Oleh
NIM : 2011080003
PROGRAM PASCASARJANA
2021
BAB I. PENDAHULUAN
Berbicara tentang data pribadi pasien, penyakit yang diidap dan tindakan medis yang
diterima, semua data tersebut disimpan oleh pihak rumah sakit dalam bentuk berkas yang disebut
dengan berkas rekam medis. Penyimpanan berkas rekam medis tradisional umumnya berupa
map-2 yang berisi kertas-kertas yang mencatat data kesehatan pasien.
Penyimpanan seperti ini membutuhkan tempat yang luas, bilamana berkas itu
diperlukan untuk kepentingan medis agak lambat diperoleh karena membutuhkan waktu untuk
mencarinya. Sebaliknya jika semua berkas tersebut dapat di komputerisasikan, maka akan
memudahkan proses pencarian, pengambilan dan pengolahan datanya. Prosesnya dapat
dilakukan dengan cepat dan akurat, sehingga tindakan medis yang membutuhkan riwayat data
kesehatan pasien dapat dengan cepat dilaksanakan.
Idealnya sebuah rekam medis berisi data riwayat kesehatan pasien dari mulai ia lahir
hingga saat ini. Namun karena sistem yang ada di Indonesia sekarang ini terkait informasi
kesehatan belum terintegrasi dan belum didukung sepenuhnya oleh Teknologi Informasi, maka
data-data pasien tersebut terpisah-pisah dan terbagi tergantung pada tempat dimana ia
mendapatkan pelayanan kesehatan pertama kali. Melihat pentingnya sebuah rekam medis, maka
sudah saatnya semua rumah sakit di Indonesia membangun Rekam Medis Elektronik (RME) dan
akan lebih berdaya guna jika semua rekam medis itu terkoneksi didalam jaringan komputer
seluruh rumah sakit di Indonesia.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
Menurut UU Praktik Kedokteran dalam penjelasan pasal 46 ayat (1) yang dimaksud
dengan rekam medis adalah berkas yang berisi catatan dan dokumen tentang identitas pasien,
pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.
Pengertian rekam medis diperkuat melalui Peraturan Mentri Kesehatan (Permenkes) No.
269/2008, bahwa jenis data rekam medis dapat berupa teks (baik yang terstruktur maupun
naratif), gambar digital (jika sudah menerapkan radiologi digital), suara (misalnya suara
jantung), video maupun yang berupa biosignal seperti rekaman EKG.
Berbicara tentang rekam medis mau tidak mau kita akan melihat 2 (dua) bagian
penting yang perlu diperhatikan yaitu: Patient Record dan Manajemen. Patient record adalah
suatu informasi yang terekam baik dalam bentuk tulisan maupun elektronik tentang kondisi
kesehatan dan penyakit pasien yang bersangkutan. Patient record umumnya bersifat individu,
tidak pernah ada catatan kesehatan dari beberapa orang secara kolektif didalam sebuah rekam
medis. Bagian kedua adalah berkaitan dengan Manajemen. Manajemen adalah suatu proses
pengolahan atau kompilasi kondisi kesehatan dan penyakit pasien agar dapat menjadi suatu
informasi yang bermanfaat untuk melakukan pertanggungjawaban baik dari segi manajemen,
keuangan maupun kondisi perkembangan kesehatan pasien.
RME juga dapat diartikan sebagai lingkungan aplikasi yang tersusun atas
penyimpanan data klinis, sistem pendukung keputusan klinis, standarisasi istilah medis, entry
data terkomputerisasi, serta dokumentasi medis dan farmasi. RME juga bermanfaat bagi
paramedis untuk mendokumentasikan, memonitor, dan mengelola pelayanan kesehatan yang
diberikan pada pasien di rumah sakit. Secara hukum data dalam RME merupakan rekaman legal
dari pelayanan yang telah diberikan pada pasien dan rumah sakit memiliki hak untuk menyimpan
data tersebut. Menjadi tidak legal, bila oknum di rumah sakit menyalah gunakan data tersebut
untuk kepentingan tertentu yang tidak berhubungan dengan pelayanan kesehatan pasien.
