada kebijakan teknisnya (belum ada PP),
sehingga apabila saat ini KASN telah memiliki kewenangan
regulasi, maka Perka KASN tentu akan dapat mengisi kekosongan
dari aturan tentang bantuan hukum KASN tersebut.
Berdasarkan data Laporan Kerja KASN 2016, maka diketahui
bahwa kategori pengaduan terbesar yang di terima oleh KASN
yaitu persoalan meritokrasi atau sistem merit. Olehnya itu maka
penulis mencoba untuk mengexample sebuah case terhadap
pemberhentian atau pengangkatan seorang ASN dari dan dalam
JPT Pratama oleh PPK (bupati/walikota atau gubernur) di sebuah
instansi pemerintah daerah yang diduga tanpa menerapkan sistem
merit, lalu kemudian oleh ASN yang diberhentikan menyampaikan
laporan/pengaduan kepada KASN dan atau KASN atas prakarsa
sendiri memperoleh informasi terkait adanya pelanggaran tersebut.
Dalam upaya menindaklanjuti kasus seperti contoh di atas,
maka sangat urgen adanya kewenangan regulasi oleh KASN
berupa penundaan pemberlakuan keputusan PPPK serta
penundaan pembayaran tunjangan jabatan dan penggunaan
fasilitas jabatan kepada ASN yang diangkat, yang penetapannya
diambil setelah dilakukan pendekatan represif berupa meminta
informasi, memeriksa, dan meminta klarifikasi, sehingga kemudian

15
KASN dapat menyimpulkan dan memutuskan apakah benar telah
terjadi pelanggaran sistem merit atau tidak.
Keputusan penundaan dari KASN harus bersifat mengikat
dan wajib dipatuhi oleh PPK (bupati/walikota atau gubernur),
karena apabila dilanggar maka KASN dapat menempuh langkah-
langkah berupa penjatuhan sanksi, pelaporan kepada Presiden,
dan atau melakukan upaya hukum pidana terkait adanya indikasi
penyalahgunaan kewenangan yang mengakibatkan terjadinya
kerugian negara akibat pemberian tunjangan jabatan dan
penggunaan fasilitas jabatan oleh ASN yang tidak berhak.
Akan tetapi sebaliknya, apabila hasil dari pendekatan represif
ternyata tidak ditemukan adanya pelanggaran terhadap sistem
merit yang dilakukan oleh PPK (bupati/walikota atau gubernur),
maka pengaduan ASN tersebut harus di tolak, dan selanjutnya
ASN yang bersangkutan dapat menempuh upaya hukum berupa
sengketa kepegawaian melalui Peradilan Tata Usaha Negara.
Strategi perlindungan melalui bantuan hukum sebagaimana
contoh kasus di atas, tentunya tetap diupayakan agar melalui
ruang mediasi untuk mecapai sebauh kesepakatan sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Namun apabila tidak
tercapai kesepakatan, maka PPK diwajibkan untuk tetap taat dan
patuh pada keputusan penundaan dari KASN, dan selanjutnya
dapat menempuh upaya hukum berupa sengketa kepegawaian
melalui Peradilan Tata Usaha Negara.
Konstruksi perlindungan berupa bantuan hukum seperti
diuraikan di atas sangat strategis untuk dikembangkan oleh KASN.
Terlepas dari ada atau tidaknya kewenangan regulasi dan
menjatuhkan sanksi oleh KASN, maka konstruksi perlindungan di
atas tetap dapat diimlementasikan, walaupun akan jauh lebih
efektif dan efisien apabila KASN telah memiliki kewenangan
regulasi dan menjatuhkan sanksi.
Lebih lanjut terkait perlindungan melalui bantuan hukum oleh
KASN, maka berdasarkan Pedoman Pelaksanaan Tugas dan
Administrasi Pengadilan Buku II tahun 2004 mengamanatkan
bahwa Kuasa/Wakil Negara/Pemerintah dalam suatu perkara
berdasarkan Staatsblad 1922 No.522 dan Pasal 123 ayat
(2) HIR adalah:
a) Pengacara Negara yang diangkat oleh Pemerintah;
b) Jaksa; atau
c) Orang tertentu atau pejabat-pejabat yang diangkat/ditunjuk oleh
instansi-instansi yang bersangkutan.

