Anda di halaman 1dari 59

BIROKRASI PEMERINTAHAN

Kiki Endah
Arti Penting Birokrasi pemerintahan
• Birokrasi adalah fenomena kehidupan yg setidaknya sejak abad
19, telah menjadi aktor yg penting dalam sejarah umat
manusia. Jika orang ditanya tentang organisasi apakah yang
mereka butuhkan dalam hidup, maka jawaban orang hampir
pasti mengatakan birokrasi.
• Sejak sebelum lahir hingga sampai meninggal pasti seorang
manusia akan berurusan dengan institusi pemerintah yang kita
kenal dengan birokrasi.
• Etziomi Amitai (1964) pernah berujar manusia hidup
ini selalu membutuhkan organisasi atau birokrasi
pemerintahan. Begitu manusia lahir dia
membubuhkan catatan keorganisasian pemerintah
tentang akte kelahiran, masuk sekolah, mendaftar
keorganisasian pemerintah dibidang pendidikan, mau
nikah, butuh pekerjaan, urusan agama, meninggal
dunia pun masih membutuhkan upaya kantor
pemerintah. Betapa hebat dan menyeluruhnya urusan
organisasi pemerintah itu mengintervensi kehidupan
dan kematian seseorang.
• Namun demikian walaupun birokrasi
merupakan institusi yg paling dibutuhkan, tp
kebanyakan orang menganggap birokrasi
merupakan institusi yg njelimet. Tidak heran
di negara maju hanya sebagian kecil orang yg
mau bekerja di lingkungan birokrasi sbg
pegawai negeri karena mereka mengatakan
bahwa gaji pegawai negeri kecil dan citranya
yg kurang baik dimasyarakat.
• Selama ini, organisasi birokrasi di kalangan
masyarakat dipahami sebagai sebuah
organisasi yang melayani masyarakat dengan
stereotipe yang negatif antara lain, yaitu
proses pengurusan surat atau dokumen lain
yang berbelit-belit, banyak prosedur, tidak
transparan, dll.
• Tetapi apakah memang seperti itu
gambaran birokrasi di Indonesia
saat ini? Bagaimana dengan era
reformasi yang terjadi di
Indonesia? Apakah tidak atau
belum mampu menghapus
stereotipe negatif terhadap
birokrasi?
Konsep Birokrasi

• Pertama, menunjuk pada kelompok pranata atau lembaga tertentu.


Pengertian ini menyamakan birokrasi dengan biro. Kedua, menunjuk
pada metode khusus untuk pengalokasian sumberdaya dalam suatu
organisasi besar. Pengertian ini berpadanan dengan istilah
pengambilan keputusan birokratis. Ketiga, menunjuk pada
“kebiroan” atau mutu yang membedakan antara biro-biro dengan
jenis-jenis organisasi lain. Pengertian ini lebih menunjuk pada sifat-
sifat statis organisasi (Downs, 1967 dalam Thoha, 2003). Keempat,
sebagai kelompok orang, yakni orang-orang yang digaji yang
berfungsi dalam pemerintahan (Castle, Suyatno, dan
Nurhadiantomo, 1983).
Istilah birokrasi
• Istilah birokrasi sendiri mulai diperkenalkan
oleh filosof Prancis Goumay pada abad 18
(Albrow, 1989:1) sebagai usaha untuk
memberikan atribut terhadap sebuah penyakit
yang merusak sistem pemerintahan di
Perancis yang disebut Bureaumania.
Pemerintahan Perancis kala itu dikenal sangat
buruk kinerjanya. Elit kerajaan sibuk dengan
kehidupan mewah, pajak dipungut melampaui
batas kewajaran serta maraknya praktek
pembrendelan kaum partisan dengan cara-
cara yang kejam.
birokrasi
• Secara etimologi Birokrasi berasal dari istilah
‘buralist’ yang dikembangkan oleh Reiheer von
Stein pada 1821, kemudian menjadi
‘bureaucracy’ yang akhir-akhir ini ditandai
dengan cara-cara kerja yang rasional,
impersonal dan legilistik (Thoha, 1995 dalam
Hariyoso, 2002).
• Istilah birokrasi berasal dari kata
‘bureau” yg berarti kantor atau
meja tulis (dimana saat itu para
pejabat bekerja di belakang meja)
dan kratein (yunani) yang berarti
mengatur.
istilah Birokrasi setidak-tidaknya dimaknai
sebagai berikut (Albrow dalam Zauhar, 1996):