3. Manfaat RME
Mempertimbangkan berbagai keuntungan termasuk faktor cost and benefits dari
penerapan RME di rumah sakit (pusat pelayanan kesehatan), maka penulis melihat paling ada
tiga manfaat yang dapat diperoleh, masing-masing adalah:
Rekam medis merupakan hal yang krusial dalam pelayanan kesehatan. Menurut
Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269 tahun 2008 tentang Rekam Medis,
rekam medis adalah berkas yang berisi catatan dan dokumen antara lain identitas pasien, hasil
pemeriksaan, pengobatan yang telah diberikan, serta tindakan dan pelayanan lain yang telah
diberikan kepada pasien. 1 Pasal 46 ayat (1) Undang-Undang Nomor 29 tahun 2004 tentang
Praktik Kedokteran menyebutkan bahwa setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalankan
praktik kedokteran wajib membuat rekam medis. 2 Kewajiban untuk membuat rekam medis
juga yang tercantum dalam Pasal 70 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 tahun 2014 tentang
tenaga kesehatan yang menyebutkan bahwa setiap tenaga kesehatan yang melaksanakan
pelayanan kesehatan perseorangan wajib membuat rekam medis. 3 Pada awalnya, rekam
medis dilakukan secara konvensional yaitu berbasis kertas (paper-based). Namun, seiring
perkembangan teknologi informasi, mulai muncul rekam medis berbasis elektronik atau
dikenal dengan rekam medis elektronik (RME). RME merupakan suatu catatan atau rekaman
elektronik mengenai informasi kesehatan seseorang yang dibuat, disimpan, dan dikelola oleh
dokter ataupun tenaga kesehatan yang berhak dalam suatu organisasi pelayanan kesehatan. 4
RME memiliki beberapa keuntungan dibandingkan dengan rekam medis manual berbasis
kertas di antaranya mendukung pengambilan keputusan klinis (decision support system)
seperti rencana tindakan medis, perawatan, atau pengobatan pasien. RME juga mempermudah
monitoring data pasien, dan mempermudah pengumpulan data penelitian. 5 Meskipun
demikian, implementasi RME memiliki beberapa kendala seperti biaya infrastruktur yang
cukup besar, keamanan data dan jaringan, serta sumber daya yang kurang berpengalaman. 6
Hal yang penting dalam privasi adalah keamanan data (security) sehingga tidak terjadi
kebocoran data ke pihak lain. Kejadian serangan siber (cybera ack) dapat diminimalisir
dengan peningkatan cybersecurity dengan evaluasi dan uji keamanan jaringan yang dilakukan
secara berkala (Budiyanti, Arso and Herlambang, 2018).
Perlindungan terhadap data pribadi juga diatur dalam Pasal 2 ayat (1) Peraturan
Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 20 tahun 2016 tentang Perlindungan Data
Pribadi dalam Sistem Elektronik, yang menyebutkan bahwa perlindungan data pribadi dalam
sistem elektronik mencakup perlindungan terhadap perolehan, pengumpulan, pengolahan,
penganalisisan, penyimpanan, penampilan, pengumuman, pengiriman, penyebarluasan, dan
pemusnahan data pribadi. (Menteri Komunikasi dan Informatika, 2016).
Rekam medis mempunyai aspek hukum kedisiplinan dan etik petugas kesehatan,
kerahasiaan, keuangan, mutu serta manajemen rumah sakit dan audit medik. Disamping
fungsi dan tujuannya yang utama untuk memberikan fasilitas tarap pelayanan kesehatan
yang tinggi, rekam medis juga dapat digunakan sebagai bahan pendidikan, penelitian dan
akreditasi.
