Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

Penerapan Konsep BSC dalam Mewujudkan Lulusan SMK


Berdaya Saing Tinggi

Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah
Konsep Balanced Score Card (BSC) dan Kembalian Pendidikan

Dosen :
Prof. Dr. H. M. Iim Wasliman, M.Pd, M.Si

Oleh : Kelompok V
Agus Hidayat Idris (4103810416096)
Komarudin (4103810416101)
Fikri Rizkia Muhammad (4103810416084)

PROGRAM STUDI DOKTOR ILMU PENDIDIKAN


SEKOLAH PASCASARJANA (S3)
UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA
BANDUNG
2018
KATA PENGANTAR

Segala puja dan puji serta syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang
telah memberikan nikmat iman, nikmat islam, dan nikmat ihsan, serta memberikan
kesempatan dan kelapangan berpikir sehingga penulis dapat menyelesaikan pembuatan
makalah yang sangat sederhana ini.

Solawat dan salam tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, tak lupa kepada
keluarganya, tabi’in dan tabi’atnya dan semoga sampai kepada kita selaku umatnya.
Amiin.

Selain itu dalam penyusunan dan penulisan makalah ini tidak terlepas dari
bantuan, bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam
kesempatan ini penulis dengan senang hati dan penuh kebanggan menyampaikan
terima kasih kepada yang terhormat :

1. Prof. Dr. H. M. Iim Wasliman, M.Pd, M.Si selaku Dosen pengampu Mata
Kuliah Konsep Balanced Score Card (BSC) dan Kembalian Pendidikan

2. Para dosen Pasca Sarjana Uninus lain yang telah membekali penulis dengan
berbagai macam Ilmu dan arahan serta bimbingan

3. Para sahabat sesama siswa Pasca Uninus semua atas kebersamaan dan bantuan
yang berarti bagi kami penulis

4. Semua pihak yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan


makalah ini

Terima kasih untuk segala bantuan dan bimbingan serta jerih payah yang telah
diberikan kepada penulis, semoga mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT.
Amiin.

Bandung, April 2018

Tim Penulis,

Page | 2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................................2

DAFTAR ISI.......................................................................................................................................3

BAB I................................................................................................................................................4

A. Latar Belakang....................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah..............................................................................................................6
C. Tujuan.................................................................................................................................7
BAB II...............................................................................................................................................8

A. Pengertian Balanced Score Card.........................................................................................8


B. Balanced Score Card sebagai alat pengukuran.................................................................10
C. Penerapan Balanced Score di Sekolah..............................................................................19
D. Penerapan Konsep BSC dalam Mewujudkan Lulusan Berdaya Saing Tinggi......................19
BAB III............................................................................................................................................26

Page | 3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada dasarnya setiap organisasi pasti mempunyai tujuan karena organisasi
memang didirikan untuk mencapai tujuan. Tujuan organisasi mempunyai peran ganda,
yaitu sebagai alasan didirikannya organisasi dan sekaligus juga sebagai arah ke mana
organisasi akan dibawa. Organisasi tidak akan diperlukan lagi apabila tujuannya sudah
tercapai. Berdasarkan tujuannya organisasi dikelompokkan menjadi 2 yaitu (1)
organisasi yang bertujuan laba atau yang lazim dikenal dengan istilah perusahaan dan
(2) organisasi yang tidak bertujuan laba, yang dapat berupa organisasi keagamaan,
organisasi pemerintahan, organisasi politik, organisasi sosial dan sebagainya.
Mencapai tujuan organisasi bukan merupakan hal yang mudah. Untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan diperlukan perencanaan yang baik. Tanpa adanya rencana
yang baik maka kemungkinan tercapainya tujuan menjadi semakin kecil. Rencana yang
baik belum merupakan jaminan akan tercapainya tujuan. Tujuan akan tercapai apabila
rencana yang baik tersebut dilaksanakan dengan baik pula. Rencana yang baik harus
memenuhi persyaratan tertentu yang salah satu di antaranya adalah adanya mekanisme
pengukuran kinerja. Dengan adanya pengukuran kinerja maka akan dapat diketahui
apakah perusahaan sudah beroperasi pada arah yang benar, sampai seberapa besar
tujuan dapat dicapai dan sebagainya. Hasil pengukuran juga dapat dipakai sebagai
dasar pemberian penghargaan, dasar promosi, dan hukuman. Tanpa adanya penilaian
kinerja yang baik maka organisasi tidak tahu apakah arah organisasi sudah benar atau
belum, tidak mengetahui kemungkinan adanya masalah yang akan dihadapi, bahkan
masalah yang sesungguhnya dihadapi pun seringkali tidak terdeteksi. Masalah yang
dihadapi baru diketahui setelah masalah tersebut sudah menjadi kompleks dan kronis
sehingga untuk mengatasinya sangat sulit atau bahkan sudah tidak bisa diatasi. Tanpa
adanya sistem penilaian kinerja yang baik maka tercapainya tujuan organisasi atau

