TESIS
YULIANI
NPM.1606946052
UNIVERSITAS INDONESIA
ii
KATA PENGANTAR
Puji Syukur saya panjatkan kepada Allah SWT karena dengan rahmat dan
karunia-Nya saya dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Analisis Akurasi Diagnosis
Dan Koding Ina-Cbgs Pada Klaim Pasien Rawat Inap Jkn Di Rs. Mayjen H.A. Thalib
Kabupaten Kerinci.”
Besar harapan saya, semoga proposal ini bisa dimudahkan dan dilancarkan untuk
menjadi sebuah Tesis yang bisa berguna dalam menambah ilmu pengetahuan, wawasan
dan bermanfaat bagi kita semua.
Yuliani
UNIVERSITAS INDONESIA
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ......................................................................................................................... ii
DAFTAR TABEL ...............................................................................................................................vi
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................................................ viii
BAB I .............................................................................................................................................. 2
PENDAHULUAN ............................................................................................................................. 2
1.1 Latar Belakang ......................................................................................................................... 2
1.2 Perumusan Masalah ................................................................................................................ 8
1.3 Pertanyaan Penelitian ............................................................................................................. 9
1.4 Tujuan Penelitian.................................................................................................................... 9
1.4.1.Tujuan Umum....................................................................................................................... 9
1.4.2 Tujuan Khusus ...................................................................................................................... 9
1.5 Manfaat Penelitian .................................................................................................................. 9
1.5.1 Institusi Pendidikan .............................................................................................................. 9
1.5.2 Rumah Sakit........................................................................................................................ 10
1.5.3 Peneliti................................................................................................................................ 10
1.6 Ruang Lingkup Penelitian ...................................................................................................... 10
BAB 2 ........................................................................................................................................... 11
TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................................................... 11
2.1 UNIVERSAL HEALTH COVERAGE (UHC)................................................................................. 11
2.2 DRGs ...................................................................................................................................... 13
2.2.1 DEFINISI DRGs............................................................................................................. 13
2.2.2 Penyusunan Sistem DRG’s ....................................................................................... 15
2.3 INA-CBGs ............................................................................................................................... 18
2.4 KODING INA-CBGs ................................................................................................................ 21
2.5 REKAM MEDIS ....................................................................................................................... 25
2.6 RESUME MEDIS ..................................................................................................................... 27
2.7 KLAIM .................................................................................................................................... 28
2.7.1 Pengertian Klaim ........................................................................................................ 28
2.7.2 Administrasi Klaim ...................................................................................................... 28
2.7.3 Proses klaim ............................................................................................................... 29
2.7.4 Sistem ......................................................................................................................... 31
BAB 3 ........................................................................................................................................... 41
UNIVERSITAS INDONESIA
iv
UNIVERSITAS INDONESIA
v
UNIVERSITAS INDONESIA
vi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1: Lembar Penjelasan Kepada Informan
Lampiran 2:Persetujuan Keikutsertaan Dalam Penelitian
Lampiran 3:Petunjuk Panduan Wawancara Mendalam
Lampiran 4: Ketepatan Koding
DAFTAR TABEL
Tabel 3.4 Tabel 3.4 Jumlah Pasien Rawat Inap meurut Jenis 59
Pembayaran Tahun 2013 – 2017
Tabel 3.5 Tabel 3.5 Indikator Pelayanan Rawat Inap Tahun 2013– 59
2017
UNIVERSITAS INDONESIA
vii
UNIVERSITAS INDONESIA
viii
DAFTAR GAMBAR
UNIVERSITAS INDONESIA
2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam penelitian oleh S. SODZI-TETTEY1, dan kawan-kawan (2012) dapat di
ambil kesimpulan bahwa hambatan pengajuan klaim asuransi bisa berupa hambatan
komputerisasi, faktor sumber daya manusia dalam manajemen klaim yang masih kurang
kualitas dan kuantitasnya serta semangat bekerja yang masih rendah dari tim manajemen
klaim, belum jelasnya tupoksi dan standar operasional prosedur, dokter tidak mengikuti
clinical pathway dan pengisian rekam medis tidak lengkap, pengkodingan yang tidak
sesuai dengan resume medis.
Apa itu rekam medis? Rekam medis merupakan kumpulan catatan dan dokumen
mulai dari data diri pasien, pemeriksaan yang telah dilakukan, prosedur maupun tindakan
serta data layanan lain yang telah diterima pasien. Rekam medis bisa manual maupun
elektronik.(Kemenkes, 2008). Untuk meningkatkan pelayanan di rumah sakit, maka
diperlukan rekam medis yang jelas, lengkap, tepat . (Kemenkes RI,2006)
Rekam medis wajib di isi sesuai standar, bahkan bertahap menuju standar
internasional. Resume medis adalah ringkasan dari rekam medis yang diisi oleh dokter
selama pasien di rawat. ( Kemenkes, 2009)
Menurut permenkes 269 tahun 2008 dinyatakan bahwa resume medis dibuat oleh
dokter dan dokter gigi dan berisi paling sedikit identitas pasien, diagnosa masuk,
ringkasan hasil pemeriksaan fisik dan penunjang,nama dan tanda tangan dokter dan
dokter gigi yang memberikan pelayanan kesehatan( Permenkes 269,
3
2008)Ketidaklengkapan isi rekam medis dan resume medis merupakan masalah yang
sering terjadi di rumah sakit. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh:
Tarif INA-CBG’s adalah besaran pembayaran klaim oleh BPJS Kesehatan kepada
Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan atas paket layanan yang didasarkan kepada
pengelompokan diagnosis penyakit dan prosedur. Tarif rawat jalan dan rawat inap di
rumah sakit yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan diberlakukan tarif INA-CBG’s
berdasarkan kelas rumah sakit.(Kemenkes, 2014) .
Menurut penelitian Cicih Opitasari (2017), perilaku dokter dalam pengisian rekam
medis banyak yang tidak patuh, penggunaan singkatan, tulisan yang tidak terbaca dan
5
inkonsistensi dalam penulisan, sedangkan hasil koding oleh koder standar menemukan
ketidaktepatan diagnosis utama adalah yang paling tinggi disamping ketidaktepatan
diagnosis sekunder dan prosedur, sehingga berdampak pada klaim yang diajukan.
Akurasi kode data klinis dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain kurang
jelasnya catatan yang dibuat oleh dokter, kejelasan dan kelengkapan dokumentasi rekam
medis, pengunaan sinonim dan singkatan, pengalaman, lama kerja, serta pendidikan
koder, perbedaan antara penggunaan rekam medis manual dan elektronik, program
jaminan mutu, kesalahan pengideksan, kualitas koder, dimana koder tidak menggunakan
buku ICD X dan tidak memperhatikan aspek-aspek kunci dari proses pongkodean
(Indawati,2016).
Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa kelengkapan rekam medis dan
kesesuaian rekam medis dengan resume medis salah satu faktor yang sangat
mempengaruhi petugas koding dalam menetapkan kode diagnosis penyakit yang pada
akhirnya mempengaruhi tarif INA-CBG’s. Sumber data dalam proses koding INA-CBGs
adalah berasal dari data diagnosis dan prosedur dalam resume medis dan berkas rekam
medis apabila diperlukan (Kemenkes, 2016). Oleh karena itu , dokumen yang bermutu
dan kehandalan sangat di butuhkan dan tentu saja ini bergantung pada dokter dan koder.
Tabel 1.1 Data Pengklaiman BPJS Rawat Inap RSU Mayjen HA Thalib Kabupaten Kerinci.
Besaran
No Bulan Pengajuan Lolos Klaim (Rp) Perbaikan Klaim (Rp)
Perbaikanklaim (%)
Dari mulai berjalannya tim casemix bulan agustus 2017 sampai dengan Juli 2018
selisih besaran klaim adalah sebesar Rp 1.846.826.200,- dari Rp 21.955.821.800,-.
1 Administrasi 1 16,67
4 Tidak Layak 0 0
6 Penunjang 0 0
1 Administrasi 0 0
4 Tidak Layak 0 0
6 Penunjang 3 27,3
8
Dari data di atas di peroleh penyebab terbesar berkas klaim dikembalikan adalah
konfirmasi koding, kemudian diikuti dengan kelengkapan resume, penunjang dan
administrasi.
Berdasarkan hasil wawancara kepada koder, kesalahan yang sering terjadi adalah
kode yang dihasilkan tidak tepat, hal ini menurut koder disebabkan oleh karena koder
belum memiliki pengetahuan dan pengalaman mengenai pengkodingan dan koder hanya
belajar secara otodidak berdasarkan koreksi terhadap klaim oleh verifikator BPJS, serta
hanya punya latar belakang pendidikan yang bukan khusus koder, yaitu analis gizi,
perawat, bidan, dan rekam medis. Ketidakakuratan dan ketidaklengkapan pengisian
rekam medis, resume medis, berkas klaim individual pasien juga menjadi masalah.
Pada tanggal 1 Januari 2019, diprediksi akan terjadi peningkatan jumlah pasien
JKN di RS Mayjen HA Thalib, mengingat rumah sakit ini menerima pasien dari
Kabupaten Kerinci dan Kota Sungai Penuh, dimana pada tahun 2019 seluruh masyarakat
kota Sungai Penuh yang belum menjadi peserta BPJS akan di tanggung oleh APBD
kepesertaannya. Jadi, jelas, ada peningkatan kemungkinan kehilangan 1,8 milyar rupiah
dalam setahun atau bahkan mugkin lebih jika tidak ada perbaikan dalam penetapan kode
Ina-CBGs, sehingga akan berdampak merugikan rumah sakit.
Peran dokter dalam pengisian rekam medis dan resume medis. kemudian peran
seluruh penunjang medis, peran verifikator internal dan peran koder sendiri akan
menunjang keberhasilan klaim INA-CBG’s. Dengan rekam medis, resume medis, dan
berkas klaim yang bermutu akan mencegah selisih klaim terjadi.
9
1.5.3 Peneliti
Memperoleh pengetahuan, dan menambah pengalaman dalam masalah yang
diteliti, dan dapat mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh di bidang perumahsakitan
di Rumah Sakit tempat peneliti bekerja nantinya.
TINJAUAN PUSTAKA
(Sumber: WHO, The World Health Report Health System Financing: the Path to
Universal Coverage, WHO,2010)
11
11
a. Prinsip Kegotongroyongan
Dalam SJSN, prinsip gotong royong adalah peserta yang mampu membantu
peserta yang kurang mampu, peserta yang sehat membantu yang sakit atau yang
berisiko tinggi dan peserta yang sehat membantu yang sakit.
b. Prinsip Nirlaba
Pengelolaan dana amanat oleh Badan Penyelenggaraan Jamninan Sosial (BPJS)
bukan untuk mencari laba (profit oriented). Dana yang dikumpulkan dari
masyarakat adalah dana amant, sehingga hasil pengembangannya akan
dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan seluruh peserta.
12
c. Prinsip Portabilitas
Prinsip portabilitas jaminan sosial sosial memberikan hak kepada peserta untuk
mendapatkan jaminan yang berkelanjutan sekalipun mereka berpindah pekerjaan
atau tempat tinggal dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
d. Prinsip Kepersertaan bersifat wajib
Kepesertaan wajib dimaksudkan agar seluruh rakyat menjadi peserta sehingga
dapat terlindungi. Meskipun kepesertaan bersifat wajib, penerapannya tetap
disesuaikan dengan kemampuan ekonomi rakyat dan pemerintah serta kelayakan
penyelenggaraan program.
e. Prinsip Dana Amanat
Dana yang terkumpul dan iuran peserta merupakan dana titipan kepada
penyelenggara untuk dikelola sebaik-baiknya dan mengoptimalkan dana tersebut
untuk kesejahteraan peserta.
f. Prinsip hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial
Rumah Sakit Mayjen HA Thalib merupakan rumah sakit yang terletak di Kota
Sungai Penuh, namun kepemilikannya masih berada di pemerintah Kabupaten Kerinci.
Pada tanggal 19 Desember 2018, pemerintah Kota Sungai Penuh melaksanakan
peluncuran UHC untuk Kota Sungai Penuh. Terhitung 1 Januari 2019 seluruh masyarakat
Kota Sungai Penuh yang belum menjadi peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) akan
mendapatkan jaminan kesehatan tersebut dengan sumber pembiayaan dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah.
UHC di Kota Sungai Penuh akan berdampak pada peningkatan jumlah pasien
JKN di rumah sakit Mayjen HA Thalib yang sampai saat ini masih merupakan rumah
sakit rujukan satu-satunya di Kabupaten Kerinci dan Kota Sungai Penuh.
13
2.2 DRGs
Pencetus awal konsep DRG's yaitu Codman (1914) yang ingin mengelompokkan
hospital output. Konsep DRG’s kemudian dilanjutkan dan berkembang di Yale-New
Haven Hospital pada tahun 1970 oleh Robert Fetter dan John Thompsnon yang semula
dimaksudkan untuk mempelajari dan mengembangkan penilaian atas proses utilisasi
(utilization review process). Pengelompokan DRG's semula menggunakan klasifikasi
ICD-8-CM (Internal Classification Desease Eight Edition Revision) dengan
mempergunakan dari data medik (medical record),
(1) diagnosis primer, (2) diagnosis sekunder, (3)prosedur bedah primer, (4) prosedur
bedah sekunder, (5) usia, dan (6) ada tidaknya pelayanan psikiatrik. Hasilnya dengan
prosedur Splitting ini maka kc 83 MDC tadi dibagi lagi menjadi menjadi 383 kelompok
diagnosa terkait atau DRG’s.
Generasi kedua DRG’s berkembang sejak tahun 1981, berdasarkan terbitnya ICD-
9-CM (Internal Classification Disease Nineth Edition Clinical Modification) yang berupa
23 MDC berdasarkan organ tubuh. Hasilnya, menjadi 467 DRG's. Dalam perkembangan
selanjutnya pada bulan April 1994 muncul Australian National DRG’s dengan 23 MDC
dan 956 DRG’s. Pada tahun 1995 Australia mengumumkan perubahan DRG’s yang
mengacu pada pada ICD-10 yaltu AR DRG’sversi 4.1 dengan 20 perubahan kode klinik
dan klasifikasi kelompok pada beberapa MDC.
DRG banyak digunakan dengan makna yang berbeda di banyak negara. Beberapa
negara menggunakan DRGs terutama sebagai ukuran untuk menilai casemix rumah sakit
(misalnya, Swedia dan Finlandia), sedangkan di negara-negara lain DRGs digunakan
sebagai sinonim untuk tingkat pembayaran (seperti di Perancis dan Jerman). Hal ini
sebagian disebabkan oleh proses implementasi DRG yang berbeda yang terjadi di dekade
yang berbeda, dan sebagian karena fakta bahwa sistem DRG diadopsi dan dirancang
terutama didasarkan pada kebutuhan sistem kesehatan yang bersangkutan. Beberapa data
menunjukkan perkembangan penggunaan DRGs dan varian nya secara luas di banyak
negara di belahan dunia.
Menurut Rivant, R (2009) Diagnosis Related Group DRG 's adalah identifikasi
pasien berdasarkan kesamaan kebutuhan dan sumber daya di rumah sakitdengan
15
Besarnya pembayaran tarif per diagnosis telah ditetapkan sebelumnya dan secara
teknis akan mempunyai nomor/kode tenentu yang dipakai sebagai menu dalam
pcmbiayaannya. Diagnosis Related Group (DRG) adalah cara pcmbayaran dengan biaya
satuan per diagnosis, artinya dalam pembayaran DRG rumah sakit maupun pihak
membayar tidak lagi merinci tagihan dengan merinci pelayanan apa saja yang telah
diberikan seorang pasien, akan tetapi rumah sakit hanya menyampaikan diagnosis pasien
pada saat pulang dengan memasukan kode DRG untuk diagnosis tersebut. Besarnya
tagihan untuk diagnosis tersebut sudah disepakati oleh seluruh rumah sakit di suatu
wilayah dan pihak pembayar.
Berdasarkan DRG’s, rumah sakit akan dibayarkan dengan sejumlah nilai tetap
bagi setiap pasien yang diobati dan lebih memahami bagaimana pasien dilayani tanpa
mengurangi mutu pelayanan. Dengan tidak mengurangi mutu pelayanan penyakitnya,
sistem pembayaran DRG’s ini dapat mengurangi biaya rawat inap. Agar dapat
menyelenggarakan pelayanan medis yang memenuhi syarat diperlukan standar pelayanan
medis yang disepakati bersama (Murti, 2000).
Dalam penerapan DRG’s umur pasien terkadang dapat dijadikan sebagai faktor
penentu . Pada DRG’s Medicode (1997) dan system DRG’s yang diterbitkan
HCFA yang menjadi patokan adalah pasien dengan umur lebih dari 17 tahun,
kevuali pada penyakit diabetes (lebih dari 35 tahun) (Cleverly,l997 dalam
Srikandi, 2010).
Lama hari rawat atau length of stay (LOS) merupukan salah satu indikator
dalam melakukan efisiensi kegiatan rumah sakit. Dalam sistem DRG”-8' lama
hari rawat merupakan hal yang penting kaitannnya dengan penggunaan
sumber daya di rumah sakit, oleh karena itu lama hari rawat berhubungan
dengan kompleksitas pelayanan dan penagihan total biaya rawat inap.
Biaya per hari perawatan biasanya sudah ditetapkan oleh rumah sakit, yang
terdiri dari biaya akomodasi yang variatif berdasarkan kelas perawatan, biaya
tindakan medis yang dilakukam oleh dokter/perawat (misahmya, menyuntik
atau memasang infus), dan konsultasi dokter/visite. Biaya per hari perawatan
sangat tergantung dengan lama hari rawat, semakan panjang hari rawatnya
akan semakin banyak biaya yang akan di keluarkan.
2.3 INA-CBGs
Sistem casemix pertama kali dikembangkan di Indonesia pada Tahun 2006
dengan nama INA-DRG (Indonesia- Diagnosis Related Group). Casemix adalah sistem
yang mengukur kinerja rumah sakit, yang bertujuan untuk menghargai inisiatif yang
meningkatkan efisiensi di rumah sakit serta berfungsi sebagai alat informasi yang
memungkinkan para pembuat kebijakan untuk memahami sifat dan kompleksitas
pelayanan kesehatan. Pada awalnya sistem casemix diterapkan di rumah sakit milik
KEMENKES RI pada tahun 2008, kemudian pada 1 Januari 2009 diperluas ke rumah
sakit yang bekerjasama dengan Jamkesmas. INA-DRG berubah menjadi INA-CBG (31
September 2010) dan sejak 1 Januari 2014 diterapkan dalam pembayaran di rumah sakit
(FKRTL). (Kemenkes,2016)
a. Tarif INA-CBG; merupakan tarif paket yang meliputi seluruh komponen sumber daya
rumah sakit yang digunakan dalam pelayanan baik medis maupun nonmedis
b. Tarif Non INA-CBG; merupakan tarif untuk beberapa pelayanan tertentu yaitu alat
bantu kesehatan, obat kemoterapi, obat penyakit kronis, CAPD dan PET scan.
a. Administrasi pelayanan;
b. Pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi medis dasar di unit gawat darurat;
19
Tarif INA-CBG terdiri atas tarif rawat jalan dan tarif rawat inap, dengan 6 (enam)
kelompok tarif yaitu :
a. tarif Rumah Sakit Umum Pusat Nasional (RSUPN) Dr. Cipto Mangunkusumo
b. tarif Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita, tarif Rumah Sakit
Kanker Dharmais, tarif Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita
c. tarif rumah sakit pemerintah dan swasta kelas A
d. tarif rumah sakit pemerintah dan swasta kelas B
e. tarif rumah sakit pemerintah dan swasta kelas C
f. tarif rumah sakit pemerintah dan swasta kelas D.
a. Regional 1 terdiri dari Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta,
dan Jawa Timur.
b. Regional 2 terdiri dari Sumatra Barat, Riau, Sumatera Selatan, Lampung, Bali dan
NTB
20
c. Regional 3 terdiri dari Aceh, Sumatra Utara, Jambi, Bengkulu, Bangka Belitung,
Kepulauan riau, Kalimantan Barat, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi
Tenggara, Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan dan Gorontalo.
d. Regional 4 terdiri dari Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, dan
Kalimantan Tengah.
e. Regional 5 terdiri dari NTT, Maluku, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat.
Konsep pelaksanaan INA-CBG perlu di pahami oleh seluruh pihak terkait baik
manajemen maupun fungsional di rumah sakit demi kelancaran klaim. Komponen yang
antara lain berperan adalah CP ( clinical pathway), proses pengkodean dan sistem
informasi yang digunakan serta komponen kosting yang digunakan untuk menyusun tarif
INA-CBG (Permenkes 76,2016).
Tarif INA-CBG adalah tarif paket dari total sumberdaya medis dan non medis
yang perhitungannya berdasarkan data costing yang berasal dari representasi rumah sakit
dan data koding yang berasal dari data klaim JKN.
atau muncul akibat dari pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pasien.
(Permenkes 76,2016)
3) Prosedur/tindakan terdiri dari prosedur utama (prinsipal procedure) dan prosedur
sekunder:
Prosedur Utama merupakan prosedur yang paling banyak menghabiskan sumber
daya atau yang menyebabkan hari rawatan paling lama dan biasanya berhubungan
erat dengan diagnosa utama.
Prosedur Sekunder merupakan seluruh signifikan prosedur utama yang dijalankan
pada pasien rawat inap atau rawat jalan, yang membutuhkan peralatan spesial atau
dikerjakan oleh staf terlatih dan berpengalaman. Dalam proses case-mix INA-
DRG, tidak semua prosedur atau tindakan harus diinput dalam software INA-
DRG.
Beberapa tindakan yang tidak perlu diinput adalah:
- Prosedur /tindakan yang berhubungan dengan keperawatan
- Prosedur /tindakan yang rutin dilakukan
- Prosedur /tindakan yang tidak memerlukan staf khusus
- Prosedur/ tindakan yang tidak memerlukan peralatan khusus
Episode merupakan waktu perawatan pasien mulai dari admisi sampai pasien
pulang dari rumah sakit, termasuk konsul ke dokter serta pemeriksaan penunjang. Satu
klaim berlaku untuk satu episode.
2) Pasien tidak jadi operasi atau alasan medis namun dapat dilakukan terapi
rawat jalan atau pulang maka dapat ditagihkan sebagai rawat inap dengan
kode diagnosis Z53.0
3) Pasien tidak jadi operasi atas alasan kurangnya persiapan operasi oleh FKRTL
maka tidak dapat ditagihkan.
Untuk mendapatkan hasil grouper yang benar diperlukan kerjasama yang baik
antara dokter dan koder. Kelengkapan rekam medis yang ditulis oleh dokter akan sangat
membantu koder dalam memberikan kode diagnosis dan tindakan/prosedur yang tepat.
Berikut tugas dan tanggung jawab dari dokter dan koder adalah:
1. Dokter
Dalam hal ini dokter harus menuliskan diagnosis utama, diagnosis sekunder dan
tindakan/prosedur yang telah dilakukan ke dalam rekam medis dan resume medis secara
lengkap dan tepat.
2. Koder
Koder melakukan pengkodean terhadap diagnosis dan tindakan/prosedur dari resume dan
rekam medis pasien dan harus melakukan konfirmasi jika ada kesulitan maupun ketidak
sesuaian dengan ICD 10 dan ICD 9-CM.
Rumah sakit harus memiliki rekam medis sebagai suatu standar pelayanan bidang
kesehatan yang berguna untuk peningkatan kualitas dalam memberikan pelayanan yang
optimal terhadap seluruh klien.
b. Dokumen, misalnya hasil rontgen, hasil pemeriksaan laboratorium dan lainnya sesuai
kompetensi keilmuannya ( KKI, 2006).
Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan nomor 269 tahun 2008 tentang rekam
medis dalam pasal 3 menyebutkan butir-butir minimal yang harus dimuat untuk pasien
rawat inap dan perawatan satu hari sekurang-kurangnya memuat:
a) identitas pasien;
b) tanggal dan waktu;
c) hasil anamnesis, mencakup sekurang-kurangnya keluhan dan riwayat penyakit;
d) hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medis;
e) diagnosis;
f) rencana penatalaksanaan;
g) pengobatan dan/atau tindakan;
h) persetujuan tindakan bila diperlukan;
i) catatan observasi klinis dan hasil pengobatan;
j) ringkasan pulang (discharge summary);
k) nama dan tanda tangan dokter atau tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan
kesehatan;
l) pelayanan lain yang dilakukan oleh tenaga kesehatan tertentu (Kemenkes, 2008).
Rekam medis digunakan sebagai dasar dan petunjuk bagi perencanaan dan analisa
pengobatan dan prosedur medis yang perlu dilakukan kepada pasien.
Isi rekam medis yang lengkap dan tepat akan mengurangi kesalahan dalam
memahami rekam medis, sehingga akan memberi perlindungan bagi pasien dan
tenaga medis sendiri.
27
Mutu dari rekam medis tergantung pada informasi yang dimasukkan oleh
profesional yang berhak menyediakan pelayanan dan bertanggung jawab untuk
mendokumentasikan pelayanan tersebut. Rekam medis dikatakan lengkap apabila catatan
yang menyusun suatu rekam medis tersebut telah berisi seluruh informasi tentang pasien
yang disediakan sedangkan isinya harus lengkap dan benar.
a. Identitas Pasien
b. Diagnosis masuk dan indikasi pasien dirawat
c. Ringkasan hasil pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, diagnosis akhir,
pengobatan dan tindak lanjut
d. Nama dan tandatangan dokter atau dokter gigi yang memberikan pelayanan
kesehatan (Kemenkes, 2008).
a. Menjamin kontinuitas pelayanan medik dengan kualitas yang tinggi serta sebagai
bahan yang berguna bagi dokter yang menerima apabila dirawat kembali dirumah
sakit.
28
Dalam penelitian Cicih Opita Sari, ditemukan resume medis untuk pemeriksaan
fisik tidak lengkap sebesar 99,1 %, dan resume medis untuk pemeriksaan penunjang tidak
lengkap sebesar 12,2 %.
2.7 KLAIM
1. Direct Submission
Adalah cara pengajuan klaim dimana pemegang polis atau tertanggung langsung
memasukkan klaimnya ke perusahaan asuransi, kemudian diverifikasi dan
langsung dibayar oleh perusahaan asuransi kepada tertanggung. Masing-masing
tertanggung dapat di lengkapi formulir klaim, instruksi pengisiannya, dan cara
melakukan pengajuan klaim.
2. Policyholder Submission (group health insuranve)
29
dicurigai ada kecurangan. Prosesi klaim dilakukan untuk membuktikan adanya transaksi
yang wajar dan melakukan pembayarn yang sesuai pada waktu yang telah ditentukan.
a. Tingkat keparahan (severity level) sesuai dengan tipe dan kompetensi RS.
b. Verifikator wajib memastikan kesesuaian diagnose dan prosedur pada tagihan
dengan kode ICD 10 dan ICD 9 CM (dengan melihat buku ICD 10 dan ICD 9 CM
atau soft copynya).
c. Perhatikan kasus dengan special CMGs
2.7.4 Sistem
Menurut World Health Organization (WHO) mendefinisikan sistem merupakan
pendekatan dalam memecahkan masalah. Sistem terbagi 2, yaitu:
Untuk menjamin agar suatu sistem berjalan dengan baik (sesuai dengan aksioma
operasional di atas), maka paramater-parameter kunci pada sistem tesebut harus
dikendalikan.
Input-Proses –Output adalah elemen dari sistem. Interaksi dari Input dan Proses akan
menentukan Output.
Variasi dari ouput tidak terbatas pada sistem terbuka (manusia), karena perilaku dan
keinginan tidak terbatas, sehingga para ahli menemui lebih banyak kesulitan dalam
menetukannya, sehingga harus pula menyesuaikan anatara variabilitas dengan
kemampuan sistem.
Ada dua cara untuk menghindari efek negatif ini yaitu dengan:
Output sistem dapat ditentukan atau dibatasi pada sistem tertutup, karena sistemnya
dibuat oleh manusia.
Pengaturan output dilakukan secara alamiah berdasarkan prinsip hirarki pada sistem.
Perilaku sistem diatasnya akan diikuti oleh subsistem dibawahnya. Misalnya perilaku
datang terlambat, akan diikuti oleh pekerja dibawahnya.
3. Prinsip feedback
33
Merupakan kontrol terhadap suatu sistem baik sistem terbuka maupun tertutup.
Monitoring dan Evaluasi (Monev) pada suatu program kesehatan merupakan contoh
prinsip feedback.
Prinsip ini menjelaskan bahwa setiap sistem akan memberikan dampak kepada sistem
lainnya dalam bentuk sirkular. Sistem A akan berdampak pada sistem B. Sistem B akan
berdampak pada sistem C. Sistem C akan berdampak pada sistem A dan seterusnya.
Permasalahan yang terjadi pada Jaminan Kesehatan merupakan contoh circular causality.
Rendahnya kualitas pelayanan menyebabkan peserta JKN mandiri (yang membayar iuran
secara mandiri atau tidak ditanggung pemerintah) merasa dirugikan sehingga tidak ada
kemauan untuk membayar
5. Prinsip recursion
a. Masukan (input)
Masukan ialah kumpulan elemen atau bagian dalam sistem yang diperlukan
untuk dapat berfungsinya sistem tersebut. Elemen tersebut berupa man, money,
methode, machine, material, market.
b. Proses
Proses ialah kumpulan elemen dalam sistem yang diperlukan untuk mengubah
masukan menjadi keluaran yang direncanakan. Elemen-elemen tersebut berupa
fungsi-fungsi manajemen, yaitu Planning, Organizing, Actuating, Controlling,
dan Evaluating atau dapat disingkat dengan POACE
c. Keluaran (Output)
Keluaran ialah kumpulan elemen atau bagian yang dihasilkan dari
berlangsungnya proses dalam sistem.
d. Umpan balik
34
Umpan balik adalah kumpulan elemen yang merupakan keluaran dari sistem dan
sekaligus sebagai masukan bagi sistem tersebut.
e. Dampak
Dampak adalah akibat yang dihasilkan oleh keluaran dari satu sistem
f. Lingkungan
Lingkungan adalah dunia diluar sistem yang tidak dikelola oleh sistem tetapi
mempunyai pengaruh besar terhadap sistem tersebut.(Azwar A, 1996)
35
A . Alur Verifikasi
FASILITAS
VERIFIKATOR BPJS
BPJS KESEHATAN
KESEHATAN
KESEHATAN
B. Verifikasi Administrasi
inap, dimana pelayanan yang telah dilakukan di rawat jalan atau gawat darurat
sudah termasuk didalamnya.
7) Pada kasus special CMGs, bukti pendukung adalah
a. Special Drugs : product batch (asli) dilampirkan dalam berkas klaim
b. Special Procedure : laporan asli (lihat)
c. Special Prosthesis : Product batch (asli) dilampirkan dalam berkas klaim
d. Special Investigation : expertise pemeriksaan (lihat)
e. Special Chronic & Sub-acute : instrumen WHO DAS (lihat)
8) Apabila bayi lahir sehat maka tidak memiliki kode diagnosis penyakit (P), hanya
perlu kode bahwa ia lahir hidup di lokasi persalinan, tunggal atau multiple (Z38.-
)
9) Untuk kasus pasien yang datang untuk kontrol ulang dengan diagnosis yang sama
seperti kunjungan sebelumnya dan terapi (rehab medik, kemoterapi, radioterapi)
di rawat jalan dapat menggunakankode “Z” sebagai diagnosis utama dan kondisi
penyakitnya sebagai diagnosis sekunder.
10) Apabila ada dua kondisi atau kondisi utama dan sekunder yang berkaitan dapat
digambarkan dengan satu kode dalam ICD 10, maka harus menggunakan satu
kode tersebut.
Contoh :
Kondisi utama : Renal failure
Kondisi lain : Hypertensive renal disease
Diberi kode hypertensive renal disease with renal failure (I12.0)
Beberapa diagnosis yang seharusnya dikode jadi satu, tetapi dikode terpisah
Contoh :
1. Purifikasi Data
Purifikasi berfungsi untuk melakukan validasi output data INACBG yang ditagihkan
Rumah Sakit terhadap data penerbitan SEP. Purifikasi data yang terdiri dari :
a. No SEP
c. Tanggal SEP
Verifikasi lanjutan dengan tujuh langkah dilaksanakan dengan disiplin dan berurutan
untuk menghindari terjadi error verifikasi dan potensi double klaim.
a. Verifikasi double klaim untuk dua (atau lebih) pelayanan RITL Tahap ini
berguna untuk melihat kasus readmisi atau pasien yang dipulangkan hanya
secara administrasi.
b. Verifikasi double klaim RJTL yang dirujuk langsung ke RITL Dalam hal ini
klaim yang dapat disetujui adalah klaim RITL. Hal-hal yang perlu diperhatikan
verifikator adalah :
1) Pasien yang pada pagi hari mendapatkan pelayanan rawat jalan dan pada sore
hari pasien mendapatkan pelayanan UGD dan dirujuk ke pelayanan RITL maka
dalam kasus ini pelayanan yang dilakukan pada pagi hari dapat diklaimkan
sedang pelayanan IGD pada sore hari tidak dapat diklaimkan.
2) Bisa saja terjadi kasus dimana pasien yang memang secara rutin sudah
melakukan hemodialisa pada suatu ketika dirawat inap untuk diagnose
yang tidak berhubungan dengan diagnose Hemodialisa, pada saat pasien tersebut
dirawat inap dan harus menjalani hemodialisa maka pelayanan rawat jalan
hemodialisa juga dapat diklaimkan sendiri.
40
Langkah ini menyaring kode INA CBGs yang tidak layak bayar dan diperlukan
analisis lebih lanjut, misalnya : kasus yang tidak dijamin, bayi lahir sehat.
e. Verifikasi terhadap kode Diagnosa yang tidak sesuai dengan ketentuan yang
berlaku, misalnya : Infertilitas
f. Pemeriksaan bebas
Langkah verifikasi ini adalah pemeriksaan dengan alasan lain- lain untuk
kasus-kasus yang tidak termasuk dalam kategori langkah-langkah
sebelumnya, namun harus ditidaklayakkan karena alasan lain.
g. Finalisasi Klaim
h. Verifikator dapat melihat klaim dengan status pending pada menu
i. Umpan balik pelayanan
j. Langkah – langkah umpan balik
a) Pilih jenis pelayanan
b) Pilih bulan pelayanan
c) Klik cari data
d) Jika telah sesuail klik disetuju untuk menyetujui klaim tersebut( BPJS,
2014)
BAB 3
41
42
akan mampu dan mau meningkatkan kinerja pelayanan, kinerja keuangan dan kinerja
manfaat.
RSU Mayjen H.A. Thalib Kabupaten Kerinci adalah rumah sakit milik
Pemerintah Daerah kabupaten Kerinci yang terletak di Kota Sungai Penuh, merupakan
rumah sakit kelas/type C dan sekaligus sebagai rumah sakit rujukan daerah, dengan
jumlah ketenagaan adalah sekitar 628 orang yang terdiri dari tenaga medis, tenaga
keperawatan, tenaga farmasi, tenaga kesehatan masyarakat, tenaga gizi, tenaga terafi
fisik, tenaga teknis medis dan tenaga non kesehatan lainnya.
42
43
628 orang dan dilengkapi sarana transportasi dengan 6 unit mobil ambulance serta
bangunan gedung yang berdiri diatas lahan seluas 4 Ha.
Melalui Keputusan Bupati Kerinci Nomor 228 tahun 2003 RSU Mayjen H. A.
Thalib Kabupaten Kerinci dikonversikan menjadi Unit Swadana Daerah dalam status uji
coba Swadana, kemudian melalui Keputusan Bupati Kerinci Nomor 445/Kep. 477/2012
tanggal 21 Desember 2012 RSU Mayjen H. A. Thalib Kabupaten Kerinci menerapkan
Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah ( PPK-BLUD) sampai
sekarang.
Seiring dengan perkembangan serta adanya aturan yang mewajibkan RSUD harus
memiliki nama, maka dengan Perda No 2 tahun 2005 RSUD Kabupaten Kerinci berganti
nama menjadi “ Rumah Sakit Umum Mayjen H.A. Thalib Kabupaten Kerinci “.
43
44
A. VISI
Sebagai acuan dan arah yang dituju bagi pembangunan RSU Mayjen H. A.
Thalib Kabupaten Kerinci yang diinginkan pimpinan, karyawan serta masyarakat telah
dirumuskan dalam bentuk Visi RSU Mayjen H.A Thalib Kabupaten Kerinci yaitu :
B. MISI
Agar Visi menjadi kenyataan harus diupayakan cara untuk mencapainya, pilihan
cara untuk mewujudkan Visi RSU Mayjen H.A Thalib Kabupaten Kerinci dirumuskan
dalam Misi sebagai berikut :
44
45
C. Motto
Kami memberikan pelayanan dengan semangat, kepercayaan diri, keceriaan,
keramahan dan kelembutan.
D. Nilai
Kebersamaan merupakan inti terwujudnya pelayanan prima.
E. Tujuan
- Meningkatkan, memantapkan dan mempertahankan jangkauan dan pemerataan
serta mutu pelayanan rujukan menuju peningkatan pelayanan optimal
- Meningkatkan pelayanan secara profesional, bermutu dan manusiawi sesuai
dengan kode etik kedokteran dan standar operasional prosedur
- Mengembangkan Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit
- Meningkatkan profesionalisme dan kesejahteraan aparatur tenaga kesehatan
Rumah Sakit dalam rangka mewujudkan pelayanan prima kepada masyarakat
- Menyelenggarakan pelayanan kesehatan promotif, preventif, kuratif dan
rehabillitatif yang efektif dan efesien
- Menyelenggarakan penerimaan rujukan dari unit pelayanan kesehatan lain dan
memberikan jawaban rujukan.
c. Sasaran
- Terselenggaranya pelayanan rujukan pasien rawat jalan dan rawat inap dan
pelayanan kesehatan lain secara prima
- Terciptanya Rumah Sakit dari semula sebagai tempat penyembuhan menjadi
wahana pemeliharaan kesehatan.
- Terpenuhinya kebutuhan peralatan medis/penunjang medis serta kebutuhan SDM
yang profesional sesuai kebutuhan dan fungsi Rumah Sakit
- Terlaksananya persiapan akreditasi Rumah Sakit
- Terwujudnya peningkatan Type/Kelas Rumah Sakit
- Terselenggaranya pelayanan medik dan penunjang medik serta pelayanan umum
lainnya di Rumah Sakit sesuai harapan masyarakat.
45
46
mampu mewadahi seluruh aspek kegiatan pelayanan dan administrasi RSU Mayjen H.A.
Thalib Kerinci.
RSU Mayjen H.A. Thalib Kerinci memberikan pelayanan kepada pasien umum,
Askes dan Jamkesmas ( terhitung 01 Januari 2014 berganti nama menjadi BPJS Sosial
dan BPJS Penerima Bantuan Iuran) dan kerjasama Perusahaan, baik untuk rawat jalan
maupun rawat inap dengan jenis pelayanan dan kemampuan medis yang ada.
46
47
1. Direktur
2. Bagian Tata Usaha
a. Subbag Umum dan Informasi
b. Subbag Kepegawaian dan Diklat
c. Subbag RM dan Pelaporan
3. Bidang keuangan dan Penyusunan Program
a. Seksi Perencanaan dan penyusunan anggaran
b. Seksi Perbendaharaan
4. Bidang perawatan
a. Seksi asuhan perawatan
b. Seksi Profesi SDM Keperawatan
5. Bidang Pelayanan
a. Seksi Pelayanan Medis
b. Seksi Pelayanan Non Medis
Disamping pejabat struktural seperti diatas dalam melaksanakan tugas
pelayanan ditunjuk pula pejabat Satuan Medis Fungsional (SMF) yang memimpin
Instalasi-Instalasi.
a. Tugas Pokok
- Menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan yang prima dan paripurna dengan
mengutamakan upaya penyembuhan penyakit serta pemulihan kesehatan tanpa
mengabaikan upaya pencegahan penyakit dengan berdasarkan prinsip etika dan
kemandirian profesi
- Melaksanakan rujukan kasus, rujukan tenaga serta rujukan ilmu pengetahuan
- Melaksanakan tugas perbantuan yang diberikan oleh Pemerintah Pusat melalui
Pemerintah Daerah.
B.Fungsi
Menyelenggarakan pelayanan medis, pelayanan keperawatan, pelayanan
penunjang medis, pelayanan administrasi dan manajemen, pendidikan/pelatihan,
penelitian dan pengembangan.
47
48
48
49
Administrasi/
1 124.172.000 93.083.000 109.172.000 144.080.000 115.295.000
karcis RJ
Administrasi/
2 72.600.000 88.220.000 75.040.000 61.286.250 49.051.250
karcis IGD
Tindakan Gawat
3 107.476.250 67.066.000 84.758.000 73.934.000 67.543.500
Darurat
Tindakan Medik
5 375.190.705 154.915.517 227.939.950 277.500.800 215.917.350
Lainnya
49
50
Perawatan jenazah/
18 9.740.000. 6.820.000 10.070.000 12.505.000 15.050.000
visum
Diagnostik
20 44.003.000 32.445.000 83.020.000 124.443.000 72.021.000
elektromedik
50
51
Askes/Jamkesmas/
24 5.708.407.637 23.640.229.359 22.031.354.715 29.203.232.425 32.851.567.766
BPJS
25 Jampersal 0 0 0 0 92.834.700
Pendapatan
26 2.979.583.223 378.632.226 97.393.546 35.398.620 58.913.879
Lainnya
51
52
Dari total tersebut, terbagi menjadi tenaga medis/ dokter dan dokter gigi 40 orang,
tenaga paramedic perawatan, bidan dan perawat gigi 288 orang, tenaga paramedic non
perawatan 106 orang, dan tenaga non medis 194 orang. Data selengkapnya dapat dilihat
pada tabel berikut:
MAGISTER
1 2 - - - - 2
MANAJEMEN
MAGISTER
2 1 - - - - 1
SAINS
3 MARS 1 - - - - 1
S2
MAGISTER
4 PUBLIC 1 - - - - 1
HEALTH
Magister
5 Kesehatan 1 - - - - 1
Masyarakat
Dokter Spesialis
6 PENDIDIKA 4 - - - - 4
Penyakit Dalam
N PROFESI
(DOKTER
Dokter Spesialis
7 SPESIALIS) 3 - - - - 3
Bedah
53
Dokter Spesialis
8 2 - - - - 2
Mata
Dokter Spesialis
9 1 - - - - 1
Anak
Dokter Spesialis
10 1 - - - - 1
Neurologi
Dokter Spesialis
11 2 - - - - 2
Paru
Dokter spesialis
12 1 - - - - 1
Anastesi
Dokter Spesialis
13 Obstetrri & 2 - - - - 2
Ginekology
Dokter Spesialis
14 1 - - - - 1
Ortodenty
Dokter Spesialis
15 1 - - - - 1
Konservasi Gigi
Dokter Spesialis
16 1 - - - - 1
THT – KL
17 Dokter Umum 9 - - 7 - 16
18 Dokter Gigi 5 - - - - 5
19 Apoteker 12 - - 1 - 13
20 S1 Ners 6 - - 10 - 16
21 S 1 Keperawatan 1 - - 3 - 4
22 Sarjana Gizi - - - 6 - 6
23 Sarjana Farmasi - - - 2 - 2
54
S 1 Kesehatan
24 8 - - 4 - 12
Masyarakat
S 1 Ekonomi /
25 19 - - 4 - 23
Akutansi
26 S 1 Komputer - - - 1 - 1
27 S 1 Sosial 21 - - - - 21
28 Sarjana Psikology - - - 1 - 1
Sarjana
29 2 - - - - 2
Pendidikan
Sarjana Tekhnik
30 - - - 1 - 1
Informatika
Sarjana Sistem
31 - - - 1 - 2
Informatika
32 D IV Fisioterapy - - - 1 - 1
D IV Analis
33 D4 - - - 6 - 6
Kesehatan
34 D IV Kebidanaan - - - 2 - 2
D III
35 81 - - 134 - 215
Keperawatan
36 D III Kebidanan 10 - - 34 - 44
D III
37 - - - 3 - 3
Keperawatan Gigi
D3
D III Kesehatan
38 4 - - - - 4
Gigi
39 D III Farmasi 4 - - 7 - 11
D III Kesehatan
40 1 - - - - 1
Lingkungan
55
D III Perekam
41 3 - - 7 - 10
Medis
D III Analis
42 9 - - 8 - 17
Kesehatan
43 D III Gizi 6 - - 1 - 7
44 D III Rontgen 5 - - 8 - 13
46 D III Anastesi - - - 2 - 2
D III Tekhnik
47 - - - 1 - 1
Elektro Medik
48 D III Fisioteraphy 7 - - 5 - 12
D III Manajemen
49 1 - - 5 - 6
Informatika
D III
50 Administrasi/Eko 4 - - 3 - 7
nomi
51 D1 Gizi 2 - - - - 2
52 D1 English Com 1 - - - - 1
53 SMF 7 - - 1 - 8
54 SMAK 2 - - 1 - 3
Tingkat
55 SPK 1 - - - - 1
SLTA
56 SPPH 5 - - - - 5
57 SPRG 1 - - - - 1
58 SPP – SPMA - - - - - -
59 SMA / SMU 15 3 - 45 - 63
56
60 SMEA 2 - - - - 2
61 STM 3 - - 1 - 4
62 MAN - - - 2 - 2
SMK / SMK
63 - - - 9 - 9
TATA BOGA
64 SMKK 1 1 - 1 - 3
65 LCPK – SMA 2 - - - - 2
66 LCPK/SLTP - - - - - -
Tingkat
67 ST - - - 1 - 1
SLTP
68 SMP Sederajat 1 - - 3 - 4
69 Tingkat SD SD 3 - - - - 3
a. Aktifitas Pelayanan
1. IGD 24 jam
2. Rawat Inap Kelas III (163 Tempat Tidur)
3. 2 Suite room, 2 VVIP, 4 VIP dan 23 Kelas Utama
4. 11 Poli Klinik
5. 2 Ruang OK ( OK IGD dan OK central)
6. Laboratorium
57
7. Farmasi
8. Radiologi
9. UTD-RS
10. Fisioterapi
11. Sanitasi dan Laundry
12. Gizi.
13. ICU
14. IPSRS
15. Instalasi CT-SCAN
16. Instalasi General Check-up
17. Fasilitas Pendukung : Siaga Bencana 118 dan Ambulance 24 Jam.
2014 13.902
2015 15.391
2016 16.110
2017 16.914
4 JAMKESDA 667 2
5 PDAM6 37 18
6 PTP 1 5
2 BOR 61 79 86 83 85
3 LOS 3 4 4 3 3
59
4 TOI 2 1 1 1 1
5 BTO 84 81 88 89 94
6 GDR 4 3 3 27 30
7 NDR 1 1 8 8
Tahun 2013-2017
1 Kelas III 45 69 63 65 63
2 Kelas II 18 23 26 26 26
3 Kelas I 14 12 17 17 15
4 Kelas Utama 22 27 27 21 23
5 VIP 7 6 6 6 6
6 VVIP 2 2 2 2 2
7 SUITE ROOM 2 2 2 2 2
7 ICU 6 2 4 4 2
8 PICU 9 12 9 9 8
9 NHC 15 - - 11 8
10 Observasi - - - - -
11 Recovery - - - - -
3. Rawat Jalan
Tabel 3.7 Jumlah Pasien Rawat Jalan
3 Gratis 33 - 459 10 9
4 Jamkesmas 5612 - - - 3
5 Jamkesda 932 - - - -
7 PTP - - - - -
8 PJKMU 682 - - - -
Jumlah kunjungan
No Uraian
2013 2014 2015 2016 2013
5. Pelayanan Penunjang
Tabel 3.9 Jumlah Resep Farmasi
Jumlah Resep
Instalasi
2013 2014 2015 2016 2017
Jumlah kunjungan
Instalasi
2013 2014 2015 2016 2017
3. Instalasi Laboratorium
Tabel 3.12 Jumlah Pasien yang di rujuk ke Laboratorium
Jumlah Pasien
Instalasi
2013 2014 2015 2016 2017
BAB 4
Processing
Input Output
Money
Human
Information materials
Time
Menurut Kast dan Rosenzwerg (1991) dikutip dalam Indriwanto (2014) dalam
sistem organisasi terdapat masukan (input), proses, dan luaran (output), dimana input
terdiri manusia, material, finansial, dan metoda, sedangkan proses adalah organisasi,
kemudian output adalah produk atau jasa-jasa.
