Implementasi kebijakan merupakan tahapan yang sangat penting dalam keseluruhan struktur
kebijakan. Tahap ini menentukan apakah kebijakan yang ditempuh oleh pemerintah benar-benar
aplikabel di lapangan dan berhasil menghasilkan output dan outcomes seperti direncanakan.
Untuk dapat mewujudkan output dan outcomes yang ditetapkan, maka kebijakan publik perlu
untuk diimplementasian tanpa diimplementasikan maka kebijakan tersebut hanya akan menjadi
catatan-catatan elit sebagaimana dipertegas oleh Udoji (dalam Agustino, 2006) yang mengatakan
bahwa pelaksanaan kebijakan adalah sesuatu yang penting bahkan mungkin jauh lebih penting
daripada pembuatan kebijakan. kebijakan-kebijakan hanya akan sekedar berupa impian atau
rencana bagus yang tersimpan rapi dalam arsip kalau tidak diimplementasikan.
Implementasi yang merupakan terjemahan dari kata “implementatiom”, berasal dari kata kerja
“to implement”. Menurut Webster’s Dictionary (dalam Tachan, 2008: 29), kata to implement
berasal dari bahasa Latin “implementum” dari asal kata “impere” dan “plere”. Kata “implore”
dimaksudkan “to fill up”,”to fill in”, yang artinya mengisi penuh; melengkapi, sedangkan “plere”
maksudnya “to fill”, yaitu mengisi.
Apabila pengertian implementasi di atas dirangkaikan dengan kebijakan publik, maka kata
implementasi kebijakan publik dapat diartikan sebagai aktivitas penyelesaian atau pelaksanaan
suatu kebijakan publik yang telah ditetapkan/disetujui dengan penggunaan sarana (alat) untuk
mencapai tujuan kebijakan. Dengan demikian, dalam proses kebijakan publik implementasi
kebijakan merupakan tahapan yang bersifat praktis dan dibedakan dari formulasi kebijakan yang
dapat dipandang sebagai tahapan yang bersifat reoritis.
Jadi kesimpulannya, implementasi kebijakan publik merupakan proses kegiatan administratif
yang dilakukan setelah kebijakan ditetapkan/disetujui. Kegiatan ini terletak di antara perumusan
kebijakan dan evaluasi kebijakan. Implementasi kebijakan mengandung logika yang top-down,
maksudnya menurunkan/menafsirkan alternatif-alternatif yang masih abstrak atau makro menjadi
alternatif yang bersifat konkrit atau mikro. Sedangkan formulasi kebijakan mengandung logika
botton up, dalam arti proses ini diawali dengan pemetaan kebutuhan publik atau
pengakomodasian tuntutan lingkungan lalu diikuti dengan pencarian dan pemilihan alternatif
cara pemecahannya, kemudian diusulkan untuk ditetapkan.
6) Kondisi lingkungan sosial, politik dan ekonomi. Variabel ini mencakup sumberdaya
ekonomi lingkungan yang dapat mendukung keberhasilan implementasi kebijakan,
sejauh mana kelompok-kelompok kepentingan memberikan dukungan bagi
implementasi kebijakan; karakteristik para partisipan, yakni mendukung atau menolak;
bagaimana sifat opini publik yang ada di lingkungan dan apakah elite politik
mendukung implementasi kebijakan.
Jones (1977) menganalisis masalah implementasi Kebijakan dengan mendasarkan pada konsepsi
kegiatan-kegiatan fungsional. Jones (1977) mengemukakan beberapa dimensi dan implementasi
pemerintahan mengenai program-program yang sudah disahkan, kemudian menentukan
implementasi, juga membahas aktor-aktor yang terlibat, dengan memfokuskan pada birokrasi
yang merupakan lembaga eksekutor. Jadi Implementasi merupakan suatu proses yang dinamis
yang melibatkan secara terus menerus usaha-usaha untuk mencari apa yang akan dan dapat
di lakukan. Dengan demikian implementasi mengatur kegiatan-kegiatan yang mengarah pada
penempatan suatu program kedalam tujuan kebijakan yang diinginkan. Menurutnya,
implementasi adalah suatu aktivitas yang dimaksudkan untuk mengoperasikan sebuah program.
Ada tiga pilar aktivitas dalam mengoperasikan program tersebut adalah:
1) Interpretasi, yaitu aktivitas menafsirkan agar program menjadi rencana dan pengarahan
yang tepat dan dapat diterima serta dilaksanakan;
2) Pengorganisasian, pembentukan atau penataan kembali sumber daya, unit-unit serta
metode untuk menjalankan program agar bisa berjalan;
3) Aplikasi, berhubungan dengan perlengkapan rutin bagi pelayanan, pembayaran atau
lainnya yang disesuaikan dengan tujuan atau perlengkapan program (Arif Rohman, 2009:
135).
Studi Kasus
Pengimplementasian kebijakan publik sudah sepatutnya mendapatkan perhatian khusus,
seperti sebagaimana yang dikatakan Anderson tahap implementasi itu sendiri adalah bagian dari
pembentukan kebijakan public. Contoh nyata dari sulitnya pengimplementasian kebijakan publik
adalah implementasi kebijakan (Undang-Undang) ketenagakerjaan Indonesia.
Pasal 7 Undang-Undang TKI ayat 5 dan 6 mengatakan bahwa, negara/pemerintah;
1. Melakukan upaya diplomatik untuk menjamin pemenuhan hak dan perlindungan TKI secara
optimal di negara tujuan; dan
2. Memberikan perlindungan kepada TKI selama masa sebelum pemberangkatan, masa
penempatan, dan masa purna penempatan.