Anda di halaman 1dari 11

BAB 1

PENDAHULUAN
11;

Latar Belakang
Pada November 1999, the American Hospital Asosiation (AHA) Board of Trustees
mengidentifikasikan bahwa keselamatan dan keamanan pasien (patient safety)
merupakan sebuah prioritas strategik. Tahun 2000, Institute of Medicine,
Amerika Serikat dalam TO EROR IS HUMAN, Building a Safer Health System
melaporkan bahwa dalam pelayanan pasien rawat inap di rumah sakit ada sekitar 3-16%
Kejadian Tidak Diharapkan (KTD/Adverse Event). Definisi kejadian yang tidak diharapkan
(KTD ) adalah suatu kejadian yang menyebabkan cedera yang tidak diharapkan pada
pasien karena suatu tindakan atau karena tidak bertindak dan bukan karena underlying
desease atau kondisi pasien.
Kejadian tidak diharapkan ( KDT ) ada yang dapat di cegah dan tidak dapat di
cegah. KDT yang dapat di cegah ( preventable adverse event ) berasal dari proses asuhan
pasien. KDT yang tidak dapat dicegah adalah suatu kesalahan akibat komplikasi yang
tidak dapat di cegah (unpreventable adverse event). Menindaklanjuti penemuan ini, tahun
2004, WHO mencanangkan World Alliance for Patient Safety, program bersama dengan
berbagai negara untuk meningkatkan keselamatan pasien di rumah sakit
organisasi kesehatan dunia (WHO) Collaborating Centre, didedikasikan khusus
untuk solusi keselamatan pasien adalah kemitraan bersama antara WHO dan Joint
Commossion (JCI). JCI memberikan akreditasi untuk rumah sakit, fasilitas rawat jalan,
laboratorium klinik, pelayanan koninum perawatan, organisasi transportasi medis, dan
pelayanan tertentu.
Salah satu kriterianya JCI adalah International Patient Safety Goal (IPSG) yang
secara umum bertujuan untuk keselamatan pasien dalam akreditasi rumah sakit
( 2011 ) yaitu :
1.11; Melakukan identifikasi pasien secara tepat : Nama pasien, tanggal lahir/medical
record.
1.12; Meningkatkan komunikasi yang efektif.
1.13; Meningkatkan keamanan dari obat yang harus di waspadai ( high alert
medication).

1.14; Memastikan benar tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien operasi.
1.15; Mengurangi resiko infeksi terkait dengan pelayanan kesehatan
1.16; Mengurangi resiko pasien jatuh.
Di Indonesia, telah dikeluarkan pula Kepmen nomor 496/Menkes/SK/IV/2005
tentang Pedoman Audit Medis di Rumah Sakit, yang tujuan utamanya adalah untuk
tercapainya pelayanan medis prima di rumah sakit yang jauh dari medical error dan
memberikan keselamatan bagi pasien. Perkembangan ini diikuti oleh Perhimpunan Rumah
Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) yang berinisiatif melakukan pertemuan dan mengajak
semua stakeholder rumah sakit untuk lebih memperhatikan keselamatan pasien di rumah
sakit. Kesalahan identifikasi pasien (nama, tanggal lahir/ medical record ), dapat terjadi
pada pasien yang dalam keadaan terbius/ tersedasi, mengalami disorientasi, tidak sadar,
bertukar tempat tidur/kamar/lokasi rumah sakit, dan adanya kelainan sensori atau akibat
situasi lain (Depkes RI, 2011).
Kepatuhan merupakan bagian dari perilaku indivindu yang bersangkutan untuk
mentaati atau mematuhi sesuatu, sehingga kepatuhan perawat dalam melaksanakan
standar operasional prosedur ( SOP ) identifikasi pasien tergantung dari perilaku perawat
itu sendiri. Perilaku keperawatan ini akan dapat dicapai jika manajer keperawatan
merupakan orang yang dapat dipercaya dan dapat memberikan motivasi (Sarwono, 2007).
12; Manfaat

Mendapatkan gambaran mengenai pengelolaan indentifikasi pasien sebagai dalah


satu bagian dari Patient Safety
Mendapatkan gambaran tentang manajemen pengelolaan rumah sakit
Mendapatkan gambaran mengenai pencapaian-pencapaian yang telah diperoleh
oleh rumah sakit

