Anda di halaman 1dari 220

Bobby Rahman, S.Sos, M.Si.

Program Studi Ilmu Administrasi Negara


Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Malikussaleh
2017
 Nama : Bobby Rahman, S.Sos,M.Si.
 NIP : 19840903 200801 1 004
 Jenis Kelamin : Laki-laki
 Status Perkawinan : Menikah
 Agama : Islam
 Telp. : 085260131840
 Alamat Rumah : Jl. Cendrawasih Ujong
Dusun Lhoh Kumbang Meunasah Alue (Panggoi)
 Alamat E-mail :
bobby.rahman@unimal.ac.id
METODE PERKULIAHAN
Perkuliahan dilakukan dengan kegiatan belajar
yang mencakup :
1) Kegiatan Tatap Muka : a. Ceramah
b. Diskusi kelas
c. Tanya jawab/Responsi
2) Kegiatan terstruktur : Penyelesaian tugas
baik individual
maupun kelompok
3) Kegiatan Mandiri : Mahasiswa belajar
sendiri berdasarkan arahan materi dalam
kontrak belajar.
Hakekat Birokrasi

Birokrasi yang dalam bahasa Inggris disebut


bureaucracy berasal dari kata bereau (berarti meja)
dan cratein (berarti kekuasaan), maksudnya
kekuasaan berada pada orang-orang yang di
belakang meja.

Di Indonesia, birokrasi cenderung di artikan berbelit-


belit. Kendati sebenarnya bila orang-orang yang
dibelakang meja itu disiplin, terampil, taat pada
tugas dan tidak membedakan orang, maka hal yang
dikhawatirkan tersebut di atas tidak akan terjadi

Doc/Birokrasi/Bobby Rahman/2008
 Birokrasi menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia adalah sistem
pemerintahan yang dijalankan oleh
pegawai pemerintah karena telah
berpegang pada hierarki dan jenjang
jabatan. Atau dalam definisinya yang
lain birokrasi adalah cara bekerja
atau susunan pekerjaan yang serba
lamban, serta menurut tata aturan
yang banyak liku-likunya.

Doc/Birokrasi/Bobby Rahman/2008
Birokrasi adalah alat kekuasaan bagi yang menguasainya,
dimana para pejabatnya secara bersama-sama
berkepentingan dalam kontinuitasnya.

Ditinjau dari sudut etimologi, maka perkataan birokrasi


berasal dari kata bureau dan kratia (Yunani), bureau artinya
meja atau kantor dan kratia artinya pemerintahan. Jadi
birokrasi berarti pelayanan yang diberikan oleh pemerintah
dari meja ke meja.
Secara teoritis birokrasi adalah alat kekuasaan untuk
menjalankan keputusan-keputusan politik, namun dalam
prakteknya birokrasi telah menjadi kekuatan politik yang
potensial yang dapat merobohkan kekuasaan.

Birokrasi juga merupakan alat politik untuk mengatur dan


mewujudkan agenda-agenda politik, sifat kekuasaan aparat
birokrasi sebenarnya bukan tanpa kendali tetapi tetap
dibatasi oleh perangkat kendali dari luar dan dari dalam.
Sejarah Birokrasi
 Birokrasi memiliki asal kata dari Bureau, digunakan pada awal
abad ke 18 di Eropa Barat bukan hanya untuk menunjuk pada
meja tulis saja, akan tetapi lebih pada kantor, semisal tempat
kerja dimana pegawai bekerja.

 Makna asli dari birokrasi berasal dari bahasa perancis berarti


pelapis meja. Kata birokrasi sendiri kemudian digunakan
segera setelah Revolusi Perancis tahun 1789, dan kemudian
tersebar ke negara lain. Kata imbuhan -kratia berasal dari
bahasa Yunani atau kratos yang berarti kekuasaan atau
kepemimpinan.

 Birokrasi secara mendasar berarti kekuasaan perkantoran


ataupun kepemimpinan dari strata kepegawaian.

Doc/Birokrasi/Bobby Rahman/2008
 Di Cina, dinasti Song (960 AD) sebagai contoh membentuk birokrasi
sentralistis dengan staf berasal dari rakyat jelata yang terdidik. Sistem
kepemimpinan ini kemudian mendorong konsentrasi kekuasaan di
dalam tangan kaisar dan birokrasi istana daripada yang diperoleh
oleh dinasti sebelumnya.

 Teori Karl Marx tentang birokrasi berasal dari teori mengenai


historical materialisme, asal muasal birokrasi dapat ditemukan dalam
empat sumber: agama, pembentukan negara, perdagangan, dan
teknologi.

 Bentuk birokrasi paling awal terdiri dari tingkatan kasta


rohaniawan/tokoh agama, pegawai pemerintah dan pekerja yang
mengoperasikan aneka ritual, dan tentara yang ditugaskan untuk
mentaati perintah. Di dalam transisi sejarah dari komunitas egaliter
primitif ke dalam civil society terbagi kelas-kelas sosial dan wilayah,
muncul sekitar 10.000 tahun yang lalu, dimana kewenangan terpustat,
dan dipaksakan oleh pegawai pemerintah yang keberadaannya
terpisah dari masyarakat.

Doc/Birokrasi/Bobby Rahman/2008
 Negara memformulasikan, memaksakan dan
mengegakkan peraturan, dan memungut pajak,
memberikan kenaikan kepada sekelompok pegawai yang
bertindak untuk menyelenggarakan fungsi
tersebut. Kemudian, negara melakukan mediasi bila
terjadi konflik di antara masyarakat dan menjaga konflik
agar masih dalam batas kewajaran; negara juga
mengatur pertahanan wilayah. Terutama, hak umum
perorangan untuk membawa dan menggunakan senjata
untuk mempertahankan diri sedikit demi sedikit dibatasi;
memaksakan orang lain untuk berbuat sesuatu menjadi
hak legal negara dan aparat pemerintah untuk
melakukannya.

Doc/Birokrasi/Bobby Rahman/2008
Teori Birokrasi Max Weber
 Max Weber dalam bukunya The Theory of Social and Economic
Organization serta buku Essay on Sociology membahas birokrasi
dan menjadi kajian utama para ilmuan di berbagai negara, karena
Weber termasuk orang pertama yang menyuguhkannya

 Bagi Weber, birokrasi adalah metode organisasi terbaik dengan


spesialisasi tugas, walaupun kemudian banyak pakar yang
mengkritiknya. Seperti Warren Bennis yang menyampaikan
perlunya kebijaksanaan memperhatikan keberadaan manusia itu
sendiri. Birokrasi akan tetap diperlukan di kantor-kantor
pemerintah, terutama di negara-negara berkembang yang harus
dipacu dengan kedisiplinan

Doc/Birokrasi/Bobby Rahman/2008
Selama ini banyak pakar yang meneliti dan menulis tentang
birokrasi, yaitu bahwa fungsi staf pegawai administrasi harus
memiliki cara-cara yang spesifik agar lebih efektif dan efesien,
yaitu sebagai berikut :

1. Kerja yang ketat pada peraturan (rule)


2. Tugas yang khusus (spesialisasi)
3. Kaku dan sederhana (zakelijk)
4. Penyelenggaraan yang resmi (formal)
5. Pengaturan dari atas ke bawah (hierarkis)
6. Berdasarkan logika (rasional)
7. Tersentralistis (otoritas)
8. Taat dan patuh (obedience)
9. Tidak melanggar ketentuan (dicipline)
10. Terstruktur (sistematis)
11. Tanpa pandang bulu (impersonal)

Doc/Birokrasi/Bobby Rahman/2008
 Kekuasaan dipegang oleh orang-orang yang
berada dibelakang meja karena diatur secara
legal dan formal oleh para birokrat. Namun
demikian, diharapkan pertanggung jawaban
jelas, karena setiap jabatan diurus oleh orang
(petugas) yang khusus.

 Birokrasi hanya dapat berlaku dalam organisasi


besar seperti organisasi pemerintahan, karena
pada suatu organisasi yang kecil diperlukan
hubungan informal, sedangkan birokrasi ditata
secara formal untuk melahirkan tindakan
rasional dalam organisasi.

Doc/Birokrasi/Bobby Rahman/2008
Studi Birokrasi
• Ciri-ciri birokrasi menurut Weber adalah, pertama, berbagai
aktivitas regular yang diperlukan untuk mencapai tujuan-tujuan
organisasi yang didistribusikan dengan suatu cara yang baku
sebagai kewajiban-kewajiban resmi, kedua, organisasi kantor-
kantor mengikuti prinsip hierarki, yaitu setiap kantor yang lebih
rendah berada di bawah kontrol dan pengawasan kantor yang
lebih tinggi, ketiga, operasi-operasi birokratis diselenggarakan
melalui suatu sistem kaidah-kaidah abstrak yang konsisten dan
terdiri atas penerapan kaidah-kaidah ini terhadap kasus-kasus
spesifik, dan keempat, pejabat yang ideal menjalankan
kantornya berdasarkan impersonalitas formalistic tanpa
kebancian atau kegairahan, dan kerenanya tanpa antusiasme
atau afeksi.

• Birokrasi pemerintahan seringkali diartikan sebagai officialdom


atau kerajaan pejabat, yaitu suatu kerajaan yang raja-rajanya
adalah pejabat. Di dalamnya terdapat yurisdiksi dimana setiap
pejabat memiliki official duties. Mereka bekerja pada tatanan
hierarki dengan kompetensinya masing-masing. Pola
komunikasinya didasarkan pada dokumen tertulis.

Doc/Birokrasi/Bobby Rahman/2008
• Hegel berpendapat birokrasi adalah
medium yang dapat dipergunakan untuk
menghubungkan kepentingan partikular
dengan kepentingan general (umum). Di
lain sisi Karl Marx memandang birokrasi
dalam kerangka perjuangan kelas, krisis
kapitalisme, dan pengembangan
komunisme. Walaupun Karl Marx dapat
menerima pemikiran Hegel akan tetapi
Karl Marx berpendapat bahwa birokrasi
merupakan instrumen yang dipergunakan
oleh kelas yang dominan untuk
melaksanakan kekuasaan dominasinya
atas kelas-kelas sosial lainnya, dengan
kata lain birokrasi memihak kepada kelas
partikular yang mendominasi tersebut.

Doc/Birokrasi/Bobby Rahman/2008
• Good governance sering diartikan sebagai
indikator terealisasikannya reformasi birokrasi
dengan terpenuhinya prinsip-prinsip seperti,
pertama, partisipasi masyarakat, kedua,
tegaknya supremasi hukum, ketiga,
transparansi, keempat, kepedulian kepada
stakeholder, kelima, berorientasi kepada
konsesnsus, keenam, kesetaraan, ketujuh,
efektifitas dan efisiensi, kedelapan,
akuntabilitas, dan kesembilan, visi strategis.

• Reformasi didefinisikan sebagai perubahan


radikal untuk perbaikan di berbagai bidang
dalam suatu masyarakat atau negara. Dengan
demikian reformasi birokrasi adalah perubahan
radikal dalam bidang sistem pemerintahan.

Doc/Birokrasi/Bobby Rahman/2008
• Menurut teori liberal bahwa birokrasi
pemerintah menjalankan kebijakan-kebijakan
pemerintah yang mempunyai akses langsung
dengan rakyat melalui mandat yang diperoleh
dalam pemilihan umum. Dengan demikian
birokrasi pemerintah itu bukan hanya diisi oleh
para birokrat, melainkan ada bagian-bagian
tertentu yang diduduki oleh pejabat politik
(Carino,1994). Demikian pula sebaliknya bahwa
di dalam birokrasi pemerintah itu bukan hanya
dimiliki oleh pemimpin politik dari partai politik
tertentu saja melainkan ada juga pemimpin
birokrasi karier professional.

Doc/Birokrasi/Bobby Rahman/2008
• Ketika keinginan memasukkan pejabat politik dalam
birokrasi pemerintah itu timbul, maka timbul pula suatu
pertanyaan tentang hubungan keduanya. Pertanyaan ini
harus dijernihkan dengan jawaban yang tepat. Hubungan
antara pejabat politik (political leadership) dan birokrasi
merupakan suatu hubungan yang konstan (ajeg) antara
fungsi kontrol dan dominasi (Carino, 1994). Dalam
hubungan seperti ini maka akan senantiasa timbul
persoalan, siapa mengontrol siapa dan siapa pula yang
menguasai, memimpin dan mendominasi siapa. Persoalan
ini sebenarnya merupakan persoalan klasik sebagai
perwujudan dikotomi politik dan administrasi. Sehingga
karenanya, kemudian timbul dua bentuk alternative solusi
yang utama, yakni apakah birokrasi sebagai subordinasi
dari politik (bureaucratic ascendancy) atau birokrasi
sejajar dengan politik (bureaucratic sublation atau
attempt at co-equality with the executive – Carino, 1994).

Doc/Birokrasi/Bobby Rahman/2008
• Bentuk solusi executive ascendancy diturunkan dari
suatu anggapan bahwa kepemimpinan pejabat politik itu
didasarkan atas kepercayaannya bahwa supremasi
mandat yang diperoleh oleh kepemimpinan politik itu
didasarkan atas kepercayaan bahwa supremasi mandat
yang diperoleh oleh kepemimpinan politik itu berasal dari
Tuhan atau berasal dari rakyat atau berasal dari public
interst. (The political leadership bases its claim to
supremacy on the mandate of God or of the people, or on
some nation of the public interest). Supremasi mandat ini
dilegitimasikan melalui pemilihan, atau kekerasan, atau
penerimaan secara de facto oleh rakyat. Dalam model
sistem liberal, kontrol berjalan dari otoritas tertinggi
rakyat melalui perwakilannya (political leadership)
kepada birokrasi. Kekuasaan untuk melakuakn kontrol
seperti ini yang diperoleh dari rakyat acapkali disebut
sebagai overhead democracy (Redford, 1969).

Doc/Birokrasi/Bobby Rahman/2008
• Dominasi kepemimpinan pejabat politik atas birokrasi ini,
sebenarnya dipacu oleh dikotomi antara politik dan
administrasi seperti dikatakan di depan, suatu doktrin
yang pengaruhnya dimulai sejak penemuan administrasi
Negara sebagai suatu ilmu (Wilson, 1987). Pemikiran
tentang supremasi kepemimpinan pejabat politik atas
birokrasi itu timbul dari perbedaan fungsi antara politik
dan administrasi, dan adanya asumsi tentang superioritas
fungsi-fungsi politik atas administrasi. Slogan klasik
pernah juga ditawarkan bahwa manakala fungsi politik
berakhir maka fungsi administrasi itu mulai (when politic
end, administration begin). (Wilson, 1941). Dikotomi
antara politik dan administrasi ini juga diakibatkan karena
adanya kesalahan perubahan referensi dari fungsi ke
struktur, dari perbedaan antara pembuatan kebijakan
(policy making) dan pelaksanaan (implementation), antara
pejabat politik dan pejabat karier birokrasi (Kirwan, 1987).