• Bureaucracy as Rational Organization (Birokasi


sebagai Organisasi Rasional). Dalam pengertian ini
birokrasi dimaknai sebagai suatu organisasi yang
rasional dalam melaksanakan setiap aktivitasnya.
Setiap tindakan birokrasi hendaknya mengacu pada
pertimbangan-pertimbangan rasional.
• Bureaucracy as Rule by Official (Birokrasi sebagai Aturan
yg dijalankan para pejabat) Birokrasi merupakan
seperangkat aturan yang dijalankan oleh para pejabat
dalam rangka memberikan pelayanan kepada
masyarakat. Aturan-aturan itu dibuat guna
mempermudah proses pelayanan publik. Namun pada
kenyataannya aturan tersebut sering disalahgunakan
demi kepentingan pejabat yang bersangkutan. Akibatnya
masyarakat menjadi antipati dengan berbagai aturan
yang dibuat oleh pejabat publik dan cenderung tidak
ditaati.
• Bureaucracy as Organizational
Ineficiency (Birokrasi sebagai
Pemborosan yang dilakukan oleh
organisasi) Pemborosan (ineficiency)
yang dimaksudkan adalah
pemborosan dalam segi waktu,
tenaga, finansial maupun sumber
daya lainnya. Seringkali niat baik
birokrasi untuk memberikan layanan
yang efisien justru berbalik menjadi
layanan yang tidak efisien dan
mengecewakan masyarakat.
• Bureaucracy as Public Administration (Birokrasi
sebagai Administrasi Publik) Administrasi Publik
adalah proses pengelolaan sumber daya publik
untuk dimanfaatkan bagi kepentingan
masyarakat. Birokrasi adalah unsur pelaksana dari
administrasi publik agar tujuan pelayanan kepada
masyarakat tercapai secara efektif, efisien dan
rasional.
• Bureaucracy as Administration by Officials
(Birokrasi sebagai Administrasi yang
dilaksanakan oleh para pegawai) Dalam hal
ini pemahaman terhadap makna birokrasi
hampir sama dengan bureaucracy as rule by
official dan bureaucracy as public
administration.
• Bureaucracy as the Organization (Birokrasi
sebagai Organisasi). Organisasi yang
dimaksudkan adalah organisasi memiliki
struktur dan aturan-aturan yang jelas dan
formal. Organisasi merupakan suatu sistem
kerjasama yang melibatkan banyak orang,
dimana setiap orang mempunyai peran dan
fungsi serta tugas yang saling mendukung
demi tercapainya tujuan organisasi.
Berikut ini adalah beberapa
pengertian birokrasi
• Max Weber. Ciri pokok pejabat birokrasi adalah
orang yang diangkat, bukan dipilih. Dengan
menyatakan hal ini Weber memandang Birokrasi
sebagai birokrasi rasional atau ideal sebagai unsur
pokok dalam rasionalisasi dunia modern, yang
baginya jauh lebih penting dari seluruh proses
sosial (Sarundajang, 2003).
• Farel Heady (1989): Birokrasi adalah struktur tertentu
yang memiliki karakteristik tertentu: hierarki,
diferensiasi dan kualifikasi atau kompetensi. Hierarkhi
bekaitan dengan struktur jabatan yang mengakibatkan
perbedaan tugas dan wewenang antar anggota
organisasi.
• Hegel: Birokrasi adalah institusi yang
menduduki posisi organik yang netral di
dalam struktur sosial dan berfungsi sebagai
penghubung antara negara yang
memanifestasikan kepentingan umum, dan
masyarakat sipil yang mewakili kepentingan
khusus dalam masyarakat.
• Yahya Muhaimin Birokrasi adalah
keseluruhan aparat pemerintah, baik sipil
maupun militer yang bertugas membantu
pemerintah (untuk memberikan pelayanan
publik) dan menerima gaji dari pemerintah
karena statusnya itu.
Mazhab dalam birokrasi

