Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah
Konsep Balanced Score Card (BSC) dan Kembalian Pendidikan
Dosen :
Prof. Dr. H. M. Iim Wasliman, M.Pd, M.Si
Oleh : Kelompok V
Agus Hidayat Idris (4103810416096)
Komarudin (4103810416101)
Fikri Rizkia Muhammad (4103810416084)
Segala puja dan puji serta syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang
telah memberikan nikmat iman, nikmat islam, dan nikmat ihsan, serta memberikan
kesempatan dan kelapangan berpikir sehingga penulis dapat menyelesaikan pembuatan
makalah yang sangat sederhana ini.
Solawat dan salam tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, tak lupa kepada
keluarganya, tabi’in dan tabi’atnya dan semoga sampai kepada kita selaku umatnya.
Amiin.
Selain itu dalam penyusunan dan penulisan makalah ini tidak terlepas dari
bantuan, bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam
kesempatan ini penulis dengan senang hati dan penuh kebanggan menyampaikan
terima kasih kepada yang terhormat :
1. Prof. Dr. H. M. Iim Wasliman, M.Pd, M.Si selaku Dosen pengampu Mata
Kuliah Konsep Balanced Score Card (BSC) dan Kembalian Pendidikan
2. Para dosen Pasca Sarjana Uninus lain yang telah membekali penulis dengan
berbagai macam Ilmu dan arahan serta bimbingan
3. Para sahabat sesama siswa Pasca Uninus semua atas kebersamaan dan bantuan
yang berarti bagi kami penulis
Terima kasih untuk segala bantuan dan bimbingan serta jerih payah yang telah
diberikan kepada penulis, semoga mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT.
Amiin.
Tim Penulis,
Page | 2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................................................2
DAFTAR ISI.......................................................................................................................................3
BAB I................................................................................................................................................4
A. Latar Belakang....................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah..............................................................................................................6
C. Tujuan.................................................................................................................................7
BAB II...............................................................................................................................................8
Page | 3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada dasarnya setiap organisasi pasti mempunyai tujuan karena organisasi
memang didirikan untuk mencapai tujuan. Tujuan organisasi mempunyai peran ganda,
yaitu sebagai alasan didirikannya organisasi dan sekaligus juga sebagai arah ke mana
organisasi akan dibawa. Organisasi tidak akan diperlukan lagi apabila tujuannya sudah
tercapai. Berdasarkan tujuannya organisasi dikelompokkan menjadi 2 yaitu (1)
organisasi yang bertujuan laba atau yang lazim dikenal dengan istilah perusahaan dan
(2) organisasi yang tidak bertujuan laba, yang dapat berupa organisasi keagamaan,
organisasi pemerintahan, organisasi politik, organisasi sosial dan sebagainya.
Mencapai tujuan organisasi bukan merupakan hal yang mudah. Untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan diperlukan perencanaan yang baik. Tanpa adanya rencana
yang baik maka kemungkinan tercapainya tujuan menjadi semakin kecil. Rencana yang
baik belum merupakan jaminan akan tercapainya tujuan. Tujuan akan tercapai apabila
rencana yang baik tersebut dilaksanakan dengan baik pula. Rencana yang baik harus
memenuhi persyaratan tertentu yang salah satu di antaranya adalah adanya mekanisme
pengukuran kinerja. Dengan adanya pengukuran kinerja maka akan dapat diketahui
apakah perusahaan sudah beroperasi pada arah yang benar, sampai seberapa besar
tujuan dapat dicapai dan sebagainya. Hasil pengukuran juga dapat dipakai sebagai
dasar pemberian penghargaan, dasar promosi, dan hukuman. Tanpa adanya penilaian
kinerja yang baik maka organisasi tidak tahu apakah arah organisasi sudah benar atau
belum, tidak mengetahui kemungkinan adanya masalah yang akan dihadapi, bahkan
masalah yang sesungguhnya dihadapi pun seringkali tidak terdeteksi. Masalah yang
dihadapi baru diketahui setelah masalah tersebut sudah menjadi kompleks dan kronis
sehingga untuk mengatasinya sangat sulit atau bahkan sudah tidak bisa diatasi. Tanpa
adanya sistem penilaian kinerja yang baik maka tercapainya tujuan organisasi atau
Page | 4
yang lazim disebut dengan keberhasilan orgnisasi hanya merupakan suatu kebetulan,
yang sewaktu-waktu dapat hilang dan tidak dapat diharapkan kapan akan terjadi lagi.
