Anda di halaman 1dari 23

MODUL MANAJEMEN STRATEJIK RUMAH SAKIT

(ARS 302)

MODUL 1
PENGANTAR MANAJEMEN STRATEJIK RUMAH SAKIT

Sub topik 1:
DASAR – DASAR MANAJEMEN STRATEJIK RUMAH SAKIT
Sub Topik 2:
EKOSISTEM RUMAH SAKIT DAN
MANAJEMEN PEMANGKU KEPENTINGAN RUMAH SAKIT

DISUSUN OLEH
Dr. dr, Sandra Dewi, MARS

UNIVERSITAS ESA UNGGUL


2020

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
0 / 23
SUB TOPIK 1
DASAR – DASAR MANAJEMEN STRATEJIK RUMAH SAKIT

A. Kemampuan Akhir Yang Diharapkan

Setelah mempelajari modul ini, diharapkan mahasiswa mampu :


1. Mampu menjelaskan dan memahami tentang dasar, definisi, konsep

kerangka pikirdan manfaat manajemen strategik secara umum

2. Mampu menguraikan dan membedakan 3 elemen dari Manajemen

Strategik

a. Strategic Thinking- cara berpikir strategi

b. Strategic Planning – proses memformulasikan strategi serta

tahapan manajemen proses manajemen stratejik

c. Strategic Momentum – pengendalian pelaksanaan strategi di

lapangan

B. Uraian dan Contoh


1. Pengertian Dasar Manajemen Stratejik
a. Perkembangan Manajemen Stratejik
Sejarah Manajemen Stratejik sangat panjang, yang berawal dari dunia
politik serta militer. Arti kata dalam Bahasa Inggris “strategy” berasal
dari bahasa Yunani yaitu strategos yang artinya “jenderal” dengan
pemahaman : “militer atau memimpin”. Sebagai kata kerja, strategeo
dimaknai sebagai aktivitas perencanaan sebagai upaya penghancuran
musuh melalui penggunaan sumber daya secara efektif.

Pada masa selanjutnya konsep mulai dianggap cocok dalam sektor


pengelolaan organisasi dan perusahaan pada tahun 1950, yaitu dalam
bentuk penggunaan perencanaan jangka panjang (Long Term Planning)

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
1 / 23
dalam pengelolaan perusahaan. Penggunaan konsep perencanaan jangka
panjang menjadi trend yang popular di 1970an di kalangan perusahaan
yang menyebutkan dirinya “modern”.

Dari penggunaan model perencanaan jangka panjang inilah mulai terjadi


pergerakan “kemunculan manajemen strategi”, yang dianggap sebagai
salah satu cabang ilmu manajemen secara umum. Para pimpinan mulai
merasakan perlunya pola pemikiran stratejik dalam memimpin
organisasinya. Perjalanan waktu menunjukkan adanya perkembangan
cabang ilmu manajemen yang berciri dinamis untuk menyesuaikan arah
kecenderungan kebutuhan manajemen perusahaan dalam menjawab
tantangan setiap periode jaman yang berubah-ubah. Hal inilah yang
merupakan ciri dari manajemen strategi atau manajemen stratejik, karena
lebih ditekankan pada pengelolaan strategi perusahaan dan bukan
operasional detil kegiatan harian perusahaan.

b. Definisi Strategi dan Manajemen Stratejik


Strategi merupakan alat untuk mencapai tujuan, dalam
pengembangannya konsep mengenai strategi harus terus memiliki
perkembangan dan setiap orang mempunyai pendapat atau definisi
yang berbeda mengenai strategi. Beberapa Ahli manajemen klasik
mengartikan strategi sebagai berikut :

a. Alfred Chandler (1962): Strategi merupakan alat untuk mencapai


tujuan perusahaan dalam kaitannya dengan tujuan jangka panjang,
program tindak lanjut, serta prioritas alokasi sumber daya.
b. Porter (1979): Strategi adalah alat yang sangat penting untuk
mencapai keunggulan bersaing.
c. Andrews, Chaffe (1985) : Strategi adalah kekuatan motivasi untuk
stakeholders, seperti stakeholders, debtholders, manajer,
karyawan, konsumen, komunitas, pemerintah, dan sebagainya,
yang baik secara langsung maupun tidak langsung menerima

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
2 / 23
keuntungan atau biaya yang ditimbulkan oleh semua tindakan
yang dilakukan oleh perusahaan.
d. Hamel dan Prahalad (1994) : Strategi merupakan tindakan yang
bersifat incremental (senantiasa meningkat) dan terus menerus dan
dilakukan berdasarkan sudut pandang tentang apa yang
diharapkan pelanggan di masa depan. Dengan demikian,
perencanaan strategi hampir selalu dimulai dari “apa yang dapat
terjadi”, bukan dimulai dari “ apa yang terjadi”. Terjadinya
kecepatan inovasi pasar baru dan perubahan pola konsumen
memerlukan kompetensi inti (core competencies). Perusahaan
perlu mencari kompetensi inti di dalam bisnis yang dilakukan.

