Implementasi kebijakan publik merupakan salah satu tahapan dari proses kebijakan publik (public policy process) sekaligus studi yang sangat crucial karena bagaimanapun baiknya suatu kebijakan, kalau tidak dipersiapkan dan direncanakan secara baik dalam implementasinya, maka tujuan kebijakan tdak akan bisa diwujudkan. Begitu juga sebaliknya. Kebijakan yang baik mempunyai tujuan yang rasional dan diinginkan, asumsi yang realistis, serta informasi yang relevan dan lengkap. Namun, tanpa adanya implementasi yang baik, sebuah rumusan hanya akan menjadi suatu dokumen yang tidak mampunyai banyak arti dalam kehidupan bermasyarakat. Tujuan kebijakan pada prinsipnya adalah melakukan intervensi, oleh karena itu implementasi kebijakan sebenarnya adalah tindakan (action) intervensi itu sendiri (Nugroho, 2003: 161). Bentuk intervensi dalam implentasi ini setidaknya melalui elemen- elemen berikut (Lineberry dalam Putra, 2001: 81), yaitu : 1. Pembentukan unit organisasi baru dan staf pelaksana 2. Penjabaran tujuan kedalam aturan pelaksanaaan (standard operating procedures) 3. Koordinasi; pembagian tugas-tugas didalam dan diantara dinas-dinas/badan pelaksana 4. Pengalokasian sumber-sumber daya untuk mencapai tujuan Dengan demikian, kalau ingin tujuan kebijakan dapat dicapai dengan baik, maka buka saja pada tahap implementasi yang harus dipersiapkan dan direncanakan dengan baik, tetapi juga pada tahap perumusan atau pembuatan kebijakan juga telah diantisipasi untuk dapat diimplementasikan.
2. Fungsi Implementasi Kebijakan
Secara garis besar kita dapat mengatakan bahwa fungsi implementasi itu ialah untuk membentuk suatu hubungan yang memungkinkan tujuan-tujuan ataupun sasaran-sasaran kebijakan publik diwujudkan sebagai “outcome” (hasil akhir) kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah. Sebab itu fungsi implementasi mencakup pula penciptaan apa yang dalam ilmu kebijakan publik disebut “policy delivery sistem” (sistem penyampaian atau penerusan kebijakan publik) yang biasanya terdiri cara atau sasaran tertentu yang dirancang secara khusus dan diarahkan menuju tercapainya tujuan dan sasaran yang dikehendaki.
Proses implementasi berkaitan dengan dua faktor utama, yakni faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi kebijakan yang akan diimplementasikan dan faktor-faktor pendukung. Sementara faktor eksternal meliputi kondisi lingkungan dan pihak-pihak terkait. Kondisi kebijakan adalah faktor yang paling dominan dalam proses implementasi karena berhasil tidaknya implementasi suatu kebijakan ditentukan oleh dua hal, yaitu kualitas kebijakan dan ketepatan startegi implementasi. Kebijakan yang tidak berkualitas tidak bermanfaat untuk diimplementasikan. Startegi implementasi yang tidak tepat seringkali tidak mampu memperoleh dukungan dari masyarakat. Oleh sebab itu, banyak kegagalan yang terjadi tidak hanya disebabkan oleh lemahnya substansi dari suatu kebijakan, tetapi juga karena strategi yang tidak tepat. Faktor internal kedua dalam proses implementasi adalah sumber daya yang merupakan faktor pendukung terhadap kebijakan. Faktor pendukung ini dalam pengertian ekonomi bisnis biasa disebut sebagai inputs. Input dalam pengertian mikroekonomi atau manajemen bisnis meliputi 6M, yaitu man, money, material, methid, machine, dan market. Sementara itu, faktor pendukung dalam manajemen publik meliputi sumber daya manusia, keuangan, logistik, informasi, legitimasi, dan partisipasi. Seperti yang sudah diungkapkan sebelumnya, faktor lingkungan dalam implementasi juga merupakan faktor penentu. Proses implementasi kebijakan bergerak dalam empat lapisan lingkungan institusional, yaitu konstitusional, kolektif, operasional, dan ditribusi. Implementasi pada taraf konstitusional terkait dengan peraturan perundang- undangan yang merupakan keputusan politik yang bentuknya ditentukan oleh suatu interaksi antara berbagai intitusi politik, kepentingan perorangan, opini masyarakat, dan pilihan atas dasar konstitusional. Pada taraf kolektif, proses implementasi kebijakan merupakan keputusan bersama dari berbagai kekuatan dan kepentingan yang ada dalam masyarakat. Pada taraf operasional, proses implementasi adalah keputusan yang bersifat operasional yang bergerak dalam situasi yang sudah terbentuk, dan melalui kebijakan tersebut diharapkan dapat menimbulklan perubahan-perubahan kearah yang dikehendaki. Pada taraf terakhir, proses implementasi diharapkan dapat menyebarkan hasil dari suatu kebijakan atau menimbulkan perubahan yang merupakan hasil dari suatu kebijakan.