Pada mulanya pengukuran kinerja hanya diterapkan pada satu aspek saja, yaitu
aspek keuangan saja (untuk perusahaan ) atau aspek non-keuangan saja (untuk
organisasi nir-laba). Untuk organisasi yang bertujuan laba atau perusahaan penilaian
kinerja trandisional hanya menyangkut aspek keuangan saja seperti laba, tingkat laba,
tingkat laba kotor (gross profit margin), ROI (Return On Investment), ROA (Return On
Asset), RONA (Return On Net Asset), ROE (Return On Owners Equity), dan
sebagainya. Bagi organisasi yang tidak bertujuan laba, sistem pengukuran kinerja juga
hanya menyangkut satu aspek saja, yaitu aspek operasional atau non-keuangan.
Pengukuran kinerja tergantung pada jenis organisasi, seperti tingkat keberhasilan siswa
(untuk organisasi pendidikan), tingkat hunian pasien atau occupancy rate (untuk
organisasi kesehatan) dan sebagainya.
Pengukuran kinerja yang hanya mencakup satu aspek tersebut lazim disebut
sistem pengukuran kinerja tradisional. Pada masa lalu sistem tersebut sudah memadai
karena persaingan belum seketat dan seinten sekarang. Pada masa kini penilaian
kinerja seperti itu bukannya tidak perlu tetapi tidak cukup, karena bersifat partial atau
hanya sebagian aspek yang diukur dan juga bersifat jangka pendek sehingga seringkali
mengorbankan kepentingan atau tujuan jangka panjang. Dengan pengukuran kinerja
seperti itu maka organisasi tidak akan mampu mengukur tingkat keberlanjutan
organisasi, tidak mampu mendeteksi kemungkinan terjadinya masalah, dan sebagainya.
Dengan kata lain sistem pengukuran yang seperti itu mengandung banyak kelemahan.
Sistem tersebut hanya cocok diterapkan pada organisasi yang tingkat persaingannya
rendah. Kondisi seperti ini hanya terjadi pada masa yang lalu. Untuk saat ini, apalagi
pada masa-masa yang akan datang persaingan dalam bidang apa saja sangat ketat dan
komplek, dan akan menjadi semakin ketat dan semakin kompleks sehingga sistem
pengukuran kinerja tradisional sudah tidak cocok dan tidak memadai lagi. Apabila
sistem pengukuran kinerja tetap dipertahankan maka keberlanjutan organisasi akan
terancam, yang berarti tujuan organisasi tidak tercapai.
Untuk mengatasi kekurangan sistem pengukuran kinerja trandisionil maka
Roberts S. Kaplan dari Harvard Business School dan David P. Norton, Presiden
Renaissance School, Inc. Mengembangkan sistem pengukuran kinerja baru yang
Page | 5
disebut Sistem Balanced Scorecard. Sistem Balanced Scorecard mengukur kinerja
secara menyeluruh (comprehensive) dan seimbang (balanced), baik aspek keuangan
maupun aspek non keuangan. Balanced Scorecard mengukur kinerja perusahaan dalam
4 perspektif, yaitu (1) perspektif keuangan, (2) perspektif pelanggan, (3) perspektif
proses bisnis internal, dan (4) perspektif pembelajaran dan pertumbuhan . Pengukuran
keempat perspektif tersebut memberikan keseimbangan antara tujuan jangka pendek
dan tujuan jangka panjang serta antara hasil yang diinginkan dengan faktor pendorong
tercapainya hasil. Bagi perusahaan, Balanced Scorecard memungkinkan perusahaan
mencatat hasil kinerja keuangan sekaligus memantau kemajuan perusahaan dalam
membangun kemampuan untuk mendapatkan dan mengelola aktiva tak berujud yang
dibutuhkan untuk pertumbuhan perusahaan di masa depan. Sebaliknya bagi organisasi
nirlaba Balanced Scorecard memungkinkan organisasi untuk mencatat kinerja non-
keuangan (operasional) sekaligus memantau kemajuan organisasi dalam membangun
kemampuan untuk memperoleh dan mengelola keuangan.
