Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN TUTORIAL

BIOSCIENCE

DISUSUN OLEH :

NAMA : EKA SEPTI SELIANI MUTIA

NIM : 190600055

PRODI : ADMINISTRASI RUMAH SAKIT

UNIVERSITAS ALMA ATA YOGYAKARTA

TAHUN 2019/2020
BAB I.

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Clinical Pathway, merupakan konsep perencanaan pelayanan kesehatan


terpadu yang sedang trend digunakan di rumah sakit pada saat ini. Clinical
Pathway merangkum setiap langkah yang diberikan kepada pasien berdasarkan
standar pelayanan medis, standar asuhan keperawatan, dan standar pelayanan
tenaga kesehatan lainnya (Rivany, 2009). Menurut Gang Du, et.al (2013)
Clinical Pathway menunjukkan secara detail tahap-tahap penting dari
pelayanan kesehatan mulai saat penerimaan hingga pemulangan pasien.
Clinical Pathway merupakan pelayanan terintegrasi dari para professional di
bidang kesehatan (dokter, perawat/bidan, nutrisionis, dan farmasis) yang akan
membangun suatu kontinuitas pelayanan mulai dari saat pasien masuk hingga
pasien keluar dari Rumah Sakit.

Pinzon (2014) mengungkapkan bahwa Clinical Pathway adalah suatu


perangkat yang berperan sebagai kendali mutu, perangkat kendali biaya, dan
perangkat pengurangan variasi tindakan medis. Keseluruhan perangkat yang
digunakan berbasis bukti dengan hasil yang dapat diukur pada periode waktu
tertentu selama di rumah sakit (Rivany, 2009). Berdasarkan pendapat tersebut
dapat disimpulkan bahwa Clinical Pathway merupakan suatu perangkat untuk
pelayanan kesehatan yang berfokus pada pasien (patient centered care) yang
lebih efektif, efisien dan aman.

Penerapan CP oleh tenaga kesehatan sebagai profesional pemberi


asuhan merupakan bentuk dari perilaku kerja sebagai bagian dari kinerja tenaga
kesehatan. Kinerja adalah keberhasilan personil, tim atau organisasi dalam
mewujudkan sasaran strategik yang telah ditetapkan sebelumnya dengan
perilaku yang diharapkan (Mulyadi, 2007). Penerapan CP oleh tenaga
kesehatan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut Gibson (2008) terdapat
tiga variabel yang mempengaruhi kinerja personel yakni variabel individu,
psikologis dan organisasi. Faktor dari variabel individu terdiri dari kemampuan
dan keterampilan, latar belakang, dan demografis. Faktor dari variabel
psikologis terdiri dari persepsi, sikap, kepribadian, motivasi, kepuasan kerja
dan stress kerja. Sedangkan faktor dari variabel organisasi terdiri dari sumber
daya, kepemimpinan (supervisi), imbalan, struktur organisasi, dan desain
pekerjaan.
Menurut Evans-Lacko, et al. (2010) keterbatasan sumber daya,
kurangnya tenaga, keterbatasan waktu, kurangnya pelatihan, dan kurangnya
dukungan dari pimpinan rumah sakit merupakan hambatan yang paling umum
dijumpai dari sisi organisasi pemberi pelayanan kesehatan.

B. TUJUAN

1. Mahasiswa dapat menambah pengetahuan tentang Clinical Pathway.


2. Mahasiswa dapat menyusun Clinical Pathway.
3. Mahasiswa dapat mengetahui apa itu High Volume,High Risk,High Cost
4. Mahasiswa dapat mengetahui apa saja tugas komite PMKP
5. Mahasiswa dapat mengetahui apa saja Isi pedoman praktik klinis
6. Mahasiswa dapat menyusun Clinical Pathway
7. Mahasiswa dapat mengetahui apa saja dasar hokum terkait CP
8. Mahasiswa dapat mengetahui penerapan CP
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Clinical pathway merupakan pedoman kolaboratif untuk merawat


pasien yang berfokus pada diagnosis, masalah klinis, dan tahapan pelayanan.
Clinical pathway menggabungkan standar asuhan setiap tenaga kesehatan
secara sistemik. Tindakan yang diberikan diseragamkan dalam suatu standar
asuhan, namun tetap memperhatikan aspek individu dari pasien (Hendra, 2009).
Clinical pathway merupakan format dokumentasi multidisiplin. Format
ini dikembangkan untuk pengembangan multidisiplin (dokter, perawat,
rehabilitasi, gizi, dan tenaga kesehatan lain) yang diciptakan tidak terlalu rumit
dan panjang. Pada format pengkajian multidisiplin menunjukkan format
pengkajian awal yang memungkinkan diisi oleh berbagai disiplin ilmu.
Pengisian ini terdiri dari data riwayat pasien, pemeriksaan fisik dan pengkajian
skrining lainnya yang diisi oleh multidisiplin sesuai kesepakatan (Croucher,
2005).
Empat komponen utama clinical pathway meliputi: kerangka waktu,
kategori asuhan, kriteria hasil, dan pencatatan varian (Hendra, 2009). Kerangka
waktu menggambarkan tahapan berdasarkan pada hari perawatan atau
berdasarkan tahapan pelayanan. Kategori asuhan berisi aktivitas yang
menggambarkan asuhan seluruh tim kesehatan yang diberikan kepada pasien.
Aktivitas dikelompokkan berdasarkan jenis tindakan pada jangka waktu
tertentu. Kriteria hasil memuat hasil yang diharapkan dari standar asuhan yang
diberikan, meliputi kriteria jangka panjang dan jangka pendek. Lembaran
varian mencatat dan menganalisa deviasi dari standar yang ditetapkan dalam
clinical pathway. Kondisi pasien yang tidak sesuai dengan standar asuhan atau
standar yang tidak bisa dilakukan harus dicatat dalam lembar varian.
Tujuan clinical pathway adalah menjamin tidak ada aspek-aspek
penting dari pelayanan yang dilupakan. Clinical pathway memastikan semua
intervensi yang dilakukan secara tepat waktu dengan mendorong staf klinik
untuk bersikap pro-aktif dalam perencanaan pelayanan. Clinical pathway
diharapkan dapat mengurangi biaya dengan menurunkan length of stay dan
tetap memelihara mutu pelayanan (Hendra, 2009).
BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. SKENARIO
Penyusunan clinical pathway secara teknis di lakukan di rumah sakit X
di Indonesia, dilakukan oleh kelompok staf medis (KSM) yang disesuaikan
dengan Pedoman Praktik Klinis (PPK) yang ada dan dikoordinasi oleh komite
medik. Prioritas pemilihan clinical pathway berdasarkan jumlah high volume,
high risk serta cenderung high cost. Clinical pathway telah diterapkan di rumah
sakit X sejak tahun 2015 sebagaimana standar akreditasi rumah sakit
berdasarkan Permenkes Nomor 12 tahun 2012 tentang akreditasi rumah sakit.
Clinical pathway di rumah sakit X terdiri dari 5 jenis yaitu clinical
pathway Dengue Shock Syndrome (DSS) pada bagian anak, Penyakit Dalam
dengan Penyakit Ginjal Kronik (PGK), Obstetri Ginekologi dengan
Preeklampsia Berat, Bedah dengan penyakit Benign Prostat Hipertrophy (BPH)
dan Kardiologi dengan Miokard Infark Akut (MCI) tanpa komplikasi.
Pengawasan pelaksanaan clinical pathway dilakukan oleh penanggung jawab
manajemen rumah sakit dan Komite PMKP (Peningkatan Mutu dan
Keselamatan Pasien).