63
64
LINGKUNGAN
UMPAN
BALIK
Rekam medis merupakan catatan yang memuat informasi tentang pasien, mulai
dari identitas sampai dengan tindakan medis atau pelayanan yang diberikan kepada
pasien. Menurut Permenkes No. 76 tahun 2016 sumber data yang digunakan dari resume
medis berasal dari data diagnosis dan tindakan atau prosedur. Isi rekam medis minimal
menurutPermenkes No. 269 tahun 2008 tentang rekam medis adalah identitas pasien,
diagnosis masuk dan indikasi pasien dirawat, ringkasan hasil pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang, diagnosa akhir, pengobatan dan tindak lanjut, nama dan tanda
tangan dokter dan dokter gigi yang memberikan pelayanan kesehatan.
70
65
Pencatatan
Sumber daya Kelengkapan
rekam medis
manusia dan ketepatan
dan resume Besaran
Dana Diagnosis
medis (DPJP)
Sarana Prosedur Klaim
Pemeriksaan
Prasarana koding
Kelengkapan
Standar
Resume Medis
Operasional
(verifikator)
Prosedur
Pengkodean
SIMRS
(Koder)
Pada Input terdapat variabel sumber daya manusia yang dinilai dari jumlah SDM,
kompetensi SDM, tingkat pendidikan, masa kerja, pengalaman, pengetahuan tentang
ICD-10 dan ICD-9-CM , perilaku, pelatihan, dan beban kerja. Selain sumber daya
manusia, variabel lainnya adalah dana, sarana, prasarana, standar operasional prosedur
dan SIMRS. Variabel dalam proses yang akan diteliti adalah pencatatan, pemeriksaan
kelengkapan rekam medis, dan pengkodean yang menghasilkan output berupa variabel
kelengkapan dan ketepatan diagnosis, prosedur dan koding. Berkas klaim yang lengkap
dan tepat diagnosis, prosedur dan koding akan berdampak pada besaran klaim yang
dihasilkan.
70
4.3 Definisi Operasional
Tabel 4.1 Definisi Operasional
SDM Berkaitan dengan jumlah SDM, kompetensi SDM, Pedoman Wawancara Rekaman/Transkrip
tingkat pendidikan, masa kerja, pengalaman, wawancaramendala mendalam
Data SDM
pengetahuan tentang ICD-10 dan ICD-9-CM, m dan alat perekam
Telaah dokumen
perilaku, pelatihan, dan beban kerja yang berkaitan
dengan pengisian rekam medis, resume medis,
verifikasi dan pengkodean
Dana Biaya yang dianggarkan untuk mendukung kegiatan Pedoman wawancara Wawancara Rekaman/ transkrip
melengkapi diagnosis, prosedur dan koding mendalam dan alat mendalam
perekam
65
Buku Panduan Rekam Medis
Standar Panduan pengisian rekam medis Pedoman wawancara Wawancara Rekaman/ Transkrip
Operasional mendalam dan alat mendalam
Panduan pengisian resume medis
Prosedur(SOP) perekam
Telaah dokumen
Panduan verifikasi
Panduan pengkodingan
Panduan Pengklaiman
SIMRS
Suatu sistem teknologi informasi komunikasi yang Pedoman wawancara Wawancara Transkrip
memproses dan mengintegrasikan seluruh alur proses mendalam dan alat mendalam
pelayanan RS dalam bentuk jaringan koordinasi, perekam
pelaporan dan prosedur administrasi untuk
memperoleh informasi secaratepat dan akurat, dan
merupakan bagian dari Sistem Informasi Kesehatan (
Permenkes 82 tahun 2013)
Pencatatan Kegiatan pengisian rekam medis dan resume medis Pedoman wawancara Wawancara Rekaman/ Transkrip
oleh DPJP mendalam mendalam
66
Pemeriksaan Telaah kembali kelengkapan dan isi resume medis Pedoman wawancara Wawancara Transkrip
Kelengkapan oleh petugas verifikator mendalam mendalam
Resume Medis
Telaah dokumen
Pengkodean Menerjemahkan dalam bentuk kode diagnosis dan Pedoman wawancara Wawancara Rekaman/ Transkrip
prosedur oleh koder mendalam dan alat mendalam
perekam
Kelengkapan Memenuhi syarat resume medis minimal Resume Medis Pedoman checklist Lengkap dan tidak
lengkap
1. Identitas pasien
2. Keluhan Utama
3. Pemeriksaan Fisik
4. Pemeriksaan Penunjang
5. Terapi
6. Diagnosis utama
7. Diagnosa sekunder
8. Prosedur (jika ada)
67
Kesesuaian Kesesuaian pengisian diagnosis dan prosedur antara Berkas rekam medis Pedoman checklist Sesuai dan tidak
rekam medis dan resume medis dan resume medis sesuai antara rekam
rawat inap medis dan resume
medis
Ketepatan Persentase ketepatan pemberian kode diagnosis Berkas rekam medis Pedoman checklist: 1. Tepat, sesuai
Koding berdasarkan ICD-10 dan kode prosedur berdasarkan dan resume medis dimana dibanding ekspertisi
ICD-9-CM serta aturan pengkodean dalam kan kelengkapan dan 2. Tidak tepat
permenkes 76 tahun 2016 ketepatan koding
dengan koder standar
Berkas klaim Nilai rupiah yang akan diklaimkan oleh RS kepada Software INA- Mencatat besaran Jumlah klaim dalam
BPJS Kesehatan atas paket layanan yang didasarkan CBG’s klaim dari hasil rupiah
kepada pengelompokan diagnosis penyakit dan output pada software
prosedur yang terdapat dalam software INA-CBGs
68
BAB 5
METODOLOGI PENELITIAN
5.3.1 Populasi
Menurut Djarwanto (1994), populasi adalah jumlah keseluruhan dari satuan-
satuan atau individu-individu yang karakteristiknya hendak diteliti. Dan satuan-satuan
tersebut dinamakan unit analisis, dan dapat berupa orang, institusi, benda, dst.
Target populasi dalam penelitian ini adalah semua berkas klaim pasien rawat inap
BPJS di RS Mayjen HA Thalib Sungai Penuh yang lolos verifikasi BPJS, sedangkan
populasi terjangkaunya adalah berkas klaim pasien rawat inap yang ada di ruang
verifikasi RS Mayjen HA Thalib Sungai Penuh.
5.3.2 Sampel
Menurut Djarwanto (1994), Sampel adalah sebagian dari populasi yang
karakteristiknya hendak diteliti. Sampel yang baik, yang kesimpulannya dapat dikenakan
pada populasi, adalahsampel yang bersifat representatif atau yang dapat menggambarkan
69
karakteristik populasi. Sampel dalam penelitian ini menggunakan berkas klaim pasien
BPJS multidisplin yang selama 3 bulan berturut-turut mulai bulan Januari 2019 sampai
dengan Maret 2019.
Metode pengambilan sampel yang dilakukan adalah secara primer dan sekunder.
Data primer dalam diperoleh dari telaah dokumen berkas klaim BPJS selama 3 bulan
berturut-turut mulai bulan Januari 2019 sampai dengan Maret 2019.
Rumus sampel yang digunakan adalah rumus estimasi satu proporsi yaitu:
n = Z21-α/2 P(1-P)
d2
(0,1)2
= 96
Keterangan=
n = besar sampel
P= estimasi proporsi
d= tingkat kepercayaan 10 %
Contoh:
n: 105
70
I(Intervalnya): 2298:105= 21
Maka anggota populasi yang jadi sampel adalah setiap berkas klaim pasien BPJS
misalnya no. 2,23,44,65, dan seterusnya berada pada nomor kelipatan 21 sampai
mencapai jumlah 105 berkas klaim pasien BPJS.(Notoadmodjo, 2010)
5.3.3 Instrumentasi
Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan untuk mengumpulkan data
penelitian berupa daftar pertanyaan, formulir checklist serta formulir lain yang berkaitan
dengan pencatatan data dan sebagainya.(Notoadmodjo, 2010). Jumlah instrumen yang
akan digunakan untuk penelitian bergantung pada jumlah variabel yang diteliti.
5.4 Informan
Pemilihan informan dengan tehnik non probability sampling (purposive/
judgemental sampling). Informan dipilih berdasarkan kemampuannya memberikan
informasi yang memadai sesuai pertanyaan penelitian( Sastroasmoro dkk, 2014),
yaitu:
1. Manajemen
2. Koder RS
3. Verifikator Internal RS
4. Dokter Penanggung jawab Pasien
5. Koder Standar ( 1 orang ) dari tim tarif INA-CBG’s Kemenkes
71
rekam medis dan berkas klaim adalah diagnosis primer, diagnosis sekunder, pemeriksaan
fisik, pemeriksaan penunjang, terapi, dan prosedur utama. Untuk masing-masing sampel
ditelusuri besaran tarif CBG’s yang dihasilkan oleh software ina-CBG’s dari petugas
grouper RS. Kemudian seluruh hasil telaahan data kuantitatif diabstraksi ke dalam daftar
tilik dalam bentuk template excell. Setelah itu, koder standar memberikan kode sesuai
dengan data yang dikumpulkan dan hasil kodingnya di telusuri jumlah besaran klaimnya
dengan soft ware yang sama dengan koder RS. Ketepatan koding dari koder standar
dibandingkan dengan koding oleh koder rumah sakit. Data sekunder yang dikumpulkan
adalah data txt pengajuan dan perbaikan klaim rawat inap, data SDM dan data profil
rumah sakit.
Pengumpulan data selanjutnya adalah data kualitatif berupa data primer melalui
wawancara mendalam untuk memperoleh informasi yang mendukung mengenai variabel
input dan proses. Variabel input berupa sumber daya manusia, dana, sarana, prasarana,
standar operasional prosedur, SIMRS, sedangkan variabel proses adalah pencatatan
rekam medis, pemeriksaan kelengkapan rekam medis, pengkodean. Data kualitatif ini
digunakan untuk mendukung interpretasi data kuantitatif.
1.6.1 Editing
Proses mengedit data dilakukan secara langsung dengan tujuan
mengetahui kelengkapan jawaban, kejelasan jawaban, dan kesalahan
pengisian.
1.6.2 Coding
72
Memindahkan data dari formulir checklist yang telah diisi menggunakan
kode tertentu untuk mempercepat pemasukan data dan mempermudah
analisis data.
1.6.3 Processing
1.6.4 Cleaning
Pengecekan data yang telah dimasukkan ke dalam komputer, untuk
melihat apakah terdapat kesalahan pada saat tahap memasukkan data.
1.6.5 Pengolahan data kualitatif
73
Selama dan sesudah penelitian selalu menghargai responden, patuh pada
peraturan, norma, adat istiadat dan budaya yang berlaku ditempat penelitian dan
memegang segala rahasia berkaitan dengan informasi yang diberikan.
BAB 6
HASIL PENELITIAN
74
1 55 S2 manajemen Pns 31 tahun, sedangkan Manajemen
tahun sebagai manajemen di RS
selama 4,5 tahun
2 57 D3 Gizi Pns 33 tahun Manajemen
tahun RS 7 tahun
3 35 D3 Kebidanan Pns 11 tahun 11 bulan, KODER
tahun koder: 2 tahun
4 35 D3 Pns 11 tahun 11 bulan KODER
tahun Keperawatan Koder 3 tahun
Peneliti membuat daftar tilik untuk melakukan observasi kelengkapan dan kesesuaian
pencatatan terhadap 105 sampel resume medis dan rekam medis di instalasi rekam medis
RS Mayjen HA Thalib Kabupaten Kerinci.
Kasus-kasus yang ditelaah hampir sebagian merupakan kasus penyakit dalam (40,95 %),
diikuti oleh Obstetry ginekologi (OBGYN)( 24,76 %).
75
2 Obgyn 26 24,76
3 Bedah 13 12,38
4 Neurologi 11 10,48
5 Anak 8 7,62
6 Paru 3 2,86
7 THT 1 0,95
Total 105 100
76
yang paling sering tidak lengkap adalah pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, dan
keluhan utama. Berikut kutipan wawancaranya:
“…………Yang paling sering tidak lengkap ya Pemeriksaan fisik, banyak soalnya yang
di periksa dari ujung kepala sampai ujung kaki”.(5)
“…………Pemeriksaan penunjang, pemeriksaan fisik ,vital sign dan terapi.”(6)
“………….anamnesa dan pemeriksaan penunjang.”(7)
Verifikator bertugas memeriksa kelengkapan resume medis mulai dari alasan dirawat
hingga terapi yang diberikan kepada pasien, memeriksa kesesuaian atau konsistensi
pengisian rekam medis maupun resume medis, terutama antara diagnosis, pemeriksaan
fisik, penunjang dan terapi yang diberikan serta dapat menambahkan kekurangan
informasi yang dalam rekam medis ke dalam resume medis sehingga dapat mengurangi
angka ketidaklengkapan pengisian resume medis.
Tabel 6.4 Kesesuaian Diagnosis Utama, Diagnosis Sekunder dan Prosedur Utama rekam
medis dengan resume medis
Frekuensi
NO Variabel Sesuai Tidak Sesuai
N % N %
1 Diagnosis Utama 44 41,9 61 58,1
2 Diagnosis Sekunder 60 57,1 45 42,9
3 Prosedur 94 89,5 11 10,5
Dari tabel diatas tampak bahwa ketidaksesuaian penulisan paling sering adalah diagnosis
utama (58,1 %) dan diagnosis sekunder (42,9 %).
Berdasarkan wawancara mendalam kepada informan diperoleh beberapa hal yang
berkaitan dengan ketidaksesuaian pengisian resume medis dan rekam medis, yaitu:
77
“ ……….setahu saya masih terdapat resume yang ditulis oleh kepru / perawat jaga
walaupun ditandatangani oleh DPJP”.(2)
“………..DPJP sebagian yang patuh, sebagian lagi perawat yang mengisinya, dan yang
diisi dpjp juga sering tidak lengkap”.(5)
“………..cara memotivasi yang efektif dalam mengisi rekam medis adalah dengan
memberikan reward dan punishment”. (3)
“………..reward dan punishment, akan timbul rasa rugi jika tidak dilaksanakan”.(4)
78
“……….dibuat SOP, kebijakan, serta reward dan punishment”.(6)
“………..tambah petugas verifikator dan koder, berikan reward dan punishment dan
berikan pelatihan bagi koder,verifikator, dan DPJP”.(7)
4. Suasana kerja DPJP yang tidak kondusif
“……..jumlah pasien yang harus ditangani DPJP terlalu banyak, sewaktu dokter visite
jadi terhambat dan terlambat, ditambah karena keluarga pasien tetap didalam waktu
DPJP visite ruangan, sehingga suasana jadi tidak nyaman karena keluarga pasien bisa
memenuhi ruangan”.(1)
“……….kalau formulir yang harus diisi memang terlalu banyak, bahkan ada
pengulangan-pengulangan yang mesti kita isi, seharusnya lebih sederhana, karena
kalau sedang ramai pasien, maka kesulitan mengisi dengan lengkap”.
“………formulirnya terlalu banyak yang harus diisi, sehingga melelahkan bagi DPJP
untuk mengisinya dan juga melelahkan bagi verifikator melakukan cross check”.(7)
6. DPJP banyak yang belum memahami kaidah penulisan diagnosis dan prosedur sesuai
ICD
79
“……….memberikan pelatihan ke DPJP mengenai klaim dan ICD sehingga timbul
kesadaran akan peran DPJP dalam meningkatkan kwalitas koding dan klaim, lewat
pengisian diagnosa dan prosedur yang mengikuti kaidah ICD, perlu diberikan reward
dan punishment bagi DPJP maupun tim casemix”.(5)
Ketidaksesuaian penulisan diagnosis banyak ditemukan pada kasus penyakit dalam. Hal
ini sejalan dengan hasil wawancara:
“….Interne, karena jumlah pasien yang banyak sehingga memakan waktu mengisinya,
kemudian neurologi karena jumlah dokter hanya 1 orang, dan bedah.”(6)
80
Rekam Medis Resume Medis
12-005713 vunus laceratum et cavum oris -
1
vulnus laceratum et cavum orbita -
2 13-041931 Congestive Heart Failure CHF ec CAD
Melena ec. Susp gatritis
3
14-049251 Melena ec.susp. Gratitis erosif
4 14-062308 suspek TB Paru Selulitis
5 15-071841 dengue fever demam tifoid
6 15-071861 dyspepsia+obs febris febris+dyspepsia
7 15-072643 Post re SC Post op SC
colic abdomen ec. Susp nyeri abdomen ec susp.
8
16-086732 appendicitis Appendicitis
Observasi Ketuban dan infeksi
9
16-088611 dan perdarahan KPD
81
ANGINA HEART
20
18-139057 AHD DISEASE
21 18-146127 Anemia anemia persisten
lymphadenophaty regio
22
18-147152 sublingual
hermia Inguinalis Lateralis Hernia Inguinalis Medialis
23
18-147484 Sinistra Sinistra
24 18-147661 DKP post op sc
25 19-139369 VERTIGO
26 19-139392 appendicitis akut appendycitis
27 9-139397 PPOK pneumonia
82
44 19-139781 febris ec typhoid typhoid fever
45 19-139784 KPD post partum
46 19-139677 GEA diare akut/ GEA
47 19-139916 post sc ai. Fetal distress post op sc
48 19-147783 hearth failure fase decompensata CHF
Tonsil Hipertrophy post
49
19-147822 tonsilectomi tonsil hipertrophy
tumor mammae dextra suspect
50
19-147876 fam FAM
51 19-148003 post op sc ai riw. SC 2x post sc
52 19-148153 abortus inkomplit post curattage
53 16-091989 colic abdomen nyeri abdomen
post op debridement dan
54
19-152081 ulkus diabeticum+ DM tipe II amputasi
55 19-152547 KPD Post partum
kPD
G1P0A0 gravid postterm
19-152717 PEB POST PARTUM VE
56 PE
ANEMIA
57 19-152786 penurunan kesadaran COMA
58 19-152875 HPP POST PARTUM HPP
MANUAL PLASENTA
POST OP
59
19-153023 APPENDICITIS AKUT APPENDEKTOMI
19-154632 G2P1A0 GRAVIDA 37-38
60
G2P1A0 GRAVID 37-38 MGU MG
INPARTU INPARTU FASE AKTIF
PEB JTH PRESKEP
PEB
83
HBSAG POSITIF KALA II
MEMANJANG
61 19-150153 OBS.FEBRIS EC SUSP DHF OBS FEBRIS
DHF
Dari hasil observasi, ditemukan beberapa diagnosis yang disalin ke resume medis tanpa
dipisah mana yang diagnosa utama dan mana diagnosa sekunder, ada diagnosis utama
yang menggunakan alasan di rawat dan ada yang menggunakan diagnosa terakhir setelah
tindakan. Seharusnya jika pasien sudah diberi tindakan, maka diagnosa utama menjadi
diagnosa paska tindakan dan verifikator memastikan diagnosa yang menghabiskan
sumberdaya yang paling besar. Berikut hasil wawancara:
“…..Ya, mungkin waktu bikin resume, waktunya sempit, jadi DPJP gak sempat ngecek
lagi. Lagipula kita pahamnya diagnosa kerja, diagnosa, dan diagnosa banding, kalau
sekarang buat mengklaim, kita mesti transform jadi ICD, kadang g sempat lagi, jadi ya
gak sempurna.”(3)
“…..Kriteria diagnosa utama dan sekunder itu sering membingungkan. Setahu saya
dengan menghitung resource nya, tapi gimana bisa hitung, billingnya belum ada waktu
resume dibuat.”(4)
“…..Ya, bisa jadi yang mengisi resume bukan DPJP, jadi cuma nyalin aja, jadi sering
ketemu diagnosa nyampur, tidak jelas mana yang primer dan mana yang sekunder.”(5)
“……Ya, karena gak tahu mana yang seharusnya diagnosa utama, soalnya kan secara
medis diagnosa utamanya ini, tapi untuk klaim diagnosa utamanya beda lagi. Harusnya
rule itu yang dipahami.”(6)
84
TABEL 6.7 DISTRIBUSI KASUS MENURUT JUMLAH DIAGNOSIS
SEKUNDER
Sebanyak 48,6 % kasus tidak memiliki diagnosis sekunder dalam rekam medis,
sedangkan kasus dengan diagnosis sekunder 3 atau lebih sekitar 8 %. Di resume medis ,
kasus tanpa diagnosa sekunder sebesar 46,7 %. Terlihat di resume medis kasus dengan
diagnosa sekunder 5 mengalami kenaikan dari tidak ada di rekam medis, menjadi ada di
resume medis sebanyak 3 kasus. Hal ini menunjukkan bahwa ada penambahan diagnosa
sekunder di resume medis.
