Anda di halaman 1dari 13

BAB I

DEFINISI
A. Pendahuluan
Clinical pathway (CP, alur klinis) memiliki banyak sinonim, yakni care pathway, care
map, integrated care pathways, multidisciplinary pathways of care, pathways of care,
collaborative care pathways. Clinical Pathways (CP) adalah suatu konsep perencanaan
pelayanan terpadu yang merangkum setiap langkah yang diberikan kepada pasien
berdasarkan standar pelayanan medis dan asuhan keperawatan yang berbasis bukti
dengan hasil yang terukur dan dalam jangka waktu tertentu selama di rumah sakit.
Pedoman praktek klinik, clinical care parthways dan protocol klinik adalah relevan
dengan populasi dari pasien, dan misinya adalah:
1. Dipilih dari yang dianggap cocok dengan pelayanan dalam organisasi dan pasien
(termasuk dalam proses ini adalah bila saat ada pedoman nasional yang wajib)
2. Dipilih berdasarkan ilmu dan penerapan
3. Disesuaikan jika perlu dengan teknologi, obat, sumber daya lain di organisasi atau
dari norma profesi secara nasional.
4. Disetujui secara formal dan resmi
5. Diterapkan dan di monitor agar digunakan secara konsisten dan efektif
6. Didukung oleh staf terlatih melaksanakan pedoman atau pathways
7. Diperbaharui secara berkala berdasarkan bukti dan hasil evaluasi dari proses dah
hasil (outcome)
Clinical Pathways dibuat untuk memberikan rincian apa yang harus dilakukan pada
kondisi klinis tertentu. Clinical pathways memberikan rencana tata laksana hari demi hari
dengan standar pelayanan yang dianggap sesuai. Pelayanan dalam clinical pathways
bersifat multidisiplin sehingga semua pihak yang terlibat dalam pelayanan (dokter/dokter gigi,
perawat, fisioterapist, dll) dapat menggunakan format yang sama.
Kelebihan format ini adalah perkembangan pasien dapat dimonitor setiap hari, baik
intervensi maupun outcome-nya. Oleh karenanya clinical pathways paling layak dibuat untuk
penyakit atau kondisi klinis yang bersifat multidisiplin, dan perjalanan klinisnya dapat
diprediksi (pada setidaknya 70% kasus). Bila dalam perjalanan klinis ditemukan hal-hal yang
menyimpang, ini harus dicatat sebagai varian yang harus dinilai lebih lanjut.
Perjalanan klinis dan outcome penyakit yang dibuat dalam clinical pathways dapat
tidak sesuai dengan harapan karena:
a. Memang sifat penyakit pada individu tertentu,
b. Terapi tidak diberikan sesuai dengan ketentuan,
c. Pasien tidak mentoleransi obat, atau
d. Terdapat ko-morbiditas.

1
Apa pun yang terjadi harus dilakukan evaluasi dan dokter memberikan intervensi
sesuai dengan keadaan pasien. Apakah untuk semua jenis penyakit perlu dibuat clinical
pathways? Jawabnya adalah tidak. Pada umumnya di suatu rumah sakit umum hanya 30
persen pasien yang dirawat dengan menggunakan clinical pathways. Selebihnya pasien
dirawat dengan prosedur biasa (usual care). Clinical pathways hanya efektif dan efisien
apabila dilaksanakan untuk penyakit atau kondisi kesehatan yang perjalanannya predictable,
khususnya bila memerlukan perawatan multidisiplin.
Apakah clinical pathways dibuat untuk memperoleh rincian biaya? Tidak. Clinical
pathways mungkin dapat menjadikan biaya perawatan menjadi lebih murah untuk kualitas
yang sama atau lebih baik dibanding dengan perawatan standar. Data clinical pathways
juga dapat menjadi masukan untuk program lain yang menyangkut pembiayaan, misalnya
”diagnostic related group” (DRG). Namun clinical pathways tidak dibuat untuk memperoleh
rincian biaya perawatan, dengan konsekuensi dibuatnya secara dipaksakan clinical
pathways untuk semua jenis penyakit.
Dapatkah clinical pathways dibuat untuk kelainan atau penyakit lain? Ide pembuatan
clinical pathways adalah membuat standardisasi pemeriksaan dan perawatan pasien yang
memililiki pola tertentu. Bila perjalanan klinis suatu penyakit sangat bervariasi, tentu sulit
untuk membuat ‘standar’ pemeriksaan dan tindakan yang diperlukan hari demi hari. Namun
demikian tidak tertutup kemungkinan untuk membuat clinical pathways bagi penyakit
apapun, namun dengan catatan:
a. Ditetapkan kriteria inklusi dan eksklusi yang jelas,
b. Bila pasien sudah dirawat dengan clinical pathways namun ternyata mengalami
komplikasi atau terdapat ko-morbiditas tertentu, maka pasien tersebut harus
dikeluarkan dari clinical pathways dan dirawat dengan perawatan biasa.