Page | 4
yang lazim disebut dengan keberhasilan orgnisasi hanya merupakan suatu kebetulan,
yang sewaktu-waktu dapat hilang dan tidak dapat diharapkan kapan akan terjadi lagi.
Pada mulanya pengukuran kinerja hanya diterapkan pada satu aspek saja, yaitu
aspek keuangan saja (untuk perusahaan ) atau aspek non-keuangan saja (untuk
organisasi nir-laba). Untuk organisasi yang bertujuan laba atau perusahaan penilaian
kinerja trandisional hanya menyangkut aspek keuangan saja seperti laba, tingkat laba,
tingkat laba kotor (gross profit margin), ROI (Return On Investment), ROA (Return On
Asset), RONA (Return On Net Asset), ROE (Return On Owners Equity), dan
sebagainya. Bagi organisasi yang tidak bertujuan laba, sistem pengukuran kinerja juga
hanya menyangkut satu aspek saja, yaitu aspek operasional atau non-keuangan.
Pengukuran kinerja tergantung pada jenis organisasi, seperti tingkat keberhasilan siswa
(untuk organisasi pendidikan), tingkat hunian pasien atau occupancy rate (untuk
organisasi kesehatan) dan sebagainya.
Pengukuran kinerja yang hanya mencakup satu aspek tersebut lazim disebut
sistem pengukuran kinerja tradisional. Pada masa lalu sistem tersebut sudah memadai
karena persaingan belum seketat dan seinten sekarang. Pada masa kini penilaian
kinerja seperti itu bukannya tidak perlu tetapi tidak cukup, karena bersifat partial atau
hanya sebagian aspek yang diukur dan juga bersifat jangka pendek sehingga seringkali
mengorbankan kepentingan atau tujuan jangka panjang. Dengan pengukuran kinerja
seperti itu maka organisasi tidak akan mampu mengukur tingkat keberlanjutan
organisasi, tidak mampu mendeteksi kemungkinan terjadinya masalah, dan sebagainya.
Dengan kata lain sistem pengukuran yang seperti itu mengandung banyak kelemahan.
Sistem tersebut hanya cocok diterapkan pada organisasi yang tingkat persaingannya
rendah. Kondisi seperti ini hanya terjadi pada masa yang lalu. Untuk saat ini, apalagi
pada masa-masa yang akan datang persaingan dalam bidang apa saja sangat ketat dan
komplek, dan akan menjadi semakin ketat dan semakin kompleks sehingga sistem
pengukuran kinerja tradisional sudah tidak cocok dan tidak memadai lagi. Apabila
sistem pengukuran kinerja tetap dipertahankan maka keberlanjutan organisasi akan
terancam, yang berarti tujuan organisasi tidak tercapai.
Untuk mengatasi kekurangan sistem pengukuran kinerja trandisionil maka
Roberts S. Kaplan dari Harvard Business School dan David P. Norton, Presiden
Renaissance School, Inc. Mengembangkan sistem pengukuran kinerja baru yang
Page | 5
disebut Sistem Balanced Scorecard. Sistem Balanced Scorecard mengukur kinerja
secara menyeluruh (comprehensive) dan seimbang (balanced), baik aspek keuangan
maupun aspek non keuangan. Balanced Scorecard mengukur kinerja perusahaan dalam
4 perspektif, yaitu (1) perspektif keuangan, (2) perspektif pelanggan, (3) perspektif
proses bisnis internal, dan (4) perspektif pembelajaran dan pertumbuhan . Pengukuran
keempat perspektif tersebut memberikan keseimbangan antara tujuan jangka pendek
dan tujuan jangka panjang serta antara hasil yang diinginkan dengan faktor pendorong
tercapainya hasil. Bagi perusahaan, Balanced Scorecard memungkinkan perusahaan
mencatat hasil kinerja keuangan sekaligus memantau kemajuan perusahaan dalam
membangun kemampuan untuk mendapatkan dan mengelola aktiva tak berujud yang
dibutuhkan untuk pertumbuhan perusahaan di masa depan. Sebaliknya bagi organisasi
nirlaba Balanced Scorecard memungkinkan organisasi untuk mencatat kinerja non-
keuangan (operasional) sekaligus memantau kemajuan organisasi dalam membangun
kemampuan untuk memperoleh dan mengelola keuangan.
Pada setiap institusi pendidikan visi dan misi dirumuskan secara berbeda.
Secara umum substansi perbedaannya terletak pada visi dan misi yang dimiliki dan
diusahakan untuk direalisasikan. Oleh karena itu, pengukuran dan penilaian kinerja
suatu lembaga pendidikan seharusnya didasarkan pada kemampuannya untuk
mewujudkan visi dan misinya. Selain itu dalam penilaian pada suatu lembaga
pendidikan harus dilakukan secara menyeluruh dan menggunakan alat ukur yang bisa
mengukur seluruh kegiatan pelayanan yang dilakukan organisasi, karena kegiatannya
bersifat jasa dan bukanlah mencari laba.
Alat penilaian kinerja yang disebut balanced scorecard merupakan metode
penilaian kinerja yang komprehensif. Metode ini menilai kinerja menggunakan
seperangkat ukuran kinerja terpadu yang telah disusun berdasarkan visi dan strategi.
Balanced scorecard mendasarkan penilaian kinerja dalam empat perspektif penting,
yaitu: perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal, serta
pembelajaran dan pertumbuhan. Penilaian kinerja pada sekolah perlu dilakukan
sebagai sarana evalusi atas semua keputusan-keputusan strategik yang telah
dilaksanakan. Penilaian pada institusi sekolah perlu dilakukan mengingat semakin
meningkatnya tuntutan pada guru, karyawan dan siswa untuk semakin berkualitas.

Page | 6
Agar sekolah tetap eksis dan berkembang maka sekolah harus dikelola secara
profesional. Perlu diketahui mulai tahun 2010 sampai dengan 2017 jumlah pendaftar
selalu berfluktuasi. Dalam keadaan seperti ini maka pengukuran kinerja sudah
merupakan kebutuhan.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalahnya adalah :

1. Apa Pengertian Balanced Score Card ?

2. Apa Balanced Score Card bisa diterapkan di SMK ?

3. Bagaimana Konsep Balanced Score Card dalam mewujudkan lulusan SMK


berdaya saing tinggi ?

C. Tujuan
Penulisan makalah ini memiliki dua tujuan, yaitu tujuan umum dan tujuan
khusus. Tujuan umum dari penulisan makalah ini diharapkan dapat mengkaji tentang:

1. Untuk mengetahui penerapan konsep BSC dalam mewujudkan lulusan


SMK berdaya saing tinggi

Tujuan khusus untuk mengetahui

1. Mendeskripsikan pengertian Balanced Score Card

2. Mendeskripsikan Balanced Score Card bisa diterapkan di SMK

3. Mendeskripsikan Bagaimana Konsep Balanced Score Card dalam


mewujudkan lulusan SMK berdaya saing tinggi

Page | 7
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Balanced Score Card


Yang pertama kali memperkenalkan konsep Balanced Scorecard adalah Kaplan
dan Norton. Berawal pada suatu penelitian yang berjudul “Measuring Perfomance”
yang dilakukan selama satu tahun terhadap dua belas perusahaan pada tahun 1990,
penelitian ini disponsori oleh Nolan Norton Institute, lembaga penelitian milik KPMG.
Ketua tim dari penelitian ini adalah David Norton dan Kaplan sebagai konsultan
akademis dan dari penelitian tersebut diketahui bahwa pengukuran kinerja keuangan
tidak lagi memadai. Penelitian lebih jauh terhadap penelitian Balanced Scorecard
dilakukan di beberapa perusahaan. Dari penerapan Balanced Scorecard inilah akhirnya
beberapa perusahaan menyadari bahwa konsep Balanced Scorecard tidak hanya
sebagai pengukur kinerja, akan tetapi juga bermanfaat untuk mengkomunikasikan
strategi baru, sebagaimana ditulis dalam artikel yang berjudul “Putting The Balanced
Scorecard To Work” pada tahun 1993. Dari penelitian tersebut akhirnya mereka
menyimpulkan bahwa untuk mengukur kinerja di dalam organisasi masa depan,
dibutuhkan ukuran kinerja yang komprehensif, yang mencakup empat perspektif:
keuangan, customer, proses bisnis internal, serta pembelajaran dan pertumbuhan
organisasi.

Page | 8
Balanced Scorecard merupakan seperangkat ukuran kinerja yang memberikan
pandangan secara global dan singkat namun komprehensif tentang bisnis. Balanced
Scorecard hadir agar strategi dan keputusan manajerial lebih operasional dan tersistem.

