Anda di halaman 1dari 9

ANALISIS TEORI BUDAYA ORGANISASI

UNTUK DITERAPKAN DI PERGURUAN TINGGI


Penulis :
Amia Luthfia
Jurusan Marketing Communication
Bina Nusantara University

Abstrak
Perguruan tinggi saat ini harus siap menghadapi tantangan globalisasi dan
menghasilkan lulusan yang dapat bersaing dan mengisi era global. Perguruan
tinggi merupakan salah satu institusi sosial yang dominan dan berpengaruh pada
kebudayaan suatu bangsa juga bertanggung jawab dalam transmisi budaya dari
satu generasi ke generasi lain serta pelestariannya. Kajian budaya organisasi
sangatlah penting, terutama untuk memperoleh gambaran faktor-faktor pendorong
dan penghambat aktifitas organisasi. Juga dapat mengurai dan melihat kekuatan
dan kedalaman (strength and depth) sebuah budaya organisasi. Studi literatur ini
berfokus pada teori-teori budaya organisasi apa saja yang cocok digunakan untuk
mengkaji budaya organisasi sebuah perguruan tinggi.
Kata kunci : budaya organisasi, corporate culture, perguruan tinggi, universitas,
teori budaya organisasi.

PENDAHULUAN

Universitas sebagai lembaga pendidikan tinggi harus siap menghadapi


tantangan global. Agar dapat mewujudkan lulusan yang mampu bersaing di ranah
global, perguruan tinggi harus mampu menjadi institusi yang berwawasan global
serta memiliki sumber daya berstandar internasional. Untuk itu perlu adanya
perubahan pola pikir perguruan tinggi menjadi pola pikir yang mengikuti
perubahan, yang berorientasi pada penciptaan budaya organisasi yang lebih
dinamis, produktif, dan kompetitif. Salah satu hal untuk mewujudkan hal tersebut
adalah budaya organisasi perguruan tinggi yang mumpuni, yang mampu

mendukung dan menyiapkan mahasiswa menjawab tantangan dan mengisi era


globalisasi ini.
Perguruan tinggi sebagai salah satu pembentuk karakter penerus bangsa. Sekolah,
keluarga dan lembaga keagamaan merupakan institusi sosial yang dominan
berpengaruh pada kebudayaan suatu bangsa selain sistem keyakinan, nilai dan
sikap. Ke tiga institusi ini bertanggung jawab dalam transmisi budaya dari satu
generasi ke generasi lain serta pelestariannya.
Budaya merupakan pembelajaran sosial. Cara berpikir dan perilaku bersama yang
terbentuk, serta hasil kerja yang dicapai menjadi unsur-unsur budaya dari
organisasi tersebut. Bila kesuksesan berlanjut, maka akan menjadi panduan
tersirat bagaimana menjalankannya dan bagaimana seharusnya dilakukan
(Schein, 2009). Budaya organisasi meningkatkan komitmen organisasi dan
meningkatkan konsistensi perilaku anggotanya. Dari sisi anggota organisasi,
budaya organisasi mengurangi ambiguitas dan menuntun apa bagaimana
pekerjaan harus diselesaikan dan apa saja yang penting (Robbins, 2005).
Berbagai penelitian yang telah dilakukan membuktikan bahwa budaya organisasi
sangat penting dan berperan penting bagi kemajuan sebuah organisasi. Beberapa
hasil penelitian di Indonesia, membuktikan bahwa budaya organisasi memberikan
pengaruh yang signifikan pada motivasi kerja pegawai (Hamid, 2002), bahkan
memberikan pengaruh yang signifikan pada kompetensi dan motivasi kerja dosen
(Martadiredja, 2010).
Penelitian yang dilakukan Sumardjoko (2010) yang obyek penelitiannya adalah
perguruan tinggi, menunjukkan bahwa variabel budaya organisasi memiliki
kontribusi terbesar terhadap peran dosen dalam penjaminan mutu. Secara berturutturut kontribusi budaya organisasi diperoleh angka sebesar 50.41%, diikuti
variabel kepemimpinan 28.09%, dan kompetensi dosen sebesar 8.41%.
Selanjutnya Sumardjoko (2010) menyatakan, budaya organisasi memiliki
kontribusi paling besar terhadap peran dosen dalam penjaminan mutu karena
budaya organisasi yang mantap pada hakikatnya merupakan kekuatan yang dapat
menyatukan tujuan, menciptakan motivasi, komitmen, dan loyalitas seluruh
dosen, serta memberikan struktur dan kontrol yang dibutuhkan tanpa harus
bersandar pada birokrasi formal. Budaya organisasi dapat meningkatkan motivasi
dan inovasi yang berdampak pada meningkatnya peran dosen dalam penjaminan
mutu perguruan tinggi.
Terdapat berbagai macam teori budaya organisasi yang telah banyak dikenal
orang. Dengan mengetahui berbagai teori budaya organisasi yang ada, kita dapat
menentukan pendekatan teori yang akan diambil yang sesuai tujuan kajian /
analisis dan sesuai dengan hasil yang diinginkan. Oleh karena itu tujuan dari
tulisan ini adalah menuangkan dan menganalisis berbagai teori budaya organisasi
ada dapat digunakan dengan tepat untuk mengkaji budaya dari suatu organisasi
demi kemajuan organisasi tersebut.

