Anda di halaman 1dari 12

Implementasi Kebijakan Publik

Model Daniel Mazmanian dan Paul Sabatier

Menurut Leo Agustino (2008: 144-147) menjelaskan bahwa model Implementasi kebijakan
publik yang ditawarkan oleh Daniel Mazmanian dan Paul Sabatier disebut dengan A Framework for policy
implementation analisys. Kedua ahli ini berpendapat bahwa peran penting dari implementasi kebijakan
publik adalah kemampuannya dalam mengidentifikasikan variabel-variabel yang mempengaruhi
tercapainya tujuan-tujuan formal pada keseluruhan proses implementasi.
Duet Mazmanian dan Sabatier mengkalsifikasikan proses implementasi kebijakan dalam tiga
variabel. Pertama, variabel independen, yaitu mudah tidaknya masalah dikendalikan yang berkenaan denga
indikator masalah teori dan teknis pelaksanaan, keragaman objek, dan perubahan seperti apa yang
dikehendaki.

1
Kedua, variabel intervening, yaitu variabel kemampuan kebijakan untuk menstrukturkan
proses implementasi dengan indikator kejelasan dan konsistensi tujuan, dipergunakannya teori
kausal, ketepatan alokasi anggaran, aturan pelaksana dari lembaga pelaksana, perekrutan pejabat
pelaksana, dan keterbukaan kepada pihak luar, dan variabel di luar kebijakan yang mempengaruhi proses
implementasi yang berkenaan dengan indikator kondisi sosial ekonomi dan teknologi, dukungan publik, sikap
dan resources dari konstituen, dukungan pejabat yang lebih tinggi, serta komitmen dan kualitas
kepemimpinan dari pejabat pelaksana.
Ketiga, variabel Independen, yaitu tahapan dalam proses implementasi dengan lima
tahapan, yaitu pemahaman dari lembaga/badan pelaksana dalam bentuk disusunnya kebijakan pelaksanaan,
kepatuhan objek, hasil nyata, penerimaan atau hasil nyata tersebut dan akhirnya mengarah pada revisi atas
kebijakan yang dibuat dan dilaksanakan tersebut atau keseluruhan kebijakan yang bersifat
mendasar.
Berikut ini adalah penjabaran variabel-variabel yang dimaksud dapat diklasifikasikan dalam
tiga kategori besar, yaitu :

1. Mudah atau tidaknya masalah yang akan digarap

a. Kesukaran-kesukaran teknis
Tercapai atau tidaknya tujuan suatu kebijakan akan tergantung pada jumlah persyaratan
teknis. Termasuk diantaranya, pemahaman mengenai prinsip-prinsip hubungan kausal yang
mempengaruhi masalah, disamping itu tingkat keberhasilan suatu kebijakan dipengaruhi juga
oleh tersedianya atau telah dikembangkannya teknik-teknik tertentu.

b. Keberagaman perilaku yang diatur


Semakin beragam perilaku yang diatur, maka asumsinya semakin beragam pelayanan yang
diberikan, sehingga semakin sulit untuk membuat peraturan yang tegas dan jelas. Dengan
demikian semakin besar kebebasan bertindak yang harus dikontrol oleh para pejabat pada pelaksana di
lapangan.

2
c. Persentase totalitas penduduk yang tercakup dalam kelompok sasaran
Semakin kecil dan semakin jelas kelompok sasaran yang perilakunya akan diubah (melalui
implementasi kebijakan), maka semakin besar peluang untuk memobilisasikan dukungan politik
terhadap sebuah kebijakan dan dengannya akan lebih terbuka peluang bagi pencapaian tujuan kebijakan.

d. Tingkat dan ruang lingkup perubahan perilaku yang dikehendaki


Semakin besar jumlah perubahan perilaku yang dikehendaki oleh kebijakan, maka semakin sukar/ sulit
para pelaksana memperoleh implementasi yang berhasil. Artinya ada sejumlah masalah yang jauh
lebih dapat kita kendalikan bila tingkat dan ruang lingkup perubahan yang dikehendaki tidaklah
terlalu besar.