85
7 17-112012 dyspepsia OA genue
8 17-114229 Bronkopneumonia -
9 17-115728 anemia persisten gastritif erosif
10 17-126690 HEG Hamil Preterm
11 18-118775 - dyspepsia
86
Anemia
23 19-139420 fraktur sacrum -
24 17-115997 Dyspepsia colic abdomen
25 19-139534 DM Tipe II headache
26 19-139544 SIROSIS HEPATIS CAD
KPD hamil aterm
19-139573
Gawat Janin janin tunggal hidup
27
inertia uteri
gawat janin
28 19-139578 KPD -
gawat janin
29 19-139580 kala II memanjang hamil aterm
JTH
30 19-139615 - konstipasi
dyspepsia
19-139623 disartria -
31 HT stage II
Kardiomegali
32 19-139639 - KP
33 19-139655 febris gizi kurang
post sc hamil aterm
19-139764
hamil aterm janin tunggal hidup
34
janin tunggal hidup fetal distress
riwayat asma
19-139767 problem feeding common cold
35 post epistaksis
thypoid klinis
36 19-139778 Dehidrasi ringan sedang Perbaikan Klinis
Viral Infection
37 19-139784 hamil aterm KPD
87
Janin tunggal hidup hamil aterm
Janin tunggal hidup
presentasi kepala
OLIGOHIDRAMNION OLIGOHIDRAMNION
19-152717 HAMIL POSTERM HAMIL POSTERM
JANIN TUNGGAL JANIN TUNGGAL
43
HIDUP HIDUP
ANEMIA PRESKEP
PEB
JANIN TUNGGAL
44 19-154632 HIDUP PRESKEP -
IBU HBSAG (+)
45 19-150153 SUSP. THYPOID DEMAM THYPOID
88
TABEL 6.9 PENAMBAHAN DIAGNOSIS SEKUNDER DALAM RESUME
MEDIS OLEH VERIFIKATOR DOKTER
NO DIAGNOSA n %
1 Fever, Unspecified 1 2.4
2 False Labour Before 37 Completed Weeks Of Gestation 1 2.4
3 Polyarthrosis, unspecified 1 2.4
4 Anaemia, Unspecified 5 11.9
5 Essential (Primary) Hypertension 1 2.4
6 Delivery by emergency caesarean section 10 23.8
7 Single live birth 5 11.9
8 Anaemia complicating pregnancy, childbirth and the puerperium 4 9.5
9 Other and unspecified abdominal pain 1 2.4
10 Premature rupture of membranes, unspecified 2 4.8
11 Prolonged Pregnancy 1 2.4
12 Single spontaneous delivery, Unspecified 2 4.8
13 Third-stage haemorrhage 2 4.8
14 Severe pre-eclampsia 2 4.8
15 Viral hepatitis complicating pregnancy, childbirth and the 1 2.4
puerperium
16 vacum extractor delivery 2 4.8
17 Gestational (Pregnancy-induced)Hypertension without 1 2.4
signification proteinuria
89
Rekam Medis Resume Medis
1 12-005713 Hecting Debridement
2 14-049251 Transfusi PRC -
3 16-103829 - Eksisi
4 17-112012 fisiterapi -
5 17-114229 - nebulisasi
6 18-131866 transfusi -
7 18-134299 fisioterapi -
8 19-139534 fisioterapi -
9 19-139573 - Sc
10 19-139650 fisioterapi -
11 19-152717 Vakum Ekstraksi -
Ketidaksesuaian prosedur utama antara rekam medis dengan resume medis ditemukan
pada 11 kasus (tabel 6.10). Ada yang memang tidak sesuai laporan operasinya, ada yang
lupa menuliskan kembali di resume medis.
“Oh iyya ya? Setahu saya prosedur bedah memang agak jelimet, jadi mungkin yang
menuliskan bukan DPJPnya, jadi kurang pas.”(3)
“ Menurut saya bisa saja terjadi DPJP mendelegasikan pengisian resume, namun tidak
sempat di koreksi dulu sebelum dibawa ke ruang casemix.”(4)
“ Kalau bedah, Obgyn, THT kan ada laporan operasinya, jadi kadang tulisannya sulit
dibaca, akibatnya ya salah tulis di resume medis.”(7)
Jika, koding diagnosis utama, diagnosis sekunder dan prosedur sesuai, maka akan
menghasilkan kode INA-CBGs yang benar, dan akan berpengaruh kepada tarif yang
dihasilkan INA-CBG’s. Ketidaktepatan koding diagnosa utama, diagnosis sekunder dan
prosedur utama pada penelitian ini masing-masing adalah 37,1 %, 25,7 %, dan 9,5 %.
90
TABEL 6.11 KETEPATAN KODING DIAGNOSIS UTAMA, DIAGNOSIS
SEKUNDER DAN PROSEDUR
FREKUENSI
NO VARIABEL TEPAT TIDAK TEPAT
N % N %
1 Diagnosis Utama 66 62,9 39 37,1 %
2 Diagnosis 78 74,3 27se 25,7 %
Sekunder
3 Prosedur Utama 95 90,5 10 9,5 %
Ketidaktepatan diagnosis utama paling tinggi, yaitu 37,1 %, dan diikuti oleh
ketidaktepatan diagnosis sekunder 25,71 %. Ketidaktepatan prosedur utama hanya 9,5 %.
Jika DPJP sudah berpatokan pada PERMENKES tahun 2016 dalam menentukan diagnosa
utama dan sekunder maka akan terhindar dari kekeliruan. Beban kerja verifikator pun
akan lebih ringan dalam mengkonfirmasi konsistensi diagnosa dengan prosedur untuk di
kode oleh koder.
DPJP, verifikator, dan koder haruslah memahami aturan koding INA-CBGs agar dapat
bekerja sejalan dalam proses klaim.
Berikut hasil wawancara terhadap informan tentang pedoman koding:
“……pmk, ina cbgs.”(1)
“……tidak ada komentar.”(2)
“…..pedoman pengkodean adalah rekam medis.”(3)
“…..ICD X DAN ICD 9-CM.”(4)
“…..Pedoman koding ya ICD X DAN ICD IX-CM.”(5)
“…..Untuk mengkode kita ngacunya ya pada ICD X untuk diagnosis dan ICD IX CM
untuk tindakan.”(6)
“Acuan yang dipakai ya ICD X dan ICD IX CM.”(7)
Hampir sebagian besar informan sudah tahu acuan untuk koding, tapi untuk
mengaplikasikannya tidak semudah itu, mengingat kode penyakitnya sangat banyak dan
DPJP sering lupa diagnosa dan prosedur meunurut ICD.
91
“…..Diagnosanya kan macem-macem, prosedur juga, kadang merubah dari diagnosa kita
ke ICD agak ribet.”(4)
92
TABEL 6.12 CONTOH KETIDAKTEPATAN KODING DIAGNOSIS UTAMA, DIAGNOSIS SEKUNDER DAN PROSEDUR
NO DIAGNO koreksi koder standar
DIAGNOSA
RM SA PROSEDUR kode diagnosa kode
SEKUNDER
UTAMA utama kode diagnosa sekunder prosedur CBG
12- 99.18 injection of
005713 infusion of electrolytes
99.21 Injection of
antibiotic
90.59 Microscopic
S01.5
examination of blood, S01.5 V19.3 (Pedal cyclist
Open (Open 86.59 (Closure of skin
other microscopic [any] injured in
wound of - wound of lip and subcutaneous U-4-14-I
examination unspecified nontraffic
lip and oral and oral cavity) tissue of other sites)
accident)
cavity 86.28 Nonexcisional
debridement of wound,
injection, or burn
93.57 Application of
other wound dressing
93
rotic heart 99.21 Injection of
disease antibiotic
90.59 Microscopic
examination of blood,
i25.1
other microscopic
(Atherosclerotic
examination
heart disease)
93.96 Other oxygen
J18.8 (Other
enrichment
pneumonia, organism
87.44 Routine chest x-
unspecified)
ray, so described
17- 99.18 injection of
112012 infusion of electrolytes
M19.96 (Arthrosis,
unspecified, Lower leg)
H81.1 99.21 Injection of
'M.15.9Polyar
Benign antibiotic R42 (Dizziness
throsis, U-4-11-I
Paroxysma 90.59 Microscopic and giddiness)
unspecified
l Vertigo examination of blood,
other microscopic
examination
-
94
93.39 Other Physical I15.8 (Other secondary
Therapy hypertension)
95
Dari contoh di atas, kasus I, laporan tindakan adalah hecting, bukan debridement,
kemudian koder rumah sakit tidak memasukkan koding external causa dari pasien yaitu
terjatuh dari sepeda, akibatnya ada penambahan diagnosa sekunder oleh koder standar
dan perubahan prosedur, meskipun hasil grouping dan standar tarif INA-CBGs tetap.
Pada kasus II merupakan kasus rawat bersama, CHF dan pneumonia tidak dikoding,
padahal dari rekam medis jelas diagnosanya tegak sesuai hasil konsul dengan dokter
spesialis paru. Akibatnya koder standar menambahkan kode diagnosa sekunder pada
kasus ini. Hal ini merubah grouping dan menaikkan tarif 100 %.
Pada kasus III, koder standar merubah diagnosa utama dan diagnosa sekunder, karena
dari rekam medis lebih mengarah ke diagnosa tersebut. Untuk perubahan ini, tidak
merubah grouping dan tarif INA-CBGs.
Pada kasus-kasus diatas, peran verifikator amat besar dalam mengkonfirmasi ketepatan
koding, sudah seharusnya verifikator melakukan pengecekan ulang rekam medis terutama
bagian laporan operasi, dan menanyakan ke DPJP jika ada tulisan yang tidak jelas, begitu
pula untuk pasien rawat bersama, verifikator harus menkonfirmasi dan mengecek
resources jika ada pada akhir episode perawatan ada lebih dari satu kasus.
“…….Bedah dengan tindakan operasi, karena jenis tindakan yang ditulis tidak
menyesuaikan dengan kode ICD IX- CM.”(6)
96
TABEL 6.13 SELISIH KLAIM PADA CONTOH KETIDAKTEPATAN
KODING DIAGNOSIS UTAMA
KODER RS KODER STANDAR
NOMOR
NO KODE TARIF TARIF SELISIH
RM KODE CBG
CBG CBG CBG
1 14-049251 K-4-18-I 1.760.500 K-4-18-II 2.501.800 -741.300,-
2 16-095748 K-4-18-I 1.760.500,- S-4-12-I 2.098.500,- -338.000,-
3 18-118775 K-4-18-I 1.760.500 B-4-14-I 4.418.600 -2.658.100,-
4 18-136877 B-4-13-I 3.159.500 I-4-17-I 1.779.700,- 1.380.000,-
5 18-139057 I-4-17-I 1.779.700 D-4-13-I 2.244.700.- -465.000,-
6 18-146127 K-4-18-II 1.787.000 D-4-13-I 2.244.500.- -457.500,-
7 19-139397 I-4-24-I 2.264.500 J-4-16-II 4.739.300.- -2.474.800,-
8 19-139598 I-4-17-I 2.135.600 E-4-10-I 4.044.700.- -1.909.100,-
9 19-152786 G-4-15-I 3.078.200 G-4-13-I 2.220.800.- 857.400,-
10 19-160153 U-4-13-1 1.848.300 A-4-12-I 2.539.700.- -691.400,-
11 19-139767 U-4-13-I 2.587.600 A-4-13-I 2.138.200.- 449.400,-
Pada kasus ke 4, ke 9 dan ke 11 RS mendapatkan klaim lebih besar dari yang dihasilkan
koder standar dan pada 8 kasus lainnya RS mendapatkan klaim lebih rendah dari pada
yang didapatkan koder standar, berarti ada potensi kehilangan pada 8 kasus lainnya.
97
TABEL 6.14 SELISIH KLAIM PADA CONTOH KETIDAKTEPATAN
KODING DIAGNOSIS SEKUNDER
98
TABEL 6.15 DISTRIBUSI KASUS MENURUT JUMLAH DIAGNOSIS SEKUNDER
PADA RESUME MEDIS DAN PADA E-KLAIM
Dari tabel 6.14, terlihat E-klaim tidak mempunyai diagnosis sekunder 70,5 %, sedangkan
yang tidak mempunyai diagnosis sekunder pada resume medis adalah 46,7 %. Berarti ada
peningkatan kasus yang tidak ada diagnosis sekunder di E-klaim, Hal ini menunjukkan
banyak diagnosis sekunder yang tidak diklaim oleh koder.
99
TABEL 6.16 KETIDAKTEPATAN KODING PROSEDUR UTAMA
KODER RS KODER STANDAR
NO.
NO TARIF KODE TARIF Instalasi SELISIH
RM Prosedur KODE CBG Prosedur
CBG CBG CBG
99.18,
99.21,
18-
1 90.59, L-1-40-I 3.741.300 40.3 D-1-20-I 3.880.800.- Bedah -139.500,-
147152
86.3,
93.57.
99.18,
99.21,
19- 89.52, 84.11,
2 M-1-80-I 6.321.400 M-1-30-I 6.371.200.- Bedah -49.800,-
152081 84.01, 86.22
93.57,
99.17
99.18,
99.21,
12-
3 90.59, U-4-14-I 3880400 86.59 U-4-14-I 3880400 Bedah -
005713
86.2,
93.57
100
99.18,
99.21,
18-
4 90.59, K-1-14-I 3.741.300 40.3 D-1-20-I 3.880.800.- Bedah -139.500,-
147152
86.3,
93.57
99.1,
19- 99.21,
5 K-1-13-I 3.953.400 47.09 K-1-13-I 3.953.400 Bedah -
139720 90.59,
88.21
74.1,
99.18,
99.21,
19-
6 90.59, O-6-10-II 5.163.200 74.1 O-6-10-II 5.163.200 Obgyn -
139764
75.34,
57.94,
93.57
85.99,
19- 99.18,
7 L-1-50-I 4.911.600 85.21 L-1-50-I 4.911.600 bedah -
147876 99.21,
57.94
101
99.18,
99.21,
90.59,
19- 84.11,
8 89.52, M-1-80-I 6.321.400 M-1-30-I 6.371.200.- Bedah -50.200,-
152081 86.22
84.01,
93.57,
99.17
99.18,
99.21, Obgyn
19- 73.59,
9 90.59, O-6-13-I 1.563.400 O-6-13-I 1.563.400 -
152875 75.4
75.34,
73.6, 75.4
47.99,
99.18,
19-
10 99.21, K-1-13-I 2.824.200 47.09 K-1-13-I 2.824.200.- Bedah -
153023
93.57
Ketidaktepatan koding prosedur utama juga mengakibatkan potensi kehilangan, karena klaim yang dihasilkan RS lebih rendah dari klaim
koder standar. Penulisan prosedur yang tidak mengikuti kaidah ICD IX -CM yang sering membingungkan k
102
6.1.4 Selisih Klaim.
Koder standar mengulang pengkodean, kemudian melakukan mengelompokkan dalam
group INACBGs yang sama dan mendapatkan tarif INA-CBGs. Dari hasil analisis
tersebutdiperoleh klaim yang lebih tinggi yang dihasilkan oleh koder standar
dibandingkan koder RS sebesar 36,1 %, sedangkan klaim yang lebih rendah yaitu sebesar
8,3 %. Klaim yang sama antara koder RS dan koder standar sebesar 55,6 % sebagaimana
tampak pada tabel
TABEL 6.17 KLAIM INA-CBG’S hasil koder standar dibanding koder RS
Klaim koder
Jumlah kasus Klaim rs standar Selisih
Variabel N % (Rupiah) (Rupiah) (Rupiah)
klaim lebih
tinggi 13 36.1 35.327.500 48.430.100 -13.102.600
klaim sama 20 55.6 60.687.700 60.687.700 0
klaim lebih
rendah 3 8.3 8.825.300 6.138.700 2.686.600
115.256.50
Total 36 100 104.840.500 0 -10.416.000
Klaim yang dihasilkan oleh koder RS sebesar Rp.104.840.500,- dan koreksi koder standar
klaim naik jadi Rp.115.256.500,-. Jadi, kerugian RS dari selisih klaim adalah Rp.
10.416.000,- atau kurang lebih 9 %.
Ketidaktepatan koding diagnosis utama pada 11 kasus menyebabkan selisih klaim sebesar
minus Rp. 7.048.600,-
Ketidaktepatan koding diagnosis sekunder pada 12 kasus menyebabkan selisih klaim
sebesar minus Rp. 8.683.700,-
Ketidaktepatan prosedur utama pada 10 kasus menyebabkan selisih klaim sebesar minus
Rp. 378.600,-
103
6.3 Variabel Input
A. kompetensi SDM
B. tingkat pendidikan,
C. masa kerja dan pengalaman,
D. pengetahuan
Hasil wawancara menyatakan bahwa hampir semua informan mengetahui bahwa
isian rekam medis, resume medis, dan koding penting. Berikut petikan
wawancaranya:
“…..Sangat Penting, karena kan datanya buat dasar klaim.”(1)
“…...Sangat penting, kalau data lengkap dan akurat maka proses kodingnya lancar,
nanti terhindar dari dikembalikan BPJS.”(2)
“……Sangat penting, karenakan buat data klaim BPJS.”(3)
Sangat Penting, kurang isinya nanti kurang kodingnya, sehingga akan merugikan
kita.”(4)
“…….Penting semuanya, karena semua dokumen harus sinkron dan tidak mengada-
ada.”(5)
“…….Sangat penting karena dasar mengkoding.”(6)
“…….Rekam medis, resume medis, dan koding sangat penting untuk memastikan
klaim, memperlancar proses pengklaiman.”(7)
Untuk pengetahuan mengenai rekam medis dan resume medis yang lengkap dan
tepat bagaimana, maka jawaban yang paling mendekati adalah jawaban dari DPJP
dan verifikator berikut:
“……..rekam medis lengkap apabila seluruh komponen data diisi secara lengkap di
rekam medis, dan resume medis lengkap artinya segala hal yang diminta diresume
medis diisi secara lengkap sesuai dengan rekam medis.”(4)
“……..rekam medis lengkap adalah semua acuan harus diisi, resume medis lengkap
artinya jelas kronologisnya dari awal sampai akhir, semua yang diisi yang
mendukung baik diagnosa (dokter) dan data /identitas(petugas).”(7)
104
“……..Apabila seluruh komponen data diisi secara tepat di rekam medis sesuai
dengan aturan dan dasar ilmu kedokteran, dan segala hal yang diminta diresume
medis diisi secara tepat sesuai dengan rekam medis.”(4)
“………rekam medis dikatakan disi dnegan tepat artinya, bagian awal sampai selesai
terisi, tidak ada tertunda, datanya tepat, dan dokter mengisi sesuai dengan keilmuan
dan diagnosa sinkron antara diagnosa dan prosedurnya, resume medis tepat artunya
diisi sesuai dnegan rekam medis semua yang mendukung diagnosa dan tindakan.”(7)
Pengetahuan manajemen dan tim casemix tentang koding yang lengkap dan tepat
juga tercermin dari jawaban berikut:
“…..koding lengkap jika tidak ada pengisiannya yang tertinggal sesuai rekam
medis.”(1)
“…..koding dikatakan lengkap bila data pendukung dalam penegakan diagnosa diisi
dengan lengkap.”(2)
“…...koding lengkap jika semua diagnosa dan tindakan yang ditulis di resume medis
di koding.”(5)
“……koding lengkap artinya input data sesuai dengan resume.”(6)
“…….koding lengkap artinya seluruh diagnosa dan tindakan terkoding,.”(7)
“…….koding tepat artinya tepat menurut ilmu pengkodingan.”(1)
“…….koding dikatakan tepat adalah tepat diagnosa sesuai dengan ICD X dan tepat
waktu penyelesaiannya agar proses selanjutnya bisa berjalan dengan baik, baik untuk
keperluan kunjungan ulang pasien maupun untuk klaim dan laporan ke pihak
dinkes.”(2)
“…….koding tepat jika semua diagnosa dan tindakan dibuatkan koding sesuai
dengan ICD X dan ICD 9-CM.”(5)
“…….koding tepat artinya input data dikoding sesuai dengan aturan atau standar
koding.”(6)
“…….koding tepat artinya koding benar-benar sinkron dnegan diagnosa DPJP dan
kaidah ICD X dan ICD IX-CM.(7)
E. perilaku,
Sebelum era JKN kegunaan resume medis pasien tidak begitu di perhatikan, setelah
era JKN perlahan resume medis semakin lengkap mengingat diperlukannya resume
105
medis sebagai dasar untuk mengklaim, hal ini tercermin dari jawaban informan
sebagai berikut;
“……lebih lengkap saat ini.”(1)
“…….Sebelum JKN catatan resume medis masih banyak yang kosong dan tidak ada
diselesaikan oleh petugas sampai dengan kunjungan ulang pasien, sedangkan
sesudah JKN resume sudah diisi oleh petugas medis karena ini merupakan salah satu
kelengkapan untuk pengajuan klaim.”(2)
“…….pengisian sudah terisi lengkap sesudah JKN.”(3)
“…….Sekarang lebih lengkap dan detail karena karena menyangkut klaim.”(4)
“…….Terjadi perubahan perlahan menjadi lebih lengkap.”(5)
“…….Lebih lengkap sekarang.”(6)
“…….tidak tahu.”(7)
Kepatuhan dokter sendiri dalam melngkapi rekam medis dan resume medis masih
belum optimal, sebagaimana petikan wawancara berikut:
“…….Masih terdapat resume yang ditulis oleh kepru / perawat jaga walaupun
ditandatangani oleh DPJP.”(2)
“…….sudah patuh, sebagian DPJP belum paham tentang pengisian rekam medis dan
resume medis sehingga pengisiannya belum lengkap terutama DPJP senior.”(4)
“…….sebagian yang patuh, sebagian lagi perawat yang mengisinya, dan yang diisi
dpjp juga sering tidak lengkap.”(5)
“…….Kebanyakan DPJP hanya mengisi diagnosa, sedangkan anamnesa dilakukan
oleh perawat.”(6)
“……pengisian resume medis cukup patuh, tapi tidak makasimal, sedangkan rekam
medis cukup patuh.”(7)
F. Beban kerja
Untuk jumlah koder dan verifikator sendiri sebenarnya cukup jika di lihat dari jumlah
pasien yang datang, yaitu 1 verifikator dan 4 koder , masing-masing 2 orang koder
rawat jalan dan 2 rawat inap, namun karena masih belum didukung dengan resume
medis yang lengkap dan tepat, maka terjadi hambatan dalam proses kerja tim
casemix.
106
“……..koder cukup, verifikator tidak cukup.”(1)
“……..dengan jumlah tenaga koder tersebut beban kerja sudah bisa terdistribusi
dengan baik hanya saja tingkat pengetahuan untuk koder yang kadang masih terjadi
masalah dalam penetapan koder.”(2)
“…….sudah menjadi tugas mereka tinggal manajemen pengelolaannya.”(3)
“…….cukup berat,”(4)
“……..koder cukup, tapi verifikator kurang.”(5)
“……..koder dan verifikator tidak cukup, sehingga pekerjaan menumpuk dan lambat
diserahkan ke BPJS, idealnya Rawat Inap 3 koder, rawat jalan 3 koder.”(6)
“……..tidak cukup.”(7)
“…….masalah terbesar terkait beban kerja sebenarnya tidak ada, hanya tingkat
pengetahuan tenaga yang belum optimal.(2)
“…….yang menjadi masalah terkait bebean kerja sepertinya ketidaklengkapan
dokumen.”(3)
“……masalah dalam beban kerja muncul karenatulisan dokter tidak jelas, penulisan
diagnosa tidak sesuai dengan ICD X, dan prosedur tidak sesuai dengan ICD IX-CM
dimana DPJP masih menggunakan bahasa latin.”(4)
Kualifikasi tenaga koder pun tidak disyaratkan oleh manajemen, sehingga tidak ada
koder yang berlatar belakang perekam medis, sesuai petikan wawancara berikut:
“…….tidak ada secara resmi, namun seharusnya mampu mengoperasikan komputer,
kreatif, patuh, bersedia, dan tamatan rekam medis.”(1)
“……Kualifikasi tenaga koder memahami ICD X.”(2)
“…….belum ada kualifikasi resmi, tapi sepertinya minimal D3.”(5)
“…….tidak ada.”(6)
“…….tidak ada kualifiaksi secara resmi.”(7)
G. Pelatihan,
Dari hasil wawancara diketahui bahwa untuk pelatihan yang bertujuan meningkatkan
kualitas rekam medis dan pengkodean masih sangat minim dan hanya memberikan
sedikit perubahan, bahkan untuk DPJP sendiri tidak pernah diberikan pelatihan
mengenai ICD X dan ICD IX-CM. Berikut petikan wawancara kepada informan:
“…….yang sudah itu pelatihan aplikasi SIAP untuk vedika.”(1)
107
“…….Tata cara registrasi dan alur rekam medis, penomeran rekam medis, dan
pengarsipan.(2)
“…….setahu saya belum ada buat DPJP, seperti pelatihan ICD X dan ICD IX-
CM.”(4)
“…….ada, seminar dan workshop selama 2 hari bagi koder.”(5)
“……..ada, seminar, Workshop koding dan verifikasi.”(6)
“……..pelatihan tentnag pengiisan rekam medis tidak ada, yang ada hanya workshop
dan seminar bagi koder.”
