Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar belakang

ASI makanan paling baik untuk bayi dengan komponen zat makanan

tersedia dalam bentuk yang ideal dan seimbang untuk dicerna dan diserap

secara optimal oleh bayi. ASI saja sudah cukup untuk menjaga pertumbuhan

bayi sampai usia 6 bulan. Tidak ada makanan lain yang dibutuhkan selama

masa ini. ASI bersifat steril, berbeda dengan sumber susu lain seperti susu

formula atau cairan lain yang disiapkan dengan air atau bahan-bahan dapat

terkontaminasi dalam botol yang kotor. Pemberian ASI saja, tanpa cairan atau

makanan lain dan tanpa menggunakan botol, menghindarkan anak dari

bahaya bakteri dan organisme lain yang akan menyebabkan diare. Keadaan

seperti ini di sebut disusui secara penuh (memberikan ASI Eksklusif)

(Kemenkes, 2016).

World Health Organization (WHO) merekomendasikan pemberian

ASI esklusif sekurang-kurangnya selama 6 bulan pertama kehidupan

dandilanjutkan dengan makanan pendamping sampai usia 2 tahun. American

Academy of Pediatrics (AAP), Academy of Breastfeeding Medicine dan

Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) merekomendasikan hal yang sama

tentang pemberian ASI esklusif sekurang-kuragnya 6 bulan (Suradi, 2017).

1
2

WHO (2016) menyatakan cakupan pemberian ASI eksklusif di Afrika

Tengah sebanyak 25%, Amerika Latin dan Karibia sebanyak 32%, Asia

Timur sebanyak 30%, Asia Selatan sebanyak 47%, dan negara berkembang

sebanyak 46%. Secara keseluruhan, kurang dari 40 persen anak di bawah usia

enam bulan diberi ASI Eksklusif.

Data Kemenkes RI tahun 2018, cakupan pemberian ASI di Indonesia

sebesar 57,90% meningkat dibandingkan tahun 2017 (51,80%). Kendati

meningkat, tetapi masih jauh dari target WHO yaitu sebesar 90 %.

Capaiannya masih terbilang sangat kecil jika mengingat pentingnya peran

ASI bagi kehidupan anak. Sedangkan pada anak usia 0-23 bulan yang pernah

mendapatkan ASI di Indonesia pada 2018 sebanyak 94,56 %, meningkat

dibandingkan tahun 2017 (93,96%). Keadaan tersebut menggambarkan

bahwa sebagian besar para ibu sudah memiliki kesadaran betapa pentingnya

pemberian ASI bagi bayi mereka (Kemenkes RI, 2018)

Berdasarkan data Profil Kesehatan Propinsi Jawa Barat tahun 2018,

cakupan pemberian ASI sebanyak 53% rata-rata lama pemberian ASI secara

nasional pada 2017 adalah 10,41 bulan. Sedangkan cakupan pemberian ASI

di Bekasi diperoleh sebanyak 23,2%, tahun 2016 meningkat terus menjadi

26,9% pada tahun 2017, meningkat lagi di tahun 2018 menjadi 31,4%, dan

tahun 2019 mencapai 33,8% (Profil Kesehatan Bekasi, 2019).

ASI yang dihasilkan atau di produksi pada hari pertama sampai ketiga

setelah bayi lahir dinamakan dengan kolostrum. Kolostrum berwarna agak


3

kekuningan lebih kuning dari ASI biasanya, bentuknya sedikit kasar karena

mengandung butiran lemak dan sel-sel epitel (Wulandari & Handayani 2014).

Pemberian kolostrum pada bayi baru lahir merupakan perlindungan

yang terbaik karena didalam kolostrum terdapat zat-zat yang bergizi dan

memiliki zat anti kekebalan tubuh. Jumlah kolostrum tidak banyak tetapi kaya

zat bergizi dan sangat baik untuk dikonsumsi bayi. Kolostrum yang di

produksi sangat bervariasi, tergantung dari hisapan bayi pada awal-awal

pertama kelahiran, meskipun kolostrum yang keluar dan di berikan pada bayi

hanya sedikit namun kolostrum cukup untuk memenuhi semua gizi yang di

butuhkan bayi (Kemenkes, 2016).

Data World Health Orgnization (WHO) terbaru pada tahun 2015 di

Amerika Serikat persentase perempuan menyusui yang mengalami

keidaklancaran ASI rata-rata mencapai 87,05 % atau sebanyak 8242 ibu nifas

dari 12.765 orang, pada tahun 2014 ibu yang mengalami keidaklancaran ASI

sebanyak 7198 orang dari 10.764 orang (WHO, 2015).