2. Kemampuan kebijakan menstruktur proses implementasi secara tepat


Para pembuat kebijakan mendayagunakan wewenang yang dimilikinya untuk menstruktur proses
implementasi secara tepat melalui beberapa cara :

a. Kecermatan dan kejelasan penjenjangan tujuan-tujuan resmi yang akan dicapai


Semakin mampu suatu pengaturan memberikan petunjuk-petunjuk yang cermat dan
disusun secara jelas skala prioritas/urutan kepentingan bagi para pejabat pelaksana dan aktor
lainnya, maka semakin besar pula kemungkinan bahwa output kebijakan dari badan-badan
pelaksana akan sejalan dengan petunjuk tersebut.

b. Teori kausalitas yang diperlukan


Memuat suatu teori kausalitas yang menjelaskan bagaimana kira-kira tujuan usaha
pembaharuan yang akan dicapai melalui implementasi kebijakan.

c. Ketepatan alokasi sumber dana.


Tersedianya dana pada tingkat batas ambang tertentu sangat diperlukan agar terbuka
peluang untuk mencapai tujuan-tujuan formal.

3
d. Keterpaduan hirarki di dalam lingkungan dan diantara lemabaga-lembaga atau instansi-
instansi pelaksana
Salah satu ciri penting yang perlu dimiliki oleh setiap peraturan perundangan yang baik ialah
kemampuannya untuk memadukan hirarki badan-badan pelaksana. Ketika kemampuan
untuk menyatu padukan dinas, badan dan lembaga pelaksananya, maka koordinasi antar
instansi akan mempermudah jalannya implementasi kebijakan.

e. Aturan-aturan pembuat keputusan dari badan-badan pelaksana


Selain dapat memberikan kejelasan dan konsistensi tujuan, intensif yang memadai bagi
kepatuhan kelompok sasaran, suatu undang-undang harus pula dapat mempengaruhi lebih lanjut
proses implementasi kebijakan dengan cara menggariskan secara formal aturan-aturan
pembuat keputusan dari badan-badan pelaksana.

f. Kesepakatan para penjabat terhadap tujuan yang termaktub dalam undang-


undang
Para pejabat pelaksana memiliki kesepakatan yang diisyaratkan demi tercapainya
tujuan. Hal ini sangat signifikan halnya, oleh karena top down policy bukanlah perkara yang
mudah untuk diimplankan pada para pejabat pelaksana dilevel lokal.

g. Akses formal pihak-pihak luar


Faktor lain yang juga dapat mempengaruhi impelemntasi kebijakan adalah sejauh mana peluang-
peluang yang terbuka bagi partisipasi para aktor di luar badan pelaksana dapat mendukung tujuan
resmi. Ini maksudnya agar control pada para pejabat pelaksana yang ditunjuk oleh pemerintah
pusat dapat berjalan sebagaimana mestinya.

3. Variabel-variabel di luar undang-undang apa yang mempengaruhi implementasi

a. Kondisi sosial ekonomi dan tekhnologi


Perbedaan waktu dan perbedaan wilayah-wilayah dalam hal kondisi sosial, ekonomi,
dan teknologi sangat signifikan berpengaruh terhadap upaya pencapaian tujuan yang digariskan
dalam suatu undang-undang. Karena itu, faktor eksternal juga menjadi hal penting untuk
diperhatikan guna keberhasilan suatu kebijakan publik.
4
b. Dukungan publik
Hakikat perhatian publik yang bersifat sesaat menimbulkan kesukaran-kesukaran
tertentu, karena untuk mendorong tingkat keberhasilan suatu implementasi kebijakan
sangat dibutuhkan adanya sentuhan dukungan dari warga. Karena itu mekanisme
partisipasi publik sangat penting artinya dalanm proses pelaksanaan kebijakan publik di
lapangan.