B. Latar Belakang
Clinical Pathway,selanjutnya disingkat CP,merupakan konsep perencanaan
pelayanan kesehatan terpadu yang sedang trend digunakan di rumah sakit pada saat
ini. CP merangkum setiap langkah yang diberikan kepada pasien berdasarkan standar
pelayanan medis, standar asuhan keperawatan, dan standar pelayanan tenaga
kesehatan lainnya (Rivany, 2009). Menurut Gang Du, et.al (2013) CP menunjukkan
secara detail tahap - tahap penting dari pelayanan kesehatan mulai saat penerimaan
hingga pemulangan pasien.
CP merupakan pelayanan terintegrasi dari para professional di bidang kesehatan
(dokter, perawat/bidan, nutrisionis, dan farmasis) yang akan membangun suatu

2
kontinuitas pelayanan mulai dari saat pasien masuk hingga pasien keluar dari Rumah
Sakit.
Kontinuitas pelayanan merupakan hal yang sangat penting dalam meningkatkan
mutu pelayanan kepada pasien, sehingga CP dijadikan sebagai salah satu perangkat
untuk kendali mutu. Pinzon (2014) mengungkapkan bahwa CP adalah suatu perangkat
yang berperan sebagai kendali mutu, perangkat kendali biaya, dan perangkat
pengurangan variasi tindakan medis.
Keseluruhan perangkat yang digunakan berbasis bukti dengan hasil yang dapat
diukur pada periode waktu tertentu selama di rumah sakit (Rivany,2009). Berdasarkan
pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa CP merupakan suatu perangkat untuk
pelayanan kesehatan yang berfokus padapasien (patient centered care) yang lebih
efektif, efisien dan aman

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dalam penyusunan clinical pathway ini adalah Sebagai
Panduan dalam membuat standarisasi proses asuhan klinik yang dimonitor oleh
komite medic.
2. Tujuan khusus
Tujuan khusus dari penyusuan CP dalam PMKP adalah
a. Melakukan standarisasi proses asuhan klinik
b. Mengurangi risiko dalam proses asuhan, terutama yang berkaitan asuhan
kritis
c. Memanfaatkan sumber daya yang tersedia dengan efisien dalam
memberikan asuhan klinik tepat waktu dan efektif
d. Memanfaatkan indicator prioritas sebagai indicator dalam penilaian
kepatuhan penerapan alur klinis di area yang akan diperbaiki di tingkat
rumah sakit
e. Secara konsisten mengunakan praktik berbasis bukti (“evidence based
practices”) dalam memberikan asuhan bermutu tinggi.
f. Penenrapan panduan praktik klinis-clinical pathway dipilih masing-masing
kelompok staf medis adalah di unit-unit pelayanan, dimana DPJP
memberikan asuhan.
g. Mengacu pada prioritas pengukuran mutu pelayanan klinis yang akan di
evaluasi maka selain ditetapkan indicator mutu, juga diperlukan standarisasi
proses asuhan klinis pada prioritas pengukuran mutu di rumah sakit.
Penerapan panduan praktik klinis-clinical pathway dipilih oleh masing-
masing kelompok staf medis adalah di unit-unit pelayanan, dimana DPJP
memberikan asuhan.
D. Sasaran

3
Seluruh Unit kerja dan Staff di RSUD Sukamara dalam melaksanakan
pelayanan yang mendukung sesuai dengan Kompetensi dan Kewenangan.