Terdapat dua pandangan yang berbeda


terhadap eksistensi birokrasi yaitu dua mazhab
pemikiran (Budi Setiyono, 2004: 14-16) :
• Mazhab kekuasaan
• Mazhab kebutuhan masyarakat
maka munculah kategori organisasi
birokrasi berdasar tugas pokok yang
diembannya, yaitu :
• Birokrasi Pemerintahan Umum Yaitu birokrasi
yang menjalankan tugas-tugas pemerintahan
umum
• Birokrasi Pembangunan Yaitu birokrasi yang
menjalankan salah satu bidang yang khusus
guna mencapai tujuan pembangunan
• Birokrasi Pelayanan Yaitu bagian birokrasi yang
langsung berhubungan dengan masyarakat.
Aliran pemikiran tentang
birokrasi
1. Teori rational-administrative model
2. Teori power block model
3. Teori bureaucratic oversupply model
4. Teori new public service
• Ilmuwan yang sangat berpengaruh dalam
pengembangan teori birokrasi adalah Max Weber,
seorang sosiolog jerman yang juga ahli hukum. Weber
pernah menulis buku wirtschaft und gesellchaft (teori
organisasi sosial dan ekonomi) yang didalamnya
terdapat salah satu bab mengenai birokrasi. Karya itu
sampai sekarang dikenal konsep tipe ideal birokrasi.
Dalam model yang diajukan Weber, birokrasi memiliki
karakteristik ideal sebagai berikut (dalam Islamy, 2003):
Max Weber
konsep tipe ideal birokrasi
weber
• Pembagian Kerja/Spesialisasi (division
of labor)
• Adanya prinsip hierarki wewenang (the
principle of hierarchi)
• Adanya sistem aturan (system of rules)
• Hubungan Impersonal (formalistic
impersonality)
• Sistem Karier (career system)
Birokrasi yang digambarkan oleh
Weber memiliki banyak kelebihan,
diantaranya :
• Pembagian kerja akan menghasilkan efisiensi.
• Hierarki wewenang memungkinkan pengendalian
atas berbagai ragam jabatan dan memudahkan
koordinasi yang efektif.
• Aturan main akan menjamin kesinambungan dalam
pelaksanaan tugas-tugas pemerintah, walaupun
para pejabatnya berganti-ganti, dan dengan
demikian bisa menumbuhkan keajegan perilaku.
• Impersonalitas hubungan menjamin perlakuan
yang adil bagi semua anggota masyarakat dan
mendorong timbulnya pemerintah yang
demokratik.
• Kemampuan teknis menjamin bahwa hanya
orang-orang yang ahli yang akan menduduki
jabatan pemerintahan. Dan jaminan
keberlangsungan jabatan membuat para
pejabat itu tidak mudah dijatuhkan oleh
tekanan-tekanan dari luar.
Kritik terhadap teori weber

• Strukur yg berjenjang
• Spesialisasi unit
• Bentuk yg mirip militer
Birokrasi dan negara