Banyak pihak yang ragu atas perlunya strategi dalam perusahaan karena
kurang bermanfaat dan hanya berisi perkiraan subyektif saja. Bila kondisi
yang diperkirakan dalam strategi tidak terjadi, maka nyatanya
banyak organisasi tetap berjalan meskipun tanpa strategi.

Hal ini dapat dijelaskan melalui pemikiran ahli manajemen terkemuka,


Henry Mintzberg (1979) yang justru berpendapat perlunya strategi untuk
diketahui posisi organisasi di saat evaluasi dilakukan, untuk menyiapkan
strategi cadangan bila strategi utama tidak perlu dilanjutkan, karena terjadi
perubahan pada faktor penentunya. Hal tersebut digambarkan sebagai
berikut:

Sumber: Mintzberg & Waters (1985)

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
3 / 23
Dari gambar di atas, maka terlihat bahwa selain 2 (dua) jenis strategi yang
dikenal yaitu intended and realized (strategi yang diniatkan dan strategi
yang akhirnya terealisir nyata) ternyata bisa dikombinasikan membentuk
strategi ketiga, dengan penjelasan:

(1) Strategi yang diniatkan (Intended strategies) yang akhirnya


terealisasi disebut sebagai deliberate strategies atau strategi yang
disengaja.

(2) Strategi yang diniatkan (Intended strategies) yang akhirnya


TIDAK jadi terealisasikan karena prediksi yang tidak realistik atau
kesalahan penilaian mengenai lingkungan organisasi atau akibat
perubahan yang terjadi di tengah implementasi disebut sebagai
unrealized strategies (strategi yang tidak terealisasi).

(3) Strategi yang tidak pernah diniatkan pada awal (karena


memang tidak membuat strategi), atau karena yang disebutkan di
poin (2), inilah yang disebut emergent strategies (strategi yang
muncul).

Namun pada kondisi nyata di lapangan, yang terjadi lebih kompleks dari
penggambaran teoritik sederhana di atas. Sangat mungkin ditemukan bahwa
strategi yang terealisasi mengandung Sebagian strategi yang diniatkan, dan
berubah bentuk sehingga menjadi strategi “baru” muncul (emergent). Strategi
emergent penjelmaan baru ini dapat disebut pula sebagai strategi yang disengaja
(deliberate), meskipun dengan menghapuskan sebagian strategi yang diniatkan.

Dari berbagai pemikiran ahli manajemen di atas, maka strategi dipandang sebagai
kata benda tak berwujud, sebagai suatu “alat atau pemikiran atau bentuk
tindakan” yang memikirkan masa depan organisasi, agar mampu tetap bertahan
hidup menjawab segala tuntutan perubahan lingkungan dalam jangka panjang.
Tetapi karena strategi akan berjalan dalam satu periode waktu yang cukup
panjang, bahkan mungkin melampaui masa aktif penciptanya di awal, disertai
kondisi lingkungan yang senantiasa berubah dinamis, maka dibutuhkan suatu

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
4 / 23
konsep untuk mengelola strategi tersebut agar etap berkesinambungan antar
waktu. Dari titik inilah bermuculan ahli manajemen yang menekankankan pada
pengelolaan strategi, yang memandang manajemen stratejik bukan saja
sebagai alat, tetapi sebagai sebuah proses.

Manajemen strategi terdiri dari analisis, keputusan, dan aksi yang di ambil
organisasi untuk menciptakan dan mempertahankan keunggulan kompetitif.

Berikut adalah pengertian manajemen strategi yang menjadi dasar perkembangan


ilmu manajemen stratejik yang banyak diakui di dunia adalah :

 Menurut Pearce II dan Robinson, Jr (2008) :Manajemen strategis adalah


sekumpulan keputusan dan tindakan yang merupakan hasil dari formula
dan implementasi dari rencana yang telah didisain untuk mencapai tujuan
perusahaan.
 Menurut Robbins (2007), manajemen strategis adalah sekelompok
keputusan dan tindakan manajerial yang menentukan kinerja jangka
panjang organisasi. Manajemen strategis penting karena dapat membuat
perbedaan dalam seberapa baik kinerja suatu organisasi dan berhubungan
dengan kenyataan bahwa organisasi dari semua jenis dan ukuran
menghadapi situasi yang terus berubah.

Di banyak tulisan para ahli menyebutkan bahwa manajemen stratejik tidak


hanya berlaku pada organisasi for profit yang secara jelas mencari keuntungan
(finansial) dalam misi perusahaannya. Namun perkembangan di masa kini
menunjukkan bahwa telah ditemukan berbagai organisasi yang bermisi sosial
atau hibirida sekalipun, milik perusahaan swasta maupun pemerintah, pada
organisasi berukuran besar dan kecil, yang mempraktekkan konsep
manajemen stratejik. Sejalan dengan hal tersebut, maka definisi manajemen
stratejik semakin memperoleh pengayaan yang berasal dari pengalaman
empirik di dunia usaha. Hingga kini, definisi manajemen stratejik sangat
beragam, meskipun dipercaya akan terkait dengan satu hal yang menjadi
tujuan akhir terbangunnya organisasi/ peruahaan: yaitu keberhasilan kinerja,
yang lebih baik dari sebelumnya atau melebihi pesaingnya. Maka disepakati