Doc/Birokrasi/Bobby Rahman/2008
• Adapun bureaucratic sublation
didasarkan atas anggapan bahwa
birokrasi pemerintah sesuatu
Negara itu bukanlah hanya
berfungsi sebagai mesin pelaksana.
Max Weber sendiri mengenalkan
bahwa birokrasi yang riil itu
mempunyai kekuasaan yang
terpisah dari kekuasaan yang
dilimpahkan oleh pejabat politik.

Doc/Birokrasi/Bobby Rahman/2008
Dalam penyelenggaraan Birokrasi perlu diperhatikan
ketentuan sebagai berikut :

• Tugas yang satu dengan tugas yang lain harus dapat


dikoordinasikan dengan rekan sekerja.
• Terkadang perlu kebijaksanaan di luar peraturan
yang telah berjalan dan ditetapkan semula secara
bersama.
• Adanya kiat (seni/cara) untuk menyelenggarakan
sesuatu yang mungkin berkonotasi rasa yang
irasional.
• Bawahan tetap harus diberi wewenang untuk dapat
memberikan saran yang produktif (seperti telaah
staf) lengkap dengan analisis dan solusinya.
• Pembagian tugas hendaknya lebih desentralistis
demokratis.

Doc/Birokrasi/Bobby Rahman/2008
Dari Weber ke Teori Besi
Oligarki
 Seorang pejabat birokrasi adalah berkepribadian bebas dan
ditunjuk dalam posisi berdasarkan peraturan, menggunakan
kewenangan yang diberikan kepadanya dengan gaya
kepemimpinan yang adil, dan kesetiaannya tergambar melalui
pelaksanaan tugasnya secara sepenuh hati, penunjukkan dan
penempatan kerja berdasarkan kualifikasi teknis yang dimiliki,
kerja administratif dikerjakan penuh waktu (full time), pekerjaan
diganjar berdasarkan upah harian dea prospek masa depan
sepanjang karir.

 Seorang pegawai pemerintah harus menggunakan penilaian dan


keterampilannya, akan tetapi tugasnya adalah menempatkan
kedua hal tersebut pada kewenangan yang lebih tinggi; akhirnya
ia hanya bertanggungjawab untuk menjalankan sebagian tugas
yang telah ditugaskan dan harus mengorbankan penilaiannya
apabila bertentangan dengan tugas pekerjaannya. Pola kerja
Weber banyak diikuti oleh yang lainnya seperti Robert Michels
dengan teori Besi Oligarki (Iron Law of Oligarchy).

Doc/Birokrasi/Bobby Rahman/2008
Sejarah Birokrasi Kebijakan Publik di
Indonesia
Sejarah perkembangan birokrasi di Indonesia mengalami tiga tahap
menurut pengkajian Sinambela dalam Reformasi pelayanan Publik:

1. Masa Pra-Kolonial

Pada masa pra-kolonial yang kekuasaan birokrasinya menonjol dari


kerajaan-kerajaan lain adalah masa kerajaan Mataram. Raja
merupakan pusat kekuasaan, karena kedudukannya ini maka
pemerintahan raja dan semua keputusannya tidak dapat dibantah
dan ia memiliki kekuasaan tak terbatas. Pola birokrasi yang terjadi
pada masa ini kekuasaan dan wewenang yang dimiliki penguasa
dijalankan dengan menguasai bidang-bidang kehidupan masyarakat
baik dengan paksaan, kepatuhan terhadap segala tindakan dan
kemauan penguasa, karena menganggap sumber kemampuan
adalah sesuatu yang berada atau dimiliki raja, sehingga ukurannya
adalah bagaimana bentuk pengabdian masyarakat pada rajanya.

Doc/Birokrasi/Bobby Rahman/2008
2. Masa Kolonial
Pada masa kolonial ini kehidupan masyarakat Indonesia
dibagi berdasarkan lapisan-lapisan hierarkis yang berdampak
pada diskriminasi dalam semua bidang kehidupan. Pada
masa ini aparatur negara bukan sebagai pelayan masyarakat
tetapi bagaimana pelayanan yang menguntungkan bagi
penguasa. Untuk menghubungkan pihak kolonial dengan
rakyat pribumi maka diangkatlah birokrat dari golongan
priyayi yang merupakan cikal bakal lahirnya kelompok
terpelajar yang terpengaruh dengan ethos feodal, yang cara
kerjanya tidak mendasarkan pada orientasi pencapaian
tujuan, yang mestinya dapat mengembangkan
profesionalisme dan keahlian sebagai golongan elite modern
tapi mereka malah mewakili bentuk birokrat feodal untuk
kepentingan penguasa.

Doc/Birokrasi/Bobby Rahman/2008
3. Birokrasi Pasca-Kolonial

Masa penjajahan yang terlalu lama membuat kondisi


tersebut mempengaruhi birokrasi pemerintahan di
Indonesia. Hal ini tercermin dari seleksi kenaikan
pangkat, penerimaan pegawai, sampai pelaksanaan
tugas di mana yang diutamakan adalah loyalitas
individu kepada pimpinan dan harus sesuai dengan
pimpinan, bukan bagaimana kepentingan masyarakat
diutamakan. Demikian pula pengaruh kerajaan yang
pernah ada di mana aparatur negara, pejabat negara
dianggap sebagai priyayi, serta ada budaya sungkan
terhadap atasan walaupun atasan melakukan
penyimpangan. Serta pembawaan dari birokrat sendiri
yang tidak mau dikoreksi dan diganggu gugat
keputusannya seperti halnya para raja dan penguasa
pada masa kerajaan dulu serta birokrat pada masa
penjajahan (Sinambela, 2005: 55-61).

Doc/Birokrasi/Bobby Rahman/2008
Birokrasi Indonesia Kemarin
dan Kini
• Sejarah birokrasi di Indonesia memiliki raport buruk,
khususnya semasa Orde Baru dimana yang menjadikan
birokrasi sebagai mesin politik. Imbas dari itu semua,
masyarakat harus membayar biaya yang mahal.
Ketidakpastian waktu, ketidakpastian biaya, dan
ketidakpastian siapa yang bertanggung jawab adalah
beberapa fakta empiris rusaknya layanan birokrasi.
Lebih dari itu, layanan birokrasi justru menjadi salah satu
causa prima terhadap maraknya korupsi, kolusi,
nepotisme. Pejabat politik yang mengisi birokrasi
pemerintah sangat dominan. Kondisi ini cukup lama
terbangun sehingga membentuk sikap, perilaku, dan
opini bahwa pejabat politik dan pejabat birokrat tidak
dapat dibedakan.

Doc/Birokrasi/Bobby Rahman/2008
• Mengutip catatan guru besar ilmu politik
Universitas Airlangga Ramlan Surbakti mengenai
fenomena birokrasi di Indonesia, kewenangan
besar dimiliki birokrat sehingga hampir semua
aspek kehidupan masyarakat ditangani birokrasi.
Kewenangan yang terlalu besar itu bahkan
akhirnya menonjolkan peran birokrasi sebagai
pembuat kebijakan ketimbang pelaksana
kebijakan, lebih bersifat menguasai daripada
melayani masyarakat. Akhirnya, wajar saja jika
kemudian birokrasi lebih dianggap sebagai
sumber masalah atau beban masyarakat
ketimbang sumber solusi bagi masalah yang
dihadapi masyarakat.

Doc/Birokrasi/Bobby Rahman/2008
• Fenomena itu terjadi karena tradisi birokrasi yang dibentuk
lebih sebagai alat penguasa untuk menguasai masyarakat
dan segala sumber dayanya. Dengan kata lain, birokrasi
lebih bertindak sebagai pangreh praja daripada pamong
praja. Bahkan kemudian terjadi politisasi birokrasi. Pada
rezim Orde Baru, birokrasi menjadi alat mempertahankan
kekuasaan.
Pasca reformasi pun para pejabat politik yang kini
menjabat dalam birokrasi pemerintah ingin melestarikan
budaya tersebut dengan mengaburkan antara pejabat
karier dengan nonkarier. Sikap mental seperti ini dapat
membawa birokrasi pemerintahan Indonesia kembali
kepada kondisi birokrasi pemerintahan pada masa orde
baru. Bahkan kemunculan RUU Administrasi
Pemerintahan saat ini turut mendapat respon yang cukup
agresif dari para pejabat politik melaui fraksi-fraksi di DPR
yang berusaha mengakomodasikan kepentingan jabatan
politik mereka untuk dapat menduduki jabatan birokrasi.

Doc/Birokrasi/Bobby Rahman/2008
TERIMA KASIH

Doc/Birokrasi/Bobby Rahman/2008
 Sejarah perjalanan birokrasi Indonesia tidak
pernah terlepas dari pengaruh sistem politik
yang berlangsung.

 Apapun sistem politik yang diterapkan


selama kurun waktu sejarah pemerintahan di
Indonesia, birokrasi tetap memegang peranan
sentral dalam kehidupan masyarakat.

 Baik dalam sistem politik sentralistik maupun


sistem politik yang demokratis sekalipun.
 Pada perkembangannya birokrasi menjadi
sulit melepaskan diri dari jaring-jaring
kepentingan politik praktis.

 Birokrasi yang seharusnya merupakan


institusi pelaksana kebijakan politik, bergeser
perannya menjadi instrumen politik yang
terlibat dalam kegiatan politik praktis.
 Akibatnya ciri birokrasi modern yg digagas oleh
Max Weber tentang rasionalisme birokrasi sulit
diwujudkan.

 Birokrasi bahkan telah mengubah dirinya


bagaikan “monster raksasa” (Leviathan) yang
mengerikan sebagai perwujudan nyata dari
kekuasaan negara.
Sejarah perkembangan birokrasi di Indonesia
mengalami tiga tahap menurut pengkajian
Sinambela dalam Reformasi pelayanan
Publik:
1. Masa Pra-Kolonial
Pada masa pra-kolonial yang kekuasaan
birokrasinya menonjol dari kerajaan-kerajaan
lain adalah masa kerajaan Mataram. Raja
merupakan pusat kekuasaan, karena
kedudukannya ini maka pemerintahan raja
dan semua keputusannya tidak dapat
dibantah dan ia memiliki kekuasaan tak
terbatas. Pola birokrasi yang terjadi pada
masa ini kekuasaan dan wewenang yang
dimiliki penguasa dijalankan dengan
menguasai bidang-bidang kehidupan
masyarakat baik dengan paksaan, kepatuhan
terhadap segala tindakan dan kemauan
penguasa, karena menganggap sumber
kemampuan adalah sesuatu yang berada
atau dimiliki raja, sehingga ukurannya adalah
bagaimana bentuk pengabdian masyarakat
pada rajanya.
2. Masa Kolonial
Pada masa kolonial ini kehidupan masyarakat Indonesia
dibagi berdasarkan lapisan-lapisan hierarkis yang
berdampak pada diskriminasi dalam semua bidang
kehidupan. Pada masa ini aparatur negara bukan sebagai
pelayan masyarakat tetapi bagaimana pelayanan yang
menguntungkan bagi penguasa. Untuk menghubungkan
pihak kolonial dengan rakyat pribumi maka diangkatlah
birokrat dari golongan priyayi yang merupakan cikal bakal
lahirnya kelompok terpelajar yang terpengaruh dengan
ethos feodal, yang cara kerjanya tidak mendasarkan pada
orientasi pencapaian tujuan, yang mestinya dapat
mengembangkan profesionalisme dan keahlian sebagai
golongan elite modern tapi mereka malah mewakili bentuk
birokrat feodal untuk kepentingan penguasa.
3. Birokrasi Pasca-Kolonial

Masa penjajahan yang terlalu lama


membuat kondisi tersebut mempengaruhi
birokrasi pemerintahan di Indonesia. Hal
ini tercermin dari seleksi kenaikan
pangkat, penerimaan pegawai, sampai
pelaksanaan tugas di mana yang
diutamakan adalah loyalitas individu
kepada pimpinan dan harus sesuai
dengan pimpinan, bukan bagaimana
kepentingan masyarakat diutamakan.
Demikian pula pengaruh kerajaan yang pernah ada di
mana aparatur negara, pejabat negara dianggap
sebagai priyayi, serta ada budaya sungkan
terhadap atasan walaupun atasan melakukan
penyimpangan. Serta pembawaan dari birokrat
sendiri yang tidak mau dikoreksi dan diganggu
gugat keputusannya seperti halnya para raja dan
penguasa pada masa kerajaan dulu serta birokrat
pada masa penjajahan (Sinambela, 2005: 55-61).
 Carilah patologi birokrasi, jelaskan penyebab
dan berikan solusinya !
Doc/Birokrasi/Bobby Rahman/2008
 Gaetano Mosca dan Robert Michels

 Max Weber : Teori Organisasi

 Max Weber : Konsep Birokrasi

 Max Weber : Batas-batas Tentang Birokrasi


 Menurut Mosca tentang birokrasi dan ketidakpuasannya
terhadap tipe pemerintahan pola tradisional menjadi suatu
pola analisa perbandingan politik yang utama.

 Dalam terminologi logika tradisional, Mosca mencari suatu


landasan yang mendasar atau fundamental divisionis yang
baru, suatu asas klasifikasi yang menjungkir balikan para
ahli dan menjelaskan tentang realitas proses politik.

 Mosca sangat tidak percaya pada pendapat yang


mengatakan bahwa kelas yang berkuasa harus monolitik.
Apabila suatu birokrasi memonopoli kekayaan dan
kekuatan militer, ia menyebut sebagai absolutisme
birokratik.
 Dalam the ruling class, Mosca membagi pemerintahan menjadi 2
(dua) tipe :

1. Tipe feodal,
Kelas yang berkuasa atau yang memerintah memiliki struktur
yang sederhana. Setiap anggotanya dapat menjalankan fungsi-
fungsi ekonomi, perundang-undangan, administrasi atau
militer. Masing-masing anggota dapat menjalankan wewenang
secara langsung dan memiliki wewenang personal terhadap
anggota kelas yang dikuasainya.

2. Tipe Birokratis
Adanya pemisahan yang tajam terhadap fungsi-fungsi ,
sehingga menjadi kegiatan yang ekslusif dari bagian-bagian
khusus dari kelas yang berkuasa. Muncul suatu kelompok di
suatu negara dinamakan birokratis, yang mendapatkan porsi
tertentu dari kekayaan nasional kepada pejabat-pejabat yang
digaji yang disebut dengan birokrasi.
 Dalam Analisisnya Mosca telah dianggap
mengguncangkan opini pada abad ke-19, yaitu :

1. Penekanannya pada keharusan pemerintah


minoritas, jelas membuat setiap teori tentang
birokrasi menjadi tidak relevan.