METODOLOGI

Metode penulisan karya tulis ini adalah studi pustaka. Data dan informasi
diperoleh dari data sekunder yang berasal dari buku-buku dan referensi yang
berkaitan dengan tema karya tulis ini. Dari berbagai jenis teori budaya organisasi
hanya dianalisis dua teori budaya organisasi dari Edgar H. Schein (2009) dan
Stephen P. Robbins (2005). Dalam membandingkan kedua teori, digunakan
analisis menurut definisi konsep, elemen dan dimensi budaya, perspektif dan
metodologi yang digunakan untuk diterapkan dalam menganalisis budaya
organisasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN


1. 1.

Teori Budaya Organisasi oleh Edgar H. Schein

2. Definisi konsep
Edgar H. Schein mendefinisikan budaya sebagai berikut :
culture is a pattern of shared tacit assumptions that was learned by a group as it
solved its problems of external adaptation and internal integration, that has
worked well enough to be considered valid and, therefore, to be taught to new
members as the correct way to perceive, think, and feel in relation to those
problems.
Schein menitikberatkan pada frasa a pattern of shared tacit assumptions yang
secara umum sering kali dimaknai seperti sebagaimana cara yang dilakukan
orang-orang disini. Ia juga menyatakan culture is deep, tidak bisa
memperlakukan budaya sebagai fenomena yang superficial saja. Budaya sebagai
segala bentuk akumulasi cara berpikir, cara bekerja, perasaan, kebiasaan yang
dipelajari oleh anggota-anggota organisasinya.
Schein membagi budaya menjadi tiga level, mulai dari level yang paling kasat
mata sampai level yang tidak terlihat dan hanya bisa dirasakan. Yaitu :
1. Artifacts : struktur, bentuk dan proses yang bisa dilihat secara kasat mata,
dirasakan langsung dan didengar dari suatu organisasi.
2. Espoused values : strategi, tujuan dan filosofi suatu organisasi.