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
5 / 23
bahwa apapun yang menjadi definisi, konsep dan operasionalisasi manajemen
stratejik, maka pada akhirnya akan terkait dengan upaya peningkatan kinerja
organisasi jenis apapun.

c. Ruang Lingkup Manajemen Stratejik

Hingga abad ke 21 dewasa ini, definisi manajemen stratejik tetap merupakan


suatu perdebatan yang belum mencapai satu kesepakat solid di antara para ahli
manajemen sedunia. Namun hal tersebut merupakan hal yang positif karena
menunjukkan bahwa para peneliti dan praktisi atau pimpinan organisasi dan
perusahaan bisnis dunia telah mengakui pentingnya ilmu manajemen stratejik,
yang diyakini akan mampu menjawab alasan keberhasilan atau kegagalan
suatu organisasi.

Ruang lingkup domain ilmu disebutkan oleh Nag et al (2007) disebutkan


lingkup manajemen stratejik mencakup 6 elemen yang esensial yakni:
menggambarkan tindakan dan pemikiran yang penting dan terencana yang
dilakukan oleh pimpinan puncak mewakili pemilik perusahaan dengan cara
memanfaatkan sumber daya untuk meningkatkan kinerja dari perusahaan
(atau organisasi) di lingkungan luar tempat organisasi berdiri.

Bagi sektor Kesehatan, khususnya manajemen rumah sakit, konsep


manajemen strategis merupakan hal yang relatif baru. Dalam hal ini muncul
pertanyaan tentang layak tidaknya rumah sakit menggunakan konsep ini.
Beberapa ahli menyatakan bahwa konsep pengembangan strategis memang
diambil dari pengalaman organisasi-organisasi yang bersifat for profit.
Keadaan ini sebenarnya menunjukan kekurangan sektor nonprofit dalam
melakukan penetapan strategi. Hal ini dapat membahayakan kelangsungan
hidup organisasi nonprofit, khususnya yang harus bersaing dengan pelayanan
serupa tetapi memiliki orientasi for profit.
Terdapat beberapa hal kritis yang berbeda dalam mengaplikasikan konsep
manajemen strategik di rumah sakit, di antaranya :

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
6 / 23
1. Beberapa alternatif pemikiran stratejik yang berlu di industri lain, dianggap
tidak realistik untuk diterapkan ke dalam sektor perumah sakitan. Contoh:
keputusan investasi alat teknologi diagnostik canggih bagi rumah sakit yang
meskipun dalam perhitungan keuangan tampak menguntungkan, tetapi tidak
didukung oleh ketersediaan ahli kedokteran yang akan menginterpretasikan
hasilnya.
2. Organisasi Rumah Sakit memiliki budaya yang unik (gaya dan sikap
partisipasi dalam tahap perencanaan strategis) dibandingkan organisasi lain
pada umumnya. Contoh: peran staf medik yang tidak berada pada posisi
manajerial, sangat menentukan tata kelola klinis yang akan menentukan
kinerja rumah sakit. Artinya kelompok staf medis dan dibantu staf klinis
lainnya sangat perlu dibutuhkan kontribusi aktifnya dalam penentuan arah
strategis rumah sakit, yang dapat dilihat sebagai kompleksitas langkah
perencanaan rumah sakit..
3. Pelayanan kesehatan selalu mendapat perhatian dan sebagai subyek
pengawasan pihak luar, yakni dengan banyaknya pemangku kepentingan
terkait. Contoh: sikap dan perilaku organisasi rumah sakit dalam jangka
panjang akan sangat dipengaruhi oleh persepsi masyarakat luas, karena dapat
langsung mempengaruhi reputasi dan kepercayaan pengambil manfaat jasa
kesehatan secara luas, melampaui segmen pelanggan di area cakupan
pelayanan suatu rumah sakit.
4. Nilai (Values) yang dianut dari sebuah rumah sakit dan diturunkan dalam
pilihan strateginya, harus mempertimbangkan masyarakat dan nilai budaya
setempat di area lokasi rumah sakit berada. Contoh: Rumah Sakit dengan misi
sosial yang berada di area lokasi pemukiman mewah di tengah kota besar, atau
sebaliknya yakni rumah sakit bermisi komersial yang berada di area geografis
penduduk dengen pendapatan per kapita yang masih termasuk rendah,
membutuhkan pemikiran stratejik untuk dapat mensinergikan antara internal
organisasi dengan lingkungan eksternalnya.
5. Sektor kesehatan dikenal bersifat highly regulated, yang ditunjukkan oleh
banyaknya kebijakan (pemerintah dan pemangku kepentingan terkait lain)
yang mengatur sektor jasa kesehatan. Hal ini menyebabkan Health Policy

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
7 / 23
Planning (Perencanaan Kebijakan Kesehatan) dianggap sama dengan
perencaan dalam manajemen stratejik rumah sakit. Adapun perbedaan
keduanya adalah :
 Health Policy Planning adalah upaya implementasi kebijakan kesehatan
pada pemerintah tingkat pusat dan daerah yang akan mempengaruhi
penyelengaraan pelayanan di rumah sakit.Kebijakan tersebut difokuskan
untuk (1) meningkatkan kualitas pelayanan dan mencegah medical error (2)
Menjamin dan mengawasi kemudahan akses masyarakat mendapatkan
pelayanan kesehatan (3) Mengontrol tingkat biaya pelayanan.
 Bila Perencanaan kebijakan kesehatan berfungsi sebagai dasar
pengembangan infrastruktur pelayanan kesehatan secara keseluruhan, maka
berbeda dengan Manajemen Stratejik yang merupakan sudut pandang
organisasi masing -masing secara spesifik, Manajemen stratejik dari setiap
rumah sakit akan bermanfaat dalam merespon semua kebijakan yang harus
dipatuhinya, mencakup semua cara rumah sakit menjawab tantangan
lingkungan eksternal lainnya.