2. Pejabat-pejabat pemerintah, sekalipun dianggap


sebagai tambahan yang bermanfaat bagi
otoritas tertinggi yang memiliki kekuasaan,
dilihat tidak hanya sebagai bagian dari kelas
yang berkuasa di negara modern, melainkan
juga sebagai cirinya yang sudah pasti.
 Berbeda dengan Michels, dengan
menunjukkan bagaimana para pemimpin
badan-badan yang memiliki ribuan anggota
itu merasa perlu untuk merekrut pejabat full
time yang digaji.

 Penyederhanaan konsep birokrasi Mosca dan


Michels merupakan penolakan mereka
terhadap struktur pemikiran demokratis
konstitusional yang kompleks.
 Ia menulis tentang birokrasi, adalah sebagai bagian dari
usaha yang luar biasa untuk membukukan konsep-
konsep ilmu sosial.

 Weber memandang bahwa tingkah laku manusia


cenderung diorientasikan kepada seperangkat aturan.

 Organisasi ala Weber menunjukan adanya staf


administrasi pada pembedaan yang dibuat antara
kekuasaan dan otoritas.

 Ia menekankan bahwa kepatuhan atas perintah terutama


tergantung pada keyakinan atas adanya legitimasi, suatu
keyakinann bahwa tatanan tersebut harus di patuhi.

 Dengan kata lain, ia menolak pandangan bahwa setiap


pegawai negeri adalah anggota kelas yang berkuasa.
 Ia memandang birokrasi rasional sebagai unsur
pokok dalam proses rasionalisasi dunia modern,
yang baginya jauh lebih penting dari seluruh
proses sosial.

 Weber memandang birokrasi rasional sebagai


unsur pokok dalam proses rasionalisasi dunia
modern, yang baginya jauh lebih penting dari
seluruh proses sosial.

 Proses rasionalisasi ini mencakup ketepatan dan


kejelasan yang dikembangkan dalam prinsip-
prinsip memimpin organisasi sosial.
 Legitimasi adalah dasar bagi semua sistem otoritas, Weber
mengemukakan 5 (lima) keyakinan yang saling berkaitan
yang dengannya otoritas yang sah menjadi bergantung
bentuk, bentuk ringkasnya adalah sebagai berikut:
1. Bahwa penegakan peraturan (code) yang sah dapat
menuntut kepatuhan dari para anggota organisasi.
2. Bahwa hukum adalah suatu sistem aturan abstrak yang
diharapkan pada kasus-kasus tertentu, sedangkan
administrasi mengurus kepentingan-kepentingan
organisasi yang ada dalam batasan-batasan hukum.
3. Bahwa manusia yang menjalankan otoritas juga
mematuhi tatanan impersonal tersebut.
4. Bahwa hanya qua member (anggota yang taat) yang
benar-benar mematuhi hukum.
5. Bahwa kepatuhan seharusnya tidak ditujukan kepada
individu (person) yang memegang otoritas, melainkan
kepada tatanan impersonal yang menjamin untuk
menduduki jabatan itu.
 Berdasarkan konsepsi legitimasi tersebut, Weber kemudian
merumuskan delapan proposisi tentang penyusunan sistem otoritas
legal, yakni :
1. Tugas-tugas pejabat diorganisir atas dasar aturan yang
berkesinambungan.
2. Tugas-tugas tersebut dibagi atas bidang-bidang yang berbeda
sesuai dengan fungsi-fungsinya, yang masing-masing dilengkapi
dengan syarat otoritas dan sanksi-sanksi.
3. Jabatan-jabatan tersusun secara hirarkis, yang disertai dengan
rincian hak-hak kontrol dan pengaduan (complaini).
4. Aturan-aturan yang sesuai dengan pekerjaan yang diarahkan baik
secara teknis maupun secara legal. Dalam kedua kasus tersebut,
manusia yang terlatih menjadi diperlukan.
5. Anggota sebagai sumber daya organisasi berbeda dengan aggota
sebagai individu pribadi.
6. Pemegang jabatan tidaklah sama dengan jabatannya.
7. Administrasi didasarkan pada dokumen-dokumen tertulis dan hal
ini cenderung menjadikan kantor (biro) sebagai pusat organisasi
modern.
8. Sistem-sistem otoritas legal dapat mengambil banyak bentuk,
tetapi dilihat pada bentuk aslinya, sistem tersebut tetap berada
dalam suatu administrasi birokratik.
 Staf administrasi birokratis, sebagai birokrasi harus memiliki ciri-ciri
tertentu sebagai berikut :
1. Para anggota staf bersifat bebas secara pribadi, dalam arti hanya
menjalankan tugas-tugas impersonal sesuai dengan jabatan
mereka.
2. Terdapat hirarki jabatan yang jelas.
3. Fungsi-fungsi jabatan ditentukan secara tegas.
4. Para pejabat diangkat berdasarkan suatu kontrak.
5. Para pejabat dipilih berdasarkan kualifikasi profesional, idealnya
didasarkan pada suatu diploma (ijazah) yang diperoleh melalui
ujian.
6. Para pejabat memiliki gaji dan biasanya juga dilengkapi hak-hak
pensiun. Gaji bersifat berjenjang menurut kedudukan dalam
hierarki. Pejabat dapat selalu menempati posnya, dan dalam
keadaan-keadaan tertentu, pejabat juga dapat diberhentikan.
7. Pos jabatan adalah lapangan kerja yang pokok bagi para pejabat.
8. Suatu struktur karir dan promosi dimungkinkan atas dasar
senioritas dan keahlian (merit), serta menurut pertimbangan
keunggulan (superior).
9. Pejabat sangat mungkin tidak sesuai dengan pos jabatannya
maupun dengan sumber-sumber yang tersedia di pos tersebut.
10. Pejabat tunduk pada sistem disiplin dan kontrol yang seragam.
 Pada beberapa hal, Weber mengemukakan bahwa
birokrasi merupakan proses yang tidak dapat
dihindari, karena birokratisasi sama halnya
membicarakan pertumbuhan kekuasaan dari para
pejabat Beamtenherrschaft-kekuasaan atau
pemerintahan yang dilakukan oleh pejabat adalah
konsep Weber yang dibedakan dari birokrasi.

 Menurutnya Beamtenherrschaft adalah sesuatu


yang menakutkan di luar birokrasi.
Weber membatasi mekanisme lingkup sistem-
sistem otoritas menjadi lima kategori:

1. Kolegalitas , bahwa kolegalitas berperan


membatasi birokrasi.
2. Pemisahan kekuasaan,berarti pembagiaan
tanggung jawab terhadap fungsi yang sama
antara dua badan atau lebih. Weber menganggap
bahwa sitem seperti ini tidak stabil.
3. Administrasi amatir, sistem ini tidak diukur
berdasarkan tuntutan akan keahlian yang
diperlukan oleh masyarakat modern
4. Demokrasi langsung, metode yang dibutuhkan
oleh orang-orang yang berkeahlian membuat
keputusan
5. Representasi , sistem birokrasi melaluai
perantara untuk mengawasi birokrat
Beberapa konsep modern tentan birokrasi
tergambar oleh penjelasan para pemikir seperti
Weber, Peter Blau, de Gourney, dan Mill.
Diantaranya yaitu:

 Birokrasi sebagai organisasi rasional


 Birokrasi sebagai inefisiensi organisasi
 Birokrasi sebagai kekuasaan yang dijalankan
oleh pejabat
 Birokrasi sebagai administrasi Negara ( public )
 Birokrasi sebagai administrasi yabg dijalankan
oleh pejabat
 Birokrasi sebagai suatu organisasi
 Birokrasi sebagai masyarakat modern
Tujuh Konsep Modern
Tentang Birokrasi
 Max Weber melihat birokrasi sebagai sesuatu
bentuk yang khusus dalam pendirian sebuah
organisasi, bukan hanya dalam pemerintahan
saja tapi juga dalam masyarakat modern.

 Sejak pemerintahan berkembang dan


kewajibannya semakin membesar, birokrasi
datang dan memainkan peran dalam
kehidupan politik.
Albrow mengidentifikasikan adanya 7 konsep
modern dalam birokrasi:
 birokrasi
sebagai organisasi
yang tidak efisien
 birokrasi
sebagai sesuatu
yang dikuasai oleh pejabat
 birokrasi
sebagai
administrasi publik
 birokrasi
sebagai
administrasi yang dilakukan
oleh pejabat
 birokrasi sebagai organisasi
 birokrasi dalam masyarakat
modern
 Konsep kinerja (Performance) dapat
didefinisikan sebagai sebuah pencapaian
hasil atau degree of accomplishtment (Rue
dan byars, 1981 dalam Keban 1995).

 Hal ini berarti bahwa, kinerja suatu organisasi


itu dapat dilihat dari tingkatan sejauh mana
organisasi dapat mencapai tujuan yang
didasarkan pada tujuan yang sudah
ditetapkan sebelumnya.
 Mengingat bahwa Raison d’etre dari suatu
organisasi itu adalah untuk mencapai tujuan
tertentu yang sudah ditetapkan sebelumnya,
maka informasi tentang kinerja organisasi
merupakan suatu hal yang sangat penting.
 Informasi tentang kinerja organisasi dapat
digunakan untuk mengevaluasi apakah
proses kerja yang dilakukan organisasi
selama ini sudah sejalan dengan tujuan yang
diharapkan atau belum.
 Untuk menilai kinerja organisasi ini tentu
saja diperlukan indikator-indikator atau
kriteria-kriteria untuk mengukurnya
secara jelas.

 Tanpa indikator dan kriteria yang jelas


tidak akan ada arah yang dapat
digunakan untuk menentukan mana
yang relatif lebih efektif diantara :
alternatif alokasi sumber daya yang
berbeda; alternatif desain-desain
organisasi yang berbeda; dan diantara
pilihan-pilihan pendistribusian tugas dan
wewenang yang berbeda (Bryson, 2002).
 indikator yang sering kali digunakan untuk
mengukur kinerja organisasi privat/publik
seperti : work lood/demain, economy,
efficiency, effectiveness dan equity (Sclim dan
Wood ward, 1992 dalam Keban, 1995)
productivity (Perry, 1990 dalam Dwiyanto,
1995).
 Dalam organisasi publik, sulit untuk
ditemukan alat ukur kinerja yang sesuai
(Fynn, 1986, Jackson dan Palmer, 1992
dalam Bryson, 2002).

 Bila dikaji dari tujuan dan misi utama


kehadiran organisasi publik adalah untuk
memenuhi kebutuhan dan melindungi
kepentingan publik, kelihatannya
sederhana sekali ukuran kinerja
organisasi publik, namun tidaklah
demikian kenyataannya, karena hingga
kini belum ditemukan kesepakatan
tentang ukuran kinerja organisasi publik.
 Dwiyanto (1995: 1), “kesulitan dalam
pengukuran kinerja organisasi pelayanan
publik sebagian muncul karena tujuan dan
misi organisasi publik seringkali bukan hanya
kabur akan tetapi juga bersifat
multidimensional.

 Organisasi publik memiliki stakeholders yang


jauh lebih banyak dan kompleks ketimbang
organisasi swasta.

 Stakeholders dari organisasi publik seringkali


memiliki kepentingan yang berbenturan satu
dengan yang lainnya, akibatnya ukuran kinerja
organisasi publik dimata para stakeholders
juga menjadi berbeda-beda”.
Namun ada beberapa indikator yang biasanya digunakan untuk mengukur
kinerja birokrasi publik (Dwiyanto, 1995) yaitu sebagai berikut:

 Produktivitas, Konsep produktivitas tidak hanya mengukur tingkat efisiensi,


tetapi juga efektivitas pelayanan. Produktivitas pada umumnya dipahami
sebagai rasio antara input dengan output.

 Kualitas Layanan, Kepuasan masyarakat bisa menjadi parameter untuk


menilai kinerja organisasi publik.

 Responsivitas, Responsivitas adalah kemampuan organisasi untuk mengenali


kebutuhan masyarakat menyusun agenda dan prioritas pelayanan dan
mengembangkan program-program pelayanan publik sesuai dengan
kebutuhan dan aspirasi masyarakat.

 Responsibilitas, Responsibilitas menjelaskan apakah pelaksanaan kegiatan


organisasi publik itu dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi
yang benar atau sesuai dengan kebijakan organisasi, baik yang eksplisit
maupun implisit (Lenvine, 1990).

 Akuntabilitas, Akuntabilitas publik menunjukan pada seberapa besar


kebijakan dan kegiatan organisasi publik tunduk pada para pejabat politik
yang dipilih oleh rakyat, asumsinya adalah bahwa para pejabat politik
tersebut karena dipilih oleh rakyat, dengan sendirinya akan selalu
merepresentasikan kepentingan rakyat.
Kumorotomo (1995) menggunakan beberapa kriteria untuk
dijadikan pedoman dalam menilai kinerja organisasi
pelayanan publik, antar lain adalah berikut ini:

 Efisiensi, Efisiensi menyangkut pertimbangan tentang


keberhasilan organisasi pelayanan publik mendapatkan
laba, memanfaatkan fakltor-faktor produksi serta
pertimbangan yang berasal dari rasionalitas ekonomis.

 Efektivitas, Apakah tujuan dari didirikannya organisasi


pelayanan publik tersebut tercapai? Hal tersebut erat
kaitannya organisasi rasionalitas teknis, nilai, misi, tujuan
organisasi serta fungsi agen pembangunan.

 Keadilan, Keadilan mempertanyakan distribusi dan alokasi


layanan yang diselenggarakan oleh organisasi pelayanan
publik.

 Daya Tanggap, Berlainan dengan bisnis yang dilaksanakan


oleh perusahaan swasta, organisasi pelayanan publik
merupakan bagian dari daya tanggap negara atau
pemerintah akan kebutuhan vital masyarakat. Oleh sebab
itu, kriteria organisasi tersebut secara keseluruhan harus
dapat dipertanggungjawabkan secara transparan demi
memenuhi kriteria daya tanggap ini
 Kinerja birokrasi sebenarnya dapat dilihat
melalui berbagai dimensi seperti dimensi
akuntabilitas, efisiensi, efektivitas,
responsivitas maupun responsibilitas.

 Berbagai literatur yang membahas kinerja


birokrasi pada dasarnya memiliki kesamaan
substansial yakni untuk melihat seberapa
jauh tingkat pencapaian hasil yang telah
dilakukan oleh birokrasi pelayanan.

 Kinerja itu merupakan suatu konsep yang


disusun dari berbagai indikator yang sangat
bervariasi sesuai dengan fokus dan konteks
penggunaannya.
 Adapun menurut Keputusan Menteri Dalam
Negeri nomor 47 tahun 1999 tanggal 31 Mei
1999 tentang Pedoman Penilaian Kinerja
Perusahaan Daerah Air Minum, indikator yang
dipakai meliputi aspek keuangan, aspek
operasional dan aspek administrasi
 Orientasi pada pelayanan menunjuk pada
seberapa banyak energi birokrasi
dirmanfaatkan untuk penyelenggaraan
pelayanan publik.