3. Underlying assumptions : pikiran, perasaan, persepsi, keyakinan yang


keberadaannya disadari atau tidak disadari sebagai sumber utama dari
nilai-nilai dan tindakan dari anggota organisasi.
4. Elemen dan Dimensi Budaya Organisasi
Elemen-elemen dan dimensi budaya organisasi menurut Edgar H. Schein :
1. External Survival Issues
1. Misi, strategi, tujuan
2. Struktur, sistem, proses
3. Pengukuran : deteksi kesalahan dan sistem koreksi
4. Internal Integration Issues
1. Common language and concepts
2. Group bounderies and identity
3. The nature of authority and relationships
4. Allocation of rewards and status
5. Deeper Underlying Assumptions
1. Human relationships to nature : bagaimana
organisasi menganggap lingkungan sekitarnya,
apakah sebagai pihak yang dominan atau sebagai
pihak yang menyatu dengan lingkungan, membuat
keseimbangan.
2. The nature of reality and thruth : bagaimana
organisasi menilai kenyataan dan kebenaran.
3. The nature of human nature : bagaimana organisasi
menilai anggota-anggotanya.
4. The nature of human relationships : apakah
organisasi sebagai masyarakat individualistik atau
kolektivistik?
5. The nature of time and space : bagaimana organisasi
menilai ruang dan waktu.

6. The unknowable and uncontrollable : bagaimana


organisasi menilai dan mempersiapkan diri untuk
hal-hal yang terjadi diluar kontrol.

1. Perspektif dan Metodologi


Dalam menilai (assessment) dan mengkaji budaya, Schein tidak memilih untuk
melakukan survey dan menganggap survey tidak bisa mengkaji budaya organisasi
secara dalam dan utuh. Survey hanya menilai karakteristik superfisial karena
instrumen survey tidak dapat mencapai nilai-nilai terselubung yang dirasakan dan
diyakini oleh anggota organisasi. Schein lebih banyak melakukan studi dengan
melihat nuansa, detil dan dinamika budaya sebuah organisasi untuk tujuan
memperoleh profil budaya yang lengkap, detil dan mendalam.
Metodologi yang digunakan adalah metode kualitatif dengan mengacu pada
dimensi dan elemen-elemen budaya organisasi Schein melalui observasi lapangan,
wawancara mendalam, forum group discusiion dan intervensi langsung dengan
anggota organisasi dan pimpinan serta melihat keseluruhan proses yang ada.
Bahkan Schein mengijinkan penilai dari anggota organisasi melakukan selfanalysis melalui refleksi diri terhadap persepsi, perasaan, sikap, perilaku,
keyakinan, nilai-nilai yang dimiliki dan membandingkannya dengan anggota
organisasi yang lain.
Hasil yang diperoleh dari penilaian ini adalah untuk mencari akar masalah dan
menjawab masalah organisasi yang sulit untuk dipecahkan. Selain itu untuk
mencari jawaban mengapa sikap dan perilaku anggota organisasi sulit berubah
dan organisasi dalam kondisi stagnan.

1. 2.

Teori Budaya Organisasi oleh Stephen P. Robbins

2. Definisi Konsep
Stephen P. Robbins mendefinisikan budaya sebagai sesuatu yang elusive,
intangible, implisit dan diterima apa adanya. Sedangkan budaya organisasi
didefinisikan sebagai berikut:
refers to a system of shared meaning held by members that distinguishes the
organization from other organizations.
Fungsi budaya organisasi antara lain (Robbins, 2005):
1. Menjadi pembeda antara satu organisasi dengan organisasi lain;
2. Menghasilkan identitas diri bagi anggota organisasi;

3. Memfasilitasi komitmen yang terus-menerus dari anggotanya;


4. Meningkatkan stabilitas sistem sosial karena budaya adalah perekat sosial dan
memberikan standar norma/aturan;
5. Sebagai mekanisme kontrol yang memandu dan membentuk sikap dan perilaku
anggota.