BAB 2

KONSEP
Kesalahan karena keliru pasien sebenarnya terjadi di semua aspek diagnosis dan
pengobatan. Keadaan yang dapat mengarahkan terjadinya error/kesalahan dalam
mengidentifikasi pasien, adalah pasien yang dalam keadaan terbius atau tersedasi,
mengalami disorientasi, atau tidak sadar sepenuhnya; mungkin bertukar tempat tidur,
kamar, lokasi di dalam rumah sakit; mungkin mengalami disabilitas sensori; atau akibat
situasi lain. Maksud ganda dari sasaran ini adalah : pertama, untuk dengan cara
Yang dapat dipercaya (reliable) mengidentifikasi pasien sebagai individu yang
dimaksudkan untuk mendapatkan pelayanan atau pengobatan; dan kedua, untuk
mencocokkan pelayanan atau pengobatan terhadap individu tersebut (Depkes RI. 2011).
Kebijakan dan atau prosedur yang secara kolaboratif dikembangkan untuk memperbaiki
proses identifikasi, khususnya proses yang digunakan untuk mengidentifikasi pasien ketika
pemberian obat, darah atau produk darah; pengambilan darah dan spesimen lain untuk
pemeriksaan klinis; atau memberikan pengobatan atau tindakan lain. Kebijakan atau
prosedur memerlukan sedikitnya dua cara untuk mengidentifikasi seorang pasien, seperti
nama pasien, nomor identifikasi umumnya digunakan nomor rekam medis, tanggal lahir,
gelang (identitas pasien) dengan bar-code, atau cara lain. Nomor kamar atau lokasi pasien
tidak bisa digunakan untuk identifikasi. Kebijakan atau prosedur juga menjelaskan
penggunaan dua pengidentifikasi atau penanda yang berbeda pada lokasi yang berbeda
di rumah sakit, seperti di pelayanan ambulatori atau pelayanan rawat jalan yang lain, unit
gawat darurat, atau kamar operasi. Identifikasi terhadap pasien koma yang tanpa identitas,
juga termasuk. Suatu proses kolaboratif digunakan untuk mengembangkan kebijakan atau
prosedur untuk memastikan telah mengatur semua situasi yang memungkinkan untuk
diidentifikasi (Depkes RI. 2011)
Mengapa identifikasi pasien menjadi salah satu nilai penting dalam keselamatan
pasien? Bayangkan saja seorang pasien yang harusnya mendapat obat A, justru diberikan
obat B yang mungkin berbahaya baginya hanya karena petugas kesehatan di rumah
sakit gagal mengidentifikasi bahwa itu adalah obat yang keliru bagi pasien tersebut. Atau
bayi baru lahir yang tertukar di rumah sakit, karena tidak adanya penanda identitas bayi
yang mencukupi.
Guna mencegah hal-hal tersebut menjadi suatu kejadian yang tidak diharapkan,
atau bahkan kejadian sentinel, maka rumah sakit umumnya membuat regulasi, baik dalam
bentuk kebijakan, panduan, atau standar prosedur operasional yang menjadi acuan bagi

staf rumah sakit dalam melakukan identifikasi pada pasien.


Dalam panduan oleh Komite Akreditasi Rumah Sakit (KARS), pada bab ketiga
tentang Sasaran Keselamatan Pasien Rumah Sakit, terdapat sasaran pertama berupa
Ketepatan Identifikasi Pasien. Di sana dijelaskan bahwa pasien tidak selalu dapat
diidentifikasi hanya dengan seperti kita saling kenal dengan teman atau keluarga kita.
Banyaknya petugas dan prosedur di rumah sakit, kondisi pasien, membuat identifikasi
pasien menjadi suatu kebijakan yang niscaya adanya.
Identifikasi pasien umumnya menggunakan gelang identitas pasien yang digunakan
pada pasien di area IGD, yang rawat inap, atau menjalani prosedur tertentu (seperti
transfusi darah). Identifikasi juga penting untuk kewaspadaan bagi tenaga kesehatan
seandainya seorang pasien memiliki riwayat alergi atau bahaya, semisal risiko jatuh. Atau
pasien dalam tahap terminal yang menolak tindakan resusitasi jika waktunya telah tiba.
Sasaran penilaian akreditasi cukup ringan, namun jika belum pernah diterapkan di
rumah sakit bisa menjadi tantangan sendiri untuk mengubah paradigma lama yang sudah
ada. Beberapa penekanan yang diberikan oleh KARS, misalnya adalah:
21;

Melakukan identifikasi dengan dua identitas unik pasien.

22;

Selalu melakukan identifikasi sebelum pemberian obat, darah, atau produk darah.

23;

Selalu melakukan identifikasi sebelum pengambilan sampel atau spesimen.

24;

Selalu melakukan identifikasi sebelum pemberian terapi atau tindakan


invasif/prosedur.