 Sistem pemberian pelayanan yang baik


dapat dilihat dan besarnya sumber daya
manusia yang dimiliki oleh birokrasi
secara efektif didayagunakan untuk
melayani kepentingan pelayanan.
 Idealisnya, segenap kemampuan dan
sumber daya yang dimiliki oleh aparat
birokrasi hanya dicurahkan atau
dikonsentrasikat untuk melayani kebutuhan
dan kepentingan pengguna jasa.

 Kemampuan dan sumber daya aparat


birokrasi sangat diperlukan agar orientasi
pada pelayanan dapat dicapai.

Contohnya, antara lain, adalah masalah


penyediaan waktu kerja aparat yang benar-
benar berorientasi pada pemberian
pelayanan kepada masyarakat.
 Aparat birokrasi yang ideal adalah aparat
birokrasi yang tidak dibebani oleh tugas-
tugas kantor lain di luar tugas pelayanan
kepada masyarakat.

 Aparat pelayanan yang ideal juga


seharusnya tidak memiliki kegiatan atau
pekerjaan lain seperti pekerjaan sambilan di
luar pekerjaan kantor yang dapat
mengganggu tugas-tugas penyelenggaraan
pelayanan.

 Kinerja pelayanan aparat birokrasi akan


dapat maksimal apabila bila semua waktu
dan konsentrasi aparat benar-benar
tercurah untuk melayani masyarakat
pengguna jasa.
 Ketidakjelasan pembagian wewenang,
inkonsistensi pembagian kerja, serta
sikap pimpinan kantor yang sewenang-
wenang memberikan tugas kepada
aparat bawahan tanpa memperhitungkan
aspek sifat pekerjaan, urgensi pekerjaan,
dan dampak pemberian tugas terhadap
kualitas pemberian pelayanan kepada
masyarakat.

 Hal-hal tersebut merupakan beberapa


fakta penyebab sulitnya aparat birokrasi
berkonsentrasi secara penuh pada
tugas-tugas pelayanan masyarakat.
 Masih seringnya aparat birokrasi meninggalkan
tugas-tugas pelayanan kepada masyarakat, erat
kaitannya dengan adanya tugas-tugas tambahan
yang dibebankan oleh pimpinan kepada aparat pada
tingkat bawah yang menjalankan tugas pelayanan
langsung kepada masyarakat.

 Hal tersebut sangat sering menimpa aparat birokrasi


di tingkat desa, kelurahan, atau kecamatan yang
merupakan tingkatan pemerintahan terendah yang
langsung berhadapan dengan masyarakat.

 Aparat pelayanan seringkali diperintahkan oleh


pimpinan kantor desa atau kecamatan untuk
menghadiri kegiatan-kegiatan kemasyarakatan,
scperti mewakili camat atau lurah melayat warga
yang meninggal dunia, ikut serta dalam kegiatan
posyandu, safari KB, pertemuan RW, atau pertemuan
rapat warga lainnya, yang dilakukan pada saat jam
pelayanan.
 Kinerja Pelayanan Publik menghasilkan kesimpulan
mengenai rçndahnya kualitas pelayanan publik di
Indonesia.

 Pada hakikatnya, pelayanan publik dirancang dan


diselenggarakan antuk memenuhi kebutuhan masyarakat
pengguna jasa.

 Namun, persepsi antara masyarakat penggun jasa dan


aparat birokrasi mengenai kualitas pelayanan publik yang
efisien, transparan, pasti dan adil belum berhasil
diwujudkan.

 Sebagai penyelenggara pelayanan publik, birokrasi


pemerintah gagal dalam merespons dinamika politik dan
ekonomi sehingga pelayanan publik cenderung menjadi
tidak efisien dan tidak responsif. Bahkan, berbagai bentuk
patologi birokrasi telah berkembang dalam
penyelenggaraan pelayanan publik. Akibatnya, muncul
banyak praktik KKN dalam penyelenggaraan pelayanan
yang amat merugikan masyarakat pengguna jasa. Kinerja
pelayanan publik yang buruk ini adalah hasil dan
kompleksitas permasalahan yang ada di tubuh birokrasi
Indonesia
PATOLOGI BIROKRASI
Yang dimaksud penyakit atau
patologi birokrasi di sini
adalah suatu fenomena sosial
yang tingkah lakunya
bertentangan dengan kaidah-
kaidah, norma-norma,
moralitas, dan rasionalitas
yang dipersyaratkan oleh
birokrasi itu sendiri.
 Didalam pelaksanaan birokrasi
terdapat berbagai kenikmatan
yang memungkinkan bagi setiap
orang yang ingin untuk
menikmatinya, perebutan
perolehan kenikmatan dalam
birokrasi memiliki aturan
permainan yang jelas, karena
memang administrasi
menciptakan kondisi pengaturan
dan keteraturan.
 Dengan pengaruh sedemikian besar,
kenikmatan terhadap orang-orang yang
memiliki kesempatan meraihnya, aturan
permainan dalam administrasi
diputarbalikkan sehingga pengaturan dan
keteraturan berubah menjadi pengacauan
dan perusakan.

 Jika kondisi administrasi semacam ini, berarti


administrasi tengah menderita penyakit yang
kompleksitasnya sangat tinggi, dan
pengobatannya pun memerlukan konsultan
spesialis pada setiap jenis penyakit yang
dideritanya itu.
 Perebutan kekuasaan dan kewenangan yang
tidak didasarkan kepada profesionalisme,
rasionalisme, dan moralitas merupakan suatu
penyakit atau patologi dalam birokrasi.
 Profesionalime manusia yang lemah dalam
sebuah birokrasi dapat dipastikan akan
berakibat negatif terhadap perkembangan
birokrasi itu sendiri karena produktifitas
birokrasi semakin lemah dan semangat kerja
pun akan menurun.
 Rasionalisme manusia birokrasi yang lemah
berakibat kreatifitas dalam melakukan suatu
aktifitas semakin lemah pula dan hasil kerja
pun semakin berkurang.
 Manusia birokrasi yang memiliki moralitas
yang lemah dapat berakibat perbuatan yang
dilakukan itu selalu saja merugikan birokrasi
bahkan dapat mematikan birokrasi itu
sendiri.
Apakah patologi birokrasi
itu dapat disembuhkan ?
 Sebagaimana diketahui bahwa jiwa atau roh
fisik birokrasi adalah manusia, demikian juga
dengan patologi birokrasi itu adalah manusia
juga, oleh sebab itu birokrasi memerlukan
manusia yang memiliki keunggulan,
diantaranya:
 Unggul dalam pengguasaan ilmu dan
teknologi

 Unggul dalam penguasaan strategik

 Unggul dalam berkolaborasi

 Unggul dalam bernegosiasi

 Unggul dalam pengguasaan informasi


 Persengkongkolan Jabatan

 Persengkongkolan Pekerjaan

 Persengkongkolan Status

 Persengkongkolan Kolega

 Persengkongkolan Keluarga

 Persengkongkolan Pertemanan
Semakin meningkatnya tuntutan masyarakat
terhadap penyelenggaraan pemerintahan
yang baik dan bersih (good governance dan
clean government) telah mendorong
pengembangan dan penerapan sistem
pertanggungjawaban yang jelas, tepat,
teratur, dan efektif yang dikenal dengan
Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah (SAKIP).
Sjahruddin Rasul menyatakan bahwa akuntabilitas
didefinisikan secara sempit sebagai kemampuan
untuk memberi jawaban kepada otoritas yang
lebih tinggi atas tindakan “seseorang” atau
“sekelompok orang” terhadap masyarakat secara
luas atau dalam suatu organisasi.

Dalam konteks institusi pemerintah, “seseorang”


tersebut adalah pimpinan instansi pemerintah
sebagai penerima amanat yang harus
memberikan pertanggungjawaban atas
pelaksanaan amanat tersebut kepada masyarakat
atau publik sebagai pemberi amanat.
J.B. Ghartey menyatakan bahwa
akuntabilitas ditujukan untuk
mencari jawaban atas pertanyaan
yang berhubungan dengan
stewardship yaitu apa, mengapa,
siapa, ke mana, yang mana, dan
bagaimana suatu
pertanggungjawaban harus
dilaksanakan.
Dari berbagai definisi akuntabilitas seperti
tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa
akuntabilitas merupakan perwujudan
kewajiban seseorang atau unit organisasi
untuk mempertanggungjawabkan
pengelolaan sumber daya dan pelaksanaan
kebijakan yang dipercayakan kepadanya
dalam rangka pencapaian tujuan yang telah
ditetapkan melalui media
pertanggungjawaban berupa laporan
akuntabilitas kinerja secara periodik.
Menurut Sirajudin H Saleh dan rekan,
akuntabilitas sebenarnya merupakan sisi-sisi
sikap dan watak kehidupan manusia yang
meliputi: akuntabilitas internal dan eksternal.

Dari sisi internal seseorang, akuntabilitas


merupakan pertanggungjawaban orang
tersebut kepada Tuhannya.

Akuntabilitas eksternal seseorang adalah


akuntabilitas orang tersebut kepada
lingkungannya baik lingkungan formal
(atasan-bawahan) maupun lingkungan
masyarakat.
Berdasarkan Pedoman Penyusunan Pelaporan
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah yang
ditetapkan oleh Kepala Lembaga Administrasi
Negara, pelaksanaan AKIP harus berdasarkan antara
lain pada prinsipprinsip sebagai berikut:

1. Adanya komitmen dari pimpinan dan seluruh staf


instansi yang bersangkutan.
2. Berdasarkan suatu sistem yang dapat menjamin
penggunaan sumber-sumber daya secara konsisten
dengan peraturan perundangundangan yang berlaku.
3. Menunjukkan tingkat pencapaian sasaran dan tujuan
yang telah ditetapkan.
4. Berorientasi pada pencapaian visi dan misi, serta
hasil dan manfaat yang diperoleh.
5. Jujur, objektif, transparan, dan akurat.
6. Menyajikan keberhasilan/kegagalan dalam
pencapaian sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan.
 Sebelumnya bernama : “Komisi Ombudsman Nasional” dibentuk
dengan Keppres No. 44 Tahun 2000
 Sekarang bernama : “Ombudsman Republik Indonesia” dibentuk
dengan UU No. 37 Tahun 2008

STATUS KELEMBAGAAN
 Sebagai lembaga Negara yang bersifat Mandiri/ Independen
 Tidak memiliki hubungan organik dengan lembaga Negara dan instansi
pemerintah lainnya.
 Dalam menjalankan tugas dan wewenangnya bebas dari campur
tangan kekuasaan lainnya.
Mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik yang
diselenggarakan oleh penyelenggara Negara/
Pemerintahan baik di pusat maupun di daerah,
termasuk BUMN/D, BHMN dan Badan Swasta atau
Perorangan yang diberi tugas menyelenggarakan
pelayanan publik tertentu (misi Negara) yang
sebagian atau seluruh dana bersumber dari APBN/D.
 Menerima, memeriksa dan menindaklanjuti laporan
atas dugaan maladministrasi dalam pelayanan publik
 Melakukan investigasi atas prakarsa sendiri terhadap
dugaan maladministrasi pelayanan publik.
 Melakukan koordinasi, kerjasama dan membangun
jaringan kerja dengan berbagai pihak.
 Melakukan tugas lain yang diberikan oleh Undang-
undang.
 Meminta keterangan/penjelasan/klarifikasi, memeriksa
keputusan/ dokumen terkait dengan laporan.
 Memanggil pihak-pihak terkait untuk mendapatkan keterangan/
klarifikasi.
 Melakukan mediasi dan konsiliasi atas permintaan para pihak.
 Membuat rekomendasi mengenai penyelesaian laporan,
termasuk rekomendasi untuk membayar ganti rugi/ rehabilitasi
kepada pihak yang dirugikan.
 Mengumumkan/ publikasi hasil temuan, kesimpulan dan
rekomendasi.
 Memberi saran kepada Presiden/ Kepala Daerah/ Pimpinan
Penyelenggara lain, guna perbaikan/ penyempurnaan organisasi
atau prosedur pelayanan publik.
 Memberi saran kepada DPR/D atau Presiden/ Kepala Daerah
guna penyempurnaan/perubahan perundang-undangan dalam
rangka mencegah maladministrasi.
 Ombudsman dapat memanggil paksa Terlapor/saksi
(apabila setelah 3x dipanggil tidak memenuhi panggilan).
 Ombudsman dapat melakukan ajudikasi khusus dalam
hal penyelesaian ganti rugi pelayanan publik (UU 25/
2009)
 Ombudsman diberi hak imunitas (dalam melaksanakan
tugas Ombudsman tidak dapat ditangkap, ditahan,
diinterogasi, dituntut atau digugat di muka pengadilan)
 Ombudsman dilarang mencampuri kebebasan hakim
dalam memberi putusan
Penyelesaian Laporan
Menindaklanjuti dan menyelesaikan laporan atas dugaan maladministrasi

Pencegahan
- investigasi sistemik untuk mencegah terjadinya praktek
maladministrasi dalam pelayanan publik
- sosialisasi untuk mendorong perbaikan kualitas pelayanan publik

Pengawasan
- Surveillance dan Sidak
- Pengawasan Kode Etik dan Pengawasan internal
Unsur Pimpinan
 1 (satu) orang Ketua, merangkap Anggota
 1 (satu) orang Wakil Ketua, merangkap Anggota
 7 (tujuh) orang Anggota

Unsur Pelaksana
 Asisten Ombudsman (fungsional)
 Perwakilan Ombudsman di Daerah

Unsur Penunjang
 Kesekretariatan Jenderal Ombudsman RI, dipimpin Sekjen.
Hakekat/ filosofi :

 Untuk mewujudkan sistem penyelenggaraan


pelayanan publik yang layak sesuai asas-asas umum
pemerintahan yang baik (good governance).