c. Sikap dan sumber-sumber yang dimiliki kelompok masyarakat


Perubahan-perubahan yang hendak dicapai oleh suatu kebijakan publik akan sangat
berhasil apabila di tingkat masyarakat, warga memiliki sumber-sumber dan sikap-sikap
masyarakat yang kondusif terhadap kebijakan yang ditawarkan pada mereka. Ada semacam
kearifan lokal yang dimiliki oleh warga yang dapat mempengaruhi berhasil atau tidaknya
implementasi kebijakan publik. Hal tersebut sangat dipengaruhi oleh sikap dan sumber yang
dimiliki oleh warga masyarakat.

d. Kesepakatan dan kemampuan kepemimpinan para pejabat pelaksana


Kesepakatan para pejabat pelaksana merupakan fungsi dari kemampuan undang-
undang untuk melembagakan pengaruhnya pada badan-badan peklaksana melalui penyeleksian
institusi-institusi dan pejabat-pejabat terasnya. Selain itu pula kemampuan berinteraksi antar
lembaga atau individu di dalam lembaga untuk menyukseskan implementasi kebijakan menjadi hal
penting keberhasilan kinerja kebijakan publik.

ANALISIS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PUBLIK


MODEL DANIEL MAZMANIAN DAN PAUL SABATIER
DALAM PROGRAM PEMBERIAN DANA BANTUAN OPERASIONAL SEKOLAH (BOS)
Kebijakan program pemberian dana bantuan operasional sekolah (BOS) adalah salah satu
kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan yang ada di Indonesia. Dalam buku petunjuk
teknis tentang dana BOS, BOS adalah program pemerintah yang pada dasarnya adalah untuk
penyediaan pendanaan biaya operasi nonpersonalia bagi satuan pendidikan dasar sebagai pelaksana program
wajib belajar. Menurut PP 48 Tahun 2008 Tentang Pendanaan Pendidikan, biaya non personalia adalah biaya

5
untuk bahan atau peralatan pendidikan habis pakai, dan biaya tak langsung berupa daya listrik, air, jasa
telekomunikasi, pemeliharaan sarana dan prasarana, uang lembur, transportasi, konsumsi, pajak,
asuransi, dan lain-lain. Namun demikian, ada beberapa jenis pembiayaan investasi dan personalia yang
diperbolehkan dibiayai dengan dana BOS.
Secara khusus program BOS bertujuan untuk:
1. Membebaskan pungutan bagi seluruh siswa SD/SDLB negeri dan SMP/SMPLB negeri
terhadap biaya operasi sekolah, kecuali pada rintisan sekolah bertaraf internasional
(RSBI) dan sekolah bertaraf internasional (SBI). Sumbangan/pungutan bagi sekolah
RSBI dan SBI harus tetap mempertimbangkan fungsi pendidikan sebagai kegiatan nirlaba,
sehingga sumbangan/pungutan tidak boleh berlebih;
2. Membebaskan pungutan seluruh siswa miskin dari seluruh pungutan dalam bentuk apapun,
baik di sekolah negeri;
3. Meringankan beban biaya operasi sekolah bagi siswa di sekolah swasta.
Dalam implementasi kebijakan program dana BOS dengan mengacu pada model implementasi dari
Mazmanian dan Paul Sabatier berikut, dari hasil analisis kami akan diuraikan poin-poin
implementasi dari kebijakan dana BOS di Indonesia yang telah dilaksanakan :

Variabel mudah tidaknya masalah dikendalikan


a. Kesukaran-kesukaran teknis
Untuk program kebijakan pemberian dana BOS secara umum lahir konstitusi untuk pemberian
pendidikan kepada seluruh warga negara, yang mana tujuannya ialah bagaimana agar program wajib belajar 9
tahun dapat terpenuhi. Adapun dalam pelaksanaannya di lapangan bahwa program dana BOS tidak berjalan
sesuai dengan petunjuk teknis yang ada dalam buku petunjuk teknis dana BOS itu sendiri, hal ini
dikarenakan kurang pahamnya para pelaku. Dalam hal ini implementor, baik itu para aparat ataupun
kepala sekolah dalam memahami buku petunjuk teknis BOS.