• Negara adalah institusi yang memiliki kekuasaan dan


kekuatan utk mengatur masyarakat dimana di dalamnya
terdiri dari bagian bagian kecil yang menjadi obyek yang
diperintah. Bagian kecil itu dianggap telah menyerahkan
kekuasaannya secara sukarela maupun karena hukum
untuk mengambil keputusan. Sub sub sistem yg ada
dalam negara harus mengikuti kesepakatan atau
kebijakan yg diambil oleh pemerintah.
Negara mempunyai hubungan
dengan birokrasi disebabkan :
• Semua birokrasi dalam pengertian
publik erat hubungannya dengan
negara, karena keberadaan dan arah
birokrasi diasumsikan selalu mengikuti
arah kebijakan dan politik negara
• Negara adalah rumah utama dari
birokrasi dalam ranah publik. Begitu
negara berdiri secara legal formal maka
birokrasi baru bekerja sesudah
kelahirannya. Birokrasi adalah alat
negara dan pemerintahan dalam
berbagai manajemen pemerintahan.
Weber mengklasifikasikan model
otoritas sebagai berikut:
• Otoritas Karismatik. Semua perintah dipatuhi karena orang yang
memberi tatanan memiliki beberapa kesucian atau semua
karakteristik yang dikenal.
• Otoritas Tradisional. Semua perintah dipatuhi karena adanya
rasa hormat terhadap pola dan tatanan lama yang telah mapan.
• Otoritas legal. Kepercayaan atas perintah yang dilengkapi
dengan kewenangan formal dan tata aturan yang jelas sesuai
dengan perundang-undangan (Said, 2007:14-15).
Birokrasi Pemerintahan Jaman
Kolonial Sampai Dengan Sekarang
Periode Prakolonial/kerajaan
• Penguasa menganggap dan menggunakan
administrasi publik sebagai urusan pribadi
• Administrasi adalah peluasan rumah tangga
istananya
• Tugas pelayanan ditujukan kepada pribadi
sang raja
• Gaji dari para pegawai kerajaan pada
hakikatnya adalah anugerah yang juga
dapat ditarik sewaktu – waktu
sekehendak Sang raja.
• Para pejabat kerajaan dapat bertindak
sekehendak hatinya terhadap rakyat,
seperti hal nya yang dilakukan oleh raja.
Birokrat dalam kerajaan (Jawa), di dalam
pemerintahan pusat (keraton).
• pada masa kerajaan hubungan antara
pemerintahan pusat dan daerah bersifat
dekonsentrasi atau bahkan sentralistis.
Raja berusaha menguasai birokrat
(pejabat-pejabat daerah) dengan sangat
ketat melalui pengangkatan para
keluarga kerajaan, termasuk
menempatkan pejabat pengawas yang
dikoordinasi oleh Wedana Bupati untuk
menjamin loyalitas para pejabat di
daerah kepada pemerintahan pusat.
birokrasi Orde lama
• semenjak kemerdekaan birokrasi diperlakukan
sebagai kelas istimewa, hal ini dimaklumi bahwa
pada saat itu birokrasi merupakan sarana yang
mempersatukan bangsa.
• Selain perubahan bentuk Negara, berganti-
gantinya kabinet mempengaruhi jalannya kinerja
pemerintah. Seringnya terjadi pergantian kabinet
menyebabkan birokrasi sangat terfragmentasi
secara politik. Kinerja birokrasi sangat ditentukan
oleh kekuatan politik yang berkuasa pada saat itu.
• pada era demokrasi parlementer, birokrasi menjadi
incaran dari berbagai kekuatan politik yang ada.
Misalnya partai-partai politik mulai melirik untuk
menguasai birokrasi pemerintah, bahkan antara
tahun 1950-1959 birokrasi pemerintahan berada
dibawah kepemimpinan partai politik yang menjadi
mayoritas di dalam parlemen