B. SEVEN JUMP

Step 1 : Klarifikasi istilah yang tidak familiar/sulit

1. Clinical Pathway: sebuah alur yang menggambarkan proses mulai


saat penerimaan pasien hingga pemulangan pasien.
2. Dengue Shock Syndrome: sindrom syok yang terjadi pada penderita
Dengue Hemorhagic Fever (DHF) atau Demam Berdarah Dengue.
penyakit menular akibat virus yang dibawa oleh nyamuk Aedes
aegypti.
3. Kardiologi:Cabang penyakit dalam yang menghadapi pengobatan
penyakit yang mempengaruhi jantung dan pembuluh darah.
4. Preeklampsia:sebuah komplikasi pada kehamilan yang ditandai
dengan tekanan darah tinggi (hipertensi) dan tanda-tanda kerusakan
organ, misalnya kerusakan ginjal yang ditunjukkan oleh tingginya
kadar protein pada urine (proteinuria).
5. Obstetri Ginekologi: Obstetri adalah cabang kedokteran yang
berhubungan dengan kehamilan dan persalinan. Termasuk di
dalamnya proses sebelum, selama, dan pasca seorang wanita
melahirkan. ginekologi adalah cabang kedokteran yang fokus pada
kesehatan organ reproduksi wanita saja.
6. Miokard Infark Akut: Istilah medis dari serangan jantung. Kondisi
ini terjadi saat aliran darah ke jantung atau pada arteri koroner
tersumbat sehingga dapat menyebabkan kerusakan jaringan yang
membahayakan nyawa. Penyumbatan ini umumnya dapat terjadi
akibat penumpukan plak yang terdiri dari kolesterol, lemak, dan sisa
metabolisme.
7. Pedoman Praktik Klinis: Prosedur yang dilaksanakan oleh
sekelompok profesi yang mengacu pada Pedoman Nasional
Pelayanan Kedokteran yang dibuat oleh organisasi profesi dan
disyahkan oleh Pimpinan Rumah Sakit.Dalam memberikan
pelayanan kesehatan kepada pasien maka pelayanan radiologi harus
berdasarkan pada Panduan Praktik Klinis yang ada pada pelayanan
tersebut.

8. Benign Prostat Hipertrophy: kondisi ketika kelenjar prostat


membesar. Akibatnya, aliran urine menjadi tidak lancar dan buang air
kecil terasa tidak tuntas. Kelenjar prostat hanya dimiliki oleh pria.
Oleh karena itu, penyakit ini hanya dialami oleh pria. Hampir semua
pria mengalami pembesaran prostat, terutama pada usia 60 tahun ke
atas.
9. Komite Medik: Perangkat RS untuk menerapkan tata kelola klinis
agar staf medis di RS terjaga profesionalismenya.
10. Komplikasi: sebuah perubahan tak diinginkan dari sebuah penyakit,
kondisi kesehatan atau terapi. Penyakit dapat menjadi memburuk
atau menunjukkan jumlah gejala yang lebih besar atau
perubahan patologi, yang menyebar ke seluruh tubuh atau
berdampak pada sistem organ lainnya.
11. Kelompok Staf Medis:
12.Penyakit Ginjal Kronik: kondisi saat fungsi ginjal menurun secara
bertahap karena kerusakan ginjal. Secara medis, gagal ginjal
kronis didefinisikan sebagai penurunan laju penyaringan atau
filtrasi ginjal selama 3 bulan atau lebih.
13. High Volume,High Risk,High Cost: yang jumlahnya besar (high
volume), berisiko tinggi (high risk), memerlukan biaya yang tinggi
(high cost),
14. Komite Peningkatan Mutu Keselamatan Pasien :

Step 2: Menentukan Masalah/Identify Problems

1. Apa penyebab penyakit ginjal kronik ?


2. Bagaimana cara menyusun Clinical Pathway ?
3. Siapa saja staf medis yang berhak mengesahkan Clinical Pathway?

Step 3: Jawaban Singkat (brainstorming)