b. Keberagaman perilaku yang diatur


Dalam model Mazmanian dan Paul Sabatier ini harus diakui, di mana jumlah atau kuantitas
untuk penerima dana BOS ini sangat banyak untuk hitungan Indonesia sehingga hal ini pula yang mungkin
menjadi alasan bahwa distribusi dalam penyaluran dana BOS khususnya untuk wilayah-wilayah terpencil di
Indonesia mengalami keterlambatan.

6
c. Presentase kelompok sasaran dibanding jumlah populasi
Dengan melihat jumlah peserta didik untuk tingkat Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama
dari keseluruhan jumlah penduduk di Indonesia, maka mengacu pada Angka Partisipasi Kasar (APK)
SD dan SMP, untuk data pada tahun 2005 APK SD telah mencapai 115%, sedangkan SMP pada
tahun 2009 telah mencapai 98,11%, disimpulkan bahwa jumlah peserta didik sebagai target group dalam
implementasi kebijakan program pemberian dana BOS dapat terpenuhi.

d. Tingkat dan ruang lingkup perubahan perilaku yang dikehendaki


Dalam implementasi program dana BOS selama 12 tahun pelaksanaannya ada beberapa
masalah yang muncul di beberapa daerah, hal ini disebabkan bahwa karakter masalah yang terjadi antar
daerah yang satu dengan yang lainnya mempunyai masalah yang berbeda, misalnya ketika dana
BOS yang seharusnya dimanfaatkan untuk renovasi sekolah menjadi urung terealisasi ketika
sekolah membutuhkan dana BOS untuk hal yang penting lainnya misalnya pembiayaan fasilitas-fasilitas
belajar mengajar yang lebih urgen sehingga dana BOS dalam realisasinya berbeda ditiap-tiap sekolah.

Variabel Kemampuan Kebijaksanaan Untuk Menstrukturkan Proses


Implementasi
a. Kecermatan dan kejelasan penjenjangan tujuan-tujuan resmi yang akan dicapai
dalam program pemberian dana BOS di Indonesia
1) Ada beberapa tujuan yang ingin dicapai yakni membebaskan pungutan bagi seluruh siswa
SD/SDLB negeri dan SMP/SMPLB negeri terhadap biaya operasi sekolah, kecuali pada
rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI) dan sekolah bertaraf internasional (SBI).
Sumbangan/pungutan bagi sekolah RSBI dan SBI harus tetap mempertimbangkan fungsi
pendidikan sebagai kegiatan nirlaba, sehingga sumbangan/ pungutan tidak boleh berlebih;
2) membebaskan pungutan seluruh siswa miskin dari seluruh pungutan dalam bentuk apapun,
baik di sekolah negeri;
3) Meringankan beban biaya operasi sekolah bagi siswa di sekolahswasta;
4) BOS digunakan untuk pembiayaan atau pengadaan buku pelajaran, pembiayaan dalam
penerimaan siswa/siswi baru, pembiayaan kegiatan ekstrakurikuler, pembiayaan ulangan
dan ujian, pembelian bahan habis, langganan daya dan jasa perawatan sekolah, pembayaran guru

7
honorarium dan tenaga pendidikan honorarium, pengembangan profesi guru, membantu siswa
miskin, pembiayaan pengelolaan dana BOS, pembelian alat komputer dan pembiayaan lain dalam
rangka kegiatan pendidikan di sekolah.