25;

Ada kebijakan dan prosedur yang konsisten di seluruh area rumah sakit guna
mendukung identifikasi pasien yang tepat dan efektif.
Permasalahannya kemudian, tidak semua pihak bisa menyusun sebuah kebijakan

atau pun panduan akan bagaimana menerapkan identifikasi pasien secara tepat dan
efektif di rumah sakit. Sebenarnya sudah ada banyak contoh di Internet jika kita mau
mencari, hanya saja yang namanya panduan selalu bersifat selayaknya disesuaikan
dengan kondisi rumah sakit yang bersangkutan. Panduan A di rumah sakit A, tentunya
tidak serta merta dapat diterapkan di rumah sakit B.

BAB 3

ANALISIS SITUASI
31;

Sejarah
Rumah Sakit Ibu dan Hermina Group berawal dari RSIA Hermina Jatinegara yang
terletak di Jalan Raya Jatinegara Barat no. 126 Jakarta Timur. Didirikan pada tahun 1967
yang pada mulanya bernama Rumah Bersalin Djatinegara dengan kapasitas 7 tempat
tidur, RB Jatinegara didirikan atas prakarsa dari Ibu Hermina Sulaiman. Pada tahun 1970
bekerjasama dengan Dr. Budiono Wibowo, seorang dokter spesialis kebidanan dan
kandungan mengembangkan fasilitas pelayanan menjadi 13 tempat tidur dan mengganti
nama RB Djatinegara menjadi RB Hermina. Atas dasar keinginan untuk mengembangkan
RB ini, maka pada tahun 1983 dibentuk Yayasan Hermina. Yayasan Hermina ini kemudian
mengajukan ijin untuk mendirikan Rumah Bersalin Hermina pada tanggal 25 April 1985
diresmikan berdirinya RSB Hermina. Penambahan lahan dan bangunan Rumah Sakit
dilaksanakan mulai tahun 1991, sehingga RSB Hermina dapat dikembangkan menjadi
RSIA Hermina. Dalam upaya untuk memberikan kemudahan pelayanan kepada
masyarakat luas maka mulai 1996 RSIA dan RS Hermina mulai mendirilkan cabangcabang di :
1; RSIA HERMINA Podomoro pada 1996
2; RSIA HERMINA Bekasi pada 1997
3; RSIA HERMINA Depok pada 2000
4; RS HERMINA Daan Mogot pada 2002
5; RSIA HERMINA Bogor pada 2002
6; RSIA HERMINA Pasteur Bandung pada 2004
7; RS HERMINA Pandanaran Semarang pada 2005
8; RSIA HERMINA Tangkubanprahu Malang pada 2006
9; RS HERMINA Sukabumi pada 2007
10; RS HERMINA Tangerang pada 2008
11; RS HERMINA Grand Wisata pada 2009
12; RS HERMINA Arcamanik pada 2010
13; RS HERMINA Galaxy pada 2010
14; RS HERMINA Palembang pada 2011
15; RSIA HERMINA Ciputat (dalam tahap pengembangan)

32;

Profil RS Hermina Jatinegara


RSIA HERMINA group adalah RS swasta sosio-ekonomi yang mengkhususkan diri
dalam bidang pelayanan spesialistik kebidanan penyakit kandungan dan kesehatan anak,
serta ditunjang dengan unit-unit pelayanan spesialistik lain Dalam menjalankan fungsinya,

RSIA HERMINA Group memberikan pelayanan kesehatan untuk wanita dan anak,
pelayanan kesehatan diberikan secara optimal dan profesional bagi pasien, keluarga
pasien dan dokter-dokter provider. Dalam upaya mencapai pelayanan yang optimal dan
profesional ini, maka secara konsisten dan berkesinambungan manajemen RSIA
HERMINA Group menjalankan program-program peningkatan mutu dan pengawasan
pada semua bidang pelayanan untuk menunjang upaya peningkatan mutu pelayanan
dibentuk Departemen Pengembangan RS dan Departemen Pendidikan dan pelatihan.
2.21; Visi
Menjadikan RSIA Hermina Grup sebagai Rumah Sakit Ibu dan Anak
terkemuka diwilayah cakupannya dan mampu bersaing di Era Globalisasi
2.22; Misi
Melakukan upaya secara berlanjut untuk meningkatkan mutu pelayanan
kepada pelanggan Melakukan pelatihan dan pendidikan kepada para karyawan
agar mampu memberikan pelayanan yang profesional Melakukan pengelolaan
Rumah Sakit secara profesional agar tercapai efisiensi dan efektifitas yang tinggi.
2.23; Tujuan
Mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi semua lapisan
masyarakat melalui pemeliharaan kesehatan secara preventif, promosi, kuratif dan
rehabilitatif yang dilaksanakan secara menyeluruh. Mengkhususkan diri pada
pelayanan kesehatan ibu dan anak serta dapat mewujudkan predikat Rumah Sakit
Sayang Anak dan Sayang Ibu.
2.24; Kapasitas Tempat Tidur sejumlah 134 TT