“pengaruh pelatihannya buat pelaksanaan vedika ada, tapi perlahan progressnya.”(1)
“……engaruh dari pelatihan adalah ya adanya peningkatan pengetahuan dan
pemahaman tenaga dalam pengkodean dan evaluasi kelengkapan dokumen rekam
medis untuk pengkodean.”(2)
“……perbaikan 30 % karena pelatihannya sangat singkat dan tidak detail.”(5)
“……ada, tapi tidak terlalu nampak karena hanya sekali itu saja.” (6)
“……sangat membantu, tapi karena hanya sekali ya manfaatnya saat ini tidak
optimal, seharusnya upgrade ilmu terus, dan akan lebih berefek jika DPJP juga
diikutsertakan dengan pelatihan ini ataupun pelatihan tentang ICD X dan ICD IX-
CM.”(7)
108
Hal ini dapat di lihat dari kutipan wawancara berikut:
“…….SOP yang ada untuk kelengkapan rekam medis sudah membantu DPJP dalam
bekerja, dengan kata lain SOP-nya sudah mendukung pekerjaan DPJP.”(3)
“…….ketidakpedulian terhadap sop yang sudah ada, dan tidak menganggap proses
koding bukan suatu hal prioritas.”(1)
“……pemahaman manajemen bahwa SOP dan Kebijakan dalam tertib pengisian rekam
medis dan resume medis dan pengkodean bersifat amat penting, sehingga meskipun draft
rancangan SOP sudah diusulkan, namun tidak ada respon.”(5)
“……sudah ada surat edaran yang menghimbau agar rekam medis dan resume diisi
dengan tertib, tapi surat edaran hanya menghimbau, tidak ada memberikan sanksi jika
himbauan tidak dilaksanakan.”(7)
“……reward dan pusnishment tidak ada setahu saya, mau menangguhkan remunreasi
juga tidak bisa, karena sistem remunerasi belum dilaksanakan.”(1)
“……setahu saya belum ada reward dan punishment, apalagi remunerasi, sistem nya saja
belum diterapkan disini,palingan yang bisa di lakukan jasa medis yang bersangkutan
ditangguhkan.”(3)
109
“…….reward dan punishment tidak ada, masalah potong atau menangguhkan remunerasi
juga belum bisa, remunerasi aja tidak ada, mau menerapkan remunerasi aja sulit
dilakukan.”(4)\
Jumlah formulir rekam medis dirasakan masih terlalu banyak yang harus diisi oleh DPJP
dan urutannya juga membingungkan, meskipun sudah mengikuti standar akreditasi.
“…..Formulir terlalu banyak.”(1)
“…...Formulir yang digunakan sudah sesuai dengan ketentuan dan direkomendasikan
oleh KARS.”(2)
“……Kalau formulir yang harus diisi memang terlalu banyak, bahkan ada pengulangan-
pengulangan yang mesti kita isi, seharusnya lebih sederhana karena kalau sedang ramai
pasien, maka kesulitan mengisi dengan lengkap”.(3)
“…….Formulir yang harus diisi terlalu banyak sehingga repot membolak-balik.”(5)
“…….Formulirnya terlalu banyak yang harus diisi, sehingga melelahkan bagi DPJP
untuk mengisinya dan juga melelahkan bagi verifikator melakukan cross check.”(7)
“…….Urutan formulir di rekam medis tidak rapi dan menyulitkan koder dan
verifikator.”(1)
“……Sebagai verifikator saya merasakan bahwa rekam medis itu urutannya menyulitkan
verifikasi,.”(7)
110
Dalam proses pekerjaan di ruang casemix juga belum melibatkan rekam medis dari awal
untuk memudahkan proses koding, hal ini menyulitkan verifikator dalam memverifikasi
ketidaklengkapan ataupun ketidaktepatan koding.
Ruang kerja casemix juga kurang luas, sehingga penyimpanan berkas klaim jadi terbatas.
Rekam medis yang sedang diproses klaimnya juga tidak punya tempat penyimpanan
khusus, disamping juga tidak sampai ke ruang casemix. Berkas klaim juga tidak
diarsipkan, keseluruhan berkas klaim dikirim ke BPJS.
B. Komputer
Jumlah computer di ruang casemix sudah mencukupi kebutuhan, hanya saja jaringan
internetnya yang masih kurang optimal. Masing-masing meja koder telah dilengkapi
dengan komputer.
“……Saya lihat sudah cukup, masing-masing meja sudah ada komputernya.”(1)
“……Sudah mencukupi menurut saya, karena per koder dan verifikator sudah dilengkapi
masing-masing 1 komputer.”(2)
“……jumlah komputer sudah cukup,tapi sinyal internetnya yang lelet..”(5)
“……cukup memadai lah jumlah komputernya, tapi ya printer kurang dan sinyal
internetnya yang sering tidak lancar.”(6)
Belum semua departemen memiliki buku ICD X dan ICD IX-CM terutama di rawat
inap, sehingga DPJP tidak bisa mengkonfirmasi diagnosa dan atau tindakan yang
telah ditegakkan.
“……Perlu dilengkapi buku ICD X dan ICD IX-CM untuk memudahkan DPJP.”(5)
“……Buku ICD X dan ICD IX-CM perlu disediakan, aplikasi koding diadakan.”(6)
“……Rumah sakit sudah melengkapi buku ICD X dan ICD 9-CM, tapi baru
beberapa, sehingga masih butuh penambahan.”(1)
“……Di setiap ruangan rawat inap dan di casemix dilengkapi buku ICD X dan IX-
CM.”(5)
111
D. Rekam Medis Elektronik
Rekam Medis Elektronik belum diterapkan, semuanya masih manual. Perlu diterapkan
billing system terintegrasi dengan rekam medis elektronik dan aplikasi koding yang
mampu membantu koder dalam membuat kode yang akurat buat pengklaiman. Buku ICD
X dan
ICD IX-CM diperlukan untuk memudahkan DPJP melihat panduan saat mengisi
diagnosis dan tindakan sesuai kaidah ICD.
Berikut kutipan wawancara :
“…….Menurut saya ya , agar proses klaim lancar sudah seharusnya rumah sakit
dilengkapi RM elektronik dan sistem billing yang terintegrasi, sehingga DPJP bisa lebih
tertib dalam mengisi rekam medis, karena berdampak langsung ke billingnya.”(3)
“……Ruangan casemix kurang luas, rak rekam medis kurang, dan perlu aplikasi
mempermudah pekerjaan koder dan verifikator, penulisan diagnosa dan tindakan di
rekam medis dan resume belum mengikuti kaidah ICD.”(1)
6.3.4 SIMRS
Rumah Sakit Mayjen HA Thalib Kerinci belum memiliki SIMRS, sehingga menyulitkan
koder dan verifikator mengkonfirmasi berbagai data yang dibutuhkan untuk pengklaiman,
seperti hasil pemeriksaan penunjang, laporan operasi dan billing pasien.
“…..RS selama ini belum memiliki SIMRS yang bisa memudahkan transfer data ke
casemix.”(5)
112
6.3.5 Dana
Alokasi anggaran khusus untuk meningkatkan kelengkapan dan ketepatan pengkodean
belum ada, sehingga untuk kegiatan rutin seperti pertemuan koordinasi antara tim
casemix dan DPJP perlu diajukan terlebih dahulu, barulah setelah mendapat persetujuan
dapat dilaksanakan. Hal ini tercermin dari wawancara berikut:
“…..Setahu saya secara khusus tidak ada anggaran, sesuai kebutuhan diajukan sehingga
ya belum optimal.”(1)
“…..Setahu saya tidak ada alokasi dana khusus untuk peningkatan kelengkapan dan
ketepatan pengkodea, sehingga untuk kegiatan pertemuan- pertemuan koordinasi harus
mengusulkan dulu setiap perlu.”(7)
Untuk peningkatan kinerja DPJP, koder dan verifikator belum pernah mendapat insentif
ataupun reward dan punishment, padahal itu merupan salah satu upaya manajemen untuk
merangsang kinerja tim. Berikut kutipan wawancara mengenai ini:
“…..Setahu saya belum ada dana yang dianggarkan khusus untuk insentif ataupun reward
bagi DPJP dan koder ataupun verifikator. Seharusnya untuk merangsang orang bekerja,
maka perlu diberikan.”(1)
“…..Selama ini belum pernah ada insentif /reward khusus untuk DPJP yang tertib dalam
pengisian rekam medis dan resume medis, logikanya karena sudah bekerja maksimal,
sudah sepantasnya dihargai lebih.”(3)
“…..Insentif ataupun reward bagi DPJP yang melengkapi rekmam medis dengan tertib
selama ini tidak ada. Menurut saya, ya diberilah, sesuai dengan kinerjanya.”(4)
“……Rasanya bagi koder belum ada insentif/reward buat kinerjanya. Inginnya ya diberi
lah, biar semangat kerjanya.”(5)
“……Insentif /rewad belum pernah ada. Seharusnya tentu saja ada insentif/ reward,
supaya kinerja naik.”(6)
113
“……Untuk verifikator belum pernah diberi reward/ insentif, bahkan skearang pekerjaan
bertambah karena verifikator satu lagi sudah tidak bertugas di casemix.”(7)
Pada umumnya informan mengetahui bahwa DPJP lah yang bertanggung jawab dalam
pencatatan rekam medis dan resume medis. Namun, dengan banyaknya jumlah pasien,
maka DPJP sering mendelegasikan pengisian rekam medis dan resume medis kepada
dokter umum di ruang rawat inap dan bahkan perawat di rawat inap. Hal ini berisiko,
karena jika dokter ruangan ataupun perawat yang didelegasikan tidak disiplin dalam
mengisinya maka akan terjadi penurunan kualitas dari rekam medis. Sebagaimana
wawancara berikut:
“…..Rekam medis yang tidak lengkap akan di isi oleh kepala ruangan secara tidak resmi,
tidak tahu apakah diruangan atau di ruang verifikator, case manager belum ada.”(1)
“…...Kalau DPJP tidak lengkap isinya, maka dokter ruangan yang melengkapi di
ruangan, peran case manager belum terbentuk.”(2)
“…..Dokter ruangan yang diberi kewenangan untuk melengkapi rekam medis diruangan
rawat inap. Rumah sakit belum menugaskan case manager.”(5)
“…..Dokter ruangan, dilaksanakan diruangan rawat inap, dan tanpa case manager karena
belum tersedia case manager.”(6)
114
“…..Pendelegasian tidak resmi ke dokter ruangan, karena peraturan direktur tidak ada
sebagai payungnya, dan pengisian langsung dirawat inap, case manager belum ada.”(7)
Kesesuaian penulisan diagnosis dan tindakan oleh DPJP dengan kode ICD 10 /ICD IX-
CM belum optimal. Sebagian DPJP belum mengikuti kaidah ICD dan juga memang tidak
ada aturan yang mewajibkan DPJP untuk menuliskan diagnosa dan tidakan sesuai ICD.
”…. 20 % sesuai ICD, tidak ada SOP bahwa harus pakai kaidah ICD X, hanya
disosialisasikan pada apel pagi.”(1)
“….harus sesuai kaidah ICD penulisan diagnosis dan prosedurnya, DPJP tidak
menuliskan sesuai kaidah ICD karena tidak hapal kode diagnosisnya dengan ICD.”(3)
“……DPJP masih banyak yang menggunakan bahasa latin dalam rekam medis untuk
diagnosa dan prosedurnya, karena memang tidak ada aturan dan pelatihan tentang ICD X
dan ICD IX CM buat DPJP.”(5)
“……DPJP sering menuliskan diagnosa dengan bahasa latin, memang tidak pernah
diwajibkan untuk DPJP menuliskan diagnosa dengan ICD X dan ICD IX-CM dan
memang tidak pernah dapat pelatihan mengenai ICD X dan ICD IX-CM.”(6)
“……Sebagian besar tidak sesuai, tidak wajib dan tidak ada aturan,tidak pernah ada
pelatihan buat DPJP.”(7)
Mengenai kepatuhan pengisian rekam medis memang masih menjadi kendala. Motivasi
perlu diberikan bisa berupa reward dan punishment, hal ini di usulkan sebagian besar dari
informan. Berikut kutipan wawancara:
“……Pernah ada yang lupa, tapi sudah berkurang, perlu ada yang mengingatkan
DPJP.”(1)
115
“……Mungkin juga ada yang lupa menuliskan diagnosismya, langsung terapinya,
padahal diagnosis, rencana tindakan dan assessment harus sesuai diagnosis. Ya perlu
diingatkan DPJPnya.(3)
“……cara memotivasi yang efektif dalam mengisi rekam medis adalah dengan
memberikan reward dan punishment.”(3)
“……reward dan punishment, akan timbul rasa rugi jika tidak dilaksanakan.”(4)
Masalah terbesar dalam pengisian rekam medis adalah banyaknya formulir yang harus
diisi, sementara waktu pengisian terbatas karena ketidakseimbangan jumlah pasien dan
DPJPnya. Hal ini tercermin dari wawancara berikut ini:
“……Yang saya rasakan sebagai DPJP yang sering menjadi masalah dalam pengiisan
rekam medis adalah ketidaklengkapan pengisian dan lembar formulir pengisian yang
terlalu banyak.”(3)
“……Masalah terbesar terkait pengisian rekam medis ya masalah waktu yang terbatas
untuk pengisian, mengingat pasien yang banyak.”(4)
“……Saya rasa kendala dalam pengisian rekam medis ya karena keterbatasan waktu dan
dokumen terlalu banyak.”(5)
116
6.4.2 Pemeriksaan Kelengkapan Resume Medis (verifikator)
Sewaktu resume dan rekam medis sampai di ruang casemix, maka verifikator terlebih
dulu memverifikasi resume medis, terutama sinkron tidaknya antara diagnosis dengan
alasan dirawat, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, dan terapi selama perawatan.
Verifikator melengkapi sesuai data direkam medis yang relevan. Diagnosis yang jelas
hanya lupa ditulis, ataupun sudah ada bukti dihasil pemeriksaan penunjangnya. Jika
diagnosa primer dan sekunder harus ditukar posisinya, maka verifikator wajib meminta
izin ataupun konfirmasi ke DPJP.
Yang bertanggung jawab memeriksa berkas resume medis sebelum ditagihkan ke BPJS
adalah verifikator. Berikut kutipan wawancara:
“……Verifikator yang bertanggung jawab memeriksa berkas resume medis, yang dicek
resume dan rekam medis.”(5)
“……Verifikator, resume tidak lengkap atau tidak tepat, verifikator memeriksa rekam
medis juga.”(7)
“…..Yang biasanya diperiksa dalam rekam medis dan resume medis ya diagnosa dan
prosedur dan pemeriksaan penunjang yang mendukung prosedur.”(7)
Hambatan pemeriksaan resume medis biasanya tulisan DPJP yang sulit dibaca dan tidak
adanya rekam medis di ruang casemix. Hal ini tercermin dari hasil wawancara:
“…..Yang menghambat pemeriksaan resume adalah tulisan DPJP yang sulit dibaca,
resume tidak lengkap, pengisian tidak tepat, penulisan diagnosa primer dan sekunder
sering terbalik dan tidak sesuai kaidah ICD.”(7)
117
“……Rekam medis tidak ada di ruang casemix.”(6)
Dalam mengatasi hambatan, informan memberikan solusi sementara bahwa dibuat tim di
ruangan pasien dirawat untuk mengingatkan DPJP, diberlakukan rekam medis elektronik,
ada rapat koordinasi anara manajemen, tim casemix dan DPJP. Berikut kutipan
wawancara:
“…… Sebaiknya rekam medis yang akan diklaim juga mengikuti resume dan di simpan
sementara di ruang casemix sampai proses verifikasi selesai.”()
“….Perlu rapat koordinasi antara manajemen, DPJP, Tim casemix , dan juga rekam medis
online.”(7)
Dalam pengkodean, dibutuhkan data diagnosa primer, diagnosa sekunder, data hasil labor
dan penunjang lainnya, serta tindakan dalam resume medis, jika ragu koder bisa
membuka rekam medis untuk kepastiannya.
“…….Koder mengkode menggunakan resume medis, kalau ragu ya buka rekam medis
lah.”(5)
Semua koder telah mengetahui bahwa pedoman dalam pengkodean adalah ICD X untuk
diagnosis dan ICD IX-CM untuk tindakan,
“……Untuk mengkode kita ngacunya ya pada ICD X untuk diagnosis dan ICD IX CM
untuk tindakan.”(6)
118
Hambatan dalam melakukan pengkodean penulisan diagnosa dan tindakan belum
mengacu pada ICD, tulisan DPJP sulit dibaca, server internet yang lambat.
“…..penulisan diagnosa dan tindakan yang masih banyak belum sesuai kaidah ICD X dan
ICD IX-CM.”(5)
“….Kesulitan koder menemukan padanannya yan ditulis oleh DPJP dalam bahasa latin
ke bahasa inggris dalam ICD.”(6)
“……1 berkas minimal 3 menit, maksimal kalau bermasalah bisa sampai 1 minggu
menunggu di verifikasi di DPJP, biasanya ya muncul masalah kalau tulisan DPJP tidak
jelas.”(5)
“……Tergantung kelengkapan resume medis, jika lengkap maka dalam 2 menit jika tidak
lengkap bisa sampai 1 minggu paling lama, tidak lengkap atau kita gak bisa baca tulisan
DPJPnya, itu yang bikin susah.”(6)
Koding yang sering dikembalikan BPJS adalah jika koding diagnosa atau tindakan tidak
sesuai dengan data pemeriksaan pendukung, yang kodingnya tidak sesuai dengan ICD,
diagnosa primer dan sekunder terbalik letaknya.
“….Koding yang biasanya di kembalikan BPJS ya itu koding yang tidak sesuai antara
diagnosa atau tindakan dengan data pendukungnya, misalnya diagnosa anemia, tindakan
transfusi, tapi data pemeriksaan Hb tidak ada diresume dan berkas klaim.”(5)
“….Koding yang tidak sesuai dengan ICD X dan ICD IX CM, ataupun diagnosa primer
dan sekunder terbalik.”(6)
119
BAB 7
PEMBAHASAN
Untuk kelengkapan pengisian resume medis dalam penelitian ini diperoleh paling banyak
tidak lengkap di pemeriksaan fisik (49,5%) , diikuti pemeriksaan penunjang (36,2 %) dan
keluhan utama 9,5 %. 49,5 % tesebut terdiri dari 26 kasus Penyakit Dalam, 11 kasus
bedah, 6 kasus obgyn, 5 kasus neurologi, 2 kasus paru, 1 kasus anak, dan 1 kasus THT.
Untuk pemeriksaan penunjang dan keluhan utama terbanyak yang tidak lengkap adalah
di Penyakit Dalam.
Hasil ini berbeda dengan hasil penelitian dari Cicih Opitasari di RSUP Fatmawati, dimana
ketidaklengkapan pemeriksaan fisik pada resume hanya 0,9 %, sedangkan yang terbanyak
adalah pemeriksaan lab dan penunjang lainnya sebanyak 13 %( Opitasari C, 2017). Dari
wawancara semua informan menyadari pentingnya pengisian resume medis yang lengkap
untuk proses klaim, namun pengetahuan ini belum ditunjang dengan kepatuhan dalam
pengisian resume medisnya. Untuk pemeriksaan penunjang sendiri sebenarnya cukup
tinggi juga ketidaklengkapannya dibandingkan penelitian Cicih Opitasari, yaitu 36,2 %,
120
hal ini disebabkan tingkat kepatuhan yang rendah dan jumlah pasien yang banyak,
mengingat meskipun rumah sakit kabupaten, tapi melayani 2 wilayah yaitu kota Sungai
Penuh dan Kabupaten Kerinci, sehingga dengan angka BOR yang tinggi lebih dari 85 %
dengan jumlah dokter yang masih terbatas, maka cukup menghabiskan waktu mengisi
rekam medis dan resume medis.
Ketidaksesuaian diagnosis utama, diagnosis sekunder dan prosedur utama antara rekam
medis dan resume medis berturut-turut adalah 58,1%, 42,9 %, 10,5 %. Ketidaksesuaian
diagnosis utama ini lebih tinggi daripada penelitian Cicih Opitasari, yaitu sebesar 8,6 %,
sedangkan untuk ketidaksesuaian diagnosis sekunder lebih rendah dari Cicih Opitasari,
yaitu 68,6 % dan 5,6 %. Jika dibandingkan dengan penelitian Guslianti, maka
ketidaksesuaian diagnosis utama dan diagnosis sekunder lebih tinggi dari Guslianti yaitu
sebesar 4 % dan 27,4 %, (Guslianti, 2017). Ketidaksesuaian diagnosis utama dan
diagnosis sekunder tinggi karena seringnya tertukar antara diagnosis utama dan sekunder,
meski diisi cukup lengkap tapi tidak tepat, sehingga muncul ketidaksesuaian. Diamping
itu ada diagnosis utama yang menggunakan alasan pertama kali di rawat dan ada yang
menggunakan diagnosa terakhir setelah tindakan. Seharusnya jika pasien sudah diberi
tindakan, maka diagnosa utama menjadi diagnosa paska tindakan dan verifikator
memastikan diagnosa yang menghabiskan sumber daya yang paling besar.
Meskipun dari hasil wawancara DPJP memahami fungsi pengisian rekam medis dan
resume medis untuk proses pengklaiman, namun tidak sejalan dengan perilaku, dimana
kepatuhan untuk mengisi rekam medis dan rsume medis dengan tertib masih tidak sejalan
dengan pengetahuan. Menurut hasil wawancara, ketidakpatuhan DPJP ini dipicu oleh
ketiadaan remunerasi dan billing system serta reward dan punishment, sehingga walaupun
kinerja DPJP meningkat tapi tidak berefek kepada kesejahteraan DPJP dan sebaliknya.
Sebenarnya jika SIMRS dijalankan, billing system dan remunerasi dilaksanakan, maka
akan lebih baik terasa dampaknya kepada DPJP. Sarwanti dalam penelitiannya
menemukan bahwa faktor lain yang berkaitan dengan pengisian kelengkapan rekam
medis dan resume medis adalah beban kerja, pelatihan, kompensasi, monitoring, dimana
121
faktor kompensasi adalah faktor yang paling dominan yang berhubungan dengan
kelengkapan resume medis (Sarwanti, 2014)
Kesalahan interpretasi terhadap tulisan dokter di resume dan rekam medis dapat
mengakibatkan kesalahan kode ICD, dalam penelitian ini tulisan dokter yang sulit dibaca
masih menjadi masalah dalam pengkodean.
Farzandipour dalam penelitiannya menemukan bahwa ada 23,9 % tulisan yang sulit
dibaca, dan dari penelitian tersebut tulisan yang mudah dibaca dapat mengurangi tingkat
kesalahan dalam pengkodean (Farzandipour & Sheiktaheri, 2009). Yuniati menemukan
kesalahan dam pengkodean di sebabkan tulisan koder yang sulit dibaca, laporan yang
tidak lengkap, serta kebingungan dalam memilih kode sesuai ICD (Yuniati, 2017). Solusi
untuk masalah tulisan yang sulit dibaca adalah rekam medis elektronik yang terkoneksi
dnegan billing system dan remunerasi.