1. Elemen-elemen dan Dimensi Budaya Organisasi


Elemen-elemen dan dimensi budaya organisasi menurut Robbins adalah :
1. Inovasi dan pengambilan resiko. Sejauh mana anggota organisasi didorong
untuk inovatif dan mengambil resiko.
2. Perhatian ke hal yang rinci / detil. Sejauh mana anggota organisasi
diharapkan mampu menunjukkan ketepatan, analisis dan perhatian pada
hal yang rinci / detil.
3. Orientasi hasil. Sejauh mana para pimpinan berfokus pada hasil/keluaran
dan bagaimana orientasi para pimpinan pada proses/teknik yang dilakukan
untuk mencapai hasil.
4. Orientasi orang. Sejauh mana keputusan-keputusan pimpinan
mempertimbangkan efek hasil pada anggota organisasi.
5. Orientasi tim/kelompok. Sejauh mana aktifitas kerja diorganisasikan dalam
kelompok-kelompok kerja dibandingkan pada kerja individual.
6. Keagresifan. Kondisi agresifitas dan kompetisi anggota organisasi.
1. Stabilitas. Sejauh mana aktifitas organisasi menekankan pada
kemajuan dan bukan pada status quo.

1. Perspektif dan Metodologi


Robbins menilai bahwa budaya organisasi dapat dikuantifikasi, ia melakukan
penilaian budaya organisasi melalui metodologi kuantitatif dengan metode survey.
Survey dilakukan dengan mengukur ke tujuh elemen budaya organisasi. Pemilik
dan pimpinan organisasi dapat merumuskan dulu sejauhmana kondisi dari setiap
elemennya. Misalnya, pemilik menginginkan organisasi yang agresif dan dinamis
maka tingkat agresifitas organisasi diharapkan tinggi dan stabilitas rendah, nilai
ini kemudian diukurkan kepada anggota organisasi, apakah sesuai dengan harapan
pemilik dan pimpinan.

Ke tujuh elemen di atas dituangkan dalam berbagai pernyataan di dalam


questioner dengan menggunakan skala Likert dengan skor 5 untuk sangat setuju
sampai pada skor 1 untuk sangat tidak setuju. Penilaian budaya organisasi dengan
menggunakan elemen-elemen dari Robbins ini bertujuan untuk mengetahui
orientasi dari pimpinan organisasi dan persepsi dari anggota terhadap budaya
organisasinya. Hasil yang diperoleh dapat menjadi acuan untuk perubahan yang
diinginkan dan dapat mengetahui karakteristik dari organisasi.
Menurut Robbins, kekuatan dan isi dari suatu budaya mempengaruhi iklim etik
dan perilaku etis dari anggota-anggotanya. Organisasi yang memiliki dan
membentuk standar etik yang tinggi biasanya memiliki karakteristik toleransi
tinggi terhadap resiko, agresifitas rendah, dan berorientasi pada hasil.

PENERAPANNYA PADA PERGURUAN TINGGI


Perguruan tinggi adalah salah satu organisasi pilar budaya bangsa dan pembentuk
karakter bangsa. Budaya perguruan tinggi yang kuat dan budaya tersebut melalui
proses sosialisasi yang baik dapat mempengaruhi keseluruhan karakter bangsa.
Berdasarkan hasil analisis terhadap dua teori budaya organisasi, teori yang
dikemukakan oleh Schein lebih berorientasi pada ethnografi dengan menggali
dengan mendalam keseluruhan elemen budaya yang ada pada suatu organisasi.
Teori ini terlihat merupakan penggabungan dari konsep dan elemen-elemen
tampilan budaya (performances) yang dikemukakan oleh Pacanowsky dan
ODonnell-Trujillo (dalam Littlejohn, 2008) dengan konsep-konsep budaya yang
dikemukakan oleh Edward T. Hall. Elemen tampilan budaya Pacanowsky dan
ODonnell-Trujillo yang disadur oleh Schein adalah ritual, passion dan
sociality. Sedangkan elemen budaya organisasi yang disadur dari Hall adalah
konsep individualistic-kolektivistik dan konsep terhadap ruang-waktu.
Penulis menilai, bila perguruan tinggi ingin melakukan penilaian terhadap budaya
organisasinya, langkah pertama yang sebaiknya dilakukan adalah dilakukan
penelitian dengan menggunakan konsep dan metode yang dikemukakan oleh
Schein. Karena untuk menggali nilai-nilai budaya yang implicit, intangible dan
tacit tidak mungkin dapat dilakukan dengan menggunakan survey dan ukuranukuran yang dikemukakan oleh Robbins. Konsep dan metode Schein dapat
mengurai dan melihat kekuatan dan kedalaman (strength and depth) sebuah
budaya organisasi. Kekuatan dan kedalaman sebuah budaya organisasi
merefleksikan (1) kekuatan dan dan kejernihan pendiri dan pemimpin organisasi;
(2) jumlah dan intensitas pengalaman bersama yang anggota organisasi memiliki,
(3) tingkat keberhasilan yang organisasi memiliki (Schein, 2009).
Pimpinan perguruan tinggi, para professor dan dosen adalah para agen pembangun
budaya. Metode yang dikemukakan oleh Schein memungkinkan para agen
pembangun budaya ini melakukan self-analysis ketika mengkaji menilai budaya
yang ada dalam perguruan tingginya. Apakah karakter, kebiasaan, nilai dan