16
Berdasarkan ketentuan di atas, maka selain menjadi saksi
ahli, ASN (PNS) juga dapat menjadi kuasa hukum untuk mewakili
negara atau pemerintah dalam perkara perdata atau tata usaha
negara. Sedangkan untuk perkara pidana, selama seseorang
memiliki status sebagai PNS, maka tidak dapat menjadi kuasa
hukum sebagaimana amanat pasal 3 ayat (1) UU Advokat.
Oleh sebab itu, maka KASN dapat
menetapkan/menugaskan PNS pada lingkungan KASN untuk
menjadi kuasa hukum dalam perkara perdata dan tata usaha
negara, sedangkan dalam perkara pidana perlu dibentuk tim
advokasi yang berasal dari pengacara negara yang diangkat oleh
pemerintah.
2) Mediasi
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, mediasi diartikan
sebagai proses pengikutsertaan pihak ketiga sebagai penasehat
dalam penyelesaian suatu perselisihan. Memaknai pengertian
tersebut, maka mediasi yang dilakukan oleh KASN adalah dalam
kapasitas sebagai pihak ke-3 (ketiga) atau bertindak sebagai
mediator, untuk menyelesaikan suatu perselisihan antara ASN
dengan masyarakat, ASN dengan ASN, ASN dengan PPK atau
pejabat tertentu, ASN dengan suatu instansi atau lembaga, dan
pihak-pihak lainnya, terkait dengan kebijakan manajemen ASN.
Mediasi merupakan sebuah instrument efektif dalam
penyelesaian sengketa secara non litigasi (diluar
pengadilan/litigasi), yang memiliki banyak keunggulan bila
dibandingka dengan penyelesaian secara litigasi. Sengketa melalui
jalur mediasi dapat diselesaikan dengan prinsip win-win solution,
waktu yang digunakan relatif lebih singkat, biaya lebih ekonomis,
human relation dapat tetap terjaga, dan terhindar dari terpublikasi
secara berlebihan.
Kendatipun memiliki banyak keunggulan, namun sampai
saat ini regulasi tentang mediasi di Indonesia belum diatur secara
memadai, khusunya yang terkait dengan mediasi yang dilakukan
oleh lembaga yang dibentuk atau berada di bawah kekuasaan
eksekutif (pemerintah). Olehnya itu maka penulis mencoba
memformulasi mekanisme, prosedur, dan tata cara mediasi oleh
KASN dengan mereduksi beberapa regulasi mediasi yang telah
ada, yaitu UU Nomor 30 Tahun 1990 tentang Arbitase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa, serta Peraturan Mahkamah Agung
(Perma) Nomor 2 Tahun 2003 tentang Prosedur Mediasi di
17
Pengadilan, yang telah dua kali di revisi dengan Perma Nomor 1
Tahun 2008 dan Perma Nomor 1 Tahun 2016.
Sebagaimana Laporan Kerja KASN tahun 2016, maka
diketahui bahwa mediasi KASN telah dilakukan pada sejumlah
instansi antara lain BMKG, BIG, Pemprov Aceh, Pemprov Kalteng,
Pemkot Tegal, Pemkab Sarmi, dan sebagainya. Olehnya itu maka
terdapat beberapa strong point yang patut menjadi perhatian KASN
agar mediasi dapat berjalan efektif dan efisien, serta menghasilkan
produk yang non litigasi tetapi memiliki kekuatan hukum, antara
lain yakni: penyiapan mediator tersertifikasi, penyiapan sarana dan
prasarana mediasi (fasilitas); tempat penyelenggaran mediasi;
mekanisme dan tata kelola mediasi (SOP); tindaklanjut hasil
mediasi; sampai pada netralitas dan prilaku mediator yang sesuai
dengan pedoman prilaku mediator sebagaimana ditetapkan dalam
Keputusan Ketua MA Nomor 108/KMA/SK/VI/2016, dengan uraian
sebagai berikut:
a) Penyiapan tenaga mediator dapat dilakukan melalui kerjasama
atau rekrut mediator tersertifikasi yang telah mengikuti dan lulus
pendidikan dan pelatihan mediasi yang diselenggarakan oleh
lembaga terakrerditasi misalnya Indonesian Institute For
Conflict Transformation dan Indonesian Legal Training Centre,
atau KASN dapat juga mengikutkan pegawai KASN dalam