1. Penyebab Ginjal Kronik


a. Diabetes tipe 1 atau tipe 2
b. Tekanan darah tinggi (hipertensi)
c. Glomerulonefritis, peradangan pada ginjal
d. Gangguan ginjal polikistik
e. Obstruksi saluran kemih berkepanjangan
f. Refluks Vesicoureteral, suatu kondisi yang menyebabkan
urin kembali ke ginjal Anda.
g. Infeksi ginjal berulang, juga disebut pielonefritis
h. Penggunaan obat-obatan tertentu dalam jangka panjang,
seperti ibuprofen dan aspirin

2. Menyusun Clinical Pathway?


1) Menentukan Topik
Topik yang dipilih terutama yang bersifat high volume, high
cost, high risk dan problem prone. Dapat pula dipilih kasus-
kasus yang mempunyai gap yang besar antara biaya yang
dikeluarkan dengan tarif INA CBG’s yang telah ditetapkan.
2) Menunjuk koordinator (penasehat multidisiplin)
Kordinator utama bertugas sebagai fasilitator, sehingga
tidaklah harus memahami clinical pathway secara konten.
Sebelum menunjuk koordinator, terlebih dahulu
dikumpulkan anggota yang berasal dari berbagai disiplin
yang terlibat dalam pemberi pelayanan pasien. Tim
multidisiplin tersebut wajib menyampaikan item-
item pelayanan yang diberikan kepada pasien berdasarkan
SPO kepada masing-masing tim profesi dan mengikuti
rangkaian rapat dalam kelanjutan membuat clinical
pathway.
3) Menentukan Pemain Kunci
Pemain kunci adalah siapa saja yang terlibat dalam
pelayanan yang diberikan kepada pasien. Misal, pemain
kunci dalam pemberian pelayanan kepada pasien
Appendicits Akut tanpa komplikasi adalah dokter umum,
dokter spesialis bedah, dokter spesialis anastesi, perawat,
dan ahli gizi.
4) Melakukan Kunjungan Lapangan
Setelah menentukan anggota dalam penyusunan clinical
pathway, maka selanjutnya dilakukan kunjungan lapangan
untuk mencari pedoman praktik klinis (PPK), misalnya
dalam bentuk SPO atau SPM dan SAK (Standar Asuhan
Keperawatan). Kunjungan lapangan dilakukan agar dapat
menilai sejauh mana pelayanan yang didapatkan oleh pasien.
Juga menilai hambatan yang terjadi di bangsal dalam
menjalankan SPO atau SPM sehingga dapat dibuat
rekomendasi dalam menyusun clinical pathway.Dalam
mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya, dapat pula
dilakukan dengan melakukan benchmarking terhadap
penerapan clinical pathway di tempat lain. Perlu diingat
bahwa, clinical pathway untuk kasus dengan diagnosis yang
sama yang diterapkan di rumah sakit lain belum tentu dapat
serta-merta diterapkan di rumah sakit kita.
Hasil benchmarking perlu dipadukan dengan kemampuan
manajerial dan SDM RS serta kondisi-kondisi lain yang
terkait.
5) Mencari Literatur
Dalam mencari literatur dapat mencari best practice dalam
skala nasional yaitu PNPK, ataupun sumber-
sumber guideline/ jurnal penelitian internasional dan
disesuaikan dengan kemampuan masing-masing rumah
sakit. Evidence Based Medicine diperlukan bilamana PNPK
belum/ tidak dikeluarkan oleh organisasi profesi ybs.
6) Melaksanakan Customer Focus Group
Langkah ini bertujuan untuk mengidentifikasi kebutuhan
pelanggan disesuaikan dengan kemampuan rumah sakit
sehingga, kesenjangan antara harapan dan pelayanan yang
didapatkan pasien dapat diketahui dan dapat diperbaiki.
7) Telaah Pedoman Praktik Klinis (PPK)
Langkah awal dalam tahap ini adalah melakukan revisi PPK
(SPM dan SAK), namun jika sebelumnya rumah sakit belum
mempunyai PPK, maka PPK harus dibuat, karena tidak
ada clinical pathway tanpa adanya PPK. Berdasarkan
Permenkes. No 1438 tahun 2010, clinical pathway bersifat
sebagai pelengkap PPK. Menurut Permenkes tersebut, PPK
harus di-review setiap 2 tahun sekali, sehingga secara tidak
langsung pembuatan clinical pathway dapat meningkatkan
kepatuhan review PPK.
8) Analisis casemix
Dalam pengembangan clinical pathway, perlu dilakukan
mengumpulkan aktivitas-aktivitas untuk dikaitkan dengan
besarnya biaya, untuk mencegah adanya Fraud. Dalam hal
ini perlu dilakukan identifikasi LoS suatu diagnosis, biaya
per-kasus, penggunanan obat apakah sudah sesuai dengan
formularium nasional, maupun tes penunjang diagnostik
suatu penyakit.
9) Menetapkan Desain Clinical Pathway serta Pengukuran
Proses dan Outcome
Dalam menetapkan desain, hal yang terpenting adalah
beberapa informasi yang harus ada dalam clinical pathway,
yaitu kolom pencatatan informasi tambahan, variasi, kolom
tanda tangan, serta kolom verifikasi dari bagian rekam
medis. Kemudian, ditetapkanlah item-item aktivitas dari
masing-masing penyakit sesuai dengan literatur yang telah
dipilih dan disesuaikan dengan keadaan rumah sakit. Item
aktivias ini sebaiknya mudah dimengerti, sehingga
meningkatkan kepatuhan dalam menjalankannya.
10) Sosialisasi dan Edukasi
Tahap terakhir dalam membuat clinical pathway adalah,
melakukan sosialisasi dan edukasi kepada para pengguna,
dalam hal ini berbagai profesi yang berhubungan langsung
pada pasien. Dalam tahap awal dapat dilakukan uji coba
penerapan clinical pathway yang telah disusun guna
mendapatkan feedback untuk mendapatkan bentuk
yang user friendly serta konten yang sesuai dengan kondisi
di lapangan dalam rangka mencapai kepatuhan
penerapan clinical pathway yang lebih optimal.
Sosialisasi clinical pathway ini harus dilakukan intensif
minimal selam 6 bulan.