2. Elemen Manajemen Stratejik


Untuk mempelajari manajemen stratejik, dibawah ini ditunjukkan peta
pemikiran strategis dari manajemen strategik, yang umum digunakan oleh
para manajer bidang pelayanan kesehatan termasuk di rumah sakit.
STRATEGIC PLANNING
Situational Analysis
Lingkungan
Eksternal
• Analisis Eksternal Lingkungan
Eksternal
• Analisis Internal
STRATEGIC THINKING • Arahan Strategi STRATEGIC MOMENTUM

• Orientasi eksternal Perumusan Strategi • Aksi/Tindakan


• Arahan Strategi
Manajerial
• Analisis Data • Strategi Evaluasi
• Tantang Asumsi2 • Strategi Adaptif • Emergent Learning
• Ciptakan ide-ide baru • Startegi memasuki pasar
• Re-initiate Strategic
• Strategi bersaing Thinking
Rencana Implementasi
• Strategi pemberian
pelayanan
• Strategi pendukung

Sumber : Diolah dari Swayne, Duncan & Ginter (2012)

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
8 / 23
Terlihat adanya 3 elemen dari manajemen stratejik yaitu pemikiran strategic
(strategic thinking), perencanaan strategis (strategic planning) dan
mengelola implementasi strategis (managing strategic momentum). Ketiga
aktivitas ini bersifat interdependen, saling mempengaruhi satu dan lainnya.

a. Pemikiran strategic (strategic thinking)


Dari model konsep ini, pimpinan dan manajer rumah sakit diharuskan untuk
berperan sebagai pemikir strategis (strategic thinker), yang terlihat dari
kemampuannya menilai perubahan di lingkungan eksternal, menganalisa
data, memiliki pemikiran kritis untuk terus mempertanyakan relevansi
asumsi-asumsi yang digunakan, sehingga dapat melakukan pembaharuan
gagasan sesuai kebutuhan situasi yang dihadapinya. Inti dari pemikiran
strategis adalah :
 Mengenali kenyataan tentang perubahan
• Mempertanyakan asumsi dan kegiatan terkini
• Membangun pemahaman sistem
• Melihat kemungkinan masa depan
• Menciptakan ide-ide baru
• Mempertimbangkan kesesuaian organisasi dengan lingkungan
eksternal.
Dengan demikian , arti manajemen stratejik tidak dapat disempitkan
sekedar menjadi aktivitas pembuatan perencanaan saja. Semua bermula dari
suatu pola pikir (mindset) yang strategis .

b. Perencanaan Strategis ( Strategic planning )

Strategic planning atau Perencanaan Strategis adalah proses secara periodik


dalam mengembangkan satu perangkat langkah-langkah dalam organisasi
untuk mencapai misi dan visinya dengan menggunakan pola pikir strategis,
berupa :
• Menyiapkan proses langkah demi langkah yang berurutan untuk
menciptakan strategi
• Melibatkan kegiatan-kegiatan “periodic group strategic thinking
(brainstorming)”

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
9 / 23
• Mempersiapkan kelengkapan data/informasi sebagai dasar
• Membangun fokus untuk organisasi
• Memfasilitasi pengambilan keputusan yang konsisten
• Berkonsensus akan kebutuhan guna penyesuaian organisasi dengan
lingkungan eksternal
• Hasilnya adalah perencanaan strategis yang terdokumentasi,
yang banyak dikenal sebagai dokumen Rencana Strategis atau
Rencana Induk Rumah Sakit.

c. Pengelolaan implementasi Strategi (Strategic Momentum)

Strategic momentum menyangkut kegiatan sehari-hari untuk mengelola


strategi guna pencapaian sasaran strategis dari organisasi, yang
menyangkut :

• Kegiatan nyata untuk mencapai sasaran spesifik


• Menyangkut proses pengambilan keputusan dan dampaknya
• Menghasilkan budaya dan style
• Memunculkan antisipasi, inovasi dan keunggulan
• Mengevaluasi kinerja strategi melalui pengendalian
• Suatu proses pembelajaran
• Bergantung pada pengembangan pola pikir strategis dan
perencanaan strategis secara periodik

Di banyak organisasi termasuk rumah sakit, perhatian lebih ditekankan pada


perencanaan strategis dan tahap pembuatan dokumennya. Namun rencana
strategis yang merupakan penjelmaan dari pemikiran strategis pimpinan
organisasi, tidak akan berperan banyak dalam pencapaian kesuksesan rumah
sakit, bila tidak dijalankan dengan pengendalian yang baik. Bahkan dalam
perjalanan di tengah implementasi suatu strategi, dapat terjadi pemikiran
strategis baru yang sangat mungkin merubah implementasi tanpa banyak
membuang waktu untuk mengulang keseluruhan proses perencanaan
strategis. Inilah yang disebutkan diatas menegnai emergent strategy atau

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
10 / 23
strategi yang muncul, yang merupakan keputusan di elemen strategic
momentum.