4. Hambatan Implementasi Kebijakan Publik
Dalam implementasi kebijakan terdapat berbagai hambatan-hambatan yang dapat menghambat. Gow dan Morss (dalam pasolong, 2007:59) mengungkapkan bahwa hambatan dalam implementasi kebijakan adalah antara lain sebagai berikut : 1. Hambatan politik, ekonomi dan lingkungan 2. Kelemahan institusi 3. Ketidakmampuan sumber daya manusia (SDM) dibidang teknis dan administratif 4. Kekurangan dalam bantuan teknis 5. Kurangnya desentralisasi dan partisipasi 6. Pengaturan waktu (timing) 7. System informasi kurang mendukung 8. Perbedaan agenda tujuan dan actor 9. Dukungan yang berksinambungan Semua hambatan dapat dengan mudah dibedakan atas hambatan dari luar dan dalam. Hambatan dari dalam dapat dilihat dari ketersediaan dan kualitas input yang digunakan seperti sumber daya manusia, system dan prosedur yang harus digunakan sedangkan hambatan dari luar dapat dibedakan atas semua kekuatan yang berpengaruh langsung ataupun tidak langsung kepada proses implementasi itu sendiri seperti: a. Peraturan atau kebijakan pemerintah b. Kelompok sasaran c. Kecenderungan ekonomi d. Kecendrungan politik e. Kondisi sosial budaya dan sebagainya. Sedangkan keberhasilan dan kegagalan implementasi kebijakan menurut Weimer dan Vining (dalam pasolong, 2007:59), ada tiga faktor umum yang mempengaruhi keberhasilan yakni sebagai berikut: 1. Logika yang digunakan oleh suatu kebijakan Maksudnya adalah sampai berapa benar teori yang menjadi landasan kebijakan atau seberapa jauh hubungan logis antara kegiatan-kegiatan yang dilakukan dengan tujuan atau sasaran yang telah ditetapkan 2. Hakekat kerjasama yang dibutuhkan Maksudnya adalah apakah semua pihak yang terlibat dalam kerjasama telah merupakan suatu assembling produktif 3. Ketersediaan sumber daya manusia yang memiliki kemampuan, komitmen untuk mengelola pelaksanaanya.
5. Kontrol Implementasi kebijakan publik
Kegiatan pemantauan dan pengawasan merupakan bentuk aktivitas dari kontrol yang tujuannya untuk mengendalikan pelaksanaan suatu kegiatan agar tidak menyimpang dari rencana yang telah ditetapkan dan untuk menemukan kesalahan kesalahan atau penyimpangan penyimpangan sehingga dapat segera dilakukan perbaikan dan pelurusan kembali agar akibat buruk yang ditimbulkan tidak berkelanjutan. Strategi dalam melakukan kontrol yaitu: a. Pelaku Kontrol Pelaksanaan Kebijakan Pelaku kontrol pelaksanaan kebijakan dilihat dari asalnya dapat dibedakan dalam dua macam, yaitu kontrol internal dan kontrol eksternal. Pelaku kontrol internal dapat dilakukan oleh unit atau bagian monitoring dan pengendalian, dan badan pengawas daerah. Sementara itu kontrol eksternal dapat dilakukan oleh DPRD, LSM, dan komponen masyarakat. b. Standar Prosedur Operasi Kontrol Standard operating procedure (SOP) kontrol atas pelaksanaan kebijakan setidaknya dapat digambarkan sebagai berikut. 1. Organisasi harus menetapkan serangkaian tujuan yang dapat diukur dari aktivitas yang telah direncanakan. 2. Alat monitoring harus disusun untuk mengukur kinerja individu, program atau system secara keseluruhan 3. Pengukuran diperoleh melalui penerapan berbagai alat monitoring untuk mengoreksi setiap penyimpangan yang berarti (significant deviation). 4. Tindakan koreksi dapat mencakup usaha-usaha yang mengarahkan pada kinerja yang ditetapkan dalam rencana atau memodifikasi rencana kea rah yang lebih mendekati kinerja. c. Sumber Daya Keuangan dan Peralatan Untuk melakukan kontrol atas pelaksanaan kebijakan, selain diperlukan dana yang cukup juga diperlukan peralatan yang memadai. Peralatan yang dibutuhkan untuk melakukan kontrol atas pelaksanaan suatu kebijakan macam, jenis, dan besar kecilnya peralatan juga sangat tergantung pada bagaimana pelaksanaan kebijakan yang dikontrol. d. Jadwal Pelaksanaan Kontrol Jadwal pelaksanaan kontrol atas pelaksanaan suatu kebijakan juga sangat beragam. Setidaknya kontrol internal jadwal pelaksanaannya dapat ditetapkan setiap bulan, setiap triwulan, setiap semester sekali. Namun untuk kontrol eksternal bisa saja melakukan kontrol setiap saat jika diperlukan dikarenakan pelaku kontrol berada diluar organisasi dan bukan menjadi kewenangan organisasi untuk melakukan penjadwalan.