b. Teori kausalitas yang diperlukan


Pada hakikatnya dana BOS merupakan suatu stimulan terhadap pemerataan
pendidikan di Indonesia sehingga penuntasan wajib belajar 9 tahun dapat terealisasi. Dengan dana
BOS diharapkan bahwa para peserta didik dalam usia 7-15 tahun sudah selayaknya
mendapatkan pendidikan.

c. Ketepatan Alokasi Sumber Anggaran dana BOS


Dana BOS berasal dari kuota anggaran pendapatan belanja Negara (APBN) untuk dana
pendidikan 20%, adapun secara rinci untuk alokasi dana BOS setiap tahunnya mengalami
kenaikan, untuk tahun 2011 dana BOS yang dikucurkan sebesar 16 trilyun dan untuk
tahun 2012 naik menjadi 23 trilyun rupiah. Dalam buku juknis BOS Besar biaya satuan
BOS yang diterima oleh sekolah termasuk untuk BOS Buku, dihitung berdasarkan jumlah
siswa dengan ketentuan:
1. SD Rp 580.000,-/siswa/tahun
2. SMP Rp 710.000,-/siswa/tahun.

d. Keterpaduan hirarki di dalam lingkungan dan diantara lemabaga-lembaga atau instansi-


instansi pelaksana
Keterpaduan hirarki di dalam lingkungan dan diantara lembaga pelaksana. Secara umum
proses penyelenggaran dana BOS secara koordinasi berasal dari pemerintahan pusat dalam
hal ini kementrian yang terkait dalam pelaksanaan dana BOS Tingkat pusat yakni :
a. Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat;
b. Menteri Negara PPN/Kepala Bappenas;
c. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan;
d. Menteri Keuangan;
e. Menteri Dalam Negeri.
Selanjutnya pada tingkat provinsi yakni :

8
a. Gubernur
b. Wakil Gubernur.
Dan untuk tingkat Kabupaten/Kota yakni :
a. Bupati/Walikota;
b. Wakil Bupati/Walikota
Selain itu Dinas pendidikan dan sekolah sebagai lembaga langsung dalam pelaksanaan dana BOS.

e. Aturan-aturan pembuat keputusan dari badan-badan pelaksana


Sebagaimana dalam buku petunjuk teknis BOS terdapat aturan ataupun manajemen yang
ditugaskan dalam melaksanakan program dana BOS ini, mulai dari manajemen pusat, propinsi
hingga kabupaten/kota, adapun untuk manajemen pelaksanaan dana BOS untuk
Kabupaten/kota ialah :
Tim Manajemen BOS Kabupaten/Kota
1. Penanggung Jawab Kepala SKPD Pendidikan Kabupaten/Kota
2. Tim Pelaksana BOS (dari SKPD Pendidikan)
a. Manajer;
b. Unit Pendataan SD;
c. Unit Pendataan SMP;
d. Unit Monitoring dan Evaluasi dan Pelayanan dan Penanganan Pengaduan Masyarakat.
3. Tugas dan Tanggung Jawab Tim Manajemen BOS Kabupaten/Kota
a. Mengkompilasi nomer sekening seluruh sekolah (Formulir BOS-02);
b. Kepala SKPD Pendidikan Kabupaten/Kota sebagai penanggung jawab Tim Manajemen
BOS Kabupaten/Kota menandatangani naskah hibah mewakili satuan pendidikan dasar
dengan melampirkan daftar rekening sekolah;
c. Bersama-sama dengan Kelompok Kerja Data Pendidikan, melakukan pendataan sekolah dan
siswa dengan menggunakan Formulir BOS-01A,BOS- 01B dan BOS-01C langsung dari
sekolah;
d. Bersama Tim BOS Tingkat Provinsi melakukan rekonsiliasi data jumlah siswa tiap
sekolah untuk disampaikan ke pusat;
e. Melakukan sosialisasi/pelatihan kepada sekolah;
f. Menyediakan dana operasional program BOS di kab/kota dari sumber APBD;

