Anda di halaman 1dari 5

Topik Diskusi:

Pada awal pembahasan Modul 5 MAPU5101, Anda dijelaskan mengenai New Public
Management dan pemerintahan wirausaha.  

Soal Latihan: 

 Jelaskan pengertian dan lima strategi reinventing government!

Topik Diskusi:

Menurut Mathiasen (1996), dalam paper-nya yang berjudul The New Public Management and Its Critics,
mmendefinisikan New Public Management (NPM) sebagai “a new paradigm for public management
has emerged, aimed at fostering a performance-oriented culture in a less centralised public sector”, yang
intinya praktik dalam penyelenggaraan pemerintah yang menekankan pada prinsip-prinsip :

1. Efisiensi, efektivitas, dan kualitas pelayanan,


2. Desentralisasi, di mana sistem pengambilan keputusan terhadap alokasi sumber-sumber
didekatkan pada “point of delivery”,
3. Fleksibilitas untuk melakukan pengaturan yang secara langsung akan menghasilkan cost-
effectiven policy outcomes,
4. Penciptaan iklim kompetisi dan produktivitass untuk menghasilkan pelayanan yang efisien,
5. Penguatan kapasitas strategik pemerintah sebagai “steer”)pengatur) yang akan mengarahkan
organisasi pemerintah melakukan evolusi dan merespon berbagai perubahan eksternal pada
biaya yang terendah,
6. Fokus pada penyelarasan kewenangan dan tanggung jawab sebagai kunci peningkatan kinerja,
7. Akuntabilitas dan transparansi.

Tujuan NPM sebagai berikut :

1. Menekankan pada hasil tujuan melalui penanaman tanggung jawab manajer,


2. Menekankan pada pembentukan organisasiyang bersifat fleksibel dengan didukung para
personel yang tanggap terhadap perubahan,
3. Merumuskan tujuan organisasi dan satf pendukung dengan jelas dan terukur,
4. Menekankan fungsi pemerintah lebih sebagai fasilitator dari pada pelaksana,
5. Mengurang peran pemerintah melalui privatisasi di berbagai bidang.

Meskipun secara konseptual belum ada kejelasan tentang konsep NPM, Ferlie (1996; 10-15)
menawarkan empat model NPM yang dapat dipergunakan sebagai acuan untuk melihat perubahan
bentuk birokrasi dari traditional public governance ke modern public governance, yaitu sebagai
berikut :

1. Model 1 : The Effeciency Drive


NPM model satu ini di mulai pada pertengahan tahun 1980 an, dengan bentuk organisasi yang
lebih menyerupai organisasi bisnis, dan menitikberatkan pada nilai efisiensi. NPM model satu ini
menghendaki dibangunnya suatu birokrasi publik dengan nilai-nilai yang menjadi kultur birokrasi
swasta, yaitu efisiensi yang ditunjang dengan nilai-nilai profesionalisme, transparan, berorientasi
pada pasar dan pelanggan. Struktur organisasi bersifat hierarkis dalam menjalankan perintah
dan pengawasan sehingga cenderung sentralistik, tetapi pembangunan sumber daya birokrat
khususnya dalam pengembangan karir bersifat merit system dan sangat ditentukan oleh prestasi
yang dinilai atasan. Kepemimpinan yang dianut adalah komando dengan pusat komando berada
di tangan pimpinan. NPM model satu ini dikenal pula dengan Neo Taylorian.

2. Model 2 : Downsizing and Decentralization


NPM ini merupakan perbaikan terhadap model 1 dan merupakan model manajemen birokrasi
yang sangat kontradiktif dengan model birokrasi tradisional. NPM model ini membangun kultur
oleh organisasi publik dengan membangun quasi market dalam mengalokasikan sumber daya
yang ada, serta mengembangkan manajemen kontrak. Struktur organisasi cenderung bergeser
dari hierarki yang ketat dalam manajemen menjadi lebih flat dan fleksibel. Selain itu
dikembangkan pula otonomi pada unit organisasi dengan adanya desentralisasi dan
menekankan pada koordinasi. Kuantitas staf dikurangi secara signifikan baik level atas maupun
level bawah (operasional manajemen). Pembangunan sumberdaya birokrat tidak berbeda jauh
dengan NPM model satu, yaitu merit system, struktural, dan penilaian prestasi kinerja di tangan
pimpinan. Sementara itu, kepemimpinan dengan sistem komando yang otoriter dan
pengawasan yang ketat bergeser ke arah kepemimpinan dengan manajemen by influence
artinya pemimpin harus memiliki kemampuan untuk dapat menggerakkan para bawahannya
tidak hanya karena jabatannya, tetapi lebih pada pengaruh yang dikembangkan dalam
menggerakkan bawahan.