3. Proses Manajemen Strategik

Model proses manajemen strategik dimulai dari pengamatan lingkungan ke

perumusan strategi (termasuk penetapan misi, tujuan, strategi, dan kebijakan)

diteruskan ke implementasi strategi (termasuk pengembangan program,

anggaran, dan prosedur), dan terakhir evaluasi dan pengendalian, yang

digambarkan sebagai berikut :

Sumber: Olahan penulis dari beberapa referensi di kepustakaan

Dari diagram alir di atas, manajemen strategik sebagai sekumpulan keputusan


dan tindakan yang menghasilkan formulasi dan implementasi rencana-rencana

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
11 / 23
yang dirancang untuk mencapai sasaran-sasaran organisasi ini terdiri dari 9
(sembilan) fungsi penting dalam bentuk tahapan proses sebagai berikut.

1. Merumuskan visi dan misi organisasi yang meliputi rumusan


umum tentang maksud keberadaan (purpose), filosofi (philosophy),
dan tujuan (goal).
2. Mengembangkan profil organisasi yang mencerminkan kondisi
internal dan kapabilitasnya.
3. Menilai lingkungan eksternal organisasi, meliputi baik pesaing
maupun faktor-faktor kontekstual umum.
4. Menganalisis opsi organisasi dengan mencocokkan sumber
dayanya dengan lingkungan eksternal.
5. Mengidentifikasi opsi yang paling dikehendaki dengan
mengevaluasi setiap opsi yang ada berdasarkan misi organisasi.
6. Memilih seperangkat sasaran jangka panjang dan strategi umum
yang akan mencapai pilihan yang akan dikehendaki.
7. Mengembangkan sasaran tahunan dan strategi jangka pendek yang
sesuai dengan sasaran jangka panjang dan strategi umum yang
dipilih.
8. Mengimplementasikan pilihan strategik dengan cara
mengalokasikan sumber daya anggaran yang menekankan pada
kesesuaian antara tugas, SDM, struktur, teknologi, dan sistem
imbalan.
9. Mengevaluasi keberhasilan proses strategik sebagai masukan bagi
pengambilan keputusan yang akan datang.

Ke sembilan fungsi ini secara urutan langkah dilakukan secara


berurutan meskipun terbuka fleksibilitas untuk dilakukan iterasi
berulang atau bolak balik di setiap tahapan hingga diperoleh suatu
strategi yang mampu mengantisipasi masa depan, tetapi tetap realistis
dan sinergis mempertemukan berbagai kepentingan para pemaangku
kepentingan yang beragam dan berbeda misinya.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
12 / 23
4. Manfaat manajemen strategik di sektor rumah sakit adalah :
1. Menjadi sistem yang dipergunakan rumah sakit untuk melakukan
pengembangan ke masa depan dengan memahami masa lalu dan masa
sekarang.

2. Memahami filosofi sustainability and survival , untuk bertahan dan


berkembang bagi rumah sakit dengan berbagai standar kinerja organisasi.

3. Memahami aspek komitmen dari sumber daya.

4. Sebagai pegangan dalam menghadapi masa depan yang tidak pasti sesuai
kondisi VUCA (Volatility, Uncertainty, Complexity, dan Ambiguity), yang
dihadapi industri kesehatan pada umumnya.

Bila manajemen stratejik dianggap berasal dari misi perusahaan yang komersial,
tetapi dalam hal ini beberapa rumah sakit sebagai organisasi nonprofit atau social
entrerprise, ternyata sangat penting untuk tetap menggunakan konsep manajemen
strategis karena :

 unsur penilaian hasil di organisasi nonprofit biasanya sulit dikuantifikasi


atau diidentifikasi secara jelas

 organisasi nonprofit dapat dengan mudah terjebak pada mitos bahwa


efisiensi merupakan hal yang hanya penting di organisasi for profit
sehingga tidak memikirkannya

 organisasi nonprofit perlu mempunyai pegangan kuat dalam mencapai


tujuan organisasi yang sering sulit dikuantifikasi

 organisasi nonprofit pada dasarnya juga mempunyai persaingan dengan


organisasi for profit.