3. Siapa sajakah staf medis yang berhak mengesahkan clinical


pathway?
kelompok staf medis (KSM) yang disesuaikan dengan Pedoman
Praktik Klinis (PPK) yang ada dan dikoordinasi oleh komite
medik.

Komite PMKP

Step 4: Analisi Jawaban (Brainstorming)

Step 5: Menentukan Learning Objective (LO)

1. Pentingnya Clinical Pathway di RS?


2. Apa tujuan Clinical Pathway?
3. Manfaat Clinical Pathway di RS?
4. Siapa penentu kebijakann Clinical Pathway?
5. Bagaimana cara menerapkan Clinical Pathway?
6. Kenapa pemilihan Clinical Pathway harus didasarkan High
Volume,High Risk,& High Cost?
7. Apakah Clinical Pathway ada di Puskesmas dan Klinik
8. Apa saja tugas komite PMKP?
9. Isi pedoman praktik klinis?
10. Contoh Clinical Pathway?
11. Apa saja dasar hokum Clinical Pathway?
12. Proses implementasi pada Clinical Pathway serta evaluasinya?

Step 6 : Belajar mandiri/mengumpulkan informasi dari luar diskusi


Step 7 :Melaporkan,membahas dan menata kembali informasi baru yang
diperoleh berdasarkan referensi dan literatur

C. Learning Objective
1. Pentingnya Clinical Pathway di RS?
2. Apa tujuan Clinical Pathway?
3. Manfaat Clinical Pathway di RS?
4. Siapa penentu kebijakann Clinical Pathway?
5. Bagaimana cara menerapkan Clinical Pathway?
6. Kenapa pemilihan Clinical Pathway harus didasarkan High
Volume,High Risk,& High Cost?
7. Apakah Clinical Pathway ada di Puskesmas dan Klinik
8. Apa saja tugas komite PMKP?
9. Isi pedoman praktik klinis?
10. Contoh Clinical Pathway?
11. Apa saja dasar hokum Clinical Pathway?
12. Proses implementasi pada Clinical Pathway serta evaluasinya?

D. Pembahasan Learning Objective


1. Pentingnya Clinical Pathway di RS?
Jawab: diperlukan untuk menjalankan amanat pemerintah untuk dokter
dan dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokterannya mengikuti
standar pelayanan kedokteran dan kedokteran gigi dengan kendali mutu
dan kendali biaya. Tujuan dan manfaat dari clinical
pathway diharapkan dapat dirasakan oleh pihak pasien dan fasilitas
kesehatan setempat yaitu sebagai standar pelayanan, peningkatan mutu
pelayanan, pengurangan lama rawat, sebagai bahan edukasi untuk
pasien, efektivitas biaya, pengurangan proseedur yang tidak perlu dan
sebagai bahan analisis untuk evaluasi. disesuaikan dengan keadaan
setempat dan dibutuhkan kolaborasi berbagai bidang (dokter,
keperawatan dan farmasi).

2. Apa tujuan Clinical Pathway?


Jawab: Tujuan clinical pathway:
1. memilih pola praktek terbaik dari berbagai macam variasi pola
praktek
2. menetapkan standar yang diharapkan mengenai lama
perawatan dan penggunaan prosedur klinik yang seharusnya
3. menilai hubungan antara berbagai tahap dan kondisi yang
berbeda dalam suatu proses dan menyusun strategi untuk
mengkoordinasi agar dapat menghasilkan pelayanan yang
lebih cepat dengan tahap yang lebih sedikit,
4. memberikan informasi kepada seluruh staf yang terlibat
mengenai tujuan umum yang harus tercapai dari sebuah
pelayanan dan apa peran mereka dalam proses tersebut,
5. menyediakan kerangka kerja untuk mengumpulkan dan
menganalisa data proses pelayanan sehingga penyedia layanan
dapat mengetahui seberapa sering dan mengapa seorang
pasien tidak mendapatkan pelayanan sesuai dengan standar
6. mengurangi beban dokumentasi klinik
7. meningkatkan kepuasan pasien melalui peningkatan edukasi
kepada pasien (misalnya dengan menyediakan informasi yang
lebih tepat tentang rencana pelayanan).

3. Manfaat Clinical Pathway di RS?


Jawab:
1. membantu memberi pelayanan kesehatan terbaik menetapkan
standar lama hari perawatan
2. prosedur pemeriksaan klinis dan jenis penatalaksanaannya,
3. menilai hubungan berbagai tahap pelayanan dan membantu
proses koordinasi,
4. memberi pedoman kepada seluruh staf RS termasuk terkait
variasi,
5. menyediakan kerangka kerja pengumpulan data,
6. menurunkan beban dokumentasi dokter,
7. meningkatkan kepuasan pasien melalui edukasi.

4. Siapa penentu kebijakann Clinical Pathway?

Jawab: kelompok staf medis (KSM) yang disesuaikan dengan


Pedoman Praktik Klinis (PPK) yang ada dan dikoordinasi oleh
komite medik. Kemudian

5. Bagaimana cara menerapkan Clinical Pathway?

Jawab: dapat mengurangi rerata lama rawat inap, mengurangi


pengeluaran rawat inap, meningkatkan kepuasan pasien, dan
meningkatkan kualitas pelayanan dalam manajemen stroke. Temuan
penelitian yang pernah dilakukan Romeyke and Stummer10
menunjukkan bahwa dengan cara indikasi dan perencanaan
pengembangan prosedur terkait, clinical pathway membantu dokter,
perawat, dan terapis sebagai alat untuk sosialisasi dan evaluasi proses
pengobatan.