• Kehidupan politik yang demokratik pada masa pasca


kemerdekaan yang di warnai oleh sistem
pemerintahan parlementer membawa implikasi
yang besar terhadap birokrasi Indonesia.
• Dalam tataran kinerja birokrasi di bawahnya,
segala program departemen yang tidak
sesuai dengan garis kebijakan partai yang
berkuasa dengan mudah dihapuskan oleh
menteri baru yang menduduki suatu
departemen. Birokrasi pada masa itu benar-
benar mengalami politisasi sebagai
instrumen politik yang berkuasa atau
berpengaruh. Dampak dari sistem
pemerintahan parlementer telah
memunculkan persaingan dan sistem kerja
yang tidak sehat di dalam birokrasi.
• Birokrasi menjadi tidak professional dalam
menjalankan tugas-tugasnya, birokrasi tidak
pernah dapat melaksanakan kebijakan atau
program-programnya karena sering terjadi
pergantian pejabat dari partai politik yang
memenangkan pemilu. Setiap pejabat atau
menteri baru selalu menerapkan kebijakan yang
berbeda dari pendahulunya yang berasal dari
partai politik yang berbeda. Pengangkatan dan
penempatan pegawai tidak berdasarkan merit
system, tetapi lebih pada pertimbangan loyalitas
politik terhadap partainya.
Menurut Bahtiar Effendy (dalam
Maliki, 2000: xxvii),
• Sulit rasanya menemukan suatu periode pemerintahan
yang memperlakukan birokrasi sebagai institusi yang
bebas dari politik. Baik pada masa demokrasi
parlementer, demokrasi terpimpin, demokrasi
pancasila, dan periode transisional sesudahnya,
interplay antara politik dan birokrasi merupakan
sesuatu yang jelas adanya. Pada masa Demokrasi
Parlementer dan terpimpin misalnya, adanya politisasi
birokrasi bisa dilihat dari adanya anggapan bahwa
Kementrian Pendidikan diasosiasikan dengan PNI.
Sementara itu, Kementrian Agama dikaitkan dengan
dengan kekuatan politik Masyumi atau NU.
• Dari penjelasan tersebut, bisa diartikan bahwa
pada masa Orde Lama, birokrasi cenderung
terbelah menjadi faksi-faksi dan mesin politik
bagi partai-partai politik, seperti PNI, NU, dan
lainnya. Kebijakan yang diturunkan pada
birokrasi di tingkat bawah ditentukan oleh partai
apa yan berkuasa. Maka tidak heran jika sebuah
kebijakan tidak dapat dilaksanakan hingga
tuntas, dikarenakan pergantian kabinet.
Birokrasi Masa Orde Baru
• Birokrasi di Indonesia, baik di tingkat Pusat
maupun di tingkat Daerah, sepanjang Orde Baru
kerap mendapat sorotan dan kritik yang tajam
karena perilakunya yang tidak sesuai dengan
tugas yang diembannya sebagai pelayan
masyarakat. Sehingga apabila orang berbicara
tentang birokrasi berkonotasi negatif. Birokrasi
adalah lamban, urusan yang berbelit-belit,
menghalangi kemajuan, cenderung
memperhatikan prosedur dibandingkan
substansi, dan tidak efesien.
• Melihat realitas birokrasi di Indonesia, sedikit berbeda
dengan pendapat Karl D. Jackson, Richard Robinson dan
King menyebut birokrasi di Indonesia sebagai
bureaucratic Authoritarian. Ada juga yang menyebutnya
sebagai birokrasi patrimonial dengan ciri-cirinya adalah
(1) para pejabat disaring atas dasar kriteria pribadi; (2)
jabatan dipandang sebagai sumber kekayaan dan
keuntungan; (3) para pejabat mengontrol baik fungsi
politik maupun fungsi administrasi; dan (4) setiap
tindakan diarahkan oleh hubungan pribadi dan politik.
• Pada masa orde baru, sistem politik didominasi
atau bahkan dihegemoni oleh Golkar dan ABRI.
Kedua kekuatan ini telah menciptakan
kehidupan politik yang tidak sehat. Hal itu bisa
dilihat adanya hegemonic party system
diistilahkan oleh Afan Gaffar (1999). Sedangkan
menurut William Liddle, kekuasaan orde baru
terdiri dari (1) kantor kepresidenan yang kuat,
(2) militer yang aktif berpolitik, dan (3) birokrasi
sebagai pusat pengambilan kebijakan (dalam
Maliki, 2000: xxiii) .
• Ada pula yang berpendapat bahwa birokrasi di
Indonesia pada jaman orde baru sebagai birokrasi
Parkinson dan Orwel. Hal ini disampaikan oleh Hans
Dieter Evers. Birokrasi Parkinson merujuk pada
pertumbuhan jumlah anggota serta pemekaran
struktural dalam birokrasi yang tidak terkendali.
Birokrasi Orwel merujuk pada pola birokratisasi yang
merupakan proses perluasan kekuasaan pemerintah
yang dimaksudkan sebagai pengontrol kegiatan
ekonomi, politik dan sosial dengan menggunakan
regulasi yang bila perlu ada suatu pemaksaan.
• Birokrasi model Parkinson ini menjelaskan fenomena