 Untuk memberikan kepastian hukum dan menjamin


hak dan kewajiban dalam hubungan antara
penyelenggara dengan masyarakat.
Kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka
pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan bagi setiap warga
negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/ atau
pelayanan administratif yang disediakan oleh
penyelenggara pelayanan publik

(Pasal 1 Angka 1 UU No. 25/2008 Tentang Pelayanan Publik)


• Adanya kewajiban penyelenggara menyusun Standar Pelayanan (Pasal 15)
• Standar Pelayanan disusun dengan melibatkan masyarakat-stakeholder
• Adanya transparansi/ keterbukaan informasi tentang Standar Pelayanan (Pasal 23)
• Adanya maklumat pelayanan sebagai janji atau pernyataan kesanggupan
melaksanakan standar pelayanan (prosedur, syarat, biaya dan waktu)
• Adanya sistem pelayanan terpadu → untuk memudahkan masyarakat menerima
pelayanan
• Adanya kewajiban menyediakan / petugas pengelola pengaduan
• Adanya kewajiban menyediakan SDM yang kompeten dan profesional, sopan dan
ramah
• Adanya kewajiban memberikan ganti rugi/ rehabilitasi bagi masyarakat yang
dirugikan
• Adanya kewajiban untuk menyediakan akses khusus bagi kelompok rentan (lansia,
cacat, hamil)
• Adanya sanksi (mulai dari peringatan tertulis sampai dengan pemberhentian izin
bagi Badan Swasta)
 Berlarut-larut (pelayanan yang lamban).
 Pemberi layanan yang kurang profesional.
 Penggunaan IT yang tidak optimal.
 Tidak jelas mekanisme penyelesaian pengaduan
internal.
 Pungutan tidak resmi.
Perilaku atau perbuatan melawan hukum, melampaui
wewenang, menggunakan wewenang untuk tujuan lain
dari yang menjadi tujuan wewenang tersebut, termasuk
kelalaian atau pengabaian kewajiban hukum oleh
penyelenggara negara/ pemerintahan yang
menimbulkan kerugian materiil dan/ atau immateriil
bagi masyarakat dan orang perseorangan.

(Pasal 1 UU No.37/2008 Tentang Ombudsman RI)


1. Penundaan Berlarut
2. Tidak Menangani
3. Tidak Kompeten
4. Bertindak Sewenang-wenang
5. Meminta Imbalan
6. Penyimpangan Prosedur
7. Melalaikan Kewajiban
8. Bertindak Tidak Patut/ Layak
9. Melakukan Intervensi
10. Nyata-nyata Berpihak
11. Dll.
 Pemda (35,94%)
 Kepolisian (17,41%),
 Lembaga Pengadilan (9,53%),
 Badan Pertanahan Nasional (8,84%), serta
 Instansi Pemerintah/Kementerian 89 laporan(8,25%)
Mengingat luasnya cakupan pelayanan publik dan langsung
berhubungan dengan masyarakat luas maka diperlukan
pengawasan

 Internal : Inspektorat, Atasan Langsung


 Ekternal : Ombudsman RI
 Fungsional : BPKP, BPK
 LSM
 DPR/ DPRD
 Cara : Datang langsung, surat, telepon, fax, website
Ombudsman RI
 Mencantumkan identitas lengkap & nomor telepon yang
mudah dihubungi
 Disertai kronologis yang ringkas & jelas
 Melampirkan berkas/ bukti pendukung laporan
 Subtansi laporan TIDAK sedang dalam proses di persidangan
 Telah menyampaikan keluhan kepada Terlapor/ Atasan
Terlapor
 Belum lewat 2 tahun sejak keluhan terjadi

(Pasal 24 & 36 UU 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman


Republik Indonesia)
Lemahnya dekonsentrasi beriringan dengan
persoalan kompleksitas negara bangsa dan
pluralitas masyarakatnya. Luasnya geografi
menambah rumit fakta tersebut. Negara
dapat menerapkan asas desentralisasi.
Desentralisasi melahirkan otonomi daerah
dan adanya daerah otonom.
A. Konsep Statis, Suatu keadaan dalam
organisasi di mana pengambilan kebijakan
dan pelaksanaannya tersebar di sleuruh
pelosok wilayah negara (di luar puncak
hirarki organisasi).
B. Konsep dinamik, proses penyebaran
kekuasaan atau kewenangan untuk
membuat kebijakan dan melaksanakan
kebijakan di luar puncak hirarki organisasi
negara atau di seluruh pelosok wilayah
negara.
Dari Konsep di atas:
 Fungsi Desentralisasi adalah menciptakan
hukum-hukum yang berlaku lokal (hukum lokal)
atau menciptakan keanekaragaman kebijakan
dan pelaksanaannya sesuai dengan karakter
masyarakatnya.
 Pengambilan keputusan dilakukan oleh elemen
di luar pucuk organisasi, dan dilaksanakan
sendiri dipertanggungjawabkan sendiri kepada
masyarakat di wilayahnya.
 Secara geografi, pengambilan keputusan
dilakukan di daerah dan dilaksanakan oleh
unsur daerah sendiri dipertanggungjawabkan
kepada masyarakatnya.
 Maka lahir pemerintahan daerah dalam sebuah
negara bangsa.
 Yang diserahi wewenang dalam desentralisasi
adalah local goevernment atau daerah otonom (---
bahasa Indonesia).
1. Local ---Masyarakat setempat
2. Government– activities/ function---pemerintahan.
 Yang diserahkan adalah wewenang Pemerintahan
(eksekutif) nasional kepada daerah otonom.
 Tidak ada penyerahan wewenang di luar eksekutif
nasional.
 “Decentralization can not take place without
centralization”
 Dalam daerah otonom timbul lembaga-lembaga
pemerintahan untuk menjalankan otonominya.
 Rasional desentralisasi dan pemerintahan
daerah sebagai alat pelaksanaan otonomi
daerah dikembangkan di Indonesia menurut
catatan para ahli terutama karena (1) adanya
fakta sejarah dan amanat peraturan
perundangan, (2) visi the founding fathers
terhadap demokratisasi penyelenggaraan
pemerintahan, dan (3) adanya kebutuhan
sosial-ekonomi-politik berkaitan dengan
luas wilayah secara geografis dan
demografis.
 Menjadi suatu keniscayaan penyelenggaraan
pemerintahan daerah di Indonesia.
“The legal conferring of
powers to discharge
specified or residual
functions upon formally
constituted local authorities”
“The creation or strengthening -
financially or legally - of sub-
national units of government,
the activities of which are
substantially outside the direct
control of central government”
“Pada hakekatnya desentralisasi adalah
mengotonomikan suatu masyarakat yang berada
dalam teritorial tertentu. Sesuai dengan arahan
konstitusi, pengotonomian tersebut dilakukan dengan
menjadikan masyarakat tersebut sebagai provinsi,
kabupaten dan kota.
Disamping itu desentralisasi juga merupakan
penyerahan atau pengakuan urusan pemerintahan
bagi provinsi, kabupaten dan kota. Dalam kerangka
hukum selama ini pengertian desentralisasi hanya
menonjolkan aspek penyerahan urusan pemerintahan
saja.
Oleh karena itu, pasal yang mengatur syarat-syarat
pembentukan daerah otonom dalam UU Pemerintahan
Daerah terasa ganjil, tidak berpijak pada pemikiran
yang secara konseptual utuh.”
DESENTRALISASI DEKONSENTRASI
1. Transfer of authority 1. delegation of authority
2. policy making and policy 2. policy executing authority only
executing 3. yang diserahi adalah pejabat pusat
3. yang diserahi adalah satuan politik ditempatkan di pelosok tanah air.
atas dasar wilayah—masyarakat
hukum yang disebut sebagai 4. munculnya aparat pusat di pelosok
daerah otonom. tanah air yang dilakukan dengan
4. munculnya lembaga representative penunjukan (appointment system)
di tingkat lokal dengan pemilihan 5. aparat pusat tersebut memiliki
(election system) wilayah kerja dengan jangkauan
5. wilayahnya dibentuk dalam yurisdiksi tertentu
jangkauan yurisdiksi tertentu 6. Wilayahnya disebut wilayah
6. Terdapat otonomi karena adanya administrasi
penyerahan wewenang 7. Keputusan pejabat lokal dapat
pengambilan kebijakan dan ditiadakan atau dibatalkan oleh
pelaksanaan pejabat atasannya.
7. Keputusan pejabat dalam
pemerintahan daerah tidak dapat 8. Hubungan yang terjadi antara
langsung dibatalkan oleh Pejabat yang tersebar di pelosok
Pemerintah Pusat. tanah air dengan atasannya adalah
8. Hubungan yang terjadi antara hubungan intra organisasi
Pemerintah Pusat dan daerah
otonom adalah hubungan antar
Organisasi
 Desentralisasi membawa implikasi adanya
otonomi bagi penyelenggaraan
pemerintahan dalam lingkup kepentingan
masyarakat di tingkat lokal.
 Di Indonesia dikenal adanya konsep
otonomi daerah dan daerah otonom.
 Yang harus diketahui adalah bahwa
desentralisasi memancar dari kekuasaan
eksekutif (Pemerintah).
 Oleh karana itu, selalu terdapat hubungan
antara sentralisasi dan desentralisasi
sehingga bersifat kontinum.
 ProfesorBhenyamin Hoessein,
Guru Besar FISIP-UI mengatakan
bahwa secara implisit perancang
konstitusi Indonesia mengakui
keberadaan sentralisasi dan
desentralisasi tidak dipandang
sebagai dikotomi, melainkan
sebagai kontinum
 “Such Theory has led to the idea of
centralization-decentralization continuum, which
is really an attempt to describe the power
relationships among the various participants in
the systems. First, however, it is important to
examine some of the assumptions of the
continuum and to consider the extent to which
they limit its usefulness and applicability. The
continuum assumes that there is a certain
quantum of power within an organization that
can be distributed in differing ways; and it does
not account for the fact, now rather well
documented, that power is highly variable. The
addition of power at one level of hierarchy does
not at all mean the automatic withdrawal of
power at another.”
 (SHERWOOD, Frank P.)
 Tugas pembantuan merupakan asas yang
diwariskan oleh Hukum Tata Negara Hindia
Belanda. Dalam Hukum Tata Negara Hindia
Belanda tugas pembantuan disebut
medebewind yang pengaturannya tertuang
dalan UU Desentralisasi 1903 atau secara
lengkap Wethoutdende Decentralisatie van
het Bestuur in Nederlandsch-Indie
(S.1903/329).
 Medebewind dalam Hukum Tata Negara Hindia
Belanda diadopsi dari Hukum Tata Negara Belanda.
Di Belanda semula dipakai istilah zelfbestuur untuk
medebewind. Namun apabila istilah zelfbestuur
diterjemahkan dalam bahasa Inggris menjadi self
government, maka istilah tersebut merupakan
padanan autonomy. Oleh karena itu kemudian
dipakai istilah medebewind (Kleintjes: 1929). Di
Hindia Belanda pun istilah zelfbestuur tidak lagi
dipakai, karena istilah tersebut telah dipakai untuk
menyebut daerah swapraja seperti yang dapat
dibaca pada penjelasan pasal 18 UUD 1945
zelfbestuurende landschappen (Soetardjo
Kertohadikusumo: 1957)
 Disamping medebewind, di Belanda
terdapat istilah medebestuur. Medebewind
adalah kewajiban daerah otonom untuk
menjalankan peraturan perundang-
undangan pusat atas penugasan dari
Pemerintah dengan jalan mengadakan
peraturan daerah guna menyesuaikan
peraturan perundang-undangan pusat
dengan kondisi daerah otonom tersebut.
Sementara dalam medebestuur daerah
otonom tidak diwajibkan mengadakan
peraturan pengkhususan tersebut
(Danuredjo:1967).
 Sementara menurut Kleintjes (1929)
medebewind berarti ikut sertanya daerah
otonom dalam pengaturan dan pelaksanaan
materi yang menjadi kompetensi badan-
badan hukum yang lebih tinggi, sedangkan
medebestuur berarti ikut sertanya daerah
otonom dalam pelaksanaan perundang-
undangan badan hukum yang lebih tinggi.
 Dalam kaitannya dengan medebewind
Soemarsono (1956) menengarahi tiga
indikator: (1) materi yang dilaksanakan
tidak masuk rumah tangga daerah otonom
yang melaksanakannya. (2) dalam
pelaksanaan tersebut daerah otonom
mempunyai kelonggaran untuk
menyesuaikan dengan kekhususan daerah
otonomnya, sepanjang peraturan yang
dilaksanakan membuka kemungkinan untuk
itu. (3) yang dapat ditugasi medebewind
hanya daerah otonom saja.
 Birokrasi Weberian menekankan bagaimana
mesin birokrasi itu bekerja secara profesional
dan rasional.

 Seorang Pejabat Birokrat tidak seharusnya


menetapkan tujuan-tujuan yang ingin
dicapainya tersebut.

 Penetapan tujuan merupakan fungsi politik dan


menjadi wewenang dari pejabat politik yang
menjadi masternya.
 Oleh karena itu, birokrasi merupakan mesin
politik yang melaksanakan kebijaksanaan
politik (public policy) yang telah diambil atau
dibuat oleh pejabat-pejabat politik.
 Setiap pegawai atau pejabat dalam birokrasi
pemerintah merupakan pemicu dan
penggerak mesin yang tidak mempunyai
kepentingan pribadi (each individual civil
servent is a cog in the machine with no
personally interest )
 Dengan kata lain, setiap pejabat pemerintah
tidak mempunyai tanggung jawab publik,
kecuali pada bidang tugas dan tanggung
jawab yang dibebankan kepadanya.
(sepanjang tugas dan tanggung jawab publik
sebagai mesin politik itu dijalankan sesuai
dengan proses dan prosedur yang akuntabel)
 Saat ini batas antara birokrasi dan politik menjadi
kabur.

 Kekaburan itu disebabkan oleh intervensi dan


infiltrasi pejabat politik terlalu besar dan dominan
terhadap birokrasi publik.

 Dampaknya adalah bahwa penjabat publik mudah


memperalat institusi birokrasi untuk tujuan politis,
seperti mempertahankan status quo.
 Inflitrasi politik yang terlalu besar itu
disebabkan kurang lebih oleh dua faktor.

 Pertama, politik KKN antara lembaga


birokrasi dan lembaga politik membuat
lembaga birokrasi mudah didikte dan tidak
independen.

Sudah menjadi rahasia umum, pencapaian


kesuksesan karir tidak didasarkan pada
sistem merit melainkan pada pola relasi
dan senioritas,
 Kedua, konstitusi kita memberikan
kewenangan terlalu besar kepada pejabat
politis, khususnya presiden.
 Pembagian kekuasaan (distribution of power) yang timpang ini
menjadi salah satu akar persoalan.

 Ketimpangan itu mudah ditelisik pada konstitusi, UUD 1945


pasal 5 ayat 1 yang berbunyi: “Presiden berhak mengajukan
rancangan undang-undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat”.
 Selanjutnya, Pasal 21 ayat 2 menandaskan bahwa “Jika
rancangan itu, meskipun disetujui oleh Dewan Perwakilan
Rakyat, tidak disahkan oleh Presiden, maka rancangan tadi
tidak boleh dimajukan lagi dalam persidangan Dewan
Perwakilan Rakyat masa itu”.

 Kewenangan presiden begitu luas sebab dia memiliki


kewenangan rangkap baik eksekutif, legislatif maupun
yudikatif.
 Akibat dari distribution of power seperti ini adalah
batas antara politik dan birokrasi menjadi kabur.