3. Model 3 : In Search of Excellence


NPM model ini berkeinginan membangun kultur organisasi (organizational culture) yang mampu
menimbulkan kemampuan organisasi dalam mengatur dirinya untuk melakukan dan
menghadapi perubahan, serta memiliki inovasi. Model ini menolak keras pendekatan
rasionalistik yang dikembangkan NPM model 1, dengan mengembangkan pendekatan bottom
up dan top down, artinya organisasi selalu melakukan pembelajaran (learning organization)
tidak hanya terfokus tugas dan fungsi yang tersusun secara formal. Kultur birokrasi publik yang
dikembangkan pada model ini, seperti NPM model sebelumnya, yakni efisiensi, profesional, dan
transparan, namun dilakukan pendefinisian ulang untuk menyesuaikan terhadap perubahan
lingkungan, dimana model ini yakin bahwa dengan kuatnya kultur kolektif (collective culture)
dapat menggerakkan organisasi dalam komitmen yang kuat dari pada garis hierarki manajemen.
Selain itu model ini juga melakukan desentralisasi organisasi secara radikal. Pembangunan
sumber daya birokrat menggunakan merit system dan bersifat terbuka terhadap kerjasama
dalam melakukan program pelatihan. Karir seseorang ditentukan oleh prestasinya yang dinilai
tidak hanya oleh atasan, tetapi juga staf ahli sebagai pejabat fungsional. Kepemimpinan yang
dikembangkan adalah kepemimpinan yang memiliki kharisma (charismatic leader) yang mampu
menjamin kerjasama di dalam organisasi dan memberikan inspirasi melalui penciptaan visi baru.

4. Model 4 : Public Service Orientation


Model NPM ini baru merupakan gabungan antara ide-ide yang ada pada manajemen dan
manajemen publik, pengalaman yang baik pada sektor swasta coba untuk ditransformasikan ke
sektor publik. Dengan kata lain model ini mengambil ide-ide manajemen organisasi dari sektor
swasta dan diimplementasikan pada sektor publik. Kultur yang dibangun dalam model ini adalah
kultur nilai-nilai efisiensi, profesional, dan menitikberatkan pada kualitas pelayanan yang baik
dan memuaskan pengguna bukan sekedar pelanggan. Nilai kualitas yang baik merupakan visi
yang diwujudkan lebih lanjut dalam misi-misi yang menjadi dasar dalam memberikan pelayanan
dengan kualitas yang baik. Struktur birokrasi publik menjadi ramping dan lebih mendatar,
dengan spesialisasi yang makin berkurang dan sangat sesentralistis, serta cepat merespon
terjadinya perubahan lingkungan. Pembangunan sumber daya birokrat diawali dengan proses
rekrutmen dan pelatihan yang transparan dan terbuka bagi siapa saja untuk terlibat di
dalamnya. Kepemimpinan pada model ini merupakan kepemimpinan yang demokratis dan
kepemimpinan transformasional di semua level pimpinan mulai dari pimpinan di level atas
sampai pada pimpinan di level bawah.

