(ARS 302)
MODUL 1
PENGANTAR MANAJEMEN STRATEJIK RUMAH SAKIT
Sub topik 1:
DASAR – DASAR MANAJEMEN STRATEJIK RUMAH SAKIT
Sub Topik 2:
EKOSISTEM RUMAH SAKIT DAN
MANAJEMEN PEMANGKU KEPENTINGAN RUMAH SAKIT
DISUSUN OLEH
Dr. dr, Sandra Dewi, MARS
Strategik
lapangan
Banyak pihak yang ragu atas perlunya strategi dalam perusahaan karena
kurang bermanfaat dan hanya berisi perkiraan subyektif saja. Bila kondisi
yang diperkirakan dalam strategi tidak terjadi, maka nyatanya
banyak organisasi tetap berjalan meskipun tanpa strategi.
Namun pada kondisi nyata di lapangan, yang terjadi lebih kompleks dari
penggambaran teoritik sederhana di atas. Sangat mungkin ditemukan bahwa
strategi yang terealisasi mengandung Sebagian strategi yang diniatkan, dan
berubah bentuk sehingga menjadi strategi “baru” muncul (emergent). Strategi
emergent penjelmaan baru ini dapat disebut pula sebagai strategi yang disengaja
(deliberate), meskipun dengan menghapuskan sebagian strategi yang diniatkan.
Dari berbagai pemikiran ahli manajemen di atas, maka strategi dipandang sebagai
kata benda tak berwujud, sebagai suatu “alat atau pemikiran atau bentuk
tindakan” yang memikirkan masa depan organisasi, agar mampu tetap bertahan
hidup menjawab segala tuntutan perubahan lingkungan dalam jangka panjang.
Tetapi karena strategi akan berjalan dalam satu periode waktu yang cukup
panjang, bahkan mungkin melampaui masa aktif penciptanya di awal, disertai
kondisi lingkungan yang senantiasa berubah dinamis, maka dibutuhkan suatu
Manajemen strategi terdiri dari analisis, keputusan, dan aksi yang di ambil
organisasi untuk menciptakan dan mempertahankan keunggulan kompetitif.
4. Sebagai pegangan dalam menghadapi masa depan yang tidak pasti sesuai
kondisi VUCA (Volatility, Uncertainty, Complexity, dan Ambiguity), yang
dihadapi industri kesehatan pada umumnya.
Bila manajemen stratejik dianggap berasal dari misi perusahaan yang komersial,
tetapi dalam hal ini beberapa rumah sakit sebagai organisasi nonprofit atau social
entrerprise, ternyata sangat penting untuk tetap menggunakan konsep manajemen
strategis karena :
E. Daftar Pustaka
Namun, para manajer rumah sakit juga menyadari bahwa akan ada
waktunya kompetisi akan lebih meningkat ketika terjadi turbulensi dalam
sistem moneter dan gangguan arus pendapatan rumah sakit. Tidak akan ada
satupun industri yang kebal oleh dampak yang terjadi. Dalam kata lain, dari
sudut pandang ekosistem satu kesatuan rantai nilai, maka lembaga dan
perusahaan-perusahaan komersial, saat ini bisa menjadi teman sekaligus
pesaing dalam aspek tertentu, dimana mereka bisa berkolaborasi dan
berkompetisi sekaligus. Dapat disimpulkan bahwa peran kompetisi memang
mengalami perubahan, karena pada saat ini perusahaan bisa menggunakan
kekuatannya untuk saling bersaing di pasar, namun saat ini bekerjasama
lebih diunggulkan. Inilah yang antinya akan dipertajam dalam konsep Co-
opetition dari Adam M. Brandenburger and Barry J. Nalebuff (1996).