9
g. Melakukan pembinaan terhadap sekolah dalam pengelolaan danpelaporan dana BOS;
h. Merencanakan dan melaksanakan monitoring dan evaluasi;
i. Mengusulkan revisi SK alokasi dana BOS tiap sekolah melalui TimManajemen
BOS Tingkat Provinsi kepada Tim Manajemen BOS Pusatapabila terjadi
kesalahan/ketidaktepatan/perubahan data;
j. Mengumpulkan dan merekapitulasi laporan realisasi penggunaan danaBOS dari
sekolah, selanjutnya melaporkan kepada Kepala SKPD PendidikanProvinsi paling lambat
tanggal 10 Januari tahun berikutnya (Formulir BOSK7);
k. Memberikan pelayanan dan penanganan pengaduan masyarakat (FormulirBOS-06A dan
Formulir BOS-06B).

f. Kesepakatan para penjabat terhadap tujuan yang termaktub dalam undang-undang


program dana BOS
Dalam konteks ini yang dimaksud dalam pejabat pelaksana atau sebagai dari aktor
implementasi ialah para aparat dinas terkait dalam penyelenggaraan dana BOS dan para kepala
sekolah yang ada di setiap sekolah-sekolah. Namun dalam pelaksanannya dari berbagai wilayah yang
melaksanakan program BOS ini, kemampuan para aparat khususnya para kepala sekolah dalam
merealisasikan program dana BOS ini secara maksimal belum terpenuhi dikarenakan, misalnya
penyimpangan dalam pemanfaatan dana BOS itu sendiri.

g. Akses formal pihak-pihak luar pada program dana BOS


Untuk program pemberian dana BOS di sekolah-sekolah tentunya
mempertimbangkan untuk memberikan akses bagi masyarakat dan swasta untuk ikut berpartisipasi
dalam penyelenggaraan dana BOS misalnya ketika pemanfaatan dana BOS untuk
penyediaan buku teks pelajaran yang diserahkan pada pihak ketiga dalam hal ini penerbit
buku ataupun dalam pengadaan fasilitas pendukung seperti pengadaan komputer yang mana
sekolah melakukan mitra dengan perusahaan komputer tersebut.

10
Variabel di luar kebijakan yang mempengaruhi proses implementasi
a. Kondisi Sosio ekonomi dan Teknologi Pada Program Dana BOS
Tentunya implementasi kebijakan dana BOS untuk tiap daerah sudah pasti
berbeda untuk tahap realisasinya. Ditinjau dari faktor sosial bahwa tingkat keberagaman
masyarakat dalam suatu wilayah sangat menentukan, ketika kebijakan program dana
BOS dilaksanakan untuk daerah yang berada pada wilayah perkotaan kebijakan ini akan segera
terealisasi dengan baik dikarenakan tingkat pemahaman masyarakat akan pentingnya
kebijakan ini dapat segera dipahami, sebaliknya untuk wilayah terpencil kebijakan ini
memerlukan sosialisasi yang baik agar masyarakat dapat memahami betuk maksud dan tujuan dari
dana BOS itu sendiri. Yang terjadi ialah beberapa wilayah yang melaksanakan program
dana BOS ini kurang mensosialisasikan dengan baik akan kebijakan program ini.
Begitupun dengan faktor ekonomi di mana masyarakat yang berada wilayah terpencil
yang akan menyekolahkan anaknya akan sangat terbantu sehingga kebijakan BOS akan
sangat diterima dan dapat direalisasikan. Dan yang terakhir faktor tekhnologi, yang
dimaksudkan di sini ialah bagaimana ketersediaan system tekhnologi yang baik
khususnya untuk sekolah-sekolah akan sangat menentukan realisasi dari kebijakan ini.

b. Dukungan Publik Pada Program Dana BOS


Sejauh ini pelaksanaan dari kebijakan dana BOS telah mendapat apresiasi yang baik dari
sebagian masyarakat Indonesia, hal ini dikarenakan akan manfaat yang dirasakan oleh sebagian
masyarakat ketika masyarakat mampu utnuk menyekolahkan anak-anak mereka.