birokrasi dimana setiap organisasi birokrasi
memerlukan dua sifat dasar, yaitu setiap pejabat
Negara berkeinginan untuk meningkatkan jumlah
bawahannya dan mereka saling memberi kerja yang
tidak perlu. Akibatnya, birokrasi cenderung
meningkatkan terus jumlah pegawainya tanpa
memperhatikan tugas-tugas yang harus mereka
lakukan. Dari model yang diutarakan di atas dapat
dikatakan bahwa birokrasi yang berkembang di
Indonesia adalah birokrasi yang berbelit-belit, tidak
efisein dan mempunyai pegawai birokrat yang makin
membengkak.
• Pada masa orde baru ini terlihat sekali terjadinya
politisasi terhadap birokrasi yang seharusnya lebih
berfungsi sebagai pelayan masyarakat.
• Birokrasi dijadikan alat mobilisasi masa guna mendukung
Soeharto dalam setiap Pemilu. Setiap Pegawai Negeri
Sipil (PNS) adalah anggota Partai Golkar. Meskipun pada
awalnya, Golkar tidak ingin disebut sebagai partai, tetapi
hanya sebagai golongan kekaryaan. Namun
permasalahannya, Golkar merupakan kontestan Pemilu
dan itu berarti dia adalah partai politik.
• Pegawai negeri yang menjadi
pengurus partai selain Golkar,
maka dia akan tersingkirkan dari
jajaran birokrasi. Selain itu, orang
atau sekelompok orang yang tidak
berpihak pada Golkar, maka bisa
dipastikan akan mendapat
perlakuan diskriminatif dalam
birokrasi.
Menurut Miftah Thoha (2003)
• birokrasi atau pemerintah yang bukan merupakan
kekuatan politik ini seharusnya dibebaskan dari
pengaruh dan keterjalinan ikatan politik dengan
kekuatan-kekuatan yang sewaktu-waktu bisa masuk
birokrasi. Dengan demikian diharapkan pelayanan
kepada masyarakat yang diberikan birokrasi netral,
tidak memihak dan obyektif (Kuncoro, 2007: 52).
Namun dalam pelaksanaannya justru hal ini dilanggar,
sebab masih banyak kalangan birokrasi yang terlibat
dalam pertarungan politik, misalnya dalam Pemilu,
sehingga dalam hal pelayanan menjadi tidak obyektif
dan cenderung diskriminasi.
Birokrasi Era Reformasi
• Setelah reformasi bergulir, usaha untuk melepaskan
birokrasi dari kekuatan dan pengaruh politik gencar
dilakukan. Kesadaran pentingnya netralitas birokrasi
mencuat terus-menerus. BJ Habibie, Presiden saat itu,
mengeluarkan PP Nomor 5 Tahun 1999 (PP No.5 Tahun
1999), yang menekankan kenetralan pegawai negeri sipil
(PNS) dari partai politik. Aturan ini diperkuat dengan
pengesahan UU Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-
Pokok Kepegawaian untuk menggantikan UU Nomor 8
Tahun 1974.
• Setelah reformasi, pemerintah berusaha
memperbaiki keadaan birokrasi Indonesia, yaitu
dengan dikeluarkannya beberapa peraturan yang
mengatur tentang pemberantasan KKN dan
menciptakan aparat pemerintah yang bersih dan
bertanggung jawab. Diantaranya adalah Tap MPR No.
XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang
Bersih dan Bebas KKN; Undang-undang No. 28 Tahun
1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan
Bebas KKN; dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi.
• Meskipun sudah melakukan reformasi di
tahun 1998 ternyata untuk melakukan
suatu perubahan dalam berbirokrasi atau
reformasi birokrasi adalah hal yang
sangatlah sulit. Kepentingan-kepentingan
partai masih saja mengintervensi birokrasi
pemerintahan di Indonesia.
• kekuasaan dalam birokrasi yang dominan
membawa dampak pada terabaikannya fungsi
pelayanan birokrasi sebagai abdi masyarakat.
Pada tataran tersebut sebenarnya berbagai
praktik penyelewengan yang dilakukan oleh
birokrasi terjadi tanpa dapat dicegah secara
efektif. Karena masih melekatnya budaya
birokrasi yang diwariskan masa orde baru,
penyelewengan yang dilakukan birokrasi
terhadap masyarakat pengguna jasa menjadikan
masyarakat sebagai objek pelayanan yang dapat
dieksploitasi untuk kepentingan pribadi pejabat
ataupun aparat birokrasi.
• Inefisiensi kinerja birokrasi dalam
penyelenggaraan kegiatan pemerintahan dan
pelayanan publik masih tetap terjadi pada masa
reformasi. Birokrasi sipil termasuk salah satu
sumber terjadinya inefisiensi pemerintahan.
Inefisiensi kegiatan pemerintahan dan pelayanan
publik terlihat dari masih sering terjadinya
kelambanan dan kebocoran anggaran
pemerintah. Jumlah aparat birokrasi sipil yang
terlampau besar merupakan salah satu faktor
yang memberikan kontribusi terhadap inefisiensi
pelayanan birokrasi.
wassalam

Anda mungkin juga menyukai