Dalam bidang hukum, rekam medis mempunyai beberapa fungsi utama, yaitu
sebagai bahan pembuktian dibidang peradilan dan mengembalikan ingatan para pihak yang
berperkara. Didalam proses hukum, tidak adanya rekam medis akan senantiasa
menyudutkan atau merugikan tenaga kesehatan dan rumah sakit. Hal ini disebabkan karena
apabila tidak ada catatan didalam rekam medis, maka dianggap bahwa tidak ada bukti
dilakukannya suatu aktivitas pelayanan kesehatan tersebut.
Maka dari itu, rekam medis konvensional maupun elektronik harus dapat
digunakan sebagai alat bukti tertulis yang sah. Dalam lingkup keperdataan, alat bukti
tulisan merupakan alat bukti yang sah dan utama. Hal ini sesuai dengan Pasal 1866 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata, dan alat bukti tulisan (berkas/surat) merupakan alat bukti
yang sah danterutama. Kemudian dalam lingkup hukum pidana, surat juga merupakan salah
satu dari lima alat bukti yang sah. Hal ini sesuai dengan apa yang tercantum di dalam Pasal
183 dan 184 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, dalam pembuktian suatu
perkara, dibutuhkan minimal 2 alat bukti yang sah serta keyakinan hakim.
Mengenai rekam medis itu sendiri juga sudah diatur dalam beberapa Undang-
Undang, yaitu Undang-Undang Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran,
Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit serta Permenkes Nomor
269/MENKES/PER/III/2008 tentang Rekam Medis. Dalam Permenkes Nomor 269,
disebutkan mengenai adanya dua jenis rekam medis yaitu rekam medis konvensional dan
rekam medis elektronik.
Rekam medis menjadi salah satu kewajiban setiap dokter maupun dokter gigi
dalam melaksanakan praktik kedokterannya. Hal ini sesuai dengan Pasal 46 Undang-
Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. Sebagai pelaksanaan pasal 46
undang-undang nomor 29 tahun 2004 tentang praktik kedokteran, maka ditetapkanlah
Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 269/MENKES/PER/2008 tentang
Rekam Medis sebagai pengganti peraturan sebelumnya yaitu Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 749a/MENKES/PER/XII/1989 tentang Rekam Medis. Dalam permenkes ini dengan
jelas diatur mengenai kewajiban, jenis dan isi masing-masing rekam medis, tata cara
penyelenggara rekam medis, kewajiban sarana pelayanan kesehatan, sifat rahasia rekam
medis dan berbagai manfaat dari rekam medis.
Rekam medis konvensional adalah catatan mengenai diri pasien dan riwayat
penyakit yang ditulis di atas selembar kertas dan nanti akan ditambahkan jika informasi
terkait pasien pun bertambah dan adanya pembubuhan tanda tangan pasien atau keluarga
pasien pada rekam medis jenis ini. Rekam medis elektronik atau sering disebut RME
menurut Shortliffe adalah catatan penyimpanan informasi secara elektronik mengenai status
kesehatan dan layanan kesehatan yang diperoleh pasien sepanjang hidupnya, tersimpan
hingga dapat melayani berbagai penggunaan rekam medis yang sah.
Wajib hukum untuk membuat rekam medis ini banyak dilanggar oleh tenaga
kesehatan. Dalam hal ini berarti pembuatan rekam medis belum dilaksanakan sesuai dengan
konsep/doktrin ilmu kesehatan dan ilmu hukum yang tercatat secara sistematis dari unsur
identitas, informasi, diagnosis, terapi dan resiko yang mungkin dapat diperkirakan lebih
dahulu serta rujukan ahli yang diperlukan untuk perawatan.
Kemudian dalam proses pembetulan suatu catatan, disinipun tanda tangan dan/atau
paraf sangatlah penting untuk dibubuhkan. Karena jika tidak dilakukan, dapat dianggap
sebagai suatu tindakan perusakan alat bukti, dan dalam hal ini, alat bukti yang dimaksud
adalah rekam medis. Guwandi mengatakan bahwa lebih baik seseorang dianggap telah
melakukan kesalahan (error) dalam pencatatan daripada menghadapi tuduhan telah
melakukan tindakan pemalsuan ataupun pemanipulasian (penipuan) dari suatu isi rekam
medis.