Ketidaksesuaian pengisian diagnosis utama, sekunder dan prosedur ini terjadi juga karena
pengisiannya didelegasikan kepada dokter ruangan dan perawat, beban kerja para DPJP
juga tinggi, mengingat BOR RS yang lebih dari 85 % saat ini, dan jumlah dokter yang
terbatas, maka para DPJP menjadi tidak punya cukup waktu untuk mengisi rekam medis
dan resume medis secara tertib, sehingga kelelahan jika harus melengkapinya. Hal ini
sejalan dengan penelitian Sarwanti yang menemukan bahwa semakin berat beban kerja ,
maka semakin buruk perilaku dokter spesialis dalam mengisi resume medis (Sarwanti,
2014).
122
Diagnosis utama dan diagnosis sekunder sering tertukar, dan ketidaktahuan dalam
pengisian diagnosa utama pada resume dan kesulitan membaca tulisan DPJP, mengingat
yang mengisi resume medis biasanya didelegasikan kepada dokter ruangan dan perawat.
Sebenarnya jika seluruh DPJP mengisi rekam medis dengan tulisan yang mudah dibaca,
DPJP mau mengkorekasi kembali resume yang sudah didelegasikan dan memahami
permenkes 76 tahun 2016 tentang pedoman INA-CBGs dalam pelaksanaan JKN maka
kualitas koding akan naik secara signifikan.
Rumah Sakit Umum Mayjen HA Thalib Kabupaten Kerinci belum menerapkan Sistem
Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS). Hal ini tentu sangat berpengaruh pada
kelancaran klaim. Namun begitu,penelitian Kresensia Nensy di RSUD Dr. Ben Mboi
Ruteng meski sudah memiliki SIMRS namun belum optimal, karena SIMRS nya belum
terintegrasi dengan rekam medis elektronik (Nensy K, 2017). Jadi, SIMRS yang
dimaksud di penelitian ini, adalah SIMRS yang terintegrasi dengan billing system dan
rekam medis elekronik yang mampu mnenunjang proses klaim.
Ketiadaan SIMRS, billing system, dan rekam medis elektronik menghambat pekerjaan
koder dan verifikator, karena jika ada hal tersebut ketika menelaah resume medis, dapat
langsung memeriksa billing pasien, dan mengetahui sumber daya yang digunakan dari
tindakan yang tercatat dalam billing, sehingga dapat membantu menegakkan diagnosa
utama. Verifikasi resume medis dilakukan oleh verifikator diruang casemix, karena
keberadaan case manager tidak ada, sehingga komunikasi dengan DPJP hanya dapat
dilakukan setelah pasien pulang, akibatnya menyulitkan DPJP untuk mengingat kembali
riwayat pasien tersebut.
Selisih klaim dari ketidaktepatan koding dari 105 sampel pasien rawat inap BPJS dari
yang diambil pada 3 bulan berturut-turut adalah sebesar 10.416.000,- atau kurang lebih 9
%. Pada bulan Januari – Maret 2019 klaim rawat inap yang diajukan adalah sebesar Rp
5.858.452.200,- maka perbulan jumlah klaim yang diajukan adalah sebesar Rp.
1.952.817.000,- maka selisih klaim perbulan adalah sebesar Rp. 175.753.530,- dan
setahun menjadi Rp. 2.109.042.360,-
123
Untuk ketidaklengkapan resume medis tertinggi yaitu 49,5 %, maka didapatkan kerugian
sebesar Rp. 966.644.613,- per bulan, setahun menjadi 11.599.735.400,-
Angka kerugian ini ternyata menjadi besar setelah dikonversikan setahun, bahkan dapat
untuk membiayai pengadaan SIMRS, sehingga dapat memperlancar proses klaim. Untuk
itu, alangkah baiknya jika di RS Mayjen HA Thalib melengkapi rumah sakitnya dengan
SIMRS, billing system, dan rekam medis online,
124
BAB 8
PENUTUP
8.1 Kesimpulan
Dengan adanya era JKN, maka rumah sakit harus beradaptasi dengan system pembiayaan
casemix INA-CBGs, ditambah lagi RSU Mayjen HA Thalib merupakan rumah sakit tipe
C satu-satunya di wilayah Kabupaten Kerinci dan Kota Sungai Penuh dan 87 %
pendapatannya bergantung pada pasien JKN, ditambah lagi kota Sungai Penuh telah
melaksanakan UHC mulai tahun 2019, maka di prediksi akan terjadi lonjakan psien
pemegang kartu BPJS yang diharapkan tentu saja akan menambah pendapatan dari sector
ini. Dari hsol penelitian analisis akurasi diagnosis, prosedur dan koding ina-cbgs pada
klaim pasien rawat ina JKN di RS. Mayjen H.A. Thalib Kabupaten Kerinci dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut
A. Variabel Input
a. Sumber Daya Manusia
1. Pengetahuan
Hampir seluruh informan memiliki pengetahuan mengenai pentingnya
kelengkapan dan ketepatan pengisian resume medis dan rekam medis serta
koding. Namun, DPJP dan verifikator serta koder masih terbatas
pengetahuannya mengenai penegakan kriteria penegakan diagnosa utama dan
sekunder. Hanya verifikator yang mengetahui tentang PERMENKES 76 tahun
2016 tentang pedoman INA-CBGs dalam pelaksanaan JKN.
2. Perilaku
DPJP masih banyak yang tidak patuh dalam mengisi rekam medis dan resume
medis, tulisannya msih banyak yang sulit dibaca, dan mendelegasikan dokter
ruangan ataupun perawat untuk menyelesaikan reume medis. Hal ini,
disebabkan jumlah formulir rekam medis yang cukup banyak dan tidak
berurutan dengn baik, waktu yang tidak cukup untuk mengisinya karena jumlah
pasien yang banyak dan DPJP terbatas, belum adanya reward dan punishment,
belum ada remunerasi.
3. Beban Kerja
DPJP mengalami kelebihan beban kerja, sedangkan untuk verifikator dan koder
memiliki beban kerja yang cukup
125
4. Pelatihan
Pelatihan untuk koder dan verifikator sudah pernah ada, tapi tidak
berkesinambungan, baru sekali dalam tahun ini. Dari segi kualitas dan kuantitas
pelatihannya masih jauh dari harapan. DPJP sendiri belum pernah mendapat
pelatihan mengenai kualitas rekam medis, ICD X dan ICD IX-CM ataupun
mengenai PERMENKES 76 tahun 2016 untuk memudahkan DPJP memahami
kriteria suatu diagnosa utama dan sekunder.
b. Sarana dan Prasarana
Untuk komputer sudah mencukupi, dimana di setiap meja di casemix sudah
memiliki computer, meskipun printer hanya beberapa. Namun, rekam medis
elektronik dan billing system belum ada.
c. SOP/ Kebijakan
SOP yang menjamin pengisian rekam medis dan resume medis secara lengkap dan
tepat sudah ada, tapi tidak semua DPJP mematuhinya. Surat Edaran sudah
diberikan manajemen agar seluruh DPJP mengisi rekam medis dan resume medis
secara lengkap dan tepat, namun kebijakan lain belum ada.
d. SIMRS
Belum memiliki SIMRS yang terintegrasi dengan rekam medis elektronik dan
billing system. SIMRS terintegrasi rekam medis elektronik dan billing system
sangat membantu verifikator dan koder dalam memverifikasi hasil pemeriksaan
penunjang serta membantu dalam menghasilkan koding yang berkualitas.
B. Variabel Proses
a. Pencatatan rekam medis dan resume medis (DPJP)
Pencatatan rekam medis dan resume medis masih belum lengkap dan masih dibantu
oleh dokter ruangan dan perawat.
b. Pemeriksaan Kelengkapan Resume Medis (verifikator)
Penilaian resume medis oleh verifikator masih terbatas pade kelengkapan, belum
sampai ke tahap menegevaluasi sumber daya yang digunakan untuk usatu diagnosa
dan prosedur.
c. Pengkodean (koder)
126
Ketepatan pengkodean sudah cukup baik. Hal ini karena kompleksitas penyakitnya
masih rendah, sehingga pengkodeannya juga tidak sulit. Namun, ketidaktepatan
koding masih terjadi, meski penyakit tidak kompleks.
C. Variabel Output
a. Kelengkapan Resume Medis
Ketidaklengkapan pemeriksaan fisik paling tinggi yaitu (49,5%) , diikuti
pemeriksaan penunjang (36,2 %) dari 105 sampel penelitian.
b. Kesesuaian Diagnosa dan Prosedur
Ketidaksesuaian diagnosis utama, diagnosis sekunder dan prosedur utama antara
rekam medis dan resume medis berturut-turut adalah 58,1%, 42,9 %, 10,5 %
c. Ketepatan koding diagnosis dan prosedur
Koder standar menemukan ketidaktepatan koding diagnosis utama sebesar 37,1
%, ketidaktepatan koding diagnosa sekunder 25,7 %, dan ketidaktepatan prosedur
utama sebesar 9,5 %.
D. Out come
Selisih klaim dari ketidaktepatan koding dari 105 sampel pasien rawat inap BPJS dari
yang diambil pada 3 bulan berturut-turut adalah sebesar 10.416.000,- atau kurang
lebih 9 %.
8.2 Saran
2. Menyusun program pelatihan berkala bagi koder, verifikator, dan DPJP serta
manajemen agar selalu mengetahui dan dapat melaksanakan aturan-aturan baru dalam
menunjang keberhasilan klaim.
127
3. Menyusun SOP yang dapat mensiasati jumlah DPJP yang terbatas agar dapat menjamin
kualitas rekam medis dan resume medis, misalnya dengan memdelegasikan pengisian
resume medis kepada dokter ruangan, namun DPJP tetap memeriksa kembali
kelayakannya.
4. Manajemen mngadakan SIMRS terintergasi billing system dan rekam medis online
serta remunerasi untuk menstimulasi DPJP memperbaiki kualitas rekam medis dan
resume medisnya dan membantu koder dan verifikator dalam mengkonfirmasi keakuratan
data dalam pengkodean.
6. Mengembangkan rekam medis elektronik yang terintegrasi dengan ICD X dan ICD IX
CM yang dilengkapi alert system yang mengawal kelengkapan dan konsistensi pengisian
resume medis dan rekam medis.
7. Melaksanakan reward dan punishment dengan sasaran DPJP, koder dan verifikator.
DAFTAR PUSTAKA
128
6. Clack, C. A. 2009. Bridging the koding gap: From education to experience. M.S.
1489780, The College of St. Scholastica.
7. Dhakal. S.(2014). Coding Errors, Its Impact, and Solution. Proquest
8. Farzandipour M, Abbas Sheikhtaheri, 2009: Evaluation of Factors Influencing
Accuracy of Principal Procedure Coding Based on ICD-9-CM: An Iranian
Study.Perspectives in Health Information Management 6;5, Spring
9. Guslianti, W., 2016. Analisis Kelengkapan Resume Medis dan Ketepatan Koding
Diagnosis terhadap Potensi Resiko Klaim BPJS di Unit Rawat Inap RSUD
Cempaka Putih Tahun 2016, tesis, tidak dipublikasi, Fakultas Kesehatan
Masyarakat, Universitas Indonesia, Depok.
10. Hayajneh, Y.(2007) Management Health Care Profesionals Series, Systems dan
Systems theory dari https://www .hayajneh.org> readings> Systems-Theory,
diunduh 10 Desember 2018.
11. Heryana A. (2017). Pengertian Sistem dan Berfikir Sistem
https://www.researchgate.net/publication/321012052_Sistem_teori_pengertian_
dan_berfikir_sistem_dalam_bidang_kesehatan?, diunduh 27 Maret 2018
129
130
23. Moleong L.2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Edisi 22. Bandung: PT.
Remaja, Rosdakarya Bandung.
24. Nensy, K. 2017. Survey faktor-faktor penentu pada berkas klaim pasien BPJS
rawat inap dalam rangka menurunkan kejadian pending pembayaran klaim BPJS
di RSUD Dr. Ben Mboi Ruteng Tahun 2017, tesis, tidak dipublikasi, Fakultas
Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, Depok.
25. Notoatmodjo. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT. Rineka Cipta
26. Opitasari C, 2017. Analisis Kelengkapan dan Ketepatan Diagnosis, Prosedur dan
Koding terhadap Besaran Klaim di RSUP Fatmawat, tesis, tidak dipublikasi,
Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, Depok.
27. Republik Indonesia , 2004, Undang-undang RI nomor 40 tahun 2004 tentang
Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).
28. Republik Indonesia, 2009. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun
2009 Tentang Rumah Sakit,
darihttp://www.depkes.go.id/resources/download/peraturan/UU%20No.%2044%
20Th%202009%20ttg%20Rumah%20Sakit.PDF, diunduh 03 Maret 2018
29. Sastroasmoro dkk. 2014. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. Edisi ke-5.
Jakarta: Sagung Seto.
30. Sarwanti (2014). Analisis perilaku dokter spesialis surgical dalam kelengkapan
pengisian resume medis pasien rawat inap di RSUP Fatmawati tahun 2014.
Depok: FKMUI
31. Tettey S. Sodzi-, Aikins M., Williams J. K. Awoonor, Agyepong I. A., 2012.
Challenges In Provider Payment Under The Ghana National Health Insurance
Scheme: A Case Study Of Claims Management In Two Districts. Ghana Medical
Journal, Volume 46, Number 4. (Diunduh, 14 September 2018)
32. Undang-undang Dasar (UUD) 1945 pasal 28 dan pasal 34
33. WHO (2010) The World Health Report.Health System Financing the Path to
Universal Coverage, diunduh 10 Desember 2018.
34. World Bank (2014) Universal Health Coverage fot Inclusive and Sustainable
development country Summary Report for Ghana.
https://document.worldbank.org/curated/en/786901468250871431/Universal-
132
health-coverage-for-inclusive-and-sustainable-development-country-summary-
report-Ghana, diunduh 10 Desember 2018
35. Yuniati, D.I. (2017). Analisis Hasil Koding yang Dihasilkan oleh Koder di Rumah
Sakit Pemerintah X di kota Semarang Tahun 2012. Jurnal Ekonomi Kesehatan
Indonesia, 1(4), pp.167-174
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.
LEMBAR PENJELASAN KEPADA INFORMAN
Peneliti mengajak Bapak/Ibu untuk ikut serta dalam penelitian ini sebagai informan.
78
79
Wawancara ini akan dilakukan oleh peneliti dengan tatap muka secara langsung
dengan menggunakan panduan wawancara dan perekam, tetapi tidak menutup
kemungkinan menanyakan hal-hal di luar panduan wawancara.
C. Kewajiban Responden/Informan Penelitian
Semua jawaban yang bapak ibu berikan pasti dirahasiakan di RS Mayjen H.A. Thalib
Kabupaten Kerinci.
. Bila ada yang belum jelas, Bapak/Ibu bisa bertanya lebih lanjut kepada peneliti.
D. Manfaat
Penelitian ini bagi rumah sakit bermanfaat sebagai masukan kepada pihak
manajemen untuk meningkatkan kualitas semua yang terlibat dalam proses koding
INA-CBGs sehingga dapat mengurangi kerugian dan meningkatkan pelayanan.
E. Kerahasiaan
Semua informasi yang berkaitan dengan identitas responden akan dirahasiakan
dan hanya diketahui oleh peneliti dan pembimbing peneliti. Hasil penelitian akan
dipublikasikan tanpa identitas responden penelitian.
F. Kompensasi
Dalam penelitian ini tidak ada kompensasi dalam bentuk materiil.
G. Pembiayaan
Semua biaya yang terkait penelitian akan ditanggung oleh peneliti.
H. Informasi Tambahan
Bapak/Ibu diberi kesempatan untuk menanyakan semua hal yang belum jelas
sehubungan dengan penelitian ini, Bapak/Ibu dapat menghubungi peneliti pada no Hp
: 082186415574
80
Lampiran 2
Setelah membaca dan mendapat penjelasan mengenai penelitian ini, saya menyatakan
bahwa bersedia / tidak bersedia* untuk memberikan informasi tentang ”Analisis Akurasi
Diagnosis dan Koding Ina-Cbgs Berkas Klaim Pasien Jkn Rawat Inap di RS Mayjen
H.A. Thalib Kabupaten Kerinci”.
. Saya setuju bahwa data ini digunakan untuk tujuan Analisis Akurasi Diagnosis dan
Koding Ina-Cbgs Berkas Klaim Pasien Jkn Rawat Inap di RS Mayjen H.A. Thalib
Kabupaten Kerinci, yang bermanfaat untuk sebagai masukan kepada pihak manajemen
untuk meningkatkan kualitas semua yang terlibat dalam proses koding INA-CBGs
sehingga dapat mengurangi kerugian dan meningkatkan pelayanan. Saya memahami,
peneliti akan menjunjung tinggi hak-hak saya sebagai informan dan saya menyadari
bahwa penelitian ini tidak berdampak negatif bagi saya.
Umur : ..............................tahun
Jabatan : .........................................
Informan,
(.................................)
Lampiran 3
I. Petunjuk Umum
Menyampaikan ucapan terimakasih kepada informan atas kesediaannya dan
waktu yang telah diluangkan untuk diwawancarai
Menjelaskan tentang maksud dan tujuan wawancara
II. Petunjuk Wawancara Mendalam
Wawancara dilakukan oleh peneliti sendiri
Informan bebas menyampaikan pendapat, pengalaman, saran dan komentar.
Jawaban tidak ada yang benar atau salah, karena wawancara ini untuk
kepentingan penelitian dan tidak ada penilaian.
Kerahasiaan pendapat, pengalaman, saran dan komentar akan dijamin
Wawancara akan direkam dengan tape recorder untuk membantu pewawancara
mengingat apa yang telah disampaikan.
III. Pelaksanaan Wawancara
7. Perkenalkan diri pewawancara
8. Perkenalkan diri informan (nama, pendidikan, masa kerja)
9. Menjelaskan maksud wawancara kepada informan
10. Meminta kesediaan informan untuk diwawancarai (informed consent)
H. Identitas responden
Nama :
Usia :
Pendidikan :
MasaKerja :
79
1 Menurut Saudara, Sangat Penting, Sangat penting, Sangat penting, Sangat Penting, Penting Sangat penting Rekam medis,
seberapa penting karena kan datanya kalau data lengkap karenakan buat kurang isinya semuanya, karena dasar resume medis,
isian rekam medis, buat dasar klaim dan akurat maka data klaim BPJS nanti kurang karena semua mengkoding dan koding sangat
resume medis, dan proses kodingnya kodingnya, dokumen penting untuk
koding? lancar, nanti sehingga akan harus sinkron memastikan
terhindar dari merugikan kita dan tidak klaim,
dikembalikan BPJS mengada-ada memperlancar
proses
pengklaiman
80
2 Menurut Saudara, Rekam medis bila berisi catatan bila mencakup rekam medis harus diisi terisi semua rekam medis
bagaimana sebuah lengkap artinya dokumen tentang semua informasi lengkap apabila seluruh item lengkap adalah
rekam medis dan mulai dari pasien identitas pasien, tentang pasien seluruh itemnya semua acuan
resume medis masuk, lalu ke pemeriksaan, komponen data harus diisi,
dikatakan lengkap? ruangan, kemudian pengobatan, diisi secara resume medis
pulang, diisi secara tindakan dan lengkap di lengkap artinya
lengkap, sedangkan pelayanan lain rekam medis, jelas
resume medis dan resume kronologisnya
lengkap diisi medis lengkap dari awal sampai
seluruh item yang artinya segala akhir, semua yang
ada hal yang diisi yang
diminta mendukung baik
diresume medis diagnosa (dokter)
diisi secara dan data
lengkap sesuai /identitas(petugas)
dengan rekam
medis
81
3 Menurut Saudara, Rekam medis tepat bila data yang pengisian sesuai Apabila seluruh harus diisi sinkronisasi rekam medis
bagaimana sebuah pengisiannya dikumpulkan kondisi pasien komponen data sesuai kondisi data dengan dikatakan disi
rekam medis dan artinya sejak pasien didapat dari diisi secara pasien anamnesa, dnegan tepat
resume medis masuk di keterangan pasien tepat di rekam pemeriksaan artinya, bagian
dikatakan diisi secara IGD/pendaftaran itu sendiri maupun medis sesuai fisik dan awal sampai
tepat? diisi secara tepat dari keluarga yang dengan aturan penunjang selesai terisi, tidak
identitasnya, dan didukung dengan dan dasar ilmu DPJP serta ada tertunda,
semua keluhan dan pemeriksaan fisik kedokteran, dan terapi datanya tepat, dan
hasil dan penunjang segala hal yang dokter mengisi
pemeriksaannya dalam penegakan diminta sesuai dengan
serta tindakan yang diagnosa diresume medis keilmuan dan
diberikan sesuai diisi secara diagnosa sinkron
dnegan sebenarnya, tepat sesuai antara diagnosa
resume medis tepat dengan rekam dan prosedurnya,
adalah tepat medis resume medis
menurut ilmu tepat artunya diisi
kedokteran apa sesuai dnegan
yang diisi rekam medis
semua yang
mendukung
diagnosa dan
tindakan
4 Menurut Saudara, koding lengkap koding dikatakan koding koding koding lengkap
bagaimana suatu jika tidak ada lengkap bila data lengkap jika lengkap artinya seluruh
koding dikatakan pengisiannya yang pendukung dalam semua artinya input diagnosa dan
lengkap? tertinggal sesuai penegakan diagnosa dan data sesuai tindakan
rekam medis. diagnosa diisi tindakan yang dengan resume terkoding,
dengan lengkap ditulis di
resume medis
di koding
82
5 Menurut Saudara, koding tepat koding dikatakan koding tepat koding tepat koding tepat
bagaimana suatu artinya tepat tepat adalah tepat jika semua artinya input artinya koding
koding dikatakan menurut ilmu diagnosa sesuai diagnosa dan data dikoding benar-benar
tepat? pengkodingan. dengan ICD X dan tindakan sesuai dengan sinkron dnegan
tepat waktu dibuatkan aturan atau diagnosa DPJP
penyelesaiannya koding sesuai standar koding dan kaidah ICD X
agar proses dengan ICD X dan ICD IX-CM
selanjutnya bisa dan ICD 9-CM
berjalan dengan
baik, baik untuk
keperluan
kunjungan ulang
pasien maupun
untuk klaim dan
laporan ke pihak
dinkes
83
6 Apa masalah terbesar sering rekam medis Masalah terbesar banyaknya waktu dalam tulisan kurang masalah dalam masalah terbesar
dalam pengisian tidak diisi tanggal sebelum akreditasi lembaran yang pengisian jelas, resume pengisian adalah pengisian
rekam medis, resume masuk dan lama masih banyak harus diisi rekam medis kurang rekam medis rekam medis dan
medis, dan koding di hari rawat baik rekam medis belum dan resume lengkap, tidak tahu, proses
rumah sakit ini? waktu di IGD diisi dengan medis, koder rekam medis resume medis pengkodingan
maupun di lengkap oleh tidak hapal mungkin sering tidak sendiri. Untuk
ruangan, dpjp pun petugas seluruh koding sudah lengkap, lengkap pengisian rekam
tidak mengisi tapi pengisiannya, medis dimana
dengan lengkap mengisikan di penulisan tidak lengkap
rekam medisnya resume tidak diagnosa diisi, disebabkan
lengkap dalam bahasa sebagian besar
latin sehingga DPJP tidak
sulit mencari peduli, merasa
padanannya digurui
dalam ICD X diagnosanya oleh
dan ICD IX verifikator dan
CM jumlah pasien
terlalu banyak.