33;
No
1

Ketenagaan Rumah Sakit Hermina Jatinegara


Medis

Jenis Tenaga
1; Doketr Umum
2; Dokter Anak

Full Time
12

Part Time
6

35

3; Dokter Obsgyn
4; Dokter Specialis Lain
5; Dokter Spec gigi

Paramedis

Jumlah
1; Perawat /Bidan
2; Apoteker /Ass Apt
3; Analis Laboratorium
4; Rehab Medik & KTK
5; Radiograf, RM, Ahli Gizi, EM
Jumlah

Non Medis

1;
2;
3;
4;
5;

Tenaga Teknis Umum


Tenaga Tata Graha dan Kesling
Tenaga tata boga pantry
Tenaga Satpam & Yanum
Tenaga Administrasi

Jumlah Non Medis


Total Ketenagaan

44

57

20
295

15
157
-

37

24

19

26
375
13

11

16

16

116
188
583

157

Pendidikan Tenaga Kerja RS Hermina Jatinegara

34;
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Tenaga
Direksi
Bidang Yanmed
Bidang Jangmed
Bidang Keperawatan
Mutu & Akreditasi
Bagian Keuangan
Bagian Personalia
Bagian Marketing
Bagian Rumah Tangga
Sekretariat RS/IT
TOTAL

35;

S2
1
4
5

S1
2
7
5
5
1
1
2
3
2
28

D3
2
39
247
1
19
7
17
6
2
340

SPK
49
2

SMU
7

35

Jumlah
3
13
100
254
2
37
13
38
100
5
565

15
4
21
65
1
157

2008 s/d

2012 s/d

2011

2014

5 km

5 km

26

Sarana RS Hermina Jatinegara


Rawat Jalan
Poliklinik

Praktek

2007

Spesialis
Obsgyn

8 km

Klinik Eksekutif
2008 s/d

2012 s/d

2011

2014

6 km

10 km

20017

3 km

Anak

7 km

10 km

11 km

2 km

4 km

4 km

Lain-lain

5 km

8 km

8 km

1 km

1 km

1 km

TOTAL

18 km

26 km

29 km

6 km

10 km

10 km

Jenis-jenis pelayanan RS Hermina Jatinegara

36;

Pelayanan Specialis dan Sub Spesialis


a;

Obsgyn
- Sub spesialis Onkologi
- Sub spesialis Fetomaternal
- Sub spesialis Endokrin
- Sub spesialis Fertilitas
Sub spesialis Uroginekologi
Anak
- Sub spesialis Jantung Anak
- Sub spesialis Neonatologi
- Sub spesialis Pulmonologi Anak
- Sub spesialis Hematologi Anak
- Sub spesialis Gastroenterologi Anka
- Sub spesialis Alergi-Imunologi Anak
- Sub spesialis Gizi Anak
- Sub spesialis Endokrinologi Anak
- Sub spesialis Pencitraan Anak
- Sub spesialis Pediatrik Sosial
- Sub spesialis Neurologi
- Sub spesialis Nefrologi
- Sub spesialis Hepatologi
-

b;

c;

d;

Pelayanan Penunjang
- Instalasia Farmasi
- Lab. Patologi Klinik & Bank Darah
- Laboratorium Patologi Anatomi
- Instalasi Radiologi
Pelayanan Tindakan
- Pelayanan Gawat Darurat 24 Jam
- Pelayanan Kamar Bersalin

Pelayanan Kamar Operasi


- Pelayanan Intensif (ICU/PICU/NICU)
Pelayanan Lain
- USG 2D/3D/4D
- CTG
- Echocardiography
- Kolposkopi
- Laparaskopi
- EEG & Brain Mapping
- OAE (Oto Akustik Emision)
- Screening Retina/Mata
- Rehab Medik & KTK
- Mammography
-

e;

37;

Program RS Hermina Jatinegara


1; Program Ruti (Evaluasi Setiap Bulan)
- Program Patient Safety
- Program Marketing Terpadu
- Program Cost Countainment
- Program Aman, Bersih, Rapih, Tampak Baru dan Ramah Lingkungan
2; Program MUTU (Evaliasi Tiap Triwulan)
3; Program Pengembangan

BAB 4
KESIMPULAN
4.1

Kesimpulan
Rumah Sakit Hermina Jati Negara telah melakukan berbagai upaya dan terencana
serta terorganisir dalam proses perjalanan layanan rumah sakit, hal ini nampak dari
terlaksananya akreditasi dengan status Paripurna dan berbagai prestasi yang telah
dicapai, namun dengan peningkatan prestasi tersebut bukan berarti Rumah Sakit Hermina
Jatinegara telah melakukan pelayanan kesehatan dengan maksimal. Berbagai hal
mengenai mutu pelayanan kesehatan menjadi tugas penting dalam mempertahankan dan
meningkatkannya.