keyakinan mereka masing-masing sudah menunjukkan hal yang positif yang dapat
ditiru dan dipelajari oleh siswa dan anggota organisasi lainnya.
Selanjutnya, untuk mengetahui persepsi anggota organisasi, dinamika organisasi
dan orientasi pimpinan, dapat dilakukan penelitian dengan menggunakan elemenelemen budaya organisasi yang dikemukakan oleh Robbins. Persepsi bawahan
terhadap atasan, persepsi anggota organisasi terhadap bagaimana organisasi
dijalankan, orientasi mereka terhadap hasil, inovasi, resiko, dan lain-lain sangat
penting untuk diketahui agar pimpinan dan pemilik dapat menilai seberapa kuat
budaya yang telah mereka tanamkan ke dalam organisasi. Sekaligus dapat
diketahui seberapa jauh antara harapan dan kenyataan yang ada.
KESIMPULAN
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan sebelumnya, maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut :
1. Perguruan tinggi sepatutnya melakukan kajian budaya organisasinya untuk
mengetahui karakteristik dan elemen-elemen yang kuat yang ada di
dalamnya untuk ditularkan kepada masyarakat.
2. Penilaian / kajian budaya organisasi perguruan tinggi sebaiknya diawali
dengan metodologi kualitatif eksploratif deskriptif agar dapat diketahui
dengan mendalam dan mendetil profil budaya yang ada sekaligus untuk
menjawab persoalan-persoalan sulit yang dihadapi selama ini.
3. Setelah itu, dapat dilakukan kajian / penilaian yang menggunakan
metodologi kuantitatif yang selanjutnya dapat dikaitkan dengan motivasi
kerja, kepuasan kerja dan kinerja anggota organisasi.

DAFTAR PUSTAKA
Hamid, A. 2002. Pengaruh Budaya Organisasi terhadap Motivasi dan Prestasi
Kerja di PT Nusantara IV (Persero) Sumatera Utara. Disertasi. Surabaya:
Universitas Airlangga.
Littlejohn, Stephen W. (2008). Theories of Human Communication. 9th ed.
Wadsworth Publ. Com. New York.
Martadiredja, Tutty S. (2010). Pengaruh Budaya Organisasi, Kompetensi, Dan
Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Dosen. Disertasi. Bandung : Universitas
Pajajaran.
Robbins, Stephen P. (2005). Organizational Behavior. 11th ed. Prentice Hall. New
Jersey.

Schein, Edgar H. (2009). The Corporate Culture Survival Guide. Jossey-Bass


Publ. San Fransisco.
Sumardjoko, Bambang (2010). Kontribusi Kepemimpinan dan Budaya Organisasi
melalui Kompetensi terhadap Peran Dosen dalam Penjaminan Mutu PTS Se
Karesidenan Surakarta. Jurnal VARIA PENDIDIKAN, 22 (1). pp. 1-11. ISSN
0852-0976
http://marcomm.binus.ac.id/academic-journals/analisis-teori-budayaorganisasi-untuk-diterapkan-di-perguruan-tinggi/

Anda mungkin juga menyukai