Ide NPM sejalan dengan pandangan Osborne dan Plastrik (2000: 10), yang merekomendasikan
adanya perubahan paradigma di dalam manajemen publik melalui berikut ini
1. Desentralisasi wewenang dalam unit-unit pemerintahan dan penyerahan tanggung jawab
sampai tingkat-tingkat rendah di pemerintahan.
2. Mengkaji kembali apa yang seharusnya dilakukan dan dibiayai, apa yang dibiayai, tetapi
tidak untuk dilakukan dan apa yang seharusnya tidak dilakukan dan dibiayai.
3. Perampingan pelayanan publik dan privatisasi, serta swastanisasi kegiatan.
4. Mempertimbangkan cara pemberian pelayanan secara lebih efektif sesuai biaya, seperti
kontrak ke luar, mekanisme pasar, dan pembebanan kepada pengguna.
5. Orientasi pelanggan, termasuk standar mutu yang eksplisit untuk pelayanan publik.
6. Benchmarking dan pengukuran kinerja.
7. Reformasi yang dirancang untuk menyederhanakan peraturan dan mengurangi biaya-biaya.

Pemerintahan Wirausaha (Entrepreneurial government) sudah muncul sejak 1980-an dan awal 1990-
an. Kemudiian muncul sejumlah pendekatan new managerial di sektor publik yang merupakan respons
terhadap kelemahan atau kekurangan tradisional model administrasi (Utomo, 2006). Pendekatan itu
menggunakan nama yang berbeda, antara lain : Managerilsm (Pollit, 1990), New Public
Management/NMP (Hood, 1991), Entrepreneurial Government (Osborne dan Gaebler, 1992), dan
Banishing Bureucracy (Osborn dan Plastrik, 1997).

Meskipun menggunakan nama yang berbeda untuk NPM, mereka memiliki kesamaan konsep dan
tujuan, yaitu :

1. Lebih menitikberatkan kepada pencapaian hasil dan tanggung jawab pribadi.


2. Pembuatan indikator-indikator pelaksanaan sebagai ukuran, baik untuk organisasi maupun
personel, sehingga diperoleh 3E (Economy, Efficiency, Effectiveness).
3. Berusaha menghilangkan tendensi yang ada untuk lebih fleksibel.
4. Lebih membuat para pejabat berkomitmen terhadap politik atau keputusan-keputusan politik,
tidak sekedar pelaksanaan yang netral (neutral and nonpartisipan).
5. Berusaha mengurangi fungsi-fungsi pemerintah terhadap privatisasi.
6. Orientasi dari steering from rowing (lebih berperan mengarahkan dari pada mendayung)
(Utomo, 2006)

Bentuk NPM karya David Osborne dan Ted Gaebler (1992), menyatakan baha intinya pemerintah
dituntut untuk menjalankan tugasnya sebagai wirausaha, tepatnya mengelolan birokrasi secara
wirausaha. Antara lain :

1. Pemerintahan katalisator: mengarahkan ketimbang mendayung,


2. Pemerintahan milik masyarakat : memberi wewenang ketimbang melayani,
3. Pemerintahan yang kompetitif : menyuntikkan persaingan ke dalam pemberian pelayanan,
4. Pemerintahan yang digerakkan oleh misi : mengubah organisassi yang digerakkan oleh
peraturan,
5. Pemerintahan yang berorientasi pada hasil,
6. Pemerintahan yang berorientasi pada pelanggan : memenuhi pelanggan bukan birokrasi,
7. Pemerintahan wirausaha : menghasilkan ketimbang belanja,
8. Pemerintahan antisipasif : mencegah dari pada mengobati,
9. Pemerintahan desentralisasi : mempermudah pelanggan, mempercepat pengambilan tindakan,
mengabaikan tuntutan, tanpa harus menunggu proses panjang,
10. Pemerintah yang berorientasi pada pasar : mendongkrak perubahan pada pasar.

Jawaban Soal Latihan :