Pemangku kepentingan rumah sakit dapat dilihat dari 4 sisi yaitu intra organisasi
(karyawan, profesi dokter, perawat, apoteker dan lainnya), upstream supplier
(perusahaan farmasi, institusi pendidikan, perusahaan peralatan medis);
downstream user ( pasien ) dan pihak eksternal dan penjamin pembayaran.. Pihak
penjamin pembayaran kesehatan yang dibawah pengendalian pemerintah
digambarkan dalam kotak JKN – BPJS, mengambil penamaan program yang
berlaku di Indonesia. Semua pihak dalam jejaring pemangku kepentingan
memiliki peran dan berkontribusi untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan
yang baik. Tapi untuk negara yang pengaturan sistem pelayanannya masih lebih
kuat didominasi oleh pemerintah maka posisi pemerintah dibedakan dari
pemangku kepentingan lain, yakni sebagai pembentuk kerangka regulasi yang
Dari demikian banyak pemangku kepentingan, posisi dokter memiliki peran yang
sangat kritis untuk kesuksesan rumah sakit dan memiliki fungsi sentral dalam
produksi jasa rumah sakit. Maka untuk mempelajari posisi dokter di rumah sakit,
digunakan 4 kuadran tipologi hubungan pemangku kepentingan dari Blair (1990)
yang masih digunalan hingga saat ini, yakni sebagai berikut :
Dalam konteks rumah sakit, Blair et al. ( 1990 ) berpendapat bahwa pemangku
kepentingan tipe 1 adalah pemangku kepentingan tipe suportif karena potensial
untuk bersikap kooperatif dengan perusahaan, dan tidak cenderung menjadi
Tipe kedua adalah pemangku kepentingan yang tidak terlalu terkena dampak
langsung dari kegiatan rumah sakit, selama rumah sakit tidak berpotensi
mengganggu atau merugikan mereka . Tipe ini disebut sebagai tipe marginal.ini
misalnya adalah paguyuban karyawan, sukarelawan dalam komunitas sekitar dan
masyarakat umum. Strategi untuk pemangku kepentingan tipe marginal ini adalah
cukup dengan melakukan pemantauan tanpa perlu melakukan sesuatu secara
khusus, sehingga organisasi lebih berfokus untuk menjamin terpenuhinya hak dan
kepentingan mereka saja..
Strategi tipe non-suportif ini sangat perlu dilakukan untuk mencegah gangguan
pada aktivitas perusahaan. Yang dapat dilakukan adalah melakukan pertahanan,
secara proaktif mencari solusi yang mengurangi ketergantungan terhadap pihak
eksternal, bila mungkin. Tetapi strategi bertahan ini perlu dilakukan secara penuh
kehati – hatian, agar tidak berbalik menimbulkan konsekuensi lain atau timbulnya
biaya yang semakin merugikan perusahaan. Sebagai contoh adalah mengenai
peraturan pemerintah terkait pembiayaan rumah sakit, maka manajemen
sebaiknya tidak hanya menolak, melainkan melakukan upaya intensif untuk
memastikan terjadinya efektivitas perusahaan, walaupun harus mengeluarkan
biaya investasi.
Tipe terakhir adalah pemangku kepentingan yang disebut The Mixed Blessing
Stakeholder , yang memiliki potensi mengancam dan koordinatif di level tinggi.
Pemangku kepentingan tipe ini dapat sewaktu – waktu bergeser ke tipe 1 (
suportif ) atau tipe 3 (non-suportif ). Kelompok ini merupakan kelompok yang
perlu mendapatkan perhatian khusus bila memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap kelangsungan organisasi. Akibat kecenderungan yang mudah berubah
maka harus dilakukan pemantauan pemenuhan fungsi utilitasnya secara terus
menerus, agar dapat memberikan peluang yang menguntungkan. Fungsi utilitas
pemangku kepentingan diartikan sebagai sesuatu yang lebih disukai oleh
pemangku kepentingan dari hasil aktivitas yang dikerjakan oleh perusahaan, baik
berupa hasil yang berwujud maupun tak berwujud ( Harrison et al., 2010 ).
Pada organisasi rumah sakit, maka profesi dokter ditempatkan pada pemangku
kepentingan tipe ke empat ini, yang mencakup tidak saja dokter yang berstatus
sebagai karyawan tetapi juga dokter yang bukan karyawan, atau sebagai medical
contractor. Selain dokter, pemangku kepentingan dalam tipe ini adalah
1. Jelaskan tentang ekosistem rumah sakit di lokasi daerah tempat anda bekerja
(Tugas Kelompok)
2. Dengan perubahan kebijakan mengenai JKN, apakah terdapat perubahan
posisi dari tenaga medis di kuadran dari Blair (1990) ?
D. Kunci Jawaban
E. Daftar Pustaka
1. Blair, J. D., Payne, T., Rotarius, T. M., Whitehead, C. J., & Whyte, E. G.
(1990) Strategic Management of stakeholder relationship. In J. D. Blair & M.
D. Fottler( Ed ). Challenges in health care management : strategic
perspective for managing key stakeholder (pp. 136-159 ). San Francisco:
Jossey –Bass Publisher
2. Burns, L. R., DeGraaff, R. A., Danzon, P. M., Kimberly, J. R., Kissick, W. L.,
& Pauly, M. V. (2002). The Wharton school study of the health care value