diklat mediasi yang diselenggarakan oleh lembaga tersebut di
atas atau lembaga penyelenggara diklat mediasi lainnya yang
telah terakreditasi, termasuk dalam rangka menyiapkan tenaga
pembantu mediator;
b) Sarana berupa ruangan mediasi yang didesain dengan baik
agar pelaksanaan mediasi dapat berjalan efektif, kemudian
dilengkapi dengan fasilitas mediasi yang strategis seperti alat
perekam, CTTV dan fasilitas lainnya, serta sarana penunjang
pelaksanaan mediasi termasuk penyiapan berbagai dokumen
(form) mediasi;
c) Tempat dan waktu pelaksanaan kaukus serta mediasi juga
hendaknya ditetapkan, apakah harus bertempat di kantor KASN
atau dapat dilakukan di suatu tempat yang dipandang netral
dan disepakati oleh para pihak;
d) Penetapan mekanisme dan tata kelola atau SOP Mediasi
KASN, dengan tetap merujuk pada regulasi sebagaimana telah
disebutkan di atas;

18
e) Tindak lanjut apabila mediasi gagal berupa pemusnahan
dokumen, dan apabila berhasil (sepakat) maka akta
perdamaian sedapat mungkin memenuhi unsur-unsur yakni:
- Disamakan kekuatannya dengan putusan yang berlaku tetap;
- Mempunyai kekuatan eksekutorial; dan
- Putusan akta perdamaian tidak dapat dibanding.
Berdasarkan urain di atas, maka substansi pelaksanaan
mediasi oleh KASN adalah bentuk singkronisasi antara reformasi
birokrasi dengan reformasi hukum, sehingga mediasi oleh KASN
hendaknnya didesign dan diupayakan agar dapat terkoneksitas
dengan kekuasaan yudikatif. Sebagai contoh yaitu Prosedur
Penyelesaian Sengketa yang ditetapkan melalui Peraturan Komisi
Informasi Nomor 1 Tahnu 2013, serta Badan Arbitase Nasional
Indonesia (BANI), yang kesemuanya telah terkoneksitas dengan
kekuasaan yusikatif.
3) Inovasi Strategis
Sesuai pandangan strategis sebagaimana diuraikan di atas,
maka secara generalis terdapat beberapa inovasi strategis guna
mengoptimalisasi pelaksanaan tugas, fungsi, dan kewenagan
KASN dalam mengawasi pelaksanaan norma dasar, kode etik dan
kode prilaku ASN, serta menjamin penerapan sistem merit.
Adapun inovasi strategis yang secara spesifik terkait dengan
dukungan teknis substansi Asisten Komisioner Perlindungan dan
Mediasi KASN, yaitu standar pelayanan berupa mekanisme atau
alur perlindungan dan mediasi sebagaimana telah diuraikan
sebelumnya, yang untuk lebih jelasnya dapat digambarkan sebagai
berikut:
Standar Pelayanan Perlindungan dan Mediasi KASN

19
Mekanisme dan alur perlindungan dan mediasi
sebagaimana gambar di atas, semoga dapat dipertimbangkan
untuk dibakukan menjadi SOP tentang standar pelayanan
perlindungan dan mediasi KASN melalui Peraturan Ketua Komisi
Aparatur Sipil Negara.
b. Asisten Komisioner Promosi dan Advikasi KASN
Pasal 11 huruf a Perka KASN Nomor 3 Tahun 2015
mengamanatkan salah satu tugas Asisten KASN yaitu melakukan
promosi dan advokasi serta konsultasi dalam rangka pelaksanaan
norma dasar, kode etik dan kode prilaku, serta sistem merit.
Menjabarkan tugas Asisten KASN di atas, maka maksud
promosi disini bukanlah promosi jabatan, akan tetapi lebih pada
kegiatan memperkenalkan, mensosialisasikan, atau
mengkomunikasikan, dalam rangka mengajak dan mendorong
penerapan kebijakan manajemen ASN khusunya tentang pelaksanaan
norma dasar, kode etik dan kode prilaku, serta penerapan sistem merit
sebagaimana diamanatkan dalam UU ASN, sedangkan diadvokasi
didefinisikan sebagai kegiatan memberikan penguatan berupa bantuan
atau dukungan dalam bentuk koordinasi, konsultasi, pengawasan,
monitoring, evaluasi, dan pelaporan yang terkait dengan implementasi
kebijakan manajemen ASN tersebut.