Pemakaian istilah scorecard menurut Joel Kurtzman adalah suatu model bisnis
canggih yang dapat membantu perusahaan dalam memahami apa yang sebenarnya
menjadi pemicu keberhasilan kegiatannya. Model tersebut dapat diibaratkan seperti
halnya panel kendali (control panel) dalam pesawat, yang harus diperhatikan pilot
dalam mengendalikan pesawatnya. Dia harus memperhatikan semua panel kendali
tersebut, speedometer, temperature gauge, dan komponen lainnya untuk memastikan
ketepatan penerbangan sehingga dapat mencapai tujuan. Dalam suatu perusahaan,
ibaratnya panel-panel kendali itulah yang menjadi scorecard-nya, dapat berupa
tampilan kemajuan finansial, kuantitas penjualan produk, tingkat kepuasan konsumen,
kapasitas karyawan, kuantitas produk rusak, dan lain sebagainya. Manajer harus dapat
memastikan bahwa scorecard telah mengindikasikan tingkat yang kondusif untuk
kemajuan perusahaan, termasuk memahami dan mengelola seluruh panel kendali bisnis
tersebut secara seimbang (balanced) (Joel Kurtzman, 1997).

Banyak kalangan telah mencoba untuk memberikan pengertian tentang


Balanced Scorecard, namun mereka belum menemukan kata sepakat. Sebagai ide awal,
Balanced Scorecard dapat diterima sebagai pengetahuan yang masih dapat
dikembangkan lebih lanjut. Kaplan dan Norton sendiri beranggapan bahwa scorecard
sebagai suatu progress report diharapkan dapat dikembangkan dan disempurnakan
pada masa yang akan datang. Balanced Scorecard dapat pula diartikan menurut Kaplan
dan Norton adalah sebagai sistem manajemen yang dapat digunakan sebagai kerangka
sentral dalam berbagai proses manajemen kritis seperti penentuan goal individu dan
tim, pemberi kompensasi, alokasi sumber daya manusia, perencanaan dan
penganggaran karyawan, serta penumbuhan iklim belajar dalam organisasi.

Balance scorecard adalah manajemen strategi dan pengukuran yang


menghubungkan sasaran strategis kepada indicator yang komprehensif. Indicator yang
digunakannya adalah kegiatan dan proses kegiatan inti dari lingkungan organisasi
tersebut beroperasi. Konsep scorecard digunakan karena scorecard menyatukan alat

Page | 9
dalam laporan manajemen yang utuh dan menjadi pedoman untuk mengoptimalkan
pencapaian tujuan.

BSC adalah suatu mekanisme sistem manajemen yang mampu menerjemahkan


visi dan strategi organisasi ke dalam tindakan nyata di lapangan. BSC adalah salah satu
alat manajemen yang telah terbukti telah membantu banyak perusahaan dalam
mengimplementasikan strategi bisnisnya.

Penerapan BSC dapat menjelaskan konsistensi pencapaian dengan visi misi


organisasi dan nilai inti serta perbaikan yang dilaksanakan oleh suatu organisasi.
Penggunaan konsep BSC dalam bidang pendidikan akan membantu sekolah untuk
memanaje sekolah dengan optimal dan membantu sekolah untuk mengklarifikasi visi
dan menterjemahkan kepada sasaran yang operasional, ukuran dan tindakan yang jelas
dan sesuai dengan misi dan nilai inti dari sekolah tersebut.

Penerapan Balance Score Card adalah dengan menggunakan satu papan nilai
yang seimbang yang digunakan sebagai alat ukur untuk menentukan apakah organisasi
tersebut, dalam hal ini sekolah dinilai berhasi atau tidak. Pengukuran kinerja dalam
Kartu nilai BSC memperhatikan keseimbangan antara sisi keuangan dan non-
keuangan, antara jangka pendek dan jangka panjang, dan melibatkan faktir internal dan
eksternal. Empat keseimbangan dalam BLC adalah: keuangan, customer/ pelanggan,
proses, dan pembelajaran/pertumbuhan.

B. Balanced Score Card sebagai alat pengukuran


Dalam pengukuran kinerja tradisional, pencapaian visi organisasi bisaanya diukur
dengan menggunakan ukuran keuangan seperti Return On Investment (ROI) dan Residual
Income untuk mengukur kemampuan organisasi sebagai pencipta kekayaan. Dan sebagai
penyempurnaannya, kinerja keuangan ini lalu memakai Economic Value Added (EVA),
akan tetapi ukuran keuangan ini tidak mencerminkan keadaan nyata yang dihadapi seorang
manajer. Ukuran keuangan membuat manajer hanya menitikberatkan pengerahan sumber
daya organisasi jangka pendek, yaitu cepat menghasilkan financial return, akibatnya
manajer tidak memperhatikan investasi yang bersifat tujuan jangka panjang, seperti
pengembangan sistem yang digunakan untuk memuaskan pelanggan, pendidikan dan
pelatihan karyawan untuk pemberdayaan karyawan, pengembangan fungsi organisasi dan

Page | 10
fungsai informasi manajemen untuk kecepatan respon terhadap kebutuhan pelanggan dan
pemasok.

Balanced Scorecard merupakan salah satu dari beberapa konsep sistem pengukuran
kinerja. Balanced Scorecard membantu mengembangkan antara pengukuran-pengukuran
strategi yang berbeda dalam suatu usaha untuk mencapai Goal Congruence. Selain itu,
Balanced Scorecard memberikan suatu framewalk, yaitu suatu bahasa untuk
mengkomunikasikan misi dan strategi, kemudian menginformasikan kepada seluruh
pekerja tentang apa yang menjadi penentu sukses saat ini dan masa mendatang. Sasaran
dari sistem pengukuran adalah memotivasi semua lini pekerja untuk mengimplementasikan
secara baik strategi unit bisnis. Balanced scorecard mampu mengkomunikasikan sasaran
target ke dalam bahasa operasional. Komunikasi ini akan memfokuskan manajer, pekerja
atas faktor-faktor penentu kinerja yang memungkinkan mereka untuk memutuskan inisiatif
serta tindakan untuk pencapaian tujuan-tujuan organisasi.

Dalam suatu seminarnya yang berjudul “Strategic Management System dengan


Pendekatan Balanced Scorecard”, Mulyadi menjelaskan tentang pencapaian visi Wealth-
Creating Institution sebagai berikut:

1) Peningkatan pelanggan yang puas sehingga meningkatkan laba (melalui


peningkatan revenue) tanpa harus menambah pemakaian modal.

2) Peningkatan produktivitas dan komitmen karyawan, sehingga meningkatkan laba


(melalui peningkatan Cost Effectiveness) tanpa harus menambah pemakaian modal.