 Tampaknya kekuasaan presiden jauh lebih besar


dari DPR. Ketika DPR menjadi lebih lemah maka
kemungkinan terjadinya inflitrasi politik birokrasi
menjadi semakin kuat. Oleh karena itu, birokrasi
yang seharusnya bersifat apolitis dan profesional
tidak bisa direalisasikan karena presiden, juga
bupati dan gubernur, memiliki kekuasaan yang
terlampau besar menurut konstitusi.
 Merit system selalu medasarkan proses
perekrutan yang bersifat profesional sebab ia
merupakan process of promoting and hiring
government employees based on their ability to
perform a job, rather than on their politcal
conection. Tidak ada KKN dan money politic di
dalam.

 Hal ini justru sebaliknya dengan spoil system


yang syarat dengan politik balas jasa, senioritas
dan kekerabatan.
Terima Kasih
CLERICAL WORK ADMINISTRASI DALAM
ARTI SEMPIT
(TATA USAHA)

BESTUUREN GOVERNMENT
(KEPEMERINTAHAN)

ILMU POLITIK ADMINISTRASI NEGARA

ADMINISTRASI
AZAS-AZAS/FUNGSI =
MANAGEMENT Banyak yang sama

ADMINISTRASI PUBLIK ADMINISTRASI =


PUBLIK PUBLIC POLICY MAKING

Latin = AD + MINISTRARE (SERVICE)


KEPELAYANAN ((PELAYANAN VERTIKAL)
2
SISTEM ADMINISTRASI NEGARA
(MENURUT UUD 45 + AMANDEMEN)
DIMENSI
NILAI *) = NORMA, STANDAR, PROSEDUR ADMINISTRASI PUBLIK
PEDOMAN
PERILAKU = GG

PERUMUSAN
ORGANISASI= WARGA

PENERAPAN
EVALUASIu
BIROKRASI P NEG

EMPOWERING
R
MANAGEMENT=
ADM ADMINISTER
O
S

BARANG, JASA LAYANAN &


E

INTERAKSI, TRANSAKSI
PROSES INTERRELASI,
TATA HUBUNGAN

INFORMASI PUBLIK
(KOMUNIKASI) S
ADM

KINERJA
KEBIJ. CITA2 &
NEG ADMINISTRATOR/LEADERSHIP PUBLIK TUJUAN
P NKRI

PROB. SOLVING
WIL . NEG R
O

BESCHIKING
REGELLING
S
NEGAR WARGA NEG
E
A S
PEM. NEG PEM
= GG
KONS- NEG
POSISI, PERAN, HAK & KEWAJIBAN
TITUSI
NEGARA PUBLIC ADMINISTRATION GUIDING VALUES AND PRINCIPLES

SPIRITUAL = ALINEA III (PENGAKUAN AKAN EKSISTENSI DAN KEMAHAKUASAAN ALLAH SWT
*) DIMENSI NILAI DLM PERJUANGAN MERUBAH NASIB BANGSA)
PEMBUKAAN KULTURAL = ALINEA IV (DASAR NEGARA, PALSAFAH BERNEGARA, PANDANGAN HIDUP BNGS
UUD’45 INSTITU-
SIONAL
= ALINEA IV (TUJUAN, BENTUK, DAN SISTEM PEMERINTAHAN NEGARA)
3
ADMINISTRASI
(Henry FAYOL/Perancis)
Administration Industrialle et Generale
Pendekatan analisanya : Administrative Management,
yaitu : suatu pendekatan dari pimpinan atas sampai ke
tingkat pimpinan yang terbawah
1) Pembagian pekerjaan
2) Kewenangan
3) Disiplin
4) Kesatuan Perintah
14 Prinsip Administrasi 5) Kesatuan arah/tujuan
6) Mendahulukan
kepentingan umum
7) Penggajian
8) Sentralisasi
9) Skala hirarkhi
10) Tata tertib
11) Keadialan
12) Stabilitas
13) Prakarsa
4
14) Solidaritas
MANAGEMENT
(F.W. TAYLOR/Amerika)

Planning, Organizing, Actuating, Controlling


(P O A C)

“Gerakan Managemen Ilmiah”


Pendekatan analisanya : Management Operative,
Yaitu : pendekatan dari bawah ke tingkat yang lebih
atas, titik beratnya ialah efisiensi dan produktivitas para
pelaksana yang terdapat di tingkat bawah

5
BIROKRASI
(MAX WEBER)
• Birokrasi t/d. dua akar kata, yaitu bureau (kain penutup meja) dan
cracy, ruler (pengatur). Weber mendefi-nisikan birokrasi sbg ” an
administrative body of appointed officials. Administrative body itulah
pihak yg dominan dlm hub dgn majikan/atasan dan yg diangkat disebut
buruh, bawahan atau pelayan.
Birokrasi sebagai tipe ideal sebuah organisasi yang bermula dari teori Max Weber
tentang konsep sosiologik rasionalisasi aktivitas kolektif. Weber dlm buku Guy
Peters (1984: 3) mendefinisikan birokrasi sebagai: ”organization with a pyramidal
structure of authority, which utilize the enforcement of universal and impersonal
rules to maintain that structure of authority, and which emphasize the non-
discretionery aspects of administration.
Karakteristik birokrasi/organisasi bertipe ideal:
> High degree of specialization;
> Hierarchical authority structure with limited areas of responsibility;
> Impersonality of relationships between organizational members;
> Recruitment of officials an the basis of ability and technical knowledge;
6
> Differentiation of private and official income and fortune and so on.
PARADIGMA OPA, NPM dan NPS

PARADIGMA (Pgd) OPA NPM = Reinventing Government NPS = Government is Us (King &
Pdg 1 (1900-1937) dikotomi antara melahirkan konsep GG Sivers, 1998)
politik dan administrasi negara. (enterpreneurial government). Joined up thinking and joined up
Pdg 2 (1938-1956) administrasi Reagan : government is not solution to action (Stewart et.al., 1999)
negara sebagai ilmu politik. our problem, govern-ment is the problem. Citizens First ! (Denhardt & Gray,
Pdg 3 (1970-sekarang) administrasi 1998)
sebagai ilmu administrasi publik. Paradigma NPM (1992 -2002) Paradigma NPS (2003- sekarang)
1) Politik harus memusatkan 1) Catalytic gov. (steering rather than rowing. 1) Serve rather than steer
perhatian pada kebijakan publik Services is rowing) 2) Seek the public interest
atau ekspresi kehendak rakyat, 2) Community owned (empowering rather than
serving) 3) Value citizenship over
admneg berkenaan dgn entrepreneurship
implementasinya. 3) Competitive gov. (injection competiition in
service delivery) 4) Think strategically, act
2) Penyatuan ilmu administrasi ne- 4) Mission’s driven not rule’s driven demokratically
gara dan i. politik (Morsten Marx) 5) Customer oriented (meeting the need of the 5) Serve citizen, not customers
3) Prinsip2 mgt dikembangkan se- customer, not bureaucracy)
cara ilmiah dan mendalam. Peri- 6) Result oriented (funding outcomes,not input) 6) Recognize that accountability is
laku organisasi, analis mgt, pene- 7) Enterprising gov (earning rather than not simple
rapan teknologi seperti metode spending) 7) Value people, not just
kuantitatif, analisis sistem, opera- 8) Anticipatory gov(prevention ratherthan cure) productivity.
sional research, econometry dsb 9) Decentralized gov (from hierarchy to
participation)
4) Adm publik dgn fokus pada teori 10) Market oriented (leveraging change through Note : Isues tentang justice, equity,
organisasi, teori manajemen dan the market) participation, and leadership yg
kebijakan publik, sedangkan Note : Birokrasi yg lamban, gemuk, boros, kurang diperhatikan dalam buku
locusnya kepentingan publik. inefisien, merosotnya kinerja yanlik. Reinventing gov.
7
Dari paradigma OPA, utk memba- Dari paradigma NPM, utk memba- Dari paradigma NPS, utk memba-
ngun/reformasi birokrasi : ngun/reformasi birokrasi diarahkan ngun/reformasi birokrasi, maka
1) Administrasi publik harus pada 6 dimensi kunci: birokrasi harus berubah
dipisahkan dari dunia politik 1) Productivity, bgmn pem meng orientasinya, yaitu :
(dikhotomi AP dgn politik). hasilkan lebih banyak dgn biaya 1) Dari paradigma constitutionalism
2) Tidak memberi peluang pada yg lebih sedikit. ke paradigma communitarianism
Administrator untuk 2) Marketization, bgmn pemerintah (Fox & Miller, 1995).
memperaktekkan sistem menggunakan insentif pasar agar 2) Dari institution-centric civil service
nepotisme dan spoil. hilang patologi/penyakit birokrasi ke model citizen-centric
3) Para legislator hanya 3) Service orientation, program yg governance (Prahalad, 2005).
merumuskan kebijakan nasional lebih responsif thdp kebutuhan 3) Perlu diterapkan pola citizen-
dan Administrator hanya warga masy. centered collaborative public
mengeksekusinya. 4) Decentralization, melimpahkan management (Cooper, at ell.,
4) Para Administrator selalu kewenangan kepada unit kerja 2006).
mengutamakan nilai efisiensi terdepan 4) Tidak ada tindakan birokrasi yang
dan ekonomis. 5) Policy, bgmn pememerintah memanipulasikan partisipasi
5) Para Administrator diangkat memperbaiki kapasitas masyarakat (Yang & Callahan,
berdasarkan kecocokan dan perumusan kebijakan. 2007).
kecakapannya. 6) Performance accountability,
6) Metode keilmuan menurut Taylor bgmn pem memperbaiki
harus menggeser metode rule kemampuannya utk memenuhi
of thumb. janjinya.
8
Hasil nyata : Hasil nyata : Hasil nyata:
1) Aturan yg jelas dan tegas dlm 1) Saving 1) Pemerintahan yang lebih
melaksanakan tugas. 2) Perbaikan proses demokratis;
2) Perilaku produktif, juga loyal 3) Perbaikan tkt efisiensi 2) Pemerintahan yang desentralistis
kpda pimpinan & organisasi. 4) Peningkatan efektivitas 3) Terbentuknya civil society
3) Perilaku yg impersonal & saklek. 5) Perbaikan sistem administrasi 4) Partisipasi masyarakat
4) Hub kekeluargaan dan kelompok seperti : peningkatan kapasitas, 5) Pemerintahan yg partisipatif,
sosial tidak mendapat tempat. fleksibilitas dan ketahanan transparan dan akuntabel
OPA menghadapi masalah (falla- NPM menuai kritik, karena : NPS juga menuai kritik, karena:
cies, pendapat yg keliru), yaitu: 1) Para elit birokrat cenderung 1) Hanya cocok untuk negara maju
1) Weber yakin bahwa sosok orga- berkompetisi utk kepentingan yang sudah mapan dan
nisasi birokrasi sangat ideal, pa- dirinya d/p.kepentingan umum; masyarakatnya sudah dewasa
dahal dlm perkembangannya bisa 2) Public chioce didominasi kepen- dalam berdemokrasi (tidak
berubah menjadi sangat kaku, tingan pribadi, shg konsep spt maunya menang sendiri)
ber-tele2 dan penuh red tape. public spirit & public service 2) Cocok untuk Negara Federal
2) Taylor sangat yakin hanya satu terabaikan. 3) Etika dlm pemerintahan sudah
cara terbaik utk melaksanakan 3) Tidak mendorong terjadinya mmbudaya dlm kehidupan masy..
tugas, padahal dlm perkem- proses demokrasi. 4) Sulit diterapkan pada sistem
bangan zaman banyak cara lain 4) Pemerataan dan keadilan sosial pemerintahan yang otoriterian
misalnya hasil rekayasa teknologi sulit terwujud sentralistis.
dan kemajuan ilmu pengetahuan. 5) Mengancam citizen selfgover- 5) Tidak banyak masyarakat yang
3) Wilson lebih cenderung melihat nance dan fungsi administrator miskin (powerless)
adm publik sbg kegiatan yg tidak sbg servant of public interest. 6) Banyak entitas sosial dan
bersifat politis, padahal dlm 6) Tidak hati2 akan meningkatkan pelayanan publik telah berubah
kenyataannya bersifat politis. korupsi dan orang2 miskin baru. menjadi entitas bisnis.
9
Pelajaran penting dari paradigma Pelajaran penting dari paradigma NPM Pelajaran penting dari paradigma
OPA adalah utk membangun adalah dlm membangun aparatur NPS adalah dlm membangun AN/
aparatur negara atau reformasi /reformasi birokrasi harus : reformasi birokrasi harus :
birokrasi diperlukan: 1) Memperhatikan mekanisme pasar. 1) Memperhatikan pelayanan kpd
1) Profesionalitas 2) Mendorong kompetisi dan kontrak masy sbg warga negara, bukan
2) Penggunaan prinsip keilmuan utk mencapai hasil sbg pelanggan.
3) Hubungan impersonal 3) Harus lebih responsif terhadap 2) Mengutamakan kepentingan
4) Penerapan aturan dan kebutuhan pelanggan. umum.
standarisasi secara tegas 4) Bersifat mengarahkan (steering) 3) Mengikut sertakan warga
5) Sikap yang netral d/p. menjalankan sendiri (rowing) masyarakat (masy tidak dijadikan
5) Harus melakukan deregulasi; penonton)
6) Perilaku yg mendorong/mendu-
kung terjadinya efisiensi dan 6) Memberdayakan oprator/pelaksana 4) Berfikir strategis dan bertindak
efektivitas sumberdaya (4M+T) demokratis.
7) Mengembangkan budaya
organisasi (corporate cultural) 5) Memperhatikan norma, nilai, dan
standard yg ada.
8) Innovatif dan berjiwa wirausaha;
6) Menghargai masyarakat d/p.
9) Pencapaian hasil ketimbang manajer wirausaha yg bertindak
budaya taat asas. seakan-akan uang adalah milik
10)Orientasi pada proses dan input. mereka.
PARADIGMA DAN PENDEKATAN PARADIGMA DAN PENDEKATAN PARADIGMA DAN PENDEKATAN
OPA LEBIH PAS/COCOK UNTUK NPM LEBIH PAS/COCOK UNTUK NPS LEBIH PAS/COCOK UNTUK
DEP/LEMBAGA YG MENANGANI DEP/LEMBAGA YG MENANGANI DEP/LEMBAGA YG MENANGANI
BIDANG/SEKTOR POLHUKAM BIDANG/SEKTOR PEREKONOMIAN BIDANG/SEKTOR KESRA 10
Bagaimana konsep governance dapat difahami?
Kata government dapat diartikan pemerintah (the governing body of
persons in a state) dan bisa juga diartikan pemerintahan (the political
direction and control exercised over the actions of the members,
citizens, or inhabitants of communities, societies, and states).
Kata governance menurut leksikografi diartikan juga sebagai government,
exercise of authority, control; method or system of government or management.
Baik government maupun governance berasal dari kata govern (memerintah, dari bhs
Latin: gubernare, Gerik: kybernan, to steer, mengemudi dsb-nya).
Governing itu terjadi dan terdapat di mana-mana dan kapan saja pada setiap bentuk
kehidupan sosial (fenomena sosial), termasuk kehidupan sosial khusus yang
oleh Aristoteles dikategorikan sebagai "polity" (pemerintahan).
Governing (dalam) "polity" disebut “openbaar bestuur”, demikian Soewargono (State-
of- the-art Ilmu Pemerintahan, 1993). Dari penggunaan kata itu menjadi istilah
teknis (technical term) lahirlah berbagai pengertian. Salah satu di antaranya
menyangkut hubungan antara government dengan governance, yang
diungkapkan oleh Dr. Leo Fonseka (1999:15) dalam Good Governance
. . . . while the term government indicates a political unit for the function of
policy making as distinguished from the administration of policies, the word
governance denotes an overall responsibility for both — the political and the
administrative functions. It also implies ensuring moral behaviour and ethical
conduct in the task of governing, i.e. the continuous ethical exercise of
authority on both the political and administrative units of governments.
11
Kutipan di atas menunjukkan bahwa kata governance (policy making, regulator,
mengatur dan administration, besturen, mengurus) lebih luas daripada
government (public policy making saja).
Selanjutnya, Leo Fonseka mengemukakan bahwa:
There are three main regimes involved in good governance, i.e. the State
Gov, the Civil Society, and the Private Sector. All three are critical for
sustaining human development. Since each has got its weaknesses and
strengths, a major objective of good governance is to promote highest
possible constructive interaction among them in order to minimize
individual weaknesses and utilize the strengths optimally. The intricate
intercourse between and among these three domains will indicate the
direction of the society's economic and social flight path. The more
integral, balanced and interdependent the three are the better it is for the
society.