Pada setiap institusi pendidikan visi dan misi dirumuskan secara berbeda.
Secara umum substansi perbedaannya terletak pada visi dan misi yang dimiliki dan
diusahakan untuk direalisasikan. Oleh karena itu, pengukuran dan penilaian kinerja
suatu lembaga pendidikan seharusnya didasarkan pada kemampuannya untuk
mewujudkan visi dan misinya. Selain itu dalam penilaian pada suatu lembaga
pendidikan harus dilakukan secara menyeluruh dan menggunakan alat ukur yang bisa
mengukur seluruh kegiatan pelayanan yang dilakukan organisasi, karena kegiatannya
bersifat jasa dan bukanlah mencari laba.
Alat penilaian kinerja yang disebut balanced scorecard merupakan metode
penilaian kinerja yang komprehensif. Metode ini menilai kinerja menggunakan
seperangkat ukuran kinerja terpadu yang telah disusun berdasarkan visi dan strategi.
Balanced scorecard mendasarkan penilaian kinerja dalam empat perspektif penting,
yaitu: perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal, serta
pembelajaran dan pertumbuhan. Penilaian kinerja pada sekolah perlu dilakukan
sebagai sarana evalusi atas semua keputusan-keputusan strategik yang telah
dilaksanakan. Penilaian pada institusi sekolah perlu dilakukan mengingat semakin
meningkatnya tuntutan pada guru, karyawan dan siswa untuk semakin berkualitas.
Page | 6
Agar sekolah tetap eksis dan berkembang maka sekolah harus dikelola secara
profesional. Perlu diketahui mulai tahun 2010 sampai dengan 2017 jumlah pendaftar
selalu berfluktuasi. Dalam keadaan seperti ini maka pengukuran kinerja sudah
merupakan kebutuhan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalahnya adalah :
C. Tujuan
Penulisan makalah ini memiliki dua tujuan, yaitu tujuan umum dan tujuan
khusus. Tujuan umum dari penulisan makalah ini diharapkan dapat mengkaji tentang:
Page | 7
BAB II
PEMBAHASAN
Page | 8
Balanced Scorecard merupakan seperangkat ukuran kinerja yang memberikan
pandangan secara global dan singkat namun komprehensif tentang bisnis. Balanced
Scorecard hadir agar strategi dan keputusan manajerial lebih operasional dan tersistem.
Pemakaian istilah scorecard menurut Joel Kurtzman adalah suatu model bisnis
canggih yang dapat membantu perusahaan dalam memahami apa yang sebenarnya
menjadi pemicu keberhasilan kegiatannya. Model tersebut dapat diibaratkan seperti
halnya panel kendali (control panel) dalam pesawat, yang harus diperhatikan pilot
dalam mengendalikan pesawatnya. Dia harus memperhatikan semua panel kendali
tersebut, speedometer, temperature gauge, dan komponen lainnya untuk memastikan
ketepatan penerbangan sehingga dapat mencapai tujuan. Dalam suatu perusahaan,
ibaratnya panel-panel kendali itulah yang menjadi scorecard-nya, dapat berupa
tampilan kemajuan finansial, kuantitas penjualan produk, tingkat kepuasan konsumen,
kapasitas karyawan, kuantitas produk rusak, dan lain sebagainya. Manajer harus dapat
memastikan bahwa scorecard telah mengindikasikan tingkat yang kondusif untuk
kemajuan perusahaan, termasuk memahami dan mengelola seluruh panel kendali bisnis
tersebut secara seimbang (balanced) (Joel Kurtzman, 1997).
Page | 9
dalam laporan manajemen yang utuh dan menjadi pedoman untuk mengoptimalkan
pencapaian tujuan.
Penerapan Balance Score Card adalah dengan menggunakan satu papan nilai
yang seimbang yang digunakan sebagai alat ukur untuk menentukan apakah organisasi
tersebut, dalam hal ini sekolah dinilai berhasi atau tidak. Pengukuran kinerja dalam
Kartu nilai BSC memperhatikan keseimbangan antara sisi keuangan dan non-
keuangan, antara jangka pendek dan jangka panjang, dan melibatkan faktir internal dan
eksternal. Empat keseimbangan dalam BLC adalah: keuangan, customer/ pelanggan,
proses, dan pembelajaran/pertumbuhan.
Page | 10
fungsai informasi manajemen untuk kecepatan respon terhadap kebutuhan pelanggan dan
pemasok.
Balanced Scorecard merupakan salah satu dari beberapa konsep sistem pengukuran
kinerja. Balanced Scorecard membantu mengembangkan antara pengukuran-pengukuran
strategi yang berbeda dalam suatu usaha untuk mencapai Goal Congruence. Selain itu,
Balanced Scorecard memberikan suatu framewalk, yaitu suatu bahasa untuk
mengkomunikasikan misi dan strategi, kemudian menginformasikan kepada seluruh
pekerja tentang apa yang menjadi penentu sukses saat ini dan masa mendatang. Sasaran
dari sistem pengukuran adalah memotivasi semua lini pekerja untuk mengimplementasikan
secara baik strategi unit bisnis. Balanced scorecard mampu mengkomunikasikan sasaran
target ke dalam bahasa operasional. Komunikasi ini akan memfokuskan manajer, pekerja
atas faktor-faktor penentu kinerja yang memungkinkan mereka untuk memutuskan inisiatif
serta tindakan untuk pencapaian tujuan-tujuan organisasi.
Ada empat macam pengukuran kinerja bisnis dalam Balanced Scorecard, yaitu:
1) Kinerja keuangan
Page | 11
Diperlukan keunggulan di bidang keuangan pada suatu organisasi supaya organisasi
tersebut menjadi Wealth Institution. Dengan adanya keunggulan di bidang keuangan ini,
suatu organisasi akan menguasai sumber daya yang sangat dibutuhkan untuk mewujudkan
tiga perspektif strategi yang lain; customer, proses internal bisnis, serta pertumbuhan dan
pembelajaran. Kinerja keuangan masih menjadi titik perhatian. Hal ini dikarenakan ukuran
keuangan merupakan suatu ikhtisar, dan konsekuensi ekonomi yang terjadi disebabkan oleh
keputusan dan tindakan ekonomi yang telah diambil. Ukuran keuangan masih
dipertahankan dalam Balanced Scorecard, dengan tujuan melihat kontribusi penerapan
suatu strategi pada laba perusahaan. Tujuan keuangan bisaanya ditanyakan dalam
profitabilitas, misalnya laba operasi, tingkat pengembalian atas barang modal (ROCE), nilai
tambah ekonomis, pertumbuhan penjualan atau arus kas yang dihasilkan. Dalam kinerja
keuangan ini, tolak ukur yang digunakan bergantung pada posisi perusahaan dan daur hidup
bisnisnya (Kaplan dan Norton, 1996) yaitu:
Perusahaan yang berada pada tahapan ini bisaanya menghasilkan produk yang
mempunyai prospek cerah. Karena itu, perusahaan menyerahkan segala sumber daya yang
dimiliki oleh mereka untuk mendukung pengembangan produk-produk mereka, di
antaranya untuk membangun dan memperluas berbagai fasilitas produksi, jaringan
distribusi serta prasarana. Investasi yang ditanamkan pada tahapan ini sangat tinggi. Untuk
itu, tolok ukur yang dipakai adalah tingkat pertumbuhan pendapatan / penjualan (growth
rate in revenue/sales).
Dengan adanya persaingan yang semakin kuat dalam bisnis, membuat banyak
perusahaan dalam keadaan pada tahapan ini. Dalam tahapan ini, perusahaan berusaha untuk
Mempertahankan pengsa pasar yang telah mereka kuasai supaya tetap meraih
keuntungan/laba. Investasi tetap dilakukan namun lebih ditujukan untuk mengatasi
kemampatan (bottleneck) dalam proses produksi dengan cara misalnya meningkatkan
kapasitas produksi dan menyempurnakan proses produksi. Tolok ukur yang digunakan di
antaranya besarnya laba operasional (operational income), besarnya laba kotor (gross
margin) dan tingkat pengembalian modal (return in capital employed).
Page | 12
c) Tahap panen (harvest)
Dalam tahapan ini produk-produk yang dihasilkan oleh perusahaan telah mencapai titik
jenuh. Pada situasi seperti ini, investasi dalam jumlah besar sudah tidak diperlukan lagi.
Yang menjadi pusat perhatian adalah bagaimana caranya meningkatkan pendayagunaan
harta-harta perusahaan untuk memaksimalkan arus kas masuk (cash flow). Dalam tahapan
ini yang menjadi tolok ukur adalah besarnya arus kas masuk dan kegiatan operasi
perusahaan dan tingkat penurunan kebutuhan modal kerja (reduction rate in working in
capital requirement).
2) Kinerja pelanggan
a) Pangsa pasar
Page | 13
Digunakan untuk mengukur berapa besar proporsi segmen pasar tertentu yang dikuasai
oleh perusahaan.
Mengukur seberapa banyak pelanggan baru yang berhasil didapatkan oleh perusahaan.
Mengukur seberapa jauh para pelanggan merasa puas terhadap pelayanan perusahaan.
Mengukur seberapa besar keuntungan yang berhasil diraih oleh perusahaan dari
penjualan produk kepada pelanggannya.
a) Atribut-atribut produk (fungsi, harga, dan mutu) Contoh dari tolok ukur atribut ini
adalah:
Salah satu perbedaan mendasar antara pengukuran kinerja tradisional dengan balanced
scorecard adalah terletak pada perspektif proses bisnis internal ini, yakni jika pada
pendekatan tradisional memfokuskan pada perbaikan proses bisnis yang sudah ada,
sedangkan pada balanced scorecard memfokuskan pada identifikasi proses baru (proses
inovasi) yang harus dikuasai perusahaan untuk memenuhi tujuan keuangan dan
pelanggannya. Ukuran dalam perpektif proses internal bisnis ini adalah memfokuskan pada
masa proses internal yang akan mempunyai dampak pada kepuasan pelanggan dan
pencapaian tujuan keuangan perusahaan. Model umum rantai inilah yang dipakai oleh
perusahaan guna menciptakan nilai bagi pelanggannya yang meliputi tiga proses bisnis
utama yaitu:
a) Inovasi
Dalam tahap ini, perusahaan mengidentifikasi keinginan dan kebutuhan para pelanggan
ataupun calon pelanggan di masa kini ataupun masa yang akan datang, serta merumuskan
cara-cara untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
(3)lamanya waktu yang dibutuhkan untuk mengembangkan satu produk baru secara
relatif jika dibandingkan dengan para pesaing
Page | 15
(4)lamanya waktu yang dibutuhkan untuk berhasil menjual produk-produk tersebut
b) Proses operasi
Perusahaan memproduksi dan menyampaikan produk atau jasa yang sudah ada kepada
pelanggan.
c) Layanan purnajual
Dalam tahapan ini perusahaan akan berusaha untuk memberi manfaat tambahan kepada
para pelanggan yang telah membeli produknya. Adapun manfaat tersebut berupa berbagai
layanan pemeliharaan produk, layanan perbaikan kerusakan, layanan penggantian suku
cadang, dan layanan pembayaran cicilan.
(4)banyaknya pelanggan yang mampu dilayani hanya dengan satu kali permintaan
Yang menjadi faktor penting dalam perpektif ini adalah: orang, sistem, dan prosedur
organisasi yang berperan dalam pertumbuhan jangka panjang perusahaan. Karena hasil
pengukuran dari ketiga perspektif sebelumnya bisaanya akan menunjukkan kesenjangan
yang besar antara kemampuan orang, sistem, dan prosedur yang ada saat ini dengan yang
dibutuhkan untuk mencapai kinerja yang diinginkan, maka perusahaan harus melakukan
Page | 16
investasi dalam ketiga faktor tersebut untuk menjamin berhasilnya tujuan yang diinginkan
oleh perusahaan.
Balanced scorecard selain mengukur kinerja manajemen dari segi finansial yang bisaa
diberikan dalam akuntansi juga memberikan indikator-indikator kinerja penting dan
dimensi nonfinansial seperti pelanggan, kepuasan kerja, dan segmen pasar. Pada era
reformasi ini dimana persaingan menjadi intens dan terbuka, perusahaan harus mengukur
kinerja secara lebih komprehensif dari berbagai perspektif secara lebih komprehensif dan
melihat berbagai perspektif seperti perspektif konsumen, karyawan, dan sebagainya.
Seandainya balanced scorecard itu adalah sebuah mobil, leading medicator adalah kaca
depan, sementara lagging indicator adalah kaca spion. Keduanya merupakan instrumen
penting dari mobil itu. Akuntansi keuangan sampai sekarang hanya mampu memberikan
lagging indicator, sementara leading indicator diperoleh manajemen dari luar sistem
akuntansi keuangan.
Page | 17
Ukuran-ukuran kinerja yang dipakai dalam balanced scorecard diidentifikasi dan
diseleksi secara cermat dari populasi bermacam ukuran potensial, juga diturunkan secara
hati-hati dan rasional dari visi, misi, dan strategik perusahaan. Balanced scorecard
mendorong dan memaksa manajemen guna mengobarkan visi, misi, dan strategik ke dalam
tujuan-tujuan strategik (strategic objectives) sespesifik dan sekonkrit mungkin. Kemudian
untuk tujuan-tujuan strategik itu ditentukan ukuran-ukuran keberhasilannya sebagai lag
indicators-nya, yaitu key success factors yang sangat menentukan hasil strategik itu.
5) Operasional Konkrit
Visi, misi, dan strategik perusahaan bisaanya bersifat abstrak, umum, dan kabur.
Balanced scorecard adalah instrumen yang mengoperasionalkan misi dan strategik itu
menjadi sesuatu yang spesifik dan konkrit serta mudah dipahami. Misi dan strategik berada
di alam ide, sementara balanced scorecard yang diturunkan dari misi dan strategik itu
berada di alam empirik. Balanced scorecard berfungsi untuk menerjemahkan visi, misi, dan
strategik yang abstrak, umum, dan kabur itu menjadi tindakan yang konkrit melalui proses
yang disebut strategic learning.
6) Seimbang (Balance)
Page | 18
antara perspektif waktu masa lalu dan masa depan, antara perspektif eksternal dan internal,
antara perspektif finansial dan nonfinansial, antara perspektif strategik dan taktis.
Ukuran-ukuran di dalam balanced scorecard dipilih secara logis agar organisasi bisa
berjalan lebih terfokus pada strateginya. Untuk itu harus bisa ditunjukkan secara jelas
hubungan sebab akibat antara ukuran-ukuran itu.
Ukuran-ukuran dalam balanced scorecard terbagi ke dalam dua macam ukuran, yaitu
lagging indicator dan leading indicator. Lagging indicator adalah indikator tingkat
keberhasilan pencapaian suatu sasaran. Karena perspektif waktunya mengarah ke masa lalu
sehingga disebut lagging indicator.
Perspektif keuangan, dalam hal ini sekolah dapat mengelola keuangan dengan
maksimal. Pemasukan keuangan, khususnya sekolah negeri berasal dari dana BOS
Page | 19
yang diberikan oleh pemerintah per 3 bulan. Sekolah harus mampu untuk mengelola
dana yang didapat dengan optimal. Dana yang didapat digunakan untuk kepentingan
siswa, guru dan sekolah.
Perspektif proses. Apa saja proses yang harus dilakukan untuk mencapai sukses
organisasi. Sekolah merumuskan kegiatan-kegiatan yang bisa dilakukan untuk
mendukung pencapaian kesuksesan. Contoh kegiatannya seperti melakukan pelatihan-
pelatihan guru untuk meningkatkan kompetensi guru sehingga optimal dalam proses
belajar mengajar. Melakukan peer teaching untuk lebih mensolidkan tim guru dan
meningkatkan kemampuan guru. Menyediakan sarana yang dapat mendukung
terciptanya atmosfir belajar yang menyenangkan.
Page | 20
dekat dengan tujuan. Seperti halnya pada organisasi yang bertujuan laba, lembaga
pendidikan juga mengalami persaingan yang semakin kompleks dan semakin ketat. Hal
ini membuat sistem pengukuran kinerja tradisional untuk lembaga pendidikan juga
menjadi tidak memadai lagi dan sebagai penggantinya adalah pengukuran kinerja
dengan sistem balanced scorecard. Mengenai perspektif yang diukur juga sama dengan
perspektif yang diukur pada perusahaan, yang mencakup 4 perspektif, yaitu:
1. Perspektif keuangan
2. Perspektif pelanggan
a. Jumlah pendaftar
c. Tingkat kenaikan
d. Tingkat kelulusan
g. Nilai rata-rata.
Page | 22
a. Tingkat kelulusan
f. Gaji mula-mula
a. Tercapainya anggaran
b. Tercapainya surplus.
Page | 23
Dengan adanya sistem pengukuran kinerja, manajemen perusahaan dapat
menetapkan standar kinerja yang diharapkan. Jika pengukuran tersebut dilakukan
secara rutin dan tepat sasaran, maka akan memberikan umpan balik dalam
pengembangan prasarana yang berkelanjutan untuk mencapai keberhasilan.
Konsep balanced scorecard dirancang untuk diterapkan pada organisasi profit, namun
tidak menutup kemungkinan untuk diterapkan pada institusi pendidikan. Lembaga
pendidikan juga mempunyai empat aspek tipikal yang menjadi kajian esensial balanced
scorecard untuk mengukur kinerja suatu organisasi. Hal tersebut dipertegas oleh Chang
dan Chow (1999), yang menyatakan bahwa balanced scorecard merupakan alat
Page | 24
potensial untuk mendukung perubahan dan perbaikan berkelanjutan di dalam dunia
pendidikan. Berkaitan dengan penilaian pada lembaga pendidikan atau sekolah
pendekatan balanced scorecard mengukur hal penting pada indikator penyelenggaraan
sekarang, pengendalian penyelenggaraan di masa yang akan datang dan urusan
pembiayaan. Karakteristik pengukuran dengan pendekatan balanced scorecard yaitu
mengukur kesatuan dari misi dan strategi yang secara ekplisit didesain untuk
menyajikan dan mendorong hasil kinerja yang telah dicapai.
Menurut Kaplan dan David P. Norton (1996: 22), balanced scorecard dapat
menerjemahkan strategi dan misi organisasi ke dalam suatu perangkat pengukuran
kinerja yang komprehensif yang merupakan rerangka dalam melaksanakan strategi.
Sedangkan menurut Chang dan Chow (1999), jika balanced scorecard diadopsi dalam
lembaga pendidikan maka keempat aspek diidentifikasi dengan mengikuti urutan
sebagai berikut:
a. Aspek pelanggan (costumer)
Aspek ini dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan „how do costumer see us?‟.
Aspek ini menunjukkan bagaimana baik sebuah institusi menjalankan kegiatan dan
mencapai hasil sesuai harapan pelanggan.
b. Aspek bisnis internal (internal bisnis)
Aspek ini dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan „at what must we excel?‟.
Komponen- komponen dalam aspek ini menfokuskan pada proses internal, dimana
sebuah institusi harus mencapai hasil sesuai harapan pelanggan.
c. Aspek inovasi dan pembelajaran (innovation and learning)
Aspek ini dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan „can we continue to improve and
create value?‟. Komponen aspek ini menfokuskan pada keberlanjutan agar menjamin
dan meningkatkan kemampuannya untuk memuaskan para pelanggan.
d. Aspek keuangan (financial)
Aspek ini dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan „how do we look to provider of
financial resources?‟. Komponen ini memfokuskan bagaimana baik organisasi
menerjemahkan hasil hasil operasional ke dalam kesejahteraan dalam bidang
keuangan.
Page | 25
Berkaitan dengan keempat perspektif dalam balanced scorecard di atas, maka penilaian
pada sekolah harus memperhatikan keempat perspektif tersebut secara menyeluruh dan
digambarkan sebagai berikut:
1) Perspektif Pelanggan
Siswa sebagai konsumen, peserta didik dan sebagai investor bagi masa depannya
memiliki peran yang menentukan keberlanjutan suatu sekolah. Sebagai konsumen
siswa berhak atas mutu dan pelayanan pendidikan yang berkualitas. Sebagai investor
siswa berhak mendapatkan keuntungan masa depan atas pengajaran dan pendidikan
yang diperolahnya. Keberhasilan untuk mewujudkan harapan siswa marupakan
indikator kaberhasilan sekolah, yaitu adanya sistem yang bekerja secara dinamis untuk
menghasilkan lulusan dengan penempatan yang efektif, menjamin kualitas
instruksional dan penunjang kegiatan akademik serta menjalin hubungan baik antara
pihak sekolah dengan wali siswa.
2) Perspektif proses internal
Seperti halnya pada badan usaha, sekolah juga perlu mengidentifikasi proses terpenting
yang dimanivestasikan pada pelayanan pendidikan sesuai harapan pelanggan. Proses
terpenting itu didasarkan pada usaha sekolah untuk memberikan jaminan pada kualitas
Proses Belajar Mengajar (PBM) dan kualitas perangkat pendukung PBM. Dalam
implementasinya, pelayanan yang telah didesain tersebut kemudian dilaksanakan
dengan effective cost.
3) Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan
Untuk mengoperasikan proses intern dalam rangka menghasilkan pelayanan yang
memiliki value bagi siswa, sekolah memerlukan personel yang produktif dan
berkomitmen. Produktivitas ditentukan oleh kompetensi personel dan ketersediaan
prasarana yang diperlukan untuk menjalankan proses intern. Komitmen personel
ditentukan oleh kualitas lingkungan kerja yang dibangun di sekolah. Hal tersebut
diwujudkan melalui komunikasi, penghargaan dan dukungan dari pihak sekolah untuk
individu-individu dari jabatan tertinggi sampai dengan yang terbawah.
4) Perspektif Keuangan
Keunggulan di bidang keuangan diharapkan memberikan jaminan kesejahteraan pada
sumber daya sekolah, keefektifan penggunaan dana dan kelangsungan proses
Page | 26
pendidikan. Melalui keunggulan bidang keuangan, sebuah sekolah dapat mewujudkan
tiga perspektif yang lain: pelanggan, proses intern, dan pembelajaran dan inovasi.
BAB III
SIMPULAN
Page | 28