Berdasakan penjabaran dan pendefinisian di atas, maka
dukungan teknis substansi Asisten Komisiner Perlindungan dan
Mediasi KASN dapat diuraikan sebagai berikut:
1) Promosi
Salah satu definisi promosi dalam KBBI yaitu perkenalan,
yang bila dioperasionalisasikan maka menjadi mempromosikan
atau memperkenalkan. Apabila promosi dipandang dari perspektif
kebijakan manajemen ASN, maka promosi dapat dipahami sebagai
suatu upaya memperkenalkan nilai dasar, kode etik dan kode
prilaku ASN, serta sistem merit, sebagaimana diamanatkan dalam
UU ASN, dengan tujuan untuk mempengaruhi, mengajak, dan
mengubah ASN, PPK, dan instansi pemerintah, serta stakeholder
lainnya agar melaksanakan nilai dasar, kode etik dan kode prilaku,
serta menerapkan sistem merit.
Olehnya itu, maka dalam mempromosikan nilai dasar, kode
etik dan kode prilaku, serta sistem merit, dibutuhkan strategi yang
tepat sehingga mudah diterima dan dipahami, agar upaya
memperkenalkan, mempengaruhi, mengajak, dan mengubah
sebagaimana diuraikan di atas, dapat berjalan efektif dengan
20
lahirnya kesadaran bagi ASN, PPK, Instansi pemerintah, dan
stakeholder lainnya untuk mematuhi kebijakan manajemen ASN
tersebut.
Adapun untuk mempromosikan nilai dasar, kode etik dan
kode prilaku ASN, serta sistem merit, maka dapat dilakukan melalui
tiga strategi yakni:
a) Komunikasi Langsung
Komunikasi langsung kepada sasaran yaitu ASN, PPK, dan
instansi pemerintah, yang dapat dilakukan melalui kegiatan
sosialisasi, workshop, rapat koordinasi, seminar, line telepon,
serta dialog interaktif di media elektronik atau media massa
lainnya.
b) Pendekatan (Approach)
Pendekatan dilakukan kepada kelompok sasaran baik secara
perorangan yaitu ASN dan PPK maupaun secara kelembagaan
yaitu instansi pemerintah (kementerian, lembaga, pemda),
yang dilakukan antaralain melalui konsultasi dan supervisi.
c) Kampanye
Kampanye dilakukan dengan menyebarluaskan informasi
secara umum dan terbuka melalui spanduk, poster,
gambar/foto, iklan di media elektronik, media cetak, dan media
massa lainnya sehingga publik secara luas juga dapat
mengetahui dan memahaminya.
Realitas pelaksanaan seleksi terbuka JPT sebagai salah
satu indikator sistem merit, saat ini telah menunjukkan
perkembangan yang signifikan, namun pada indikator lainnya
sampai saat ini belum optimal, misalnya dalam penerapan prinsip
fairness, penggajian, reward and punishment berbasis kinerja,
sampai pada perlindungan ASN dari intervensi politik dan tindakan
semena-mena.
Demikian halnya dengan nilai dasar, kode etik dan kode
prilaku yang belum membudaya dikalangan ASN, PPK, dan
instansi pemerintah, bahkan sampai saat ini sebagian besar ASN
termasuk PPK belum memiliki pemahaman yang memadai
terhadap nilai dasar, kode etik dan kode prilaku tersebut, sehingga
kemudian berimplikasi pada masih maraknya anomali terhadap
nilai dasar, kode etik dan kode prilaku ASN.
Fenomena di atas, disebabkan kerena promosi atau
penyebarluaran informasi tentang kebijakan ASN lebih terfokus
pada pelaksanaan seleksi terbuka JPT, sehingga kedepannya
patut untuk dilakukan pengembangan strategi promosi kebijakan

21
manajemen ASN yang lebih merata pada seluruh aspek
manajemen ASN.
Dalam hubungannnya dengan kewenangan KASN untuk
mengawasi dan menjamin pelaksanaan nilai dasar, kode etik dan
kode prilaku, serta sistem merit, maka etika pengawasan
mengamahkan untuk terlebihdahulu dilakukan sosialisasi
(perkenalan/promosi) sebagai tahap penetapan standar
pengawasan terhadap objek pengawasan, yaitu standar
pelaksanaan nilai dasar, kode etik dan kode prilaku ASN, serta
penerapan sistem merit, yang sekaligus bertujuan untuk
menciptakan pemahaman dan kesamaan persepsi terhadap
standarisasi dan operasionalisasi dari kebijakan manajemen ASN.