Data Association of South East Asia Nation (ASEAN) pada tahun

2017 menyimpulkan bahwa presentase cakupan kasus keidaklancaran ASI

pada ibu nifas tercatat 107.654 ibu nifas, pada tahun 2018 terdapat ibu nifas

yang mengalami keidaklancaran ASI sebanyak 95.698 orang, serta pada

tahun 2015 ibu yang mengalami keidaklancaran ASI sebanyak 76.543 orang.

Hal ini disebabkan karena kesadaran masyarakat dalam mendorong

peningkatan pemberian ASI masih relatif rendah


4

Menurut Data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia tahun 2018

menyebutkan bahwa terdapat ibu nifas yang mengalami keidaklancaran ASI

sebanyak 35.985 atau (15,60 %) ibu nifas, serta di Jawabarat pada tahun 2018

ibu nifas yang mengalami ketidaklancaran ASI sebanyak 77.231 atau (37, 12

%) ibu nifas. Menurut profil dinas kesehatan Bekasi pada tahun 2018 tercatat

1078 ibu lancar menyusui dan sekitar 541 ibu yang mengalami

keidaklancaran ASI (Profil Kesehatan Kota Bekasi, 2018)

Masih banyak ibu yang tidak memberikan kolostrum pada bayinya,

hal ini dipengaruhi oleh kurangnya pengetahuan ibu yang disebabkan

informasi yang tidak tersampaikan dengan baik. Pengetahuan akan

membentuk sikap ibu yang positif terhadap menyusui sehingga mampu

menumbuhkan motivasi dalam dirinya secara suka rela dan penuh rasa

percaya diri mampu memberikan ASI kepada bayinya (Nassar, 2015).

Dampak yang akan terjadi apabila bayi tidak diberikan kolostrum

adalah dapat terjadi ikterus yang bisa mengakibatkan kematian pada bayi.

Kolostrum yang tidak dberikan dapat meningkatkan bilirubin serum yang

tinggi dalam hari pertama kehidupan. Dengan pemberian kolostrum yang

memadai di perkirakan mengurangi intensitas kenaikan bilirubin di kehidupan

awal karena pengeluaran mekonium dari saluran pencernaan sehingga

mencegah resirkulasi bilirubin dari saluran pencernaan melalui portal system

ke sirkulasi sistemik (Maya, 2017).

Bayi yang tidak diberikan ASI eksklusif selama 13 minggu pertama

dalam kehidupannya memiliki tingkat infeksi pernafasan dan infeksi saluran


5

cerna yang lebih tinggi dibandingkan dengan bayi-bayi lain yang diberikan

ASI. Menurunnya tingkat infeksi saluran cerna ini tetap bertahan bahkan

sesudah selesai masa pemberian ASI dan berlanjut hingga tahun-tahun

pertama dalam kehidupan anak (Astutik, 2014).

Kebijakan program pemberian kolostrum dan ASI didasarkan pada

Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dengan

tujuan untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal dari seorang anak,

sehingga diharapkan akan menurunkan Angka Kematian Bayi di Indonesia.

Sedangkan tujuan akhir yang ingin dicapai dalam kebijakan kesejahteraan

anak adalah terpenuhinya kebutuhan lahir batin dari anak Indonesia, sehingga

akan tercapai anak yang sehat. Pekan ASI sedunia tahun 2010 Kementrian

Kesehatan RI juga meluncurkan Program Menyusui; Sepuluh Langkah

Menuju Sayang Bayi, dengan slogan Sayang Bayi, Beri ASI (Kemenkes RI,

2016).

Hasil studi pendahuluan yang dilakukan di Klinik bidan linda

Herawati Bekasi pada tanggal 25-26 Juni 2022 terhadap 8 nifas yang

menyusui bayina, didapatkan hasil 5 dari 8 responden tidak memberikan ASI

pertamanya karena berwarna kuning dan takut basi. Sedangkan 3 responden

lainnya tidak mengetahui bahwa ASI yang pertama keluar berwarna kuning.

Berdasarkan fenomena pemberian ASI kolostrum yang semakin

menurun, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul

Hubungan tingkat pengetahuan tentang ASI kolostrum dengan pemberian


6

ASI kolostrum pada ibu post partum di Klinik Bidan Linda Herawati Bekasi

Tahun 2022

2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah ada hubungan

tingkat pengetahuan tentang ASI kolostrum dengan pemberian ASI kolostrum

pada ibu post partum di Klinik Bidan Linda Herawati Bekasi Tahun 2022?”