6. Kenapa pemilihan Clinical Pathway harus didasarkan High


Volume,High Risk,& High Cost?
Jawab: karena Prioritas pembuatan clinical pathway pada RS ini
dilakukan berdasarkan jumlah kasus yang banyak (high volume), risiko
tinggi (high risk), dan biaya tinggi atau perlu sumber daya yang banyak
(high cost). Agar rumah sakit dapat mendata jumlah resiko penyakit
yang sering terjadi di pasien rumah sakit tersebut.kalo berdasarkan
biaya rumah sakit agar rumah sakit tidak mengalami kerugian dan
pasien tidak mengalami kerugian uang jika ada pembayaran yang
merugikan pasien sehingga high cost sangat penting

7. Apakah Clinical Pathway ada di Puskesmas dan Klinik


Jawab: Ada karena puskesmas juga memiliki pelayanan rawat inap
Kalo Klinik khusus dia memiliki ruang rawat inap sehingga klinik
tersebut memiliki Clinical pathways

8. Apa saja tugas komite PMKP?

Jawab:
1. Menyusun dan merencanakan pelaksanaan kegiatan program
kerja PMKP
2. Memimpin, mengkoordinir, dan mengevaluasi pelaksanaan
operasional PMKP secara efektif, efisien dan bermutu
3. Mengumpulkan data indikator baik dari Koordinator
Peningkatan Mutu maupun dari Koordinator Keselamatan
Pasien RS dan unit kerja terkait
4. Menganalisa data indikator mutu pelayanan baik indikator
mutu klinis RS maupun indicator mutu manajerial RS serta
indikator keselamatan pasien
5. Mengevaluasi pelaksanaan 5 (lima) area prioritas yang sudah
ditetapkan oleh Direktur dengan fokus utama pada
penggunaan PPK, clinical pathway dan indikator mutu kunci
6. Melaksanakan analisis terhadap data yang dikumpulkan dan
diubah menjadi informasi
7. Melakukan validasi dataPMKP secara internaldan dilakukan
secara periodic
8. Menyebarkan informasi tentang peningkatan mutu dan
keselamatan pasien secara regular melalui rapat staf
9. Meningkatkan pengetahuan anggota dengan memberikan
pelatihan terhadap staf yang ikut serta dalam program PMKP.

9. Isi pedoman praktik klinis?


Jawab: Gastritis
No ICPC II : D07 Dyspepsia/indigestion
No ICD X : K29.7 Gastritis, unspecified
Tingkat Kemampuan: 4A
Masalah Kesehatan
Gastritis adalah proses inflamasi/peradangan pada lapisan
mukosa dan submukosa lambung sebagai mekanisme proteksi
mukosa apabila terdapat akumulasi bakteri atau bahan iritan
lain. Proses inflamasi dapat bersifat akut, kronis, difus, atau
lokal.
Hasil Anamnesis (Subjective)
Keluhan
Pasien datang ke dokter karena rasa nyeri dan panas seperti
terbakar pada perut bagian atas. Keluhan mereda atau
memburuk bila diikuti dengan makan, mual, muntah dan
kembung.
Faktor Risiko
a. Pola makan yang tidak baik: waktu makan terlambat, jenis
makanan pedas, porsi makan yang besar.
b. Sering minum kopi dan teh.
c. Infeksi bakteri atau parasit.
d. Pengunaan obat analgetik dan steroid.
e. Usia lanjut.
f. Alkoholisme.
g. Stress.
h. Penyakit lainnya, seperti: penyakit refluks empedu, penyakit
autoimun, HIV/AIDS, Chron disease.
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang
Sederhana (Objective)
Pemeriksaan Fisik Patognomonis
a. Nyeri tekan epigastrium dan bising usus meningkat.
b. Bila terjadi proses inflamasi berat, dapat ditemukan
pendarahan saluran cerna berupa hematemesis dan melena.
c. Biasanya pada pasien dengan gastritis kronis, konjungtiva
tampak anemis.

Pemeriksaan Penunjang
Tidak diperlukan, kecuali pada gastritis kronis dengan
melakukan pemeriksaan:
a. Darah rutin.
b. Untuk mengetahui infeksi Helicobacter pylori: pemeriksaan
breathe test dan feses.
c. Rontgen dengan barium enema.
d. Endoskopi.

Penegakan Diagnosis (Assessment)


Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
fisik.
Untuk Diagnosis definitif dilakukan pemeriksaan penunjang.
Diagnosis Banding
a. Kolesistitis
b. Kolelitiasis
c. Chron disease
d. Kanker lambung
e. Gastroenteritis
f. Limfoma
g. Ulkus peptikum
h. Sarkoidosis
i. GERD

Komplikasi
a. Pendarahan saluran cerna bagian atas.
b. Ulkus peptikum.
c. Perforasi lambung.
d. Anemia.

Rencana Penatalaksanaan komprehensif (Plan)


Penatalaksanaan
a. Menginformasikan kepada pasien untuk menghindari pemicu
terjadinya keluhan, antara lain dengan makan tepat waktu,
makan sering dengan porsi kecil dan hindari dari makanan yang
meningkatkan asam lambung atau perut kembung seperti kopi,
the, makanan pedas dan kol.
b. Terapi diberikan per oral dengan obat, antara lain: H2 Bloker2
x/hari (Ranitidin 150 mg/kali, Famotidin 20 mg/kali, Simetidin
400-800 mg/kali), PPI 2x/hari (Omeprazole 20 mg/kali,
Lansoprazole 30 mg/kali), serta Antasida dosis 3 x 500-1000
mg/hr.