Begitu pula dengan adanya suatu sistem rekam medis elektronik, diharapkan dapat
lebih banyak memberikan manfaat terhadap pasien ataupun tim medis. Selain manfaat
rekam medis secara umum dan pemanfaatan teknologi informasi dan elektronik sesuai
dengan pasal 4 undang-undang ini, terdapat beberapa manfaat lain diantaranya sifat
“paperless” dari sistem elektronik ini akan berakibat pada lebih ramah lingkungan. Salah
satu kelemahan dari sistem ini adalah harganya yang tinggi sehingga tidak semua rumah
sakit dapat memanfaatkan kelebihan dari sistem ini. Kelemahan kedua adalah sulitnya
menjaga keamanan dan kerahasiaan data terutama bila terjadi kerusakan sistem atau
“breakdown”.
Sistem elektronik adalah sistem komputer dalam arti luas, yang tidak hanya
mencakup perangkat keras dan perangkat lunak komputer, tetapi juga mencakup jaringan
telekomunikasi dan/atau sistem komunikasi elektronik. Perangkat lunak atau program
komputer adalah sekumpulan instruksi yang diwujudkan dalam bentuk bahasa, kode, skema,
ataupun bentuk lain, yang apabila digabungkan dengan media yang dapat dibaca dengan
komputer akan mampu membuat komputer bekerja untuk melakukan fungsi khusus atau untuk
mencapai hasil yang khusus, termasuk persiapan dalam merancang instruksi tersebut.
RME sebagai alat bukti diperkuat oleh UU No 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
(UU ITE) jo Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269 Tahun 2008. Ketentuan Pasal 13 Ayat
(1) huruf b PERMENKES tersebut mengatakan: pe Apabila RM atau RME yang mempunyai
multifungsi tersebut dikaitkan dengan Pasal 184 KUHAP, maka RM atau RME selain
berfungsi sebagai alat bukti surat juga berfungsi sebagai alat bukti keterangan ahli yang
dituangkan sebagai isi RM atau RME. Isi RM atau RME adalah milik pasien.
Dalam Permenkes yang baru ini dengan jelas diatur mengenai kewajiban, jenis dan
isi masing-masing rekam medis, tata cara penyelenggaraan rekam medis, kewajiban sarana
pelayanan kesehatan, sifat rahasia rekam medis, dan berbagai manfaat dari rekam medis.
Namun untuk rekam medis elektronik, sesuai dengan Pasal 2 ayat (2) Permenkes ini,
disebutkan bahwa akan diatur lebih lanjut dalam peraturan tersendiri. Hal ini belumlah ada
sampai dengan saat ini. Padahal, rekam medis sebagai salah satu dari tiga Doktrin Hukum
Kesehatan, harus dipastikan kekuatan hukumnya yaitu sebagai salah satu unsur alat bukti
tertulis yang sah dalam proses pengadilan, baik perdata maupun pidana.
IV. Kesimpulan
Rekam medik adalah sebuah bagian terpenting dalam pelayanan kesehatan, sehingga
memerlukan landasan hukum yang kuat dalam penerapannya. Dalam Undang-undang No.29
Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran memberikan penegasan tentang kewajiban dalam
pembuatan rekam medik sampai dengan kewajiban menjaga kerahasiaan rekam medik
tersebut. Selanjutnya, secara speksifik pengaturan rekam medik diatur didalam Peraturan
Menteri Kesehatan No. 269/MENKES/PER/III/2008 tentang Rekam Medik. Penjelasan rekam
medik tersebut diatur secara sistematis sampai dengan memberikan kebebasan kepada rumah
sakit selaku tempat pelayanan kesehatan dalam penggunaan rekam medik baik konvesional
maupun elektronik yang secara sah diakui didalam PERMENKES tersebut. Akan tetapi jika
dicermati lebih jauh, rekam medik yang diatur masih terbatas pada rekam medik
konvensional. Pemanfaatan rekam medik elektronik hanya menjadi pengakuan saja sehingga
tidak ditemukannya sebuah kepastian hukum apabila system elektronik kemudian menjadi alat
bukti dipengadilan. Tidak itu saja, perlindungan hukum bagi data pasien juga belum diatur
lebih lanjut, yang kemudian dalam perlndungan data pasien masih disetarakan secara
konvensional.