3. Tujuan Penelitian

a. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan tentang ASI

kolostrum dengan pemberian ASI kolostrum pada ibu post partum di

Klinik Bidan Linda Herawati Bekasi Tahun 2022

b. Tujuan khusus

1) Umtuk mengetahui distribusi frekuensi tingkat pengetahuan tentang

ASI kolostrum pada ibu post partum di Klinik Bidan Linda Herawati

Bekasi Tahun 2022

2) Untuk mengetahui distribusi frekuensi pemberian ASI kolostrum pada

ibu post partum di Klinik Bidan Linda Herawati Bekasi Tahun 2022

3) Untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan tentang ASI

kolostrum dengan pemberian ASI kolostrum pada ibu post partum di

Klinik Bidan Linda Herawati Bekasi Tahun 2022

4. Ruang Lingkup Penelitian

Jenis penelitian ini adalah studi korelasi dengan pendekatan cross

sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu post partum di
7

klinik bidan linda Herawati Bekasi Tahun 2022 pada bulan Juni 2022 yang

berjumlah 30 orang dengan jumlah sampel 30 pasien. Teknik pengambilan

sampelnya menggunakan concecutive sampling. Instrumen penelitian ini

adalah lembar kuesioner, serta analisis data menggunakan uji chi square

dengan nilai kemaknaan α = 0,05

5. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Teoritis

Menambah referensi terkait faktor-faktor yang berhubungan

dengan manajemen laktasi pada ibu postpartum, serta dapat digunakan

sebagai acuan untuk penelitian dan pengembangan lebih lanjut

b. Manfaat Praktis

Diharapkan Dinas Kesehatan dapat mengembangkan dan

menjalankan program terkait dengan laktasi untuk mensukseskan ASI

kolostrum dan ASI eksklusif.

6. Keaslian Penelitian

a. Papona (2017). Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Ibu Nifas Tentang

Pemberian Kolostrum Pada Bayi Baru Lahir Di Puskesmas Ulu

Kecamatan Siau Timur Kabupaten Kepulauan Sitaro. Jenis penelitian

yang digunakan adalah deskriptif korelasi dengan pendekatan cross

sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu nifas berjumlah

20 orang dengan sampel 20 orang dengan teknik total sampling. Uji yang

dignakan adalah chi squre. Hasil penelitian didapatkan ada hubungan

Pengetahuan Dan Sikap Ibu Nifas Tentang Pemberian Kolostrum Pada


8

Bayi Baru Lahir Di Puskesmas Ulu Kecamatan Siau Timur Kabupaten

Kepulauan Sitaro. Perbedaan peneliti dengan penelitian tersebut adalah

tekhnik sampling dimana pada penlitian ini menggunakan total populasi

dan Peneliti menggunakan accidental sampling. Sedangkan persamaan

dengan penelitian tersebut adalah sama-sama meneliti pengetahuan dan

pemberian kolostrum.

b. Sukari, Nensy Ratnawati (2017). Gambaran Pengetahuan Ibu Postpartum

Tentang Pemberian Kolostrum Di Puskesmas Bahu Manado. Desain

penelitian ini adalah Deskriptif. Penelitian ini dilakukan di Puskesmas

Bahu Manado. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu

postpartum dengan jumlah 114. Jumlah sampel dalam penelitian sebanyak

57 responden dengan menggunakan teknik total sampling. Pengumpulan

data menggunakan kuesioner. Perbedaan peneliti dengan penelitian

tersebut adalah pada penelitian jenis penelitian ini adalah deskriptif,

sedangkan penelitian yg dilakukan peneliti adalah korelasi.. Sedangkan

persamaan dengan penelitian tersebut adalah sama-sama meneliti tentang

pengetahuan dan pemberian kolostrum

c. Dahlia, Iis (2016) “Hubungan Pengetahuan Tehadap Status Pemberian

Kolostrum Pada Bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Pisangan Kecamatan

Ciputat”. Tujuan penelitian ini bertujuan untuk melihat adanya hubungan

antara pengetahuan dengan status pemberian kolostrum pada bayi, dengan

metode cross sectional dengan sampel 53 menggunakan teknik purposive

sampling dengan uji bivariat menggunakan Chi-square. Perbedaan


9

peneliti dengan penelitian tersebut adalah tekhnik sampling dimana pada

penlitian ini menggunakan total populasi dan peneliti menggunakan

accidental sampling. Sedangkan persamaan dengan penelitian tersebut

adalah sama-sama meneliti pengetahuan dan pemberian kolostrum

Anda mungkin juga menyukai