PEMNEG

DUNIA MASY.
BISNIS MADANI

12
Governance disebut "good" (good governance) jika memenuhi syarat
di atas, dan sebaliknya "bad" jika tidak. Menurut Leo Fonseka,
- The State meletakkan dasar bagi equity, justice, dan peace, creating
a conducive political and legal environment for development ;
- Private Sector meletakkan dasar bagi economic growth, job opportu-
nities, income and development, and
-Civil Society meletakkan dasar bagi liberty, equality, responsibility,
and self-expression.

Konstruksi pemikiran ttg good governance di atas berada pada tataran axiologi (Ndraha
2003: xxxi). Penggalian konsep dan konstruksi pemikiran pada tingkat epistemologi
melahirkan teori tentang Tiga Subkultur Masyarakat (TSM) yang mampu menerangkan
gejala governance sebuah bangsa (negara). Teori TSM berawal dari pendekatan manusia &
lingkungannya thdp fenomena pemerintahan.
Human rights/HAM Dipenuhi sendiri (private choice)
&
Instincts/naluri Human Dipenuhi melalui pasar (public choice)
needs
Pemenuhan kebutuhan akan barang dan jasa layanan terbentur pada the law of scarcity
yang membentuk kesenjangan antara demand dengan supply.
Cara utk memenuhi kebutuhan dan memperkecil kesenjangan mendekati nol adalah
pengembangan setinggi mungkin nilai sumberdaya (SDM, SDA, SD buatan) atau
menghambat sebisa mungkin kemerosotan sumberdaya ybs.

13
TIGA SUB KULTUR DALAM MASYARAKAT
PENGEMBANGAN PECIPTAAN KEADILAN DAN KONTROL TERHADAP
NILAI SUMBERDAYA KEDAMAIAN KEKUASAAN (SKK)
SUBKULTUR SUBKULTUR SUBKULTUR
EKONOMI (SKE) KEKUASAAN (SKK) SOSIAL (SKS)
Karakteristik : Karateristik : Karakteristik :
>membeli semurah mungkin >berkuasa semudah mungkin >peduli, kesadaran, keberanian,
>menjual seuntung mungkin >mengg kekuasaan se-efektif mungkin >heroisme
>membuat sehemat mungkin >mempertangg.jawabkan penggunaan >budaya konsumeristik
jika dibiarkan jalan kekuasaan seformal mungkin, >collective action
semaunya, terjadi : jika dibiarkan jalan semaunya, terjadi : jika dibiarkan jalan semaunya,
1. seleksi alam 1. detournement de pouvoir terjadi :
2. strugle for life 2. abuse of power 1. civil disobedience
3. survival of the fittest 3. KKN 2. civil distrust
4. konflik 4. penindasan 3. anarki
5. ketidak adilan. 5. Pembohongan 4. terorism
5. perang saudara
untuk menciptakan keba- untuk mencegah dan mengurangi 6. revolusi
hagian (adil dan damai) penyalahgunaan kekuasaan/ untuk mencegah anarki, teror dan
diperlukan aturan dan untuk kewenangan, diperlukan kontrol sosial sebagainya ketiga subkultur harus
menegakkan aturan (social control,consumerim) berkembang selaras, seimbang,
diperlukan kekuasaan
serasi dan sinerjik, ceck & balance,
. manusia sebagai objek, sovereign loyal opposition.
public choice & dan sebagai konsumer (Definisi community development
private chioce
ECOSOC 1996). 14
PEMERINTAHAN YANG PROSES TRANS- PEMERINTAHAN YANG
OTORITERIAN DAN FORMASI DEMOKRATIS DAN
SENTRALISTIS SELAMA 20 THN DESENTRALISTIS

Ciri-ciri : Ciri-ciri :
1) Berdasarkan kekuasaan 1) Berdasarkan nilai2 dan
Penciptaan intrumen
belaka; prinsip2 demokrasi;
hukum sebagai dasar/
2) Kebebasan pers dan ber- 2) Kebebasan pers dan ber-
fondasi dan acuan dlm
kespresi dikontrol ketat; ekspresi ;
mengarahkan perubahan
3) Seluruh urusan/kewenang- 3) Tugas dan kewenangan
yang terencana dan
an pemerintahan dilaksa- pemerintahan terdesen-
gradual/bertahap.
nakan secara terpusat. tralisasi ke aparat ter-
depan
15
 Menghormati hak asasi orang lain.
 Mau mendengar dan menghargai pendapat orang
(tidak maunya menang sendiri).
 Siap menang, tetapi juga siap kalah.
 Taat aturan dan hukum.
 Fair play (sportif)
 Bertanggung-jawab atas semua perbuatan dan tidak
anarkis.
 Adanya etika dlm penyelenggaraan pemerintahan
 Adanya kebebasan pers dan kebebasan bereks-presi
yang bertanggung jawab.
16
 Adanya kejelasan distribusi kewenangan antar tingkatan
pemerintahan
 Kewenangan pelaksanaan urusan pemerintahan
terdesentralisasi kepada aparat terdepan.
 Kelembagaan/organisasi berbentuk piramidal tegak.
 Aparat terdepan diberi wewenang untuk mengambil
keputusan administrasi pemerintahan
 Desentralisasi disertai dengan penyerahan Pegawai,
Pembiayaan/Anggaran dan Peralatan
 Adanya perwakilan rakyat (DPRD) yang kapabel.
 Pemerintah Pusat hanya berfungsi sebagai perumus
kebijakan nasional, pembinaan, fasilitasi, standardisasi
dqan supervisi.
17
Tiada yang abadi di dunia ini, kecuali
perubahan itu sendiri, dan
Tuhan tidak akan mengubah nasib suatu
kaum jika bukan kaum itu sendiri yang
mengubahnya.

18
 Birokrasi pada awalnya dikembangkan oleh
pemerintah kolonial Belanda dengan maksud untuk
mengefektifkan jalannya pemerintahan kolonial di
Indonesia.

 Pada saat itu pengangkatan pegawai birokrasi ialah


untuk mengisi beberapa jabatan birokrasi pada
tingkat menengah ke bawah, yang banyak direkrut
dari kalangan pribumi.

 Kaum pribumi yang dijadikan birokrat merupakan


kelompok dalam masyarakat yang tergolong pada
strata sosial atas,

 Biasanya dari kalangan keturunan bangsawan


keraton (priyayi, ningrat).
 Sejarah pembentukan birokrasi yang berasal
dari kalangan bangsawan keraton tersebut
membawa implikasi pada masuknya
pengaruh budaya tradisional keraton ke
dalam sistem nilai dan budaya birokrasi.

 Sejarah pembentukan kultur birokrasi


tersebut juga memiliki kesamaan karakter,
baik dalam birokrasi yang terdapat di jawa
maupun di hampir seluruh daerah di
Indonesia.
 Menurut Geertz (1986), sejak zaman penjajahan kolonial
Belanda sistem pemerintahan yang dianut adalah pemerintahan
tidak langsung.

 Pemerintahan kolonial Belanda dalam memerintah rakyat di


negara jajahannya melalui perantaraan kelas atau elite birokrat
lokal.

 Elite birokrasi lokal tersebut digunakan dengan pertimbangan


latar belakang kultur keraton yang masih dimilikinya sehingga
diharapkan dapat secara efektif memberikan pengaruh pada
efektivitas dan kontrol atas jalannya berbagai kebijakan dari
pemerintah kolonial.

 Pemanfaatan elite politik lokal ke dalam birokrasi kolonial erat


kaitannya dengan tujuan politik untuk tetap menjaga loyalitas
mereka kepada pemerintahan kolonial Belanda.
 Sistem pemerintahan yang diciptakan oleh pemerintah kolonial tersebut
tidak dapat dilepaskan dari konstelasi sosial politik yang terbentuk dalam
masyarakat pada saat itu.

 Keraton dan budayanya masih menjadi sentral kehidupan masyarakat,


seperti terjadi di jawa melalui keraton Yogyakarta dan Surakarta,
penganutnya masih mengembangkan nilai-nilai aristokratik yang sangat
diagungkan oleh masyarakat.

 Masyarakat strata bawah diluar keraton dianggap masih mengikuti norma


budaya kasar.

 Hubungan antarkeduanya bersifat asimetris, paternalistic, dan personal.

 Dengan menggunakan istilah yang dipakai Umar Kayam dan


Koentjaraningrat, Geertz mengelompokkan keduanya dengan sebutan
“priyayi dan wong cilik”.
 Dalam konteks masyarakat yang seperti ini birokrasi di Indonesia
dikembangkan sehingga membentuk hubungan paternalistic yang bersifat
informal dan sangat pribadi.
 Walupun sejarah terbentuknya budaya birokrasi
antara satu daerah dengan daerah lainnya
mempunyai lingkungan dan kronologi yang
berbeda-beda, adanya pengaruh budaya tradisional
kerajaan pada tiap-tiap daerah tersebut memiliki
kesamaan, yaitu diadopsinya sistem budaya keraton
ke dalam sistem birokrasi pemerintahan.

 Internalisasi nilai-nilai budaya keraton kedalam


birokrasi tersebut memunculkan watak birokrasi
yang cenderung menempatkan dirinya merasa lebih
tinggi daripada masyarakat kebanyakan.
 Sistem nilai dan norma budaya yang dipakai dalam sistem
birokrasi di Indonesia adalah menggunakan standar ganda.

 Pada satu sisi adanya keinginan birokrais untuk berperilaku


layaknya sebagai seorang priyayi yang berkuasa yang harus
dilayani, pada sisi lain birokrasi juga berfungsi sebagai pelayan
yang harus mengetahui kebutuhan masyarakat yang dilayaninya.

 Terjadinya dualism orientasi nilai yang berkembang di dalam


sistem birokrasi telah memberikan dampak berupa munculnya
sikap yang ambivalensi.

 Birokrasi Indonesia bersifat ambivalen karena tidak ada


pemisahan antara kepentingan formal kedinasan dengan
kepentingan pribadi. Realitas birokrasi ini akan melahirkan gaya
hidup feodal dalam birokrasi yang mempengaruhi perlakuan
birokrasi terhadap rakyatnya.
 Birokrasi seharusnya lebih ditempatkan sebagai
penjaga aturan main yang disepekati lewat proses
demokrasi.

 Oleh karena itu, birokrasi seharusnya bersifat


neutral, bersih dan professional.

 Namun dalam realitasnya, birokrasi cenderung


kurang mampu membedakan antara kepentingan
privat dengan kepentingan publik.

 Kepentingan privat sering kali justru lebih dominan


dan dimenangkan daripada kepentingan publik yang
menyangkut kepentingan orang banyak.
 Sifat budaya dualism dalam birokrasi tercermin dalam
memberikan pelayanan publik, yang birokrasi itu memiliki
orientasi nilai yang berbeda dan saling bertentangan.

 Pada satu sisi, birokrasi dituntut harus loyal kepada pimpinan


melalui prinsip loyalitas yang justru terlihat lebih mendominasi
orientasi birokrasi.

 Pada sisi lain, birokrasi diharuskan untuk mengaktualisasikan


prinsip abdi masyarakat, yakni sebagai pemberi pelayanan
kepada masyarakat yang harus mementingkan masyarakat yang
dilayaninya.

 Pola dualism tersebut telah menyebabkan setiap aparat birokrasi


berusaha berlomba-lomba menaikkan harga diri untuk mencari
status, kehormatan, dan kemuliaan diantara sesama rekan kerja,
kelompok, maupun masyarakat.
 Budaya birokrasi Indonesia sebagai bagian dari budaya politik
merupakan manifestasi sistem kepercayaan nilai-nilai yang
dihayati, sikap, dan perilaku yang terefleksikan ke dalam
orientasi birokrasi terhadap masyarakat dan lingkungannya.

 Budaya birokrasi di Indonesia yang merupakan penggabungan


nilai-nilai tradisional dan modern tercermin secara nyata dalam
perilaku aparat birokrasinya.

 Oleh karena itu, birokrasi Indonesia lebih mencerminkan


pencampuran antara karakteristik birokrasi Weberian dengan
karakteristik birokrasi yang berakar pada budaya lokal.

 Budaya birokrasi seperti ini memberikan peluang pada


munculnya sikap dan perilaku paternalistic yang merugikan
kepentingan masyarakat secara luas.
 Corak paternalistic birokrasi di Indonesia lebih mencerminkan
hubungan bapak dan anak (bapakisme).

 Hubungan bapakisme ini lebih halus dibandingkan dengan


hubungan patron klien.

 Guna memperkuat gambaran ini Mulder (1985) menunjukkan


bahwa posisi seorang bawahan dan atasan disamakan dengan
posisi hubungan antara seorang anak dengan bapaknya dalam
konsep jawa.