3) Peningkatan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan financial returns dengan


mengurangi modal yang digunakan atau melakukan investasi dalam proyek yang
menghasilkan return yang tinggi.

d) Pengukuran kinerja bisnis dalam Balanced Scorecard

Ada empat macam pengukuran kinerja bisnis dalam Balanced Scorecard, yaitu:

1) Kinerja keuangan
Page | 11
Diperlukan keunggulan di bidang keuangan pada suatu organisasi supaya organisasi
tersebut menjadi Wealth Institution. Dengan adanya keunggulan di bidang keuangan ini,
suatu organisasi akan menguasai sumber daya yang sangat dibutuhkan untuk mewujudkan
tiga perspektif strategi yang lain; customer, proses internal bisnis, serta pertumbuhan dan
pembelajaran. Kinerja keuangan masih menjadi titik perhatian. Hal ini dikarenakan ukuran
keuangan merupakan suatu ikhtisar, dan konsekuensi ekonomi yang terjadi disebabkan oleh
keputusan dan tindakan ekonomi yang telah diambil. Ukuran keuangan masih
dipertahankan dalam Balanced Scorecard, dengan tujuan melihat kontribusi penerapan
suatu strategi pada laba perusahaan. Tujuan keuangan bisaanya ditanyakan dalam
profitabilitas, misalnya laba operasi, tingkat pengembalian atas barang modal (ROCE), nilai
tambah ekonomis, pertumbuhan penjualan atau arus kas yang dihasilkan. Dalam kinerja
keuangan ini, tolak ukur yang digunakan bergantung pada posisi perusahaan dan daur hidup
bisnisnya (Kaplan dan Norton, 1996) yaitu:

a) Tahap pertumbuhan (growth)

Perusahaan yang berada pada tahapan ini bisaanya menghasilkan produk yang
mempunyai prospek cerah. Karena itu, perusahaan menyerahkan segala sumber daya yang
dimiliki oleh mereka untuk mendukung pengembangan produk-produk mereka, di
antaranya untuk membangun dan memperluas berbagai fasilitas produksi, jaringan
distribusi serta prasarana. Investasi yang ditanamkan pada tahapan ini sangat tinggi. Untuk
itu, tolok ukur yang dipakai adalah tingkat pertumbuhan pendapatan / penjualan (growth
rate in revenue/sales).

b) Tahap bertahanp (sustain)

Dengan adanya persaingan yang semakin kuat dalam bisnis, membuat banyak
perusahaan dalam keadaan pada tahapan ini. Dalam tahapan ini, perusahaan berusaha untuk

Mempertahankan pengsa pasar yang telah mereka kuasai supaya tetap meraih
keuntungan/laba. Investasi tetap dilakukan namun lebih ditujukan untuk mengatasi
kemampatan (bottleneck) dalam proses produksi dengan cara misalnya meningkatkan
kapasitas produksi dan menyempurnakan proses produksi. Tolok ukur yang digunakan di
antaranya besarnya laba operasional (operational income), besarnya laba kotor (gross
margin) dan tingkat pengembalian modal (return in capital employed).
Page | 12
c) Tahap panen (harvest)

Dalam tahapan ini produk-produk yang dihasilkan oleh perusahaan telah mencapai titik
jenuh. Pada situasi seperti ini, investasi dalam jumlah besar sudah tidak diperlukan lagi.
Yang menjadi pusat perhatian adalah bagaimana caranya meningkatkan pendayagunaan
harta-harta perusahaan untuk memaksimalkan arus kas masuk (cash flow). Dalam tahapan
ini yang menjadi tolok ukur adalah besarnya arus kas masuk dan kegiatan operasi
perusahaan dan tingkat penurunan kebutuhan modal kerja (reduction rate in working in
capital requirement).

2) Kinerja pelanggan

Pelanggan merupakan sumber penting pendapatan perusahaan. Dengan adanya


pelanggan, perusahaan akan mendapatkan pemasukan pendapatan, sehingga perusahaan
dapat menjalankan operasionalnya. Untuk itu, perusahaan harus benar-benar mampu
menciptakan dan mengajukan barang dan jasa yang diinginkan oleh konsumen. Dengan
mampu memenuhi kebutuhan konsumen, perusahaan bisa menjadi “the best perfomer”
dalam jangka panjang. Secara umum, potential customer (bakal pelanggan) tidaklah sama.
Masing-masing pelanggan mempunyai preferensi yang berbeda-beda terhadap atribut
produk. Demikian juga perusahaan mempunyai keterbatasan untuk bisa memberikan
kepuasan kepada semua pelanggannya. Meskipun pasar relatif kecil persaingannya,
memberikan nilai kepada konsumen merupakan satu-satunya cara untuk mencapai
kepuasan dan kesetiaan customer dan akhirnya menimbulkan kinerja keuangan yang
superior dalam jangka panjang (Jones and Sasser, 1995). Sebelum tolok ukur kinerja
pelanggan ditetapkan, Kaplan dan Norton menganjurkan supaya perusahaan-perusahaan
menetapkan dahulu segmen yang akan menjadi target atau sasaran-sasaran serta
mengidentifikasi keinginan dan kebutuhan para pelanggan yang berada dalam segmen
tersebut sehingga tolok ukurnya menjadi lebih terfokus. Tolok ukur kinerja pelanggan
dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok yang pertama disebut kelompok inti; sedangkan
kelompok yang kedua disebut kelompok penunjang. Adapun kelompok inti terdiri dari lima
tolok ukur yang tergabung dalam kelompok ini pada dasarnya merupakan pengukur hasil
akhir yang saling terkait dan terdiri atas:

a) Pangsa pasar

Page | 13
Digunakan untuk mengukur berapa besar proporsi segmen pasar tertentu yang dikuasai
oleh perusahaan.

b) Tingkat perolehan pelanggan baru

Mengukur seberapa banyak pelanggan baru yang berhasil didapatkan oleh perusahaan.

c) Kemampuan mempertahankan pelanggan lama

Mengukur seberapa banyak perusahaan berhasil mempertahankan pelanggan lama.

d) Tingkat kepuasan pelanggan

Mengukur seberapa jauh para pelanggan merasa puas terhadap pelayanan perusahaan.

e) Tingkat profibilitas pelanggan

Mengukur seberapa besar keuntungan yang berhasil diraih oleh perusahaan dari
penjualan produk kepada pelanggannya.

Kelompok kedua disebut kelompok penunjang (kelompok pengukuran nilai pelanggan)


karena terdiri dari tolok ukur-tolok ukur driver. Kelompok penunjang terdiri dari:

a) Atribut-atribut produk (fungsi, harga, dan mutu) Contoh dari tolok ukur atribut ini
adalah:

1) tingkat harga eceran relatif

2) tingkat daya guna relatif

3) tingkat pengembalian produk dari pelanggan sebagai akibat ketidaksempurnaan


proses produksi (cacat, tidak lengkap, dan sebagainya)

4) mutu peralatan dan fasilitas produksi yang digunakan

5) kemampuan sumber daya manusianya

b. Hubungan dengan pelanggan

Tolok ukur yang bisa digunakan misalnya:

1) tingkat fleksibilitas perusahaan dalam memenuhi keinginan dan kebutuhan


konsumen
Page | 14
2) tingkat ketersediaan produk-produk yang diinginkan pelanggan

3) penampilan fisik fasilitas penjualan (kebersihan, keamanan, kenyamanan, dan


sebagainya)

4) penampilan fisik dan mutu layanan yang diberikan oleh pramuniaga.

c. Citra dan reputasi perusahaan beserta produk-produknya di mata pelanggan dan


masyarakat konsumen.

3) Kinerja Bisnis Internal

Salah satu perbedaan mendasar antara pengukuran kinerja tradisional dengan balanced
scorecard adalah terletak pada perspektif proses bisnis internal ini, yakni jika pada
pendekatan tradisional memfokuskan pada perbaikan proses bisnis yang sudah ada,
sedangkan pada balanced scorecard memfokuskan pada identifikasi proses baru (proses
inovasi) yang harus dikuasai perusahaan untuk memenuhi tujuan keuangan dan
pelanggannya. Ukuran dalam perpektif proses internal bisnis ini adalah memfokuskan pada
masa proses internal yang akan mempunyai dampak pada kepuasan pelanggan dan
pencapaian tujuan keuangan perusahaan. Model umum rantai inilah yang dipakai oleh
perusahaan guna menciptakan nilai bagi pelanggannya yang meliputi tiga proses bisnis
utama yaitu:

a) Inovasi

Dalam tahap ini, perusahaan mengidentifikasi keinginan dan kebutuhan para pelanggan
ataupun calon pelanggan di masa kini ataupun masa yang akan datang, serta merumuskan
cara-cara untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

Tolok ukur yang dipakai dalam tahapan ini adalah:

(1)banyaknya produk baru yang berhasil dikembangkan secara relatif jika


dibandingkan dengan para pesaing

(2)besarnya penjualan produk-produk tersebut

(3)lamanya waktu yang dibutuhkan untuk mengembangkan satu produk baru secara
relatif jika dibandingkan dengan para pesaing

Page | 15
(4)lamanya waktu yang dibutuhkan untuk berhasil menjual produk-produk tersebut

(5)besarnya biaya yang dibutuhkan untuk mengembangkan produk-produk baru secara


relatif jika dibandingkan dengan para pesaing

b) Proses operasi

Perusahaan memproduksi dan menyampaikan produk atau jasa yang sudah ada kepada
pelanggan.

c) Layanan purnajual

Dalam tahapan ini perusahaan akan berusaha untuk memberi manfaat tambahan kepada
para pelanggan yang telah membeli produknya. Adapun manfaat tersebut berupa berbagai
layanan pemeliharaan produk, layanan perbaikan kerusakan, layanan penggantian suku
cadang, dan layanan pembayaran cicilan.

Tolok ukur yang dipakai:

(1)jangka waktu yang dibutuhkan untuk memenuhi permintaan pemeliharaan produk

(2)jangka waktu perbaikan kerusakan atau penggantian suku cadang

(3)tingkat efisiensi pelayanan purnajual

(4)banyaknya pelanggan yang mampu dilayani hanya dengan satu kali permintaan

(5)jangka waktu perolehan pembayaran perusahaan (collection time)

(6)jangka waktu penyelesaian perusahaan (dispute resolution period)

4) Kinerja Pertumbuhan dan Pembelajaran

Yang menjadi faktor penting dalam perpektif ini adalah: orang, sistem, dan prosedur
organisasi yang berperan dalam pertumbuhan jangka panjang perusahaan. Karena hasil
pengukuran dari ketiga perspektif sebelumnya bisaanya akan menunjukkan kesenjangan
yang besar antara kemampuan orang, sistem, dan prosedur yang ada saat ini dengan yang
dibutuhkan untuk mencapai kinerja yang diinginkan, maka perusahaan harus melakukan

Page | 16
investasi dalam ketiga faktor tersebut untuk menjamin berhasilnya tujuan yang diinginkan
oleh perusahaan.

Tolok ukur yang bisa digunakan adalah:

a) jumlah saran per pegawai

b) jumlah saran yang direalisasikan/diimplementasikan

c) jumlah saran yang berhasil

d) banyaknya pegawai yang mengerti visi dan tujuan perusahaan

5. Bentuk, Karakteristik, dan Mekanisme Balanced Scorecard

Sifat-sifat dan deskripsi di bawah ini mencerminkan bentuk, karakteristik, dan


mekanisme balanced scorecard.

1) Instrumen Pengukuran Kinerja Manajemen yang Multidimensional

Balanced scorecard selain mengukur kinerja manajemen dari segi finansial yang bisaa
diberikan dalam akuntansi juga memberikan indikator-indikator kinerja penting dan
dimensi nonfinansial seperti pelanggan, kepuasan kerja, dan segmen pasar. Pada era
reformasi ini dimana persaingan menjadi intens dan terbuka, perusahaan harus mengukur
kinerja secara lebih komprehensif dari berbagai perspektif secara lebih komprehensif dan
melihat berbagai perspektif seperti perspektif konsumen, karyawan, dan sebagainya.

2) Akomodatif Terhadap Kepentingan Banyak Kelompok Stakeholder

Seandainya balanced scorecard itu adalah sebuah mobil, leading medicator adalah kaca
depan, sementara lagging indicator adalah kaca spion. Keduanya merupakan instrumen
penting dari mobil itu. Akuntansi keuangan sampai sekarang hanya mampu memberikan
lagging indicator, sementara leading indicator diperoleh manajemen dari luar sistem
akuntansi keuangan.

3) Berorientasi Pada Implementasi Misi dan Strategik

Page | 17
Ukuran-ukuran kinerja yang dipakai dalam balanced scorecard diidentifikasi dan
diseleksi secara cermat dari populasi bermacam ukuran potensial, juga diturunkan secara
hati-hati dan rasional dari visi, misi, dan strategik perusahaan. Balanced scorecard
mendorong dan memaksa manajemen guna mengobarkan visi, misi, dan strategik ke dalam
tujuan-tujuan strategik (strategic objectives) sespesifik dan sekonkrit mungkin. Kemudian
untuk tujuan-tujuan strategik itu ditentukan ukuran-ukuran keberhasilannya sebagai lag
indicators-nya, yaitu key success factors yang sangat menentukan hasil strategik itu.

4) Management by Objectives (MBO)

Balanced scorecard mengasumsikan diterapkannya management by objectives.


Manajemen pada setiap hierarki dalam organisasi harus mempunyai tujuan-tujuan yang
jelas yang dijabarkan ke dalam sasaran-sasaran spesifik dan konkrit. Pada tingkat puncak
tujuan itu adalah strategic objectives yang dijabarkan ke dalam sasaran spesifik dan konkrit
berupa strategic outcomes, yang ukurannya merupakan lag indicators dan kinerja. Pada
tingkat operasional tujuan itu adalah tactical objectives yang dijabarkan ke dalam sasaran
spesifik dan konkrit berupa perfomance drivers atau key success factor yang ukurannya
merupakan leading indicators kinerja masa depan. Karena mengasumsikan diterapkannya
MBO, maka tentunya balanced scorecard sangat action oriented.

5) Operasional Konkrit

Visi, misi, dan strategik perusahaan bisaanya bersifat abstrak, umum, dan kabur.
Balanced scorecard adalah instrumen yang mengoperasionalkan misi dan strategik itu
menjadi sesuatu yang spesifik dan konkrit serta mudah dipahami. Misi dan strategik berada
di alam ide, sementara balanced scorecard yang diturunkan dari misi dan strategik itu
berada di alam empirik. Balanced scorecard berfungsi untuk menerjemahkan visi, misi, dan
strategik yang abstrak, umum, dan kabur itu menjadi tindakan yang konkrit melalui proses
yang disebut strategic learning.

6) Seimbang (Balance)

Keseimbangan yang dimaksudkan dalam balanced scorecard adalah kesimbangan


antara perspektif stakeholders, pemegang saham, konsumen, manajemen, dan karyawan,

Page | 18
antara perspektif waktu masa lalu dan masa depan, antara perspektif eksternal dan internal,
antara perspektif finansial dan nonfinansial, antara perspektif strategik dan taktis.