C. Latihan (Diskusi Kelas )


1. Mungkinkan sebuah rumah sakit berjalan tanpa kejelasan strategi yang
pasti? Jelaskan
2. Apakah proses langkah perumusan / formulasi strategi lebih penting
daripada implementasi strategi di lapangan? Jelaskan

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
13 / 23
D. Kunci Jawaban
1. Bila melihat konsep Mintzberg & Waters (1985) sangat mungkin terjadi di
rumah sakit merealisasikan strategi yang berbeda dengan strategi awal dan
berubah bentuk sehingga menjadi strategi “baru” muncul (emergent).
Kondisi rumah sakit tanpa strategi yang diniatkan, tetapi hanya
menjalankan ide yang muncul (emergent), secara jangka pendek masih
mungkin menyelenggarakan pekerjaan rutin. Tetapi tanpa disadari
organisasi seperti ini dalam jangka panjang, akan berada dalam posisi rentan
(vulnerable) terhadap beberapa kemungkinan gangguan, yang pada saatnya
akan mengancam kelangsungan organisasi, bila tidak cepat diantisipasi.

2. Ketiga elemen manajemen strategik, merupakan elemen yang saling


interdependen dan terkait satu dengan yang lain. Meskipun perencanaan
strategis lebih banyak dikenal dan dianggap penting, tetapi ketiganya tidak
dapat dipisahkan. Beberapa ahli bahkan menyatakn kegagalan suatu strategi
mayoritas bersumber pada elemen strategic momentum yang terkait proses
implementasi dan pengendalian operasionalisasi strategi, yang
membutuhkan satu hal penting dari manajemen yaitu kemampuan
kepemimpinan dan tata kelola rumah sakit (tata kelola korporat dan tata
kelola klinis).

E. Daftar Pustaka

1. Swayne, L. E., Duncan, W. J., & Ginter, P. M. (2012) Strategic


Management of Health Care Organizations. (6th ed.). San Francisco:
Jossey-Bass. Chapter 1.
2. Mintzberg, H. & Waters, J.A. Strategic Management Journal, Vol. 6, No.
3. (Jul. - Sep., 1985), pp. 257-272

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
14 / 23
SUB TOPIK 2
EKOSISTEM RUMAH SAKIT DAN
MANAJEMEN PEMANGKU KEPENTINGAN RUMAH SAKIT

A. Kemampuan Akhir Yang Diharapkan

Setelah mempelajari modul ini, diharapkan mahasiswa mampu :


1. Menjelaskan ekosistem organisasi rumah sakit dalam pandangan yang lebih
makro ( luas)
2. Mengelompokkan para pemangku kepentingan menurut posisinya di kuadran
jenis hubungan dan menentukan pola pendekatan terbaik dalam manajemen
setiap kelompok pemangku kepentingan tersebut

B. Uraian dan Contoh

1. Ekosistem rumah Sakit


Ekosistem organisasi merupakan sistem yang terbentuk oleh interaksi pada
komunitas dan lingkungannya. Ekosistem organisasi juga disebut dapat
memotong garis industri tradisional. Adapun konsep yang sama yang
disebut pendekatan megacommunity, dimana pemerintah, organisasi
nonprofit, dan industri bergabung menjadi satu untuk memecahkan suatu
masalah yang merupakan kepentingan bersama-sama.

Menurut model dari Burns et al ( 2002 ) terdapat 5 pihak sebagai mata


rantai terkait ekosistem pelayanan kesehatan. Di antara kelima rantai
tersebut maka rumah sakit termasuk dalam kelompok penyedia jasa
(service provider) sebagai bagian kesatuan rantai nilai jasa kesehatan.
Hubungan horizontal antar organisasi kelompok penyedia jasa ( provider )
membuka peluang pemanfaatan infrastruktur lintas organisasi, lintas sistem
dan proses seperti sumber daya manusia dan sistem informasi yang saling
terhubung

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
15 / 23
Produsen
Pembayar
Penyedia Pembeli /
Perantara Fiskal
Layanan Pembuat

• Pemerintah • BPJS • Rumah Sakit • Pedagang (grosir) • Pabrik Obat


Pusat/ Daerah • Asuransi lain • Puskesmas/ Kinik • Distributor • Pabrik Alat
(JKN) • Farmasi • Praktek Dokter • Organisasi Kesehatan
• Pengusaha • Fasilitas Tenaga • Praktek Bidan Pembelian Grup • Pabrik Alat
• Individu Kerja (Benefits) • Apotik (Konsorsium) Operasi
• Koalisi • Laboratorium • Produsen terkait
Pengusaha teknologi
Informasi, dan
lainnya

Sistem rantai nilai pelayanan kesehatan


Sumber : Diadaptasi dari Burns et al ( 2002 ) .

Pada era digitalisasi saat ini, perusahaan-perusahaan membutuhkan kerja


sama atau bergabung menjadi satu dengan perusahaan lain dalam ekosistem
sehingga keseluruhan sistem bisa menjadi lebih kuat.

Namun, para manajer rumah sakit juga menyadari bahwa akan ada
waktunya kompetisi akan lebih meningkat ketika terjadi turbulensi dalam
sistem moneter dan gangguan arus pendapatan rumah sakit. Tidak akan ada
satupun industri yang kebal oleh dampak yang terjadi. Dalam kata lain, dari
sudut pandang ekosistem satu kesatuan rantai nilai, maka lembaga dan
perusahaan-perusahaan komersial, saat ini bisa menjadi teman sekaligus
pesaing dalam aspek tertentu, dimana mereka bisa berkolaborasi dan
berkompetisi sekaligus. Dapat disimpulkan bahwa peran kompetisi memang
mengalami perubahan, karena pada saat ini perusahaan bisa menggunakan
kekuatannya untuk saling bersaing di pasar, namun saat ini bekerjasama
lebih diunggulkan. Inilah yang antinya akan dipertajam dalam konsep Co-
opetition dari Adam M. Brandenburger and Barry J. Nalebuff (1996).

