pendapat
bahkan
kritik
yang
bersifat
membangun
dari
ruang
mengeluarkan pendapat yang berbeda hal itu dikarenakan adanya perbedaan setiap
individu dalam mengeluarkan pendapat, tenaga dan pikirannya, karena setiap
individu mempunyai kemampuan dan keahliannya sesuai bidangnya masingmasing.
Sesuai dengan perkembangan baru dalam paradigma pelayanan di era
BPJS, budaya kerja rumah sakit yang positif adalah budaya kerja melayani.
Membangun budaya kerja di rumah sakit caranya adalah dengan contoh
membiasakan arah orientasi tindakan dan sikap serta perilaku kepada kepentingan
orang lain yang dilayani, bukan kepentingan sendiri.
Namun, apabila orientasi tindakan ke arah kepentingan diri sendiri akan
bertentangan dengan "Budaya Kerja Melayani" tersebut diatas. contoh tindakan
budaya negatif adalah karyawan rumah sakit yang suka membolos atau terlambat
daytang kemudian perawat yang kurang perhatian terhadap pasien orang miskin,
dan dokter menyuruh pasien membeli obat atau alat di Apotik tertentu
Dalam pelaksanaan di era BPJS membutuhkan sosialisasi informasi yang
luas kepada seluruh pihak yang menjalankan di rumah sakit. Dokter sebagai lini
utama dalam tentu memerlukan pemahaman yang cukup terkait prosedur
layanannya, bioetika maupun legalitas medikolegal dalam menjalankan program
JKN.
Di era BPJS budaya kerja dari petugas medis dan paramedis sangat
menentukan kinerja rumah sakit. Dengan adanya medis - paramedis yang
berkualitas, maka rumah sakit dapat mencapai kinerja yang optimal. Menurut
Depkes RI (2001) optimalnya kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit sangat
ditentukan oleh optimalnya kinerja para dokter yang melayani di rumah sakit
tersebut. Tenaga medis-paramedis mempunyai kedudukan penting dalam
menghasilkan kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit, karena medisparamedis bertanggung jawab penuh terhadap proses pengobatan, perawatan, dan
penyembuhan pasien karena hanya profesi medis-paramedis yang mempunyai hak
dan tanggungjawab untuk menetapkan diagnosis pasien.
Sumber daya manusia di rumah sakit terbagi menjadi dalam 2 kelompok,
yaitu: kelompok professional dan kelompok manajerial. Kelompok professional
Untuk menjadi membangun budaya kerja di era BPJS yang berdaya saing
tinggi, tuntutan untuk RS menerapaka dan membangun budaya patient-centeredcare akan semakin besar, seperti :
1. Akreditasi tidak bisa lagi sebatas di atas kertas. Upaya untuk memenuhi
standar akreditasi harus menjadi budaya yang diterapkan sehari-hari
2. Team-work antar klinisi maupun antara klinisi dengan manajemen menjadi
suatu kebutuhan untuk dikembangkan. Kebiasaan lama seperti bekerja secara
individual atau tidak secara multi-disiplin perlu diubah.
3. Kebutuhan untuk memanfaatkan teknologi semakin tinggi, misalnya
teknologi webinar/teleconference, teknologi informasi dan sebagainya. RS
yang belum mengkomputerisasi sistem informasi akan didorong untuk
menerapkan teknologi ini, khususnya untuk memudahkan proses klaim ke
BPJS. Penerapan teknologi akan mengotomatisasi beberapa proses dasar
sehingga memudahkan pekerjaan dan mengurangi kebutuhan tenaga teknis
tertentu.
4. Penerapan JKN mendorong perubahan mindset dan perilaku menjadi lebih
sadar biaya. Namun jika tidak dikendalikan dengan baik, perilaku ini akan
mengarah ke efisiensi yang berlebihan sehingga tidak mempertimbangkan
mutu pelayanan bahkan menjadi fraud.
Fungsi budaya kerja di rumah sakit bertujuan untuk membangun
keyakinan sumberdaya manusia atau menanamkan nilai-nilai tertentu yang
melandasi atau mempengaruhi sikap dan perilaku yang konsisten serta komitmen
membiasakan suatu cara kerja di lingkungan masing-masing. Dengan adanya
suatu keyakinan dan komitmen kuat merefleksikan nilai-nilai tertentu, misalnya
Ketika hasil dan produktivitas kerja menurun baik dalam jumlah ataupun
macamnya, yang perlu diperhatikan adalah keadaan sosial, teknis dan sistem
manajerial (birokrasi) yang menjadi bagian dari budaya organisasi. Seseorang
yang bekerja dengan berani dan percaya diri, dengan disiplin dan keinginan untuk
tahan bekerja keras menunjukkan budaya kerja yang baik, seseorang yang merasa
takut, bersifat pengecut, berbelit-belit, penakut, malu, suka melanggar peraturan
tidak dapat dipercaya, atau acuh tak acuh sebagai hasil ketidakpuasan terhadap
kerja dan lingkungan organisasi (Swanburg, 2000)
Saat ini rumah sakit menghadapi tantangan besar yaitu kekurangan sumber
daya dibandingkan dengan sebelumnya. Rumah sakit sangat ditantang oleh
lingkungan eksternal dan internal untuk mencapai tujuan secara efektif dan
efisien. Perawat sebagai tenaga kesehatan profesional yang populasinya paling
banyak di rumah sakit sangat berperan penting dalam menentukan kualitas dan
biaya kesehatan. Perawat memiliki potensi dalam pemecahan masalah dalam
sistem perawatan kesehatan. Kepuasan kerja perawat dan budaya berorganisasi
adalah dasar yang mempengaruhi kinerja dan produktivitas rumah sakit. Hasil
penelitian yang diperoleh umumnya menyatakan bahwa karyawan yang puas
dengan pekerjaanya akan membuat mereka bekerja lebih produktif dan komit juga
terhadap pekerjaanya.
.