Newing (1995) mengibaratkan balanced scorecard dengan dashboard pada cockpit


pesawat terbang. Di dalam cockpit terdapat dashboard yang memberi sinyal tentang laju
pesawat, ketinggiannya, arahnya, dan posisinya untuk bisa sampai pada tujuan dengan
aman dan efisien. Seorang pilot harus mencari keseimbangan yang optimal antara variabel-
variabel kecepatan, ketinggian, arah, dan posisi itu. Mc Nerney (1996) bahkan berpendapat
bahwa nilai dan balanced scorecard justru terletak pada keseimbangan itu. Dengan balanced
scorecard kita menjadi tidak terlalu terfokus pada konsumen, proses intenal, dan tidak pula
pada inovasi dan pertumbuhan. Balanced scorecard mengoptimalkan kinerja pada semua
perspektif yang kritikal, tidak hanya pada satu perspektif saja yang secara taken for granted
dianggap penting.

7) Hubungan Sebab Akibat

Ukuran-ukuran di dalam balanced scorecard dipilih secara logis agar organisasi bisa
berjalan lebih terfokus pada strateginya. Untuk itu harus bisa ditunjukkan secara jelas
hubungan sebab akibat antara ukuran-ukuran itu.

8) Memberikan Lagging Indicators dan Leading Indicators Kinerja Sukses

Ukuran-ukuran dalam balanced scorecard terbagi ke dalam dua macam ukuran, yaitu
lagging indicator dan leading indicator. Lagging indicator adalah indikator tingkat
keberhasilan pencapaian suatu sasaran. Karena perspektif waktunya mengarah ke masa lalu
sehingga disebut lagging indicator.

Leading indicator adalah indikator tingkat keberhasilan yang mempengaruhi faktor-


faktor kunci penentu kinerja masa depan. Perspektif waktunya mengarah ke masa depan,
yaitu Sistem Manajemen Era Informasi.

C. Penerapan Balanced Score di Sekolah


Dalam Balanced Score Card ada empat perspektif, yaitu: perspektif keuangan,
pelanggan, proses, dan Pembelajaran/ pertumbuhan.

Perspektif keuangan, dalam hal ini sekolah dapat mengelola keuangan dengan
maksimal. Pemasukan keuangan, khususnya sekolah negeri berasal dari dana BOS
Page | 19
yang diberikan oleh pemerintah per 3 bulan. Sekolah harus mampu untuk mengelola
dana yang didapat dengan optimal. Dana yang didapat digunakan untuk kepentingan
siswa, guru dan sekolah.

Perspektif pelanggan. Pelanggan dalam dunia pendidikan adalah siswa. Sekolah


merumuskan kegiatan pembelajaran yang menarik dan interaktif bagi para siswa.
Kepuasan siswa terhadap sekolah bisa dilihat dari indeks kebahagian para siswa
dengan bersekolah di sekolah tersebut. Juga terlihat dari prestasi yang ditorehkan oleh
siswa di sekolah. kepuasan orangtua siswa juga harus diperhatikan. Indicator kepuasan
orangtua siswa terhadap sekolah terlihat dari feedback yang diberikan, misalnya
menyekolahkan anaknya yang lain di sekolah tersebut atau memberitakan keunggulan
sekolah tersebut ke lingkungannya sehingga masyarakat ingin menyekolahkan anaknya
di sekolah tersebut.

Perspektif proses. Apa saja proses yang harus dilakukan untuk mencapai sukses
organisasi. Sekolah merumuskan kegiatan-kegiatan yang bisa dilakukan untuk
mendukung pencapaian kesuksesan. Contoh kegiatannya seperti melakukan pelatihan-
pelatihan guru untuk meningkatkan kompetensi guru sehingga optimal dalam proses
belajar mengajar. Melakukan peer teaching untuk lebih mensolidkan tim guru dan
meningkatkan kemampuan guru. Menyediakan sarana yang dapat mendukung
terciptanya atmosfir belajar yang menyenangkan.

Perpektif pembelajaran dan pertumbuhan. Bagaimana sekolah dapat


mempertahankan dan meningkatkan kemampuan menghadapi perubahan lingkungan
internal dan eksternal. Selain memberikan pelatihan-pelatihan guru, sekolah juga bisa
memberikan penyuluhan kepada masyarakat sekitar/ orangtua siswa. Sekolah harus
terus meng ’update’ informasi sehingga tindak ketinggalan.

D. Penerapan Konsep BSC dalam Mewujudkan Lulusan Berdaya Saing Tinggi


Pada dasarnya pengukuran kinerja diperlukan oleh semua organisasi, baik
organisasi yang bertujuan laba maupun organisasi yang tidak bertujuan laba, termasuk
organisasi yang bergerak dalam bidang penyelenggaraan pendidikan, atau yang lazim
disebut lembaga pendidikan. Hanya dengan penilaian kinerja suatu lembaga dapat
mengetahui apakah lembaga sudah berada pada arah yang benar, dalam arti semakin

Page | 20
dekat dengan tujuan. Seperti halnya pada organisasi yang bertujuan laba, lembaga
pendidikan juga mengalami persaingan yang semakin kompleks dan semakin ketat. Hal
ini membuat sistem pengukuran kinerja tradisional untuk lembaga pendidikan juga
menjadi tidak memadai lagi dan sebagai penggantinya adalah pengukuran kinerja
dengan sistem balanced scorecard. Mengenai perspektif yang diukur juga sama dengan
perspektif yang diukur pada perusahaan, yang mencakup 4 perspektif, yaitu:

1. Perspektif keuangan

2. Perspektif pelanggan

3. Perspektif bisnis internal

4. Perspektif pertumbuhan dan pembelajaran

Walaupun perspektif yang diukur sama akan tetapi kedudukan masing-masing


perspektif adalah berbeda atau bahkan dapat dikatakan berlawanan. Untuk organisasi
yang bertujuan laba atau perusahaan, perspektif keuangan merupakan tujuan akhir
sedangkan perspektif yang lain merupakan tujuan antara agar tujuan akhir tersebut
tercapai. Hal ini dikarenakan memang tujuan perusahaan adalah memperoleh laba
(merupakan bagian dari ukur kinerja perspektif keuangan). Sebaliknya untuk lembaga
pendidikan tujuan akhir adalah perspektif pelanggan sedangkan perspektif keuangan
beserta perspektif bisnis internal serta perspektif pertumbuhan dan pembelajaran
merupakan tujuan antara, dalam mencapai tujuan akhir atau tujuan utama.

Apabila suatu lembaga pendidikan menempatkan perspektif pelanggan bukan


sebagai tujuan utama maka sama saja dengan keluar dari habitatnya, sehingga cepat
atau lambat lembaga pendidikan tersebut akan mengalami kesulitan yang mendasar
yaitu berkurangnya peminat (calon siswa atau calon mahasiswa). Apabila hal ini terjadi
berarti lampu kematian sudah dihadapan dan tinggal menunggu waktu.