BAB II
RUANG LINGKUP

Ruang lingkup pedoman penyusuan clinical pathway meliputi pengertian dasar


clinical pathway, definisi dan terminology, pengorganisasian di Rumah Sakit, kebijakan,

4
program dan SPO; pelaksanaan upaya peningkatan mutu pelayanan, pencatatan dan
pelaporan, selain daripada itu ditambah cara melaksanakannya.
Penerapan dari clinical pathway harus berdasarkan dengan panduan praktik klinik
dan alur klinis yang sudah diterapkan oleh kelompok staf medis di unit-unit pelayanan.
Evaluasi dapat dilakukan melalui audit medis dan atau audit klinis, untuk menilai
efektivitas penerapan panduan praktidk klinik dan alur klinis sehingga dapat dibuktikan
bahwa penggunaan panduan praktik klinis dan alur klinis telah mengurangi adanya variasi
dari proses hasil.

BAB III
KEBIJAKAN

1. Pembuatan Clinical Pathways tahap pertama Rumah Sakit Sukamara sejumlah lima
macam penyakit/tindakan yakni ;

5
a. Demam Berdarah Dengue
b. Tuberkulosis
c. Diabetes Melitus tipe 2 dengan Hipoglikemia
d. Hipertensi Emergensi
e. Plasenta Previa
2. Clinical pathways (Alur Klinis) adalah suatu konsep perencanaan pelayanan terpadu
yang merangkum setiap langkah yang diberikan kepada pasien berdasarkan standar
pelayanan medis dan asuhan keperawatan yang berbasis bukti dengan hasil yang
terukur dan dalam jangka waktu tertentu selama di Rumah Sakit
3. Clinical pathways (alur klinis) bukan merupakan clinical guidelines atau protocol karena
setiap kasus dalam CP dibuat berdasarkan standar prosedur dari setiap profesi yang
mengacu pada standar pelayanan dari profesi masing masing, disesuaikan dengan
strata sarana pelayanan rumah sakit (multidisiplin).
4. Dalam menyusun Clinical Pathways harus secara terpadu/integrasi dan berorientasi
focus terhadap pasien (Patient Focused Care) serta berkesinambungan (continuing
care).
5. Kegiatan pelayanan yang akan di buat Clinical Pathways harus melibatkan seluruh
profesi pelayanan di rumah sakit (dokter, perawat/bidan, penata, laboratoris, radiologis,
nutrisionist, fisioterapis, farmasis dan akuntasi RS).
6. Clinical Pathways harus di buat dalam batasan waktu yang telah ditentukan sesuai
dengan keadaan perjalanan penyakit pasien dan dicatat dalam bentuk periode harian
(kasus rawat inap) atau jam (kasus GD/emergency).
7. Pencatatan Clinical Pathways seluruh kegiatan pelayanan yang diberikan kepada pasien
secara terpadu dan berkesinambungan tersebut dalam dokumen yang merupakan
bagian dari Rekam Medik
8. Setiap penyimpangan langkah dalam penerapan Clinical Pathways dicatat sebagai
varians dan dilakukan kajian analisis dalam bentuk audit.
9. Varians tersebut dapat karena kondisi perjalanan penyakit, penyakit penyerta atau
komplikasi maupun kesalahan medis (medical errors).
10. Varians tersebut dipergunakan sebagai salah satu parameter dalam mempertahankan
dan meningkatkan mutu pelayanan.
11. Rumah Sakit memonitor tingkat kepatuhan praktisi klinis dalam penggunaan Clinical
pathways dengan cara menetapkan sasaran mutu atas Clinical Pathway tersebut.
12. Sasaran mutu Clinical patways dihitung dengan cara menghitung jumlah varian atas
Clinical Pathways tersebut.
13. Clinical Pathways dapat dimanfaatkan sebagai dasar untuk menetapkan biaya yang
dibutuhkan dalam pelayanan kesehatan (cost of treatment) dan efisiensi biaya
pelayanan kesehatan di rumah sakit.
14. Rumah sakit menetapkan setiap tahunnya dilakukan penambahan satu Clinical
pathways sesuai rekomendasi Komite Medis
15. Clinical Pathways (alur klinis) dievaluasi setiap tahun melalui sub komite mutu
pelayanan medis kemudian hasilnya dilaporkan ke ketua Komite Medis .