Sedangkan untuk
proses koding
sendiri ada
ketidaksinkronan
diagnosa dan
koding,
disebabkan skill
dan jumlah koder
kurang,
verifikator kurang
dan perhatian
manajemen
kurang
84
7 Menurut Saudara, apa surat edaran dari meningkatkan belum ada rumah sakit telah telah ada ada, tapi tidak
solusi yang sudah direktur agar pengetahuan sudah mengatur dilaksanakan himbauan dari maksimal, dimana
diberikan oleh RS dilakukan petugas koder RS dokter jaga rapat direktur untuk alat sudah
dalam masalah pengisian rekam dengan bimtek, umum ruangan koordinasi mengisi ditambah,
tersebut? medis dan resume pelatihan, dan untuk antara tim resume medis pelatihan sudah
medis secara magang ke RS lain membantu dpjp casemix secara lengkap dilakukan tapi
lengkap melengkapi dengan DPJP sedkit, surat
resume ataupun yang dipimpin edaran untuk
rekam medis oleh Direktur DPJP untuk
dan Kabid pengisian rekam
Pelayanan medis secara
membahas lengkap dan tepat,
masalah namun tidak ada
tersebut, dan target kapan
disepakati edaran tersebut
untuk akan dimonitoring
memperbaiki dan evaluasi
masalah tadi, pelaksanaannya
namun hanya
baik di awal 1-
2 bulan,
kemudian
masalah yang
sama muncul
lagi
8 Apa saran Saudara saran saya, solusi agar petugas penmakaian buku ICD X dilakukan perlu perlu review
atas masalah diberikan target koder selalu lembaran rekam dan ICD 9CM, pendekatan, himbauan agar ulang dan monev
tersebut? penyelesaian diberikan motivasi medis yang lebih rekam medis punishment, untuk pasien surat edaran,
berkas klaim dan peningkatan singkat dan elektronik dan pertemuan BPJS sehingga bisa
diseluruh unit pengetahuan penting saja , disiapkan dengan DPJP pengisian diberikan sanksi
terkait dan dengan dikurangi lebih sering 3 diagnosa sesuai hasil
sosialisasi rutin mengikutkan lembarannya bulan sekali, sesuai dengan monev, anggaran
sewaktu apel pagi mereka pada untuk ICD X dan dinaikkan untuk
pertemuan dan meningkatkan tindakan casemix, reward
pelatihan. pemahaman sesuai ICD IX dan punishment
efek dari CM, Buku bagi seluruh yang
85
2 Bagaimana saudara dipahami oleh untuk berkas yang dilengkapi dan melengkapi Berkas klaim merevisi lakuakan cek dan
menyikapi berkas verifikator alasan dikembalikan oleh dilakukan resume yang yang kembali dan ricek alasan
klaim yang sering dikembalikan lalu BPJS karena alasan pengulangan tidak lengkap dikembalikan, meminta DPJP pengembalian,
dikembalikan BPJS verifikator resume tidak perlu sosialisasi oleh koder di melengkapi apakah koding
karena resume yang mengembalikan lengkap maka kami ke DPJP supaya cek dan oleh data terkait tidak tepat,jika ya
tidak lengkap/kode keruangn disertai akan pengisian bagus verifikator di dikonfirmasi ke
yang tidak sesuai? catatan, kemudian mengembalikan ke dan tidak salah verifikasi DPJP, atau proses
pertemuan dengan DPJP untuk diisi rekam medis, penegakan
kepala ruangan dan diajukan dan didata diagnosa tidak
keperawatan dan susulan ke pihak ketidaklengkap sesuai dengan
DPJP untuk BPJS annya, pemerikasaan
menyelesaikan kemudian penunjang dan
masalah dan resume di tindakan
mengingatkan kembalikan ke
kepada seluurh DPJP untuk
yang terkait agar dilengkapi.
lebih teliti dalam Untuk kode
megisi resume dan yang tidak
rekam medis sesuai, maka
koder
mengulang
mengkodenya
dengan
memperhatika
n kembali
tulisan di
resume medis
dan konfirmasi
ke DPJP.
karena
seringnya
tulisan
diagnosa
dalam bahasa
latin, sehingga
koder harus
87
mencari
kesesuaian
dengan ICD X
ataupun ICD
IX CM
88
3 Bagaimana sejak rapat Masih terdapat sudah patuh sudah patuh, sebagian yang Kebanyakan pengisian resume
kepatuhan dpjp koordinasi, resume yang ditulis sebagian DPJP patuh, DPJP hanya medis cukup
dalam mengisi sebanyak hampir oleh kepru / belum paham sebagian lagi mengisi patuh, tapi tidak
resume medis dan 100 % sudah baik perawat jaga tentang perawat yang diagnosa, makasimal,
rekam medis? pengiisannya walaupun pengisian mengisinya, sedangkan sedangkan rekam
ditandatangani oleh rekam medis dan yang diisi anamnesa medis cukup
DPJP dan resume dpjp juga dilakukan oleh patuh
medis sehingga sering tidak perawat
pengisiannya lengkap
belum lengkap
terutama DPJP
senior
4 Sepengatahuan jarang, sering salah Ya, selalu dicek iya tidak selalu, tidak tahu Hanya 1/3 saja pernah
saudara, DPJP penulisan walaupun ada karena waktu yang
mengecek ulang diagnosanya beberapa DPJP yang minim crosscheck
kelengkapan yang belum
pencatatan atau maksimal dalam
kesesuaian diagnosis pengecekan ulang
dengan penunjang
atau terapi yang telah
diberikan?
89
6 Menurut Saudara, ketidaktepatan Masalah terbesar kodenya tidak waktu dalam Banyak berkas Terlalu banyak tidak mau
apakah masalah pengisiian resume kurang motivasi, hapal ataupun pengisian yang harus pasien yang membuka ICD X
terbesar terkait medis (tidak sesuai karena beban kerja, tak tahu rekam medis diisi oleh harus diisi dan ICD IX-CM,
kepatuhan pengisian antara diagnosa pembagian jasa dan resume DPJP, rekam medis DPJP tidak
resume medis dan dan penunjang yang belum medis, koder sementara dan resume paham,
rekam medis,serta optimal tidak hapal pasien banyak, medis manajemen
proses koding? seluruh koding koding tidak sehingga tidak kurang
sesuai dengan cukup waktu komunikatif,
data bagi DPJP beban kerja koder
pendukung mengisi secara dan verifikator
seperti lengkap dan jadi besar,
pemeriksaan tepat, keterlembatan
penunjang sedangkan klaim karena
yang tidak ada, bagi koder ketidakcocokan,
ataupun sendiri timbul belum ada
pemeriksaan kesulitan remunerasi,
penunjang ada, mengkoding pelatihan yang
diagnosa ada, ketika ada belum ada
tapi ketidaksinkron
penatalaksanaa an antara
n tidak ada. anamnesa,
pemeriksaan
fisik, dan
pemeriksaan
penunjang
dengan
diagnosa
ataupun jika
diagnosa yang
di tulis DPJP
menggunakan
bahasa latin
sehingga sulit
mencari
padanannya
dengan ICD
91
7 Apa Solusi yang telah tidak ada solusi belum ada belum ada rumah sakit rumah sakit himbauan/ ada, penambahan
diberikan RS atas sudah mengatur melaksanakan surat edaran jumlah koder
masalah tersebut? dokter jaga rapat
umum ruangan koordinasi
untuk antara DPJP
membantu dpjp dan tim
melengkapi casemix
resume ataupun
rekam medis
8 Apa saran Saudara diberikan pelatihan dengan memotivasi setiap ruangan buku ICD X memberikan Di sediakan rapat terintegrasi
mengenai masalah DPJP dengan dilengkapi dan ICD 9CM, pelatihan ke buku koding antara DPJP,
tersebut? mengikutkan dengan sistem rekam medis DPJP bagi koder, koder, verifikator
seminar-seminar koding elektronik mengenai buku ICD X dan manajemen,
dengan biaya RS disiapkan klaim sehingga dan IX CM di transparansi
dan membentuk timbul dekat DPJP, dalam pembagian
panitia pembagian kesadaran menugaskan jasa pelayanan
remunerasi yang akan peran dokter umum dan belum adanya
berdasarkan kinerja DPJP dalam melengkapi billing system
meningkatkan resume medis
kwalitas dibawah
koding dan pengawasan
klaim, perlu DPJP
diberikan
reward dan
punishment
bagi DPJP
maupun tim
casemix
III Beban Kerja
1 Berapa jumlah tenaga s koder rawat inap, Tenaga Koder 7 koder 4 dan koder 4, 2 koder ada 4, 2
koder dan verifikator 2 koder rawat orang dan verifikator 1 untuk koder untuk rawat jalan
di RS? jalan, dan 1 verifikator 1 orang Rawat Inap, 2 dan 2 untuk rawat
verifikator koder untuk inap, verifikator
rawat jalan, ada 1 petugas
verifikator 1
orang.
92
2 Bagaimana tidak ada secara Kualifikasi tenaga belum ada tidak ada tidak ada
kualifikasi untuk resmi, namun koder memahami kualifikasi kualifiaksi secara
menjadi koder seharusnya mampu ICD X resmi, tapi resmi
/verifikator? mengoperasikan sepertinya
komputer, kreatif, minimal D3
patuh, bersedia,
tamatan rekam
medis
3 Menurut saudara, koder cukup, dengan jumlah sudah menjadi cukup berat, koder cukup, koder dan tidak cukup
dengan jumlah pasien verifikator tidak tenaga koder tugas mereka tapi verifikator verifikator
JKN rata-rata 700 cukup tersebut beban tinggal kurang tidak cukup,
pasien perbulan, kerja sudah bisa manajemen sehingga
bagaimana beban terdistribusi dengan pengelolaannya pekerjaan
kerja baik hanya saja menumpuk
koder/verifikator tingkat dan lambat
dalam memeriksa pengetahuan untuk diserahkan ke
kelengkapan dan dan koder yang kadang BPJS, idealnya
melakukan masih terjadi Rawat Inap 3
pengkodean? masalah dalam koder, rawat
penetapan koder jalan 3 koder.
93
4 Menurut Saudara, tidak ada masalah terbesar yang menjadi masalah dalam beban kerja terjadi kesalahan
apakah masalah terkait beban kerja masalah terkait beban kerja koder tinggi, penumpukan pengkodingan
terbesar terkait beban sebenarnya tidak bebean kerja muncul karena karena tidak berkas klaim,
kerja koder dan ada, hanya tingkat sepertinya tulisan dokter ada petugas kualitas
verifikator? pengetahuan tenaga ketidaklengkapa tidak jelas, administrasi koding
yang belum n dokumen penulisan tambahan menjadi tidak
optimal diagnosa tidak diruangan optimal,
sesuai dengan casemix pengembalian
ICD X, dan membantu berkas klaim
prosedur tidak memfotokopi dari BPJS
sesuai dengan dan lain-lain. menjadi tinggi
ICD IX-CM
dimana DPJP
masih
menggunakan
bahasa latin
5 Apa Solusi yang telah tidak ada bimbingan dan tidak tahu merotasi dokter tidak tahu tidak tahu menambah koder
diberikan RS atas memandu tenaga umum sebagai
masalah tersebut? tersebut oleh verifikator
tenaga yang sudah
ikut pelatihan
94
6 Apa saran Saudara harus ditambah mengikutkan tidak ada penambahan penambahan penambahan tambah petugas
mengenai masalah verifikatornya tenaga tersebut pendapat verifikator, petugas jumlah koder verifikator dan
tersebut? untuk pelatihan pelatihan administrasi koder, berikan
koder yang verifikator reward dan
diadakan oleh punishment dan
lembaga resmi berikan pelatihan
bagi
koder,verifikator,
dan DPJP
IV Pelatihan
1 Pelatihan apa saja yang sudah itu Tata cara registrasi tidak tahu setahu saya ada, seminar ada, seminar, pelatihan tentnag
yang sudah diberikan pelatihan aplikasi dan alur rekam belum ada buat dan workshop Workshop pengiisan rekam
untuk meningkatkan SIAP untuk vedika medis, penomeran DPJP, seperti selama 2 hari koding dan medis tidak ada,
kualitas rekam medis rekam medis, dan pelatihan ICD bagi koder verifikasi yang ada hanya
dan pengkodean? pengarsipan X dan ICD IX- workshop dan
CM seminar bagi
koder
2 Bagaimana pengaruh ada, tapi perlahan pengaruh dari tidak tahu jelas akan ada perbaikan 30 ada, tapi tidak sangat membantu,
pelatihan dalam progressnya pelatihan adalah ya perbedaan % karena terlalu nampak tapi karena hanya
mendukung adanya pelatihannya karena hanya sekali ya
kelengkapan resume peningkatan sangat singkat sekali itu saja. manfaatnya saat
dan pengkodean? pengetahuan dan dan tidak ini tidak optimal,
pemahaman tenaga detail seharusnya
dalam pengkodean upgrade ilmu
dan evaluasi terus, dan akan
kelengkapan lebih berefek jika
dokumen rekam DPJP juga
medis untuk diikutsertakan
pengkodean dengan pelatihan
ini ataupun
pelatihan tentang
ICD X dan ICD
IX-CM.”(
95
3 pelatihan apa lagi pelatihan proses Pelatihan tidak tahu pelatihan pelatihan perlu pelatihan pelatihan koder,
yang menurut klaim dan verifikator dan kodifikasi ICD koder dan lebih dalam verifikator, DPJP,
saudara penting tapi perhitungan klain pemahaman ICD X dan ICD IX- verifikator ataupun dan manajemen
belum ada? bersama CM lebih sering magang
dan di adakan dirumah sakit
aplikasi lain
koding dalam
memudahkan
kerja koder
4 Menurut Saudara, anggaran Relative tidak tahu Dana, niat dari dana dan dana dana yang
apakah masalah DPJP dan pemahaman dialokasikan
terbesar terkait manajemen manajemen minim
pelatihan? untuk berubah yang rendah
mengenai
pentingnya
meningkatkan
kwalitas
koding
INA_CBG's
5 Apa Solusi yang telah belum tahu Rapat koordinasi tidak tahu tidak ada tidak ada tidak ada belum ada
diberikan RS atas antar bagian terkait
masalah tersebut?
96
6 Apa saran Saudara diadakan pelatihan Jika ada masalah tidak tahu dibuka perlu pelatihan pelatihan dan segera dilakukan
mengenai masalah untuk seluruh yang terkait kita kesempatan bagi DPJP, magang di pelatihan
tersebut? terkait pencaian diskusikan dan pelatihan untuk KODER, dan rumah sakit
mencari alternative DPJP VERIFIKATO lain yang
pemecahan R paling tidak klaimnya
masalah atau 3 tahun sekali bagus
melakukan studi
banding ke RS lain
V SOP/Kebijakan
1 Bagaimana alur tidak ada Alur RM: tidak tahu Pendaftaran --> tidak ada belum ada alur tidak ada
pelayanan rekam Rekam medis--
medis ke tahap > DPJP-->
pengkodean? Casemix--
>koder-->
verifikator , tapi
alur resmi dan
SOP tidak ada
2 Bagaimana dengan SOP mengenai tidak tahu SOP yang ada SOP ada, tapi tidak ada sop rekam SOP tidak ada
SOP yang ada di RS kelengkapan rekam untuk hanya sebagian medis tidak
dalam mendukung medis ada , tapi kelengkapan yang mengikuti tahu, SOP alur
kelengkapan rekam tidak rekam medis pengklaiman
medis? disosialisasikan sudah membantu tidak tahu
DPJP dalam
bekerja, dengan
kata lain SOPnya
sudah
mendukung
pekerjaan DPJP.
97
3 Selain SOP, surat edaran tidak tahu tidak tahu tidak ada surat edaran tidak ada sudah ada surat
kebijakan apalagi untuk edaran yang
yang dilakukan di RS melengkapi menghimbau agar
untuk meningkatkan resume dan rekam medis dan
kelengkapan resume/ rekam medis resume diisi
RM den ketepatan dengan tertib, tapi
pengkodean atau surat edaran
meminimalisir hanya
ketidaksesuaian tarif menghimbau,
karena resume yang tidak ada
tidak lengkap memberikan
maupun kode yang sanksi jika
tidak tepat? himbauan tidak
dilaksanakan
98
4 Bagaimana reward reward dan tidak ada setahu saya reward dan tidak ada tidak ada tidak ada
dan punishment bagi pusnishment tidak belum ada punishment
tenaga medis yang ada setahu saya, reward dan tidak ada,
tidak melengkapi mau punishment, maslaah potong
RM? Jika belum ada, menangguhkan apalagi atau
bagaimana menurut remunreasi juga remunerasi, menangguhkan
saudara? Kalau di tidak bisa, karena sistem nya saja remunerasi juga
RSMHAT sistem remunerasi belum diterapkan belum bisa,
remunerasinya tidak belum disini,palingan remunerasi aja
akan diberikan dilaksanakan. yang bisa di tidak ada, mau
sebelum RM lakukan jasa menerapkan
dilengkapi? medis yang remunerasi aja
bersangkutan sulit dilakukan
ditangguhkan
99
5 Menurut Saudara, ketidakpedulian kesadaran akan SOP ada, tapi SOP lemah pemahaman SOP tidak ada SOP tidak ada
apakah masalah terhadap sop yang pentingnya SOP banyak tak dalam manajemen
terbesar terkait sudah ada, dan atau kebijakan dijalankan pelaksanaannya bahwa SOP
Sop/Kebijakan? tidak menganggap kurang, disebabkan dan Kebijakan
proses koding manajemen kurang dalam tertib
bukan suatu hal memahami pengisian
prioritas urgensinya. rekam medis
dan resume
medis dan
pengkodean
bersifat amat
penting,
sehingga
meskipun draft
rancangan
SOP sudah
diusulkan,
namun tidak
ada respon.
6 Apa Solusi yang telah tidak ada, hanya tidak ada tidak tahu tidak ada tidak ada tidak ada belum ada
diberikan RS atas menghimbau agar
masalah tersebut? membuat SOP
7 Apa saran Saudara menyarankan TOP sop dibuat bekerja sesuai diberikan sop dibuat dan dibuat SOP, pertemuan dengan
mengenai masalah manajemen untuk SOP reward dan dilaksanakan kebijakan, manajeman untuk
tersebut? menginisiasi dan punishment serta reward kejelasan tupoksi
mengatur terhadap DPJP dan dan SOP dengan
pembuatan sop serta bagian punishment manajemen untuk
casemix kenyamanan
bekerja
100
8 Hambatan apa yang mobilitas yang tidak ada tidak ada tidak ada SOP sulit tanpa
saudara rasakan tinggi dari TOP hambatan kebijakan, diterapkan jika kebijakan
terkait kebijakan- manajemen sehingga tidak tidak ada maka
kebijakan tersebut? sehingga berkurang terlihat reward dan hambatan
perhatian ke klaim hambatan punishment dalam
memverifikasi
resume yang
tidak lengkap
saat pasien
dirawat
bersama
VI Sarana Prasarana (Rekam Medis,Komputer)
I
1 Menurut saudara, formulir terlalu Formulir yang kalau formulir cukup formulir yang cukup formulirnya
bagaimana dengan banyak digunakan sudah yang harus diisi harus diisi terlalu banyak
jumlah formulir di sesuai dengan memang terlalu terlalu banyak yang harus diisi,
RS? Sudah cukup ketentuan dan banyak, bahkan sehingga repot sehingga
/terlalu banyak yang direkomendasikan ada membolak- melelahkan bagi
harus diisi? oleh KARS pengulangan- balik. DPJP untuk
pengulangan mengisinya dan
yang mesti kita juga melelahkan
isi, seharusnya bagi verifikator
lebih sederhana melakukan cross
karena kalau check
sedang ramai
pasien, maka
kesulitan
mengisi dengan
lengkap.
101
2 bagaimana dengan Urutan formulir di tidak tahu Formulinya tidak tahu Saya rasa Sepertinya Sebagai
urutannya ?secara rekam medis tidak rekam medis itu urutannya urutannya verifikator saya
umum memudahkan rapi dan urutannya membingungk membingungk merasakan bahwa
atau membingungkan menyulitkan koder membingungkan an. an. rekam medis itu
ketika melakukan dan verifikator. urutannya
verifikasi/pengkodea menyulitkan
n? verifikasi.
3 untuk ya, perlu RM yang tidak ada komentar perlu perlu harus perlu penyimpanan juga
penyimpanannya akan dikoding memerlukan
sendiri, masihkah masuk bersama tempat yang
diperlukan ruang resume ke casemix besar, arsip klaim
khusus untuk RM sehingga tidak ada
yang akan dikoding? mempermudah
verifikator
4 Selain RM manual, belum ada belum ada RM RM elektronik tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada
bagaimana elektronik tidak ada
ketersediaan RM
elektronik di RS?
Terutama untuk
rawat inap?
102
5 Bagaimana dengan Saya lihat sudah Sudah mencukupi cukup sepertinya tidak tahu jumlah cukup menurut saya
ketersediaan cukup, masing- menurut saya, komputer memadai lah kurang, karena
komputer di IRMIK masing meja sudah karena perkoder sudah jumlah jumlah koder dan
baik untuk koder ada komputernya. sudah dilengkapi cukup,tapi komputernya, verifikator
maupun verifikator masing-masing 1 sinyal tapi ya printer idealnya juga
secara kuantitas komputer. internetnya kurang dan tidak sesuai.
maupun kualitasnya? yang lelet. sinyal
internetnya
yang sering
tidak lancar.
6 Sarana prasarana perlu aplikasi billing system billing system komputer ditiap Perlu Buku ICD X program atau
apalagi yang masih koding unit atau dilengkapi dan ICD IX- aplikasi
diperlukan untuk ruangan, dan buku ICD X CM perlu pengklaiman
mendukung disediakan dan ICD IX- disediakan,
kelengkapan resume koder ditiap CM untuk aplikasi
/ketepatan ruangan memudahkan koding
pengkodean? DPJP. diadakan.
103
7 Menurut Saudara, Ruangan casemix Tidak ada Menurut saya ya Ketersediaan Perangkat
apakah masalah kurang luas, rak keinginan yang , agar proses jaringan ditambah,
terbesar terkait sarana rekam medis kuat, sejak klaim lancar internet yang program atau
dan prasarana dalam kurang, dan perlu diajukan belum sudah masih lamban aplikasi khusus,
hal rekam medis, aplikasi dianggarkan sesuai seharusnya penyimpanan
resume medis, dan mempermudah dengan kebutuhan rumah sakit resume, rekam
pengkodingan? pekerjaan koder yang diperlukan dilengkapi RM medis dan berkas
dan verifikator, elektronik dan klaim ditambah.
penulisan diagnosa sistem billing
dan tindakan di yang terintegrasi,
rekam medis dan sehingga DPJP
resume belum bisa lebih tertib
mengikuti kaidah dalam mengisi
ICD rekam medis,
karena
berdampak
langsung ke
billingnya
8 Apa Solusi yang telah Rumah sakit sudah belum ada, belum ada belum ada tidak ada belum ada tidak ada
diberikan RS atas melengkapi buku manajemen tetap
masalah tersebut? ICD X dan ICD 9- mengajukan usulan
CM, tapi baru ke direktur
beberapa, sehingga
masih butuh
penambahan.
104
9 Apa saran Saudara mobileur ditambah, billing system segera dibuat dilengkapi Di setiap dilengkapi dilengkapi,
mengenai masalah ruangan diperluas, meurpakan hal SIMRS sarana dan ruangan rawat SIMRS dibuat,
tersebut? beli aplikasi koding yang wajib di prasarananya, inap dan di software klaim
terintegrasi dengan rumah sakit jaringan casemix dibeli
rekam medis, diperbaiki, dilengkapi
jaringan internet di tenaga casemix buku ICD X
percepat. ditambah dan IX-CM
VI SIMRS
II
1 Bagaimana belum jelas Belum optimal, sangat tidak ada tidak memiliki tidak ada simrs sangat membantu
pemanfaatan SIMRS bermanfaat SIMRS
dalam mendukung
kelengkapan
diagnosis, prosedur,
(koding)?