Bagi organisasi pendidikan perspektif pelanggan merupakan yang terpenting.


Pelanggan utama organisasi pendidikan adalah peserta didik. Peserta didik mempunyai
banyak peran sekaligus, yaitu sebagai input (masukan) yang diproses menjadi keluaran
atau out put. Selama pendidikan peserta didik merupakan pihak yang merasakan
(menikmati) proses pendidikan, dan setelah selesai proses pendidikan mereka pula
Page | 21
yang paling merasakan hasilnya, baik yang positif maupun negatif. Setelah
menyelesaikan proses pendidikan diharapkan mereka mengalami peningkatan di dalam
kemampuan pisik, kemampuan pikir, dan kemampuan rasa (olah pisik, olah pikir, dan
olah rasa atau oleh hati). Kinerja perspektif peserta didik dapat dikelompokkan menjadi
3, yaitu:

1. Kinerja pendaftar, yang meliputi antara lain:

a. Jumlah pendaftar

b. Jumlah pendaftar pilihan I (menyerahkan STTB/Hasil UAN asli)

c. Persentase (%) pendaftar pilihan 1

d. Ratio pendaftar dibanding daya tampung

e. Ratio pendaftar yang melakukan registrasi dibagi jumlah pendaftar yang


diterima

f. Nilai UAN atau nilai test pendaftar

2. Kinerja selama proses pendidikan, yang meliputi antara lain:

a. Tingkat kehadiran siswa

b. Tingkat kehadiran tepat waktu atau tingkat keterlambatan

c. Tingkat kenaikan

d. Tingkat kelulusan

e. Jumlah atau tingkat siswa DO

f. Jumlah siswa putus sekolah alasan lain

g. Nilai rata-rata.

h. Jumlah atau tingkat siswa bermasalah beserta kadar permasalahan

i. Kinerja di luar sekolah

3. Kinerja setelah lulus, yang meliputi antara lain

Page | 22
a. Tingkat kelulusan

b. Peringkat sekolah di antara sekolah dengan program studi sejenis

c. Jumlah atau tingkat siswa yang melanjutkan pada sekolah idaman

d. Jumlah siswa yang sudah mendapatkan pekerjaan sebelum wisuda

e. Masa tunggu untuk mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan bidang


studi

f. Gaji mula-mula

Mengenai kinerja perspektif yang lain yaitu perspektif keuangan, perspektif


bisnis internal, serta perspektif pembelajaran dan pertumbuhan merupakan tujuan
antara dalam rangka mencapai kinerja perspektif pelanggan. Kinerja perspektif
keuangan pada lembaga pendidikan antara lain meliputi:

a. Tercapainya anggaran

b. Tercapainya surplus.

Agar pengukuran kinerja keuangan mencapai tujuan yang diharapkan maka:

a. Anggaran disusun berdasarkan prinsip partisipatif (participative


budgeting)

b. Anggaran disusun dengan pendekatan “zero based”.

c. Anggaran disusun dalam bentuk anggaran fleksibel (flexible budget)

d. Anggaran yang telah disepakati ditaati (kedisiplinan anggaran)

Pengukuran kinerja merupakan dasar bagi manajemen untuk mengelola


perusahaan dalam sebuah sistem sebagai upaya untuk menghasilkan pengembangan
prasarana yang berkelanjutan. Sistem pengukuran kinerja yang diterapkan oleh
perusahaan mempunyai dampak terhadap kinerja internal perusahaan dan berpengaruh
terhadap output yang dihasilkan. Ada berbagai ukuran kinerja yang dapat digunakan
oleh perusahaan yaitu: pangsa pasar, reputasi, inovasi, brand image, perolehan laba,
kepuasan customer, kepuasan pekerja, dan sebagainya.

Page | 23
Dengan adanya sistem pengukuran kinerja, manajemen perusahaan dapat
menetapkan standar kinerja yang diharapkan. Jika pengukuran tersebut dilakukan
secara rutin dan tepat sasaran, maka akan memberikan umpan balik dalam
pengembangan prasarana yang berkelanjutan untuk mencapai keberhasilan.

Pengukuran kinerja yang dilakukan dalam perusahaan merupakan suatu upaya


untuk mencapai tujuan perusahaan. Pengukuran kinerja tidak lepas dari pengaruh
tingkatan (level) dalam perusahaan. Manajer dan karyawan perusahaan di seluruh level
mempunyai kebutuhan akan informasi kinerja yang telah mereka capai. Sebagai faktor
penentu keberhasilan perusahaan, kinerja yang diukur akan mendorong seluruh pekerja
yang terlibat dalam perusahaan berkompetisi untuk mencapai standar kerja yang
ditetapkan. Karena melibatkan seluruh pekerja dalam perusahaan dan dapat mendorong
pekerja untuk mencapai tujuan perusahaan, ini berarti bahwa pengukuran kinerja
penting peranannya sebagai alat manajemen bagi manajer dan karyawan. Tanpa
pengukuran kinerja, manajer perusahaan tidak mempunyai dasar untuk:

1. Secara tegas mengkomunikasikan kinerja yang diharapkan kepada karyawan;


2. mengetahui kinerja yang telah dilakukan di perusahaan;
3. mengidentifikasi terjadinya kesenjangan kinerja yang seharusnya dianalisa dan
dapat dihindar.
4. memberikan unpan balik sebagai bahan perbandingan antara kinerja yang
dilakukan dengan standar yang telah ditetapkan;
5. mengidentifikasi kinerja yang seharusnya mendapatkan penghargaan atau
hukuman; dan
6. secara efektif membuat dan mendukung keputusan berdasarkan sumber daya,
rencana, kebijakan, jadwal, dan struktur dalam perusahan.

Konsep balanced scorecard dirancang untuk diterapkan pada organisasi profit, namun
tidak menutup kemungkinan untuk diterapkan pada institusi pendidikan. Lembaga
pendidikan juga mempunyai empat aspek tipikal yang menjadi kajian esensial balanced
scorecard untuk mengukur kinerja suatu organisasi. Hal tersebut dipertegas oleh Chang
dan Chow (1999), yang menyatakan bahwa balanced scorecard merupakan alat
Page | 24
potensial untuk mendukung perubahan dan perbaikan berkelanjutan di dalam dunia
pendidikan. Berkaitan dengan penilaian pada lembaga pendidikan atau sekolah
pendekatan balanced scorecard mengukur hal penting pada indikator penyelenggaraan
sekarang, pengendalian penyelenggaraan di masa yang akan datang dan urusan
pembiayaan. Karakteristik pengukuran dengan pendekatan balanced scorecard yaitu
mengukur kesatuan dari misi dan strategi yang secara ekplisit didesain untuk
menyajikan dan mendorong hasil kinerja yang telah dicapai.
Menurut Kaplan dan David P. Norton (1996: 22), balanced scorecard dapat
menerjemahkan strategi dan misi organisasi ke dalam suatu perangkat pengukuran
kinerja yang komprehensif yang merupakan rerangka dalam melaksanakan strategi.
Sedangkan menurut Chang dan Chow (1999), jika balanced scorecard diadopsi dalam
lembaga pendidikan maka keempat aspek diidentifikasi dengan mengikuti urutan
sebagai berikut:
a. Aspek pelanggan (costumer)
Aspek ini dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan „how do costumer see us?‟.
Aspek ini menunjukkan bagaimana baik sebuah institusi menjalankan kegiatan dan
mencapai hasil sesuai harapan pelanggan.
b. Aspek bisnis internal (internal bisnis)
Aspek ini dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan „at what must we excel?‟.
Komponen- komponen dalam aspek ini menfokuskan pada proses internal, dimana
sebuah institusi harus mencapai hasil sesuai harapan pelanggan.
c. Aspek inovasi dan pembelajaran (innovation and learning)
Aspek ini dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan „can we continue to improve and
create value?‟. Komponen aspek ini menfokuskan pada keberlanjutan agar menjamin
dan meningkatkan kemampuannya untuk memuaskan para pelanggan.
d. Aspek keuangan (financial)
Aspek ini dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan „how do we look to provider of
financial resources?‟. Komponen ini memfokuskan bagaimana baik organisasi
menerjemahkan hasil hasil operasional ke dalam kesejahteraan dalam bidang
keuangan.