Dari data dan wawancara yang telah dilaksanakan pada tanggal 27 mei 2016 di
Ruang Diklat Riumah Sakit Hermina Jatinegara Jakarta, ada beberapa hal yang menjadi
catatan saya sebagai mahasiswa yang melakukan kunjungan ke rumah sakit tersebut
yang mana saya menitik beratkan pada salah satu Program Utama Rumah Sakit Pada
Point 1 ialah Patient Safety Secara Keseluruhan dari pemaparan pihak manajemen RS
Hermina Jatinegara mengenai Program Tersebut telah berjalan sesuai dengan
perencanaan, namun dalam beberapa hal program tersebut tidak sempurna atau
maksimal, salah satunya ialah mengenai indentifikasi pasien dimana dalam beberapa
bulan terakhir pernah terjadi satu kasus dimana petugas pelayanan melakukan tindakan
salam memberikan obat kepada pasien yang telah dinyatakan pulang.
Kesalahan dalam pemberian obat merupakan hal yang sangat penting dalam
prpgram Patient Safety, dimana ada beberapa kemungkinan yang terjadi sehingga hal
tersebut ( Kesalaham Pemberian obat) dapat terjadi, menurut saya bukan hanya
kesalahan dalam pemberian obat pada pasien pulang tetapi tidak menutup kemungkinan
adanya kesalahan pemberian pada pasien yang sedang dirawat dikarenakan tertutupnya
data atau hasil wawancara yang didapatkan.
Pemikiran tersebut diatas didasarkan atas assesment lapangan saat melakukan
kunjungan ke ruangan-ruagan yang terdapat di rumah sakit Hermina Jatinegara di mana
saat pemaparan dan wawancara di dapatkan data bahwa seluruh pasien menggunakan
gelang identitas, akan tetapi ketika mahasiswa melakukan kunjungan ditemukan masih
adanya beberapa pasien yang tidak menggunakan gelang identitas, hal ini merupakan
permasalahan yang dapat dipecahkan bersama oleh petugas layanan dan pihak
manajemen RS Hermina Jatinegara. Selain itu hasil evaliasi yang dilakukan selama
triwulan sesuai program yang di sampaikan dirasa belum memnuhi sasaran yang dituju,
Dalam pemaparan mengenai program patient safety dan indikator evaluasi yang
telah di sampaikan, belum di temukan adanya data evaluasi tentang patient safety yang
memadai, sebagai salah satu contoh belum adanya data evalusi pencapaian identifikasi
pasien dan tingkat kepatuhan pasien menggunakan gelang identitas.
4.2

Saran
Sebagai bahan Pertimbangan mahasiswa memberikan beberapa saran yang
dapat digunakand alam mengatasi masalah tersebut diatas :

1;
2;
3;
4;

Evalusi Program Patient Safety Yang dilakukan sebaiknya berfokus pada program
tersebut dan melakukan bukan hanya pada satu indikator saja
Membuat berbagai angket mengenai keselamatan pasien dan di sebarkan kepada
karyawan dan pasien
Jika penggunaan gelang memiliki beberapa kekurangan dapat dilakukan dengan
berbagai metode terbaru atau dengan melibatkan teknologi informasi
Dalam menekan angka kesalahan identifikasi pasien dapat di lakukan sejak
melakukan Home Care dan secara simultan melakukan pelatihan dan mengingatkan
petugas tentang pentingnya menjaga budaya Pateint Safety.

DAFTAR PUSTAKA
Handoko. T.H. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia di Rumah Sakit, BPFE,
Yogyakarta, 2003.
Munro-Faure L dan Munro-Faure M. Implementing Total Quality management; Menerapkan
Manajemen Mutu Terpadu
Mangkunegara AP. Perilaku konsumen, Refika Aditama, Bandung, 2002
Mulyadi. Pendekatan Baru Total Quality Manajemen, Prinsip Manajemen Kontemporer untuk
Mengarungi Lingkungan Bisnis Global. Aditya Media Yogyakarta 1995.

Anda mungkin juga menyukai