Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

CLINICAL PATHWAY DAN PPK

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Manajemen Keperawatan II


Dosen Pembimbing : Agus Santoso, SKp. M.Kep

Disusun oleh:
Kelompok 7/ Kelas A.161
Khosidah 22020116120024
Khoirul Bariyah 22020116120047
Anis Dwi Prasetyani Putri 22020116130087
Tyas Widi Rahayu 22020116130088
Annisa Maarifatul Isna 22020116130114

DEPARTEMEN ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2019

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Clinical Pathway (CP) merupakan alur klinis atau konsep perencanaan


pelayanan kesehatan terpadu yang sering digunakan di berbagai rumah sakit.
Clinical Pathway merangkum setiap langkah yang diberikan kepada pasien
berdasarkan standar pelayanan medis, standar asuhan keperawatan, dan standar
pelayanan tenaga kesehatan lainnya (Rivany, 2009). Menurut Gang Du, et.al
(2013) CP menunjukkan secara detail tahap-tahap penting dari pelayanan
kesehatan mulai saat penerimaan hingga pemulangan pasien. CP merupakan
pelayanan terintegrasi dari para professional di bidang kesehatan (dokter,
perawat/bidan, nutrisionis, dan farmasis) yang akan membangun suatu
kontinuitas pelayanan selama pasien dirawat di Rumah Sakit. Kontinuitas
pelayanan merupakan hal yang sangat penting dalam meningkatkan mutu
pelayanan kepada pasien, sehingga CP dijadikan sebagai salah satu perangkat
untuk kendali mutu.

CP memberikan tata laksana dengan standar pelayanan yang dianggap


sesuai. Pelayanan dalam CP bersifat multidisiplin sehingga semua pihak yang
terlibat dalam pelayanan (dokter/dokter gigi, perawat, fisioterapis, dll) dapat
menggunakan format sarana. Format tersebut memiliki kelebihan yaitu sebagai
perkembangan pasien dapat dimonitor setiap hari, baik intervensi maupun
outcomenya. Oleh karena itu maka CP paling layak dibuat untuk penyakit atau
kondisi klinis yang memerlukan pendekatan multidisiplin, dan perjalanan
klinisnya dapat diprediksi. (TIM CP & PPK RSUD dr. Saiful Anwar, 2017).
Dalam penerapan tata laksana yang sesuai diperlukan standar prosedur
oprasional sebagai acuan.

PPK (Panduan Praktik Klinik) merupakan istilah teknis sebagai


pengganti standar prosedur oprasional (SPO) sebagaimana yang telah
diterapkan dalam Undang-undang praktik kedokteran keperawatan.
Penggantian ini perlu untuk menghindarkan kesalahpahaman yang mungkin
terjadi, bahwa "standar" merupakan hal yang harus dilakukan pada semua
keadaan. jadi secara teknis standar prosedur operasional (SPO) dibuat berupa
panduan praktik klinis (PPK) yang dapat berupa atau disertai dengan salah satu
atau lebih: alur klinis (clinical pathway), protokol, prosedur, algoritme,
standing order. Para dokter melakukan praktik PPK untuk menegakan
diagnosa, memberikan pengobatan dan untuk memberikan penjelasan pada
pasien dan keluarganya tentang kemungkinan hasil hasil pengobatan. PPK
seharusnya dibuat untuk semua jenis penyakit atau kondisi klinis yang
ditemukan dalam fasyankes. Namun dalam pelaksanaannya dapat dibuat secara
bertahap, dengan mengedepankan misalnya 10 penyakit tersering yang ada di
tiap bagian yang high volume, high cost, dan high risk or impact (TIM CP &
PPK RSUD dr. Saiful Anwar, 2017).

B. Tujuan
- Tujuan Umum
Untuk memahami terkait Clinical Pathway (CP) dan PPK (Panduan
Praktik Klinik)
- Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui pengertian Clinical Pathway (CP) dan PPK
(Panduan Praktik Klinik)
2. Untukmmengetahui tujuan dari Clinical Pathway (CP) dan PPK
(Panduan Praktik Klinik)
3. Untuk mengetahu prinsip-prinsip penyusunan Clinical Pathway (CP
4. Untuk mengetahu langkah-langkah penyusunan Clinical Pathway (CP
5. Untuk mengidentifikasi penerapan PPK (Panduan Praktik Klinik) di
lapangan kerja.
1. CLINICAL PATHWAY
A. DEFINISI
Clinical pathway atau juga dikenal dengan nama lain seperti:
critical care pathway, integrated care pathway, coordinated vare pathway,
caremaps, atau anticipated recovery pathway, adalah sebuah rencana yang
menyediakan secara detail setiap tahap penting dari pelayanan kesehatan,
bagi sebagian besar pasien dengan masalah klinis (diagnosis atau
prosedur) tertentu, berikut dengan hasil yang diharapkan (Djasri, 2006).
Clinical pathway dapat didefinisikan sebagai pendekatan
multidisiplin yang berbasis waktu yang digunakan untuk membantu
pasien-pasien tertentu mencapai luaran positif yang diharapkan. Langkah-
langkah dalam pathway seharusnya berlaku bagi sebagian besar pasien
untuk suatu luaran yang diharapkan. Kondisi klinis pasien tentulah tidak
sama, dan perubahan kondisi klinis pastilah seringkali terjadi, sehingga
diperlukan fleksibilitas suatu pathway. Clinical pathway merupakan
perangkat koordinasi dan komunikasi bagi para petugas yang terlibat
dalam tatalaksana pasien yang sama. Clinical pathway merupakan
perangkat bantu untuk penerapan standar pelayanan medik (Rozany,
Yuliansyah, & J Susilo, 2017).
Clinical pathway dibuat oleh suatu tim yang independen yang
merupakan gabungan dari berbagai profesi, yaitu dokter, perawat, dan
perawat professional di bidang penyakit yang diderita pasien. Pada pasien
dengan kasus bedah, clinical pathway dibuat mulai dari perioperative care,
post operative care, hingga discharge planning. Hal spesifik yang
dimasukkan ke dalam pathway adalah alat drain, obat- obatan, kriteria
kapan peralatan tersebut harus dilepas, diet pasien, pemeriksaan
laboratorium dan radiologi (Rozany et al., 2017).

B. TUJUAN PEMBERLAKUAN CLINICAL PATHWAY


Menurut (Rozany et al., 2017) yaitu:
1. Meningkatkan mutu pelayanan medis dengan proses pelayanan yang
lebih terstandarisasi dan terkoordinasi dengan baik.
2. Meningkatkan mutu dokumentasi.
3. Meningkatkan pengukuran proses dan luaran pelayanan klinis.
4. Meningkatkan koordinasi antara tim yang terlibat dalam proses
pelayanan medis.

C. KOMPONEN UTAMA CLINICAL PATHWAY


Ada 4 komponen utama clinical pathway, yaitu meliputi (Fallis, 2013):
a. Kerangka waktu
Kerangka waktu menggambarkan tahapan berdasarkan pada hari
perawatan atau berdasarkan tahapan 15 pelayanan seperti: fase pre-
operasi, intraoperasi dan pasca operasi.
b. Kategori asuhan
Kategori asuhan berisi aktivitas yang menggambarkan asuhan seluruh
tim kesehatan yang diberikan kepada pasien.
c. Kriteria hasil
Kriteria hasil memuat hasil yang diharapkan dari standar asuhan yang
diberikan, meliputi kriteria jangka panjang yaitu menggambarkan
kriteria hasil dari keseluruhan asuhan dan jangka pendek, yaitu
menggambarkan kriteria hasil pada setiap tahapan pelayanan pada
jangka waktu tertentu.
d. Pencatatan varian
Lembaran varian mencatat dan menganalisis deviasi dari standar yang
ditetapkan dalam clinical pathway. Kondisi pasien yang tidak sesuai
dengan standar asuhan atau standar yang tidak bisa dilakukan dicatat
dalam lembar varian.

D. PRINSIP PENYUSUNAN CLINICAL PATHWAY


Prinsip dalam dalam penyusunan clinical pathway, memenuhi beberapa
hal mendasar, seperti (Fallis, 2013) :
1. Seluruh kegiatan pelayanan yang diberikan harus secara integrasi
dan berorientasi fokus terhadap pasien serta berkesinambungan.
2. Melibatkan seluruh profesi yang terlibat dalam pelayanan rumah
sakit terhadap pasien.
3. Dalam batasan waktu yang telah ditentukan sesuai dengan keadaan
perjalanan penyakit pasien dan dicatat dalam bentuk periode harian
untuk kasus rawat inap atau jam untuk kasus kegawatdaruratan.
4. Mencatat seluruh kegiatan pelayanan yang diberikan kepada pasien
secara terintegrasi dan berkesinambungan ke dalam dokumen
rekam medis.
5. Setiap penyimpangan langkah dalam penerapan clinical pathway
dicatat sebagai varians dan dilakukan kajian analisis dalam bentuk
audit.
6. Varians tersebut dapat karena kondisi perjalanan penyakit, penyakit
penyerta atau komplikasi maupun kesalahan medis.
7. Varians tersebut dipergunakan sebagai salah satu parameter dalam
rangka mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan.
E. ALUR PROSES PENYUSUNAN CLINICAL PATHWAY

Gambar 1. Skema alur pengembangan clinical pathway


Sumber: Queensland government. A toolkit for developing a clinical pathway (2005)
F. FORM BENTUK UMUM DARI CLINICAL PATHWAY
Seacara umum clinical pathway ditulis dalam bentuk formulit matrix
dengan aspek pelayanan di satu sisi, dan waktu pelayanan disisi yang lain
(Gambar 1). Interval waktu biasanya dalam hitungan hari mengikuti instruksi
klinik harian, namun hal ini dapat berbeda tergantung dari perjalanan dan
perkembangan penyakit atau tindakan yag ada (misalnya clinical pathway
untuk penyakit kronis mungkin memiliki interval waktu perminggu atau
bulan)
Clinical pathway mengintegrasikan protocol terapi, rencana asuhan
keperawatan dan aktifitas dari pelayanan klinik dalam sebuah rencana
pelayanan yang secara jelas mendefinisikan harapan dari perkembangan dan
outcome yang akan didapat oleh pasien. Umumnya clinical pathway
dikembangkan untuk diagnose atau tindakan yang “high-volume”, “high-risk”
dan “high-cost”. Clinical pathway umumnya banyak dikembangkan di rumah
sakit namun saat ini secara bertahap sudah mulai diperkenalkan ke sarana
pelayanan kesehatan lain seperti nursing homes.
II. Panduan Praktik Klinis (PPK)
A. PPK (Panduan Praktik Klinis)
Panduan praktik klinis adalah istilah teknis sebagai pengganti
standar prosedur operasional (SPO) dalam undang-undang praktik
kedokteran 2004 dan undang undang keperawatan yang merupakan istilah
administrative. Penggantian ini perlu untuk menghindarkan
kesalahpahaman yang mungkin terjadi, bahwa "standar" merupakan hal
yang harus dilakukan pada semua keadaan. Jadi secara teknis standar
prosedur operasional (SPO) dibuat berupa panduan praktik klinis (PPK)
yang dapat berupa atau disertai dengan salah satu atau lebih: alur klinis
(clinical pathway), protokol, prosedur, algoritme, standing order (Pinzon,
2016).
Dalam tataran pelaksanaan, PPK mungkin memerlukan satu atau
lebih perangkat untuk merinci panduan agar dapat dilakukan secara
spesifik dalam bentuk alur klinis (clinical pathway), algoritme (diagram
pengambilan keputusan cepat), protocol (panduan pelaksanaan tugas yang
cukup kompleks) , prosedur (panduan langkah-langkah tugas teknis), atau
standing orders (instruksi tetap kepada perawat)(Pinzon, 2016).
PPK seharusnya dibuat untuk semua jenis penyakit atau kondisi
klinis yang ditemukan dalam fasyankes. Namun dalam pelaksanaannya
dapat dibuat secara bertahap, dengan mengedepankan misalnya penyakit
tersering yang ada di tiap bagian yang high volume, high cost, dan high
risk or impact di sebuah rumah sakit, PPK dibuat atas penyakit yang
terbanyak di masing-masing divisi (Pinzon, 2016).

B. Tujuan PPK
a. Meningatkan mutu pelayanan pada keadaan klinis dan lingkungan
tertentu.
b. Mengurangi jumlah intervensi yang tidak perlu atau berbahaya.
c. Memberikan opsi pengobatan terbaik dengan keuntungan maksimal.
d. Memberikan opsi pengobatan dengan risiko terkecil.
e. Memberikan tata laksana dengan biaya yang memadai.
C. ISI Format Praktik Klinis PPK
Pada umumnya PPK berisi butir-butir berikut (Pinzon, 2016) :
a. Pengertian
b. Anamnesis
c. Pemeriksaan fisik
d. Prosedur diagnostik
e. Diagnosis kerja
f. Diagnosis banding
g. Pemeriksaan penunjang
h. Tata laksana
i. Edukasi
j. Prognosis
k. Tingkat evidens
l. Tingkat rekomendasi
m. Penelaah kritis
n. Rekomendasi
o. Daftar Pustaka

D. Contoh Format Panduan Praktik Klinis (PERSI, 2015):

Logo PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)


RS

1. Pengertian (Definisi)
2. Anamnesis
3. Pemeriksaan Fisik
4. Kriteria Diagnostik
5. Diagnosis Kerja
6. Diagnosis Banding
7. Pemeriksaan penunjang
8. Tata laksana
9. Edukasi (Hospital Health
Promotion)
10. Prognosis
11. Tingkat Evidens
12. Tingkat Rekomendasi
13. Penelaah Kritis
14. Indikator
15. Kepustakaan

E. Penerapan PPK
Panduan praktik klinis (termasuk Clinical pathway, algoritme,
protokol, prosedur, standing orders) merupakan panduan yang harus
diterapkan sesuai dengan keadaan pasien. Oleh karena itu, dapat
dikatakan bahwa semua Panduan Praktik Klinis (PPK) bersifat
rekomendasi atau advis (PERSI, 2015).

Berikut alasan mengapa Panduan Praktik Klinis (PPK) harus


diterapkan dengan memperhatikan kondisi pasien secara individual
(PERSI, 2015):
a. Panduan Praktik Klinis (PPK) dibuat untuk ‘average patients’.
contoh : Pasien dengan demam tifoid ada yang masih dapat bekerja
seperti biasa ada yang hampir meninggal. Panduan Praktik Klinis
(PPK) dibuat bukan untuk kedua ekstrem tersebut, melainkan
untuk pasien rata-rata demam tifoid : demam 5 hari atau lebih,
lidah kotor, tidak mau makan minum, mengigau dasn seterusnya.
b. Panduan Praktik Klinis (PPK) dibuat untuk penyakit atau kondisi
kesehatan tunggal.
contoh : Pada pasien dengan demam tifoid, seolah-olah pasien
tersebut hanya menderita demam tifoid, dia tidak hipertensi, tidak
ada asma, tidak obesitas dan sebagainya. Padahal dalam praktik
seorang pasien datang dengan keluhan utama yang sesuai dengan
demam tifoid, namun mungkin juga menderita diabetes, hipertensi
dan sebagainya.
c. Respon pasien terhadap prosedur diagnostik dan terapeutik sangat
bervariasi
contoh : Ada pasien yang disuntik penisilin jutaan unit tidak apa-
apa, namun ada pasien lain yang baru disuntik beberapa unit sudah
kolaps atau manifestasi anafilaksis lain.
d. Panduan Praktik Klinis (PPK) dianggap valid pada saat dicetak
Kemajuan teknologi kesehatan berlangsung sangat cepat.
Contohnya bila suatu obat yang semula dianggap efektif dan aman,
namun setahun kemudian terbukti memiliki efek samping yang
jarang namun fatal, misalnya disritmia berat maka obat tersebut
tidak boleh diberikan. Di lain sisi, bila ada obat lain yang lebih
efektif, tersedia, dapat dijangkau, lebih aman, lebih sedikit efek
sampingnya, maka obat tersebut harus diberikan sebagai pengganti
obat yang ada dalam Panduan Praktik Klinis (PPK).
e. Panduan Praktik Klinis (PPK) modern mengharuskan kita
mengakomodasi apa yang dikehendaki oleh keluarga pasien
Sesuai dengan paradigma evidence-based practice, yakni dalam
tata laksana pasien diperlukan kompetensi dokter, perawat,
nutrisionis, apoteker dan tenaga kesehatan lainnya, maka clinical
decision making process harus menyertakan persetujuan pasien.
Bila menurut tenaga profesional suatu tindakan perlu dilakukan
namun keluarga pasien tidak setuju, maka keputusan dari pihak
pasien dan keluarga harus tetap dihargai, tentunya setelah pasien
dan keluarga mendapatkan penjelasan yang lengkap sebelumnya.

F. Revisi PPK
Panduan Praktik Klinis (PPK) merupakan panduan terkini untuk
tata laksana pasien, karenanya kita harus selalu mengikuti kemajuan
ilmu dan teknologi kedokteran, keperawatan, gizi dan tenaga kesehatan
lainnya. Untuk itu Panduan Panduan Klinis (PPK) secara periodik
perlu dilakukan revisi, biasanya setiap 2 tahun. Idealnya meskipun
tidak ada perbaikan, peninjauan tetap dilakukan setiap 2 tahun.
Masukan untuk revisi diperoleh dari pustaka mutakhir serta
pemantauan rutin apakah Panduan Praktik Klinis selama ini dapat dan
sudah dikerjakan dengan baik (PERSI, 2015).
Untuk menghemat anggaran, di rumah-rumah sakit yang sudah
mempunyai Panduan Praktik Klinis (PPK), Panduan Asuhan
Keperawatan (PAK), Panduan Asuhan Gizi (PAG), dan Panduan
Asuhan Kefarmasian (PAKf) dan panduan-panduan lain dapat di
upload yang dapat diakses setiap saat oleh para dokter dan profesional
lainnya dan bila perlu dicetak (PERSI, 2015).

G. Contoh PPK

Logo PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)


RS
APENDISITIS AKUT
1. Pengertian Penyumbatan dan peradangan akut pada usus buntu
(Definisi) dengan jangka waktu kurang dari 2 minggu
2. Anamnesis 1. Nyeri perut kanan bawah
2. Mual
3. Anoreksi
4. Bisadisertai dengan demam

3. Pemeriksaan 1. Nyeri tekan McBurney


Fisik 2. Rovsing sign (+)3
3. Psoas sign (+)4
4. Blumberg sign (+)
5. Obturator sign (+)
6. Colok dubur : nyeri jam 9-11
4. Kriteria 1. Memenuhi kriteria anamnesis (no 1)
Diagnostik 2. Memenuhi kriteria pemeriksaan fisik No 1
5. Diagnosis Kerja Apendisitis akut
6. Diagnosis 1. Urolotiasis dekstra
Banding 2. UTI dekstra
3. Adneksitis
4. Kista ovarium terpuntir
7. Pemeriksaan 1. Darah rutin, masa perdarahan, masa
penunjang pembekuan
2. Ureum kreatinin
3. GDS
4. HbsAG
5. Tes Kehamilan (kalau perlu)
6. USG abdomen

8. Tata laksana 1. Apendiktomi perlaparaskopik


2. Open appendektomi
3. Hanya kalau ada kontra indikasi mutlak
4. 3 hari
9. Edukasi 1. penjelasan diagnosa, diagnosa banding,
(Hospital pemeriksaan penunjang
Health 2. penjelasan rencana tindakan, lama tindakan,
Promotion) resiko dan komplikasi
3. penjelasan alternatif tindakan
4. penjelasan perkiraan lama rawat
10. Prognosis Advitam : dubia adbonam
Ad Sanationam : dubia adbonam
Ad Fungsionam : dubia adbonam
11. Tingkat Evidens I untuk tindakan no 1 dan 2
12. Tingkat B
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis 1. SMF Bedah umum
2. SF Bedah digestif
14. Indikator 1. keluhan berkurang
2. lama hari rawat 3 hari
3. tidak terjadi infeksi luka operasi
4. kesesuaian dengan hasil PA

15. Kepustakaan 1. Buku ajar ilmu bedah, Sjamsuhidayat


2. Principal of surgery, Schwarts
3. Konsensus Nasional Ikabi
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA

Djasri, H. (2006).Kajian Singkat Penyusunan dan Penerapan Clinical Pathway di


Pusat Jantung Terpadu RSCM. Materi Seminar Nasional Casemix -
DRG’s, Hotel Santika – Jakarta.
Gang Du. (2013). Clinical Pathway Sceduling Using Hybrid Genetic Algorihm. J

Med Sys, 37:9945

Tim CP &PPK RSUD dr.Saiful Anwar. (2017). Panduan Praktik Klinik dan
Clinical Pathway (Perencanaan, Implementasi, Monitor dan Evaluasi).
Malang : RSUD dr. Saiful Anwar,

Anda mungkin juga menyukai