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
16 / 23
2. Manajemen Pemangku kepentingan
Dari gambar di bawah terlihat struktur dari hubungan antar pemangku
kepentingan pada industri rumah sakit, yang masing – masing akan
memegang teguh tujuan dari keberadaannya.

Jejaring hubungan pemangku kepentingan rumah sakit


Sumber: Telah diolah kembali dari Yang , Hu & Chou ( 2012 )

Pemangku kepentingan rumah sakit dapat dilihat dari 4 sisi yaitu intra organisasi
(karyawan, profesi dokter, perawat, apoteker dan lainnya), upstream supplier
(perusahaan farmasi, institusi pendidikan, perusahaan peralatan medis);
downstream user ( pasien ) dan pihak eksternal dan penjamin pembayaran.. Pihak
penjamin pembayaran kesehatan yang dibawah pengendalian pemerintah
digambarkan dalam kotak JKN – BPJS, mengambil penamaan program yang
berlaku di Indonesia. Semua pihak dalam jejaring pemangku kepentingan
memiliki peran dan berkontribusi untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan
yang baik. Tapi untuk negara yang pengaturan sistem pelayanannya masih lebih
kuat didominasi oleh pemerintah maka posisi pemerintah dibedakan dari
pemangku kepentingan lain, yakni sebagai pembentuk kerangka regulasi yang

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
17 / 23
menentukan batasan koridor dan mengatur hubungan antar semua pemangku
kepentingan lain

Di lingkungan industri rumah sakit muncul berbagai pemangku kepentingan yang


aktif, memiliki kekuasaan yang kuat dan tidak jarang memiliki kebutuhan yang
saling bertentangan. Manajer rumah sakit diminta untuk dapat mengenali dan
mengevaluasi pengaruh dari pemangku kepentingan, sehingga diketahui jenis
dukungan atau ancaman yang menjadi arah pengaruh dari pemangku kepentingan
tersebut

Dari demikian banyak pemangku kepentingan, posisi dokter memiliki peran yang
sangat kritis untuk kesuksesan rumah sakit dan memiliki fungsi sentral dalam
produksi jasa rumah sakit. Maka untuk mempelajari posisi dokter di rumah sakit,
digunakan 4 kuadran tipologi hubungan pemangku kepentingan dari Blair (1990)
yang masih digunalan hingga saat ini, yakni sebagai berikut :

Tipologi hubungan Pemangku Kepentingan


Sumber : Diadaptasi dari Blair et al. ( 1990 )

Dalam konteks rumah sakit, Blair et al. ( 1990 ) berpendapat bahwa pemangku
kepentingan tipe 1 adalah pemangku kepentingan tipe suportif karena potensial
untuk bersikap kooperatif dengan perusahaan, dan tidak cenderung menjadi

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
18 / 23
ancaman bagi perusahaan. Yang termasuk dalam kelompok ini adalah dewan
penyantun rumah sakit dan perusahaan pemilik rumah sakit, manajer, karyawan,
komunitas lokal setempat rumah sakit dan fasilitas umum yang mendukung
jalannya kegiatan rumah sakit. Strategi untuk penangan kelompok ini adalah
berperan langsung dengan penuh rasa percaya, yang berbeda dengan strategi
kolaboratif. Strategi ini secara langsung mendorong kapabilitas pemangku
kepentingan yang ada, dijalankan dengan menggunakan cara manajemen
partispatif dan melalukan desentralisasi beberapa wewenang, terutama pada
manajer bidang medis yang dipegang oleh profesi dokter. Untuk mendukung staf
non profesional, maka dukungan ditunjukkan dalam bentuk kegiatan suportif
mendukungnya, atau beberapa pihak dapat dilatih untuk ikut mengelola posisi
dokter sebagai pemangku kepentingan yang terdapat dalam tipe 4.

Tipe kedua adalah pemangku kepentingan yang tidak terlalu terkena dampak
langsung dari kegiatan rumah sakit, selama rumah sakit tidak berpotensi
mengganggu atau merugikan mereka . Tipe ini disebut sebagai tipe marginal.ini
misalnya adalah paguyuban karyawan, sukarelawan dalam komunitas sekitar dan
masyarakat umum. Strategi untuk pemangku kepentingan tipe marginal ini adalah
cukup dengan melakukan pemantauan tanpa perlu melakukan sesuatu secara
khusus, sehingga organisasi lebih berfokus untuk menjamin terpenuhinya hak dan
kepentingan mereka saja..