2 Apasaja hambatan user belum dapat belum ada tupoksi belum adanya tidak ada RS selama ini Belum ada Belum ada
yang saudara pelatihan yang jelas dalam SIMRS belum SIMRS SIMRS
temukan terkait melaksanakan memiliki
SIMRS? tugas SIMRS yang
bisa
memudahkan
transfer data
ke casemix
105
3 Apa solusi yang telah belum ada masih dalam proses tidak tahu tidak ada belum ada Belum ada merencanakan
diberikan RS atas SIMRS
hambatan tersebut?
4 Apa saran Saudara SIMRS ditetapkan bagian terkait harus segera dibuat SIMRS Di adakan Adakan simrs disediakan
mengenai masalah dan dilatih user mencari solusi SIMRS disediakan SIMRS SIMRS
tersebut??
IX Dana/Biaya
1 Bagaimana alokasi Setahu saya secara tidak tahu tidak tahu tidak tahu Setahu saya tidak
dana untuk khusus tidak ada ada alokasi dana
meningkatkan anggaran, sesuai khusus untuk
kelengkapan dan kebutuhan diajukan peningkatan
ketepatan sehingga ya belum kelengkapan dan
pengkodean? optimal. ketepatan
pengkodean
106
2 Bagaimana Setahu saya belum tidak tahu Selama ini belum Insentif ataupun Rasanya bagi Insentif /rewad Untuk verifikator
ketersediaan insentif ada dana yang pernah ada reward bagi koder belum belum pernah belum pernah
untuk dokter-dokter dianggarkan insentif /reward DPJP yang ada ada. diberi reward/
yang membantu khusus untuk khusus untuk melengkapi insentif/reward Seharusnya insentif, bahkan
melenghkapi berkas insentif ataupun DPJP yang tertib rekmam medis buat tentu saja ada skearang
RM nya atau koder reward bagi DPJP dalam pengisian dengan tertib kinerjanya. insentif/ pekerjaan
yang lembur? Jika dan koder ataupun rekam medis dan selama ini tidak Inginnya ya reward, supaya bertambah karena
ada, seberapa verifikator. resume medis, ada. Menurut diberi lah, biar kinerja naik. verifikator satu
besarkah insentif Seharusnya untuk logikanya karena saya, ya semangat lagi sudah tidak
tersebut sehingga merangsang orang sudah bekerja diberilah, sesuai kerjanya. bertugas di
mampu memotivasi bekerja, maka perlu maksimal, sudah dengan casemix.
para tenaga medis? diberikan. sepantasnya kinerjanya.
Jika belum ada dihargai lebih.
bagaimana tanggapan
saudara?
3 Hambatan apa saja dana tidak tidak rasional tidak jelas sulit kurang motivasi kerja anggaran rendah,
yang saudara rasakan mencukupi untuk penggunaan jumlah mendapatkan semangat dan sedikit maka motivasi
terkait melengkapi sarana uang masuk alokasi dana optimal dalam menurun kerja jadi rendah
anggaran/biaya? dan prasarana dengan untuk perbaikan bekerja
pengeluaran sarana dan
prasarana serta
pelatihan
107
4 Apa Solusi yang telah manajemen sudah harus ada orang belum jelas tidak ada belum ada tidak ada belum ada
diberikan RS atas menyusun pola yang benar dapat
masalah tersebut? tarif merasionalkan
penerimaan dan
pengeluaran
5 Apa saran Saudara anggaran ditambah Top Manajer harus tidak ada saran dana perlu alokasi Tambah peraturan direktur
mengenai masalah tahu dengan dialokasikan dana terfokus alokasi biaya disusun yang bisa
tersebut? administrasi rumah pada megakomodir
sakit/ dan tahu tata kesuksesan perubahan
kelola yang baik klaim
dan harus tamatan
administrasi rumah
sakit
IX Pengisian RM
1 Siapa penanggung DPJP tenaga medis, Dokter Umum DPJP DPJP DPJP DPJP
jawab utama yang penunjang, dan dan DPJP
mengisi RM dan tenaga teknis
resume medis? lainnya
108
2 Jika DPJP tidak Rekam medis yang Kalau DPJP tidak Dokter ruangan, Dokter ruangan, Dokter Dokter Pendelegasian
melengkapi RM/ tidak lengkap akan lengkap isinya, melengkapinya kegiatannya di ruangan yang ruangan, tidak resmi ke
resume medis, di isi oleh kepala maka dokter di ruangan, case ruangan rawat diberi dilaksanakan dokter ruangan,
kepada siapakah ruangan secara ruangan yang manager belum inap. kewenangan diruangan karena peraturan
pengisian RM tidak resmi, tidak melengkapi ada untuk rawat inap, direktur tidak ada
didelegasikan/ siapa tahu apakah diruangan, peran melengkapi dan tanpa case sebagai
yang punya diruangan atau di case manager rekam medis manager payungnya, dan
kewenangan ruang verifikator, belum terbentuk diruangan karena belum pengisian
melengkapi diagnosis case manager rawat inap. tersedia case langsung dirawat
dan prosedur? belum ada Rumah sakit manager inap, case
Kegiatan ini belum manager belum
diruangan atau menugaskan ada
setelah di runag case manager.
verifikator?
Bagaimana peran
case manager?
109
3 Mengingat kasus di tidak tahu, tidak DPJP yang DPJP utama dan DPJP Utama DPJP dimana Yang yang terakhir
RS sebagian kasus ada tim rawat bersangkutan atau tenaga paramedis (leader) pasien dirawat bertanggung menangani, tim
rawat bersama, siapa bersama dokter ruangan ruangan pasien jawab adalah rawat bersama
yang bertanggung dirawat DPJP dimana tidak jelas
jawab apabila ada pasien dirawat,
yang tidak lengkap? jika tidak
Tim? lengkap maka
verifikator
akan
mengembalika
n ke DPJP
dimana
dirawat , minta
perbaikan
resume dan
jika resource
terbesar bukan
di bagian
tersebut, maka
DPJP untuk
pasien tersebut
diganti sesuai
diagnosa
primernya
110
4 Dari beberapa item lama rawat dan tidak tahu status IGD kode ICD Yang paling Pemeriksaan anamnesa dan
yang ada dalam tanda tangan DPJP Diagnosa dan sering tidak penunjang,pe pemeriksaan
resume medis, item tindakan lengkap ya meriksaan penunjang
mana yang paling Pemeriksaan fisik ,vital sign
fisik, banyak
sering tidak lengkap? soalnya yang di
dan terapi
periksa dari
ujung kepala
sampai ujung
kaki
111
5 Dalam hal diagnosis 20 % sesuai ICD, tidak ada komentar harus sesuai belum DPJP masih DPJP sering Sebagian besar
dan prosedur tidak ada SOP kaidah ICD sesuai,karena banyak yang menuliskan tidak sesuai, tidak
tindakan, bagaimana bahwa harus pakai penulisan tidak hapal menggunakan diagnosa wajib dan tidak
kesesuaian penulisan kaidah ICD X, diagnosis dan kodenya bahasa latin dengan bahasa ada aturan,tidak
diagnosis oleh DPJP hanya prosedurnya, dalam rekam latin, memang pernah ada
dengan kode ICD 10 disosialisasikan DPJP tidak medis untuk tidak pernah pelatihan buat
/ICD 9? Di dalam pada apel pagi menuliskan diagnosa dan diwajibkan DPJP
rekam medis sendiri sesuai kaidah prosedurnya, untuk DPJP
dokter jarang pernah ICD karena tidak karena menuliskan
menuliskan kode hapal kode memang tidak diagnosa
ICD, memang tidak diagnosisnya ada aturan dan dengan ICD X
wajib atau karena dengan ICD pelatihan dan ICD IX-
tidak dilatih? tentang ICD X CM dan
dan ICD IX memang tidak
CM buat DPJP pernah dapat
pelatihan
mengenai ICD
X dan ICD IX-
CM
112
6 Seringkali dokter Pernah ada yang tidak ada komentar Mungkin juga Betul, perlu tidak tahu tidak tahu Benar, perlu
menuliskan terapi lupa, tapi sudah ada yang lupa sosialisasi dilakukan
sesuai dengan hasil berkurang, perlu menuliskan berulang pendekatan
laboratorium namun ada yang diagnosismya, pengisian kepada DPJP agar
dokter sering tidak mengingatkan langsung rekam medis dapat membantu
menuliskan DPJP. terapinya, dan resume meningkatkan
diagnosisnya dalam padahal kualitas klaim
asesmen, ini akan diagnosis,
menimbulkan rencana tindakan
missing diagnosis dan assessment
dalam resume harus sesuai
terutama pada pasien diagnosis. Ya
yang LOS nya perlu diingatkan
panjang yang DPJPnya.
berakibat tidak
terklaim, betul seperti
ini?bagaimana
meminimalkan
missing tersebut?
113
7 Diagnosis primer konfirmasi ke tidak ada komentar yang ditetapkan perlu sosialisasi konfirmasi konfirmasi konfirmasi ulang
kadang dituliskan ruangan rawatnya dulu diagnosis cara pengisian ulang ke DPJP ulang ke DPJP ke DPJP
kembali dalam primer, resume ,
diagnosis sekunder, selanjutnya menentukan
seperti anemia lalu berurutan diagnosis utama
sekundernya anemia diagnosis dan diagnosa
e.c.ascariasis, sekunder dan sekunder sesuai
penurunan kesadaran tertier. Jika ada aturan yang
e.c. sepsis e.c. kendala, maka berlaku
pneumonia atau ada 2 konfirmasi ulang
diagnosis sekunder dnegan DPJP
yang memiliki arti
yang sama seperti
febris ec thypoid dan
Thypoid Fever, atau
ada prosedur
tindakan yang tidak
sama antara rekam
medis dan resume
medis, bagaimana
penyelesaian ?
114
8 Pernahkah Anda Saya belum PMK? Rasanya sepertinya belum ada sosialisasi belum
mendengar mengenai pernah tahu dan belum pernah belum sosialisasi pernah, tapi saya
Permenkes 76 tahun belum pernah sosialisasi pernah baca, di
2016 mengenai dapat sosialisasi sana diatur cara
koding? Pernahkah tentnag PMK 76 menentukan mana
menerima sosialisasi tahun 2016 yang diagnosa
mengenai PMK ini? utama
9 Dari hasil analisis, di Ya, mungkin Kriteria Ya, bisa jadi Ya, karena gak Mungkin karena
peroleh bahwa waktu bikin diagnosa utama yang mengisi tahu mana kami belum
ketidaksesuaian resume, dan sekunder resume bukan yang terlalu paham
diagnosa utama dan waktunya itu sering DPJP, jadi seharusnya mengenai
sekunder di rekam sempit, jadi membingungka Cuma nyalin diagnosa bagaimana
medis dengan di DPJP gak sempat n. Setahu saya aja, jadi sering utama, soalnya menggolongkan
resume medis ngecek lagi. dengan ketemu kan secara diagnosa utama.
tinggi.Menurut Anda Lagipula kita menghitung diagnosa medis Sering saya lihat
apa penyebabnya pahamnya resource nya, nyampur, tidak diagnosa diresume itu,
diagnosa kerja, tapi gimana bisa jelas mana utamanya ini, diagnosa ditulis
diagnosa, dan hitung, yang primer tapi untuk bercampur tanpa
diagnosa billingnya dan mana yang klaim diagnosa jelas mana yang
banding, kalau belum ada sekunder. utamanya beda primer dan mana
sekarang buat waktu resume lagi. Harusnya yang sekunder,
mengklaim, kita dibuat. rule itu yang padahal kolomnya
mesti transform dipahami. sudah dipisah.
jadi ICD, kadang
g sempat lagi,
jadi ya gak
sempurna
115
8 Apabila di RS lain ada sudah ada sudah ada ada ada ada, ada,
ada tim casemix,
bagaimana dengan
RSMHAT?
9 Bagaimana jika diverifikasi lalu dikonfirmasi oleh dikembalikan diingatkan konfirmasi konfirmasi Tidak diklaim,
dokter lupa mengisi dikembalikan ke dokter verifikator berkasnya ke untuk diisi ulang ke DPJP ulang ke DPJP langsung
diagnosis/prosedur DPJP tersebut DPJP untuk kembali verifikator
dalam RM? dilengkapi mengembalikan
ke DPJP untuk di
perbaiki
10 menurut saudara, meminta bantuan tidak ada komentar Cara memotivasi Reward dan Pemberian Pemberian
bagaimana cara komite medis yang efektif punishment, reward dan pengertian bahwa
memotivasi dalam mengisi sehingga DPJP punishment, status yang
kepatuhan dokter rekam medis dapat merasa dapat lengkap dan tepat
mengisi rekam medis adalah dengan dihargai atas merangsang isinya sangat
secara lengkap, memberikan kepatuhannya DPJP bekerja membantu proses
akurat, dan tepat reward dan dan melihat lebih pengklaiman
waktu punishment. resiko dari semangat.
kealpaannya.
11 Biasanya kapan belum tidak ada komentar
bapak/ibu turun
tangan dalam
menghadapi masalah
kelengkapan resume
dan koding ini?
116
12 Menurut pengalaman bedah, dokter sibuk tidak ada komentar Obgyn, karena Interne, karena interne, pengaruh
dari departemen jumlah pasien jumlah pasien kompleksnya
mana yang sering banyak, yang banyak penyakit,
tidak lengkap? Atau tindakan SC sehingga sehingga banyak
tergantung kompleks sering dan memakan yang harus diisi,
penyakit? laporan waktu sementara kolom
operasi ada, mengisinya, di rekam medis
sehingga kemudian atau resume medis
banyak yang neurologi tidak
harus diisi, karena jumlah mengakomodir
sehingga tidak dokter hanya 1 pengisian
lengkap orang, dan
bedah
13 Menurut Saudara, Pasien terlalu Tidak ada Yang saya Masalah Saya rasa Menurut saya Terlalu banyak
apakah masalah banyak, sewaktu komentar rasakan sebagai terbesar terkait kendala dalam karena yang harus diisi
terbesar terkait dokter visite jadi DPJP yang pengisian pengisian keterbatasan
pengisian rekam terhambat dan sering menjadi rekam medis ya rekam medis waktu
medis? terlambat, karena masalah dalam masalah waktu ya karena pengisiannya
keluarga pasien pengiisan rekam yang terbatas keterbatasan
tetap didalam medis adalah untuk waktu dan
waktu itu ketidaklengkapa pengisian, dokumen
n pengisian dan mengingat terlalu banyak.
lembar formulir pasien yang
pengisian yang banyak.
terlalu banyak
14 Apa Solusi yang telah membuat aturan tidak ada komentar belum ada menugaskan surat edaran Surat Edaran Belum ada
diberikan RS atas jam besuk dan dokter ruangan
masalah tersebut? penambhan dalam
security melengkapi
rekam medis
dan resume
medis
117
15 Apa saran Saudara sosialisasi ke tidak ada komentar kurangi jumlah menugaskan rekam medis Tidak tahu Form rekam
mengenai masalah masyarakat lembaran rekam dokter ruangan elektronik medis di
tersebut? medis yang harus dalam persingkat dan
diisi, karena melengkapi sebaiknya
banyak lembar rekam medis menyiapkan
yang dan resume rekam medis
pengisiannya medis elektronik
tumpang tindih
X Pemeriksaan RM
1 Siapakah yang Verifikator, resume Tim casemix Verifikator Tim casemix Verifikator, Verifikator, Verifikator,
bertanggung jawab medis saja yang memeriksa cek resume yang diperiksa resume tidak
memeriksa berkas harus diperiksa rekam medis jika dan rekam resume dan lengkap atau tidak
RM sebelum ada medis rekam medis tepat, verifikator
ditagihkan ke BPJS? ketidaklengkapa memeriksa rekam
Yang diperiksa n diresume yang medis juga.
resume saja atau menyulitkan
rekam medisnya koding, dan yang
juga? diperiksa resume
saja
2 Hal-hal apa saja yang - Tidak ada Semua terkait Asesment awal, Diagnosa dan
biasanya diperiksa komentar dokumen klaim resume medis, prosedur dan
dalam berkas rincian biaya pemeriksaan
RM/resume medis? penunjang yang
mendukung
prosedur
118
3 Bagaimana hambatan tulisan DPJP sulit tidak ada komentar ketidaksesuaian tulisan dokter tulisan DPJP Rekam medis Tulisan DPJP
dalam melakukan dibaca antara dokumen yang tidak jelas sulit dibaca, tidak ada di yang sulit dibaca,
pemeriksaan resume? satu dengan dan tidak tidak ada sop ruang casemix resume tidak
lainnya lengkap pengisian lengkap,
resume pengisian tidak
tepat, penulisan
diagnosa primer
dan sekunder
sering terbalik dan
tidak sesuai
kaidah ICD
4 Dari hasil penelitian, Oh iyya ya? Menurut saya pmk, ina cbgs
ada ditemukan Setahu saya bisa saja terjadi
ketidaksesuaian prosedur bedah DPJP
prosedur yang ada di memang agak mendelegasikan
rekam medis dan di jelimet, jadi pengisian
resume medis, seperti mungkin yan resume, namun
di rekam medis menuliskan tidak sempat di
prosedur nya bukan DPJPnya, koreksi dulu
Hecting, sedangkan jadi kurang pas. sebelum dibawa
di resume ditulis ke ruang
debridement. Itu casemix.
penyebabnya apa ya
4 Apa Solusi yang telah Teguran lisan Tidak ada Tidak tahu Tidak tahu Belum ada Belum ada surat edaran untuk
diberikan RS atas komentar mengisi rekam
masalah tersebut? medis dan resume
secara lengkap
dan teguran lisan
di apel pagi
119
5 Apa saran Saudara Surat edaran Tidak ada Tidak ada saran Ada tim yang SOP dibuat Rekam Medis Perlu rapat
mengenai masalah komentar mengingatkan dan yang akan koordinasi antara
tersebut? DPJP dan dilaksanakan diklaim juga manajemen,
komputerisasi mengikuti DPJP, Tim
rekam medis resume dan di casemix , dan juga
simpan rekam medis
sementara di online
ruang casemix
sampai proses
verifikasi
selesai
XI Pengkodean
1 Sebagai koder, Koder Untuk
bagaimana saudara mengkode pengkodean
melakukan menggunakan koder
pengkodean? Data resume medis, menggunakan
yang digunakan kalau ragu ya resume medis .
hanya dari resume buka rekam
medis saja atau medis lah
rekam medis juga?
4 Apa saja pedoman pmk, ina cbgs tidak ada komentar pedoman ICD X DAN Pedoman Untuk Acuan yang
yang digunakan pengkodean ICD 9-CM koding ya ICD mengkode kita dipakai ya ICD X
dalam melakukan adalah rekam X DAN ICD ngacunya ya dan ICD IX CM.
pengkodean? medis IX-CM. pada ICD X
untuk
diagnosis dan
ICD IX CM
untuk tindakan
5 masalah apa saja Sistem Diagnosanya 1 berkas Tergantung
yang saudara rasakan pengkodean kan macem- minimal 3 kelengkapan
terkait pengkodean yang rumit dan macem, kadang menit, resume medis,
hasil pengkodean merubah dari maksimal jika lengkap
kadang tidak diagnosa kita ke kalau maka dalam 2
sesuai dengan ICD agak ribet. bermasalah menit jika
situasi real bisa sampai 1 tidak lengkap
pasien minggu bisa sampai 1
menunggu di minggu paling
verifikasi di lama, tidak
DPJP, lengkap atau
biasanya ya kita gak bisa
muncul baca tulisan
masalah kalau DPJPnya, itu
tulisan DPJP yang bikin
tidak jelas susah.
121
6 Menurut pengalaman kasus yang sulit tidak ada komentar Bedah, ada Bedah dengan
, kasus apa yang kodenya ya laporan tindakan
pengkodeannya sulit? diagnosa lebih dari tindakan operasi, karena
Kenapa? 1, rawat bersama operasinya, jenis tindakan
tulisannnya yang ditulis
sulit sekali tidak
dibaca. menyesuaikan
dengan kode
ICD IX- CM
7 Bagaimana jika verifikator tidak ada komentar Koder akan Koder akan
menghadapi satu berdiskusi dan berdiskusi
kasus yang diantara menanyakan dengan
koder memberikan ke verifikator verifikator
pendapat kode yang
berbeda/bagaimana
jika ada perbedaan
hasil pengkodean
dengan koder yang
lain?
9 Salahsatu alasan koding ketinggian tidak ada komentar Koding yang Koding yang
pengembalian berkas biasanya di tidak sesuai
klaim terbanyak kembalikan dengan ICD X
karena konfirmasi BPJS ya itu dan ICD IX
koding, umumnya koding yang CM, ataupun
koding seperti apa tidak sesuai diagnosa
yang dipermaslahkan antara primer dan
BPJS? diagnosa atau sekunder
tindakan terbalik
dengan data
pendukungnya
, misalnya
diagnosa
anemia,
tindakan
transfusi, tapi
data
pemeriksaan
Hb tidak ada
diresume dan
berkas klaim
10 Apa saja kendala sedikit tidak ada komentar Penulisan Kesulitan
yang dihadapi dalam diagnosa dan koder
melakukan tindakan yang menemukan
pengkodean masih banyak padanannya
/mengklasifikasikan belum sesuai yan ditulis
diagnosis sesuai ICD kaidah ICD X oleh DPJP
dan prosedur sesuai dan ICD IX- dalam bahasa
ICD? CM latin ke bahasa
inggris dalam
ICD.
123
11 Hambatan apa saja tidak ada tidak ada komentar server sering tenaga koder
yang saudara rasakan bermasalah, kurang, server
terkait pengkodean? dan insentif sering lambat,
tidak ada insentif tidak
ada
12 Apa Solusi yang telah tidak tahu tidak ada komentar tidak tahu+E95 tidak tahu tidak ada Tidak ada
diberikan RS atas
masalah tersebut?
13 Apa saran Saudara SDM ditambahkan tidak ada komentar sistem tidak ada diperbaiki Tenaga koder
mengenai masalah dan di insentif pengkodean komentar server, dan ditambah,
tersebut? diperhatikan lebih diberi server
disederhanakan insentive dinaikkan.
Insentif
diberikan
14 30 menit hingga 1
Berapa lama waktu yang minggu, biasanya
saudara butuhkan untuk 10 % kasus yang
memverifikasi resume diverifikasi ke
emdis/ memberikan kode
pada suatu kasus?
DPJP setiap
pengklaiman
15 koding yang tidak
Salahsatu alasan
sesuai dengan
pengembalian berksa klaim antara diagnosa
terbanyak karena dengan
konfirmasi koding, prosedurnya
umumnya koding seperti ataupun diagnosa
apa yang dipermaslahkan dengan hasil
BPJS?
pemeriksaan
penunjangnya
124
16 hambatan karena
verifikator hanya
saya sendiri,
sementara saya
Hambatan apasaja yang
juga ilmunya
saudara rasakan terkait
verifikasi? masih terbatas,
juga sarana dan
prasarana yang
terbatas, ketiadaan
SOP
17 dibagikan
Apa Solusi yang telah
beberapa buku
diberikan RS atas masalah
tersebut? ICD X dan IX
CM
18 pemakaian
software koding
terintegrasi
Apa saran Saudara
dnegan rekam
mengenai masalah
tersebut? medis online dan
billing payment,
sehingga
transparan
125