Konseling dan Edukasi


Menginformasikan pasien dan keluarga mengenai faktor risiko
terjadinya gastritis.
Kriteria rujukan
a. Bila 5 hari pengobatan belum ada perbaikan.
b. Terjadi komplikasi.
c. Terjadi alarm symptoms seperti perdarahan, berat badan
menurun 10% dalam 6 bulan, dan mual muntah berlebihan.

Prognosis
Prognosis sangat tergantung pada kondisi pasien saat datang,
ada/tidaknya komplikasi, dan pengobatannya. Umumnya
prognosis gastritis adalah bonam, namun dapat terjadi berulang
bila pola hidup tidak berubah.
Sarana Prasarana
Laboratorium untuk pemeriksaan Gram.

10. Contoh Clinical Pathway?


Jawab:

Nama : Ahmad Saori Umur : 47 tahun


Alamat : Jl. Sutomo JenisKelamin : Laki-laki
TglMasuk : 20 Agustus 2015 Dokter : dr. NamsoSaragih, Sp.PD
TglKeluar : 23 Agustus 2015 LOS : 3 hari
RIWAYAT PENYAKIT
KU Nyeri kepala
Telaah Nyeri kepala dialami OS sejak ± 1 bulan, terus-
menerus, memberat dalam 7 hari, seperti
ditumbuk-tumbuk dan terasa panas di kepala
dan di leher. Nyeri terasa di seluruh bagian
kepala. Nyeri dirasa berkurang pada posisi
tidur. Mual (+), Muntah (+), Nyeri kepala (+).
KriteriaTambahan 1. Lemas
2. Sesaknapas,
3. Nyeri dada.
S > 200 mmHg, D > 120 mmHg
RPT Riwayat DM (-)
Riwayat batu empedu (-)
Riwayat konsumsi obat anti nyeri (+)
Riwayat diare (-)
Riwayat minum tuak (+) selama 1 tahun
terakhir
RPO Panadol

PEMERIKSAAN KLINIS

Status Presents VITAL SIGN

- Sensorium : CM
- TD : 220/110 mmHg
- HR : 96 x/i
- RR : 32 x/i
- TEMP : 36,5oc

Kepala Mata : Refleks cahaya +/+, pupil isokor kanan =kiri,


anemis (-), ikterus (-)

Hidung : Tidak ditemukan kelainan

Mulut : Tidak ditemukan bercak-bercak putih pada


rongga mulut, bibir tidak sianosis.

Telinga : Tidak ditemukan kelainan


Leher TVJ (R-2) cmH2O, trakea medial, pembesaran KGB (-),
pembesaran kelenjar tiroid (-), tidak didapatkan massa
tumor

DADA DEPAN Atas Tengah Bawah

Inspeksi Simetris kiri dan kanan

Palpasi Tidak ada massa tumor, tidak ada nyeri tekan, vocal
fremitus simetris kiri=kanan

Perkusi Paru : Sonor Paru : Paru : Sonor


Sonor

Auskultasi Vesikuler Vesikuler SP vesikuler normal, ST (-


normal, ST (-) normal, ST )
(-)
DADA BELAKANG Atas Tengah Bawah

Inspeksi Simetris kanan = kiri

Palpasi Vocal fremitus simetris kiri=kanan

Perkusi Paru : sonor Paru : sonor Paru : sonor

Auskultasi Vesikuler Vesikuler SP vesikuler


normal, ST (-) normal, ST (-)
ST (-)

Jantung Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak

Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V-VI linea


medioklavikularis sinistra, Kuat angkat.

Perkusi : Beda, batas jantung kiri : kesan membersar kekiri


dengan batas jantung kiri sesuai dengan ictus cordis
terletak pada sela iga 5-6 linea medioklavikularis
kiri/LMCS

Batas JantungKanan : di ICS IV-V

Batas JantungAtas : di ICS II-III

Auskultasi : Bunyi jantung A1>A2, P1<P2,T1>T2,


M1>M2, bunyi tambahan Pulmonal (+)

Abdomen Inspeksi : Pulsasi epigastrika(+)

Palpasi :Nyeri tekan (-) permukaan rata tumpul, Lien tidak


teraba

Perkusi : Thympani (+)

Auskultasi : peristaltik (N)

Kelamin Laki-laki, tidak ada kelainan

Ekstremitas Superior : Dalam batas normal, tidak pucat

Inferior : Edema (-)

DIFERENSIAL DIAGNOSA

1 Hipertensi Krisis
2 HHD II-III + LVH
3 CHF ec PJK
4 CHF ec Cardiomyopati

Nama Ahmad Saori


Alamat Jl. Sutoma
Indikasi Opname Hipertensikrisis
Luaran 1. Mengatasi nyeri kepala
2. Mengatasi sesak nafas, dan nyeri
dada
3. Meminimalisasi terjadinya
komplikasi.
4. Mengidentifikasikan komplikasi
5. Tensi terkontrol.
Kompetensi saya 4
Expected Los 3 hari
Prinsip Perawatan yang ingin di capai 1. Mengatasi nyeri kepala
2. Mengatasi sesak dan nyeri dada
3. Mengidentifikasikan komplikasi
4. Tensi terkontrol
5. Banyak istrahat
Alur pulang Pasien keluar dari RS harus kontrol ke
Poliklinik bagian interna apabila ada
keluhan sesudah dipulangkan.