Reinventing Government adalah transformasi sistem dan organisasi pemerintah secara fundamental
guna menciptakan peningkatan dramatis dalam efektifitas, efesiensi, dan kemampuan mereka untuk
melakukan inovasi (mewirausahakan birokrasi / pemerintahan). Istilah Reinventing
Government bermakna lembaga sektor pemerintah yang berkebiasaan entrepreneural, dengan
memanfaatkan Sumber Daya yang ada namun menggunakannya dengan cara yang baru guna mencapai
Efisiensi dan Efektifitas.
Osborne dan Gaebler (1996), Osborne dan Plastrik (2000) mendefinisikan mewirausahakan
(entrepreneurial) lebih dari sekedar persoalan ekonomi, yaitu terutama berkenaan dengan “semangat
dan usaha mempergunakan sumber daya dengan cara baru untuk memaksimalkan produktivitas dan
efektivitas”. Definisi mewirausahakan ini juga dapat dipakai untuk menjelaskan birokrasi sebagai sektor
publik/pemerintahan, sehingga kemudian muncul konsep “pemerintahan wirausaha/entrepreneurial
government” (Budiarto, et al., 2005). Osborne dan Plastrik (2000) berpendapat bahwa strategi
mewirausahakan birokrasi pemerintahan pada intinya tertuju pada “pembaruan (reinventing)
menyangkut restrukturisasi organisasi dan sistem pemerintahan dengan mengubah unsur pendongkrak
utama berupa tujuan, insentif, akuntabilitas, distribusi kekuasaan, dan budayanya” (Budiarto, et al.,
2005).
David Osborne dan Peter Plastrik (1997) dalam bukunya Banishing Bureaucracy : The Five of Strategies
for Reinventing Government, menjelaskan lima strategi untuk menghidupkan birokrasi yang harus
dikelola dengan baik sehingga menjadi satu kesatuan, kelima strategi itu antara lain :
1. Strategi inti
Strategi inti berhubungan dengan strategi yang menjelaskan tentang tujuan. Tujuan menjadi
pendongkrak utama karena berkaitan dengan fungsi inti pemerintahan, yaitu fungsi
mengarahkan (steering). Strategi inti diukur berdasarkan tiga indikator, yaitu kejelasan tujuan,
kejelasan peran dan kejelasan arah.
2. Strategi konsekuensi
Strategi konsekuensi menentukan sistem insentif pemerintah yang mengubah insentif menjadi
konsekuensi atas kinerja yang dihasilkan. Pendongkrak utama ada pada insentif. Strategi
konsekuensi diukur berdasarkan tiga indikator, yaitu persaingan terkendali, manajemen usaha
dan manajemen kinerja.
3. Strategi pelanggan
Strategi pelanggan memusat pada akuntabilitas, yaitu kepada siapa seharusnya pemerintah
bertanggung jawab. Yang menjadi pendongkrak utama adalah akuntabilitas, dimana pemerintah
bertanggung jawab kepada masyarakat (public) sebagai pelanggan pelayanan publik (customer).
Strategi pelanggan diukur berdasarkan tiga indikator, yaitu pilihan pelanggan, pilihan kompetitif
dan pemastian mutu layanan.
4. Strategi pengendalian
Strategi pengendalian menentukan letak kekuasaan pengambilan keputusan. Kekuasaan
menjadi pendongkrak utama, dimana pengambilan keputusan bergeser dari yang sifatnya
hirarkis menjadi misi bersama. Strategi pengendalian diukur berdasarkan tiga indikator, yaitu
pemberdayaan organisasi, pemberdayaan pegawai dan pemberdayaan masyarakat.
5. Strategi budaya
Strategi budaya menjadi bagian kritikal dari sistem yang menentukan nilai, norma, sikap dan
harapan pemerintah. Budaya ditentukan oleh unsur-unsur pendongkrak lain, yaitu tujuan,
insentif, akuntabilitas, dan kekuasaan. Mengubah unsur-unsur pendongkrak tersebut berarti
budaya ikut berubah. Yang menjadi pendongkrak utama adalah budaya. Strategi budaya diukur
berdasarkan tiga indikator, yaitu membangun perasaan bersama, mengubah kebiasaan dan
mengubah pikiran.

Demikian Topik dan jawaban latihan saya, terima kasih.

Refferensi :
Suwitri, Sri, dkk, (2019). Teori Administrasi Edisi 2. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka
Danil, Mahmud, dkk (2020). IMPLEMENTASI ENTREPRENEURIAL GOVERNMENT DI KECAMATAN BOGOR
TIMUR KOTA BOGOR IMPLEMENTATION OF ENTREPRENEURIAL GOVERNMENT IN BOGOR TIMUR
DISTRICT BOGOR CITY. Jurnal GOVERNANSI, p-ISSN 2442-3971 e-ISSN 2549-7138 Volume 6 Nomor 1,
April 2020

Anda mungkin juga menyukai