Olehnya itu maka pengembangan promosi melalui strategi
komunikasi, pendekatan, dan kampanye sebagaimana diuraikan di
atas, khususnya pada aspek atau indikator yang sampai saat ini
promosinya belum optimal, adalah hal yang layak untuk menjadi
pertimbangan bagi KASN, dalam penerapannya dimasa yang
akan datang.
2) Advokasi
Istilah Advokasi pada awalnya digunakan di bidang hukum,
lalu kemudian KBBI mendefinisikan advokasi sebagai pembelaan,
yang maksudnya adalah pembelaan atau bentuan hukum dari
advokat terhadap seseorang yang sedang tersangkut suatu
perkara atau sengketa di pengadilan, agar proses hukumnya
berjalan dengan seadil-adilnya.
Mengacu kepada definisi di atas, maka advokasi dalam
perspektif kebijakan manajemen ASN dapat dipahami sebagai
upaya pembelaan, bantuan, dukungan, dan penguatan agar nilai
dasar, kode etik dan kode prilaku ASN, serta penerapan sistem
merit yang telah dipromosikan dapat dulaksanakan dan diterapkan
dengan sebaik-baiknya.
Olehnya itu, maka esensi advokasi KASN terhadap
kebijakan manajemen ASN adalah berkaitan dengan adanya suatu
permasalahan, misalnya ada rasa ketidakadilan, ketidaksesuaian,
adanya kebiasaan tertentu yang dianggap tidak sesuai lagi, atau
kondisi yang merugikan sebagian besar masyarakat dan hanya
menguntungkan beberapa orang atau kelompok tertentu saja, serta
berbagai kondisi lainnya yang tidak sesuai dengan filosofi
kebijakan manajemen ASN.

22
Berangkat dari pemahaman di atas, maka aktivitas advokasi
oleh KASN adalah bentuk komunikasi dengan orang atau
kelompok tertentu yang dianggap dapat mempengaruhi
pelaksanaan kebijakan manajemen ASN, dalam mencapai tujuan
dan mewujudkan perubahan yang diinginkan oleh kebijakan
manajemen ASN tersebut.
Sesuai kewenangan KASN yaitu untuk mengawasi
pelaksanaan nilai dasar, kode etik dan kode prilaku ASN, serta
menjamin penerapan sistem merit, maka advokasi KASN
diarahkan pada tiga sasaran komunikasi, yaitu ASN (PNS/PPPK),
pejabat pembuat keputusan atau pejabat Pembina kepegawaian
(decision makers), dan pejabat pembuat kebijakan (policy makers),
yang dapat diuraikan sebagai berikut:
a) ASN sebagai sasaran advokasi
ASN sebagai sasaran advokasi KASN, lebih diarahkan pada
optimalisasi pelaksanaan nilai dasar, kode etik, dan kode prilaku
bagi seluruh ASN (PNS dan PPPK).
Tujuan advokasi adalah untuk memperoleh penerimaan sosial
(sosial acceptance) dari segenap ASN. Dengan adanya
penerimaan sosial dari ASN tersebut, maka artinya bahwa
kebijakan manajemen ASN dapat diterima sebagai suatu
kebijakan yang baik bagi ASN, dan sekaligus telah memperoleh
dukungan sosial dari ASN.
Akan tetapi sebaliknya, apabila kebijakan manajemen ASN
ternyata tidak memperoleh penerimaan sosial dari ASN, maka
hal tersebut mengindikasikan adanya permasalahan
sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, sehingga advokasi
KASN diarahkan pada penyempurnaan atau penguatan
kebijakan manajemen ASN.
b) Pejabat Pembina Kepegawasian (PPK di K/L/Pemda) sebagai
sasaran advokasi (Decision Makers)
Advokasi KASN dalam hubungannya dengan pengambil
keputusan (decision makers) sebagai sasaran, dilakukan
melalui lobby politik, pendekatan persuasif, atau bahkan
pressure, agar keputusan-keputusan yang buat oleh PPK
adalah keputusan yang mendukung kebijakan manajemen ASN,
sehingga akan menguatkan penerapan sistem merit dan
pelaksanaan nilai dasar, kode etik dan kode prilaku ASN.