TRIASE(UGD)

Diet Makanan biasa


Aktivitas Bed rest
Penjajagan Darah rutin, Urine Rutin , faces , Ureum, Kreatinin, EKG,
Echo Cardiogaram,Foto Thoraks, KGD, Lipid Profile,
Asam Urat.
Terapi suportif -
Terapi utama IVFD RL 10 gtt/I
O2 4 – 6 L/i
Inj. Furrosemide 40mg/6 jam
Nipedipine 10 mg sublingual 6 tab/hari
Captopril 25 mg 2 x 1
Aspilet100 mg 1 x 1
Propanolol 10-40 mg 2 x 1
Evaluasi VITAL SIGN
- Sensorium : Compos Mentis
- TD : 220/110 mmHg
- HR : 96x/i
- RR : 32x/i
- TEMP : 36,5 oC
Konsul ke INTERNIS
Penjelasan Berdasarkan dari anamnese dan pemeriksaan fisik yang
telah saya lakukan pada saudara, saudara menderita
penyakit Hipertensi Krisis terjadinya tekanan darah yang
tidak terkontrol, maka saudara harus dirawat dan akan
dilakukan pemeriksaan untuk memonitor dan mengatasi
kemungkinan terjadinya peningkatan tekanan darah dan
sesak nafas.
Target Rawatan Menjaga kestabilan penurunan dan peningkatan tekanan
UGD darah, nyeri kepala teratasi, serta sesak nafas teratasi
dengan baik.

TRANSPORT KE RUANGAN

NO PERIHAL KETERANGAN
1 Model transportasi Pasien diantar dengan menggunakan bed, diantar
oleh 2 perawat mencegah jatuh, dipasang O2 4-6
L dan infuse.
2 Serah terima Serah terima asuhan keperawat ruangan
1. Obat-obat yang sudah diberikan
2. Tingkat keseriusan pasien mengenai
Tingginya tekanan darah (banyak yang
kurang paham)
3 Lain-lain Diingatkan tingkat keseriusan pasien

DAY TO DAY CARE RUANGAN


PERIHAL 3 JAM PERTAMA HARI II

Diet MB MB
Aktivitas Bed rest Bed rest
Vital sign Sensorium : Compos Mentis Sensorium ComposMentis
TD : 200/100 mmHg TD 180/90 mmHg
HR : 100 x/i HR 100 x/i
RR : 36 x/i RR 36 x/i
Temp : 36,7ºC Temp 36,2ºC
Rencana Darah rutin, Urine Rutin , Ureum, Darah rutin, Urine Rutin ,
Penjajagan Kreatinin, EKG, Foto Thoraks, Ureum, Kreatinin, EKG, Foto
KGD, Lipid Profile, Asam Urat. Thoraks, KGD, Lipid Profile,
Asam Urat.
Hasil Darah rutin
Penjajagan Hb : 12,5 gr/dl
LED : 15 mm/jam
Leukosit : 11.000 mm³
Trombosit : 215.000 u/l
HT : 37 %

Urine rutin
Warna : Kuning Jernih
Berat Jenis : 1.020
Eritrosit : (-)
Protein : (-)
Leukosit : (-)
Bakteri : (-)

Fungsi
Ginjal
Ureum : 36,48 mg/%
Creatinin : 0,96 mg/%
Asamurat : 7,6 mg%

Lipid
profile : 180 mg/%
Cholesterol
total : 40 mg/%
HDL
cholesterol : 100 mg/%
LDL
Trigliserida : 120 mg/%

EKG Normal Sinus


: Rhythm, Left
Axis
Deviation, Left
Ventriculer
Hypertrophy,
Iskemik
Anterior
Ekstensif.

DBN
Foto thorax 95 mg/dl
KGD ad
random
Terapi IVFD RL 10 gtt/I IVFD RL 10 gtt/I
penunjang
O2 4 – 6 L/i O2 4 – 6 L/i

Inj. Furrosemide 40 mg /6 jam Inj. Furrosemide 40mg/6 jam

Nipedipine 10 mg sublingual 2 Nipedipine 10 mg sublingual 2


tab/hari tab/hari

Captopril 25 mg 2 x 1 tab Captopril 25 mg 2 x 1 tab

Aspilet 100 mg 1 x 1 tab Aspilet 100 mg 1 x 1 tab

Propanolol 10-40 mg 2 x 1 Propanolol 10-40 mg 2 x 1tab

Evaluasi Sesak nafas Sesak nafas


Keluhan Tekanan darah Tekanan darah
Nyeri Kepala Nyeri Kepala
Nyeri dada Nyeri dada
Target - Nyeri kepala, sesak napas, - Nyeri kepala, sesak napas,
Perawatan nyeri dada (+) nyeri dada mulai berkurang
Harian - Tekanan darah belum stabil - Tekanan darah mulai stabil
Discharge - Tekanan darah masih belum - Tekanan darah harus tetap
planning stabil dikontrol dan diturunkan
dan harus tetap dikontrol dan - Saya sarankan untuk tetap diet
diturunkan dengan obat. garam dan diet makanan
- Harus dirawat dan akan berlemak.
dilakukan pemeriksaan untuk
memonitor dan mengatasi
tekanan darah dan sesak nafas,
nyeri kepala dan nyeri dada.
- Bedrest Total

PERIHAL HARI III

Diet MB
Aktivitas Bed rest
Vital sign Sensorium : Compos Mentis
TD : 140/80 mmHg
HR : 92x/i
RR : 24 x/i
Temp : 36,5ºC
Rencana -
penjajagan
Hasil -
penjajagan
Terapi IVFD RL 10 gtt/ I
penunjang
O2 4 – 6 L/i

Inj. Furosemide 40mg / 6 jam

Nipedipine 10 mg sublingual 2 tab/hari

Captopril 25 mg 2 x 1

Aspilet 100 mg 1 x 1

Propanolol 10-40 mg 2 x 1

Evaluasi Sesak nafas


keluhan Tekanan darah
Nyeri Kepala
Nyeri dada
Target - Nyeri Kepala dan sesak napas (-)
Perawatan - Nyeri dada (-)
Harian - Tekanan darah mulai stabil
Penjelasan - Tekanan darah mulai stabil dan harus dikontrol
- Selanjutnya bias berobat jalan dengan meneruskan obat minum
dan control kembali ke bagian poli Penyakit Dalam /Spesialis
jantung.