DAFTAR PUSTAKA
1. Arini Warnida, 2020, ASPEK HUKUM REKAM MEDIS ELEKTRONIK DITINJAU DARI
PERSPEKTIF HUKUM KESEHATAN, Makassar, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Panakkukang.
2. Sudjana, 2017, ASPEK HUKUM REKAM MEDIS ATAU REKAM MEDIS ELEKTRONIK
SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM TRANSAKSI TERAPEUTIK, Bandung, Fakultas Hukum,
Universitas Padjadjaran, VeJ Volume 3, Nomor 2, 361.
3. CINTHIA MUTIARA HAPSARI, SH, 2014, KAJIAN YURIDIS PEMAKAIAN REKAM
MEDIS ELEKTRONIK DI RUMAH SAKIT, Yogyakarta, PROGRAM MAGISTER ILMU
HUKUM PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ISLAM
INDONESIA.
4. Suzeth Agustien Simbolon, 2015, KAJIAN YURIDIS TERHADAP KEDUDUKAN REKAM
MEDIS ELEKTRONIK DALAM PEMBUKTIAN PERKARA PIDANA MALPRAKTEK OLEH
DOKTER, Lex Crimen Vol. IV/No. 6.
5. Nabil Atta Samandari, Wila Chandrawila S dan Agus H. Rahim, 2016, KEKUATAN
PEMBUKTIAN REKAM MEDIS KONVENSIONAL DAN ELEKTRONIK, Semarang, Magister
Hukum Kesehatan Universitas Katolik Soegijapranata. SOEPRA Jurnal Hukum Kesehatan, Vol. 2 |
No. 2 |
6. Nabbilah Amir, S.H., M.H, 2019, Perlindungan Hukum Kerahasiaan Data Pasien Dalam Rekam
Medik Elektronik, Surabaya, Fakultas Hukum, Universitas Surabaya Jl. Raya Kalirungkut No. 56,
Surabaya, Indonesia
7. Rani Tiyas Budiyanti, Septo Pawelas Arso, Penggalih Mahardika Herlambang, 2018, Rekam
Medis Elektronik Berbasis Cloud dalam Perspektif Etika dan Hukum di Indonesia, Administrasi
dan Kebijakan Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Diponegoro, Mahasiswa
Pascasarjana Magister Teknik Informatika, Universitas Islam Indonesia, CDK-268/ vol. 45 no. 9.
8. Septi Labora Nababan, Sonya Airini Batubara, Jhon Prima Ginting, Josua Partogi Sitanggang,
2020, REKAM MEDIS KONVENSIONAL DAN ELEKTRONIK SEBAGAI ALAT BUKTI
DALAM PERKARA PIDANA, Medan, Sumatera Utara, Fakultas Hukum, Universitas Prima
Indonesia Jalan Sekip Simpang Seikambing, Al’Adl Jurnal Hukum, Volume XII Nomor 2, Juli
2020, ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124.
9. Wimmie Handiwidjojo, 2009, REKAM MEDIS ELEKTRONIK, Jurnal EKSIS Vol 02 No 01 Mei
2009: halaman 36-41.
10. Rani Tiyas Budiyanti, Penggalih Mahardika Herlambang, Nurhasmadiar Nandini, 2019,
Tantangan Etika dan Hukum Penggunaan Rekam Medis Elektronik dalam Era Personalized
Medicine, Semarang, Administrasi dan Kebijakan Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat,
Universitas Diponegoro, Semarang, Prodi Rekam Medis, Fakultas Kesehatan, Universitas Dian
Nuswantoro, Jurnal Kesehatan Vokasional, Vol. 4 No. 1 (Februari 2019) ISSN 2541-0644 (print),
ISSN 2599-3275 (online).