6
16. Hasil evaluasi pelaksanaan Clinical Pathways dilaporkan kepada direktur setiap
tahunnya melalui Komite medis.
17. Formulir Clinical Pathways diisi dan ditanda tangani oleh Dokter Penanggung Jawab
Pelayanan (DPJP) dan Perawat Jaga.

BAB IV
TATA LAKSANA

A. PRINSIP PRINSIP DALAM MENYUSUN CLINICAL PATHWAYS


1. Dalam membuat Clinical Pathways penanganan kasus pasien rawat inap di rumah
sakit harus bersifat:
a. Seluruh kegiatan pelayanan yang diberikan harus secara terpadu/integrasi dan
berorientasi fokus terhadap pasien (Patient Focused Care) serta
berkesinambungan (continuous of care)
b. Melibatkan seluruh profesi (dokter, perawat/bidan, penata, laboratoris dan
farmasis)

7
c. Dalam batasan waktu yang telah ditentukan sesuai dengan keadaan perjalanan
penyakit pasien dan dicatat dalam bentuk periode harian (untuk kasus rawat inap)
atau jam (untuk kasus gawat darurat di unit emergensi).
d. Pencatatan clinical pathways seluruh kegiatan pelayanan yang diberikan kepada
pasien secara terpadu dan berkesinambungan tersebut dalam bentuk dokumen
yang merupakan bagian dari Rekam Medis.
e. Setiap penyimpangan langkah dalam penerapan clinical pathways dicatat sebagai
varians dan dilakukan kajian analisis dalam bentuk audit.
f. Varians tersebut dapat karena kondisi perjalanan penyakit, penyakit penyerta atau
komplikasi maupun kesalahan medis (medical errors).
g. Varians tersebut dipergunakan sebagai salah satu parameter dalam rangka
mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan.
2. Clinical Pathways tersebut dapat merupakan suatu Standar Prosedur
Operasional yang merangkum:
a. Profesi medis: Standar Pelayanan Medis dari setiap Kelompok Staf Medis/Staf
Medis Fungsional (SMF) klinis dan penunjang.
b. Profesi keperawatan: Asuhan Keperawatan
c. Profesi farmasi: Unit Dose Daily dan Stop Ordering
d. Alur Pelayanan Pasien Rawat Inap dan Operasi dari Sistem Kelompok Staf
Medis/Staf Medis Fungsional (SMF), Instalasi dan Sistem Manajemen Rumah
Sakit.
3. Langkah langkah dalam menyusun Format Clinical Pathways yang harus
diperhatikan:
a. Komponen yang harus dicakup sebagaimana definisi dari Clinical Pathways
b. Manfaatkan data yang telah ada di lapangan rumah sakit dan kondisi setempat
seperti data Laporan RL2 (Data Keadaan Morbiditas Pasien) yang dibuat setiap
rumah sakit berdasarkan Buku Petunjuk Pengisian, Pengolahan dan Penyajian
Data Rumah Sakit dan sensus harian untuk:
 Penetapan judul/topik Clinical Pathways yang akan dibuat.
 Penetapan lama hari rawat.
c. Untuk variabel tindakan dan obat obatan mengacu kepada Standar Pelayanan
Medis, Standar Prosedur Operasional dan Daftar Standar Formularium yang telah
ada di rumah sakit setempat, Bila perlu standar standar tersebut dapat dilakukan
revisi sesuai kesepakatan setempat.
d. Pergunakan Buku ICD 10 untuk hal kodefikasi diagnosis dan ICD 9 CM untuk hal
tindakan prosedur sesuai dengan profesi/SMF masing masing.

B. PERSIAPAN DALAM PENYUSUNAN CLINICAL PATHWAYS


Agar dalam menyusun Clinical Pathways terarah dan mencapai sasaran serta efisien
waktu, maka diperlukan kerjasama dan koordinasi antar profesi di SMF, Instalasi Rawat
Inap (mulai dari gawat darurat, ruangan rawat inap, ruangan tindakan, instalasi bedah,

8
HCU dan sarana penunjang (instalasi gizi, farmasi, rekam medik, akuntasi keuangan,
radiologi dan sebagainya).
1. Profesi Medis – mempersiapkan Standar Pelayanan Medis (SPM/SPO) sesuai
dengan bidang keahliannya. Profesi Medis dari setiap divisi berdasarkan data dari
rekam medis diatas – mempersiapkan SPM/SPO, bila belum ada dapat menyusun
dulu SPM/SPOnya sesuai kesepakatan.
2. Profesi Rekam Medis/Koder – mempersiapkan buku ICD 10 dan ICD 9 CM, Laporan
RL1 sampai dengan 6 (terutama RL2). Profesi Rekam Medis membuat daftar 5 - 10
penyakit utama dan tersering dari setiap divisi SMF/Instalasi dengan kode ICD 10
serta rerata lama hari rawat
3. berdasarkan data laporan morbiditas RL2.
4. Profesi Perawat – mempersiapkan Asuhan Keperawatan.
5. Profesi Farmasi – mempersiapkan Daftar Formularium, sistem unit dose dan stop
ordering.
6. Profesi Akuntasi/Keuangan – mempersiapkan Daftar Tarif rumah sakit.
Setiap varians yang didapatkan akan dilakukan tindak lanjut dalam bentuk pelaksanaan
audit medis sebagaimana yang dianjurkan dalam Undang Undang RI Nomor 29 Tahun
2004 dan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 755/Menkes/Per/IV/2011.

C. PERAN CLINICAL PATHWAYS DALAM MUTU DI RUMAH SAKIT


Secara ringkas berbagai manfaat dari implementasi Clinical Pathways sebagai
instrumen pelayanan berfokus kepada pasien (patient-focused care), terintegrasi,
berkesinambungan dari pasien masuk dirawat sampai pulang sembuh (continuous
care), jelas akan dokter/perawat penanggung jawab pasien (duty of care), utilitas
pemeriksaan penunjang, penggunaan obat
Obatan termasuk antibiotika, prosedur tindakan operasi, antisipasi kemungkinan
terjadinya medical errors (laten dan aktif, nyaris terjadi maupun kejadian tidak
diharapkan/KTD) dan pencegahan kemungkinan cedera (harms) serta infeksi
nosokomial dalam rangka keselamatan pasien (patient safety), mendeteksi dini titik titik
potensial berisiko selama proses layanan perawatan pasien (tracers methodology)
dalam rangka manajemen risiko (risks management), rencana pemulangan pasien
(patient discharge) , upaya peningkatan mutu layanan berkesinambungan (continuous
quality improvement) baik dengan pendekatan tehnik TOC (Theory of Constraints) untuk
sistem maupun individu profesi, penulusuran kinerja (performance) individu profesi
maupun kelompok (team-work) sebagaimana dalam Gambar berikut :

9
Pedoman praktek klinik, clinical care parthways dan protocol klinik adalah relevan
dengan populasi dari pasien, dan misinya adalah:
Organisasi rumah sakit diharapkan dapat melaksanakan kegiatan rutin dalam penetapan
prioritas, dimana setiap tahun pimpinan klinis menentukan paling sedikit lima area prioritas
dengan focus penggunaan pedoman klinis, klinical pathways dan atau protocol klinis.
Rumah sakit melaksanakan pedoman klinis dan clinical pathways atau protocol klinis
di setiap area yang telah ditetapkan. Rumah sakit dalam melaksanakan pedoman praktek
klinis, klinical pathways atau protocol klinis melaksanakan proses:
a. Dipilih dari yang dianggap cocok dengan pelayanan dalam organisasi dan pasien
(termasuk dalam proses ini adalah bila saat ada pedoman nasional yang wajib)
b. Dipilih berdasarkan ilmu dan penerapan
c. Disesuaikan jikaperlu dengan tekologi, obat, sumber daya lain di organisasi atau dari
norma profesi secara nasional
d. Disetujui secara formal dan resmi
e. Diterapkan dan di monitor agar digunakan secara konsisten dan efektif
f. Didukung oleh staf terlatih melaksanakan pedoman atau pathways
g. Diperbaharui secara berkala berdasarkan bukti dan hasil evaluasi dari proses dan hasil
(outcome).

10
Pimpinan klinis juga dapat menunjukkan bagaimana pedoman klinis, clinical pathways
dan atau protokol klinis telah mengurangi adanya variasi dari proses dan hasil (outcome).
Untuk pasien dengan adanya clinical pathway maka penyakit yang diderita dapat
diukur, jelas dan keamanannya terjamin. Sedangkan untuk asuransi pengklemannya dapat
dipertanggungjawabkan.

D. MANFAAT CLINICAL PATHWAYS DALAM AKREDITASI RUMAH SAKIT


Konsep konstruksi maupun model implementasi Clinical Pathways secara tidak
langsung sebagaimana diutarakan diatas bahwa:
1. Clinical Pathways sebagai instrumen pelayanan berfokus kepada pasien (patient-
focused care), terintegrasi, berkesinambungan dari pasien masuk dirawat sampai
pulang sembuh (continuous care), jelas akan dokter/perawat penanggung jawab
pasien (duty of care), utilitas pemeriksaan penunjang, penggunaan obat obatan
termasuk antibiotika, prosedur tindakan operasi, antisipasi kemungkinan terjadinya
medical errors (laten dan aktif, nyaris terjadi maupun kejadian tidak diharapkan/KTD)
dan pencegahan kemungkinan cedera (harms) serta infeksi nosokomial dalam
rangka keselamatan pasien (patient safety), mendeteksi dini titik titik potensial
berisiko selama proses layanan perawatan pasien (tracers methodology) dalam
rangka manajemen risiko (risks management), rencana pemulangan pasien (patient
discharge), upaya peningkatan mutu layanan berkesinambungan (continuous quality
improvement) baik dengan pendekatan tehnik TOC (Theory of Constraints) untuk
sistem maupun individu profesi, penulusuran kinerja (performance) individu profesi
maupun kelompok (team-work).
2. Merupakan suatu rangkaian sistem yang dapat dipergunakan sebagai instrumen
untuk memenuhi persyaratan penilaian Akreditasi dari Komite Akreditasi Rumah Sakit
(KARS) versi baru maupun dari Joint Commission International for Hospital (JCI)
versi 2011 untuk standar standar dalam Section I. Patient Centered Standard maupun
dalam Section II.

11
BAB IV
DOKUMENTASI

Dokumentasi terkait clinical pathway di rumah sakit meliputi :


1. Dokumen rapat penentuan clinical pathway
2. Dokumen clinical pathway yang berlaku
3. Analisis implementasi clinical pathway
4. Dokumen perubahan clinical pathway

Direktur
Rumah Sakit Umum Daerah Sukamara

12
Dr. Eflin N.M. Sianipar
Nip: 19620326 200012 2 002.

13

Anda mungkin juga menyukai