Advokasi KASN bertujuan untuk membangun komitmen politik
(political commitment) dengan para pengambil keputusan,
karena keputusan-keputusan yang mendukung kebijakan
manajemen ASN akan sangat penting untuk mempercepat
23
pencapaian tujuan atau perubahan yang diinginkan oleh
kebijakan manajemen ASN tersebut.
Namun sebaliknya, apabila terdapat permasalahan antara
kebijakan manajemen ASN yang dengan para PPK, maka
advokasi KASN diarahkan pada penyempurnaan atau
penguatan kebijakan manajemen ASN.
c) Pembuat Kebijakan (Presiden, DPR-RI, Menteri) sebagai
sasaran advokasi (Policy Makers)
Advokasi KASN dalam hubungannya dengan penentu kebijakan
(policy makers) bertujuan untuk memperoleh dukungan
kebijakan (policy support) dan dukungan sistem (support
system).
Dukungan kebijakan adalah tindak lanjut dari ada atau tidaknya
komitemen politik dengan para pengambil keputusan serta
penerimaan sosial dari segenap ASN, sehingga dengan
demikian maka advokasi KASN kemudian ditindaklanjuti lagi
dengan advokasi, dengan maksud agar penentu kebijakan
mengeluarkan kebijakan yang mendukung tercapainya
komitemen politik serta penerimaan sosial, melalui
penyempurnaan kebijakan berupa perubahan atau revisi
kebijakan.
Akan tetapi sebaliknya, diperlukan dukungan sistem dari
penentu kebijakan terhadap advokasi KASN, berupa kebijakan
yang menguatkan kebijakan sebelumnya, dengan pertimbangan
bahwa kebijakan sebelumnya tersebut adalah baik dan tidak
perlu diubah atau direvisi.
Dari uraian di atas, maka terdapat 3 (tiga) alur komunikasi dan 4
(empat) tujuan dari advokasi KASN, yakni:
a) KASN dengan ASN untuk mencapai social acceptance;
b) KASN dengan decision makers untuk mencapai political
commitment; dan
c) KASN dengan policy makers untuk memperoleh policy support
dan system support.
3) Inovasi Strategis
Adapun inovasi strategis terkait dengan dukungan teknis
substansi Asisten Komisioner Promosi dan Advokasi, yaitu alur
promosi dan advokasi sebagaimana telah diuraikan sebelumnya,
yang untuk lebih jelasnya dapat digambarkan sebagai berikut:

24
D. KESIMPULAN
Adapun kesimpulan yang merupakan interpretasi dari keseluruhan
makalah ini adalah sebagai berikut:
a)
b) Penegasan pemerintah akan pentingnya penerapan good governance
dan clean governance, salah satunya dilakukan dengan menciptakan
fondasi reformasi birokrasi yang diawali pada tahun 2004. Keseriusan
pemerintah untuk mewujudkan reformasi birokrasi dibuktikan dengan
dijadikannya reformasi birokrasi sebagai agenda utama dalam RPJM
Nasional 2010-2014, lalu kemudian menjadi salah satu sasaran utama
dalam RPJM Nasional 2015-2019.
c) Agar reformasi birokrasi berjalan efektif, maka ditetapkan Grand Design
Reformasi Birokrasi, yang memuat visi dan misi reformasi biroksari
dengan target pencapaian pada tahun 2025. Adapun untuk
mengoperasionalisasi reformasi birokrasi maka ditetapkan Road Map
Reformasi Birokrasi setiap 5 Tahun.
d) PNS sebagai bagian terbesar dan terpenting dalam reformasi birokrasi,
sangat menentukan keberhasilan reformasi birokrasi, olehnya itu maka
dilakukan perubahan mendasar terhadapa manajemen PNS melalui UU
Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN).
e) UU ASN serta Grand Design dan Road Map Reformasi Birokrasi, adalah
. Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), sehingg untuk .. sehingga visi
f) Dalam mengawasi penerapan norma dasar, kode etik dan kode prilaku
ASN . KASN dibantu oBidang Bidang perlindungan dan mediasi dll
g) Terkait dengan jabatan strategi inovasi perlindungan dan mediasi
KASN
h) Terkait dengan jabatan askom lindung mediasi ..Tugas, Fungsi, dan
kewenangan, norma etika sistem merit . Teknis Substansi Perlindungan
dan Mediasi KASN
Gambaran alur berpikir sebagai berikut:

25
26

Anda mungkin juga menyukai