 Seorang anak harus menghormati bapaknya, yang secara praktis


termanifestasi dalam perasaan sungkan dan berbahasa halus
(kromo) dalam berbicara dengan bapak. Hubungan antara orang
tua dengan merupakan hubungan superior dan inferior.
Terima Kasih
 Etimologi: patron-pater-patris-patronis :
bangsawan (patricius) : seseorang yg dianggap
pelindung sejumlah rakyat jelata yg menjadi
pengikutnya
 Patron (Spanyol) : seseorang yang memiliki
kekuasaan (power), status, wewenang dan
pengaruh’
 Klien – client – cliens : (pengikut), orang-orang
merdeka, budak yg dimerdekakan yg biasanya
menggunakan nama patronnya dan
menggantungkan dirinya pada patronnya
 Hubungan patron-klien itu sendiri telah
berlangsung dalam waktu yang cukup lama. Tanpa
disadari relasi patron-klien ini terah mendarah
daging dan bertransformasi dalam berbagai macam
bentuk dengan berbagi variasi jenis eksploitasi dan
penekanan terhadap pihak klien yang tentu selalu
menjadi pihak yang tidak punya banyak pilihan.
 Pihak patron yang semakin merajarela, ia terus
menambah kapital, dengan modal dan jaringan
yang ia miliki, kerja keras para klien ia nikmati
dengan peningkatan kekayaan secara eksponensial.
Sedangkan, para klien ini semakin terjebak (atau
bahkan nyaman) dalam keadaan relasi yang
membuat ia tidak bisa meningkatkan
kesejahteraannya secara signifikan
 Merup. Hub yg tdk setara yg terjalin sec perorangan
antara seorang pemuka masyarakat (patron dgn
sejumlah pemikutnya-klien).-Christian Pelras.
 Hubungannya adalah pertukaran jasa yg diimbangi
dengan adanya perlindungan dari patron.
 Merup. Hub yg spesial antara 2 pihak dimana pihak yg
memiliki status ekonomi lebih tinggi menggunakan
resourcesnya untuk melindungi dan memberi manfaat
pd pihak yg status sosial ekonominya lebih rendah.-
James Scott
 Imbalan dr. klien adalah bantuan dan dukungan
termasuk pelayanan terhadap patron
 Perbedaan imbalan yg diberikan patron-klien:
a. Imbalan klien pada patron dpt diberikan oleh siapa
saja
b. Imbalan patron hanya dapat diberikan oleh orang yg
berstatus tinggi
 Peter M. Blau-Hub patron-kilen lebih merupakan
hub. Pertukaran (exchange relationship) yai:
a. Antar Pelaku mengharap imbalan
b. Mengejar Keuntungan
c. Bisa langsung dan kurang langsung
d. Bentuk imbalan dgn derajat yg berbeda : uang,
persetujuan sosial, penghormatan/penghargaan
dan kepatuhan.
 Patrimonialisme dlm pemerintahan (Weber) :
a. Timbul peran Ayah, Lord, Tuan Tanah, yg sangat
berperan dan lebih berkuasa.
b. Ciri khas : ada norma suci (the ruler) akan
memimpin yg dikuasai (the ruled). Bila dilanggar
akan mendatangkan kemarahan dewa.
c. Ciri Hub patron Klien :
1. Status tidak seimbang
2. Meskipun patron mengharap bantuan dr. klien
tetapi kedudukan patron lebih tinggi dr. klien.
3. Timbul rasa utang budi klien pada patronnya
karena pemberian brng yg dibutuhkan.
4. Perasaan utang budi menyebabkan hub.
Ketergantungan antara keduanya
 Sifat hub patron-klien : (Peter M. Blau)
1. Asas resiprositas (timbal balik)
2. In equal (ketidaksamaan)
3. Ada force dan coercion (paksaan dan sanksi)
4. Ikatan akrab dan saling percaya
 Sifat hub patron-klien : (James Scott)
1. Basic in equality
2. Face to face character
3. Diffuce flexibility (meliputi semua segi
kehidupan)
sedang imbalan yg diberikan klien :
1. Tenaga untuk menggarap sawah, ladang, usaha
lainya
2. Memberi hasil pertanian ladangnya atau
pelayanan RT
3. Menjadi kaki tangan patron demi kepentingan
politik patron
 Merup. ciri pemerintahan tradisionil (Harold
Crouch)
 Kekuasaan bergantung pada kecakapan
mempertahankan kesetiaan elit politik (politik
menjadi alat perjuangan elit politik/kelompok
untuk mendapat balas jasa dr pemerintah.
 Penguasa berusaha mempertahankan
keseimbangan persaingan antar elit (rakyat tidak
diperhatikan)
 Masa Orde Lama (Soekarno):
- Soekarno menjadi simbol Patron (Proklamator,
Penyambung lidah rakyat, dll)
- Memecah elit politik menjadi partai-partai kecil (±
100 partai) yg tergantung padanya
 Masa Orde Baru – Soeharto
- Soeharto berusaha menjadi patron tunggal (Bapak
Pembangunan Indonesia)
- Kaum elit politik (pengusaha dan militer dan
politikus) mencoba mengusai masyarakat dengan
mengawasi / mengendalikan perekonomian,
perijinan dan beberapa fasillitas.
- Patron berusaha menjadi perantara antar elit politik
dengan imbalan kepatuhan dan dukungan politik
(mengundang para pengusaha di TAPOS)
 Antara nelayan / petani dengan tengkulak
- Bentuk eksploitasi yang terjadi adalah dalam
bentuk akumulasi modal, penekanan terhadap
harga, monosponi (satu pembeli).
- Memaksa petani/nelayan menjual hasilnya ke
tengkulak. Biasanya tengkulak berani
membayar di awal (ijon) , sehingga
petani/nelayan tertarik untuk menjual kepada
tengkulak.
 Antara usaha kecil mikro dengan usaha menengah dan
besar
 Diantara usaha kecil dan usaha menengah dan besar,
bentuk patron terjadi karena usaha menengah dan
besar memiliki akses yang lebih besar ke berbagai
tempat untuk pengambilan bahan baku maupun
mendapatkan modal untuk usaha.
 Seringkali usaha kecil hanya menjadi usaha sub kontrak
dari usaha menengah dan besar. Mereka mengecer
produksi ke berbagai usaha kecil. Dan tentunya dengan
pola ini, margin keuntungan usaha kecil sangatlah kecil.
Sedangkan usaha menengah dan besar yang relatif
tidak melakukan apapun dapat meraih keuntungan
tanpa melakukan apapun.
 Sebagai contoh, pallet bekas dari industri,
di dapat oleh usaha menengah dan besar
dari limbah industri senilai Rp.5000. setelah
itu mereka menjual seharga Rp.8000
kepada usaha kecil. Di usaha kecil di
perbaiki dan dijual kembali ke pabrik
melalui usaha menengah dan besar. Usaha
kecil menjual ke usaha menengah dan besar
seharga Rp.20.000 dan usaha menengah
dan besar bisa menjual kembali ke pabrik
dengan harga Rp.30.000. artinya usaha
menengah dan besar bisa meraih Rp.13.000
tanpa melakukan banyak penambahan nilai.
Sedangkan usaha kecil hanya mendapatkan
keuntungan Rp.12.000 dengan kerja keras.
 Antara pegawai pemerintah dengan konsultan (pihak
ketiga yang ditunjuk untuk proyek)
 Pola patron disini dlm bentuk wewenang atau
kebijakan, sehingga para konsultan yang menjadi
klien mau tidak mau mengikuti apa yang dibutuhkan
atau di inginkan oleh sang patron yang bukan lain
adalah pejabat pemerintah.
 Bentuk intervensi seringkali diberikan juga dengan
mengubah atau merekayasa hasil dari pekerjaan
konsultan. Sebuatlah untuk di bidang perencanaan
pembangunan, pihak pemerintah yang “bermain” bisa
saja meminta konsultan untuk mengubah rencana
yang dihasilkan agar bisa sesuai dengan kebutuhan
personal atau kelompok.
 Terkadang pihak konsultan mau tidak mau
memberikan uang tambahan kepada pemerintah
yang “bermain” agar proyek mereka lancar. Berbagai
pungutan liar ini bertujuan untuk memudahkan
proses pekerjaan yang dilakukan.
 Antara tokoh partai politik yang dikultuskan dengan
ketua umum partai politik
 Sebutlah SBY di partai demokrat, megawati di
PDIP, dan Hilmi Aminudin di PKS dilihat bahwa ke
empat partai ini menempatkan nama nama tokoh
tersebut sebagai pucuk pimpinan. SBY sebagai
ketua dewan pembina, Megawati sebagai ketua
umum dan Hilmi Aminudin sebagai ketua majelis
syuro. Posisi mereka tak tergantikan dan sangat
di hormati. SBY sebagai salah satu pendiri dan
tokoh kharismatik, megawati sebagai pendiri dan
anak Bung Karno yang merupakan seorang
pancasila-is yang menjadi idelogi partai, serta
Hilmi Aminudin yang merupakan pendiri partai
pula.
 Setelah reformasi bergulir, usaha untuk
melepaskan birokrasi dari kekuatan dan pengaruh
politik gencar dilakukan.

 Kesadaran pentingnya netralitas birokrasi mencuat


terus-menerus.

 BJ Habibie, Presiden saat itu, mengeluarkan :

PP Nomor 5 Tahun 1999 (PP No.5 Tahun 1999),


yang menekankan kenetralan pegawai negeri sipil
(PNS) dari partai politik. Aturan ini diperkuat
dengan pengesahan

UU Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok


Kepegawaian untuk menggantikan UU Nomor 8
Tahun 1974.
 Publik mengharapkan bahwa dengan terjadinya
Reformasi, akan diikuti pula dengan perubahan
besar pada desain kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara, baik yang menyangkut
dimensi kehidupan politik, sosial, ekonomi maupun
kultural.

 Perubahan struktur, kultur dan paradigma birokrasi


dalam berhadapan dengan masyarakat menjadi
begitu mendesak untuk segera dilakukan mengingat
birokrasi mempunyai kontribusi yang besar
terhadap terjadinya krisis multidimensional yang
tengah terjadi sampai saat ini.

 Namun, harapan terbentuknya kinerja birokrasi


yang berorientasi pada pelanggan sebagaimana
birokrasi di Negara–negara maju tampaknya masih
sulit untuk diwujudkan.
 Osborne dan Plastrik (1997) mengemukakan bahwa
realitas sosial, politik dan ekonomi yang dihadapi oleh
Negara–negara yang sedang berkembang seringkali
berbeda dengan realitas sosial yang ditemukan pada
masyarakat di negara maju.

Realitas empirik tersebut berlaku pula bagi birokrasi


pemerintah, dimana kondisi birokrasi di Negara–negara
berkembang saat ini sama dengan kondisi birokrasi yang
dihadapi oleh para reformis di Negara–negara maju pada
sepuluh dekade yang lalu.

Persoalan birokrasi di Negara berkembang, seperti


merajalelanya korupsi, pengaruh kepentingan politik
partisan, sistem Patron-client yang menjadi norma
birokrasi sehingga pola perekrutan lebih banyak
berdasarkan hubungan personal daripada faktor
kapabilitas, serta birokrasi pemerintah yang digunakan
oleh masyarakat sebagai tempat favorit untuk mencari
lapangan pekerjaan merupakan sebagian fenomena
birokrasi yang terdapat di banyak Negara berkembang,
termasuk di Indonesia.
 Kecenderungan birokrasi untuk bermain politik pada
masa reformasi

Kasus Brunei Gate dan Bulog Gate setidak–tidaknya


memperlihatkan bahwa pucuk pimpinan birokrasi
masih tetap mempraktikkan berbagai tindakan yang
tidak transparan dalam proses pengambilan
keputusan.

Birokrasi yang seharusnya bersifat apolitis, dalam


kenyataannya masih saja dijadikan alat politik yang
efektif bagi kepentingan–kepentingan golongan atau
partai politik tertentu. Terdapat pula kecenderungan
dari aparat yang kebetulan memperoleh kedudukan
atau jabatan strategis dalam birokrasi, terdorong
untuk bermain dalam kekuasaan dengan melakukan
tindak KKN.
 Kultur kekuasaan yang telah terbentuk
semenjak masa birokrasi kerajaan dan
kolonial ternyata masih sulit untuk
dilepaskan dari perilaku aparat atau pejabat
birokrasi.

 Masih kuatnya kultur birokrasi yang


menempatkan pejabat birokrasi sebagai
penguasa dan masyarakat sebagai
pengguna jasa sebagai pihak yang dikuasai,
bukannya sebagai pengguna jasa yang
seharusnya dilayani dengan baik, telah
menyebabkan perilaku pejabat birokrasi
menjadi bersikap acuh dan arogan terhadap
masyarakat.
 Aturan induk netralitas politik birokrasi
Indonesia sudah ada pada pasal 4
Peraturan Pemerintah/1999, yang
menyatakan bahwa PNS dalam
menyelenggarakan tugas pemerintahan
dan pembangunan tidak bertindak
diskriminatif, khususnya dalam
memberikan pelayanan kepada
masyarakat.
 Dalam pemerintahan Megawati, para
menteri dalam kabinet masa itu
melestarikan tradisi Golkar, yaitu
semua organisasi pemerintah
dikaburkan antara jabatan karier
dengan non karier, serta jabatan
birokrasi dengan jabatan politik. Hal ini
menunjukkan bahwa pada masa ini
harapan untuk melakukan reformasi
birokrasi tidak akan terlaksana.
 Setelah reformasi, pemerintah berusaha memperbaiki
keadaan birokrasi Indonesia, yaitu dengan
dikeluarkannya beberapa peraturan yang mengatur
tentang pemberantasan KKN dan menciptakan aparat
pemerintah yang bersih dan bertanggung jawab.
Diantaranya adalah

Tap MPR No. XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara


Negara yang Bersih dan Bebas KKN;

Undang-undang No. 28 Tahun 1999 tentang


Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas KKN;
dan

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang


Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun
1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
 Inefisiensi kinerja birokrasi dalam penyelengaraan
kegiatan pemerintahan dan pelayanan publik masih
tetap terjadi pada masa reformasi.

 Birokrasi sipil termasuk salah satu sumber terjadinya


inefisiensi pemerintahan. Inefisiensi kegiatan
pemerintahan dan pelayanan publik terlihat dari
masih sering terjadinya kelambanan dan kebocoran
anggaran pemerintah.

 Jumlah aparat birokrasi sipil yang terlampau besar


merupakan salah satu faktor yang memberikan
kontribusi terhadap inefisiensi pelayanan birokrasi.

 Dalam praktiknya, struktur dan proses yang


dibangun
merupakan instrumen untuk mengatur dan
mengawasi perilaku masyarakat, bukan sebaliknya
untuk mengatur pemerintah dalam tugasnya
memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai