Anda di halaman 1dari 4

1

Cahaya kekuningan telihat sekilas di balik kelopak mataku, sebisa mungkin aku membuka mata
untuk melihat cahaya tersebut tetapi kilatan silau dari seberkas cahaya tersebut membuatku
berhenti berusaha sejenak. Mengistirahatkan mata kemudian aku paksakan membuka mata
lebar dengan cepat.

“Yah sudah terang” gumamku dalam hati, dengan malas aku keluar dari selimut tipis yang
menemaniku sepanjang malam, kemudian aku duduk dan terdiam. Dengan memperhatikan jam
dinding yang sudah menunjukkan pukul 05.30, aku tersadar aku bangun terlambat kembali
setelah kemarin aku juga bangun terlambat, tidak ada yang berusaha membangunkanku. Ibu
pasti sedang sibuk memasak di dapur kalau sudah sepagi ini. Cepat-cepat aku mengambil
handuk yang tersimpan di balik pintu kamar aku bergeges ke kamar mandi melakukan rutinitas
pagiku sebelum aku berangkat ke sekolah. Pukul 06.00 aku sudah harus berangkat ke sekolah
jika tidak mau datang terlambat.

Aku menggigil saat air menyentuh badanku, tidak ada pemanas air dirumah, aku harus
bertahan dengan dinginnya air. Aku cepat-cepat mengambil tiga dayung air didalam bak dan
kusiram ke tubuh. Tanpa berpikir panjang aku sudah mengambil sabun batangan dan
menggosoknya ke tubuh kemudian tiga dayungan air kembali membasahi badan. Setelah
selesai menyelasaikan rutinitas yang sudah hapal dikepala, akupun keluar.

Terdengar sayup-sayup di telinga adikku berbicara dengan emak didapur

“cecemu belum bangun juga?” dengan logat khas cinanya

“belum mak, ditepisnya tanganku saat aku goyang badannya tadi pagi sebelum aku mandi, jadi
aku tinggal aja dia biar dia telat lagi”

Dengan muka masam aku masuk kedapur dengan sudah berpakaian seragam putih abu-abu

“mana aku dengar alek bangunkan mak, dia bangunkan hanya panggil sekali dari pintu, yah
pasti tidak akan bangunlah wa” sekilas kulihat nasi goreng yang ada dipiring alek sudah habis
dimakannya.

“cece aja yang tidurnya kayak kebo, mau dibangunkan selalu aja tidak mau dengar, kalo
bangun juga pasti aku yang dimarah alasannya masih pagilah, kau ajalah yang duluan mandi
nanti aku yang terakhir, jadi malas juga aku membangunkan”

“hayaaa kalian itu setiap pagi selalu berkelahi, sampai bosan amak dengar ocehan kalian, cepat
Nala habiskan nasi gorengmu sudah mau jam enam kalo tidak mau telat”

Tanpa menjawab aku sudah menyedok nasi goreng ke dalam mulutku, dengan muka masih
kesal aku tidak memperdulikan pecakapan alek dengan emak yang selalu membahas angsanya
pagi ini kembali bertelur.

Mentubang, dusun kecil yang terletak di kaki gunung Palung merupakan tempat tinggalku,
disana aku dilahirkan kemudian sampai aku berumur enam belas tahun sekarang ini. Tidak
banyak yang bisa aku ceritakan tentang kampungku tapi yang jelas aku bisa berbangga karna
tinggal di bawah kaki gunung Nasional yang dilindungi, dan setiap pagi atau sore hari, kalau
sedang tidak bosan aku sering duduk dibelakang rumah dan mendengarkan bunyi burung kroak
dan monyet yang sering bernyanyi, saling bersahut-sahutan, kalau sedang beruntung terkadang
aku bisa melihat monyet sedang bermain di atap pohon.

aku duduk dibangku kelas 3A di SMA satu-satunya dikotaku. Butuh waktu sekitar 45 menit
untuk sampai kesekolah kalau bersepeda, kalau dibilang kenapa bersepeda memang dirumah
kami tidak mempunyai cukup uang untuk membeli motor, waktu yang ditempuh cukup jauh tapi
kami bersepeda untuk kesekolah tidak sendiri, setiap dipersimpangan jalan menuju kesekolah
aku selalu bertemu dengan teman-teman sekolahku yang juga bersepeda jadi tidak ada rasa iri
dengan ketidakcukupan kami. Makanya aku tidak boleh bangun terlambat kalau tidak mau
terlambat kesekolah.

Kau tidak akan mau datang terlambat dengan keringat bercucuran, bau badan, rambut basah
dan mengetok pintu kelas kemudian dilihat oleh semua teman-temanmukan, itu adalah suatu
moment yang sangat memalukan, walaupun tidak setiap hari aku bangun terlambat, kalau
adikku berbaik hati dia akan membangunkan aku lebih cepat, tapi jika dia sedang kesal jangan
harap aku bisa mandi dengan santai.

Disekolah, aku hanya punya beberapa teman, tidak semua anak bisa aku dekati, kebanyakan
mereka takut kalau aku dekati. Terdengar bisik-bisik dari Kama teman sebangkuku kalau
teman-teman membicarakan kemampuanku yang bisa membaca pikiran seseorang.

Sebenarnya entah itu dibilang anugrah atau bukan tapi aku merasa risi dengan kemampuanku
ini, aku bisa membaca pikiran temanku jika matanya bertemu dengan mataku selama 5 detik.
Hanya 5 detik kalau dia tidak berpaling dariku maka semua yang dipikirkannya saat itu bisa
terbaca secara sekilas dibenahku. Yang tahu kemampuanku hanya emak, alex, dan Kama.
Lainnya aku tidak pernah memberitahukan. Aku berusaha menyimpan rahasia kecilku serapat
mungkin, aku tidak mau rahasia ini terbongkar nantinya.

Emak pernah bilang kemampuanku ini sangat langka pada zaman sekarang ini, kemampuan ini
hanya ada pada zaman dulu, sekarang sudah memasuki era digital, mana mungkin saat ini
masih ada kemampuan seperti ini. Jadi emak mengingatkanku untuk tidak menceritakan
siapapun, takutnya ada beberapa orang yang memfaatkan kemampuanku untuk hal-hal yang
buruk.

“kamu bisa diculik kemudian dijadikan tawanan oleh perampok-perampok itu, entah dijual atau
diapakan kau kalau mereka sampai tahu kau punya kemampuan itu” kata emak. Semua
mungkin tampak mustahil tapi aku masih kecil untuk mencerna kata-kata emakku. Sekarang
yang bisa aku lakukan hanya tersenyum setiap Kama menceritakan gosip tentangku.

Kemampuanku tidak sengaja aku ucapkan saat disekolah, pada saat itu Agus berdiri didepan
mejaku dan Kama, dia mengajak Kama untuk pulang bersama-sama saat pulang sekolah nanti.
Sekilas aku melihat raut muka Kama yang tersenyum mendengar ajakan Agus, bisa ku tebak
kama sedang berbunga-bunga saat itu, tapi kemudian aku lihat ke dalam mata Agus ada kilatan
yang masuk ke dalam pikiranku dan memperlihatkan keinginan agus pada saat itu.

Agus tidak benar-benar menyukai Kama, tapi dia hanya ingin membuktikan kepada teman-
temannya kalau dia juga bisa membuat Kama jatuh hati kepadanya. Kemudian aku menarik
tangan Kama dan membisikkan sesuatu kepadanya dan wajah masak tersirat dengan jelas
dimukanya.

“ iyah aku mau” kata Kama

“aku tunggu yah Kama sayang” Dengan senyum merekah agus berlalu sambil mengedipkan
mata kepada Kama dan melihat sekilas kepadaku. Aku merinding melihat kelakuan agus.

“kama kenapa kamu tidak mendengarkanku, agus itu jahat, nanti kamu diapa-apain oleh dia”

“Agus itu lelaki yang tampan Nala, masa kamu tidak mau melihat temanmu bahagia sekali saja,
aku belum pernah pacaran sejak aku lahir sampai sekarang, mungkin saja sekarang aku diajak
pulang sama-sama besok aku diajak jadi pacarnya” dengan berbunga-bunga Kama
menjelaskannya kepadaku.

Tidak lama aku mendengar cerita dari Kama kalau agus memang berengsek, dia dan teman-
temannya hanya taruhan untuk menggoda Kama, dan rahasiaku secara tidak langsung
terungkap oleh karena kama. Kekesalannya membuat Agus mendengar perkataan aku
tentangnya.