Page | 25
Berkaitan dengan keempat perspektif dalam balanced scorecard di atas, maka penilaian
pada sekolah harus memperhatikan keempat perspektif tersebut secara menyeluruh dan
digambarkan sebagai berikut:
1) Perspektif Pelanggan
Siswa sebagai konsumen, peserta didik dan sebagai investor bagi masa depannya
memiliki peran yang menentukan keberlanjutan suatu sekolah. Sebagai konsumen
siswa berhak atas mutu dan pelayanan pendidikan yang berkualitas. Sebagai investor
siswa berhak mendapatkan keuntungan masa depan atas pengajaran dan pendidikan
yang diperolahnya. Keberhasilan untuk mewujudkan harapan siswa marupakan
indikator kaberhasilan sekolah, yaitu adanya sistem yang bekerja secara dinamis untuk
menghasilkan lulusan dengan penempatan yang efektif, menjamin kualitas
instruksional dan penunjang kegiatan akademik serta menjalin hubungan baik antara
pihak sekolah dengan wali siswa.
2) Perspektif proses internal
Seperti halnya pada badan usaha, sekolah juga perlu mengidentifikasi proses terpenting
yang dimanivestasikan pada pelayanan pendidikan sesuai harapan pelanggan. Proses
terpenting itu didasarkan pada usaha sekolah untuk memberikan jaminan pada kualitas
Proses Belajar Mengajar (PBM) dan kualitas perangkat pendukung PBM. Dalam
implementasinya, pelayanan yang telah didesain tersebut kemudian dilaksanakan
dengan effective cost.
3) Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan
Untuk mengoperasikan proses intern dalam rangka menghasilkan pelayanan yang
memiliki value bagi siswa, sekolah memerlukan personel yang produktif dan
berkomitmen. Produktivitas ditentukan oleh kompetensi personel dan ketersediaan
prasarana yang diperlukan untuk menjalankan proses intern. Komitmen personel
ditentukan oleh kualitas lingkungan kerja yang dibangun di sekolah. Hal tersebut
diwujudkan melalui komunikasi, penghargaan dan dukungan dari pihak sekolah untuk
individu-individu dari jabatan tertinggi sampai dengan yang terbawah.
4) Perspektif Keuangan
Keunggulan di bidang keuangan diharapkan memberikan jaminan kesejahteraan pada
sumber daya sekolah, keefektifan penggunaan dana dan kelangsungan proses

Page | 26
pendidikan. Melalui keunggulan bidang keuangan, sebuah sekolah dapat mewujudkan
tiga perspektif yang lain: pelanggan, proses intern, dan pembelajaran dan inovasi.

BAB III
SIMPULAN

Implementasi strategi berdasarkan 4 perspektif balance scorecard telah mampu


menemukan permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan aspek kepuasan
pelanggan, aspek proses kinerja internal, aspek pembelajaran dan pertumbuhan, dan
aspek keuangan. Setelah mengetahui inti dari permasalahannya, sekolah dapat
menentukan solusi yang tepat untuk mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut
dalam upaya pencapaian kinerja sekolah yang sesuai dengan target yang sudah
ditetapkan.
1. Balanced Scorecard merupakan seperangkat ukuran kinerja yang memberikan
pandangan secara global dan singkat namun komprehensif tentang bisnis. Balanced
Scorecard hadir agar strategi dan keputusan manajerial lebih operasional dan
tersistem.

2. Konsep balanced scorecard dirancang untuk diterapkan pada organisasi profit,


namun tidak menutup kemungkinan untuk diterapkan pada institusi pendidikan.
Lembaga pendidikan juga mempunyai empat aspek tipikal yang menjadi kajian
esensial balanced scorecard untuk mengukur kinerja suatu organisasi. Hal tersebut
dipertegas oleh Chang dan Chow (1999), yang menyatakan bahwa balanced
scorecard merupakan alat potensial untuk mendukung perubahan dan perbaikan
Page | 27
berkelanjutan di dalam dunia pendidikan. Berkaitan dengan penilaian pada lembaga
pendidikan atau sekolah pendekatan balanced scorecard mengukur hal penting pada
indikator penyelenggaraan sekarang, pengendalian penyelenggaraan di masa yang
akan datang dan urusan pembiayaan. Karakteristik pengukuran dengan pendekatan
balanced scorecard yaitu mengukur kesatuan dari misi dan strategi yang secara
ekplisit didesain untuk menyajikan dan mendorong hasil kinerja yang telah dicapai.
3. jika balanced scorecard diadopsi dalam lembaga pendidikan maka keempat aspek
diidentifikasi dengan mengikuti urutan sebagai berikut:
a. Aspek pelanggan (costumer)
Aspek ini dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan „how do costumer see us?‟.
Aspek ini menunjukkan bagaimana baik sebuah institusi menjalankan kegiatan dan
mencapai hasil sesuai harapan pelanggan.
b. Aspek bisnis internal (internal bisnis)
Aspek ini dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan „at what must we excel?‟.
Komponen- komponen dalam aspek ini menfokuskan pada proses internal, dimana
sebuah institusi harus mencapai hasil sesuai harapan pelanggan.
c. Aspek inovasi dan pembelajaran (innovation and learning)
Aspek ini dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan „can we continue to improve and
create value?‟. Komponen aspek ini menfokuskan pada keberlanjutan agar menjamin
dan meningkatkan kemampuannya untuk memuaskan para pelanggan.
d. Aspek keuangan (financial)
Aspek ini dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan „how do we look to provider of
financial resources?‟. Komponen ini memfokuskan bagaimana baik organisasi
menerjemahkan hasil hasil operasional ke dalam kesejahteraan dalam bidang
keuangan. Berkaitan dengan keempat perspektif dalam balanced scorecard di atas,
maka penilaian pada sekolah harus memperhatikan keempat perspektif tersebut secara
menyeluruh

Page | 28

Anda mungkin juga menyukai