c. Sikap dan sumber-sumber yang dimiliki kelompok masyarakat pada program dana BOS
kebijakan dana BOS sangat membantu warga masyarakat dalam meningkatkan
kesejahtraan hidupnya. Yang menjadi catatan kemudian ialah bahwa kebijakan yang telah
dilaksanakan selama 12 tahun masih memiliki beberapa kelemahan khususnya dalam pemanfaatan
penggunaan dana BOS itu sendiri, belum lagi masalah-masalah dalam penyimpangan
dana BOS dan kurang cepatnya pencairan dana BOS sehingga berdampak pada
keberlangsungan operasional sekolah-sekolah. Selain itu masih ditemukannya pembayaran
ataupun pungutan-pungutan dibeberapa sekolah menjadi bukti bahwa implementasi kebijakan
dana BOS masih belum maksimal.

11
d. Kesepakatan dan kemampuan kepemimpinan para pejabat pelaksana program dana BOS
Di luar dari tanggung jawab para aparat dan lembaga pelaksana yang melaksanakan
program dana BOS ini, tentunya di luar itu para pejabat-pejabat ataupun instansi memiliki
peran penting dalam upaya mendukung program dana BOS ini, seperti dalam hal koordinasi ketika
kebijakan ini megalami masalah dalam pelaksanannya.

Kesimpulan:
Implementasi program dana BOS sudah berjalan selama 12 tahun sejak digulirkan pada tahun
2005. BOS sendiri adalah program pemerintah yang bertujuan untuk membebaskan para siswa dan
siswi seluruh Indonesia untuk tingkat sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah pertama (SMP) dari biaya
pendidikan. Dari data yang dikeluarkan oleh kementrian pendidikan Nasional bahwa sejak dana BOS
dikucurkanpada tahun 2005, APK SD telah mencapai 115%, sedangkan SMP pada tahun 2009 telah
mencapai 98,11%, disimpulkan bahwa jumlah peserta didik sebagai target group dalam
implementasi kebijakan program pemberian dana BOS dapat terpenuhi.
Ditinjau dari teori implementasi yang dikembangkan oleh Mazmanian dan Sabatier, kami
menyimpulkan bahwa untuk implementasi kebijakan BOS di Indonesia masih belum terealisasikan secara
maksimal, dengan melihat beberapa permasalahan dalam implementasi pemberian BOS itu
sendiri, seperti masalah keterlambatan pencairan dana BOS, penyimpangan dana BOS oleh oknum yang
tidak bertanggung jawab, hingga pemanfaatan dana BOS yang tidak sesuai dengan apa yang ada
dalam buku petunjuk teknis BOS.
Peran pemerintah dalam pengawasan penyaluran dana BOS menjadi hal penting dalam realisasi
kebijakan BOS ini, hal ini untuk meminimalisir terjadinya penyimpangan-penyimpangan dalam anggaran
BOS, selain itu tim pengawas yang akan memonitor, ataupun yang akan mengawasi adalah yang memiliki
tingkat profesionalisme dan independensi yang tinggi sehingga proses transparansi dapat diterima oleh
masyarakat. Upaya sosialisasi maupun bimbingan teknis kepada para aktor atau aparat yang
berperan dalam proses penyaluran dana BOS harus ditingkatkan dikarenakan masalah-masalah yang timbul
dalam penggunaan dana BOS akibat kurang pahamnya para implementator dalam merealisasikan poin-poin
program dalam BOS secara baik. Pada akhirnya dana BOS ditinjau dari segi benefit sangat
membantu masyarakat khususnya bagi mereka yang akan menyekolahkan anaknya dengan
keterbatasan ekonomi, olehnya itu hendaknya kebijakan ini dapat terus berlanjut dan anggarannya dapat
terus ditambah.

12

Anda mungkin juga menyukai