Jadi biang kerok yang menyebarkan gossip pastinya adalah agus.

-=-

Matahari siang terasa menyengat di tangan dan kaki, jam tangan sudah menunjukkan jam
14.30 tapi aku masih setengah perjalanan menuju rumah, dengan berat aku mencoba untuk
mengayuhkan sepeda agar bergerak lebih cepat, tetapi masih tetap saja aku hanya bisa
mampu mengayuh dengan pelan. Sedari tadi perut sudah berbunyi, teringat olehku perut ini
baru terisi nasi goreng tadi pagi, dan sepotong bakwan dan segelas es teh manis pada jam
istirahat ke dua tadi, tapi sepertinya itu tidak cukup untuk mengganjal perut dengan banyaknya
tenaga yang harus aku keluarkan, untuk mengayuh sepeda sejauh 11 km, pantas saja aku
sudah mulai lapar lagi. Masih tertinggal jauh dari alek yang dari tadi sudah didepan tidak mau
menunggu, padahal aku sudah memelas padanya.

“heh” hembusan kasar keluar dari mulutku, aku tidak bisa mengeluh, jika aku mengeluh maka
percuma saja toh tetap saja harus mengayuh sepeda, kalaupun aku memutuskan untuk
istirahat sebentar itu bukan ide yang bagus. Sekilas aku menoleh ke belakang hanya tersisa
aku sendiri, tidak ada siapa-siapa yang bersepeda dibelakang, aku merinding, terkadang
dengan keadaan seperti ini aku takut sekali, aku sering mendengar cerita-cerita dari Tole dan
Suri, teman-teman sekampungku kalau sekarang sedang musim penculikan anak. Mereka
menculik anak kemudian diambil organ dalamnya kemudian dijual dan kepalanya dibuang ke
jembatan yang akan dibangun. Entah benar atau tidak tapi terkadang aku sering memikirkan hal
seperti itu. Jika itu benar-benar terjadi maka aku berharap bukan aku anak yang akan diculik
saat ini, karena kalaupun aku yang diculik mereka akan rugi, sudahlah badan kurus kering,
kelaparan dan bau keringat lagi, aku rasa mereka akan menyesal.

Kayuhan sepeda semakin cepat, semangatku kembali lagi, setidaknya aku tidak boleh tertinggal
jauh, sepeda pink alek harus terlihat olehku jadi setidaknya aku masih bisa merasa aman.
Jalanan aspal dengan bebatuan yang belum jadi membuat kayuhan sepeda melambat, aku
semakin dekat dengan rumah, setelah berbelok dari persimpangan tadi aku sudah memasuki
jalanan setapak menuju rumah, masih butuh 1 km lagi untuk sampai rumah. Kalau sudah
masuk jalanan ini aku sudah aman, penculik manapun akan sulit untuk melewati jalan ini dan
rumah penduduk kampung sudah terlihat, walaupun jarak antar rumah lumayan jauh.

Dengan lahap aku memasukkan ikan goreng gembung dan sesendok nasi ke dalam mulut,
semua rasanya bercampur aduk didalam mulut, gurihnya ikan goreng inilah yang selalu
membuat semangat untuk pulang, setelah sampai ke rumah tadi aku sudah tahu kalau emak
memasak makanan kesukaanku, tanpa menunda lagi aku langsung menggantung baju dan
mandi, biar terasa segar. Napsu makan akan hilang kalau aku langsung makan dengan bau
keringat ini.

Tidak ada emak dirumah, hanya ada alek yang sudah mulai menyapu lantai, kami selalu
membagi tugas pekerjaan rumah. Jika tidak dibagi seperti itu maka jangan harap ada diantara
kami yang mau mengalah. Adanya teriakan dan sapu lidi yang saling lempar karena selalu ada
aja kecemburuan untuk mengerjakan pekerjaan rumah, jadi solusi yang paling bagus aku selalu
membagi tugas dengan alek, dan pastinya dia selalu mengambil bagian menyapu rumah dan
memberi makan angsa, bebek, dan ayamnya dibandingkan masak dan mencuci piring.

Anda mungkin juga menyukai