Tipe ketiga adalah kelompok non-suportif yang berbeda dengan pemangku


kepentingan lain karena cenderung tidak mendukung perusahaan sehingga
merupakan ancaman besar bagi perusahaan dan kecilnya kemungkinan untuk
bersikap kooperatif. Tipe 3 ini dipandang sebagai tekanan bagi manajer rumah
sakit, dan dapat merupakan pemangku kepentingan internal maupun eksternal.
Yang termasuk dalam kelompok ini misalnya adalah rumah sakit pesaing,
persatuan buruh, instansi pemerintah dan regulator, pasien yang tidak puas, media
masa dan koalisi dari komponen pemilik yang tidak sepaham. Semua ini dapat
merupakan pemangku kepentingan primer yang penting dengan dasar motivasi
hubungan dengan rumah sakit yang berbeda, seperti kepercayaan, hubungan

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
19 / 23
timbal balik, adanya sejarah pengaruh pengambilan keputusan manajemen.
Permasalah pada tipe ini merupakan tantangan pimpinan eksekutif rumah sakit
untuk mampu menurunkan ancamannya dan bersikap lebih kooperatif di masa
selanjutnya.

Strategi tipe non-suportif ini sangat perlu dilakukan untuk mencegah gangguan
pada aktivitas perusahaan. Yang dapat dilakukan adalah melakukan pertahanan,
secara proaktif mencari solusi yang mengurangi ketergantungan terhadap pihak
eksternal, bila mungkin. Tetapi strategi bertahan ini perlu dilakukan secara penuh
kehati – hatian, agar tidak berbalik menimbulkan konsekuensi lain atau timbulnya
biaya yang semakin merugikan perusahaan. Sebagai contoh adalah mengenai
peraturan pemerintah terkait pembiayaan rumah sakit, maka manajemen
sebaiknya tidak hanya menolak, melainkan melakukan upaya intensif untuk
memastikan terjadinya efektivitas perusahaan, walaupun harus mengeluarkan
biaya investasi.

Tipe terakhir adalah pemangku kepentingan yang disebut The Mixed Blessing
Stakeholder , yang memiliki potensi mengancam dan koordinatif di level tinggi.
Pemangku kepentingan tipe ini dapat sewaktu – waktu bergeser ke tipe 1 (
suportif ) atau tipe 3 (non-suportif ). Kelompok ini merupakan kelompok yang
perlu mendapatkan perhatian khusus bila memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap kelangsungan organisasi. Akibat kecenderungan yang mudah berubah
maka harus dilakukan pemantauan pemenuhan fungsi utilitasnya secara terus
menerus, agar dapat memberikan peluang yang menguntungkan. Fungsi utilitas
pemangku kepentingan diartikan sebagai sesuatu yang lebih disukai oleh
pemangku kepentingan dari hasil aktivitas yang dikerjakan oleh perusahaan, baik
berupa hasil yang berwujud maupun tak berwujud ( Harrison et al., 2010 ).

Pada organisasi rumah sakit, maka profesi dokter ditempatkan pada pemangku
kepentingan tipe ke empat ini, yang mencakup tidak saja dokter yang berstatus
sebagai karyawan tetapi juga dokter yang bukan karyawan, atau sebagai medical
contractor. Selain dokter, pemangku kepentingan dalam tipe ini adalah

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
20 / 23
perusahaan penjamin biaya pasien, asuransi, pasien yang menjadi peserta asuransi,
rumah sakit lain yang bukan pesaing melainkan bersifat saling melengkapi.
Dinyatakan bahwa hubungan rumah sakit dengan dokter merupakan contoh yang
paling jelas menempati tipe ini.

C. Latihan (Diskusi Kelas)

1. Jelaskan tentang ekosistem rumah sakit di lokasi daerah tempat anda bekerja
(Tugas Kelompok)
2. Dengan perubahan kebijakan mengenai JKN, apakah terdapat perubahan
posisi dari tenaga medis di kuadran dari Blair (1990) ?

D. Kunci Jawaban

1. Diagram diperinci sesuai keadaan lokasi rumah sakit mahasiswa, yang


mengandung semua mata rantai nilai yang lengkap
2. Pembahasan terkait posisi dokter yang Non PNS dan diwajibkan mengikuti
plafon biaya honor dokter sesuai ketentuan JKN dan kebijakan Pemerintah
daerah setempat. Hal ini akan memungkinkan geseran posisi dokter di
kuadran yang lemah dan karenanya dikhawatrikan akan mempengaruhi
mutu pelayanan klinisnya.

E. Daftar Pustaka

1. Blair, J. D., Payne, T., Rotarius, T. M., Whitehead, C. J., & Whyte, E. G.
(1990) Strategic Management of stakeholder relationship. In J. D. Blair & M.
D. Fottler( Ed ). Challenges in health care management : strategic
perspective for managing key stakeholder (pp. 136-159 ). San Francisco:
Jossey –Bass Publisher
2. Burns, L. R., DeGraaff, R. A., Danzon, P. M., Kimberly, J. R., Kissick, W. L.,
& Pauly, M. V. (2002). The Wharton school study of the health care value

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
21 / 23
chain. In L.W. Burns (Ed). The healthcare value chain : producers,
purchaser and providers ( pp. 3-26 ). San Francisco: John Wiley & Sons Inc.
3. Yang, W. H., Hu, J. S., & Chou, Y. Y. (2012) Analysis of network type
exchange in the health care system: A stakeholder approach. Journal of
Medicine System, 36, 1569-1581

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
22 / 23

Anda mungkin juga menyukai