DISCHARGE PLANNING ( PERSIAPAN PEMULANGAN PASIEN )

NO HAL PENJELASAN
1 Obat Tensi tetap dikontrol
Obat harus dimakan secara teratur.
2 Diet/makanan Usahakan makan 3x sehari
Makan yang seimbang dan sesuai kalori
kebutuhan
Hindari makanan tinggi garam dan
meningkatkan kolesterol
3 Pantangan Makanan yang meningkatkan kolesterol,
Makanan tinggi garam,
Rokok dan alcohol
Hindari aktivitas yang terlalu berat
Hindari makan berpengawet
4 Aktivitas Aktivitas dibatasi, jangan diporsir dulu
bekerja untuk beberapa saat setelah pulang
dari opname
5 Lain-lain - Tekanan darah dikontrol
- Kontrol ulang sesuai dengan anjuran dokter
- Kontrol ke RSUD : Bagian Penyakit
Dalam/ Nefrologi

TRANSPORT PULANG SEMBUH

NO PERIHAL KETERANGAN
1 Metode transportasi Pakai kursi roda dari ruangan
sampai ke mobil yang akan
membawa pasien pulang
kerumahnya, tidak boleh jalan
sendiri dari rumah sakit.
2 Serah terima Perawat ruangan menyerahkan
kepada keluarga, serah terima
pasien, terapi yang sudah diberi,
hasil penjajagan dan obat yang
diserahkan kepada keluarga
3 Lain-lain Serah terima pasien, berikan
terapi, hasil penjajagan dan obat
lain nya kepada keluarga.

CATATAN TAMBAHAN ICD

Hipertensi Krisis merupakan suatu keadaan klinis yang ditandai


oleh tekanan darah yang sangat tinggi dengan kemungkinan akan
timbulnya atau telah terjadi kelainan organ target. Pada umumnya
hipertensi krisis terjadi pada pasien hipertensi yang tidak atau lalai
memakan obat antihipertensi.
- TS >180 mmHg dan atau
- TD > 120 mmHg
Pada penderita hipertensi yang memerlukan penanggulangan yang
cepat dan tepat

Klasifikasi
1. Hipertensi emergensi
Naiknya TD secara mendadak yang disertai kerusakan organ
target yang progresif. Pada keadaan ini memerlukan penurunan TD
yang segera dalam kurun waktu menit atau jam.
2. Hipertensi urgensi
Naiknya TD secara mendadak yang tidak disertai kerusakan
organ target.
Penurunan TD pada keadaan ini harus dilaksanakan dalam kurun waktu
24-48 jam.

11. Apa saja dasar hukum Clinical Pathway?

Jawab:
1. UU no 23/1992 tentang kesehatan
2. UU no. 29/2004 tentang praktik kedokteran
3. Permenkes RI No.159b/Menkes/Per/II/1988 tentang rumah
sakit
4. KepMenkes RI No.436/1993 tentang berlakunya standar
pelayanan rs dan SPM rumah sakit
5. PerMenkes RI No.920 Menkes/Per/XII/1996 tentang Upaya
Pelayanan Kesehatan RS Swasta di bidang medik
6. KepMenkes RI No.496/Menkes/SK/IV/2005 tentang
Pedoman audit medis di RS
7. KepMenkes RI No. 631/Menkes/SK/IV/2005 tentang
Peraturan Internal Staf Medis.

12. Proses implementasi pada Clinical Pathway serta evaluasinya?


Jawab: Implementasi clinical pathway yang sudah diterapkan perlu
diukur efektifitasnya dalam menurunkan rata-rata lama dirawat dan
menghasilkan outcomes yang lebih baik.

Menurut dr. Hanevi Djasri, MARS, konsultan dari PMPK FK

UGM, terdapat sekitar tujuh tujuan utama

implementasi clinical pathway:

1. memilih pola praktek terbaik dari berbagai

macam variasi pola praktek,

2. menetapkan standar yang diharapkan mengenai

lama perawatan dan penggunaan prosedur klinik

yang seharusnya,

3. menilai hubungan antara berbagai tahap dan

kondisi yang berbeda dalam suatu proses dan

menyusun strategi untuk mengkoordinasi agar

dapat menghasilkan pelayanan yang lebih cepat

dengan tahap yang lebih sedikit,


4. memberikan informasi kepada seluruh staf yang

terlibat mengenai tujuan umum yang harus

tercapai dari sebuah pelayanan dan apa peran

mereka dalam proses tersebut,

5. menyediakan kerangka kerja untuk

mengumpulkan dan menganalisa data proses

pelayanan sehingga penyedia layanan dapat

mengetahui seberapa sering dan mengapa

seorang pasien tidak mendapatkan pelayanan

sesuai dengan standar,

6. mengurangi beban dokumentasi klinik,

7. meningkatkan kepuasan pasien melalui

peningkatan edukasi kepada pasien (misalnya

dengan menyediakan informasi yang lebih tepat

tentang rencana pelayanan).


DAFTAR PUSTAKA

Tribowo anang.. 2018. Peran Komite Medik Dalam Pembentukan Panduan Praktik
Klinis.Denpasar

Depkes. (2005). Buku Petunjuk Pengisian, Pengolahan, dan Penyajian Data Rumah Sakit.
Jakarta : Depkes RI.
Hatta, G.R. (2012). Pedoman Manajemen Informasi Kesehatan di Sarana Pelayanan
Kesehatan. Jakarta : UI-Press.

Pahriyani, A. (2014). Implementasi Clinical Pathway terhadap Outcome Klinik dan Eknomik
pada Pasien Acute Coronary Syndrome (ACS) di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Tesis.
Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014 tentang Panduan
Praktik Klinis bagi Dokter Di fasilitas Kesehatan Primer

Rahma Puti Aulia, 2013 Implementasi Clinical Pathway Untuk Kendali Mutu
dan Kendali Biaya Pelayanan Kesehatan Majalah Dental&Dental

Anda mungkin juga menyukai